215_k_pdt_2014

Upload: antonius-agil

Post on 23-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    1/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    P U T U S A N

    Nomor 215 K/Pdt/2014

    DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

    M A H K A M A H A G U N G

    memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

    dalam perkara:

    TUAN GUNAWAN,bertempat tinggal di Desa Pucung RT 02

    RW 11 Nomor 6, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang,

    Jawa Barat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Ricky K.

    Margono, S.H.,M.H. dan kawan Para Advokat pada Kantor

    Margono Surya & Partners, berkantor di Jalan Jenderal

    Sudirman Kav.1 Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa

    Khusus tanggal 07 Oktober 2013;

    Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding;

    m e l a w a n

    BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT Dr. CIPTO

    MANGUNKUSUMO (dikenal dengan singkatan RSCM) c.q

    DIREKSI RSCM, berkedudukan di Jalan Diponegoro Nomor

    71, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Asril

    Rusli, S.H.,M.H. dan kawan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

    tanggal 29 November 2013;

    Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding;

    Mahkamah Agung tersebut;

    Membaca surat-surat yang bersangkutan;

    Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon Kasasi

    dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap sekarang Termohon

    Kasasi dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

    pada pokoknya atas dalil-dalil:

    Kedudukan dan kepentingan hukum Penggugat.

    I Bahwa Penggugat adalah ayah dari pasien yang bernama Nina Dwijayanti (22

    tahun) yang untuk selanjutnya disebut pasien dan sebagai wali pengampu dari

    anak kandungnya tersebut di atas yang lahir dari perkawinan Penggugat dengan

    istri sesuai dengan Ketetapan Pengadilan Negeri Karawang Nomor 08/

    Pdt.P/2011/PN.Krw. (videbukti P-1);

    Hal. 1dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    2/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    1 Bahwa berdasarkan hal di atas, Penggugat memiliki hak untuk

    mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas dugaan malpraktik

    yang dilakukan oleh para dokter yang berada di bawah tanggung jawab

    Tergugat yang dalam melakukan upaya tindakan medis penyembuhan,

    kesehatan, keamanan, kenyamanan serta keselamatan pasien, tanpa ada

    persetujuan dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu (informed consent).

    Dan pada faktanya justru menimbulkan kerugian dengan menambah

    kondisi pasien menjadi cacat permanen, yaitu bocornya kantong kemih

    dan harus memakai alat berupa kateter seumur hidup;

    2 Bahwa dokter-dokter yang berada di bawah tanggung jawab Tergugat

    adalah sebagai berikut:

    dr. Raya Henri Batubara;

    dr. Arry Rodjani;dr. Fajar;

    dr. Yevri;

    dr. Hendrik;

    dr. Danny;

    dr. Yarman Nazni;

    dr. Alex;

    dr. Selly;

    dr. Nadia.

    II. Fakta-hakta hukum

    1. Bahwa gugatan ini diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena Rumah

    Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo Jakarta (selanjutnya disebut RSCM) sebagai

    Tergugat berada di wilayah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini sudah sesuai

    dengan apa yang dimaksud Pasal 118 ayat (1) HIR;

    2. Bahwa berdasarkan surat Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

    (MKDKI), Nomor 250/U/MKDK1/II/2011, tertanggal 28 Februari 2011, pada

    poin 3 (tiga), pada pokoknya menerangkan bahwa pengaduan ke MKDKI tidak

    menghilangkan hak Penggugat untuk menempuh jalur hukum lainnya terhadap

    dugaan pelanggaran disiplin kedokteran yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat

    (bukti P-2);

    3. Bahwa pada tanggal 15 Februari 2009, pukul 21,29 WIB atau setidak-tidaknya

    pada bulan Februari tahun 2009 pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSCM,

    dengan keluhan tidak bisa buang air kecil dan buang air besar;

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    3/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    4. Bahwa kemudian dilakukan pemeriksaan awal pada pasien oleh dokter IGD

    RSCM, yang bernama dr. Selly, dr.Nadia, dr. Danny Pratama;

    5. Bahwa setelah pasien diperiksa oleh dr. Selly, dr.Nadia, dr. Danny Pratama,

    kemudian langsung dilakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen pada pasien.

    (bukti P-3);

    6. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut menurut dr. Selly, dr.Nadia, dr.

