1 tugas b nurhayati teori belajar.pdf

Upload: dian

Post on 21-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    1/17

    1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pengetahuan mengenai teori belajar sangat diperlukan guna mengembangkan sumber belajar

    dan media belajar. Teori belajar menurut Basleman dan Mappa (2011; 75) dibutuhkan untuk

    memahami, meramalkan dan mengendalikan proses belajar. Belajar merupakan perolehan

    perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman.

    Sebagai akibat dari perubahan kemampuan yang diperoleh melalui belajar, maka manusia

    secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting

    untuk kehidupannya.

    Pentingnya masalah belajar, membuat para ahli berusaha merumuskan bagaimana mengajar

    yang baik. Beberapa ahli yang berperan dalam melahirkan teori belajar adalah B.F. Skinner,J.B. Watson, Edward L. Thorndike, Jean Piaget, Mex Gestalt, dan lain-lain. Setelah abad ke-

    20, lahir teori-teor belajar yang dapat dikelompkkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu teori

    belajar behavioristik dan teori belajar kognitif.

    Pengetahuan mengenai teori belajar sangat diperlukan dalam mengembangkan sumber belajar

    dan media belajar, yang berorientasi guna mempermudah pembelajar untuk belajar. Sumber

    belajar dan media belajar yang beragam serta keadaan pembelajar yang beragam,

    memerlukan ditemukan dan dikembangkannya beragam sumber belajar dan media belajar

    yang berdaya guna dan berhasil guna. Sehingga pembahasan mengenai teori belajar dalam

    pengembangan sumber belajar dan media belajar perlu diketengahkan.

    B. Perumusan Masalah

    Perumusan masalah pada makalah ini adalah:

    1.

    Apakah teori belajar yang disampaikan oleh Ivan Pavlov, J.B. Watson, Edward L.

    Thorndike, dan B.F Skinner?

    2. Apakah kelebihan dan kekurangan dari teori belajar dari beberapa pakar di atas?

    3.

    Bagaimanakah penerapan teori belajar yang dikemukakan para ahli di atas dalam

    pembelajaran?

    C. Tujuan Penulisan

    Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

    1. Mengetahui teori belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu : Ivan Pavlov, J.B.

    Watson, Edward L. Thorndike, dan B.F Skinner.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    2/17

    2

    2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori belajar yang dikemukakan oleh Ivan

    Pavlov, J.B. Watson, Edward L. Thorndike, dan B.F Skinner.

    3. Mengetahui penerapan teori belajar yang dikemukakan Ivan Pavlov, J.B. Watson, Edward

    L. Thorndike, dan B.F Skinner dalam pembelajaran.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    3/17

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    4/17

    4

    3.Asimtot kurve belajar, yaitu keadaan dimana pengulangan Conditioning Stimulus-

    Unconditioning Stimulus tidak menyebabkan penambahan kekuatan Conditioning

    Response(Tingkat CR stabil).

    4. Generalisasi, yaitu kecenderungan organisme memberi respon yang tidak hanya pada

    stimulus yang dilatihkan, tetapi juga pada stimulus lain yang berhubungan, misalnya

    anjing yang dilatih untuk mengeluarkan air liur dengan cara mendengar nada tertentu,

    setelah berhasil dia juga akan mengeluarkan air liur kalau mendengarkan nada yang lebih

    tinggi atau lebih rendah.

    5. Diskriminasi yaitu keadaan organisme yang hanya memberi respon pada stimulus

    tertentu, sehingga tidak memberi respon pada stimulus yang lain, walaupun stimulus

    tersebut berhubungan dangan stimulus sebelumnya.

    6.Conditioning tingkat tinggi (higher order conditi oning), yaitu conditioningyang sangat

    tinggi, dimana Conditioning Stimulus dipasangkan dengan Conditioing Stimulus lain

    sudah menimbulkan respon yang diinginkan.

    Pada eksperimennya, Pavlov menggunakan perangsang asli dan netral yang dipasangkan

    dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang

    diinginkan. Pada percobaannya, Pavlov pada awalnya hanya menggunakan perangsang asli,

    pada tahap berikutnya, Pavlov menggunakan perangsang asli bersama dengan perangsang

    netral. Pada pada tahapan yang terakhir, yang digunakan hanya perangsang netral, dan

    hasilnya anjing memberikan respons yang sama dengan ketika diberikan perangsang asli.

