document02

10
Scenario Seorang laki-laki pekerja usia 55 btahun dikirim ke poliklinik beberapa kali pada beberapa bulan terakhir. Dengan keluhan perasaan pusing/mabuk/gamang. Ia member riwayat penyakitnya merasa sehat sebelum bekerja ditempat tersebut dan hanya terasa pusing/ mabuk ketika ia mulai bekerja. Pada pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter pada setiap kali ia datang menunjukkan keadaan normal. Tetapi ia menuntut untuk mendapatkan sertifikat medis bahwa ia tidak bisa bekerja. Ia didiagnose sebagai “berpura-pura sakit” oleh dokter poliklinik. Penderita dirujuk ke poliklinik kedokteran kerja untuk penatalaksanaan “sakit pura-pura”. Pada saat mendapatkan riwayat pekrjaan dari penderita, ditemukan bahwa bekerja sebagai tukang pasang alat disebuah perusahaan perkapalan selama 15 tahun. Setiap hari, ia menggunakan dalam jumlah banyak pelarut organis untuk membersihkan mesin kapal. Pada beberapa bulan yang lalu, ia mengeluh pusing/ mabuk sesudah melakukan pekerjaaan menghilangkan gemuk/ lemak, dimana hal ini menyebabkan ia tidak mau masuk kerja. Kata/ kalimat kunci Laki-laki 55 tahun Perasaan pusing/ mabuk/ gamang Ia merasa sehat sebelum bekerja Diagnosis sakit pura-pura Riwayat bekerja di perusahaan perkapalan menggunakan dalam jumlah banyak pelarut organis

Upload: b2uty-rm

Post on 25-Sep-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

010

TRANSCRIPT

Scenario

Seorang laki-laki pekerja usia 55 btahun dikirim ke poliklinik beberapa kali pada beberapa bulan terakhir. Dengan keluhan perasaan pusing/mabuk/gamang. Ia member riwayat penyakitnya merasa sehat sebelum bekerja ditempat tersebut dan hanya terasa pusing/ mabuk ketika ia mulai bekerja. Pada pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter pada setiap kali ia datang menunjukkan keadaan normal. Tetapi ia menuntut untuk mendapatkan sertifikat medis bahwa ia tidak bisa bekerja. Ia didiagnose sebagai berpura-pura sakit oleh dokter poliklinik.

Penderita dirujuk ke poliklinik kedokteran kerja untuk penatalaksanaan sakit pura-pura. Pada saat mendapatkan riwayat pekrjaan dari penderita, ditemukan bahwa bekerja sebagai tukang pasang alat disebuah perusahaan perkapalan selama 15 tahun. Setiap hari, ia menggunakan dalam jumlah banyak pelarut organis untuk membersihkan mesin kapal. Pada beberapa bulan yang lalu, ia mengeluh pusing/ mabuk sesudah melakukan pekerjaaan menghilangkan gemuk/ lemak, dimana hal ini menyebabkan ia tidak mau masuk kerja.

Kata/ kalimat kunci

Laki-laki 55 tahun

Perasaan pusing/ mabuk/ gamang

Ia merasa sehat sebelum bekerja

Diagnosis sakit pura-pura

Riwayat bekerja di perusahaan perkapalan

menggunakan dalam jumlah banyak pelarut organis

Pertanyaan penting

1. Bagaimana aspek diagnosis PAK

2. Bagaimana aspek survailans medis

3. Bagaiman aspek monitoring biologis

4. Bagaimana hazart atau factor-faktor ancaman bahaya di tempat kerja

5. Bagaimana nilai ambang batas dari hazart tersebut

6. Peraturan dan perundangan dari pelaksanaan PAK

7. Aspek rehabilitasi PAK

Jawaban

1. Aspek Diagnosis PAK

a. Tujuh langkah menentukan penyakit akibat kerja

1. Menentukandiagnosisklinis Untuk menyatakan bahwa suatu penyakit adalah akibat hubungan pekerjaan harus dibuatdiagnosisklinisdahulu

2. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaanIdentifikasi semua pajanan yang dialami oleh pekerja tersebut.Untuk itu perlu dilakukan anamnesis pekerjaan yang lengkap dan kalau perlu dilakukan pengamatan ditempat kerjadanmengkajidatasekunderyangada.

3. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakitUntuk menentukan adakah hubungan antara pajanan dan penyakit harus berdasarkan evidence yang ada dan dapat dilihat dari bukti yang ada

4. Menentukanapakahpajananyangdialamicukupbesar

Penentuan besarnya pajanan dapat dilakukan secara kuantitatif dengan melihat data pengukuran lingkungan dan masa kerja atau secara kualitatif dengan mengamati cara kerja pekerja

5. Menentukanapakahadaperananfaktor-faktorindividuitusendiriHal-hal yang dapat mempercepat terjadinya penyakit akibat kerja atau sebaliknya menurunkan kemungkinan penyakit akibat hubungan kerja seperti faktor genetik atau kebiasaanmemakaialatpelindungyangbaik.

6. MenentukanapakahadafactorlaindiluarpekerjaanMisalnya pusing/mabuk/gamang dapat disebabkan oleh kebiasaan minum minuman alcohol, atau kebiasaan merokok

7. MenentukandiagnosisPenyakitAkibatKerjaApabila dapat dibuktikan bahwa paling sedikit ada satu faktor pekerjaan yang berperan sebagai penyebab penyakit dapat dikategorikan penyakit akibat kerja.

b. Riwayat pekerjaan masa kini dan masa lalu

Pasien pernah bekerja di sebuah perusahaan perkapalan selama 15 tahun. Dan setiap hari ia mnggunakan pelarut organic atau bahan kimia dalam jumlah yang banyak.

2. Aspek Survailans Medis

Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja.

1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnesis umum, Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:

a. Anamnesis pekerjaan.

b. Penyakit yang pernah diderita.

c. Alergi.

d. Imunisasi yang pernah didapat.

e. Pemeriksaan badan.

f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :

Tuberkulin test

Psiko test

2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

3. Aspek Monitoring Biologis

Pemantauan biologis (biological monitoring) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap bagian tubuh sebagai media biologis (darah, urin, liur, jaringan lemak, rambut, dll) yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pajanan atau efeknya pada pekerja. Dengan melakukan pemantauan biologis memungkinkan kita untuk dapat mengetahui dosis yang masuk ke dalam tubuh dari gabungan berbagai cara masuk. Disamping itu dengan pemantauan biologis dimungkinkan pemeriksaan pajanan untuk jangka lama dan adanya akumulasi di dalam tubuh. Pada kasus pajanan bahan kimia, pemeriksaan dapat berupa bahan aktif atau metabolitnya.

Pemantauan biologis juga ditujukan untuk mengetahui pengaruh suatu pajanan bahaya kesehatan terhadap tubuh dan kerentanan tubuh terhadap pajanan bahaya kesehatan tertentu.

4. Hazard Atau Faktor-Faktor Ancaman Bahaya Di Tempat Kerja

Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan

yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya.

1. Golongan Fisik

bising: tuli

radiasi rontgen: penyakit darah, Kelainan kulit

infra merah: katarakultraviolet: konjungtivitis fotoelektrik

Suhu panas: heat stroke, heat cramps

dingin: frostbite

tekanan udara: tinggi (caisson disease)

cahaya: silau, asthenopia, myopia

2. Golongan kimia

debu: silikosis, pneumoconosis, asbestosis

uap: metal fume fever, dermatitis

gas: H2S, CO

larutan: dermatitis

awan/kabut: insektisida, racun jamur

3. Golongan biologis

Anthrax

brucella (kulit), dll

4. Golongan fisiologis (ergonomi)

konstruksi mesin / tata letak / tata ruang

sikap badan.

5. Golongan mental psikologis

Monotoni

hubungan kerja (stress psikis), organisasi,

Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

5. Nilai Ambang Batas Dari Hazard Tersebut

6. Peraturan Dan Perundangan Dari Pelaksanaan PAK

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

7. Aspek rehabilitasi PAK