meningitis serosa_tugas pandas rsalmth_monica raharjo_fk trisakti 03009157

Upload: monica-raharjo

Post on 10-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    1/16

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    2/16

    2

    1. JUDUL

    Meningitis Serosa

    2. DEFINISI

    Meningitis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan reaksi

    peradangan pada meningens atau selaput otak yang biasanya disebabkan oleh

    infeksi dan bisa juga disebabkan oleh reaksi terhadap obat maupun trauma.

    Diagnosis dari meningitis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan terhadap

    cairan serebrosinal yang diperoleh dengan melakukan tindakan lumbal pungsi.

    Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan serebrospinal maka meningitis

    dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis purulenta dan meningitis serosa.

    Meningitis purulenta ditandai oleh cairan serebrospinal yang keruh, hitung

    leukosit lebih dari 1000 leukosit/mcL predominan netrofil (neutrophilic pleocytosis),

    glukosa yang rendah (0-10 mg/dL), dan protein yang meningkat (lebih dari 100

    mg/dL). Meningitis purulenta sebagian besar, namun tidak selalu, disebabkan oleh

    infeksi bakteri maka sering juga digunakan istilah meningitis bakterial.

    Meningitis serosa ditandai oleh cairan serebrospinal yang jernih dengan

    hitung leukosit 10-500/mcL atau lebih dari 1000/mcL predominansi limfosit

    (lymphocytic pleocytosis). Istilah lain yang lebih sering digunakan ialah meningitisaseptik. Wallgren mendefinisikan meningitis aseptik sebagai suatu penyakit akut

    yang melibatkan meningens dimana tidak dapat ditemukan bakteri pada pewarnaan

    maupun kultur cairan serebrospinal, tidak disertai oleh infeksi generalisata maupun

    parameningeal, dan memiliki perjalanan penyakit yang relatif singkat. The Centers of

    Disease Control and Prevention (CDC) selain hal yang sudah dikemukakan Wallgren

    juga mendefinisikan meningitis aseptik sebagai meningitis yang dapat sembuh tanpa

    terapi antibiotik. Singkat kata, definisi meningitis serosa atau meningitis aseptik

    meliputi poin-poin berikut ini:1) Dapat ditemukan gejala dan tanda yang menggambarkan keterlibatan

    meningens (acute meningeal signs and symptoms)

    2) Cairan serebrospinal jernih dengan atau tanpa pleositosis limfositik dan

    negatif untuk bakteri pada pewarnaan rutin (pewarnaan Gram) maupun kultur

    3) Tidak disertai infeksi generalisata atau infeksi parameningeal

    4) Perjalanan penyakit relatif singkat

    5) Penyembuhan/ perbaikan gejala tanpa terapi antibiotik

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    3/16

    3

    3. ETIOLOGI

    Meningitis serosa biasanya disebabkan oleh infeksi virus maka seperti yang

    dikemukakan oleh CDC bisa mengalami penyembuhan tanpa terapi antiobiotik.

    Namun infeksi virus bukan satu-satunya etiologi daripada meningitis serosa maka

    istilah meningitis viral dan meningitis serosa tidak dapat dianggap sebagai sinonim

    (walaupun pada kenyataanya kedua istilah tersebut sering digunakan secara

    bergantian). Pada tabel berikut tertulis kondisi klinis dan agen infeksius yang

    merupakan etiologi dari meningitis serosa:

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    4/16

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    5/16

    5

    B. Etiologi Non-Infeksi

    Etiologi non-infeksi pada umumnya jarang ditemukan dan meliputi efek dari obat

    (termasuk kortikosteroid, obat injeksi yang disuntikkan ke dalam ruang

    subaraknoid atau subdural, dan obat anastesi spinal), neoplasma meningeal,

    maupun perdarahan intrakranial atau hematoma akibat trauma.

