nyeri merupakan mekanisme untuk melindungi tubuh terhadap suatu gangguan dan kerusakan di jaringan...
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 Nyeri Merupakan Mekanisme Untuk Melindungi Tubuh Terhadap Suatu Gangguan Dan Kerusakan Di Jaringan Sepe
1/5
Nyeri merupakan mekanisme untuk melindungi tubuh terhadap suatu gangguan dan
kerusakan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad renik dan kejang otot dengan pembebasan
mediator nyeri yang meliputi prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamine, ion kalsium dan
asetilkolin (Tjay dan Rahardja, 2002). Menurut International Assosiation for The Study of Pain (IASP),
nyeri didefinisikan sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman
tertentu yang erat kaitannya dengan derajat kerusakan. Nyeri seringkali dikatakan sebagai respon
terhadap stimulus yang merusak jaringan (misalnya: trauma fisik, mekanik, kimiawi, termal) dan
kemudian menimbulkan aktivasi reseptor nyeri (nosiseptor) (Sujatno, 1998). Nosiseptor berupa
akhiran saraf bebas tersebar di kulit, periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falk dan
tentorium, rongga kranium. Nosiseptor mempunyai sifat tidak beradaptasi terhadap rangsang
sehingga reseptor tetap dapat memberitahukan kepada individu tersebut akan adanya rangsang
yang merusak (Mutchler, 1991). Ternyata, pada beberapa kondisi, eksitasi serabut rasa nyeri
semakin bertambah secara progresif, terutama pada nyeri lambat, karena stimulus rasa nyeri
berlangsung terus-menerus. Keadaan ini dapat meningkatkan sensitifitas reseptor rasa nyeri yang
disebut hiperalgesia. Reseptor nyeri kebanyakan sensitif terhadap lebih dari satu stimulus walaupun
ada beberapa reseptor nyeri yang hanya sensitif terhadap satu jenis stimulus (Guyton, 2000).
Menurut Mutchler (1991) reseptor sensorik secara fungsional dibedakan menjadi:
1.Kemoreseptor, reseptor ini peka terhadap rangsang kimiawi dan impulsnya diteruskan melalui
serabut C.
2.Mekanoreseptor dan termoreseptor, reseptor ini peka terhadap rangsang mekanik dan termal
impulsnya diteruskan melalui serabut saraf A delta.
Transmisi impuls dari nosiseptor dilakukan melalui serabut aferen A delta dan serabut aferen
C (Ganong, 2000). Serabut A delta merupakan serabut bermielin, besar, konduksi cepat,
menghasilkan nyeri yang jelas, tajam dan terlokalisasi. Sedangkan serabut aferen C merupakan
serabut yang tidak bermielin, kecil, konduksi lambat dan menghasilkan nyeri yang tumpul, persisten.
Stimulus yang dapat menimbulkan rasa nyeri diantaranya adalah fisis, kimia, mekanik dan
elektrik. Stimulus tersebut dapat berupa pemotongan, peregangan, kompresi, iskemi atau dapat
berasal dari zat kimiawi seperti asam, basa dan garam. Termal yang menyebabkan nyeri sebesar
450C , sebanding dengan kerusakan jaringan. Nyeri oleh karena kimiawi juga dapat disebabkan
penyuntikan bradikinin, ion K, dan enzim proteolitik dibawah kulit. Adanya stimulus-stimulus
tersebut akan menyebabkan keluarnya mediator nyeri yakni prostaglandin (Kasper, 2005).
-
7/21/2019 Nyeri Merupakan Mekanisme Untuk Melindungi Tubuh Terhadap Suatu Gangguan Dan Kerusakan Di Jaringan Sepe
2/5
Prostaglandin adalah semua kelompok yang diturunkan dari asam lemak 20-karbon tak
jenuh, terutama asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase; prostaglandin terlibat dalam
berbagai proses fisiologis (Dorland, 2005). Prostaglandin akan merangsang akhiran saraf dan
diteruskan ke pusat sensasi nyeri oleh apparatus nyeri yang berupa jaringan serabut saraf sensorik
hingga timbul sensasi nyeri (Kasper, 2005).
