meningitis serosa_tugas pandas rsalmth_monica raharjo_fk trisakti 03009157
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
1/16
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
2/16
2
1. JUDUL
Meningitis Serosa
2. DEFINISI
Meningitis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan reaksi
peradangan pada meningens atau selaput otak yang biasanya disebabkan oleh
infeksi dan bisa juga disebabkan oleh reaksi terhadap obat maupun trauma.
Diagnosis dari meningitis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan terhadap
cairan serebrosinal yang diperoleh dengan melakukan tindakan lumbal pungsi.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan serebrospinal maka meningitis
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis purulenta dan meningitis serosa.
Meningitis purulenta ditandai oleh cairan serebrospinal yang keruh, hitung
leukosit lebih dari 1000 leukosit/mcL predominan netrofil (neutrophilic pleocytosis),
glukosa yang rendah (0-10 mg/dL), dan protein yang meningkat (lebih dari 100
mg/dL). Meningitis purulenta sebagian besar, namun tidak selalu, disebabkan oleh
infeksi bakteri maka sering juga digunakan istilah meningitis bakterial.
Meningitis serosa ditandai oleh cairan serebrospinal yang jernih dengan
hitung leukosit 10-500/mcL atau lebih dari 1000/mcL predominansi limfosit
(lymphocytic pleocytosis). Istilah lain yang lebih sering digunakan ialah meningitisaseptik. Wallgren mendefinisikan meningitis aseptik sebagai suatu penyakit akut
yang melibatkan meningens dimana tidak dapat ditemukan bakteri pada pewarnaan
maupun kultur cairan serebrospinal, tidak disertai oleh infeksi generalisata maupun
parameningeal, dan memiliki perjalanan penyakit yang relatif singkat. The Centers of
Disease Control and Prevention (CDC) selain hal yang sudah dikemukakan Wallgren
juga mendefinisikan meningitis aseptik sebagai meningitis yang dapat sembuh tanpa
terapi antibiotik. Singkat kata, definisi meningitis serosa atau meningitis aseptik
meliputi poin-poin berikut ini:1) Dapat ditemukan gejala dan tanda yang menggambarkan keterlibatan
meningens (acute meningeal signs and symptoms)
2) Cairan serebrospinal jernih dengan atau tanpa pleositosis limfositik dan
negatif untuk bakteri pada pewarnaan rutin (pewarnaan Gram) maupun kultur
3) Tidak disertai infeksi generalisata atau infeksi parameningeal
4) Perjalanan penyakit relatif singkat
5) Penyembuhan/ perbaikan gejala tanpa terapi antibiotik
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
3/16
3
3. ETIOLOGI
Meningitis serosa biasanya disebabkan oleh infeksi virus maka seperti yang
dikemukakan oleh CDC bisa mengalami penyembuhan tanpa terapi antiobiotik.
Namun infeksi virus bukan satu-satunya etiologi daripada meningitis serosa maka
istilah meningitis viral dan meningitis serosa tidak dapat dianggap sebagai sinonim
(walaupun pada kenyataanya kedua istilah tersebut sering digunakan secara
bergantian). Pada tabel berikut tertulis kondisi klinis dan agen infeksius yang
merupakan etiologi dari meningitis serosa:
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
4/16
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
5/16
5
B. Etiologi Non-Infeksi
Etiologi non-infeksi pada umumnya jarang ditemukan dan meliputi efek dari obat
(termasuk kortikosteroid, obat injeksi yang disuntikkan ke dalam ruang
subaraknoid atau subdural, dan obat anastesi spinal), neoplasma meningeal,
maupun perdarahan intrakranial atau hematoma akibat trauma.
