analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

Upload: kartika-amanda-astiti

Post on 11-Feb-2018

389 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    1/22

    ANALISIS HUBUNGAN MANAJEMEN LABA DAN FRAUD

    DALAM LAPORAN KEUANGAN

    TIFANI [email protected]

    [email protected]

    Departemen Akuntansi, Universitas Indonesia

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara manajemen laba

    dan fraud pada laporan keuangan. Manajemen laba diukur dengan

    aggregated prior discretionary accruals, abnormal book-tax differences,

    unexpected revenue per employee. Sampel penelitian terdiri dari 16

    perusahaan yang melakukanfraud dan 16 perusahaan yang tidak melakukanfraud. Pemilihan sampel menggunakan metode matching sample

    berdasarkan industri dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa manajemen laba terdahulu dan dan unexpected revenue memiliki

    hubungan positif dengan fraud. Sementara abnormal book-tax differences

    memiliki hubungan negatif denganfraud.

    THE RELATION BETWEEN EARNINGS MANAGEMENT AND

    FINANCIAL STATEMENT FRAUD

    AbstractThe purpose of this research is to examine the relation between earnings

    management and financial statement fraud. Earnings management is

    measured by using aggregated prior discretionary accruals, abnormal

    book-tax differences, unexpected revenue per employee. The research is

    conducted by using samples of 16 fraud firms and 16 non fraud firms. The

    samples are matched based on industry and company size. The results show

    that prior discretionary accruals and unexpected revenue have positive

    relation with fraud in financial statement. On the other hand, abnormal

    book-tax differences have negative relation with fraud in financial

    statement.

    Keywords: Fraud, earnings management, aggregated prior discretionary

    accruals, abnormal book-tax differences, unexpected revenue

    per employee.

    1

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    2/22

    Pendahuluan

    Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban perusahaan

    kepada stakeholders atas perolehan dan penggunaan sumber daya dalam aktivitas

    operasionalnya. Setiap perusahaan yang terdaftar dalam PT Bursa Efek Indonesia (BEI)

    tentu ingin memiliki laporan keuangan dalam kondisi yang terbaik sehingga publik

    dapat menilai dan mempercayai perusahaan sebagai objek investasi saham yang

    menguntungkan. Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan

    Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) No. KEP-134/BL/2006, setiap perusahaan publik

    atau emiten yang terdaftar di BEI diwajibkan untuk mempublikasikan laporan keuangan

    tahunan. Hal ini menjadi motivasi dan dorongan bagi manajemen untuk berusaha secara

    maksimal dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaan agar hasil yang

    dilaporkan pada akhir periode tahun buku dapat memberikan gambaran bahwa

    perusahaan dalam kondisi yang sehat. Namun di sisi lain, peraturan ini justru menjadi

    motivasi dan dorongan bagi manajemen untuk melakukan fraud melalui manipulasi

    laporan keuangan. Akibatnya laporan keuangan menjadi kurang handal karena

    informasi yang disajikan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya dan

    menjadi tidak relevan bagi pihak yang menggunakannya sebagai dasar pengambilan

    keputusan karena intepretasi yang dihasilkan menjadi tidak akurat. Informasi yang

    disajikan dalam laporan keuangan tidak boleh ada kepentingan salah satu pihak karena

    akan merugikan pihak yang lain. Untuk itu informasi dalam laporan keuangan harus

    diarahkan untuk kepentingan umum dari berbagai pihak.

    Kasus terkait dengan fraud dalam laporan keuangan marak terjadi pada awal tahun

    2000. Enron merupakan contoh perusahaan yang melakukan manipulasi laporan

    keuangan dengan tidak melaporkan hutangnya agar laba terlihat besar pada saat

    diumumkan. Padahal laba yang terlihat besar belum tentu menjamin ketahanan dari laba

    itu sendiri karena sesungguhnya menurut Yulianti (2005) laba yang berkualitas adalah

    laba yang mencerminkan laba yang berkelanjutan (sustainable earnings) di masa depan.

    Kasus serupa juga terjadi di Indonesia salah satu diantaranya terjadi pada PT Kimia

    Farma. Perusahaan farmasi tersebut terbukti melakukan kesalahan penyajian laporan

    keuangan yang mengakibatkan penggelembungan laba pada akhir tahun buku 2001

    (Bapepam, 2002).

    2

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    3/22

    Martin et al. (2002) menjelaskan bahwa sebagian besar fraud yang terjadi turut

    melibatkan top management. Tone at the topmerupakan salah satu tindakan kecurangan

    yang dilakukan dari atasan (Institute of Internal Auditor, 2003). Adanya tekanan dari

    tingkatan manajerial dapat menyebabkan bawahan berbuat tidak sesuai dengan aturan

    yang ada. Fraud dalam laporan keuangan biasanya diawali dengan salah saji atau

    manajemen laba dari laporan keuangan kuartal yang dianggap tidak material tetapi pada

    akhirnya berkembang menjadi kecurangan secara besar-besaran dan menghasilkan

    laporan keuangan tahunan yang menyesatkan secara material (Rezaee, 2005). Menurut

    Healy and Wahlens (1999) manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan

    pertimbangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan baik untuk

    menyesatkan interpretasi beberapa stakeholdertentang kinerja ekonomi perusahaan atau

    untuk mempengaruhi kontrak yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang

    dilaporkan pada laporan keuangan.

    Fraud memiliki objektif yang sama dengan manajemen laba yaitu memanipulasi

    laporan keuangan tetapi memiliki definisi yang berbeda. Fraud berada di luar lingkup

    GAAP sementara manajemen laba berada dalam ruang lingkup GAAP (Erickson et al.

    2006). Ini artinya perusahaan dapat melakukan manipulasi laporan keuangan dengan

    menggunakan praktik akuntansi baik di dalam ataupun di luar lingkup peraturan

    akuntansi yang ada. Fraudmerupakan tindakan ekstrem dari manajemen laba. Menurut

    Ratnaningdyah (2012) manajemen laba memanfaatkan kelemahan inheren dari

    kebijakan akuntansi akrual dan masih berada dalam koridor prinsip akuntansi, Tindakan

    ini masih dapat dikategorikan legal sementara bila dilakukan diluar standar akuntansi

    yang ada maka tindakan tersebut dapat dikategorikan pelanggaran.

    Dechow et al. (1996) memberikan bukti bahwa perusahaan memilih melakukan fraud

    dalam pelaporan keuangan ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan

    manajemen laba dengan tujuan agar kinerja mereka terlihat sukses di depan para

    pemegang saham. Dari penelitian tersebut terlihat adanya relasi positif antara

    manajemen laba dengan tindakan fraud. Perols dan Barbara (2011) melakukan

    penelitian senada dengan memproksikan manajemen laba menggunakan aggregated

    prior discretionary accruals, analyst forecast dan unexpected revenue per employee.