    4. KLASIFIKASI

    Untuk mempermudah penegakkan diagnosis, meningitis serosa dibedakan

    menjadi meningitis serosa dengan konsentrasi glukosa pada cairan serebrospinalis

    yang rendah (hypoglycorrhachia) dan dengan konsentrasi glukosa pada cairan

    serebrospinalis yang normal. Penurunan konsentrasi glukosa pada cairan

    serebrospinalis berhubungan dengan penurunan transport glukosa melalui blood-

    brain-barrier/ blood-cerebrospinal fluid-barrieryang menandakan bahwa infeksi SSP

    yang terjadi lebih luas. Maka, meningitis serosa yang disertai oleh hypoglycorrhachia

    berhubungan dengan perjalanan penyakit yang lebih kronik dan penyebab/ etiologi

    yang lebih serius. Batasan hypoglycorrhachia adalah bila kadar glukosa cairan

    serebrospinal kurang dari 40% kadar glukosa dalam darah atau bila kadar glukosa

    pada cairan serebrospinal kurang dari 40 mg/dL (bila kadar glukosa dalam darah

    tidak diketahui). Klasifikasi meningitis serosa adalah sebagai berikut:1) Meningitis serosa dengan hypoglycorrhachia: meningitis bakterial; meningitis

    tuberkulosis; meningitis fungal; meningitis viral yang disebabkan oleh mumps

    virus, echovirus, dan coxsackievirus; meningitis amebic; meningitis akibat

    injeksi obat subaraknoid; meningitis akibat neoplasma; meningitis akibat

    perdarahan intrakranial atau hematoma.

    2) Meningitis serosa dengan kadar glukosa cairan serebrospinal yang normal:

    meningitis viral; awal perjalanan penyakit meningitis bakterial; meningitis

    bakterial yang sudah mendapatkan terapi antibiotik; meningitis akibat injeksiobat subdural; meningitis akibat konsumsi obat oral seperti kortikosteroid;

    meningitis pada penyakit sistemik seperti Kawasaki disease.

    5. PATOFISIOLOGI

    Patofisiologi meningitis bervariasi tergantung dari etiologinya:

    1) Meningitis bakterial: Infeksi meningens oleh bakteri dapat terjadi akibat

    penyebaran bakteri secara hematogen (pada infeksi sistemik terjadi bakteriemia

    yang diikuti oleh masuknya bakteri ke dalam cairan serebrospinal melalui pleksus

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    6/16

    6

    koroid ventrikel lateralis), per kontinuitatum, ataupun karena implantasi langsung

    bakteri misalnya pasca trauma kepala atau operasi. Setelah bakteri masuk ke

    dalam cairan serebrospinal, bakteri berproliferasi dengan mudah karena kadar

    immunoglobulin dan antibodi dalam cairan serebrospinal rendah. Infeksi bakteri

    menimbulkan respons inflammasi yang menimbulkan gejala klinis.

    2) Meningitis viral: Meningitis viral merupakan komplikasi dari infeksi sistemik viral.

    Virus masuk kedalam tubuh host melalui traktus respiratorius, traktus

    gastrointestinal, traktus urogenital, atau melalui kulit yang tidak intak. Virus

    mengalami replikasi pada port dentre nya (replikasi primer) kemudian virus

    dibawa ke jaringan limfatik dimana ia akan mengalami replikasi lebih lanjut dan

    selanjutnya masuk ke dalam aliran darah (viremia). Dari darah virus masuk ke

    dalam SSP melalui pleksus koroid atau yang disebut sebagai penyebaran secara

    hematogen. Selain itu beberapa virus seperti virus rabies, herpes simples,

    varicella zoster, dan poliovirus dapat masuk ke dalam SSP melalui saraf (axonal

    transport) dari mukosa, otot, maupun taut otot dan saraf (neuromuscular

    junction). Virus yang mengalami penyebaran secara hematogen biasanya

    menyebabkan meningitis sedangkan virus yang mengalami penyebaran melalui

    saraf biasanya menyebabkan ensefalitis. Virus yang berada di SSP akan masuk

    ke dalam sel dan mengalami replikasi intraseluler, menyebabkan kerusakan sel,

    dan akhirnya mencetuskan proses inflammasi pada meningens yang akhirnya

    menimbulkan gejala klinis.

    3) Meningitis tuberkulosis: Meningitis tuberkulosis merupakan komplikasi dari infeksi

    tuberkulosis primer pada paru. Meningitis tuberkulosis dapat terjadi akibat

    penyabaran limfogen daripada Mycobacterium tuberculosis dimana bakteri akan

    membentuk lesi pada meningens dan mengadakan replikasi. Setelah replikasi,

    bakteri tahan asam tersebut akan masuk ke dalam ruang subaraknoid dan

    mencetuskan proses inflammasi pada meningens yang disertai oleh

    pembentukan eksudat dan infiltrate terutama pada batang otak.

    6. GEJALA KLINIK

    Pasien anak dengan infeksi pada susunan saraf pusat pada umumnya

    menunjukkan gejala klinik yang mirip walaupun etiologinya dapat berbeda-beda.