4. KLASIFIKASI
Untuk mempermudah penegakkan diagnosis, meningitis serosa dibedakan
menjadi meningitis serosa dengan konsentrasi glukosa pada cairan serebrospinalis
yang rendah (hypoglycorrhachia) dan dengan konsentrasi glukosa pada cairan
serebrospinalis yang normal. Penurunan konsentrasi glukosa pada cairan
serebrospinalis berhubungan dengan penurunan transport glukosa melalui blood-
brain-barrier/ blood-cerebrospinal fluid-barrieryang menandakan bahwa infeksi SSP
yang terjadi lebih luas. Maka, meningitis serosa yang disertai oleh hypoglycorrhachia
berhubungan dengan perjalanan penyakit yang lebih kronik dan penyebab/ etiologi
yang lebih serius. Batasan hypoglycorrhachia adalah bila kadar glukosa cairan
serebrospinal kurang dari 40% kadar glukosa dalam darah atau bila kadar glukosa
pada cairan serebrospinal kurang dari 40 mg/dL (bila kadar glukosa dalam darah
tidak diketahui). Klasifikasi meningitis serosa adalah sebagai berikut:1) Meningitis serosa dengan hypoglycorrhachia: meningitis bakterial; meningitis
tuberkulosis; meningitis fungal; meningitis viral yang disebabkan oleh mumps
virus, echovirus, dan coxsackievirus; meningitis amebic; meningitis akibat
injeksi obat subaraknoid; meningitis akibat neoplasma; meningitis akibat
perdarahan intrakranial atau hematoma.
2) Meningitis serosa dengan kadar glukosa cairan serebrospinal yang normal:
meningitis viral; awal perjalanan penyakit meningitis bakterial; meningitis
bakterial yang sudah mendapatkan terapi antibiotik; meningitis akibat injeksiobat subdural; meningitis akibat konsumsi obat oral seperti kortikosteroid;
meningitis pada penyakit sistemik seperti Kawasaki disease.
5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi meningitis bervariasi tergantung dari etiologinya:
1) Meningitis bakterial: Infeksi meningens oleh bakteri dapat terjadi akibat
penyebaran bakteri secara hematogen (pada infeksi sistemik terjadi bakteriemia
yang diikuti oleh masuknya bakteri ke dalam cairan serebrospinal melalui pleksus
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
6/16
6
koroid ventrikel lateralis), per kontinuitatum, ataupun karena implantasi langsung
bakteri misalnya pasca trauma kepala atau operasi. Setelah bakteri masuk ke
dalam cairan serebrospinal, bakteri berproliferasi dengan mudah karena kadar
immunoglobulin dan antibodi dalam cairan serebrospinal rendah. Infeksi bakteri
menimbulkan respons inflammasi yang menimbulkan gejala klinis.
2) Meningitis viral: Meningitis viral merupakan komplikasi dari infeksi sistemik viral.
Virus masuk kedalam tubuh host melalui traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal, traktus urogenital, atau melalui kulit yang tidak intak. Virus
mengalami replikasi pada port dentre nya (replikasi primer) kemudian virus
dibawa ke jaringan limfatik dimana ia akan mengalami replikasi lebih lanjut dan
selanjutnya masuk ke dalam aliran darah (viremia). Dari darah virus masuk ke
dalam SSP melalui pleksus koroid atau yang disebut sebagai penyebaran secara
hematogen. Selain itu beberapa virus seperti virus rabies, herpes simples,
varicella zoster, dan poliovirus dapat masuk ke dalam SSP melalui saraf (axonal
transport) dari mukosa, otot, maupun taut otot dan saraf (neuromuscular
junction). Virus yang mengalami penyebaran secara hematogen biasanya
menyebabkan meningitis sedangkan virus yang mengalami penyebaran melalui
saraf biasanya menyebabkan ensefalitis. Virus yang berada di SSP akan masuk
ke dalam sel dan mengalami replikasi intraseluler, menyebabkan kerusakan sel,
dan akhirnya mencetuskan proses inflammasi pada meningens yang akhirnya
menimbulkan gejala klinis.
3) Meningitis tuberkulosis: Meningitis tuberkulosis merupakan komplikasi dari infeksi
tuberkulosis primer pada paru. Meningitis tuberkulosis dapat terjadi akibat
penyabaran limfogen daripada Mycobacterium tuberculosis dimana bakteri akan
membentuk lesi pada meningens dan mengadakan replikasi. Setelah replikasi,
bakteri tahan asam tersebut akan masuk ke dalam ruang subaraknoid dan
mencetuskan proses inflammasi pada meningens yang disertai oleh
pembentukan eksudat dan infiltrate terutama pada batang otak.