    Jadi perubahan perilaku atau respon yang sama akan muncul, sebagai reaksi terhadap

    kemunculan stimulus netral, bila stimulus netral diberikan secara bersamaan dengan stimulus

    asli, secara berulang-ulang. (http://staff.uny.ac.id /sites/default/files/T%20behaviouristik.pdf)

    B. Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949 )

    Edward L. Thorndike mengemukakan Teori Connectism (Teori Konektifisme), yang

    mengatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera (sense

    impression) dan impuls untuk bertindak, implus to action, atau terjadinya hubungan antara

    Stimulus (S) dan Response (R), yang disebut Bond (ikatan), sehingga dikenal dengan teori S-

    R Bond. Triyanto (2011) mengemukakan bahwa menurut Edward Lee Thorndike, belajar

    merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa : stimulus (S)

    dgn respon (R). Stimulus sendiri merupakan suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang

    menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat R. Sedangkan

    Responadalah tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang (Stimulus). Belajardapat terjadi dengan dibentuknya hubungan yang kuat antara stimulus dan respons. Agar

    tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih

    respons yang tepat serta melalui percobaan-percobaan ( trials ) dan kegagalan-kegagalan (

    error ) terlebih dahulu (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ T%20behaviouristik.pdf)

    Menurut Thorndike dalam Riyanto (2009; 7-8) dan http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/

    T%20behaviouristik.pdf,di dalam belajar terdapat 2 hukum, yaitu: hukum primer dan hukum

    sekunder. Hukum primer terdiri dari:

    1)Law of readyness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu muncul karena penyesuaian diri

    dengan lingkungan sekitarnya, yang akan memberikan kepuasan. Ada 4 keadaan yangdisajikan di sini, yaitu:

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdf
  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    5/17

    5

    a. Bila seseorang telah siap melakukan sesuatu tingkah laku, dan memberi kepuasan

    baginya, maka ia tidak melakukan tingkah laku lain.

    b. Bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, maka tidak dilakukannya

    tingkah laku itu akan menimbul kekecewaan.

    c. Bila seseorang belum siap melakukan tingkah laku maka dilaksanakannya tingkah laku

    tersebut akan menimbulkan ketidak puasan.d. Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku maka tidak dilakukannya

    tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan.

    2)Law of execise and repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering dilakukan

    dilakukan dan pengulangan. Prinsip utama belajar adalah ulangan, hal ini berarti, semakin

    sering suatu pelajaran diulangi, makin dikuasailah pelajaran tersebut, dan semakin tidak

    pernah diulangi, pelajaran tersebut makin tidak dapat dikuasai.

    3)

    Law of execise and repetationterdiri dari :

    a. Hukum penggunaan (the law of use), yaitu dengan latihan berulang-ulang maka

    hubungan stimulus dan respons makin kuat.

    b. Hukum tidak ada penggunaan (the law of dis-use), yaitu bahwa hubungan antara

    stimulus dan respon melemah bila latihan dihentikan.

    4)Law of effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang

    memuaskan cenderung ingin diulangi lagi, dan yang tidak mendatangkan kepuasan

    cenderung akan dilupakan. Hubungan stimulus respon diperkuat bila akibatnya

    memuaskan dan diperlemah bila akibatnya tidak memuaskan.

    Adapun hukum tambahan dari teori belajar menurut Thorndike disebut Hukum Sekunder,

    yang terdiri dari:

    a)

    Mul tiple Responsatau reaksi yang bervariasi.Melalui proses trial and error, seseorang akan terus melakukan respons sebelum

    memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

    b)Set atau attitude, situasi di dalam diri individu yang menentukan apakah sesuatu itu

    menyenangkan atau tidak bagi individu tersebut. Proses belajar berlangsung dengan baik

    bila situasi menyenangkan, dan terganggu bila situasi tidak menyenangkan.

    c)Prinsip aktivitas berat sebelah (parti al activity/prepotency of elements) yaitu manusia

    memberikan respons hanya pada aspek tertentu. Dalam belajar harus diperhatikan

    lingkungan yang sangat komplek yang dapat memberi kesan berbeda untuk orang yang

    berbeda.

    d)

    Prinsip response by analogy atau transfer of training, yaitu manusia merespon situasi

    yang belum pernah dialami melalui pemindahan ( transfer ) unsur-unsur yang telah

    mereka kenal kepada situasi baru. Dikenal dengan theory of identical element yang

    menyatakan bahwa makin banyak unsur yang identik, maka proses transfer semakin

    mudah.

    e)Perpindahan asosiasi ( Associative Shi fti ng ), yaitu proses peralihan suatu situasi yang

    telah dikenal ke situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara menambahkan

    sedikit demi sedikit unsur-unsur ( elemen ) baru dan membuang unsur-unsur lama sedikit

    demi sedikit sekali sehingga unsur baru dapat dikenal dengan mudah oleh individu.