    Dalam penelitian ditemukan bahwa perusahaan yang melakukan fraud terasosiasidengan ketiga variabel manajemen laba.

    3

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    4/22

    Di Indonesia belum banyak penelitian yang membahas hubungan antara manajemen

    laba dan fraud dalam laporan keuangan. Ratnaningdyah (2012) melakukan penelitian

    serupa dengan Ettredge et al. (2008) namun hanya menguji perbedaan DTE dan BTD

    antara fraud firm dengan non-fraud firm. Hasil yang didapatkan tidak signifikan

    dikarenakan keterbatasan sampel perusahaan dan pendeknya periode pengamatan.

    Selain itu variabel manajemen laba yang digunakan hanya variabel yang terkait dengan

    pajak. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ansar (2011). Dengan menggunakan

    discretionary accrual yang dikembangkan Kothari et al. (2005) sebagai proksi

    manajemen laba, Ansar (2011) meneliti hubungan antara fraud dan manajemen laba

    namun hasilnya secara signifikan berpengaruh negatif terhadap fraud dalam pelaporan

    keuangan.

    Hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam mengenai hubungan manajemen laba

    denganfrauddalam laporan keuangan pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Penelitian

    ini merujuk pada penelitian Perols dan Barbara (2011) sebagai referensi utama dengan

    mengganti salah satu variabel independennya, yaitu analyst forecastmenjadi abnormal

    book-tax difference (ABTD) dengan mengacu pada penelitian Tang dan Firth (2011).

    Selain ABTD, manajemen laba akan diproksikan dengan aggregated prior

    discretionary accrual dan unexpected revenue per employee. Sementara untuk fraud

    dalam laporan keuangan diproksikan dengan perusahaan yang pernah terkena sanksi

    Bapepam akibat pelanggaran terkait dengan penyajian laporan keuangan. Periode

    pengamatan juga akan diperpanjang dari tahun 2002 hingga 2012 agar didapatkan

    sampel perusahaan yang lebih banyak.

    Tinjauan Teoritis

    I. Manajemen Laba

    Pada dasarnya manajemen laba memiliki arti yang serupa yaitu suatu upaya dari

    manajemen perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi

    dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin

    mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2008). Namun lain halnya

    dengan Ronen dan Yaari (2008) dalam Permatasari (2011) yang memberikan definisi

    4

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    5/22

    alternatif dengan membedakan manajemen laba ke dalam tiga area, yaitu putih, abu-abu

    dan hitam.

    Burgstahler and Eames (2006) menyebutkan bahwa manajer memiliki insentif untuk

    memanipulasi laporan keuangan ketika mengetahui bahwa ternyata hasilnya tidak sesuai

    dengan prediksi yang diberikan oleh analis. Pemanipulasian ini bertujuan agar laporan

    keuangan perusahaan tampak menjadi lebih baik. Menurut Healy dan Wahlen (1999)

    ada tiga motivasi bagi manajer untuk melakukan manajemen laba yaitu motivasi pasar

    modal, motivasi kontraktual dan motivasi regulasi. Dalam motivasi pasar modal,

    manajer perusahaan merekayasa informasi agar laporan keuangan yang disajikan

    mampu menarik minat investor untuk merespon penawaran perusahaan secara positif.

    Motivasi kontraktual muncul karena adanya perjanjian manajer dengan pihak lain yang

    berdasar pada kompensasi manajerial dan perjanjian utang. Motivasi regulasi timbul

    karena manajer berperilaku oportunis dengan memanfaatkan kelemahan akuntansi yang

    menggunakan estimasi akrual dan mencari celah dari peraturan pemerintah yang ada.

    Terdapat berbagai teknik dalam melakukan manajemen laba. Secara spesifik Arthur

    Levvit (1998) mengemukakan lima teknik manajemen laba, yaitu Taking a bath,

    Creative acquisition accounting, Cookie jar reserves, Abusing the materiality concept,

    Improper revenue recognition

    Mc Nichols (2000) dalam Sulistyanto (2008) mengelompokkan tiga basis pengukuran

    menajemen laba yang digunakan oleh para peneliti, yaitu model berbasis aggregate

    accruals, specific accrualsdan distribution of earnings. Dalam penelitian ini ada tiga

    pengukuran yang digunakan sebagai proksi manajemen laba, yaitu aggregated prior

    discretionary accruals, abnormal book-tax differences dan unexpected revenue per

    employee. Pengukuran discretionary accrualsmenggunakan metode yang diajukan oleh

    Kaznik (1999) dengan mengakumulasi discretionary accruals selama tiga tahun

    sebelum terjadinya fraud. Perhitungan hingga tiga tahun ke belakang ini didasarkan

    pada penelitian Dechow et al. (1996) yang menyatakan bahwa perusahaan yang

    melakukanfraudmemiliki discretionary accrualsyang lebih besar daripada perusahaan

    yang tidak melakukanfraud, terdeteksi sejak tiga tahun sebelumfraudterjadi.

    Laporan keuangan disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi parastakeholder baik dari internal maupun eksternal. Pemerintah sebagai salah satu

    5

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    6/22

    pengguna laporan keuangan yang bertindak sebagai regulator memerlukan laporan

    keuangan, juga memerlukan laporan keuangan yang disesuaikan dengan peraturan

    perpajakan (Waluyo, 2008). Tujuan laporan keuangan menurut pepajakan, yang

    selanjutnya disebut sebagai laporan keuangan fiskal, adalah untuk menghitung jumlah

    pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Ini menjadi penting dan menjadi

    perhatian khusus karena pajak sebagai sumber penerimaan utama negara. Pada

    prakteknya sistem dalam akuntansi dan perpajakan tidak selalu sejalan. Beberapa

    perbedaan permanen ataupun temporer yang akibat penerapan kedua sistem ini

    menimbulkan Book-Tax Differences (BTD). Penelitian terkait BTD dan manajemen

    laba pernah dilakukan oleh Tang dan Firth (2011). Dalam penelitian tersebut Tang dan

    Firth mendekomposisi BTD menjadi normal BTD dan abnormal BTD. Komponen

    Normal BTD (NBTD) bersifat regulatory, sementara komponen Abnormal BTD

    (ABTD) bersifat opportunistic. Komponen ABTD ini yang nantinya dapat

    menggambarkan adanya manajemen laba karena sifatnya oportunistik.

    Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari manipulasi laporan keuangan adalah

    melaporkan pendapatan yang besar sehingga publik dapat menilai bahwa perusahaan

    dalam keadaan yang sehat dan menguntungkan sebagai objek investasi. Perusahaan

    yang sudah terbiasa melakukan pengelolaan laba kemungkinan memiliki pendapatan

    yang besar dengan tindakan fraud. Maka dari itu diperlukan analisis dan identifikasi

    hubungan yang tidak lazim terkait dengan akun pendapatan, salah satunya hubungan

    antara pendapatan dan produktivitas karyawan. Sales to asset, yang biasa digunakan

    sebagai ukuran produktivitas, lebih dominan menggambarkan perubahan aset daripada

    pendapatan sehingga dikembangkanlah ukuran lain oleh Perrols dan Barbara (2011)

    berdasarkan produktivitas tenaga kerja yaitu unexpected revenue per employee untuk

    mendeteksifraudyang berdampak langsung terhadap pendapatan, terutama pendapatan

    yang menggelembung.