6. GEJALA KLINIK
Pasien anak dengan infeksi pada susunan saraf pusat pada umumnya
menunjukkan gejala klinik yang mirip walaupun etiologinya dapat berbeda-beda.
Gejala yang umumnya dijumpai antara lain adalah sakit/ nyeri kepala, mual, muntah,
anoreksia, gelisah, penurunan kesadaran, dan irritabilitas. Tanda yang umumnya
dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain adalah demam, fotofobia, nyeri
pada leher, rigiditas/ kaku leher, stupor, koma, kejang, dan defisit neurologis fokal.
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
7/16
7
Biasanya meningitis bakterial dan meningitis fungal ditandai oleh peningkatan
tekanan intrakranial, sedangkan meningitis viral lebih sering ditandai oleh kejang,
perubahan kepribadian dimana anak tampak gelisah dan irritable, serta penurunan
kesadaran.
A. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan etiologi
yang diduga untuk kepentingan diagnosis seperti yang dituliskan pada tabel
berikut:
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
8/16
8
Selanjutnya akan dibahas hal-hal yang bisa didapatkan pada anamnesis yang
dapat menunjang diagnosis meningitis viral dan meningitis tuberkulosis:
1) Meningitis viral: Presentasi klinis seorang anak dengan meningitis viral
bervariasi dari ringan hingga berat tergantung dari etiologi dan keparahan
infeksi dimana bila parenkim otak terlibat (ensefalitis) bisa didapatkan
presentasi klinis yang lebih berat ditandai oleh penurunan kesadaran yang
lebih dalam dan sering disertai oleh terjadinya kejang. Pada anamnesis
umumnya akan didapatkan perjalanan penyakit yang akut (kurang dari 1
minggu) dimana gejala muncul secara tiba-tiba. Masa prodormal sebelum
gejala susunan saraf pusat muncul ditandai oleh gejala non-spesifik seperti
demam selama beberapa hari (1-4 hari), cephalgia atau sakit kepala (frontal,
umum/ generalisata, atau retrobulbar), gejala infeksi susunan saraf pusat
seperti nyeri tenggorok, mialgia, dan anoreksia. Setelah masa prodormal
selama beberapa hari akan timbul gejala susunan saraf pusat antara lain
anak tampak lelah (lethargy), anak gelisah (irritabilitas), terjadi penurunan
kesadaran secara progresif, mual, muntah, fotofobia, nyeri kepala semakin
berat disertai nyeri pada leher, punggung bahkan sampai kaki, hiperestesia,
dan tanda neurologis fokal (seperti paralisis dan ataksia). Pada meningitis
viral juga dapat ditanyakan tentang adanya ruam kulit, biasanya timbul
sebelum ataupun bersamaan dengan gejala neurologis dan berhubungan
dengan infeksi enterovirus, varicella-zooster-virus, measles/ campak, dan
rubella.
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
9/16
9
2) Meningitis tuberkulosis: Pada anamnesis pasien yang menderita meningitis
tuberkulosis akan didapatkan adanya riwayat infeksi tuberkulosis paru yang
tidak diobati beberapa tahun sebelum menderita meningitis dan biasanya
meningitis tuberkulosis paling sering pada anak antara 6 bulan sampai 4
tahun. Perjalanan penyakit meningitis tuberkulosis bisa berlangsung singkat
atau bertahap. Meningitis tuberkulosis yang berlangsung singkat biasanya
terjadi pada bayi dan anak kecil dimana gejala meningitis dialami beberapa
hari kemudian menimbulkan komplikasi berupa hidrosefalus, kejang, dan
edema serebri. Namun pada umumnya perjalanan penyakit meningitis
tuberkulosis berlangsung secara bertahap selama beberapa minggu dan bisa
dibagi menjadi 3 tahap:
i. Tahap pertama: Tahap pertama berlangsung selama 1 hingga 2
minggu ditandai oleh gejala non-spesifik yaitu demam, nyeri kepala
intermiten, irritabilitas, penurunan kesadaran dimana anak gampang
mengantuk, dan malaise. Kadang pada tahap ini dapat ditemukan
gangguan perkembangan anak.
ii. Tahap kedua: Tahap kedua muncul secara tiba-tiba dan ditandai oleh
penurunan kesadaran yang lebih dalam (anak mulai tampak lelah),
muntah, kejang, tanda rangsang meningeal dan tanda neurologis
fokal yang positif.
iii. Tahap ketiga: Tahap ini ditandai oleh koma, hemiplegia atau
paraplegia, perubahan tanda-tanda vital (hipertensi dan pernapasan
yang irreguler), dan akhirnya bisa terjadi kematian.
B. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang bermakna untuk menunjang diagnosis meningitis
serosa adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum tampak sakit sedang sampai berat
2) Penurunan kesadaran bervariasi dari apatis hingga koma3) Pemeriksaan hasil antropometri dapat menunjukkan gizi buruk yang
merupakan faktor risiko untuk terjadinya meningitis terutama meningitis
tuberkulosis
4) Pemeriksaan tanda vital menunjukkan adanya demam atau hipotermia dan
mungkin dapat ditemukan gangguan pernafasan berupa takipnue dan apnue
5) Tanda peningkatan tekanan intrakranial ubun-ubun anak menonjol (bila
belum menutup), papilledema (jarang ditemukan pada awal perjalanan
penyakit), tangisan anak merupakan high-pitch cry
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
10/16
10
6) Tanda rangsang meningeal positif kaku kuduk (bisa negatif pada anak
kurang dari 12 bulan), pemeriksaan Brudzinski 1 dan 2, serta pemeriksaan
Kernig yang positif karena adanya rangsangan pada selaput meningens;
pemeriksaan Laseq jarang dilakukan pada pasien anak
7) Tanda neurologis fokal hemiparesis atau hemiplegia, ataksia, gangguan
nervus kranialis (paling sering melibatkan N.III, N.IV, N.VI, dan N.VII
sehingga menyebabkan gangguan gerak bola mata dan asimetri wajah)
8) Refleks fisiologis normal dan refleks patologis negatif kecuali infeksi
melibatkan parenkim otak (meningoensefalitis)
9) Ruam kulit vesikular atau macular dan lesi pada mukosa pada meningitis viral
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
11/16
11
10) Paradoxic irritability(anak lebih irritable saat digendong dibandingkan dengan
saat anak berbaring/ tidur)
7. LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis
ialah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan darah lengkap: Pemeriksaan darah dapat menunjang adanya
infeksi dan membedakan infeksi bakteri dari infeksi virus. Pada infeksi akan
didapatkan peningkatan kadar leukosit.
2) Pemeriksaan cairan serebrospinal: Secara makroskopik diperhatikan warna dari
cairan serebrospinal kemudian juga dilakukan pemeriksaan hitung sel, hitung
leukosit, pewarnaan Gram, hitung kadar glukosa, hitung kadar protein, dan kultur
bakteri serta kultur virus pada sampel cairan serebrospinal yang didapatkan
dengan lumbal pungsi. Kultur perlu dilakukan karena merupakan suatu gold
standard untuk menegakkan diagnosis meningitis dan sekaligus membedakan
meningitis bakterial dan meningitis viral. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
cepat juga dapat dilakukan pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal yang
berguna bila dicurigai etiologi herpes simpleks virus, cytomegalovirus, atau
enterovirus. Pada meningitis serosa akan didapatkan cairan serebrospinal yang
jernih (sering santokrom untuk meningitis tuberkulosis) dengan hitung sel yang
rendah atau pleositosis yang predominan limfosit.
Pada meningitis viral kadar glukosa biasanya normal sedangkan pada meningitis
tuberkulosis kadar glukosa rendah. Pada meningitis tuberkulosis dapat
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
12/16
12
ditemukan bakteri tahan asam yang positif pada cairan serebrospinal. Pada tabel
berikut tertera gambaran cairan serebrospinal pada berbagai bentuk meningitis:
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
Umumnya pemeriksaan lumbal pungsi dan cairan serebrospinal saja cukup
untuk dapat menegakan suatu diagnosis pada kasus meningitis serosa namun
kadang diperlukan pemeriksaan penunjang yang lain sebagai berikut:
1) Tuberculin skin test (TST)/ Mantoux test: TST yang positif menunjang diagnosis
meningitis tuberkulosis. Dimana TST disebut positif bila indurasi lebih dari 5 mm
pada pasien anak suspek TB atau dengan riwayat TB; indurasi lebih dari 10 mm
pada pasien anak dengan risiko TB misalnya ia punya riwayat kontak dengan
orang dewasa yang menderita TB; indurasi lebih dari 15 mm pada anak lebih
atau sama dengan 4 tahun tanpa adanya faktor risiko TB.