    Danny, pasien didiagnossa menderita infeksi berat akibat sumbatan usus (sepsis

    illius abstruktif) dan dokter tersebut langsung meminta izin kepada Penggugat untuk

    memberi tindakan medis berupa memasukkan obat jel ke lubang dubur pasien

    dengan alasan untuk merangsang agar kotoran keluar (bukti P-4);

    7. Bahwa ternyata kotoran tersebut juga tidak keluar dan kemudian dr.Selly

    menyuruh Penggugat kembali membeli obat jel lagi di apotek untuk dimasukkan ke

    dalam dubur pasien secara manual;8. Bahwa setelah obat jel dibeli, kemudian dr. Nadia melakukan tindakan yang sama

    lagi dengan memasukkan jel tersebut untuk kedua kalinya ke dalam lubang dubur

    pasien tetapi hasilnya sama saja yaitu kotoran tersebut belum keluar juga, yang

    terjadi justru pasien terus merasa kesakitan;

    9. Bahwa kemudian datanglah salah satu dokter lainnya yang bernama dr. Raya yang

    juga merupakan dokter di tempat Tergugat dan memeriksa kembali pasien serta

    memberikan resep obat Laxadine Sirup agar dibeli Penggugat;

    10. Bahwa setelah Penggugat membeli obat tersebut ternyata hasilnya juga sama seperti

    semula, yaitu kotoran tetap tidak dapat keluar sehingga dr. Raya meminta izin pada

    Penggugat melakukan tindakan manual yaitu memasukan jel ke dalam lubang dubur

    pasien yang ketiga kalinya dan permintaan tersebut diizinkan oleh Penggugat;

    11. Bahwa kemudian dr. Raya memasukkan jari tangannya ke lubang dubur pasien

    untuk mengeluarkan kotoran, tetapi hasilnya juga tidak ada sehingga dr. Raya

    kembali menyuruh Penggugat untuk membeli jel agar dimasukkan ke dalam dubur

    pasien untuk yang keempat kalinya;

    12. Bahwa kemudian Penggugat memenuhi keinginan dr. Raya membeli jel lagi dengan

    harapan agar kotoran tersebut bisa keluar dan pasien bisa sembuh kembali, tetapi

    ternyata walaupun sudah banyak jel yang dimasukkan dr. Raya kedalam dubur

    pasien hasilnya tidak ada dan keadaannya semakin parah karena pasien terus

    merintih kesakitan akibat tindakan medis yang diberikan para dokter tersebut;

    Hal. 3dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    4/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    13. Bahwa selanjutnya dr. Raya selaku dokter yang juga bekerja pada Tergugat

    meminta izin pada Penggugat untuk memasang kateter dan sonde (selang untuk

    memasukan makanan kepada pasien) ke rongga mulut pasien;

    14. Bahwa setelah alat tersebut dipasang , kemudian keluarlah dari sonde tersebut cairan

    warna kecoklat-coklatan berubah menjadi biru dan lama-lama menjadi warna

    bening;

    15. Bahwa esok harinya pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 06.00 wib,

    dr.Raya berkonsultasi kepada dr.Fajar (Konsulen/Ahli Bedah pada Tergugat) dan

    dari hasil diskusi antara keduanya, mereka mengatakan pasien diusulkan untuk

    didiagnosa ke-2 (kedua);

    16. Bahwa Penggugat menyetujui pasien didiagnosa untuk kedua kalinya oleh dr. Raya,

    dan hasilnya pasien dikatakan menderita appendix perforasi (usus buntu) dan hal

    tersebut ditegaskan juga secara berulang-ulang oleh dr. Fajar dengan pernyataan"appendixpasti appendixsaya yakin sekali itu", hal tersebut juga dituangkan dalam

    surat pengantar permintaan dirawat (bukti P-5);

    17. Bahwa Penggugat kemudian meninggalkan pasien di tempat perawatan karena

    Penggugat cukup merasa tenang karena sudah mengetahui penyakit anaknya yaitu

    appendix perforasi (usus buntu), berdasarkan diagnosa kedua dan penegasan dari

    dr.Fajar;

    18. Bahwa sebagai tambahan informasi, Penggugat mengetahui dan mengenal semua

    Tim Dokter Tergugat yang menangani pasien, karena Penggugat juga merupakan

    karyawan dari Tergugat (bukti P-6);

