laporan kasus hipertensi urgensi

Upload: musytazab

Post on 25-Feb-2018

1.720 views

Category:

Documents


292 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    1/29

    H

    dr

    Disusun dalam rangk

    Angkatan IV Tahu

    di Rumah Sa

    T

    LAPORAN KASUS

    PERTENSI URGENSI

    Disusun Oleh :

    dr Muamar Amirullah

    Pembimbing :

    ntonius Rumambi DK, M.Kes.

    a mengikuti Kegiatan Internsip Dok

    n 2015 (November 2015 s/d Novem

    kit Tingkat III Robert Wolter Mongi

    ling-Manado-Sulawesi Utara

    er Indonesia

    ber 2016)

    sidi

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    2/29

    [1]

    KRISIS HIPERTENSI

    Krisis hipertensi merupakan salah satu kegawatan di bidang neurovaskular yang

    sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan

    tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan

    konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari

    penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah

    komplikasi yang mengancam jiwa(1)

    .

    EPIDEMIOLOGI

    Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi

    krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7%

    pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia di atas 60 tahun.

    Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan

    berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target(1)

    .

    Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis. Pada

    JNC VII tidak menyertakan hipertensi krisis ke dalam tiga stadium klasifikasi hipertensi,

    namun hipertensi krisis dikategorikan dalam pembahasan hipertensi sebagai keadaan khusus

    yang memerlukan tatalaksana yang lebih agresif(1)

    .

    Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII(2)

    Kategori TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)

    Normal < 120 Dan < 80

    Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89

    Hipertensi Stadium 1 140-159 Atau 90-99

    Hipertensi Stadium 2 > 160 Atau > 100

    DEFINISI

    Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan darah akut. Definisi

    yang paling sering dipakai adalah :

    1. Hipertensi emergensi (darurat)

    Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak

    disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin

    dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti-hipertensi intravena.

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    3/29

    [2]

    2. Hipertensi urgensi (mendesak)

    Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan

    organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan

    memberikan obat-obatan anti hipertensi oral.

    Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

    1. Hipertensi refrakter

    Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah > 200/110 mmHg, walaupun

    telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.

    2. Hipertensi akselerasi

    Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi. Bila

    tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

    3. Hipertensi maligna

    Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik > 120-130 mmHg dan kelainan

    funduskopi disertai papil edema, peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari

    vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapatkan pengobatan.

    Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi esensial ataupun

    sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.

    4. Hipertensi ensefalopati

    Kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat,

    penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut

    diturunkan.

    ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

    Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vaskular, berupa disfungsi endotel,

    remodeling, dan arterial stiffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan

    hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan

    darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang

    mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga

    membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi (1,4,8).

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    4/29

    [3]

    FAKTOR PENYEBAB KRISIS HIPERTENSI

    Hipertensi esensial

    Penyakit Parenkim Ginjal

    Pielonefritis Kronik

    Glomerulonefritis

    Nefritis tubulointerstisial

    Penyakit Vaskular pada Ginjal

    Stenosis Arteri Renalis

    Makroskopis poliarteritis nodusa

    Obat-obatan

    Penghentian tiba-tiba obat obatan agonis alfa-2 adrenergik yang bekerja sentral seperti

    clonidine dan metildopa

    Intoksikasi obat simpatomimetik (kokain, dll)

    Interaksi dengan obat MAO-Inhibitor (phenilzine, selegiline)

    Kehamilan

    Eklampsia/pre-eklampsi berat

    Endokrin

    Feokromositoma

    Aldosteronisme primer

    Kelebihan hormone glukokortikoid

    Tumor yang mensekresikan rennin

    Kelainan Sistem Saraf Pusat

    Stroke hemoragik

    Cedera Kepala

    MEKANISME AUTOREGULASI

    Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan

    darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai

    tingkatan perubahan konstriksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan

    terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu

    normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean AtrialPressure (MAP) 60-70

    mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen

    lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme

    ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap,

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    5/29

    pingsan dan sinkop. Pada pe

    batas ambang autoregulasi i

    pengurangan aliran darah dap

    (1).

