beton prategang modul 1.doc
TRANSCRIPT
MODUL PERKULIAHAN
Beton Prategang Pengenalan Beton Prategang
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Teknik Perencanaan dan Desain
Teknik Sipil 01 MK11046 Donald Essen, ST, MT
Abstract KompetensiModul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar mengenai beton prategang bila dibandingkan dengan beton bertulang
Mahasiswa/i mendapatkan gambaran awal dari konsep dasar beton prategang, sistem prategang yang ada baik keuntungan dan kekurangannya dibandingkan dengan beton bertulang serta metoda pelaksanaan yang umum digunakan dilapangan
Sejarah Teknologi PrategangPara Pionir
Pemahaman terhadap konsep prategang sebetulnya bukan sesuatu yang sangat asing bagi
orang yang awam sekalipun. Pada aplikasi sehari-hari manusia menerapkan konsep prategang
karena dilakukan secara intuitif. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 1 dimana sebuah
tong kayu yang digunakan untuk mengisi air dan diikat dengan sabuk besi dimana prategang
dapat terjadi secara pasif maupun aktif. Prategang pasif apabila, sabuk besi yang diikat tidak dikencangkan pada awalnya. Untuk kaskus ini, apabila tong kayu dalam kondisi kosong,
penggunaan sabuk besi tidak ada manfaatnya. Namun setelah tong kayu diisi air, tekanan
hidrostatik air akan mendorong tong kayu kesegala arah dimana akibat dorongan tersebut
sabuk besi akan mengalami gaya kekangan sedemikian sehingga terjadi keseimbangan antara
gaya kekangan dan gaya hidrostatik air. Sabuk besi harus tentu saja harus mampu memikul
gaya kekangan tersebut. Apabila sabuk besi tidak mampu memikul gaya kekangan yang terjadi,
tong kayu tidak akan mampu memikul gaya hidrorostatik dan terlepas satu sama lain sehingga
terjadi kebocoran.
Prategang aktif apabila sabuk besi yang diikat sudah dikencangkan pada awalnya. Untuk
kasus ini, sebelum air diisi, gaya kekangan sudah bekerja pada tong kayu sehingga kayu yang
sayu akan memberikan gaya tekan pada kayu-kayu disebelahnya yang membuat tong kayu
menjadi lebih rapat dibandingkan dengan kasus pretegang pasif sebelumnya.
Gambar 1 – Tong kayu yang diisi air
‘14 2 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Prinsip prategang aktif yang ini digunakan oleh P.H Jackson (USA, 1886) dan C.E.W Doehring
(Jerman, 1888) untuk mematenkan struktur lantai busur dari blok-blok batu dan beton yang
diikat dengan kawat baja yang diberi gaya prategang awal seperti diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2 – Lantai blok batu/beton yang dikikat dengan kawat baja
Pada prakteknya, lantai-lantai busur dari blok batu/beton ini mengalami kegagalan dikarenakan
gaya prategang yang diberikan diawal akan hilang dengan berjalannya waktu. Sehingga gaya
gesekan antar blok-blok tersebut akan hilang dan tidak mampu lagi memikul berat sendirinya.
G.R Steiner (USA, 1908) menyadari terjadinya kehilangan gaya prategang ini dan menyarankan
sistem pengencangan ulang yang dipatenkan olehnya dengan menggunkan turn-buckle untuk
tangki silider yang terbuat dari beton seperti diperlihatkan pada Gambar 3.
Gambar 3 – Sistem turn-buckle untuk pengencangan kawat baja pada tangki air
Walaupun cukup sukses secara komersil, paten dari G. R Steiner ini tidak mampu memberikan
penyelesaian yang lebih sederhana akibat kehilangan gaya prategang yang terjadi. Metoda
‘14 3 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
pengencangan ulang pada dasarnya membutuhkan pekerjaan perawatan dan pengamatan dan
tidak aplikatif untuk struktur-struktur yang lain.
R.E Dill (USA, 1925) yang pertama menyadari kehilangan gaya prategang akibat pengaruh
susut dan rangkak. Beliau yang mengusulkan penggunaan baja mutu tinggi untuk
mengkompensasi kehilangan prategang yang terjadi dengan berjalannya waktu. Dengan
penggunaan baja mutu tinggi ini, maka proses pengencangan kembali pada dasarnya tidak
diperlukan.