    Gejala yang umumnya dijumpai antara lain adalah sakit/ nyeri kepala, mual, muntah,

    anoreksia, gelisah, penurunan kesadaran, dan irritabilitas. Tanda yang umumnya

    dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik antara lain adalah demam, fotofobia, nyeri

    pada leher, rigiditas/ kaku leher, stupor, koma, kejang, dan defisit neurologis fokal.

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    7/16

    7

    Biasanya meningitis bakterial dan meningitis fungal ditandai oleh peningkatan

    tekanan intrakranial, sedangkan meningitis viral lebih sering ditandai oleh kejang,

    perubahan kepribadian dimana anak tampak gelisah dan irritable, serta penurunan

    kesadaran.

    A. Anamnesis

    Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan etiologi

    yang diduga untuk kepentingan diagnosis seperti yang dituliskan pada tabel

    berikut:

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    8/16

    8

    Selanjutnya akan dibahas hal-hal yang bisa didapatkan pada anamnesis yang

    dapat menunjang diagnosis meningitis viral dan meningitis tuberkulosis:

    1) Meningitis viral: Presentasi klinis seorang anak dengan meningitis viral

    bervariasi dari ringan hingga berat tergantung dari etiologi dan keparahan

    infeksi dimana bila parenkim otak terlibat (ensefalitis) bisa didapatkan

    presentasi klinis yang lebih berat ditandai oleh penurunan kesadaran yang

    lebih dalam dan sering disertai oleh terjadinya kejang. Pada anamnesis

    umumnya akan didapatkan perjalanan penyakit yang akut (kurang dari 1

    minggu) dimana gejala muncul secara tiba-tiba. Masa prodormal sebelum

    gejala susunan saraf pusat muncul ditandai oleh gejala non-spesifik seperti

    demam selama beberapa hari (1-4 hari), cephalgia atau sakit kepala (frontal,

    umum/ generalisata, atau retrobulbar), gejala infeksi susunan saraf pusat

    seperti nyeri tenggorok, mialgia, dan anoreksia. Setelah masa prodormal

    selama beberapa hari akan timbul gejala susunan saraf pusat antara lain

    anak tampak lelah (lethargy), anak gelisah (irritabilitas), terjadi penurunan

    kesadaran secara progresif, mual, muntah, fotofobia, nyeri kepala semakin

    berat disertai nyeri pada leher, punggung bahkan sampai kaki, hiperestesia,

    dan tanda neurologis fokal (seperti paralisis dan ataksia). Pada meningitis

    viral juga dapat ditanyakan tentang adanya ruam kulit, biasanya timbul

    sebelum ataupun bersamaan dengan gejala neurologis dan berhubungan

    dengan infeksi enterovirus, varicella-zooster-virus, measles/ campak, dan

    rubella.

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    9/16

    9

    2) Meningitis tuberkulosis: Pada anamnesis pasien yang menderita meningitis

    tuberkulosis akan didapatkan adanya riwayat infeksi tuberkulosis paru yang

    tidak diobati beberapa tahun sebelum menderita meningitis dan biasanya

    meningitis tuberkulosis paling sering pada anak antara 6 bulan sampai 4

    tahun. Perjalanan penyakit meningitis tuberkulosis bisa berlangsung singkat

    atau bertahap. Meningitis tuberkulosis yang berlangsung singkat biasanya

    terjadi pada bayi dan anak kecil dimana gejala meningitis dialami beberapa

    hari kemudian menimbulkan komplikasi berupa hidrosefalus, kejang, dan

    edema serebri. Namun pada umumnya perjalanan penyakit meningitis

    tuberkulosis berlangsung secara bertahap selama beberapa minggu dan bisa

    dibagi menjadi 3 tahap:

    i. Tahap pertama: Tahap pertama berlangsung selama 1 hingga 2

    minggu ditandai oleh gejala non-spesifik yaitu demam, nyeri kepala

    intermiten, irritabilitas, penurunan kesadaran dimana anak gampang

    mengantuk, dan malaise. Kadang pada tahap ini dapat ditemukan

    gangguan perkembangan anak.

    ii. Tahap kedua: Tahap kedua muncul secara tiba-tiba dan ditandai oleh

    penurunan kesadaran yang lebih dalam (anak mulai tampak lelah),

    muntah, kejang, tanda rangsang meningeal dan tanda neurologis

    fokal yang positif.

    iii. Tahap ketiga: Tahap ini ditandai oleh koma, hemiplegia atau

    paraplegia, perubahan tanda-tanda vital (hipertensi dan pernapasan

    yang irreguler), dan akhirnya bisa terjadi kematian.