    (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ T%20behaviouristik.pdf)

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdf
  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    6/17

    6

    Pada http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ T%20behaviouristik.pdf dikemukakan empat

    revisi Hukum Belajar dari Thorndike (Connectivisme), yaitu:

    a. Hukum latihan ditinggalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja tidak cukup untuk

    memperkuat hubungan stimulus dengan respons.

    b. Hukum akibat (the law of eff ect) direvisi, ditemukan bahwa hadiah (reward) akanmeningkatkan hubungan, tetapi hukuman (punisment) tidak mengakibatkan efek apa-apa.

    c. Belongingness, yaitu terjadinya hubungan stimulus-respon bukannya kedekatan, tetapi

    adanya saling sesuai antara kedua hal tersebut. Situasi belajar akan mempengaruhi hasil

    belajar.

    d. Spread of effect, yaitu bahwa akibat dari suatu perbuatan dapat menular.

    C. J.B. Watson

    J.B. Watson melakukan penyelidikan-penyelidikan terhadap hewan mengenai proses belajar,dan menemukan model yang sesuai dengan pendapatnya ketika membaca karya Ivan

    Petrovich Pavlov. Dengan demikian, teori belajar yang dikemukakan Watson beracuan

    kepada Teori Classical Conditioning Ivan Pavlov. Namun, Watson berpendapat bahwa

    stimulus dan repson tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati (observable).

    Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi di dalam belajar dan

    menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Hal ini bukan berarti bahwa

    semua perubahan mental yang terjadi di dalam benak siswa adalah tidak penting, namun

    Watson berpendapat bahwa factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses

    belajar sudah terjadi atau belum. (Riyanto, 2009; 37)

    Menurut Watson, deskripsi antara stimulus dan respons untuk menjelaskan perubahantingkah laku dalam hubungannya dengan lingkungan, adalah deskripsi yang tidak lengkap,

    karena respos yang diberikan siswa tidak sesederhana itu. Hal itu karena, pada dasarnya

    setiap stimulus yang diberikan kepada siswa akan berinteraksi satu dengan lainnya, dan

    interaksi ini akhirnya akan mempengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respon yang

    diberikan ini juga menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan

    mempengaruhi tingkah laku siswa. Jadi, untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas,

    diperlukan pemahaman terhadap respon itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang

    diakibatkan oleh respon itu sendiri. Watson juga menjelaskan bahwa menggunakan

    perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan

    membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit. (Riyanto, 2009; 7-9)

    D. Burrhus F. Skinner (1904 - 1990)

    B. F. Skinner mengemukakan teori belajarnya yaitu Operant Conditioning (Teori Pembiasaan

    Perilaku Respon), yang pada intinya berpendapat bahwa tingkah laku itu dibentuk oleh

    konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri. Pendapat Skinner

    ini merupakan tanggapannya terhadap Teori Classical Conditioningyang dikemukakan oleh

    J. B. Watson. Studi Skinner tentang Conditioning Operant memberikan pengarahan baru

    pada studi analisis tingkah laku. Studinya dimulai dengan analisis atas perbedaanperbedaan

    antara refleks dengan tingkah laku. Lebih lanjut Triyanto (2011) mengemukakan pokok-

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/%20T%20behaviouristik.pdf
  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    7/17

    7

    pokok teori Operant Conditioning (Teori Pembiasaan Perilaku Respon), yaitu sebagai

    berikut:

    1)

    Reinforcementadalah sesuatu yang dapat meningkatkan perilaku apabila diberikan

    2)

    Extinction adalah sesuatu yang dapat menurunkan perilaku karena tidak adanya

    reinforcement

    Skinner berpendapat bahwa perilaku (tingkah laku), yang dianggap respon oleh Thorndike,

    beroperasi terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus-stimulus tak terkondisi, seperti

    makanan. Studi Skinner berpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensi-

    konsekuensinya. Contoh, bila perilaku seseorang diikuti dengan perilaku-perilaku

    menyenangkan, maka orang itu akan sering terlibat dalam perilaku tersebut. Penggunaan

    perilaku yang menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk mengubah tingkah laku, disebut

    Operant Conditioning. Skinner membedakan dua macam respon, yaitu:

    1.

