Download - Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
1/15
1
Nama : Tutta Aurum Nisauf
NPM : 1206257260
Dosen : Lukmanda Evan Lubis, M.Si
TUGAS MATA KULIAH PENDAHULUAN PENCITRAAN MEDIS DAN KEDOKTERAN NUKLIR
REVIEW PAPER TENTANG QUALITY ASSURANCE PADA MRI
Tugas ini dibuat dengan bersumber pada 2 paper yaitu :
1. Paper utamaberupa paper penelitian teoritik mendasar yang sifatnya lebih ke penjelasan
umum mengenai metode QA dan phantom untuk MRI.
2. Paper pembanding berupa paper yang lebih teknis dengan pengembangan metode QA
yang dipilih, fokus pada TCP (Temperatur Calibration Phantom).
>>Paper 1 (Basis)
Quality Assurance Methods and Phantoms for Magnetic Resonance Imaging:
Report of AAPM Nuclear Magnetic Resonance
(Ronald R. Rice, Leon Axel, Tommie Morgan, Robert Newman, William Perman, Nicholas Schneiders,
Mark Selikson, Michael Wood, and Stephen R. Thomas)
AAPM Task Grup 1
Diterima 6 September 1989
Publikasi 30 Oktober 1989
Med.phys. 17 (2), Mar/Apr 1990
0094-2405/90/0202/87-09S01.20
1990 Am. Assoc. Phys. Med
American Association of Physicists in Medicine by the American Institute of Physics
>>Paper 2 (pembanding, penelitian yang lebih spesifik dan baru)
Development of a Calibration Phantom Set for MRI Temperature ImagingSystem Quality Assurance(Xuegang Xin, PhD, Jijun Han, Di Wang, Yanqiu Feng, PhD, Qianjin Feng, PhD, Wufan Chen, Professor)
Academic Radiology, Vol 19, No 6, June 2012
Acad Radiol 2012; 19:740745
doi:10.1016/j.acra.2012.02.001
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
2/15
2
Paper 1 (Basis)
Tujuan
Tujuan dari penelitian yang diajukan dalam dokumen ini adalah untuk mendeskripsikan set
standard prosedur uji yang bisa digunakan untuk mengevaluasi performansi klinis sistem Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Prosedur dan uji ini tidak dimaksudkan untuk membangun standard
performansi absolut akan tetapi lebih bermaksud untuk menyediakan metode yang bisa digunakan
sebagai bagian dari program quality assurance (QA) rutin. Posisi dari dokumen ini adalah mengajukan
program QA untuk mendeteksi perubahan dalam sistem performansi yang relatif lebih meningkat
secara mendasar.
Pendahuluan
Dokumen ini menyertakan rekomendasi material phantom MRI yang lebih bisa diterima,
desain phantom, dan prosedur analisis. Parameter citra spesifik yang dideskripsikan dalam dokumenini : frekuensi resonansi, SNR, uniformitas citra, linearitas spasial, resolusi spasial, ketebalan slice,
posisi (separasi) slice, dan fase yang berkaitan dengan artefak citra. Hal ini dikenali bahwa set ini
tidaklah mendalam dan tidak memasukkan prosedur untuk menaksir semua parameter citra yang
mungkin, dan mirip juga dikenali bahwa ada metode lain yang diterima daripada yang telah
dipresentasikan untuk pengukuran parameter ini. Pengajuan yang diset ini, meskipun begitu, tetap
dipertimbangkan cukup untuk monitoring sensitivitas dan karakteristik geometri dari sistem citra
Nuclear Magnetic Resonance (NMR).
Pengajuan yang diset ini tidak memasukkan prosedur spesifik untuk memonitor akurasi atau
presisi T1, T2 ataupun densitas proton. Sampai saat ini, secara umum belum ada metode standard
yang diterima untuk menentukan T1, T2, dan densitas proton dari data citra penaksiran parameter ini
bukan bagian dari praktik klinis, peneliti telah memilih tidak memasukkan prosedur uji ini sampai ilmu
lain atas kegunaan mereka dan pengukurannya telah diketahui.