    19. Bahwa pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 09.30 WIB ketika Penggugat

    sedang bekerja di ruangan lain (klinik kulit dan kelamin RSCM), Penggugat

    mendapat kabar dari rekan kerjanya yang mengatakan bahwa Pasien harus

    menjalani pemeriksaan Ultrasonografi(USG);

    20. Bahwa hasil dari pemeriksaan USG pasien tersebut, menyatakan bahwa ginjal dan

    buli-buli dalam batas normal. Mendapat hasil tersebut kemudian Penggugat kembali

    bekerja, dan meninggalkan pasien di ruang perawatan (bukti P-7);

    21. Bahwa sore hari tanggal 16 Februari 2009, lebih kurang pukul 15.45 WIB, ketika

    sedang bekerja, kembali Penggugat diberitahu oleh rekan kerjanya yang bernama

    Pak Dedi, bahwa pasien sedang akan menjalani pembedahan. Mendengar hal

    tersebut Penggugat langsung berlari menuju ke tempat dimana pasien dirawat;

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    5/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    22. Bahwa ketika Penggugat kembali ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) tempat pasien

    dirawat, Penggugat tidak menemukan pasien di tempat tersebut, melainkan hanya

    istri Penggugat yang dalam keadaan panik;

    23. Bahwa menurut isteri Penggugat sebelum pasien dibawa ke dalam ruang

    pembedahan, kondisi pasien terlihat sudah lebih baik, bahkan istri Penggugat dan

    pasien sempat bercanda dengan pasien sebelum pasien dibawa oleh pekarya (orang

    yang pekerjaannya mendorong pasien) RSCM;

    24. Bahwa setiba di tempat pembedahan, Penggugat dan istrinya hanya dapat melihat

    pasien dari jarak sekitar 15 meter, karena pasien sudah berada di dalam ruangan

    steril (hanya dokter dan pasien yang akan dibedah yang boleh masuk), dan pasien

    sudah disejajarkan dengan beberapa pasien lain yang siap akan di bedah;

    25. Bahwa melihat kejadian tersebut, Penggugat sangat terkejut dan berusaha mencari

    informasi guna mengetahui mengapa pasien dibedah secara tiba-tiba, namun tidaksatupun dokter ataupun petugas bersedia memberikan penjelasan;

    26. Bahwa para Dokter Tergugat yang melakukan tindakan medis pembedahan terhadap

    pasien adalah dr. Raya Hendri Batubara dan dr. Yevri (sebagai operator),

    dr.Hendrik Siahaan dan dr. Danny (sebagai Asisten), dr Yarman Nazni, Sp.BD dan

    dr. Arry Rodjani, Sp.U (Konsulen), dr. Alex (Anestesi). (selanjutnya disebut Tim

    Tergugat) hal tersebut sebagaimana tercantum dalam laporan pembedahan dengan

    Nomor Register 09.004843 (bukti P-8);

    27. Bahwa Penggugat dan/atau istrinya tidak pernah memberikan persetujuan ( informed

    consent) kepada Tergugat. bahkan Tergugat tidak pernah memberikan penjelasan

    dan meminta persetujuan kepada Penggugat sebagai orang tuanya untuk melakukan

    bedah terhadap pasien, maka hal tersebut secara jelas dan nyata Tergugat telah

    menyalahi aturan yang terdapat pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun

    2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat 1 PerMenKes Nomor 290/Menkes/

    per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;

    28. Bahwa ketika Penggugat mencari tahu kenapa pasien dibedah secara mendadak dan

    tanpa izin persetujuan, Penggugat mendengar informasi dari rekan kerjanya bahwa

    pasien telah selesai dibedah dan terdapat masalah kebocoran, mendengar hal

    tersebut Penggugat terkejut dan langsung mendatangi ruang bedah tersebut;

    29. Bahwa berikutnya Penggugat datang ke ruang bedah, dan ketika itu juga Penggugat

    diminta oleh dokter yang melakukan pembedahan tersebut untuk menandatangani

    persetujuan untuk melakukan pembedahan, sementara pembedahan telah selesai

    Hal. 5dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    6/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    dilakukan tanpa persetujuan dan terdapat diagnosa baru dinyatakan pada

    pembedahan berupa ruptur bull.