    Respondent responseatauReflexive responseatauResponse Elicit.

    Respon-respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu, disebut Eliciting

    stimulus. Eliciting Response menimbulkan respon-respon yang relatif tetap, misalnya

    makanan yang menimbulkan keluarnya air liur.

    2. Operant response atau Instrumental response atau Response Emision. Respon jenis ini

    adalah respon yang kemunculan dan perkembangannya diikuti oleh perangsang-

    perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut Reinforcing stimulus atau

    Reinforces. Contohnya, jika seorang yang anak belajar, bila mendapat hadiah, maka ia

    akan menjadi lebih giat lagi.

    Tabel PerbandinganResponse ElisitdanResponse Operant

    Respon Elisit (Refleks) Respon Emisi (Operant)

    Adanya korelasi yang dapat diamati antarastimulus dan respon; respon yang terpancing

    keluar terutama untuk menjaga

    kesejahteraan organism.

    Ada respon bertindak mengenai lingkunganyang menimbulkan konsekuensi-

    konsekuensi yang berpengaruh pada

    organisasi, dengan demikian mengubah

    tingkah laku yang akan dating, tidak ada

    korelasi dengan sebelumnya.

    Dikondisikan dengan substitusi stimulus Dikondisikan melalui konsekuensi-respon

    yang memperbesar peluang merespon

    Conditioning tipe S Conditioning tipe R

    Skinner menyampaikan bahwa untuk memahami tingkah laku operant, perlu lebih dulumengetahui mengenai Hukum Efek dari Thorndike. Hukum Efek ini mengenali 3 komponen

    yang diperlukan dalam interaksi, yaitu (1) kesempatan peristiwa ketika respon terjadi, yang

    disebut Stimulus diskriminatif; (2) respon subyek, disebut Respon; (3) konsekuensi yang

    bersifat penguatan, disebut Stimulus reinforcement.

    Stimulus diskriminatif adalah stimulus yang hadir secara terus-menerus bila suatu repson

    menerima penguatan. Contoh seekor burung merpati mungkin menerima penguatan hanya

    pada waktu mematok tombol merah. Tombol merah ini merupakan Stimulus distkriminatif

    (SD). Contoh lain Stimulus diskriminatif adalah pengendalian tingkah laku dalam kehidupan

    sehari-hari, misalnya dalam lampu lalu lintas merah, kuning, dan hijau; termasuk juga

    perintah-perintah lisan, seperti keluarkan pensilmu!, tolong belikan garam!, dan lain-lain.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    8/17

    8

    Sedangkan Penguatan (Reinforcement) didefinisikan sebagai setiap konsekuensi dari tingkah

    laku yang mempunyai dampak memperkuat atau mengukuhkan tingkah laku, atau peristiwa

    sederhana yang diikuti tingkah laku dan perubahan tingkah laku, serta perubahan tingkah

    laku yang akan terjadi pada kesempatan berikutnya. Guna mengetahui apakah suatu kejadian

    tertentu bersifat menguatkan atau tidak, maka dapat diamati dari seringnya merespons atau

    menambahkan frekuensinya.

    Penguatan dapat dibagi kedalam 2 golongan, yaitu penguatan primer dan penguatan

    sekunder. Penguatan primer adalah yang bersifat memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar

    manusia, seperti makanan, minuman, keamanan, dan lain-lain. Sedangkan penguatan

    sekunder adalah penguatan yang baru memperoleh nilainya setelah diasosiasikan dengan

    penguatan sekunder lainnya yang sudah mantap.

    Penguatan dapat dibedakan menjadi penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan

    positif ada, bila stimulus penguat memperkuat tingkah laku. Sedangkan jika penguat akan

    memperkuat tingkah laku bila penguat itu dihilangkan, maka akan disebut penguatan negatif,

    atau bila stimulus tidak memperkuat tingkah laku. (Riyanto, 2009; 37-39)

    Reinforcement diberikan sesuai dengan jadwal tertentu, sebagaimana yang dicantumkan

    berikut:

    1.

    Continuous reinforcer ( CRF ).

    Dalam CRF, setiap respons ada reinforcer / reward.

    2.Fixed intervalreinforcer ( FI )

    Setiap interval waktu tertentu, secara fix diberi hadiah reinforcer. Misalnya, setiap tiga

    menit, diberi hadiah, sehingga interval waktunya sebagai berikut : 3 menit, 6 menit, 9

    menit , 12 menit dan seterusnya.