    Gambar 1. Patofisiologi hiperte

    [4]

    derita hipertensi kronis, penyakit serebrova

    i akan berubah dan bergeser ke kanan pa

    at terjadi pada tekanan darah yang lebih tin

    si emergensi(1)

    .

    kular dan usia tua,

    a kurva, sehingga

    gi (lihat gambar 2)

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    6/29

    Gambar 2. Kurva Autoregulasi

    Pada penelitian Stragard, dila

    normotensi. Didapatkan pen

    grup normotensi dan hiper

    cenderung menggeser autoreg

    Dari penelitian didapatkan

    diperkirakan bahwa batas te

    resting MAP. Oleh karena it

    20%-25% dalam beberapa m

    Penurunan tekanan darah pad

    jantung kiri dilakukan dala

    hipertensi emergensi lainya.

    dalam 2-3 jam. Untuk pasie

    penurunan tekanan darah dil

    darah tidak lebih rendah dari

    [5]

    ada Tekanan Darah(1)

    kukan pengukuran MAP pada penderita hipe

    erita hipertensi dengan pengobatan memp

    ensi tanpa pengobatan. Orang dengan hi

    ulasi ke arah normal(1)

    .

    bahwa baik orang yang normotensi

    endah dari autoregulasi otak adalah kira-k

    dalam pengobatan hipertensi krisis, penuru

    enit atau jam, tergantung dari apakah emer

    a penderita diseksi aorta akut ataupun edem

    tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat

    enderita hipertensi ensefalopati, penurunan

    dengan infark serebri akut ataupun perd

    kukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus

    70-180/100 mmHg(1,2,4,6,8)

    .

    rtensi dengan yang

    nyai nilai diantara

    pertensi terkontrol

    aupun hipertensi,

    ira 25% di bawah

    an MAP sebanyak

    gensi atau urgensi.

    paru akibat payah

    lagi dibandingkan

    tekanan darah 25%

    rahan intrakranial,

    ijaga agar tekanan

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    7/29

    [6]

    MANIFESTASI KLINIS

    Manifestasi klinis krisis hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada.

    Tabel 2. Prevalensi kerusakan target organ

    Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan

    sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau

    paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan

    atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati

    dengan perubahan arteriola, Perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian

    pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina,

    akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal

    ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi(1,5,7)

    .

    Gambar 3. Papilledema. Pembengkakan optic disc dan margin kabur (1).

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    8/29

    [7]

    PENDEKATAN DIAGNOSIS

    Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan

    dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.

    Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menunjukkan organ mana yang mengalamigangguan.

    Anamnesis

    Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin

    diminum, kepatuhan minum obat, riwayat pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan

    tekanan darah seperti kokain, phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD),

    amphetamin, atau obat-obat simpatomimetic lainnya. Gejala sistem saraf (nyeri kepala,

    perubahan mental, ansietas). Gejala sistem ginjal (BAK berwarna merah, jumlah urin

    berkurang). Gejala sistem kardiovaskuler (adanya sesak napas, payah jantung, kongestif dan

    oedema paru, nyeri dada). Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular

    atau ginjal (glomerulonefritis, pyelonefritis) penting dievaluasi. Hal yang juga perlu untuk

    dievaluasi adalah riwayat kehamilan untuk mencari tanda eklampsia sebagai penyebab krisis

    hipertensi(1,2,3).

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    9/29

    [8]

    Pemeriksaan fisik

    Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat pada posisi

    (baring dan berdiri) pada kedua tangan. Begitu pula nadi diperiksa pada keempat ekstremitas,

    auskultasi paru untuk mencari edema paru, auskutasi jantung untuk mencari murmur/gallop,

    auskultasi arteri renalis untuk mencari bruit dan pemeriksaan neurologis serta funduskopi.

    Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat pada retina

    atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada peningkatan tekanan vena

    jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi. Pemeriksaan neurologi untuk menilai

    tanda perubahan neurologis yang segera terjadi atau berkelanjutan. Tanda hipertensi

    ensefalopati seperti disorientasi, gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang

    fokal.

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu :

    a. Pemeriksaan segera seperti :

    Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit

    Urine : Urinalisa

    EKG : 12 lead : melihat tanda iskemi

    Rontgen Thoraks : Rontgen thorax dapat dilakukan untuk menilai ukuran jantung, tanda

    edema paru serta penapisan awal terjadinya diseksi aorta akut.

    b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)

    Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal

    Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan

    Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin, metamefrin,

    Venumandelic Acid (VMA)

    Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari gangguan

    fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.

    Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi(1,2,5)

    :

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    10/29

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    11/29

    [10]

    PENATALAKSANAAN

    1. Hipertensi Urgensi

    A. Penatalaksanaan Umum

    Manajemen penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak

    membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi

    manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awalMean Arterial Pressure (MAP)

    dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan tekanan

    darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi

    parenteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian

    loadingdose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan

    mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral

    merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.

    B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensiurgensi

    Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dengan onset

    mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan

    dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk,

    hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis

    pada arteri renal bilateral).

    Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada pasien

    dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi

    urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipine atauplacebo. Nicardipine memiliki

    efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai 22% (p=0,002).

    Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai

    tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi,

    berkeringat dan sakit kepala.

    Labetalol adalah gabungan antara 1 dan -adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja

    mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat lebar

    sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien,

    setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara

    oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan.

    Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat

    diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit

    kepala.

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    12/29

    [11]

    Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (2-adrenergicreceptor agonist)

    yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa

    diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan

    darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi

    adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.

    Nifedipine adalah golongan calcium channelblocker yang memiliki pucak kerja antara 10-20

    menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi

    karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan

    sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.

    2. Hipertensi Emergensi

    A. Penatalaksanaan Umum

    Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan

    organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat

    dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa

    dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih

    belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan

    15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan

    mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi. Untuk menghindari

    hal tersebut maka pemberian anti hipertensi yang lebih bisa dikontrol secara intravena lebih

    dianjurkan dibanding terapi oral atau sublingual seperti Nifedipine. Tujuan penurunan TD

    bukanlah untuk mendapatkan TD normal, tetapi lebih untuk mendapatkan penurunan tekanan

    darah yang terkendali. Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg.

    Tekanan sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg

    selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortiic

    aneurisma). Penurunan TD tidak lebih dari 20 % dari MAP ataupun TD yang didapat.

    Kemudian dilakukan observasi terhadap pasien, jika penurunan tekanan darah awal dapat

    diterima oleh pasien dimana keadaan klinisnya stabil, maka 24 jam kemudian tekanan darah

    dapat diturunkan secara bertahap menuju angka normal.

    B. Penatalaksanaan khusus untukhipertensi emergensi

    Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi

    emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranial dan stroke iskemik

    akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    13/29

    [12]

    mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intracranial dan MAP harus dipertahankan di

    bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus dipantau secara

    hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara

    sepontan. Secara terus-menerus MAP dipertahankan > 130 mmHg.

    Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada

    otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi yang

    melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi

    yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada

    arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan blocker (labetalol

    dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan

    dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat

    menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >

    120mmHg) dalam waktu 20 menit.

    Kidney Failure.Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi dari

    hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria

    dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah

    digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida

    atau tiosianat. Pemberianfenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan

    sianida akibat dari pemberian nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.

    Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-

    obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan

    kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat

    menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan timbulnya

    hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang

    dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan

    pemberiansodium nitroprusside (vasodilator arteri) atauphentolamine IV (ganglion-blocking

    agent). Golongan -blockers dapat diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang

    diinginkan tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah

    dengan memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-

    obatan anti hipertensi yang telah dijelaskan di atas.

    PROGNOSIS

    Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal jantung

    (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan segera(1,6)

    .

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    14/29

    [13]

    Tabel 5. Obat-obatan yang digunakan untuk hipertensi emergensi

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    15/29

    [14]

    STATUS PASIEN

    I. Identitas Pasien

    Nama : Ny. NS

    Jenis kelamin : Perempuan

    Umur : 57 tahun

    Alamat : Tateli-Manado-Sulawesi Utara

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Agama : Islam

    Status perkawinan : Menikah

    Tgl masuk : 03-01-2016

    II.