    Ruptur bull menurut kamus kedokteran merupakan hilangnya kontinuitas dari

    dinding buli-buli, dapat disebabkan oleh trauma tajam (gunting/pisau operasi dll),

    trauma tumpul, maupun iatrogenik. Dengan kata lain hal tersebut merupakan suatu

    trauma yang dapat disebabkan oleh potong atau iris dari benda tajam;

    30 Bahwa dengan selesainya pembedahan yang dilakukan tanpa persetujuan

    (informed consent) dari Penggugat dan terdapatnya cacat permanen setelah

    pembedahan tentu saja Penggugat menolak untuk menanda tangani surat persetujuan;

    31 Bahwa, sejak 15 Februari 2009 hingga gugatan ini diajukan, pasien masih

    terbaring di RSCM karena masih sakit dan belum mendapatkan kejelasan proses

    pengobatan selanjutnya. Perlu diketahui bahwa alat kencing pasien hingga saat ini dan

    selamanya (menurut para dokter Tergugat) harus menggunakan kateter dan tidakdapat kembali normal seperti sedia kala;

    32 Bahwa Tergugat selalu berupaya agar Penggugat membawa pulang pasien

    secepatnya walaupun masih dalam keadaan sakit. Bahkan Tergugat terlihat sangat

    tidak peduli dengan kondisi pasien yang sudah tidak dapat menggunakan alat

    kencingnya dengan normal sebagaimana layaknya manusia pada umumnya;

    33 Bahwa karena Penggugat tidak mau menandatangani persetujuan tindakan medis

    terhadap pasien, maka pihak Tergugat semakin marah dan gusar sehingga mengancam

    Penggugat dan pasien, bahkan akan mengusir pasien dan Penggugat agar keluar dari

    rumah sakit dan tidak boleh kembali lagi;

    34 Bahwa ancaman tersebut juga dilayangkan Tergugat kepada adik Penggugat

    yang bekerja pada Tergugat dengan kata-kata "Sri, bilang sama kakak kamu, jangan

    banyak bicara kalau anaknya mau selamat. Hal tersebut disampaikan oleh dr. Raya

    Hendri Batubara perkataan tersebut sungguh tidak pantas dilayangkan oleh seorang

    dokter yang seharusnya memiliki jiwa sosial serta budi pekerti yang tinggi dan mulia;

    35 Selain itu dr. Arry Rodjani, Sp.U dengan angkuhnya pernah mengatakan kepada

    Penggugat "jangan sok-sokan kamu memakai pengacara! Saya juga bisa menyewa

    pengacara! Uang saya banyak!". Kata-kata tidak pantas tersebut juga pernah

    diucapkan oleh seorang dokter yang katanya kembali lagi memiliki integritas yang

    tinggi. Kata-kata tersebutlah yang selalu diingat Penggugat sehingga pada akhirnya

    memilih untuk menempuh jalur hukum;

    36 Bahwa karena Penggugat tidak bersedia membawa pasien pulang dalam keadaan

    sakit, maka sebagai karyawan yang bekerja ditempat Tergugat, Penggugat disamping

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    7/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    sering mendapat perlakuan yang tidak layak, Tergugat saat ini juga memindahkan

    posisi kerja Penggugat dari sebagai staf klinik kulit dan kelamin menjadi pekarya

    (pesuruh dorong pasien) tanpa ada pemberitahuan dan surat keputusan resmi tertulis

    dari Tergugat. Hal ini sangat tidak manusiawi mengingat jabatan PNS Penggugat

    yaitu golongan III A yang seharusnya sudah masuk kedalam golongan bukan pekerja

    kasar, dan juga tidak manusiawi jika dipandang dari kekuatan fisik Penggugat yang

    sudah tidak memungkinkan dikarenakan sudah tidak muda lagi;

    Perlu diketahui bahwa pekarya yang bekerja pada Tergugat bukan merupakan

    Pegawai Negeri Sipil, sehingga secara tidak langsung Tergugat telah memecat

    Penggugat dari pekerjaannya tanpa alasan jelas dan surat administratif sedikitpun;