2) Foto roentgen paru: Foto roentgen paru dengan penebalan hilus menunjang
diagnosis meningitis tuberkulosis.
3) Pemeriksaan CT atau MRI kepala: Pemeriksaan CT atau MRI diperlukan bila
diduga meningitis serosa akita neoplasma, hematoma, atau perdarahan
intrakranial. Selain itu juga dapat menunjang diagnosis meningitis viral contohnya
infeksi cytomegalovirus, toxoplasmosis, rubella, dan HSV dapat menunjukan
kalsifikasi pada pemeriksaan neuroimaging tersebut. Selain itu pemeriksaan CT
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
13/16
13
atau MRI juga berguna untuk mengetahui apakah terdapat keterlibatan parenkim
otak yang ditandai oleh swelling.
9. DIAGNOSIS
Diagnosis meningitis serosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, baik
anamnesis maupun pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan cairan serebrospinal
seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Yang penting pada meningitis serosa
adalah menegakkan diagnosis etiologi.
10. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding daripada meningitis serosa ialah meningitis purulenta oleh
karena gejala klinis kedua sindroma penyakit ini sangat mirip. Beberapa patokan
penting yang dapat digunakan untuk membedakan meningitis purulenta dan
meningitis serosa adalah sebagai berikut:
1) Anak dengan meningitis purulenta umumnya memiliki gejala klinis yang lebih
buruk dibandingkan anak dengan meningitis serosa
2) Gejala klinis yang menonjol pada meningitis purulenta ialah peningkatan tekanan
intrakranial sedangkan pada meningitis viral ialah penurunan kesadaran3) Pada meningitis viral sering ditemukan ruam kulit ataupun ruam mukosa pada
pemeriksaan fisik
4) Pemeriksaan cairan LCS dapat membedakan meningitis purulenta dan
meningitis serosa
11. PENATALAKSANAAN
Pada seorang anak yang didiagnosis menderita meningitis sulit untuk dapat
mengetahui etiologi sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang maka pada semua
anak dengan meningitis perlu diterapi secara agresif yaitu perlu di rawat inap dan
diberikan terapi antibiotik secara intravena. Semua pasien dengan keadaan umum
yang buruk perlu dipantau secara intensif. Terapi antibiotik diberikdan sampai kultur
bakteri didapatkan negatif paling sedikit selama 72 jam. Gambar berikut merupakan
algoritma penatalaksanaan meningitis secara umum:
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
14/16
14
Pada prinsipnya, tatalaksana daripada meningitis serosa adalah tergantung
daripada etiologinya. Untuk sebagian besar meningitis serosa, yang tidak disebutkan
dibawah, terapi yang diberikan berupa terapi suportif dimana anak dianjurkan untuk
bed-rest dan diberikan analgesik (yang non-aspirin) untuk mengurangi nyeri kepala,
diberikan acetaminophen untuk menurunkan demam, dan juga diberikan terapi
cairan intravena untuk mencegah kelainan elektrolit karena anak mengalami
anoreksia dan sukar untuk makan. Pada pasien dengan tekanan intrakranial yang
terlampau tinggi dapat dilakukan spinal tap untuk mengurangi tekanan.
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
15/16
15
1) Meningitis viral akibat Herpes simpleks virus: Diberikan acyclovir dengan dosis
10-15mg/kgBB setiap 8 jam sekali selama 10 hari.
2) Meningitis viral akibat Enterovirus: Terapi hanya bersifat supportif. Pada kasus
dengan tampilan klinis yang buruk dapat diberikan immunoglobulin secara
intravena. Obat antiviral pleconaril dapat digunakan untuk meningitis enteroviral
pada dewasa namun penggunaanya pada anak masih dalam penelitian lebih
lanjut.