    II.Fraud

    Fraud atau kecurangan merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dapat

    dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal organisasi dengan tujuan untuk

    memperoleh keuntungan pribadi atau suatu kelompok dengan merugikan pihak lainnya

    (ACFE, 2012). ACFE mengelompokkan kecurangan dalam tiga jenis, yaitupenyalahangunaan aset, korupsi dan kecurangan dalam laporan keuangan. Secara

    6

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    7/22

    spesifik Rezaee (2005) mendefinisikan fraud dalam laporan keuangan sebagai upaya

    yang disengaja oleh perusahaan untuk menipu atau menyesatkan pengguna laporan

    keuangan, terutama investor dan kreditor, dengan menyusun dan mempublikasikan

    laporan keuangan yang memililki salah saji material. Di Indonesia, kecurangan dalam

    laporan keuangan dibahas pada SPAP SA Seksi 316 dan Pernyataan Standard Auditing

    (PSA) No.70. Dalam standar audit tersebut dikatakan bahwa salah saji yang timbul dari

    kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara

    sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai

    laporan keuangan.

    Dalam penelitian Cressey (1953) dijelaskan bahwa faktor tekanan, peluang dan

    rasionalisasi selalu hadir dalam tindakan fraud. Konsep ini kita kenal dengan Fraud

    Triangle. Konsep Fraud Triangletelah digunakan dalam beberapa penelitian terdahulu

    seperti Lou and Wang (2009) dan Skousen et al. (2009) untuk mendeteksi adanyafraud

    dalam laporan keuangan dengan mengacu pada beberapa faktor yang tercantum dalam

    Standard Auditing Statement No.99. Faktor peluang identik dengan tindakan

    oportunistik manajemen untuk melakukan manajemen laba dalam rangka memanipulasi

    laporan keuangan agar sesuai dengan kepentingan manajer atau perusahaan.

    III. Pengembangan Hipotesis

    Beberapa penelitian terdahulu mengenai hubungan manajemen laba dan fraud pernah

    dilakukan oleh Dechow et al.(1996), Beneish (1997), Lee et al.(1999) dan Jones et al.

    (2008). Menurut beberapa peneliti di atas, perusahaan yang menggunakan akrual untuk

    menaikkan pendapatan harus bersiap dengan konsekuensi dari tindakannya ketika

    menemui hambatan fleksibilitas dalam manajemen laba. Salah satu konsekuensinya

    ialah harus melakukan frauduntuk menutupi atau meringankan akun akrual yang telah

    dimanipulasi dalam rangka mencapai tujuannya.

    Beneish (1997) menemukan adanya hubungan positif antarafrauddan akrualpada satu

    tahun sebelum terjadinya fraud. Lee et al. (1999) juga menemukan hal serupa, yaitu

    adanya hubungan positif antarafrauddan akrual pada satu tahun sebelumfraudsampai

    satu tahun sesudah fraud terjadi. Sementara Jones et al. (2008) mengungkapakan

    penemuan senada dengan Beneish. Ini artinyafrauddapat dideteksi melalui manajemenlaba pada tahun sebelum terjadinya fraud. Hal ini didukung dengan pembuktian

    7

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    8/22

    Dechow (1996) yang berpendapat bahwa perusahaan yang melakukan fraudmemiliki

    discretionary accruals, yaitu komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai

    dengan kebijakan manajerial, yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak

    melakukanfraudpada periode tiga tahun sebelum terjadinyafraud.

    H1 Perusahaan yang melakukan pengelolaan laba pada tahun sebelum

    terindikasifraudmemiliki kemungkinan lebih besar untuk melakukanfraudpada

    laporan keuangan.

    Ettredge et al. (2008) meneliti tentang hubungan antara frauddengan DTE (Deferred

    Tax Expense) atau BTD (Book Tax Differences). Hasilnya menunjukkan adanya

    hubungan DTE dengan fraud pada tahun saat terjadinya kecurangan sementara BTD

    tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Ratnaningdyah (2012)

    melakukan penelitian serupa dengan Ettredge et al. (2008) namun hanya menguji

    perbedaan DTE dan BTD antara fraud firm dengan non-fraud firm. Hasil yang

    didapatkan tidak signifikan dikarenakan keterbatasan sampel perusahaan dan pendeknya

    periode pengamatan.

    Phillips et al. (2003) menemukan bahwa DTE dan akrual secara signifikan dapat

    mendeteksi manajemen laba yang dilakukan perusahaan untuk mencapai dua tujuan

    pelaporan yaitu menghindari penurunan laba dan menghindari pelaporan kerugian laba.

    Yulianti (2005) meneliti hal serupa di Indonesia dan mendapat hasil yang konsisten

    dengan Phillips et al. (2003) yaitu DTE dan akrual memiliki pengaruh positif dan

    signifikan namun hanya mampu mendeteksi manajemen laba untuk menghindari

    kerugian. Selain itu Yulianti (2005) juga menemukan bahwa beberapa faktor penyebab

    manajemen laba dapat menjelaskan variasi dalam ketiga model akrual (total akrual,

    modified Jonesdan forward looking) secara signifikan, tetapi tidak dapat menjelaskan

    variabel DTE. Akibatnya DTE masih diragukan kehandalannya untuk dijadikan sebagai

    proksi dari manajemen laba.

    Sementara penelitian lain terkait BTD dilakukan oleh Tang dan Firth (2011) dengan

    membagi BTD menjadi dua komponen yaitu normal dan abnormal. Komponen

    abnormal BTD terbukti dapat mendeteksi adanya manajemen laba karena mengandung

    unsur oportunistik manajemen. Maka dari itu pada penelitian ini akan digunakan

    8

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    9/22

    variabel ABTD sebagai proksi manajemen laba dalam mendeteksifrauddalam laporan

    keuangan. Maka hipotesis yang diajukan adalah:

    H2 Perusahaan yang melakukan penghindaran pajak memiliki kemungkinan

    lebih besar untuk melakukanfraudpada laporan keuangan.

    Tingkat perubahan pendapatan yang tidak biasa dapat menjadi indikasi adanya fraud

    dalam akun pendapatan. Namun unadjusted revenue atau pendapatan murni perusahaan

    yang terbawa dari tahun ke tahun menjadi ukuran yang kurang valid dalam mendeteksi

    fraud sehingga perlu dimodifikasi. Modifikasi dapat dilakukan dengan penggunaan

    sumber daya seperti aset (produktivitas modal) dan karyawan (produktivitas tenaga

    kerja) yang dapat memberi sinyal kemungkinan terjadinya fraud (Perols dan Barbara,

    2011).