E. Freyssinet (Perancis, 1926) adalah yang pertama melakukan terobosan terhadap
penggunaan baja mutu tinggi dimana salah satu paten yang dibuat adalah kawat baja dengan
mutu mencapai 1725 MPa. Freysinnet juga yang mematenkan teknologi wedge anchor yang
digunakan secara luas sampai sekarang. Proyek pionir jembatan beton prategang yang dibuat
oleh Freysinnet adalah Jembatan Marne dengan panjang 55 m (1941) yang ditunjukkan pada
Gambar 4.
Gambar 4 – Eugene Freyssinet dan jembatan prategang pionirnya Jambatan Marne
Kemajuan teknologi beton pada era ini memungkinkan jembatan beton prategang untuk
memiliki panjang bentang yang beberapa kali lebih panjang dibanding jembatan yang dibangun
pada era Freyssinet. Jembatan beton prategang dengan bentang terpanjang saat ini adalah
Jembatan Stolma di Norwegia dengan panjang bentang yaitu 301 m seperti diperlihatkan pada
Gambar 5. Pada perencanan jembatan ini, beton ringan mutu tinggi (lightweight high strength
concrete) digunakan dengan kombinasi prategang.
‘14 4 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 5 – Jembatan Stolma pada saat konstruksi
Beton Prategang di Indonesia
Konstruksi struktur beton dengan memanfaat teknologi prategang bukan hal yang baru di
Indonesia. Teknologi prategang sudah digunakan pada konstruksi Jembatan Rantau Berangin
untuk menyebrangi Sungai Batanghari, Propinsi Riau ditahun 1974. Jembatan Rantau Berangin
ini merupakan jembatan beton menerus dengan metoda konstruksi tipe segmental free
cantilever, lihat Gambar 6. Panjang bentang total adalah 201 m dengan bentang tengah yaitu
121 m dan dua bentang samping yaitu 40 m. Sebagai perencana adalah NV IBIS dari Belanda
dengan kontraktor pelaksana yaitu Waskita Karya dengan Prof. Dr. Ir. Roosseno
Soerjohadikoesoemo sebagai penasehat.
Gambar 6 – Jembatan Rantau Berangin. Riau (1974)
‘14 5 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Transfer teknologi dilakukan oleh ahli-ahli Belanda kepada insinyur-insinyur Indonesia untuk
jenis konstruksi jembatan jenis ini untuk kemudian diaplikasikan pada jembatan-jembatan
lainnya antara lain adalah Jembatan Raja Mandala untuk menyebrangi Sungai Citarum, Jawa
Barat ditahun 1979, lihat Gambar 7 dan Jembatan Arakundo yang melalui saluran irigasi
disekitar Sungai Jambo Aye, Aceh ditahun 1990 lihat Gambar 8 serta jalan tol layang Cawang-
Tanjung Priok, Jakarta pada antara tahun 1987-1990. Aplikasi beton prategang memungkinkan
perancangan dan pelaksanaan dari jembatan-jembatan beton tersebut diatas untuk diwujudkan.
Gambar 7 – Jembatan Raja Mandala, Jawa Barat (1979)
Gambar 8 – Jembatan Arakundo, Aceh (1979)
‘14 6 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Untuk konstruksi gedung, salah satu gedung bertingkat teritinggi di Jakarta yang dibangun pada
dekade 1980an adalah Gedung Wisma Dahrmala (sekarang : Intiland Tower) yang ditunjukkan
pada Gambar 9. Pada proyek ini, gaya prategang dimanfaatkan untuk menyeimbangkan gaya
pada kolom struktur yang berada pada eksterior dan interior gedung. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan pengaruh perbedaan penurunan pada balok penghubung sehingga gaya dalam
yang dipikul oleh balok menjadi lebih kecil.
Gambar 9 – Wisma Dharmala, Jakarta (1990)
‘14 7 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Mengapa Beton Prategang?Konsep Dasar Beton Prategang
Konsep dasar pada beton prategang dibagi menjadi tiga (3) rumusan sebagai berikut:
1. Beton prategang dapat dianggap sebagai material yang linier-elastikUntuk material yang linier-elastik, analisis tegangan sederhana pada penampang dapat
dilakukan dengan prinsip-prinsip dasar mekanika bahan untuk material yang linier-
elastik.