National Electrical Manufacturers Association (NEMA) diakui untuk pengawasan mereka pada
pengembangan bagian uniformitas medan dan SNR. Spesifikasi untuk 2 parameter ini konsisten
dengan spesifikasi NEMA dimana memungkinkan di bawah syarat bahwa prosedurnya aplikatif untuk
penggunaan pada program QA. Sub komite American College of Radiology (ACR) pada Magnetic
Resonance (MR) Nomenclature and Phantom Development di bawah komite MR pada teknologi
pencitraan dan peralatan diakui untuk ketetapan ini dan review yang teliti selama beberapa tahun
bahwa dokumen ini masih di bawah pengembangan.
Material Phantom
Pertimbangan utama pada pemilihan material phantom untuk kegunaan QA phantom antara
lain : stabilitas termal dan kimia, ketidakberadaan pergeseran sifal kimia yang signifikan, T1, T2, dan
nilai densitas proton yang berada pada range biologis. Seperti yang nanti akan disampaikan, pemuatan
koil adalah pertimbangan penting untuk menaksir SNR. Pertimbangan umum lainnya berhubungan
dengan sisi keutamaan dan praktisnya : pemilihan T1 yang match dari material untuk bisa diterima TR
yang tidak membutuhkan waktu pindai yang lama dan secara praktis tidak memilih T2 yang nilainya
lebih pendek yang beberapa instrumen bisa mengakomodir. Kehati-hatian harus dilakukan untuk
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
3/15
3
menghindari penggunaan plastik berwarna atau material kontainer lain yang memiliki susesptibilitas
magnet yang berbeda secara signifikan dari material pengisi.
Pada tiap kekuatan medan operasional, direkomendasikan untuk memilih material NMR yang
mengikuti sifat atau karakteristik berikut :
100 ms < T1 < 1200 ms
50 ms < T2 < 400 ms
Densitas proton >> densitas H20
Sejumlah material telah berhasil digunakan sebagai agen phantom NMR. Hal ini memiliki
keutamaan yang terdiri dari minyak dan water solution dari variasi ion paramagnetik. Untuk referensi,
seperti yang terdapat pada tabel 1 adalah aproksimasi waktu relaksasi untuk pencampuran 1,2
propadienol pada air destilasi dan 3 agen paramagnetik (CUSO4 NiCl2 dan MnCl2) pada 20 MHz (0,5
T). Harus dikatahui bahwa waktu relaksasi adalah dependensi suhu dengan kekuatan medan.
Laju relaksasi (invers dari waktu relaksasi) diaproksimasi linear terhadap konsentrasi ion.
Untuk semua pengukuran, kondisi pindai harus direkam secara hati-hati. Kondisi pindai harus
mengandung : parameter sekuen pulsa dan pewaktuan pindai (TE, T1, TR), flip angle, medan pandang
dan ukuran matriks, koil, phantom dan material phantom, ketebalan dan jumlah slice, spasi center to
center, jumlah akuisisi, pengaturan power rf dan pemrosesan image lainnya yang telah digunakan.
Semua phantom harus di tengah magnet isocenter apabila tidak dispesifikasi lain.
Kriteria aksi yang terdaftar pada dokumen ini hanyalah referensi semata. Nilai absolut
parameter QA tergantung mesinnya dan sebagai hasil, dibuat mungkin untuk spesifikasi kriteria yang
dapat diuniversalisasi pada semua sistem. Kriteria aksi spesifik harus disampaikan secara individual
untuk tiap instalasi sistem di perusahaan dengan pengguna dan pembuat instrumentasi.
Frekuensi Resonansi
a.