    Dengan modifikasi menggunakan aset, Fanning and Coger (1998) dalam Perol dan

    Barbara (2011) menemukan bahwa adanya relasi negatif antara sales to assetdanfraud.

    Hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian Kaminski et al. (1994) yang

    menemukan adanya hubungan positif antara keduanya. Sales to asset lebih dominan

    menggambarkan perubahan aset daripada pendapatan sehingga dikembangkanlah

    ukuran lain berdasarkan produktivitas tenaga kerja yaitu unexpected revenue per

    employee untuk mendeteksi fraud yang berdampak langsung terhadap pendapatan,

    terutama pendapatan yang menggelembung. Dalam penelitian Perrols dan Barbara

    (2011) ditemukan adanya relasi positif antara penggelembungan pendapatan dan

    kemungkinan terjadinyafraud.

    Perusahaan memiliki keterbatasan dalam melakukan pengelolaan laba sehingga akan

    menghadapi suatu titik dimana pengelolaan laba tidak dapat dijalankan sehingga

    perusahaan akan melakukan fraud demi mencapai tujuan yang diinginkan, termasuk

    tujuan untuk melaporkan pendapatan yang besar. Sebagai contoh, jika pendapatan

    sebenarnya secara signifikan kurang dari tingkat pendapatan yang diharapkan maka sulit

    untuk melakukan pengelolaan laba dalam rangka mencapai tingkat pendapatan yang

    diinginkan dan perusahaan justru sangat mungkin untuk melakukan fraud tanpa

    pengelolaan laba. Dengan demikian hipotesis yang diajukan:

    H3 Perusahaan yang melakukan penggelembungan pendapatan memiliki

    kemungkinan lebih besar untuk melakukanfraudpada laporan keuangan.

    9

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    10/22

    Metode Penelitian

    I. Model Penelitian

    Dalam menguji hipotesis, penelitian ini menggunakan model yang juga digunakan oleh

    Perols dan Barbara (2011) untuk mengetahui bagaimana hubungan antara manajemen

    laba danfrauddalam laporan keuangan. Model ini dimodifikasi dengan menghilangkan

    variabel analyst forecast dan menggantinya dengan abnormal book-tax differences.

    Perubahan variabel dikarenakan keterbatasan data analyst forecast di beberapa

    perusahaan di Indonesia sehingga bila tidak diganti akan membuat model menjadi tidak

    signifikan. Model tersebut adalah sebagai berikut.

    P_FRAUD = 0 + 1 PRIOR_DAC+ 2 ABTD + 3REV_EMP + 4 SALES_ASSET +

    5 GRW_SALES + 6ROA +

    Keterangan:

    0 = konstanta

    1,2,. n = koefisien persamaan regresi

    P_FRAUD = Variabel dummy terjadinya fraud bernilai 1 jika perusahaan

    melakukan fraud dan bernilai 0 jika sebaliknya

    PRIOR_DAC =Aggregated prior discretionary accruals merupakan pengukuran

    akrual pada periode tahun sebelum terjadinyafraud

    ABTD =Abnormal book-tax differences merupakan pengukuran

    penghindaran pajak pada tahun terjadinyafraud

    REV_EMP = Unexpected revenue per employee merupakan pengukuran

    penggelembungan pendapatan dengan melihat perubahan pendapatan

    dari t-1 ke t0

    SALES_ASET= Menggambarkan capital productivity dengan menghitung jumlah

    penjualan bersih dibagi dengan total aset

    GRW_SALES = Merupakan persentase perubahan pendapatan dari t-2 ke t-1

    ROA = Mengukur tingkat pengembalian laba bersih setelah pajak terhadap

    total aset

    = Error

    10

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    11/22

    II. Operasionalisasi Variabel

    Variabel dependen dalam penelitian ini adalahfrauddalam laporan keuangan. Di dalam

    penelitian ini menggunakan variabel dummy yang dikategorikan menjadi dua, yaitu

    kode 1 untuk perusahaan-perusahaan yang terbukti telah melakukan fraud dalam

    laporan keuangan dan kode 0 untuk perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan

    fraud. Perusahaan yang dikategorikan melakukanfrauddalam laporan keuangan dilihat

    berdasarkan laporan keuangan tahunan yang mendapat sanksi dari Bapepam-LK dalam

    periode tahun 2002-2012.

    Variabel independen diukur dengan Aggregated Prior Discretionary Accruals,

    Abnormal Book-tax differences dan Unexpected Revenue Per Employee. Aggregated

    Prior Discretionary Accrualsmerupakan total discretionary accrualsselama tiga tahun

    sebelum terjadinyafrauddibagi dengan aset setiap awal tahun, yaitu sama dengan akhir

    periode t-1. Berikut model pengukuran yang digunakan dalam perhitungan aggregated

    prior discretionary accruals.

    Aggregated Prior Discretionary Accrualsj,t= , 13 / ,1

    DAj,t merupakan perbedaan antara total accruals TAj,t dan estimated accruals yang

    biasanya mengacu pada nondiscretionary accruals.

    ,/ ,1 = ,/ ,1 , / ,1

    Total accruals TAj,t didefinisikan sebagai pendapatan sebelum extraordinary items

    dikurangi arus kas operasi. Sementara nondiscretionary accruals NDAj,t dimana

    perusahaan j dalam tahun t0diestimasikan menggunakan extended versiondari modified

    Jones model(1991) yang diajukan oleh Kaznik (1999).

    ,/ ,1 = 0/ ,1 + 1( , ,)/ ,1 + 2 ,/ ,1

    + 3 ,/ ,1

    , / ,1 = 0,/ ,1 + 1, ( , ,)/ ,1 + 2, ,/ ,1

    + 3, ,/ ,1

    (2)

    (1)

    (3)

    (4)

    11

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    12/22

    Untuk menderivasikan NDAj,t, parameter regresi dalam model (3) untuk perusahaan j

    diestimasikan dengan menggunakan semua perusahaan J, dimana J merupakan

    perusahaan j dalam dua digit industri kode SIC.

    Keterangan:

    DAj,t = discretionary accrualspada tahun t0

    Aj,t-1 = total aset pada tahun t -1

    TAj,t = total accrualspada tahun t0

    , = nondiscretionary accrualsyang diestimasikan pada tahun t0

    REVj,t = perubahan pendapatan dari tahun t-1ke t0

    RECj,t = perubahan piutang dari tahun t-1ke t0

    CFOj,t = perubahan arus kas operasi perusahaan j dari tahun t -1ke t0

    PPEj,t = nilai kotorproperty, plant and equipmentperusahaan tahun t0

    Abnormal book-tax differences merupakan nilai residual dari hasil regresi book-tax

    differences dan normal book-tax differences. Untuk mendapatkan hasil ABTD perlu

    dilakukan regresi terlebih dahulu pada model BTD dan NBTD. BTD merupakan selisih

    antara laba akuntansi dan laba fiskal. Sementara pengukuran NBTD menurut Manzon

    dan Plesko (2002) dalam Tang dan Firth (2011) dapat dijelaskan dengan beberapa item

    yaitu, perubahan pendapatan, gross property, PPE dan intangible asset, kerugian

    operasi dan kerugian pajak. Berikut model pengukuran BTD dan NBTD.