    B. Pemeriksaan Fisik

    Hasil pemeriksaan fisik yang bermakna untuk menunjang diagnosis meningitis

    serosa adalah sebagai berikut:

    1) Keadaan umum tampak sakit sedang sampai berat

    2) Penurunan kesadaran bervariasi dari apatis hingga koma3) Pemeriksaan hasil antropometri dapat menunjukkan gizi buruk yang

    merupakan faktor risiko untuk terjadinya meningitis terutama meningitis

    tuberkulosis

    4) Pemeriksaan tanda vital menunjukkan adanya demam atau hipotermia dan

    mungkin dapat ditemukan gangguan pernafasan berupa takipnue dan apnue

    5) Tanda peningkatan tekanan intrakranial ubun-ubun anak menonjol (bila

    belum menutup), papilledema (jarang ditemukan pada awal perjalanan

    penyakit), tangisan anak merupakan high-pitch cry

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    10/16

    10

    6) Tanda rangsang meningeal positif kaku kuduk (bisa negatif pada anak

    kurang dari 12 bulan), pemeriksaan Brudzinski 1 dan 2, serta pemeriksaan

    Kernig yang positif karena adanya rangsangan pada selaput meningens;

    pemeriksaan Laseq jarang dilakukan pada pasien anak

    7) Tanda neurologis fokal hemiparesis atau hemiplegia, ataksia, gangguan

    nervus kranialis (paling sering melibatkan N.III, N.IV, N.VI, dan N.VII

    sehingga menyebabkan gangguan gerak bola mata dan asimetri wajah)

    8) Refleks fisiologis normal dan refleks patologis negatif kecuali infeksi

    melibatkan parenkim otak (meningoensefalitis)

    9) Ruam kulit vesikular atau macular dan lesi pada mukosa pada meningitis viral

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    11/16

    11

    10) Paradoxic irritability(anak lebih irritable saat digendong dibandingkan dengan

    saat anak berbaring/ tidur)

    7. LABORATORIUM

    Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis

    ialah sebagai berikut:

    1) Pemeriksaan darah lengkap: Pemeriksaan darah dapat menunjang adanya

    infeksi dan membedakan infeksi bakteri dari infeksi virus. Pada infeksi akan

    didapatkan peningkatan kadar leukosit.

    2) Pemeriksaan cairan serebrospinal: Secara makroskopik diperhatikan warna dari

    cairan serebrospinal kemudian juga dilakukan pemeriksaan hitung sel, hitung

    leukosit, pewarnaan Gram, hitung kadar glukosa, hitung kadar protein, dan kultur

    bakteri serta kultur virus pada sampel cairan serebrospinal yang didapatkan

    dengan lumbal pungsi. Kultur perlu dilakukan karena merupakan suatu gold

    standard untuk menegakkan diagnosis meningitis dan sekaligus membedakan

    meningitis bakterial dan meningitis viral. Untuk mendapatkan hasil yang lebih

    cepat juga dapat dilakukan pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal yang

    berguna bila dicurigai etiologi herpes simpleks virus, cytomegalovirus, atau

    enterovirus. Pada meningitis serosa akan didapatkan cairan serebrospinal yang

    jernih (sering santokrom untuk meningitis tuberkulosis) dengan hitung sel yang

    rendah atau pleositosis yang predominan limfosit.

    Pada meningitis viral kadar glukosa biasanya normal sedangkan pada meningitis

    tuberkulosis kadar glukosa rendah. Pada meningitis tuberkulosis dapat

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    12/16

    12

    ditemukan bakteri tahan asam yang positif pada cairan serebrospinal. Pada tabel

    berikut tertera gambaran cairan serebrospinal pada berbagai bentuk meningitis:

    8. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN

    Umumnya pemeriksaan lumbal pungsi dan cairan serebrospinal saja cukup

    untuk dapat menegakan suatu diagnosis pada kasus meningitis serosa namun

    kadang diperlukan pemeriksaan penunjang yang lain sebagai berikut:

    1) Tuberculin skin test (TST)/ Mantoux test: TST yang positif menunjang diagnosis

    meningitis tuberkulosis. Dimana TST disebut positif bila indurasi lebih dari 5 mm

    pada pasien anak suspek TB atau dengan riwayat TB; indurasi lebih dari 10 mm

    pada pasien anak dengan risiko TB misalnya ia punya riwayat kontak dengan

    orang dewasa yang menderita TB; indurasi lebih dari 15 mm pada anak lebih

    atau sama dengan 4 tahun tanpa adanya faktor risiko TB.