Biosintesis prostaglandin dimulai dari rangsang yang berupa kimiawi dan termik yang
menyebabkan kerusakan membran sel, sehingga akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang
merubah fosfolipid dalam membran sel menjadi asam arakidonat yang selanjutnya akan disiklasi
menjadi prostaglandin endoperoksida siklik dalam bentuk PGG2 (satu rantai peroksida) yang
merupakan zat awal pembentukan semua senyawa prostaglandin dengan bantuan enzim
siklooksigenase. Peroksida dari PGG2 ini melepaskan radikal bebas oksigen yang juga berperan pada
timbulnya rasa nyeri. PGG2 kemudian akan diubah menjadi PGH2 (satu rantai samping hidroksil)
dengan bantuan enzim endoperoksida isomerase dan peroksidase. Dari PGH2 ini akan dibentuk
secara langsung prostaglandin primer yaitu PGE2, PGF2 dan PGD2. Perubahan PGH2 menjadi PGE2
dibantu oleh enzim PGE2 isomerase. Enzim PGF2 reduktase dan peroksidase mengkatalisis
perubahan PGH2 menjadi PGF2 dan enzim PGD2 isomerase mengubah PGH2 menjadi PGD2. Dari
PGE terbentuk prostaglandin A, B, dan C. Dalam trombosit PGG2 dapat diubah menjadi tromboksan
A2 oleh tromboksan sintase. Tromboksan A2 yang tidak stabil diubah menjadi tromboksan B2 yang
stabil dan tidak aktif. Zat lain yang dibentuk oleh PGG2 adalah prostasiklin (PGI1) yang disintesis di
dinding pembuluh darah dengan bantuan enzim prostasiklin sintase (Mutchler, 1991).
Secara invitro terbukti bahwa PGE2 dan PGI1 dalam jumlah nanogram menimbulkan eritem,
vasodilatasi dan peningkatan aliran darah local. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan
permeabilitas vaskular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek
eksudasi histamin plasma dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang
merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. PG tidak bersifat kemotaktik tetapi produk lain
dari asam arakidonat yakni leukotrien B4 merupakan zat kemotaktik yang sangat poten (Wilmana,
1995)
Rangsang nyeri yang berupa kimiawi dan termik akan menyebabkan kerusakan jaringan yang
akan diikuti oleh pelepasan mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri. Rangsang ini lalu
diteruskan ke radix dorsalis medulla spinalis melalui serabut saraf aferen. Serabut-serabut saraf
aferen berakhir di formasio retikularis. Dari formasio retikularis ini, impuls nyeri dihantarkan ke
thalamus opticus, kemudian ke korteks serebri (untuk mengetahui lokasi nyeri), dari sini impuls juga
-
7/21/2019 Nyeri Merupakan Mekanisme Untuk Melindungi Tubuh Terhadap Suatu Gangguan Dan Kerusakan Di Jaringan Sepe
3/5
akan dikirimkan ke serebellum. Serebrum dan Serebellum bersama-sama melakukan reaksi
pertahanan dan perlindungan yang terkoordinasi (Mutchler, 1991).
Wilmana (1995) menyebutkan mekanisme penghambatan PG dengan penghambatan kerja
enzim siklooksigenase yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi endoperoksida sehingga
sintesa PG dihambat. Obat analgesic yang efektif dalam memblok biosintesis prostaglandin ini
misalnya aspirin. Obat ini merupakan golongan obat analgesic nonopioid yang dapat dipakai dalam
menilai efek obat sejenis.
Karena sistem persarafan rasa nyeri ini bersifat rangkap, maka stimulus rasa nyeri yang
hebat dan datangnya mendadak akan menimbulkan sensasi nyeri yang sifatnya rangkap : rasa
nyeri tajam yang dijalarkan ke otak oleh jaras serabut A-delta, yang selanjutnya akan diikuti oleh
sedetik atau lebih rasa nyeri lambat yang dijalarkan oleh jaras serabut C.