    Anamnesis

    Keluhan Utama :

    Keluar darah dari hidung sejak 1 jam SMRS

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    Pasien datang ke UGD dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 1 jam SMRS,

    keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang duduk nonton TV. Darah yang keluar

    berwarna merah segar. Darah keluar dari kedua hidung dan saat pasien meludah kadang-

    kadang juga terdapat darah. Pasien merasa pusing. Pasien tidak merasakan pusing berputar.

    Keluhan nyeri kepala, mual, muntah disangkal. Keluhan hidung berdarah tanpa penurunan

    kesadaran.

    Pasien menyangkal keluhan nyeri kepala disertai pandangan kabur, penglihatan ganda,

    nyeri dan gatal pada mata. Tidak terdapat adanya kelemahan anggota gerak, tidak terdapat

    rasa kesemutan, tidak terdapat lidah pelo, Buang air kecil dan buang air besar lancar tanpa

    keluhan. Pasien tidak ada riwayat trauma pada hidung. riwayat benda asing di hidung

    disangkal.

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    16/29

    [15]

    Riwayat penyakit dahulu :

    Pasien sebelumnya mengalami pilek dan sering kambuh. Pasien mengaku mempunyai

    riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak rutin kontrol. Riwayat penyakit

    serupa disangkal. Riwayat trauma disangkal, riwayat batuk lama disangkal. Pasien

    menyangkal riwayat penyakit jantung, penyakit kencing manis, dan penyakit asma.

    Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu lama dan dekat

    dan mengaku tidak mempunyai riwayat alergi

    Pasien mengaku tidak ada alergi obat.

    Riwayat penyakit keluarga :

    Pasien mengaku terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti pasien.Ibu

    kandung pasien menderita hipertensi.

    III.Pemeriksaan Fisik

    - Kesadaran : Compos Mentis

    - Tekanan darah : 220/130 mmHg

    -

    Nadi : 100 x/menit, regular- Pernapasan : 22 x/menit normal

    - Suhu : 36,50C

    - BB : 87 kg

    Status Generalis

    Kepala

    Bentuk : Normal, simetris

    Rambut : Hitam, tidak mudah rontok

    Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik-/-, edema palpebra -/-, pupil

    isokor kanan dan kiri. Refleks cahaya +/+

    Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea -/-.

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    17/29

    [16]

    Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi, nyeri tekan (-)

    Rhinoskopi anterior : Rhinorrhea (+)/(+), perdarahan aktif (-)/(-), massa (-)/(-), polip

    (-)/(-)

    Mulut : Mulut simetris, tidak ada deviasi, Tonsil T1/T1, sianosis (-), deviasi

    lidah (-)

    Leher

    Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

    dan kelenjar getah bening, JVP tidak meningkat.

    Thoraks

    Pulmo

    Inspeksi : Bentuk dada kanan kiri simetris, pergerakan nafas kanan sama

    dengan kiri , tidak ada penonjolan masa.

    Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri

    Perkusi :sonor pada kedua lapangan paru

    Auskultasi : ves +/+, ronki -/-, Wheezing -/-

    Jantung

    Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

    Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi

    Perkusi Batas jantung :

    o Batas atas : ICS II garis parasternalis kiri

    o Batas kanan : ICS V garis sternalis kanan

    o Batas kiri : ICS V garis axillaris anterior kiri

    Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-).

    Abdomen

    Inspeksi : Perut cembung, tidak tampak adanya kelainan

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    Perkusi : Suara timpani pada lapang abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)

    Palpasi :Nyeri tekan abdomen (-), hepar/lien tidak teraba, ballotement ginjal (-)

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    18/29

    [17]

    Genitalia

    Tidak dinilai

    Ekstremitas

    Akral hangat, CRT < 2, arteri perifer teraba normal, edema ekstremitas -/-

    Status Neurologis

    Saraf Cranial :

    N. II (Optikus)

    Refleks cahaya langsung : +/+ (pupil bulat, isokor)