    37 Bahwa pada tanggal 12 April 2010, Penggugat melalui kuasa hukumnya,

    mengirimkan Surat Nomor 024/MSP/IV/10, yang pada pokoknya meminta isi rekam

    medis/atau status pasien, dan diterima oleh Tergugat tanggal 13 April 2010;38 Bahwa setelah menerima surat tersebut respon dari Tergugat yang ketika itu

    diwakili oleh dr. Arry Rodjani, Sp.U. menggunakan surat keterangan yang pada

    pokoknya menyampaikan bahwa isi rekam medis atas nama pasien tidak boleh

    diberikan tanpa persetujuan direksi Tergugat (bukti P-9, bukti P-10);

    Hal tersebut secara terang-benderang telah menyalahi aturan Pasal 52 Undang-

    Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mana dikatakan

    bahwa isi dari rekam medis merupakan hak dari pasien;

    39. Bahwa Penggugat melalui kuasa hukumnya telah mengirimkan surat pengaduan

    kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dengan Nomor 058/MSP/VII/10

    pada tanggal 09 Juli 2010, telah meminta bantuan untuk menyelesaikan

    permasalahan a quokepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia (bukti P-11);

    40. Bahwa Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui tembusan suratnya Nomor

    01T.PS.14.00.215.10.3923, tertanggal 25 Agustus 2010, yang ditujukan kepada

    RSCM yang pada intinya meminta Tergugat untuk menyelesaikan permasalahan a

    quo sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan melaporkan langkah-

    langkah yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu

    yang tidak terlalu lama, (bukti P-12);

    41. Bahwa Penggugat pada hari yang sama, melalui Surat Nomor 057/MSP/ VII/10,

    tanggal 09 Juli 2010, juga meminta bantuan untuk menyelesaikan permasalahan a

    quo kepada Ketua Komisi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dan Tergugat

    telah ditegur melalui Surat Nomor 0059/KLA/0413. 2010/MM.22/II/2011 dan

    Hal. 7dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    8/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    meminta Tergugat menyelesaikan permasalahan ini dengan baik dan benar (bukti

    P-13 dan bukti P-14);

    42. Bahwa Penggugat juga telah menyampaikan pengaduan tertulis kepada Ketua

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), Nomor 077/ MSP/

    VIII/10, tertanggal 16 Agustus 2010, dan dibalas dengan surat MKDKI Nomor 250/

    U/MKDKI/II/2011, tertanggal 28 Februari 2011, yang pada pokoknya bahwa diduga

    Tergugat telah melakukan pelanggaran disiplin kedokteran (malpraktek) dan

    pemeriksaan sudah selesai pada Majelis Pemeriksaan Awal (MPA) dan saat ini

    dalam proses Majelis Pemeriksaan Disiplin (MPD). MKDKI juga mempersilahkan

    Penggugat melakukan upaya hukum lainnya terhadap dugaan pelanggaran disiplin

    kedokteran yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat, karena pengaduan ke

    MKDKI tidak menghilangkan hak Penggugat untuk menempuh jalur hukum lainnya

    (bukti P-15 dan bukti P-2); 43. Bahwa Tergugat melakukan kebohongan kepada Ombudsman Republik Indonesia

    melalui surat jawabannya Nomor 4216/TU.K/02/III/2011, yang pada pokoknya

    mengatakan, "bahwa keluarga pasien sudah diberikan resume medis sesuai

    peraturan tentang rekam medik dan segala keluhan pasien telah ditindaklanjuti".

    Bahwa resume medis tidak pernah diberikan dan keluhan pasien tidak pernah

    ditindaklanjuti bahkan Penggugat dipaksa memulangkan pasien secepatnya (P-16).

    Atas surat tersebut kami telah mengirimkan surat kepada Komisi Ombudsman RI

    dengan Nomor 050/MSP/V/2011 tanggapan atas surat RSCM. (bukti P-17);

    44. Hal tersebut di atas jelas sekali bertentangan dengan jawaban Dr.Arry Rodjani yang

    terdapat pada poin 37 di atas yang mengatakan bahwa pada pokoknya

    menyampaikan bahwa isi rekam medis atas nama pasien tidak boleh diberikan tanpa

    persetujuan Direksi Tergugat (P-8). Oleh karenanya kebohongan yang disampaikan

    Tergugat kepada Ombudsman Republik Indonesia sudah sangat terbukti;

    45. Bahwa atas tindakan yang dilakukan oleh Tergugat tersebut di atas, maka Penggugat

    pernah diundang untuk upaya perdamaian dan hasil dalam rapat tersebut Penggugat

    diminta untuk membuat rincian penawaran ganti rugi untuk menyelesaikan masalah

    a quosecepatnya;