Sewaktu memasuki medulla spinalis dari radiks spinalis dorsalis, sinyal rasa nyeri melewati
dua jaras ke otak, melalui tractus neospino-talamikus dan melalui tractus paleospinotalamicus.
Tractus neospinotalamikus untuk rasa nyeri cepat. Serabut tipe A-delta berakhir pada lamina
I (lamina marginalis) pada kornu dorsalis dan merangsang neuron pengantar kedua dari tractus
neospinotalamikus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di sisi lain
medulla spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya naik ke otak dalam kolumna
anterolateralis. Beberapa serabut tractus neospinotalamikus berakhir didaerah retikularis batang
otak, tetapi sebagian besar melewati semua jalur ketalamus berakhir di komplek ventrobasal
disepanjang kolumna dorsalis tractus lemniscus medialis untuk sensasi raba. Dari sini sinyal akan
dijalarkan ke daerah lain pada basal otak dan juga ke korteks somatosensoris.
Jaras paleospinotalamicus untuk menjalarkan nyeri lambat. Serabut nyeri tipe C di perifer
hamper seluruhnya berakhir di lamina II dan III kornu dorsalis, yang bersama-sama disebut
substantia gelatinosa. Sebagian besar sinyal kemudian melewati satu atau lebih neuron-neuron
serabut pendek tambahan didalam kornu dorsalisnya sebelum memasuki lamina V melalui lamina
VII, juga dikornu dorsalis. Dari percobaan penelitian diduga ujung serabut nyeri tioe C yang
memasuki medulla spinalis mungkin mengeluarkan transmiter glutamate dan transmiter substansi P.
Transmiter glutamate bekerja secara segera dan dan hanya berlangsung berapa milidetik saja.
Sebaliknya substansi P dilepaskan jauh lebih lambat, mencapai pemekatan dalam waktu berapa
detik bahkan menit. Kenyataannya ada dua nyeri ganda yang dirasakan seseorang setelah tusukan
jarum (pinprick).
-
7/21/2019 Nyeri Merupakan Mekanisme Untuk Melindungi Tubuh Terhadap Suatu Gangguan Dan Kerusakan Di Jaringan Sepe
4/5
Jaras paleospinotalamicus berakhir secara luas dalam batang otak. Hanya sepersepuluh
sampai seperempat serabut yang melewati seluruh jalur ke thalamus. Namun demilian, secara
prinsip, serabut-serabut ini berakhir disatu dari tiga daerah berikut ini :
1.Nukleus Retikularis medulla, pons dan mesensefalon.
2.Area tektal dari mesensefalon dalam sampai kolikuli superior dan inferior.
3.Daerah substantia abu-abu periaquaductal yang mengelilingi aqueductus sylvius.
Daerah yang lebih rendah dari batang otak ini tampaknya penting dalam mengapresiasikan
rasa sakit dari nyeri. Dari area nyeri batang otak, banyak neuron-neuron serabut pendek yang
memancarkan sinyal nyeri naik ke intra laminar dan nucleus lateral pusat dari thalamus dan kedalam
bagian tertentu hipotalamus dan daerah lain yang berdekatan didasar otak.
Derajat reaksi seseorang terhadap rasa nyeri (pain suppression) sangat bervariasi. Keadaan
ini disebabkan oleh kemampuan otak dalam menekan / menahan besarnya sinyal nyeri yang masuk
ke dalam system saraf, yaitu dengan mengaktifkan system pengatur rasa nyeri atau system
analgesia. Sistem analgesia terdiri dari 3 komponen:
1. Periaqaeductal grisea dan periventrikuler : dari mesensefalon dan bagian atas pons yangmengelilingi aquaductus sylvius dan bagian yang berdekatan dengan ventrikel 3 dan 4 signal
dari neuron-neuron dikirim ke
2. Nukleus rafe magnus (di bagian bawah pons dan bagian atas medula) dan nucleus reticularisparagigantoselularis. diteruskan turun ke
3. Kompleks penghambat rasa nyeri di kornu dorsalis medula spinalisRangsang elektrik: dibawa ke periaqaeduct dan nukleus rafe magnus dapat menekan signal
sakit (kuat) pada waktu masuk ke dorsal spinal roots. Periaqaeduct, periventrikuler menekan sakit
tidak terlalu kuat. Kemudian neurotransmitter yang terlibat dalam system analgesia menekan rasa
sakit yaitu : Enkefalin dan Serotonin.