Definisi
Didefinisikan sebagai rf frekuensi f yang match dengan medan magnet B0 berdasarkan
persamaan Larmor
=
20
adalah rasio gyromagnetik untuk nuklei yang dipelajari. Untuk proton, frekuensi Larmor
adalah 42,58 Mhz/T untuk sistem 1,5 , frekuensi resonansi harus 63,87 MHz.
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
4/15
4
b.
Faktor yang mempengaruhi frekuensi resonansi
Sebelum ke performansi beberapa protokol pencitraan, penting juga bagi operator untuk
memverifikasi bahwa sistem berada pada resonansinya. Kebanyakan vendor meminta dengan
tegas untuk pengecekan frekuensi resonansi di tiap waktu ketika sistem pencitraan menyala.
Uji frekuensi resonansi sangat penting untuk unit yang bergerak dan beberapa sistem
resistivitas magnet yang melajukan frekuensi dari medan magnet. Perubahan dalam frekuensi
resonansi merefleksikan pada perubahan pada medan B statik. Perubahan ini mungkin
berhubungan dengan superkonduktor run-down (1 ppm/hari, 60 Hz/hari pada 1,5 T),
perubahan pada densitas berhubungan dengan efek termal dan mekanik, shim-coil berubah
atau efek yang berhubungan dengan material feromagnetik.
Efek dari operasi resonansi off utamanya berhubungan dengan sensitifitas sistem dan
terwujud sebagai pengurangan SNR. Efek samping terefleksikan pada linearitas citra yang
berhubungan dengan sumasi gradien citra dengan inkonsistensi nilai medan B statik.
Direkomendasikan frekuensi resonansi diuji sebelumnya ke pengukuran QA dan tiap waktu
dengan phanton yang berbeda.
c.
Metode pengukuran1. Phantom
Phantom yang sering digunakan untuk uji frekuensi resonansi juga sama phantom untuk
mengukur dengan SNR, yaitu yang memproduksi sinyal uniform dalam silinder. Phantom
diposisikan di tengah magnet (gradien medan mati) dan frekuensi rf diatur dengan kontrol
rf pusat frekuensi synthesizer sampai maksimum. Frekuensi resonansi direkam harian
untuk analisis trend.
2. Kondisi pindai
Tidak ada
3. Analisis
Nilai frekuensi resonansi direkam untuk perbandingan dengan penentuan awal.d.
Kriteria aksi
Nilai frekuensi resonansi seharusnya tidak menyimpang jauh lebih dari 50 ppm di antara
pengukuran harian. Aksi seharusnya diambil tiap waktu, lalu ditemukan perubahan signifikan
pada trendnya.
Signal to Noise Ratio (SNR)
a. Definisi
Sinyal didefinisikan sebagai nilai piksel rata-rata dalam region of interest (ROI) dikurangi
beberapa piksel offset. Noise adalah variasi acak pada intensitas piksel. Objek yang jelasartefaknya tidak cocok untuk penentuan nilai SNR.
b.
Faktor yang mempengaruhi SNR
- Kalibrasi sistem umum (frekuensi resonansi, flip angles, dan lain-lain)
- Gain
- Coil turning
- Shielding rf
- Coil loading
- Pemrosesan citra
- Parameter pindai
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
5/15
5
c.
Metode pengukuran1. Phantom
Phantom harus terdiri dari material yang memproduksi sinyal uniform dengan dimensi
minimum pada bidang citra setidaknta 10 cm atau 80% dari bidang pandang, yang
biasanya lebih lebar (lihat gambar 1). Untuk pengukuran slice tunggal, phantom harus
memiliki dimensi pada arah pemilihan seleksi slice setidaknya 2 kali nilai maksimum
ketebalan slice yang digunakan. Untuk akuisisi multislice, panjang phantom setidaknya
sepanjang volume yang akan dicitrakan, ditambah 2 kali nilai maksimum ketebalan slice.
Phantom boleh sirkular atau rektangular pada cross-section.