    3. Fixed ratio reinforcer(FR)

    Setiap perbandingan yang fix, diberi hadiah. Misalnya, setiap tiga kali tikus menekan

    tombol, diberi hadiah satu. Setiap enam kali tikus menekan tombol diberi hadiah dua kali

    lipat, setiap tikus menekan tombol sembilan kali, diberi hadiah tiga kali lipat, dan

    seterusnya.

    4. Variabel intervalreinforcer ( VI )

    Pada VI, tiap waktu bermacam-macam, diberi hadiah.

    5.

    Variabelratio reinforcer ( CR )

    Setiap berapa kali tidak tentu, diberi hadiah. Jadi kadang-kadang diberi hadiah dan

    kadang-kadang tidak diberi hadiah dalam waktu yang tidak tentu.6. Dari berbagai jadwal pemberian reinforcer ini, ternyata kecepatan berespons paling tinggi,

    ialah Variabel interval reinforcer (VR), kemudian FR, selanjutnya VI, berikutnya Fixed

    ratio reinforcer (FR), dan yang paling tidak cepat ialah Continuous reinforcer ( CRF ).

    (http://staff.uny.ac.id /sites/default/files/ T%20behaviouristik.pdf)

    Secara singkat ada lima asumsi yang membentuk landasan untuk conditioning operant, yaitu:

    Belajar tingkah laku.

    1. Perubahan tingkah laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan-

    perubahan dalam berbagai kejadian di lingkungan.

    2.

    Data dari studi eksperimental tingkah laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang

    dapat diterima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    9/17

    9

    3. Tingkah laku organism secara individual merupakan sumber data yang cocok.

    4. Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan adalah sama untuk semua jenis makhluk

    hidup. (Riyanto, 2009; 41-42)

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    10/17

    10

    III.PEMBAHASAN

    A. Teori Belajar Behavioristik

    Teori Belajar yang dikemukakan oleh Ivan P. Pavlov, Edward Lee Thorndike, J.B. Watson,

    dan Burrhus F. Skinner secara umum mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku

    yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus - respon). Teori belajar ini dikenal dengan

    istilah Teori Belajar Behavioristik. Pandangan tentang belajar menurut aliran behavioristik

    (aliran tingkah laku) ini adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat interaksi antara

    stimulus dan respons (Gredler, 1986: 42 dalam Riyanto 2009). Menurut aliran behavioristik,

    reaksi yang begitu kompleks akan menghasilkan perubahan tingkah laku.

    Dengan demikian, Teori Belajar Behavioristik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    a. mementingkan pengaruh lingkungan;

    b. mementingkan bagian-bagian (elementalistik);c. mementingkan peranan reaksi;

    d. mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar;

    e. mementingkan sebab-sebab di waktu yang lalu;

    f. mementingkan pembentukan kebiasaan; dan

    g. mengetengahkan ciri khasnya trial anderrordalam pemecahan problem (masalah).

    Sedangkan prinsip-prinsip teori belajar behavioristik adalah sebagai berikut:

    1) obyek psikologi adalah tingkah laku;

    2) semua bentuk tingkah laku dikembalikan kepada refleks; dan

    3) mementingkan terbentuknya kebiasaan.

    Triyanto (2011) menyimpulkan peran guru dalam pembelajaran yang menggunakan teori

    belajar behavioristik diantaranya adalah sebagai berikut:

    - Guru menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap (modul, instruksi dll).

    - Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat diikuti contoh-contoh(dilakukan sendiri / simulasi).

    - Bahan pelajaran disusun sederhana menuju kompleks.

    - Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian

    suatu keterampilan tertentu.

    - Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.

    -

    Kesalahan harus segera diperbaiki.- Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi

    kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah

    terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.

    - Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai

    mendapat penghargaan negatif.

    - Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

    Adapun peran siswa yang diharapkan terjadi selama pembelajaran, adalah sebagai berikut:

    - Berlaku (doing) sesuai instruksi.

    - Meniru perilaku yang dicontohkan.

    -

    Mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan (positifdiulangi, negatif-dihilangkan).- Berlatih melalui pengulangan dan pembiasaan.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    11/17

    11

    - Menguasai ketrampilan dasar sebagai persyaratan penguasaan ketrampilan selanjutnya

    Afid Burhanuddin (2013) mengemukakan pendapatnya mengenai Teori Belajar

    Behavioristik, bahwa aliran ini menekankan pada terbentukya perilaku yang tampak sebagai

    hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan

    orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu denganmenggunakan metode drill atau pembiasaan semata.

    Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa

    pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Maka pengetahuan disusun secara

    terstruktur dan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,sedangkan mengajar

    adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau

    pembelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang

    sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,sehingga makna yang

    dihasilkan dari proses berpikir seperti itu ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan

    tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan

    yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harusdipahami oleh murid.

    Dengan demikian dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai sebagai objek pasif

    yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu: para

    pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar

    tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pembelajar. Begitu juga

    dalam proses evaluasi belajar pembelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat

    diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

    Teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan itu telah terstruktur rapi dan teratur,

    sehingga pembelajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih

    dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam pembelajaran,

    sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau

    ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang

    perlu dihukum dan keberhasilan belajar dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas

    diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan

    belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan,

    sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pembelajar.

    Dengan demikian, Riyanto (2009; 40) menyimpulkan beberapa kelemahan yang terdapat

    dalam behavioristik adalah antara lain:1. Proses belajar itu dipandang dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses

    kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya.

    2.

    Proses belajar mengajar dipandang bersifat otomatis mekanis, sehingga terkesan seperti

    gerakan mesin, padahal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan mengukur diri)

    danself-control(pengendalian diri) yang bersifat kognitif dan karenanya ia bisa menolak

    jika menghendaki.

    3.

    Proses belajar manusia dianalogikan seperti hewan ini sangat sulit diterima. (Riyanto,

    2009; 40)

    Dengan demikian, aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran hendaknya

    disesuaikan pada beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajar, mediadan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    12/17

    12

    Teori belajar behavioristik pada perkembangannya melahirkan beberapa teori belajar sebagai

    berikut:

    1. Teori belajar Connectivismedengan tokoh Edward Lee Thorndike.

    2. Teori belajar Classical Conditioningdengan tokoh Pavlov.

    3. Teori belajarDescriptive Behaviorismatau Operant Conditioningdengan tokoh Skinner.

    B. Penerapan Teori Belajar Classical Condi tioning(Pavlov dan Watson)

    Dalam penerapan teori conditioning dalam pembelajaran, bila mata pelajaran termasuk

    Conditioning Stimulus(CS), sikap guru termasuk Unconditioning Stimulus(US), dan respon

    siswa termasuk Unconditioning Response(UR) atau Conditioning Response(CR), maka akan

    terjadi hal sebagai berikut :

    1. Mata pelajaran Matematika ( CS ) + guru yang baik (US), maka siswa mempunyai respon

    positif (UR), yang berarti siswa senang pada cara guru mengajar matematika dengan baik.

    Kalau hal ini dilakukan berkali-kali, maka akan terjadi pada mata pelajaran Matematika(CS), siswa mempunyai respon positif terhadap mata pelajaran Matematika (CR).

    2. Mata pelajaran Matematika (CS) + guru otoriter (US), maka respons siswa negatif (UR).

    Kalau hal ini dilakukan berkali-kali, maka pada mata pelajaran Matematika akan terjadi

    hal sebagai berikut mata pelajaran matematika (CS), respons siswa terhadap mata

    pelajaran matematika negatif (CR).

    C. Penerapan Teori Belajar Koneksionisme (Throndike)

    Penerapan Teori Belajar Konektivisme (Thorndike) pada pembelajaran adalah sebagai

    berikut:

    a.

    Guru dalam proses pembelajaran harus tahu apa yang hendak diberikan kepada siswa.

    b. Dalam proses pembelajaran, tujuan yang akan dicapai harus dirumuskan dengan jelas,

    masih

    dalam jangkauan kemampuan siswa.

    c. Motivasi dalam belajar tidak begitu penting, yang lebih penting ialah adanya respon-

    respon yang

    benar terhadap stimuli.

    d. Ulangan yang teratur perlu sebagai umpan balik bagi guru, apakah proses pembelajaran

    sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau belum.

    e.