Nuklei periventrikuler dan periaqaeduct mensekresikan enkefalin, juga rafe magnus
mensekresikan enkefalin. Serabut-serabut yang berasal dari nuklei ini dan berakhir di kornu dorsalis
medula spinalis mensekresikan serotonin pada ujung-ujungnya. Serotonin secara setempat
merangsang sekresi enkefalin. Pada serabut-serabut sakit tipe A dan C sinapsnya di kornu dorsalis
dengan cara presinaps inhibisi dan memblok kanal ion Ca, maka ion Ca melepas transmiter di sinaps
-
7/21/2019 Nyeri Merupakan Mekanisme Untuk Melindungi Tubuh Terhadap Suatu Gangguan Dan Kerusakan Di Jaringan Sepe
5/5
dan memblok presinaps inhibisi. Sistem ini bekerja dalam hitungan menit sampai jam. Selain itu
sistem analgesia dapat menghambat transmisi sakit di perjalanan di nuklei retikuler, batang otak,
dan thalamus.
Menurut kualitasnya, nyeri dibedakan menjadi 2 yaitu:
1.Nyeri cepat (nyeri akut, tajam, tertusuk), sinyal nyeri ini dijalarkan melalui saraf perifer menuju
ke medula spinalis oleh saraf tipe A delta pada kecepatan penjalaran antara 6-30 m/dtk.
2. Nyeri lambat (nyeri kronik, terbakar, pegal), Sinyal nyeri ini dijalarkan serabut saraf tipe C
dengan kecepatan penjalaran antara 0,5-2m/dtk (Guyton, 2000)
Menurut tempat terjadinya, nyeri dibagi atas nyeri somatik dan visceral. Nyeri somatik
dibagi menjadi nyeri permukaan dan nyeri dalam. Nyeri permukaan adalah nyeri yang dirasakan
dalam kulit, tulang dan jaringan ikat. Nyeri visceral terjadi antara lain karena ketegangan organ
perut, kejang otot polos, aliran darah kurang atau penyakit yang menyebabkan radang (Mutchler,
1991).
Daftar Pustaka
1.Tjay, T. H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting Khasiat dan Penggunannya (edisi 5). Jakarta : PT. ElexMedia Computindo, 297-303.
2.Sujatno, H. R. M. (1998, 3 Maret). Tinjauan farmakologik obat analgesik narkotik nin narkotik dan
analgesik narkotik serta kombinasinya untuk rasa nyeri. Majalah Kedokteran Indonesia., vol: 48,
nomor:3, 135-139.
3.Mutchler, E. (1991). Dinamika Obat: Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi. Penerjemah: Widianto, M
dan A. S Kanti. Bandung: ITB, 177-180, 195.
4.Guyton, A. C. (2000). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 520-523.
5.Ganong, W. F. (2003). Fisiologi Kedokteran (edisi 10). Jakarta: EGC, 340-342.
6.Kasper, D. L. (2005). Harrisons Principles of Internal Medicine (16 ed.). London: Mc Graw Hill Medical
Publishing Division, 71-76.
7.Dorland, W. A. Newman. (2005). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
8.Wilmana, P. F. (1995). Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi dan Antipirai dalam Ganiswara, S. G.,
Setiabudi, R., Suyatna, F. D., Purwantyastuti., Nafrialdi: Farmakologi dan Terapi(edisi 3). Jakarta:
Bagian Farmakologi Kedokteran Universitas Indonesia, 208-222.