    Dari sini jelas jika Tergugat tidak merasa salah, maka tidak akan mungkin ada

    ajakan upaya perdamaian membicarakan ganti rugi;

    46. Bahwa sesuai permintaan Tergugat, kemudian pada tanggal 12 Januari 2011,

    Penggugat memberikan surat dengan Nomor 02/MSP/I/l 1, perihal perincian

    tuntutan ganti kerugian atas penyakit permanen yang diderita pasien, namun

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    9/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    ternyata Tergugat menolak seluruh rincian tersebut dan hanya mengabulkan

    pembebasan biaya perawatan terhitung tanggal 1 Nopember 2009, dan fasilitas

    pengobatan pasien apabila masih diperlukan tindakan medis (P-18). Atas jawaban

    Tergugat tersebut tentu saja Penggugat sangatlah kecewa karena Tergugat

    merupakan instansi yang mulia di mata masyarakat, tetapi ternyata melakukan

    tindakan yang tidak patut serta hati-hati atas nyawa seseorang dan tidak mau untuk

    bertanggungjawab;

    III. Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.

    47. Bahwa pasien mengalami sakit/cacat permanen dan harus memakai alat bantu

    keteter, hal tersebut disebabkan oleh kelalaian, kekurang hati-hatian tim Dokter.

    Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat dan

    perbuatan tersebut menjadi tanggungjawab Tergugat sebagai pihak yang

    mengizinkan Tim Dokter yang berada di bawah tanggungannya untuk melakukantindakan medis;

    48. Bahwa Tergugat telah lalai untuk melakukan kewajibannya yakni meminta

    persetujuan tertulis (informed consent) atau memberi tahu serta menjelaskan lebih

    dahulu mengenai alasan Tergugat dalam melaksanakan pembedahan tersebut.

    Apalagi sebagian dari Tim Dokter Tergugat yang berada dalam tanggungan

    Tergugat masih berstatus sebagai residen (dalam masa pendidikan) dan tindakan

    kedokteran tersebut masuk dalam kategori tindakan kedokteran beresiko tinggi.

    Sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 45 ayat (1), (2), (3) dan (5) Undang-

    Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat 1

    PerMenKes Nomor 290/menkes/per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan

    Kedokteran bahwa: "Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi

    harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

    memberikan persetujuan";

    Jadi seharusnya Tergugat baru dapat melakukan pembedahan setelah memperoleh

    persetujuan dari Penggugat;

    49. Bahwa seandainya Tergugat berdalil bahwa keadaan pasien dalam status gawat

    darurat (emergency), maka hal tersebut adalah alasan yang dibuat-buat Tergugat

    untuk sembunyi dari tanggung jawabnya, karena pada waktu yang sama dapat saja

    Tergugat memanggil Penggugat yang juga bekerja tidak jauh dari tempat pasien

    dirawat (di bagian klinik kulit dari kelamin RSCM). Disamping hal tersebut,

    sebelum pasien di bawa ke ruang pembedahan, di ruang pasien di rawat juga ada

    Istri Penggugat sedang bersama pasien dan sempat bercanda dengan pasien;

    Hal. 9dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    10/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    50. Bahwa sangat tidak masuk akal bila tindakan pembedahan yang dilakukan Tim

    Dokter Tergugat merupakan kondisi darurat (emergency), karena pasien masuk

    pada tanggal 15 Februari 2009 (sehari sebelum pembedahan dilakukan, yaitu

    tanggal 16 Februari 2009), dan telah mendapat banyak pertolongan dari dokter,

    bahkan pasien berangsur-angsur mulai membaik dan tidak mengeluhkan rasa sakit

    lagi;

    51. Bahwa Tergugat melalui Dokter yang menjadi tanggugannya selalu memberikan

    diagnosis yang berubah-ubah, yaitu dimulai dengan infeksi berat akibat sumbatan

    usus (sepsis illius abstruktif), usus buntu (appendix perforasi), dan lucunya

    terdapat satu diagnosa yang diberikan setelah dilakukan pembedahan yaitu ruptur

    buli (kebocoran kandung kemih). Dengan demikian terlihat jelas ketidakseriusan,

    tidak profesionalnya Tergugat yang menangani pasien yang berujung pada

    rusaknya organ dalam pasien akibat kesalahan diagnosis. (perlu diketahui bahwatidak ada hubungan/korelasi masing-masing hasil diagnosis antara satu penyakit

    dengan penyakit lainnya);