    Book-Tax Differencej,t= 0 + 1INVj,t + 2REVj,t + 3NOLj,t + 4 TLUj,t+ j,t

    Keterangan:

    INVj,t = perubahan investasi dalam gross property, plant and equipment

    serta gross intangible assetdari tahun t-1ke t0

    REVj,t = perubahan pendapatan tahun t-1ke t0

    NOLj,t = net operating lossmerupakan kerugian fiskal pada tahun t0, diambil

    dari catatan laporan keuangan pada bagian pajak penghasilan

    TLUj,t = tax loss utilitizemerupakan kerugian fiskal yang dikompensasi pada

    tahun t0, diambil dari catatan laporan keuangan pada bagian pajak

    penghasilan

    12

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    13/22

    Revenue per employee, RE, didefinisikan sebagai total pendapatan terhadap total

    karyawan, yang diukur untuk perusahaan j dan perusahaan j dalam industri J pada tahun

    t0dan t-1.

    Unexpected Revenue per Employeej,t= %REj,t- % REJ,t

    Terdapat tiga variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sales to asset,

    growth sales, return on asset. Salesterhadap aset menggambarkan capital productivity

    dengan menghitung jumlah penjualan bersih dibagi dengan total aset pada t0. Fanning

    dan Coger (1998) menemukan bahwa sales to asset yang rendah lebih tepat

    menggambarkan financial distress. Financial distress ini nantinya akan mengarah dan

    mengindikasikan adanya revenue fraud. Namun hubungan antara sales to asset

    merupakan hubungan yang tidak langsung terhadapfraudkarena pengaruh aset bisa jadi

    lebih dominan daripada penjualan sehingga lebih tepat menggambarkan financial

    distress. Selain itu adanya double-entry basis dari sistem informasi akuntansi dapat

    mengurangi manfaat dari ukuran ini untuk mengukurfraud.

    Variabel ini dijadikan pembanding dengan unexpected revenue per employee untuk

    memastikan bahwa unexpected revenue per employee merupakan prediktor revenue

    fraud yang lebih baik daripada sales to asset. Maka dari itu sales to asset diprediksi

    memiliki hubungan yang negatif dengan fraud. Dalam Perols dan Barbara (2011)

    prediksi hubungan tersebut sejalan namun hasilnya tidak signifikan.

    Pertumbuhan penjualan diperoleh melalui persentase perubahan dalam pendapatan dari

    t-2 ke t-1. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang cepat kemungkinan

    besar akan diinvestigasi oleh SEC daripada perusahaan yang memiliki pertumbuhan

    penjualan secara lambat (Beneish, 1999). Dengan demikian pertumbuhan penjualan

    diprediksi memiliki hubungan yang positif dengan fraud. Dalam Perols dan Barbara

    (2011) prediksi hubungan tersebut sejalan dan hasilnya signifikan.

    Return on asset mengukur tingkat pengembalian laba bersih setelah pajak terhadap total

    aset. Dalam Perols dan Barbara (2011) diprediksi ROA memiliki hubungan negatif

    dengan fraud. Perusahaan yang melakukan fraud memiliki kinerja yang buruk dan

    13

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    14/22

    kinerja yang buruk cenderung menurunkan rasio ROA. Dalam Perols dan Barbara

    (2011) prediksi hubungan tersebut sejalan dan hasilnya signifikan pada tingkat marjinal.

    III. Sampel Penelitian

    Penelitian ini menggunakan sampel yang terbatas pada perusahaan-perusahaan yang

    terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2002-2012. Pengambilan

    sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling

    method, yaitu penentuan sampel atas dasar kesesuaian karakteristik dan kriteria tertentu.

    Kriteria pengambilan data dan sampel diantaranya, perusahaan yang tidak termasuk

    kategori perusahaan yang bergerak dalam industri keuangan, berumur minimal 5 tahun.,

    dan memiliki laporan keuangan tahunan yang telah diaudit untuk periode 2002-2012.

    Dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI ini dipilih sampel dengan kriteria

    perusahaan yang diberitakan terkaitfrauddi media nasional. Berita terkaitfraudberasal

    dari pemberitaan berbagai media nasional seperti tempo.co, kompas.com, detik.com,

    kontan.co.id. Berdasarkan kriteria ini diperoleh 16 perusahaan sampel yang tergolong

    fraud. Perusahaan yang dikategorikan tidak melakukan fraud (matching sample) harus

    memiliki kesamaan pada industri, jumlah aset atau pendapatan serta tanggal tutup buku.

    Deviasi jumlah aset yang digunakan sebesar 30% dari jumlah aset perusahaan fraud-

    nya.

    Pembahasan

    I. Statistik Deskriptif

    Statistik deskriptif digunakan untuk melihat persebaran data variabel yang digunakan

    dalam penelitian. Data dianggap outlierbila memiliki rata-rata diatas 3 atau dibawah -3

    standar deviasi (tiga kali standar deviasi) masing-masing variabel. Namun data outlier

    dalam penelitian ini tetap digunakan dengan melakukan winsorization. Winsorization

    merupakan perlakuan terhadap data outlier dengan menurunkan atau menaikkan nilai

    data outlier ke nilai terdekat di masing-masing variabel. Winsorization ini dilakukan

    karena keterbatasan jumlah sampel yang diperoleh. Tabel 1 yang tersaji di lampiran

    merupakan statistik deskriptif yang telah diberikan perlakuan winsorization.

    14

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    15/22

    Dalam penelitian ini digunakan 32 sampel perusahaan yang terdiri dari 16 sampel

    perusahaan frauddalam laporan keuangan dan 16 sampel perusahaan non-fraud dalam

    laporan keuangan sebagai matching sample. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada

    Tabel 4.2 pada variabel P_FRAUD yang memiliki mean 0.50, yang artinya terdapat

    perbandingan 1:1 antara perusahaan frauddan matching sample. Sebagai salah satu alat

    untuk mendeteksifrauddalam laporan keuangan,

    Aggregated prior discretionary accruals membantu mengukur pengelolaan laba yang

    dilakukan dengan melakukan sum up pengelolaan laba sejak tiga tahun hingga satu

    tahun sebelum terjadinya fraud. Dilihat dari nilai rata-ratanya, tingkat diskresi pada

    akun akrual sebesar -0.7528. Ini artinya tingkat diskresi pada akun akrual selama tiga

    tahun sebelum terjadinya fraud tergolong rendah. Perusahaan yang memiliki nilai

    minimum diskresi akrual, yaitu PT Palm Asia Corpora. Sementara nilai maksimum

    dimiliki oleh PT Asia Grain Internasional. Perusahaan yang memiliki tingkat diskresi

    akrual tertinggi dan terendah dalam akumulasi tiga tahun berasal dari sampel

    perusahaan fraud. Seharusnya yang memiliki tingkat diskresi terendah bersalah dari

    perusahaan matching sample.