3) Meningitis viral akibat Cytomegalovirus: Diberikan ganciclovir untuk bayi dan
anak dengan infeksi congenital Cytomegalovirus.
4) Meningitis tuberkulosis: Diberikan terapi obat anti tuberkulosis (OAT).
Penatalaksanaan dini membantu perbaikan dari gejala neurologis, maka pada
anak yang asimptomatis dengan TST yang positif sudah dapat diberikan terapi
isoniazid. Terapi OAT yang disarankan untuk meningitis tuberkulosis ialah
sebagai berikut: diberikan selama 2 bulan pertama isoniazid (20 mg/kg/hari per
oral sampai 500mg/hari), streptomycin (20mg/kg/hari secara intramuskular
sampai 1 g/hari), rifampicin (15 mg/kg/hari per oral sampai 600 mg/hari), dan
pirazinamide (30 mg/kg/hari); kemudian isoniazid dan rifampicin dilanjutkan
selama 10 bulan. Selain OAT juga dapat diberikan kortikosteroid yaitu
prednisone selama 2-3 minggu untuk mengurangi inflammasi dan edema serebri.
5) Meningitis fungal: Diberikan anti-jamur amphotericin B secara intravena dan
harus diperhatikan fungsi ginjal karena sifat obat yang nefrotoksik. Untuk pasien
yang menderita HIV selain diberikan terapi anti-retroviral (ARV) juga diberikan
anti-jamur fluconazole seumur hidup.
12. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan meningitis bisa bersifat akut
maupun kronik. Komplikasi akut yang dapat terjadi meliputi kejang, syndrome ofinappropriate antidiuretic hormone (SIADH), peningkatan tekanan intrakranial, serta
defisit neurologik fokal. Komplikasi kronik yang dapat terjadi antara lain adalah
hidrosefalus, tuli sensorineural, paralisis, gangguan saraf kranial, kebutaan, dan
gangguan dalam perkembangan anak seperti gangguan belajar dan berbahasa,
serta gangguan perilaku/ mental anak. Komplikasi jarang terjadi pada meningitis
serosa dibandingkan dengan pada meningitis purulenta namun anak tetap harus di
follow-up secara ketat setelah dipulangkan dari rumah sakit untuk mengantisipasi
komplikasi yang dapat terjadi.
-
7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157
16/16
16
13. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan meningitis serosa tergantung dari gejala klinis saat
didiagnosis, usia pasien, dan respons terhadap pengobatan yang diberikan. Padaumumnya untuk meningitis viral prognosisnya baik karena merupakan penyakit yang
self-limiting kecuali bila didapatkan adanya keterlibatan parenkim otak atau
ensefalitis. Untuk meningitis tuberkulosis prognosis baik bila terapi diberikan pada
tahap pertama dari gejala klinis sedangkan prognosis buruk bila terapi baru dapat
diberikan saat sudah mencapai tahap ketiga dari gejala klinis karena dapat berakibat
disabilitas yang menetap seperti buta, tuli, lumpuh, diabetes insipidus, dan retardasi
mental. Prognosis umumnya lebih buruk untuk anak dengan usia yang lebih kecil
dan faktor risiko seperti malnutrisi dan immunodefisiensi. Secara umum prognosis
untuk meningitis serosa lebih baik dari meningitis purulenta.
14. PENCEGAHAN
Meningtis serosa pada anak dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi
untuk penyakit yang berkaitan dengan etiologi meningitis serosa yaitu: vaksinasi
polio, vaksinasi MMR, vaksinasi varicella, dan vaksinasi BCG.
Untuk pencegahan infeksi arbovirus yang vektornya merupakan serangga
seperti nyamuk dapat dilakukan eradikasi vektor serangga dengan menggunakan
spray anti-nyamuk atau dilakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi gigitan
nyamuk misalnya dengan menggunakan insect-repellent yang mengandung DEET
dan mengenakan baju dan celana yang berlengan panjang serta kaos kaki saat
diluar rumah.
Pencegahan infeksi pada umumnya ialah dengan menjaga asupan makanan
anak agar tidak terjadi malnutrisi yang merupakan faktor risiko infeksi dan menjaga
kebersihan anak serta lingkungan anak.