    52. Bahwa, tindakan dari Tergugat tersebut, adalah melawan hukum dikarenakan

    melakukan suatu tindakan medis yang beresiko tinggi yaitu pembedahan yang

    mengakibatkan cacat permanen pada pasien, terlebih tanpa ada persetujuan tertulis

    dari Penggugat sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 45 ayat (1), (2), (3) dan (5)

    Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat

    1 PerMenKes Nomor 290/menkes/per/III/2008, hal tersebut diperparah dengan

    keadaan fisik diri pasien yang mengalami gangguan kesehatan baik fisik maupun

    mental sebagaimana telah dinyatakan dalam surat pemeriksaan psikologi yang

    dilakukan oleh Psikolog Frida Medina H, dan dalam pemeriksaan tersebut juga

    dinyatakan pasien tidak dapat bicara, membaca, ataupun menulis (bukti P-19),

    oleh karenanya tindakan sekecil apapun yang dilakukan terhadap pasien harus

    mendapatkan persetujuan dari Penggugat selaku orang tuanya, terlebih dalam

    melakukan tindakan medis beresiko tinggi yang mana hal tersebut telah

    diamanatkan langsung oleh undang-undang sebagaimana disebutkan di atas;

    53. Bahwa dari poin 46 s/d 49 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap atau

    perbuatan Tergugat dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum

    karena telah melanggar asas kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian (patina) yang

    seharusnya dilakukan agar Penggugat mendapatkan kenyamanan dan kejelasan

    atas informasi yang diderita pasien;

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    11/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    54. Bahwa dari poin 37 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap Tergugat

    dengan tidak memberikan isi rekam medis pasien, dapat dikategorikan perbuatan

    melawan hukum, karena sudah sangat jelas tercantum dalam Pasal 52 poin (e)

    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa pasien

    mempunyai hak untuk "mendapatkan isi rekam medis";

    IV. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan telah merugikan Penggugat.

    55. Bahwa dengan kelalaian, kekurang hati-hatian serta perbuatan melawan hukum

    yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat menjadi tanggung jawab Tergugat,

    maka kondisi kesehatan pasien menjadi lebih buruk (cacat permanen) karena tidak

    bisa lagi buang air kecil dan besar secara normal, karena harus selalu

    menggunakan selang kateter seumur hidupnya;

    56. Bahwa tindakan Tergugat telah berakibat membengkaknya biaya pengobatan

    pasien baik selama di rawat, (selama dua (2) tahun sejak bulan Februari 2009sampai saat gugatan ini diajukan) dan seandainya terpaksa harus keluar dari

    RSCM/tempat Tergugat. maka kerugian tersebut dihitung sebagai berikut:

    A. Kerugian Materiil.

    Jenis Kerugian Satuan Jumlah

    Pengeluaran perbulan terhitung

    sejak Februari 2009 (harus

    dirawat) hingga saat ini:

    Rp2.630.000,00/bulan (27 bulan) Rp71.010.000,00

    b. Biaya terapi dan obat anak Terapi Rp250.000,00 x

    8/bulan x 42 Suplemen

    Rp1.000.000,00/2 bulan x 21

    Rp84.000.000,00

    Rp21.000.000,00

    c. Biaya jaminan hidup

    perawatan pasien-seumur

    hidup dengan adanya

    harapan untuk melakukan

    pengobatan ke luar negeri

    Rp600.000.000,00

    Jumlah Rp776.010.000,00

    Terbilang tujuh ratus tujuh puluh enam juta sepuluh ribu rupiah

    A. Kerugian Immateril.

    - Berupa kerusakan bagian penting dari tubuh yaitu bocornya kantung kemih yang

    disebabkan oleh bedah yang dilakukan oleh Tergugat tanpa persetujuan dari

    Hal. 11dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    12/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    Penggugat. Untuk itu sangatlah wajar sekali bila Penggugat meminta ganti rugi

    sebesar Rp1000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

    57. Berlarut-larut, maka sangatlah wajar jika kami memohon kepada Majelis Hakim

    untuk membebankan Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar

    Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari kepada Penggugat apabila tidak

    melaksanakan putusan ini terhitung sejak diucapkannya putusan ini;