    Abnormal book tax differences merupakan bagian residual dari book-tax differences

    sebagai salah satu variabel untuk mengukur tingkat pengelolaan pajak memiliki nilai

    tertinggi 9.35 sementara nilai terendahnya ialah -11.385. Perusahaan yang memiliki

    nilai terendah ABTD yaitu PT Fortune Mate Indonesia dan nilai tertingggi adalah PT

    Intraco Penta. Keduanya termasuk dalam matching sample. Secara praktik perbedaan

    antara laba akuntansi dan laba fiskal pada perusahaan yang melakukan fraud dalam

    laporan keuangan tidak selalu melambung tinggi. Dengan rentang yang cukup jauh

    antara nilai tertinggi dan nilai terendah maka dapat dijelaskan bahwa persebaran data

    dalam variabel ini cukup luas.

    Unexpeceted revenue per employeedigunakan untuk melihat tingkat penggelembungan

    pendapatan per karyawan di masing-masing perusahaan dibandingkan dengan tingkat

    pendapatan per karyawan pada tingkat industri. Variabel ini memiliki mean sebesar

    0.1457. Bila ditelusuri lebih jauh, persebaran data pendapatan per karyawan lebih

    banyak yang berada dibawah nilai rata-rata. Hanya 4 dari 32 perusahaan yang memilikipendapatan di atas rata-rata, namun bukan berarti pendapatan yang rendah tidak dapat

    15

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    16/22

    diindikasikanfraud. Pendapatan popular digunakan sebagai indikasifraudkarena paling

    rentan dimanipulasi. Salah satu perusahaan dengan unexpected revenue per employee

    terbesar ialah PT Bakrie & Brothers. Di variabel ini data PT Bakrie & Brothers

    termasuk data outlier sehingga di-winsorization.

    Sales to asset merupakan variabel kontrol yang menggambarkan produktivitas aset.

    Nilai tertinggi dari variabel dimiliki oleh PT Hero Supermarket, namun data termasuk

    outlier sehingga dilakukan winsorization menjadi 1.54. Nilai sales to assetyang tinggi

    bukan berarti dapat memberikan gambaran yang lebih baik dalam memprediksi fraud.

    Pertumbuhan penjualan memiliki rata-rata 0.1111 dari sampel keseluruhan. Nilai

    tertinggi dimiliki oleh PT Suryamas Dutamakmur sebesar 0.4642 dan terendah sebesar -

    0.86 dimiliki oleh PT Fortune Mate Indonesia. Dari 32 sampel, 16 diantaranya

    mengalami pertumbuhan yang positif dan hampir semuanya berada diatas rata-rata

    sementara 16 lainnya mengalami pertumbuhan negatif. Pertumbuhan penjualan

    diindikasikan positif pada perusahaan fraud. Namun bukan berarti pertumbuhan

    penjualan yang positif dan diatas rata-rata mengindikasikan kalau perusahaan tersebut

    tergolong dalam perusahaan fraud. Return on asset merupakan rasio yang

    menggambarkan tingkat pengembalian laba bersih terhadap aset. Rentang antara nilai

    maksimum dan nilai minimumnya cukup besar dari 33.1496 hingga -56.3065 sehingga

    dapat diambil kesimpulan bahwa persebaran data cukup luas. Perusahaan yang memiliki

    ROA terbesar adalah PT Sepatu Bata sementara yang terkecil hingga menyentuh minus

    ialah PT Fortune Mate Indonesia. Semakin kecil nilai ROA maka semakin

    menunjukkan kalau aset yang dimiliki perusahaan tidak dapat meningkatkan laba

    perusahaan.

    II. Hasil Regresi

    HubunganAggregate Prior Discretionary AccrualsTerhadapFraud

    Berdasarkan Tabel 2 pada lampiran nilai B pada PRIOR_DAC menunjukkan hasil

    positif 0.138, sementara nilai signifikannya sebesar 0.081. Nilai positif pada B sesuai

    dengan prediksi pada hipotesis. Ini artinya terdapat hubungan positif secara signifikan

    pada tingkat keyakinan 90% antara pengelolaan laba pada periode tiga tahun sebelum

    fraud terhadap kemungkinan terjadinya fraud. Hasil pengujian ini konsisten denganpenelitian Perols dan Barbara (2011) namun pada penelitian Perols dan Barbara (2011)

    16

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    17/22

    PRIOR_DAC signifikan pada tingkat keyakinan 95%. Dengan demikian variabel

    PRIOR_DAC dapat dikatakan marginally significance. Dari hasil regresi tersebut

    terbukti bahwafrauddapat dideteksi dengan menggunakan manajemen laba hingga tiga

    tahun sebelum terjadinya fraud. Ini serupa dengan hasil penelitian Dechow, et al.

    (1996).

    HubunganAbnormal Book-Tax Differences TerhadapFraud

    Berdasarkan Tabel 2 pada lampiran nilai B pada ABTD menunjukkan hasil negatif,

    yaitu -0.067, sementara nilai signifikannya sebesar 0.719. Nilai negatif pada B tidak

    sesuai dengan prediksi pada hipotesis. Ini artinya tidak adanya hubungan antara

    penghindaran pajak danfraudHasil penelitian ini sejalan dengan Ettredge et al.(2008)

    yang menyatakan bahwa book-tax differences tidak menunjukkan hubungan yang

    signifikan dengan fraud. Ini membuktikan bahwa walaupun variabel BTD

    didekomposisi dan digunakan secara spesifik, abnormal BTD yang menggambarkan

    tingkat oportunistik manajemen, tetap saja tidak memiliki pengaruh yang signifikan

    terhadap fraud. Hal ini terkait dengan peraturan pajak di Indonesia. Perusahaan yang

    tergolong dalam industri agriculture, mining, construction dan financial dikenakan

    pajak khusus, final dan memiliki regulasi pajak yang ketat. Sampel yang termasuk

    dalam golongan industri tersebut kecuali industri keuangan, tidak dikeluarkan dalam

    penelitian ini karena keterbatasan sampel.