Phantom standard yang dispesifikasikan di sini harus diisi dengan material nonkonduktif,
jadi tidak dimaksudkan untuk disimulasikan pada situasi klinis. Apabila ingindiaproksimasikan pada situasi klinis,maka coil harus secara elektrik diload menggunakan
material pengisi atau bahan lain sehingga bahan elektrik pada tubuh tersimulasikan.
2. Kondisi pindai
Akuisisi multisliece biasanya lebih sering digunakan.
3. Analisis
Sinyal yang diukur menggunakan ROI yang mengandung setidaknya 100 piksel atau 10%
area material pemroduksi sinyal, atau bisa lebih besar. ROI harus diposisikan di tengah
dari citra dan tidak mengandung artefak yang jelas. Sinyal adalah nilai rata-rata intensitas
piksel pada ROI dikurangi beberapa offset. Sementara noise adalah standar deviasi yang
diturunkan dari ROI yang sama, maka nilai SNR dapat dihitung.
Untuk menghitung SNR mengikuti formula :
=2
Faktor 2dibutuhkan karena SD diturunkan dari substraksi citra lebih dari 1 dari citraoriginal.
d.
Kriteria aksi
Tidak dapat diberikan karena hasil SNR hanya untuk sistem yang spesifik, phantom, dan
kondisi pindai yang telah digunakan. Penting untuk ditekankan bahwa pengukuran sinyal dan
noise bergantung pada semua parameter pindai dan kondisi uji. SNR seharusnya dinormalisasi
ke ukuran voxel untuk perbandingan.
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
6/15
6
Uniformitas Citra
a. Definisi
Yaitu kemampuan sistem MRI untuk menghasilkan respon sinyal yang konstan melalui volume
yang terpindai ketika objek yang telah dicitrakan memiliki karakteristik MR yang homogen.
b.
Faktor yang mempengaruhi uniformitas citra- Inhomogenitas medan statik
- Medan rf non uniform
- Arus Eddy
- Kalibrasi pulsa gradien
- Pemrosesan citra
c. Metode pengukuran
1. Phantom
Karakteristik phantom yang akan digunakan untuk evaluasi uniformitas sama dengan
karakteristik phantom yang digunakan untuk penentuan SNR. Untuk menghindari efek
penetrasi rf, material pengisi harus nonkonduktif.
Untuk partisi tubuh, efek panetrasi yang diamatai pada phantom yang terisi zat saline
tidak diperlukan prediksi efek penetrasinya akan ditemukan di hasil pindai tubuh manusia.
2. Kondisi pindai
Beberapa akuisisi multislice yang menyediakan SNR cukup besar jadi tidak mempengaruhi
pengukuran uniformitas. Dalam praktiknya, didapatkan SNR dari 80:1 atau lebih akan
menghasilkan hasil yang lebih bagus.
3. Analisis
Untuk piksel yang berada di geometri tengah yang mendekati 75% area phantom, nilai
Smax dan Smin ditentukan. Perhitungan diambil tanpa memasukkan artefak tepi pada
ROI. Perhitungan S adalah sebagai berikut :
Hubungan untuk menghitung integral uniformitas (U)
Integral sempurna uniformitas menggunakan ekspresi ini adalah U = 100%
Untuk membantu meminimalisir efek noise hasil pengukuran citra maka dikonvolusi filter
low pass 9 poit h(m1,m2). Citra yang telah terfilter diberikan dengan :
Dan filter kernelnya adalah :
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
7/15
7
Dan merepresentasikan produk 2 cosinus naik di domain frekuensi. Weighting factor W
diberikan dengan :
Dan digunakan untuk menormalisasi respon DC dari filter di domain frekuensi untuk
penyatuan. Filter ini memiliki 3 dB cutoff kontur frekuensi spasial yang cukup mendekati
aproksimasi lingkaran radius 0,364 pada koordinat yang telah dinormalisasikan. Ini
ekuivalen dengan 2 dimensi filter Hanning.
d. Kriteria aksi
Untuk 20 cm bidang pandang atau kurang, uniformitas integral harus 80% atau lebih. Jadi
untuk bidang pandang yang lebih lebar, uniformitas memburuk. Uniformitas citra penelitian
ini tidak didefinisikan untuk coil permukaan.