2. Beton prategang merupakan salah satu tipe beton bertulangBaik beton prategang maupun beton bertulang memenuhi tiga prinsip dasar pada
mekanika bahan yaitu:
i) Persamaan Keseimbangan
ii) Kompatibilitas Regangan
- Kompatibilitas regangan pada teori lentur menyatakan bahwa penampang
yang datar sebelum lentur akan tetap datar sesudah lentur
- Dengan asumsi ada ikatan yang sempurna (tidak ada slip) antara beton dan
tulangan, maka besarnya regangan pada tulangan adalah sama dengan
regangan pada beton di serat yang sama
‘14 8 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
iii) Hubungan Tegangan Regangan
- Untuk material yang linier-elastik maka hubungan-tegangan regangan akan
memenuhi hukum Hooke
3. Gaya prategang bekerja sebagai beban penyeimbang (Load Balancing) dari beban luar yang bekerjaGaya prategang bertujuan untuk memberikan tegangan tekan awal pada bagian beton
bertulang yang akan mengalami tarik nantinya. Dengan demikian gaya prategang
bekerja untuk melawan beban luar yang bekerja. Tabel 1 menunjukkan persamaan
beban penyeimbang dari gaya prategang dengan beberapa bentuk profil tendon
Tabel 1 – Beban penyeimbang dari beberapa profil tendon
Profil Tendon Beban Penyeimbang
‘14 9 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Kelebihan dan Kekurangan Beton Prategang
Kelebihan dari beton prategang apabila dibandingkan dengan beton bertulang dirangkum pada
Tabel 2
Tabel 2 – Kelebihan beton prategang dibanding beton bertulang
Beton Prategang Beton Bertulang
1 Penampang tidak mengalami retak pada
kondisi layan:
- kekakuan lebih baik dari beton
bertulang
- kemampuan layan yang lebih baik
- mengurangi kemungkinan korosi pada
tulangan
Penampang retak jauh sebelum beban
maksimum bekerja pada kondisi layan
2 Memiliki rasio panjang bentang terhadap
tinggi penampang yang lebih besar :
- ekonomis untuk bentang panjang
karena dapat mengurangi berat sendiri
- penampang bisa dibuat lebih ramping
sehingga terlihat lebih estetik
Memiliki rasio panjang bentang terhadap
tinggi penampang yang lebih kecil
- tidak ekonomis untuk bentang panjang
3 Cocok untuk digunakan dengan teknologi
pracetak
Dapat digunakan untuk teknologi
pracetak namun terbatas penggunaanya
‘14 10 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
- QC yang baik
- Tepat untuk digunakan pada konstruksi
yang repetitif sehingga mengurangi
penggunaan bekisting misal: tiang
pancang, girder jembatan, sleeper rel,
HCS, dll.
dimana umumnya untuk architectural
concrete misal: fasade pracetak
Kekurangan dari beton prategang apabila dibandingkan dengan beton bertulang dirangkum
pada Tabel 3.
Tabel 3 – Kekurangan beton prategang dibanding beton bertulang
Beton Prategang Beton Bertulang
1 Teknologi yang membutuhkan keahlian
dan peralatan khusus
Tidak membutuhkan keahlian dan
peralatan khusus
2 Penggunaan material mutu tinggi cukup
mahal sehingga dapat menambah biaya
Umumnya tidak membutuhkan material
dengan mutu yang tinggi
3 Memerlukan inspeksi dan kontrol kualitas
yang khusus saat proses pelaksanaan
penarikan tendon
Memerlukan inspeksi dan kontrol
kualitas yang umum
Bagaimana Prategang Bekerja?‘14 11 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Metoda Pelaksanaan dan Mekanisme Transmisi Gaya Prategang
Mekanisme transmisi gaya prategang setelah penarikan tendon pada dasarnya bergantung
pada metoda pelaksanaan yang diipilih. Metoda pelaksanaan dalam pekerjaan beton prategang
umumnya dibagi menjadi dua (2) cara yaitu :
a. Pre Tension
(a)
(b)
(c)
Gambar 10 – Metoda pelaksanaan pre tension
Keterangan:
(a) Tendon yang disiapkan, diangkur ke abutment kemudian ditarik
(b) Beton dicor kebekisting yang sudah disiapkan,
(c) Setelah beton mencapai umur ang diinginkan, tendon dipotong sedemikian sehingga
terjadi transmisi gaya prategang terjadi dari tendon ke beton
Dari Gambar 10 terlihat bahwa pada Pre Tension, tendon sudah ditarik sebelum beton
dicor. Dengan demikian saat beton dicor, strand baja dalam tendon sudah mengalami
pengurangan ukuran diameternya akibat pengaruh angka poisson dari gaya tarik yang
diberikan pada strand. Dengan asumsi terjadi ikatan antara strand dan beton, maka saat
tendon diputus dari abutment maka akibat pengaruh dari angka poisson, strand akan
mengembalikan ukuran diameternya seperti sebelum terjadi penarikan. Namun akibat
kekangan dari beton yang menyelimutinya, terjadi transfer gaya prategang dari strand ke
beton seperti diperlihatkan pada Gambar 11.