    Siswa yang sudah belajar dengan baik segera diarahkan.f. Situasi belajar dibuat mirip dengan kehidupan nyata, sehingga terjadi transfer dari kelas ke

    lingkungan luar.

    g. Materi pembelajaran yang diberikan harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

    h. Tugas yang melebihi kemampuan peserta didik tidak akan meningkatkan kemampuan

    siswa dalam memecahkan permasalahannya.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    13/17

    13

    D. Teori Belajar Operant Conditioni ngdalam Pembelajaran (Skinner)

    Penerapan Teori Operant Conditioningdalam pembelajaran menggunakan 3 prinsip sebagai

    berikut:

    1. Konsekuensi-konsekuensiTeori penting dari teori belajar perilaku (behavioristik) adalah bahwa perilaku berubah

    menurut konsekuensi-konsekuensi langsung. Konsekuensi yang menyenangkan akan

    memperkuat perilaku dan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlambat atau

    memperlemah perilaku. Konsekuensi menyenangkan, disebut reinforcer, sedangkan yang

    tidak menyenangkan disebut hukuman (punisher).

    2. Kesegeraan (Immediacy) konsekuensi

    Konsekuensi-konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi dari

    pada yang lambat datangnya. Prinsip kesegeraan ini penting artinya, khususnya bagi murid-

    murid sekolah dasar (SD). Pujian yang diberikan segera setelah anak-anak melakukan suatu

    pekerjaan dengan baik, data merupakan reinforceyang lebih kuat.

    3.

    Pembentukan (Shaping)Selain kesegeraan dan reinforcement, apa yang akan diberi reinforcement, juga perlu

    diberikan dalam pembelajaran. Teknik pembentukan (shaping) terjadi bila guru

    membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforcement pada

    langkah-langkah yang menuju keberhasilan. Ringkasan langkah-langkah pembentukan

    perilaku baru siswa adalah sebagai berikut:

    1)Pilih tujuan dengan sekhusus mungkin.

    2)

    Tentukan sampai di mana siswa itu sekarang. Apakah kemampuan-kemampuan mereka?

    3)Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang yang membawa

    mereka ke tujuan yang ditetapkan. Rubahlah langkah-langkah sesuai dengan kemampuan

    masing-masing siswa (Ratna Wilis Dahar (1989) dalam Riyanto (2009); 43-44)

    Pada http://staff.uny.ac.id /sites/default/files/ T%20behaviouristik.pdf dikemukakan

    penerapan Teori Operant ConditioningSkinner dalam pembelajaran, yaitu:

    1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar

    diberi penguat.

    2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

    3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

    4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.

    5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu

    diubah, untuk menghindari adanya hukuman.

    6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikandengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.

    7. Dalam pembelajaran, digunakan teknik pembentukan (shaping).

    Contoh penerapan Operant conditioning seorang pengajar, Mc Clark, yang disunting oleh

    Riyanto (2009; 44-45). Mc Clark mengorganisasikan kelas secara ketat, meskipun pada

    kelasnya tidak dijumpai masalah-masalah yang menghambat proses pembelajarannya. Di

    kelas, para siswa belajar secara kelompok dan beberapa bekerja secara individu. Mc Clark

    sebagai guru mengitari kelas, menjawab pertanyaan siswa, dan mengajukan pertanyaan

    kepada siswa. Dalam mengelola kelas, Mc Clark menerapkan elemen-elemen operant

    conditioningsebagai berikut:

    1.

    Pertama mengamati tingkah laku siswa.2. Menentukan garis dasar dan target tingkah laku siswa

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    14/17

    14

    3. Memulai dengan tingkah laku yang telah ada pada siswa

    4.

    Mengidentifikasi potensi-potensi reinforcement

    5. Memahami pentingnya sebuah kesuksesan

    6.

    Memahami pentingnya umpan balik secara segera

    7. Keuntungan dari reinforcement yang bersifat positif.

    8.

    Jadwal reinforcement9. Kebutuhan untuk mengaktifkan kelas.

    Operant Conditioning Skinner merumuskan teori perubahan tingkah laku yang secara

    prinsipiil bersifat behavioristik, dalam artian lebih banyak menekankan timbulnya perilaku

    jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Teori-teori ini juga bersifat otomatis-mekanis dalam

    menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti mesin dan robot.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    15/17

    15

    IV. PENUTUP

    Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang sangat mempengaruhi

    pengembangan teori dan praktek pembelajaran dan pendidikan pada abad terakhir ini. Teoribelajar ini menekankan pada terbentukya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar,

    meskipun tidak menapikan adanya perubahan mental yang muncul selama proses

    pembelajaran berlangsung.