Linearitas Spasial
a.
DefinisiLinearitas spasial adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan tingkat distorsi derajat
geometri yang ada pada citra yang dihasilkan di sistem pencitraan.
b. Faktor yang mempengaruhi linearitas spasial
Pada NMR, yang mempengaruhi antara lain:
- Inhomogenitas medan magnet utama
- Gradien medan magnetik nonlinear
c. Metode pengukuran
1. Phantom
Variabilitas akan baik diamati pada bidang pandang terbesar. Phantom harus digunakan
untuk mengukur linearitas spasial yang mencukupi setidaknya 60% dari bidang pandangterbesar yang terdiri dari array atau objek (holes, grooves, rods, tubes) yang telah
diketahui dimensi dan spasialnya, dan phantom juga diisi material pemroduksi sinyal.
Gambar 2 menunjukkan ilustrasi 2 pola yang mungkin yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi linearitas spasial.
2. Kondisi pindai
Pertimbangan yang diberikan untuk penentuan linearitas spasial untuk akuisisi multislice
dengan matriks citra terbesar untuk memaksimalkan resolusi spasial.
Karena NMR tak terpisahkan dengan teknik pencitraan volumetrik, evaluasi harus
ditampilkan untuk tiap bidang ortogonal untuk mendefinisikan kegunaan volume
pencitraan. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan phantom desain khusus untuk
akuisisi citra multislice atau menggunakan phantom slice tunggal yang ditempatkan di
lokasi berbeda di 3 orientasi ortogonal. Linearitas spasial tidak diharapkan bergantung
secara signifikan terhadap parameter pewaktuan citra sepert TE, TR dan sejumlah akuisisi
sinyal.
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
8/15
8
3. Analisis
Persentasi distorsi didefinisikan:
100%
Pengukuran distorsi ditampilkan antara 2 poin di medan pandang, disediakan bahwa
resolusi piksel bukan sumber yang signifikan dari kesalahan. Peneliti merekomendasikan
true dimension lebih besar dari 10 piksel. Pertimbangan sebelumnya oleh NEMA
mengekspresikannya sebagai persen dari diameter yang diketahui, namun juga masih
dalam pertimbangan.
Pengukuran linearitas spasial ditampilkan secara langsung pada unit pemrosesan citra
akan menyediakan informasi tentang MRI. Pengukuran juga dapat ditampilkan pada citra
yang menggunakan fil dan hasilnya dikombinasi MR imager sebaik sistem filming danvideo.
d. Kriteria aksi
Persen distorsi pada linearitas spasial (ketika diukur pada medan pandang 25 cm atau lebih)
secara umum adalah < 5%.
Resolusi Spasial Kontras Tinggi
a. Definisi
Merupakan pengukuran kapasitas sistem pencitraan untuk menampilkan separasi objek
ketika tidak ada kontribusi noise yang signifikan. Resolusi spasial kontras tinggi untuk sistemMRI dibatasi oleh akuisisi ukuran piksel matriks (medan pandang dibagi dengan sampling pada
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
9/15
9
x atau y). Secara konvensional, resolusi dikuantifikasi dengan PSF (point spread function), LSF
(line spread function), atau MTF (modulation transfer function). Akan tetapi, metode ini tidak
praktis untu QA rutin pada MRI. Jadi evaluasi tes objeklah yang digunakan.
b.
Faktor yang mempengaruhi resolusi
- Medan pandang
- Matriks akuisisi
- Filter rekonstruksi
c.