‘14 12 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 11 – Transmisi gaya prategang pada pre tension
Dengan kekangan beton tersebut strand yang mengerucut (wedging) untuk mencegah
slip dengan beton disekitarnya yang disebut Hoyer’s effect. Panjang dimana pengaruh
Hoyer ini bekerja disebut panjang transmisi dimana pada ujung tendon tegangan yang
terjadi adalah nol dan mencapai maksimum pada akhir panjang transmisi seperti
diperlihatkan pada Gambar 12.
Gambar 12 – Panjang transmisi akibat efek Hoyer pada pre tension
b. Post Tension
‘14 13 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 13 – Metoda pelaksanaan Post Tension
Keterangan:
(a) Tendon diposisikan dalam duct setelah itu beton dicor. Pada post tension, tendon belum
ditarik sampai pada saat beton yang dicor mencapai umur beton yang diinginkan.
(b) Kepala angkur dan wedge diposisikan dilokasi pengangkuran hidup yang diinginkan
‘14 14 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
(c) Anchor jack diposisikan didepan kepala angkur
(d) Tendon ditarik oleh anchor jack sehingga mengalami perpanjangan sampai pada
tegangan jacking yang diinginkan
(e) Setelah mencapai tegangan jacking yang diinginkan, wedge didorong kedalam kepala
angkur sampai mengunci strand (seating) lalu jack dilepas
Dari Gambar 13 terlihat bahwa pada post tension, tendon belum ditarik sampai beton yang
dicor sudah mencapai umur rencana yang diinginkan. Transmisi gaya prategang pada post
tension pada dasarnya mengandalkan prinsip yang sama dengan pre tension dimana
kebanyakan sistem post tension yang ada mengandalkan “wedge action” yang mengunci
strand sedemikian sehingga terjadi transmisi gaya prategang. Pada pre tension, transmisi
terjadi akibat friction antara tendon dengan beton disekitarnya sedangkan pada post tension
transfer gaya prategang terjadi dengan bearing reaction dimana strand akan menarik kepala
angkur kedalam sedemikian sehingga terjadi reaksi bearing antara bearing plate dengan
beton seperti ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14 – Reaksi bearing pada post tension
Peralatan Prategang‘14 15 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Komponen dan Peralatan Dalam Pekerjaan Post Tension
Pada pekerjaan beton prategang dengan cara post tension seperti diperlihatkan pada Gambar
10(a), terdapat komponen dan alat-alat yang digunakan antara lain:
- strand
- duct
- angkur
- wedge
- jack
- grout material
Gambar 15 menunjukkan lebih detail untuk komponen-komponen prategang pada post tension.
Gambar 15 – Detail komponen post tensioning
a) Strand
Strand pada dasarnya adalah gabungan dari kawat-kawat baja individu (wire strand). Tipe
strand yang paling umum digunakan adalah 7-wire strand seperti diperlihatkan pada
Gambar 16(a). Dalam pelaksanaan sendiri strand dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
Monostrand
Monostrand (Gambar 16(b)) umumnya digunakan untuk konstruksi pada pelat lantai
dimana karena keterbatasan area pengangkuran maka penggunaan multistrand
tidak dapat dilakukan.
Multistrand
‘14 16 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Multistrand (Gambar 16(c)) merupakan gabungan strand yang umumnya disebut
tendon pada pekerjaan post tension. Tendon ini dimasukan dalam duct dengan
kepala angkur yang memperlihatkan dengan lubang-lubang didalamnya dimana
masing-masing strand menempatkan tiap lubang yang ada sesuai kebutuhan.
Strand juga dapat dilakukan untuk lebih dari 7 kawat baja individu yang umumnya
digunakan sebagai stay cable dan kabel/hanger pada jembatan gantung namun sekarang
khusus untuk stay cable jenis yang paling umum digunakan adalah gabungan dari
beberapa monostrand seperti ditunjukkan pada Gambar 16(d).
Diameter standar dari strand yang umum adalah 0.5” (12.7 mm) dan 0.6”(15.2mm). Khusus multistrand memerlukan alat jacking khusus dan system angkur yang baik agar
dapat meminimalisir kehilangan prategang mekanis.