    Pada tataran praktisnya, teori belajar ini lebih mementingkan pengaruh lingkungan dari pada

    potensi di dalam diri pembelajar, mementingkan pembentukan kebiasaan yang sesuai arahan

    pengajar, serta mementingkan peranan reaksi terhadap ilmu serta aturan pengajar, lebih

    mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar, dan mengetengahkan ciri khasnya

    trial anderrordalam pemecahan problem (masalah), kesemuanya menjadikan pembelajar

    seperti mesin yang pasif dan kurang memperhatikan potensi pembelajar sebagai seorang

    manusia yang memiliki kemampuan berpikir dan berkehendak. Hal ini menjadi kelemahanteori belajar ini.

    Dengan demikian, implikasi dan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran dirasakan

    kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pembelajar untuk berkreasi,

    bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Hal ini disebabkan sistem

    pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon

    sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu

    untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

    Dengan demikian, penerapan teori belajar behavioristik hendaknya disesuaikan dengan

    beberapa hal seperti: keadaan pembelajar, tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran,

    media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Misalnya, teori belajar ini tepat diterapkan

    untuk membentuk kebiasaan pada tahapan awal, atau memberikan kemampuan berpikir

    tingkat rendah, yang meliputi remembering dan understanding, selain itu juga dapat

    diterapkan pada anak-anak yang membutuhkan pembiasaan yang baik sebagai awalan saja.

    Karena pembiasaan yang baik dan berkelanjutan membutuhkan kesadaran dari pembelajar,

    dan kesadaran yang utuh hanya dapat diperoleh melalui proses berpikir yang tinggi, jernih,

    dan mendalam yang hadir dari dalam diri pembelajar, dan bukan sekedar stimulus dari

    lingkungan. Hal ini membutuhkan pembelajaran yang berarti (meaningful learning), dalam

    hal ini Anderson dan Krathwhol (2001; 38) mengatakan bahwa dalam meaningful-learning

    learners are assumed to active agents in their own learning; they select the information towhich they will attended and construct their own meaning from this selected information.

    Learners arenot passive recipients, nor are they simple recorders of information provided to

    them by parents, teachers, textbooks, or media. Selain itu, Highet (1955) dalam Basleman

    dan Mappa (2011; 74) mengatakan adalah sangat berbahaya jika menerapkan metode ilmiah

    kepada manusia sebagai individu dalam kelompok dan menerapkan diagnosis ilmiah terhadap

    struktur fisik dengan hasil yang memuaskan.

    Sebagai salah satu hasil kerja manusia yang lemah dan terbatas, maka teori belajar

    behavioristik pasti memiliki kelemahan. Dalam hal ini, menjadi kewajiban para pendidik

    ataupun guru guna memahami setiap teori belajar untuk kemudian dapat memilih teori belajar

    yang tepat untuk diterapkan dalam setiap pembelajara yang ditanganinya. Pendidik maupun

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    16/17

    16

    pun hendaknya tak henti belajar dan berinovasi guna menemukan pengetahuan-pengetahuan

    baru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran.

  • 7/24/2019 1 tugas B nUrhayati TEORI BELAJAR.pdf

    17/17

    V. DAFTAR PUSTAKA

    Anderson, Lorin W., and Krathwohl, David R (eds). 2001. A Taxonomy for Learning,

    Teaching, and Assesing: A Revision of blooms Taxonomy of Educational Objectives.

    New York: Addison Wesley Longman, Inc.

    Basleman, Anisah, dan Mappa, Syamsu. 2011. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung: PT

    Remaja Rosdakarya.

    http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/penerapan-filsafat-behaviorisme-dala m-

    pembelajaran/

    http://staff.uny.ac.id /sites/default/files/ T%20behaviouristik.pdf

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Agus%20Triyanto,%20M.Pd./06Teori%

    20Belajar.pdf

    Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi GuruPendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta:

    Kencana Prenada Media Group.

    http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/penerapan-filsafat-behaviorisme-dala%20m-pembelajaran/http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/penerapan-filsafat-behaviorisme-dala%20m-pembelajaran/http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/penerapan-filsafat-behaviorisme-dala%20m-pembelajaran/http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Agus%20Triyanto,%20M.Pd./06Teori%25%2020Belajar.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Agus%20Triyanto,%20M.Pd./06Teori%25%2020Belajar.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Agus%20Triyanto,%20M.Pd./06Teori%25%2020Belajar.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Agus%20Triyanto,%20M.Pd./06Teori%25%2020Belajar.pdfhttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Agus%20Triyanto,%20M.Pd./06Teori%25%2020Belajar.pdfhttp://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/penerapan-filsafat-behaviorisme-dala%20m-pembelajaran/http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/penerapan-filsafat-behaviorisme-dala%20m-pembelajaran/