Metode pengukuran
1. Phantom
Kegunaan phantom resolusi spasial untuk evaluasi visual dikomposisikan oleh pola garis
atau hole (atau rod). Phantom seperti gambar 3 terdiri dari 5 elemen pemroduksi sinyal
dan 4 space dengan nomor elemen 5, 3, 2, 1.5, 1.25, 1.00, 0.75, dan 0.50 mm, meskipun
penambahan lain bisa dibutuhkan. Arah dimensi slice yang dipilih seharusnya setidaknya
2 kali ketebalan slice, misal panjang 20 mm untuk ketebalan slice 10 mm.
2. Kondisi pindai
Beberapa akuisisi multislice digunakan untuk menyediakan ketebalan slice yang cocokuntuk menjamin SNR yang mencukupi. Phantom harus dialignment tegak lurus ke bidang
pindai dan diletakkan di tengah isosenter kemudian dirotasi 45 derajat di papan citra
untuk mengkombinasikan resolusi dari kedua fase dan arah encoding frekuensi.
3. Analisis
Citra akan dievaluasi secara visual. Analisis citra terdiri dari melihat citra untuk
menentukan elemen array terkecil (bisa menggunakan magnifikasi). Untuk penetapan
array, 5 elemen dan 4 space harus ditampilkan sebagai separasi dan pembedaan ketika
dilihat pada lebar window sempit. Window level diatur untuk visualisasi optimum.
Resolusi diekspresikan sebagai ukuran terkecil elemen array yang dapat diamati atau itu
ekuivalen dengan line pairs per mm jika pola bar kotak digunakan.
d. Kriteria aksi
Resolusi kontras tinggi harus konstan untuk tiap pengulangan pengukuran di bawah kondisi
pindai yang sama dan harus sama dengan ukuran piksel. Sebagai contoh, untuk medanpandang 256x256 matriks akuisisi, resolusinya harus 1 mm.
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
10/15
10
Ketebalan Slice
a. Definisi
Ketebalan slice didefinisikan sebagai full width at half maximum (FWHM) dari profile slice.
Sementara full width at tenth maximum (FWTM) adalah deskripsi tambahan dari profile slice.
Profile slice didefinisikan sebagai respon sistem MRI pada sumber titik yang bergerak padabidang pada titik rekonstruksi.
b. Faktor yang mempengaruhi ketebalan slice
- Nonuniformitas medan gradien
- Nonuniformitas medan rf
- Medan magnetik statik nonuniform
- Pulsa pemilihan slice noncoplanar antara eksitasi dan readout
- Rasio TR dan T1
- Bentuk pulsa rf dan echo yang distimulasi
c.
Metode pengukuran
1. Phantom
Beberapa phantom bisa digunakan untuk mengevaluasi ketebalan slice, kebanyakan
adalah yang dari varian permukaan terinklinasi (plane, cone, spiral). Phantom yang dipilih
peneliti adalah yang crossed high signal ramps.
2. Kondisi pindai
Akuisisi multislice digunakan untuk menghasilkan TR yang lebih besar dari 3T1 dari
material filter dan resolusi piksel tertinggi digunakan. Ketebalan slice diukur di bagian
tengah dan periperalnya di citra dan lokasinya di magnet isosenter dan slice offset.
3. Analisis
Persamaan umum untuk FWHM dari pencitraan yang menggunakan high signal ramps
yang diorientaasikan ke beberapa sudut adalah :
Dimana a dan b mengacu pada FWHM terukur (FWTM) dari profil intensitas untuk ramp
1 dan ramp 2, lihat gambar 4b. Untuk kasus sudut 90 derajat, persamaannya menjadi
sederhana sebagai berikut :
=
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
11/15
11
d.
Kriteria aksi
Untuk menjamin akurasi pengukuran yang mencukupi, nilai pengukuran ketebalan slice secara
umum disetujui diindikasikan dengan 1 mm untuk ketebalan slice > 5 mm.