(a) 7-wire strand (b) Monostrand
(c) Multistrand (d) Stay cable
Gambar 16 – Strand dan aplikasinya dalam konstruksi
b) Duct
Duct merupakan selongsong yang digunakan untuk menempatkan tendon didalam beton.
Bahan yang digunakan untuk duct umumnya dari metal zinc yang sudah digalvanis yang
relatif lebih rigid dari bahan plastik. Bahan plastik sendiri sudah jarang digunakan karena
memiliki koefisien friksi yang lebih rendah dibanging duct dari bahal metal. Bentuk duct
‘14 17 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
sendiri yaitu bulat namun dapat dibuat bentuk datar/flat yang umumnya digunakan pada
konstruksi pelat lantai
Gambar 17 – Metal duct lingkar dan metal duct datar
c) Angkur
Angkur sangat bervariasi sesuai sistem transmisi gaya prategang yang ingin dicapai
akibatnya bentuk dan ukuran dari kepala angkur sangat bergantung kepada supplier dari
sistem prategang itu sendiri. Berbagai jenis sistem tersebut dan aplikasi dapat diihat pada
website dari beberapa leading supplier yang ada antara lain:
Freyssinet : www.freyssinet.com/
VSL : http://www.vsl.com/
Dywidag : http://www.dywidag-systems.com/
BBRV : http://www.bbrnetwork.com/
Structural Systems : http://www.structuralsystems.com.au/
Sesuai Gambar 13(a), angkur dibagi jadi dua (2) berdasarkan fungsinya yaitu
- Angkur hidup (stressing anchorage) : angkur dimana penarikan strand/tendon
dilakukan
- Angkur mati (dead-eand anchorage) : angkur dimana tidak terjadi penarikan
strand/tendon
Kedua ujung angkur dapat menggunakan angkur hidup jadi penarikan strand/tendon
dilakukan dari kedua ujung. Hal ini umumnya digunakan dalam konstruksi jembatan yang
panjang untuk mengurangi kehilangan prategang mekanis. Gambar 18 menunjukkan
beberapa jenis angkur yang dijual dipasaran.
‘14 18 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
d) Wedge
Sesuai uraian mengenai transmisi gaya prategang pada sistem post tension, wedge
digunakan untuk mengunci strand pada posisinya didalam kepala angkur. Gambar 19
menunjukkan bentuk wedge yang umum digunakan yaitu conical wedge.
(a) Angkur hidup VSL (b) Angkur mati VSL
(c) Angkur hidup Freyssinet (d) Angkur mati Feryssinet
Gambar 18 – Angkur hidup dan mati VSL dan Freyssinet
Gambar 19 – Conical wegde
e) Jack
‘14 19 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Untuk pekerjaan penarikan strand diperlukan alat jacking yang bervariasi juga bergantung
dari tipe strand dan kepala angkur yg digunakan. Dengan demikian, pada umumnya
penggunaan sistem prategang dari supplier tertentu harus juga menggunakan alat jack dari
suppier tersebut. Gambar 20 menunjukkan beberap alat jacking yang umum digunakan.
(a) Jack untuk monostrand (b) Jack untuk musltistrand
Gambar 20 – Alat jacking
f) Grout material
Material yang digunakan untuk grouting umumnya adalah jenis semen grout yang memiliki
homogenitas, fluiditas dan kekuatan yang baik. Tingkat fluditas dari semen grout umumnya
dilakukan dengan Flow Cone Test untuk menjamin workability yang tinggi dari material
gruuting.
Gambar 21 – Semen grout dan flow cone test
‘14 20 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka[1] S. L. Lee, S. Tumilar, H. C. Chin, “Column Load Balancing in Prestressed Concrete
Building”, Journal of Structural Engineering, Vol. 116, No. 11, November 1990, pp. 3077-
3089
[2] Prestressed Concrete: A Fundamental Approach 5th Ed by Edward G Nawy
[3] Design of Prestressed Concrete Structures 3rd Ed by T Y Lin
[4] Handbook of International Bridge Engineering, Editor: Wai-Fah Chen & Lian Duan
[5] VSL Post Tensioning Solution Manual
[6] Freyssinet Prestressing – Design, Build, Maintain Manual
‘14 21 Beton Prategang
Pusat Bahan Ajar dan eLearningDonald Essen, ST, MT http://www.mercubuana.ac.id