    Tajam penglihatan : sulit dinilai

    Lapang penglihatan : baik dalam batas normal

    Melihat warna : baik dalam batas normal

    Fundus okuli : Tidak dilakukan

    N. III (Occulomotor)

    Pupil

    Ukuran : 3mm

    Bentuk : bulat

    Isokor/anisokor : Isokor

    Reflex cahaya tidak langsung : +/+

    N. IV (Troklearis)

    Pergerakan bola mata (Ke Bawah Dalam) : +/+

    N. V (Trigeminus)

    Membuka mulut : asimetris

    Menguyah : baik dalam batas normalMenggigit : baik dalam batas normal

    Refleks kornea : baik dalam batas normal

    Sensabilitas wajah : baik dalam batas normal

    N. VI (Abdusen)

    Pergerakan bola mata (ke lateral) : baik dalam batas normal

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    19/29

    [18]

    N VII (Facialis)

    Mengerutkan dahi : simetris kanan-kiri

    Menutup mata : simetris kanan-kiri

    Memperlihatkan gigi : simetris kanan-kiri

    N IX (glosofaringeus)

    Perasaan lidah (1/3 bagian lidah belakang) : baik dalam batas normal

    Posisi uvula : tidak ada deviasi

    N X (vagus)

    Arkus faring : baik dalam batas normal

    Menelan : baik

    Refleks muntah : baik

    N. XI (Asesorius)

    Menengok (M. Sternocleidomastoideus): baik, dapat menengok kanan dan kiri

    Mengangkat bahu (M. Trapezius) : baik

    N XII (Hipoglossus)Pergerakan lidah : baik, dapat menggerakan lidah ke segala arah

    Lidah deviasi : tidak terdapat deviasi

    Badan dan Anggota Gerak :

    Anggota gerak atas

    Motorik: Baik

    Pergerakan: (+)/(+)

    Kekuatan: 5 / 5

    Anggota gerak bawah

    Motorik: Baik

    Pergerakan: (+)/(+)

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    20/29

    [19]

    Kekuatan: 5 / 5

    Tonus: Normal

    Refleks patologis :

    Babinski : (-)/(-)

    Chaddock : (-)/(-)

    Gondon : (-)/(-)

    Oppenheim : (-)/(-)

    Schiffer : (-)/(-)

    IV.

    Pemeriksaan Penunjang

    Laboratorium (03/01/2016)

    LAB RESULT NORMAL

    Hb 15,5 13-16 gr%

    Leukosit 11.700 4.000-10.000

    Eritrosit 4,7 4-6 juta/mm3

    Trombosit 265.000 150.000-450.000

    Hematokrit 44 37-43%

    GDS 126 80-120 mg/dl

    Ureum 18 10-50

    Creatinin 1,0 0,5-1,5 mg/dl

    SGOT 32 < 31 U/L

    SGPT 33 < 32 U/L

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    21/29

    [20]

    Rontgen Thoraks

    Kesan :C/P Normal

    EKG

    Irama sinus

    Heart rate 88x/menit

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    22/29

    [21]

    Axis normal

    P wave N 0.08 detik

    PR interval 0,16 detik

    QRS kompleks 0,8 detik

    Interval QT 0,32 detik

    S V2 + R V6 > 35 mm

    Kesan : Gambaran EKG Normal

    V.

    Resume :

    Pasien datang dengan keluhan epistaksis. Pasien juga mengeluh pusing. Pasien

    mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol.

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 220/130, pulsasi 100 x/menit, rhinorrhea (+/(+),

    perdarahan aktif (-)/(-). JVP tidak meningkat. Pemeriksaan fisik paru dan jantung dalam batas

    normal. Tidak didapatkan defisit neurologis maupun gangguan nervus kranialis. Pada

    pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. Rontgen thoraks dan EKG tidak ada

    kelainan.

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    23/29

    [22]

    VI.

    Daftar Masalah

    Hipertensi urgensi

    Epistaksis

    VII.

    Pembahasan

    1. Hipertensi Urgensi

    Atas dasar : Didapatkan krisis hipertensi yang digolongkan pada hipertensi

    Urgensi, karena didapatkan peningkatan tekanan darah tanpa disertai

    kecurigaan kerusakan organ.

    Assesment :

    Berdasarkan krisis hipertensi digolongkan pada hipertensi urgensi.