Posisi/ Separasi Slice
a. Definisi
Posisi slice (offset) adalah lokasi absolut pada pertengahan FWHM dari profil slice. Separasi
slice adalah jarak antara 2 posisi slice. Lokasi slice diindikasikan dengan divais pemosisi
eksternal atau dengan spacing antar slice yang terpilih.
b.
Faktor yang mempengaruhi posisi/ separasi slice
- Kesalahan alignment pemosisian divais
- Nonuniformitas medan gradien
-
Nonuniformitas B1- Pulsa pemilihan slice noncoplanar
- Medan magnetik statik
c.
Metode pengukuran
1. Phantom
Secara umum, phantom yang digunakan untuk pengukuran ketebalan (lihat gambar 4a)
dimungkinkan juga untuk digunakan untuk penentuan separasi slice dengan ketetapan
bahwa phantom memuat pin referensi dan penanda eksternal untuk orientasinya,
pemosisian ke tengah, dan referensi untuk pemosisian eksternal divais. Permukaan
inklinasi yang diketahui pitchnya, ketika dicitrakan pada lokasi yang berbeda akan
menghasilkan citra yang berpindah tempat relatif terhadap proporsi langsung ke lokasi
slice dan permukaan pitch.
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
12/15
12
2. Kondisi pindai
Berbagai macam akuisisi cocok untuk penentuan separasi slice.
3. Analisis
Midpoin FWHM dari profile slice di citra yang dipilih telah ditentukan (lihat gambar 5).
Jarak D dari midpoin profile ke landmark (alignment rod) yang tetap stasioner dari slice ke
slice (paralel ke arah pemilihan slice) diukur dan dihubungkan dengan posisi slice (O).
Untuk setiap ramp angle relatif, posisi offset slice (O) dirumuskan :
=
tan(2)
Semua pengukuran harus dilakukan sepanjang garis yang telah didefinisikan oleh
isosenter magnet dan bidang pencitraan tengah.
d.
Kriteria aksi
Perbandingan penanda posisi eksternal umumnya disepakati posisi aktual slicenya 2 mm.
Separasi slice tidak disepakati jika kurang dari 20% dari total separasi slice atau 1 mm, atau
lebih besar dari itu.
Artefak Citra
a. Definisi
Secara umum artefak dikarakterisasi oleh intensitas sinyal yang meningkat pada area yang
diketahui tanpa material pemroduksi sinyal. Umumnya disebut ghost, error pada aplicasi
gradien encoding fase untuk pencitraan dan error pada transmisi rf dan fase penerima
quadrature, maka dihasilkan ghost artefak yang unik.
b. Faktor yang mempengaruhi fase yang berkaitan dengan artefak
- Ketidakstabilan gradien encoding fase- Salah pengaturan fase quadrature pada sintesis pulsa rf slice (error transmit)
- Decoding fase yang tak wajar di penerimaannya
c. Metode pengukuran
1. Phantom
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
13/15
13
Desain phantom diilustrasikan seperti gambar 6. Mereka terdiri dari silinder pemroduksi
sinyal tunggal (2-5 cm) yang ditempatkan pada lokasi asimetrik, secara umum medan
pandangnya berorientasi 45 derajat. Ketebalan phantom harus diaproksimasi 2 kali dari
ketebalan slice. Penanda orientasi sangat dibutuhkan dalam phantom ini.
2. Kondisi pindai
Berbagai sekuen multislice bisa digunakan. Hasil pindai diseparasi dibuat untuk menaksir
error dari transmit dan receive jika phantom yang digunakan mirip sperti yang di gambar
nomor 5. Untuk phantom volume yang lebih kompleks, maka harus didesain dimana error
transmit dan receivenya bisa ditaksir dengan sekuensi slice tunggal.