    2) Foto roentgen paru: Foto roentgen paru dengan penebalan hilus menunjang

    diagnosis meningitis tuberkulosis.

    3) Pemeriksaan CT atau MRI kepala: Pemeriksaan CT atau MRI diperlukan bila

    diduga meningitis serosa akita neoplasma, hematoma, atau perdarahan

    intrakranial. Selain itu juga dapat menunjang diagnosis meningitis viral contohnya

    infeksi cytomegalovirus, toxoplasmosis, rubella, dan HSV dapat menunjukan

    kalsifikasi pada pemeriksaan neuroimaging tersebut. Selain itu pemeriksaan CT

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    13/16

    13

    atau MRI juga berguna untuk mengetahui apakah terdapat keterlibatan parenkim

    otak yang ditandai oleh swelling.

    9. DIAGNOSIS

    Diagnosis meningitis serosa dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, baik

    anamnesis maupun pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan cairan serebrospinal

    seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Yang penting pada meningitis serosa

    adalah menegakkan diagnosis etiologi.

    10. DIAGNOSIS BANDING

    Diagnosis banding daripada meningitis serosa ialah meningitis purulenta oleh

    karena gejala klinis kedua sindroma penyakit ini sangat mirip. Beberapa patokan

    penting yang dapat digunakan untuk membedakan meningitis purulenta dan

    meningitis serosa adalah sebagai berikut:

    1) Anak dengan meningitis purulenta umumnya memiliki gejala klinis yang lebih

    buruk dibandingkan anak dengan meningitis serosa

    2) Gejala klinis yang menonjol pada meningitis purulenta ialah peningkatan tekanan

    intrakranial sedangkan pada meningitis viral ialah penurunan kesadaran3) Pada meningitis viral sering ditemukan ruam kulit ataupun ruam mukosa pada

    pemeriksaan fisik

    4) Pemeriksaan cairan LCS dapat membedakan meningitis purulenta dan

    meningitis serosa

    11. PENATALAKSANAAN

    Pada seorang anak yang didiagnosis menderita meningitis sulit untuk dapat

    mengetahui etiologi sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang maka pada semua

    anak dengan meningitis perlu diterapi secara agresif yaitu perlu di rawat inap dan

    diberikan terapi antibiotik secara intravena. Semua pasien dengan keadaan umum

    yang buruk perlu dipantau secara intensif. Terapi antibiotik diberikdan sampai kultur

    bakteri didapatkan negatif paling sedikit selama 72 jam. Gambar berikut merupakan

    algoritma penatalaksanaan meningitis secara umum:

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    14/16

    14

    Pada prinsipnya, tatalaksana daripada meningitis serosa adalah tergantung

    daripada etiologinya. Untuk sebagian besar meningitis serosa, yang tidak disebutkan

    dibawah, terapi yang diberikan berupa terapi suportif dimana anak dianjurkan untuk

    bed-rest dan diberikan analgesik (yang non-aspirin) untuk mengurangi nyeri kepala,

    diberikan acetaminophen untuk menurunkan demam, dan juga diberikan terapi

    cairan intravena untuk mencegah kelainan elektrolit karena anak mengalami

    anoreksia dan sukar untuk makan. Pada pasien dengan tekanan intrakranial yang

    terlampau tinggi dapat dilakukan spinal tap untuk mengurangi tekanan.

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    15/16

    15

    1) Meningitis viral akibat Herpes simpleks virus: Diberikan acyclovir dengan dosis

    10-15mg/kgBB setiap 8 jam sekali selama 10 hari.

    2) Meningitis viral akibat Enterovirus: Terapi hanya bersifat supportif. Pada kasus

    dengan tampilan klinis yang buruk dapat diberikan immunoglobulin secara

    intravena. Obat antiviral pleconaril dapat digunakan untuk meningitis enteroviral

    pada dewasa namun penggunaanya pada anak masih dalam penelitian lebih

    lanjut.

    3) Meningitis viral akibat Cytomegalovirus: Diberikan ganciclovir untuk bayi dan

    anak dengan infeksi congenital Cytomegalovirus.