    Hubungan Unexpected Revenue Per EmployeeTerhadapFraud

    Berdasarkan Tabel 2 pada lampiran nilai B pada REV_EMP menunjukkan hasil positif

    5.855, sementara nilai signifikannya sebesar 0.036. Nilai positif pada B sesuai dengan

    prediksi pada hipotesis. Ini artinya terdapat hubungan positif secara signifikan pada

    tingkat keyakinan 95% antara penggelembungan pendapatan terhadap kemungkinan

    terjadinyafraud. Ini artinya semakin besar tingkat penggelembungan pendapatan maka

    semakin tinggi kemungkinan terjadinya fraud. Hasil pengujian ini sesuai penelitian

    Perols dan Barbara (2011) yang menyebutkan bahwa unexpected revenue per employee

    dapat memprediksi terjadinyafraudpada pendapatan.

    Hubungan Sales to AssetTerhadapFraud

    Berdasarkan Tabel 2 pada lampiran nilai B pada SALES_ASSET menunjukkan hasil

    negatif, yaitu -0.2138, sementara nilai signifikannya sebesar 0.079. Nilai negatif pada B

    17

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    18/22

    sesuai dengan prediksi. Ini artinya sales to asset memang memiliki hubungan yang

    negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya frauddalam laporan keuangan. Ini

    membuktikan bahwa Sales to assetbukan prediktor yang baik untuk mengindikasikan

    fraud dalam laporan keuangan. Hal ini sejalan dengan penelitian Fanning dan Coger

    (1998) yang menyebutkan bahwa adanya hubungan negatif antara sales to asset yang

    rendah dengan fraud. Pengaruh aset bisa jadi lebih dominan daripada penjualan

    sehingga sales to asset lebih tepat menggambarkan financial distress maka dari itu

    hubungan yang terjadi antara sales to assetdan frauddalam laporan keuangan terjadi

    tidak secara langsung atau dapat dikatakan tidak terdapat hubungan secara langsung

    antara keduanya. Selain itu sales to assetmemiliki double-entry effect sehingga dapat

    mengurangi keakuratanya dalam memprediksifraud.

    Hubungan Growth SalesTerhadapFraud

    Berdasarkan Tabel 2 pada lampiran nilai B pada GRW_SALES menunjukkan hasil

    negatif, yaitu -3.201, sementara nilai signifikannya sebesar 0.144. Nilai negatif pada B

    tidak sesuai dengan prediksi. Ini artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

    pertumbuhan penjualan terhadap kemungkinan terjadinya fraud. Hal ini tidak sejalan

    dengan hasil penelitian Erickson et al. (2006) serta Perols dan Barbara (2011) yang

    menyebutkan bahwa pertumbuhan penjualan memiliki hubungan positif dengan fraud.

    Namun Brazel, Jones and Zimbelman (2009) menemukan adanya hubungan positif dan

    negatif antara growth sales dan fraud. Perusahaan yang meningkatkan pendapatan

    secara curang akan memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi namun tidak

    normal. Di lain sisi perusahaan tersebut sebenarnya memiliki tingkat pertumbuhan

    penjualan yang rendah.

    HubunganReturn on AssetTerhadapFraud

    Berdasarkan Tabel 2 pada lampiran nilai B pada ROA menunjukkan hasil positif yaitu -

    0.0612, sementara nilai signifikannya sebesar 0.667. Nilai negatif pada B sesuai dengan

    prediksi. Ini artinya terdapat hubungan negatif antara return on asset terhadap

    kemungkinan terjadinya fraud. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Perols dan

    Barbara (2011) yang menyebutkan bahwa ROA yang rendah dapat mengindikasikan

    terjadinyafrauddalam laporan keuangan.

    18

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    19/22

    Kesimpulan

    Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris mengenai hubungan manajemen laba

    terhadap kemungkinan terjadinyafraudpada laporan keuangan. Faktor-faktor yang diuji

    diantaranya pengelolaan laba sebelum terjadinya fraud, penghindaran pajak dan

    penggelembungan pendapatan. Pengelolaan laba tiga tahun sebelum terjadinyafraud (t-

    3) terbukti memiliki hubungan positif dengan fraud dalam laporan keuangan secara

    marginally significance. Hal yang sama juga terjadi pada penggelembungan pendapatan

    yang juga terbukti memiliki hubungan positif signifikan dengan fraud dalam laporan

    keuangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pengelolaan laba

    terdahulu dan penggelembungan pendapatan, maka semakin besar kemungkinan adanya

    fraud dalam laporan keuangan. Sebaliknya, abnormal book tax differences justrumemiliki hubungan negatif denganfrauddalam laporan keuangan. Hal ini kemungkinan

    karena ada beberapa sampel perusahaan yang tergolong pada industry yang dikenakan

    pajak khusus, pajak final dan memiliki regulasi perpajakan yang ketat.

    Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, terbatasnya sampel

    penelitian karena tidak mendapat data dari Bapepam sehingga menggunakan pencarian

    di koran dan berita nasional. Untuk penelitian berikutnya diharapkan dapat memperluas

    sampel dan juga dapat mengikutsertakan perusahaan yang melakukan restatement

    karena kesalahan penyajian dalam laporan keuangan. Selain itu dapat juga memasukkan

    perusahaan non Tbk. Kedua, sampel hanya terbatas pada perusahaan yang melakukan

    fraudatas laporan keuangan, penelitian selanjutnya dapat memasukkan juga perusahaan

    yang melakukan fraud karena penyalahgunaan aset atau korupsi. Ketiga, Pengukuran

    manajemen laba dengan menggunakan discretionary accruals juga memiliki beberapa

    kelemahan sehingga penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode pengukuran

    manajemen laba lainnya seperti aktivitas riil dari Roychowdhury (2006) karena dinilai

    lebih mampu mendeteksi manajemen laba dibanding model akrual. Keempat, penelitian

    selanjutnya dapat memasukkan variabel analyst forecastkarena dari beberapa penelitian

    terdahulu, variabel tersebut memiliki hubungan positif dengan fraud dalam laporan

    keuangan. Kelima, mengeluarkan sampel penelitian yang termasuk dalam industri

    agriculture, mining, constructiondanfinancialkarena industri tersebut dikenakan pajak

    khusus, pajak final dan memiliki regulasi pajak yang ketat.

    19

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    20/22

    Kepustakaan

    Association of Certified Fraud Examiners. 2012. Report to The Nations on

    Occupational Fraud and Abuse.

    Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2002. Siaran Pers BadanPengawas Pasar Modal.

    Beneish, M. 1997. Detecting GAAP violation: Implications for assessing earnings

    management among firms with extreme financial performance. Journal of

    Accounting and Public Policy, 16, 271309.

    Beneish, M. 1999. Incentives and penalties related to earnings overstatements that

    violate GAAP. The Accounting Review, 74(4), 425457.

    Brazel and Zimbelman. 2009. Using Non-financial Measure to Asses Fraud Risk.

    Journal of Accounting Research, 47(5), 1135-1166.

    Cressey, Donald. 1953. The Internal Auditor as Fraud Buster. Managerial Auditing

    Journal. MCB University Press.