    Planing

    Konsul Bagian Neurologi

    Treatment

    Non farmakologis

    o Di rawat di ruangan

    o Istirahat baring

    o Diet rendah garam

    o Tujuan pengobatan hipertensi emergensi adalah menurunkan

    tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan

    dengan keadaan klinis penderita

    Farmakologis

    o Infus RL 10 tpm

    o Amlodipine 10 mg 1 0 0

    o Candesartan 8 mg 0 1 0

    o Bisoprolol 5 mg - 0 - 0

    o Menurunkan MAP tidak lebih dari 25% dalam 1-12 jam,

    setelah tidak ada tanda hipoferfusi organ penurunan dapat di

    lanjutkan hingga 24-72 jam sampai mendekati normal

    2. Epistaksis

    Atas dasar : Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung. Pada umumnya

    terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian

    posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    24/29

    [23]

    arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari

    arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis dapat

    ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik,

    kelainan sistemik yang sering menimbulkan epistaksis adalah penyakit

    kardiovaskuler seperti hipertensi. Pada kasus ini, pasien mengalami hipertensi

    urgensi yang mengakibatkan terjadinya epistaksis anterior.

    Assesment :

    Epistaksis anterior ec hipertensi urgensi

    Planing

    Konsul Bagian THT

    Treatment

    Non farmakologis : Istirahat baring

    Farmakologis

    Pasang tampon hidung (tampon anterior), ini dilakukan untuk menekan

    dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior agar

    perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga dengan cara menekan

    pangkal hidung untuk menghentikan perdarahan tersebut.

    Pemberian antibiotik ceftriaxone bertujuan untuk mencegah terjadinya

    infeksi karena tampon dipasang selama 2x24 jam. Injeksi asam

    traneksamat bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Pemberian

    ketorolac sebagai analgetik.

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    25/29

    [24]

    VIII.

    Diagnosa

    Epistaksis ec Hipertensi Urgensi

    IX.

    Follow up

    Tgl Pemeriksaan

    04-01-2016 T : 170/120 mmHg

    P : 80x/menit

    R : 20x/menit

    S : 36,5C

    Pusing (-), pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), kesemutan di

    ekstremitas (-), BAB & BAK dbn.

    Kesadaran : CM

    Kepala : Normocephal

    Mata : Ka -/-, SI -/-, edema palpebral -/-, lensa keruh -/-

    Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

    Tho :VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,

    gallop -

    Abdomen : cembung, H/L tak membesar

    Akral hangat +/+

    Kekuatan otot 5/5, 5/5

    GDP: 110 mg/dl (75-115 mg/dl)

    GD2PP: 123 mg/dl (

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    26/29

    [25]

    Inj. Ketorolac 1 Amp i.v

    Inj. Asam tranexamat 1 Amp i.v

    Amlodipine

    Candesartan

    Bisoprolol

    05-01-2016 T : 150/110mmHg

    P : 81x/menit

    R : 20x/menit

    S : 36,4C

    Kesadaran : CM

    Keluhan (-)

    Kepala : Normocephal

    Mata: Ka -/-, SI -/-, edema palpebral -/-, lensa keruh -/-

    Hidung : perdarahan aktif (-)/(-)

    Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

    Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,

    gallop -

    Abdomen : cembung H/L tak membesar

    Akral hangat +/+

    Kekuatan otot 5/5, 5/5

    Terapi lanjut

    Aff tampon hidung, inj. As tranexamat & ketorolac stop

    26-05-2015 T : 140/90mmHg

    P : 80x/menit

    R : 20x/menit

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    27/29

    [26]

    S : 36,6 C

    Nyeri kepala (+), pandangan kabur (-), diplopia (-), mual muntah (+) 2x

    Kepala : Normocephal

    Mata: Ka -/-, SI -/-, edema palpebral -/-, lensa keruh -/-

    Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat

    Tho : VBS +/+ Rk -/- wh -/-, BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -,

    gallop -

    Abdomen : cembung H/L tak membesar

    Akral hangat +/+

    Hasil CT Scan:

    Tidak tampak tanda perdarahan, infark maupun S.O.L

    Terapi lanjut

    X.Prognosis :

    Quo ad vitam : Dubia

    Quo ad functionam : Dubia ad bonam

    Quo ad sanactionam : Dubia

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    28/29

    [27]

    PEMBAHASAN

    Pasien didiagnosis dengan epistaksis anterior. Berdasarkan sumber perdarahannya, epistaksis

    anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Pecahnya

    Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior dikarenakan berbagai sebab seperti

    trauma pada hidung, adanya benda asing, tumor jinak hidung, ataupun sebab sistemik seperti

    adanya riwayat hipertensi. Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, terjadinya epistaksis

    dimungkinkan karena adanya riwayat hipertensi. Pleksus kiesselbach merupakan daerah

    dimana rentan terjadi perdarahan karena daerah ini mempunyai pembuluh darah yang kecil

    dan rapuh. Hipertensi dapat menyebabkan pleksus kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior

    menjadi pecah karena tingginya tekanan darah di daerah tersebut.