    4) Meningitis tuberkulosis: Diberikan terapi obat anti tuberkulosis (OAT).

    Penatalaksanaan dini membantu perbaikan dari gejala neurologis, maka pada

    anak yang asimptomatis dengan TST yang positif sudah dapat diberikan terapi

    isoniazid. Terapi OAT yang disarankan untuk meningitis tuberkulosis ialah

    sebagai berikut: diberikan selama 2 bulan pertama isoniazid (20 mg/kg/hari per

    oral sampai 500mg/hari), streptomycin (20mg/kg/hari secara intramuskular

    sampai 1 g/hari), rifampicin (15 mg/kg/hari per oral sampai 600 mg/hari), dan

    pirazinamide (30 mg/kg/hari); kemudian isoniazid dan rifampicin dilanjutkan

    selama 10 bulan. Selain OAT juga dapat diberikan kortikosteroid yaitu

    prednisone selama 2-3 minggu untuk mengurangi inflammasi dan edema serebri.

    5) Meningitis fungal: Diberikan anti-jamur amphotericin B secara intravena dan

    harus diperhatikan fungsi ginjal karena sifat obat yang nefrotoksik. Untuk pasien

    yang menderita HIV selain diberikan terapi anti-retroviral (ARV) juga diberikan

    anti-jamur fluconazole seumur hidup.

    12. KOMPLIKASI

    Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan meningitis bisa bersifat akut

    maupun kronik. Komplikasi akut yang dapat terjadi meliputi kejang, syndrome ofinappropriate antidiuretic hormone (SIADH), peningkatan tekanan intrakranial, serta

    defisit neurologik fokal. Komplikasi kronik yang dapat terjadi antara lain adalah

    hidrosefalus, tuli sensorineural, paralisis, gangguan saraf kranial, kebutaan, dan

    gangguan dalam perkembangan anak seperti gangguan belajar dan berbahasa,

    serta gangguan perilaku/ mental anak. Komplikasi jarang terjadi pada meningitis

    serosa dibandingkan dengan pada meningitis purulenta namun anak tetap harus di

    follow-up secara ketat setelah dipulangkan dari rumah sakit untuk mengantisipasi

    komplikasi yang dapat terjadi.

  • 7/22/2019 Meningitis Serosa_Tugas Pandas RSALMTH_Monica Raharjo_FK Trisakti 03009157

    16/16

    16

    13. PROGNOSIS

    Prognosis pasien dengan meningitis serosa tergantung dari gejala klinis saat

    didiagnosis, usia pasien, dan respons terhadap pengobatan yang diberikan. Padaumumnya untuk meningitis viral prognosisnya baik karena merupakan penyakit yang

    self-limiting kecuali bila didapatkan adanya keterlibatan parenkim otak atau

    ensefalitis. Untuk meningitis tuberkulosis prognosis baik bila terapi diberikan pada

    tahap pertama dari gejala klinis sedangkan prognosis buruk bila terapi baru dapat

    diberikan saat sudah mencapai tahap ketiga dari gejala klinis karena dapat berakibat

    disabilitas yang menetap seperti buta, tuli, lumpuh, diabetes insipidus, dan retardasi

    mental. Prognosis umumnya lebih buruk untuk anak dengan usia yang lebih kecil

    dan faktor risiko seperti malnutrisi dan immunodefisiensi. Secara umum prognosis

    untuk meningitis serosa lebih baik dari meningitis purulenta.

    14. PENCEGAHAN

    Meningtis serosa pada anak dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi

    untuk penyakit yang berkaitan dengan etiologi meningitis serosa yaitu: vaksinasi

    polio, vaksinasi MMR, vaksinasi varicella, dan vaksinasi BCG.

    Untuk pencegahan infeksi arbovirus yang vektornya merupakan serangga

    seperti nyamuk dapat dilakukan eradikasi vektor serangga dengan menggunakan

    spray anti-nyamuk atau dilakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi gigitan

    nyamuk misalnya dengan menggunakan insect-repellent yang mengandung DEET

    dan mengenakan baju dan celana yang berlengan panjang serta kaos kaki saat

    diluar rumah.

    Pencegahan infeksi pada umumnya ialah dengan menjaga asupan makanan

    anak agar tidak terjadi malnutrisi yang merupakan faktor risiko infeksi dan menjaga

    kebersihan anak serta lingkungan anak.