    Dechow, P., Sloan, R., & Sweeney, A. 1996. Causes and consequences of earningsmanipulations: An analysis of firms subject to enforcement actions by the SEC.

    Contemporary Accounting Research, 13(1), 136.

    Erickson, M., Hanlon, M., & Maydew, E. L. 2006. Is there a link between executive

    equity incentives and accounting fraud? Journal of Accounting Research, 44(1),

    113143.

    Ettredge et al. 2008.Is Earnings Fraud Associated With High deferred Tax and/or Book

    Minus Tax Level?A Journal Practice and Theory, Vol.27, No.1

    Fanning, K., & Cogger, K. 1998. Neural network detection of management fraud using

    published financial data. International Journal of Intelligent Systems in

    Accounting, Finance and Management, 7(1), 2141.

    Healy, P. M., & Wahlen, J. M. 1999. A review of the earnings management literature

    and its implications for standard setting. Accounting Horizons, 13(4), 365383.

    Hill.

    Institute of Internal Auditor. 2003. Tone at The Top.

    Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik.

    Kaminski, K., Wetzel, S., & Guan, L. 2004. Can financial ratios detect fraudulent

    financial reporting. Managerial Auditing Journal, 1(19), 1528.

    Kasznik, R. 1999. On The Association Between Voluntary Disclosure And EarningsManagement. Journal of Accounting Research, 37(1), 5781.

    Levvit, Arthur. 1998. The Number Game. NYU Center For Law And Business, New

    York, N.Y.Lou and Wang. 2009. Fraud Risk Factor Of The Fraud Triangle Assessing The

    Likelihood Of Fraudulent Financial Reporting. Journal of Business & Economics

    Research, Volume 7, Number 2

    Martin, Dale. 2002. When Earnings Management Becomes Fraud. Internal Auditing;Jul/Aug 2002; 17, 4; pg 14.

    McNichols, M.F. 2000. Research Design Issues In Earnings Management Studies.

    Journal of Accounting and Public Policy, 19.

    Permatasari, Gayatri Rininta. 2011. Pengaruh Manajemen Laba Dan Perencanaan

    Pajak Terhadap Kandugan Informasi Laba Perusahaan Manufaktur Di Indonesia.

    Skripsi Program Studi Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

    Indonesia.

    20

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    21/22

    Perols and Barbara. 2011. The Relation Between Earnings Management and Financial

    Statement Fraud. Advances in Accounting in International Accounting 27 (2011)

    30-53.

    Phillips, J., Pincus, M., & Rego, S. O. 2003. Earnings management: New evidence

    based on deferred tax expense.The Accounting Review, 78(2), 491521.

    Ratnaningdyah, Renny. 2012. Perbandingan defered tax expense (DTE) dan bookincome minus taxable income (BMT) antara fraud firms dengan non fraud firms .

    Skripsi Program Studi Sarjana Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

    2012

    Rezaee, Zabihollah. 2005. Causes, consequences, and deterence of financial statement

    fraud. Critical Perspectives on Accounting 16 (2005) 277298

    Ronen dan Varda Yaari. 2008. Earnings management: Emerging insights in theory,

    practice, and research. Springer, New York.

    Roychowdhury, S. 2006.Earnings Management Through Real Activities Manipulation.

    Journal of Accounting and Economics, 42(3), 335370.Salemba Empat.

    Skousen, Christopher J. 2009.Detecting And Predicting Financial Statement Fraud:

    The Effectiveness Of The Fraud Traingle And SAS No. 99. SSRNSulistyato, Sri. 2008.Manajemen Laba, Teori dan dan Model Empiris. Jakarta:

    Grasindo.

    Tang and Firth. 2011. Can booktax differences capture earnings management and tax

    Management? Empirical evidence from China. The International Journal of

    Accounting 46 (2011) 175204.

    Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

    Watts, R. L., & Zimmerman, J. L. 1986. Positive accounting theory. Englewood Cliffs,

    NJ: Prentice Hall.

    Yulianti. 2005. Kemampuan Beban Pajak Tanguhan Dalam Mendeteksi Manajemen

    Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 107-129.

    21

  • 7/23/2019 analisis hubungan manajemen laba dan fraud dalam perusahaan

    22/22

    Lampiran

    Tabel 1 Statitik Deskriptif

    P_FRAUD = dummy variable, bernilai 1 (0) bila perusahaan melakukan fraud,

    PRIOR_DAC = pengelolaan laba dengan pengukuran discretionary accruals selama

    tiga tahun sebelum perusahaan terindikasi fraud, ABTD = pengelolaan pajak denganpengukuran abnormal book-tax differences, REV_EMP = pendapatan per karyawan

    untuk melihat penggelembungan pendapatan, SALES_ASSET = penjualan bersih per

    total aset untuk menggambarkan capital productivity, GRW_SALES = pertumbuhan

    penjualan, ROA = mengukur tingkat pengembalian laba bersih setelah pajak terhadap

    total aset.

    Tabel 2 Hasil Pengujian

    P_FRAUD = dummy variable, bernilai 1 (0) bila perusahaan melakukan fraud,

    PRIOR_DAC = pengelolaan laba dengan pengukuran discretionary accruals selama

    tiga tahun sebelum perusahaan terindikasi fraud, ABTD = pengelolaan pajak dengan

    pengukuran abnormal book-tax differences, REV_EMP = pendapatan per karyawan

    untuk melihat penggelembungan pendapatan, SALES_ASSET = penjualan bersih per

    total aset untuk menggambarkan capital productivity, GRW_SALES = pertumbuhan

    penjualan, ROA = mengukur tingkat pengembalian laba bersih setelah pajak terhadap

    total aset.

    Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Dev

    P_FRAUD 32 0.0000 1.0000 0.5000 0.5080

    PRIOR_DAC 32 -19.0509 28.3676 -0.7528 7.0397

    ABTD 32 -11.0385 9.3471 -1.3500 3.4376

    REV_EMP 32 -1.0153 10.4092 0.1457 1.9298

    SALES_ASSET 32 0.0238 2.8387 0.6744 0.6305

    GRW_SALES 32 -0.8625 0.4642 -0.1111 0.3732

    ROA 32 -56.3065 33.1496 -1.0328 17.1652

    Variabel Prediksi B Sig.

    Constant 2.388 0.040

    PRIOR_DAC + 0.138 0.081**

    ABTD + -0.067 0.719

    REV_EMP + 5.855 0.036*

    SALES_ASSET - -2.138 0.079**

    GRW_SALES + -3.201 0.144

    ROA - -.0162 0.667

    Sig.

    Sig.

    R2

    Overall %

    Nagelkerke R Square 0.454

    Keakurasian Model

    *, ** signifikan pada alpha 10%, 5%

    78.1

    0.041

    0.984

    Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit 0.267

    Omnibus Test of Model Coefficients 0.038

    Exp(B)

    10.895

    1.148

    0.935

    349.02

    0,118

    22