    Penatalaksanaan pada pasien ini berupa pasang tampon hidung (tampon anterior), ini

    dilakukan untuk menekan dan menutup Pleksus Kiesselbach atau arteri ethmoidalis anterior

    agar perdarahan dapat berhenti. Selain itu dapat juga dengan cara menekan pangkal hidung

    untuk menghentikan perdarahan tersebut. Pemberian antibiotik ceftriaxone injeksi bertujuan

    untuk mencegah terjadinya infeksi karena tampon dipasang selama 2x24 jam. Injeksi asam

    traneksamat bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Pemberian ketorolac digunakan

    untuk menghilangkan rasa sakit.

    Pemberian anti hipertensi pada pasien didasarkan pada diagnosis kerja hipertensi urgensi

    karena pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan organ target. Pemberian obat

    antihipertensi secara oral merupakan pilihan yang dapat diberikan pada pasien dengan

    hipertensi urgensi. Pemilihan obat berdasarkan mekanisme kerja dan ketersediaan obat.

    Amlodipine dipilih sebagai alternatif nicardipine yang merupakan pilihan pertama pada

    pasien hipertensi urgensi yang berasal dari golongan calcium-channel blocker. Candesartan

    dari golongan Angiotensin Receptor Blocker diberikan sebagai kombinasi dengan golongan

    Calcium channel blocker agar penurunan tekanan darah dapat berlangsung lebih cepat.

    Kombinasi obat ketiga adalah golongan antagonis adrenoseptor, yang dipakai adalah

    bisoprolol karena bekerja pada reseptor beta-1 yang dimetabolisme terutama di hepar dan

    memiliki waktu paruh yang panjang sehingga bisa dimanfaatkan efeknya untuk menurunkan

    tekanan darah dalam waktu yang lebih lama.

  • 7/25/2019 Laporan Kasus Hipertensi Urgensi

    29/29

    [28]

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Devicaesaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Medicinus Vol. 27, No.3,

    Desember 2014.2.

    Anonymous. National High Blood Pressure Education Program. The seventh report of

    the Joint National Committe on prevention, detection, evaluation and treatment of

    high blood pressure. Bethesda (MD): Dept. of Health and Human Services, National

    Institutes of Health, National Heart, Lung, and Blood Institute, NIH Publication.

    2004; No.04-5230l.

    3.

    Zampagniole B, Pascale C, Marchisio M, et al. Hypertensive urgencies and

    emergencies. Prevalence and clinical presentation. Hypertension. 1996;27:144-7.

    4.

    Sutters, M. Systemic Hypertension dalam Papadakis M, McPhee S, Rabow M.

    Current Medical Diagnosis and Treatment 55th

    edition. 2016. McGraw-Hill Education

    5.

    Evidence-based Guideline for Management of Hypertension in adults. Report From

    the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).

    JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427.

    6.

    Pollack C, Rees C. Hypertnesive Emergency : Acute Care Evaluation and

    Management. 2008. Department of Emergency Medicine, Pennsylvania Hospital.

    University of Pennsylvania, Philadelphia.

    7.

    Salkic S, Brkic S, Batic-Mujanovic O, et al. Emergency Room Treatment of

    Hypertensive Crises. MED ARH. 2015 OCT; 69(5): 302-306

    8.

    Angelats EG, Baur EB. Hypertension, Hypertensive crisis, and Hypertensive

    emergency: approaches to emergency department care. Emergencias. 2010; 22: 209-

    219

    9.

    Efiaty arsyad. 2001.Epistaksis,Buku ajar ilmu kesehatan teling-hidung-tenggorok-

    leher. FKUI. 2001