3. Analisis
a. Phase encoding errors
Phase encoding errors akan muncul pada citra yang multipel (banyak) terhadap
aslinya di posisi objek yang sebenarnya sepanjang sumbu encoding fase dari citra
(tegak lurus ke arah encoding frekuensi). Besar error (E) dikuantifikasi dengan ekspresi
nilai ghost ROI (G) sebagai persen dari ROI sebenarnya (T) yaitu :
b. DC offset errors
Biasanya muncul sebagai piksel cerah tunggal (kadang-kadang sebagai piksel gelap
jika kejadiannya prosesnya masih berlanjut atau melebihi batas) pada pusat matriks
citra. Keberadaan error ini dapat ditaksir secara visual.
c. Receive quadrature errors
Receive quadrature ghost akan dievaluasi menggunakan slice sentral dari sekuen
multislice yang menuntut phantom berada di isosenter. Receive ghost akan muncul di
tepi atas bawah dan terbalik dari objek pemroduksi sinyal sebenarnya. Nilai ROI
diambil dari keduanya (citra sebenarnya dan citra ghost) receive quadrature error (E)dikuantifikasi oleh ekspresi nilai ghost ROI (G) sebagai persen dari ROI sebenarnya (T)
yaitu :
d.
Transmit quadrature errors
Transmit quadrature ghost dievaluasi menggunakan citra di multislice mode yang
phantomnya ditempatkan pada lokasi offset dari isosenter. Error ini muncul di lokasi
slice offset yang berlawanan arah pada jarak yang sama dengan jarak objek
sebenarnya dari isosenter (sebagai mirror image dari isosenter). ROI yang diambil
pada objek sebenarnya dan ghost yang digunakan juga direpresentasikan denganpersen error seperti rumusan sebelumnya.
d. Kriteria aksi
Fase yang berhubungan dengan error harus kurang dari 5% dari nilai sinyal sebenarnya. DC
offset errors seharusnya tidak direpresentasikan pada citra dari sistem fungsional yang
normal.
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
14/15
14
Berdasarkan review paper 1, paper 2 mengikuti prinsip-prinsip QA MRI dan phantom seperti
paper 1 namun lebih condong pada penelitian dan analisis TCP (Temperature Calibration Phantom).
Bahwa sistem pencitraan temperatur MRI memerlukan kalibrasi agar menjamin temperatur
yang cocok dan akurat yang akhirnya mampu membuat MRI terkualifikasi. Dalam penelitian di paper
2, tidak ada TCP fisis yang pengaturannya independen. Penelitian tersebut mengembangkan TCP yangekonomis yang menjamin secara rutin menjaga kualitas sistem pencitraan temperatur MRI.
Gambar 1. Blok diagram set TCP
Material yang dipakai dan metode umumnya mengikuti paper 1 namun membutuhkan unit
pemanas sebagai TCP, ditambah sensor temperatur dan phantom cair MRI. Unit pemanas
menggunakan fiber karbon. Desain TCP saling terintegrasi yaitu unit pengukuran temperatur, dan
display termometri MRI. Satu set kalibrasi MRI yang diteliti ini mengkombinasikan setting TCP dan
phantom MRI standard.
Gambar 2. Diagram kit phantom kalibrasi
Hasil dari penelitian paper 2 ini adalah bahwa setting TCP efisien, akurat dan pemetaan
temperaturnya homogen mengacu pada temperatur standard untuk kalibrasi. Akurasi dan efisiensi
pemanasan diset 1 derajat Celcius dan 1 derajat Celcius per menit, sehingga kalibrasi termometri dan
kualitas MRI dinyatakan berhasil.
-
7/25/2019 Review Paper QA MRI_TuttaAN_1206257260
15/15
15
Dengan demikian, penelitian yang diajukan berupa TCP set untuk melengkapi (yang sifatnya
kompatibel) sistem MRI yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi termometri MRI dan kualitas MRI
yang menjamin kualitas performansi dari sistem pencitraan temperatur MRI.
Gambar 5. Kalibrasi kualitas MRI. Atas : Citra Kalibrasi SNR, Bawah : Citra Kalibrasi Distorsi Geometris