    58. Bahwa, nama Penggugat selama masalah ini berlangsung cukup buruk di mata

    teman-teman Penggugat karena masih bekerja di tempat Tergugat, untuk itu

    sangatlah wajar Majelis Hakim untuk meminta Tergugat meminta maaf kepada

    Penggugat secara surat resmi tertulis, juga melalui 5 Media cetak yaitu : Kompas,

    Koran Tempo, Suara Pembaharuan dan Jakarta Post dan 8 media elektronik yaitu,

    SCTV, Trans TV, RCTI, Indosiar, Metro TV, TVRI, Trans 7, ANTV yang format

    dan isinya ditentukan oleh Penggugat selama 7 hari berturut-turut;V. Dasar Hukum.

    59. Pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi "seseorang tidak

    hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri

    melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang

    menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di

    bawah pengawasannya";

    Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili

    urusan-urusan mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang

    diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam

    melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.

    Dalam hal ini para dokter yang menangani pasien yaitu. dr. Raya dan dr.Yevri

    (Operator), dr.Hendrik dan dr Dhanny (Asisten), dr. Yarman Sp.BD dan dr. Arry

    Rodjani Sp.U (Konsulen), dr Alex (Anestesi) adalah Tim Dokter Tergugat yang

    bekerja atau berada di bawah tanggugan Tergugat dalam melakukan tindakan

    kedokteran kepada pasien. Telah melakukan tindakan pembedahan kepada pasien

    tanpa adanya persetujuan dan berakibat yang sangat merugikan Terggugat;

    60. Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang

    berbunyi "Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua

    kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di

    Rumah Sakit";

    Penjelasan:

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    13/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    Dalam hal ini dijelaskan, tenaga kesehatan adalah Tim Dokter Tergugat, dan

    Perawat yang menangani pasien di tempat Tergugat. Semua tindakan tenaga medis

    yang merugikan pasien adalah tanggung jawab Tergugat sebagai tempat praktik

    Para Dokter tersebut;

    Bahwa Para Dokter yang menangani pasien yaitu. dr. Raya dan dr.Yevri

    (Operator), dr.Hendrik dan dr Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr. Arry

    Rodjani SpU (Konsulen), dr Alex (Anestesi) adalah tim Dokter Tergugat yang

    bekerja atau berada di bawah tanggugan Tergugat dalam melakukan tindakan

    kedokteran kepada pasien;

    61. Pasal 39, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

    yang pada intinya berbunyi praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada

    kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan

    kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit danpemulihan kesehatan;

    Bahwa sebagaimana bunyi pasal di atas, seharusnya Tim Dokter meminta izin

    dalam melakukan tindakan medis apapun terhadap tubuh pasien. Bahwa sebelum

    pasien dibedah, Para Dokter yang menangani pasien di tempat Tergugat selalu

    meminta izin, memberi pemberitahuan, dan penjelasan pada Penggugat untuk

    melakukan tindakan medis sekecil apapun, seperti dalam hal memberi obat jel

    berkali-kali ke dalam dubur pasien. Namun pada saat melaksanakan pembedahan

    terhadap tubuh pasien, Para Tim Dokter Tergugat tidak memberitahu atau

    meminta persetujuan terlebih dahulu mengenai apa alasan Tergugat melaksanakan

    pembedahan tersebut. Bahkan sampai sekarang belum ada pemberitahuan secara

    jelas tentang alasan dilakukan pembedahan, Tim Dokter Tergugat hanya datang

    mencari Penggugat untuk memaksa meminta tanda tangan persetujuan tindakan

    medis pada pasien setelah pembedahan. Apalagi sebagian dari Tim Dokter

    Tergugat tersebut masih berstatus sebagai Residen (masa pendidikan);

    62. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengatur :

    (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban antara lain :

    a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada

    masyarakat;

    Dalam hal ini Tergugat tidak, memberikan informasi mengenai pelayanan

    yang akan diberikan kepada pasien termasuk rencana melakukan pembedahan;

    b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

    kewajiban pasien;

    Hal. 13dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    14/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    Bahwa, sampai gugatan ini dilakukan, Tergugat tidak pernah mengijinkan

    bahkan memberitahukan mengenai rekaman medis atau status medis pasien

    kepada Penggugat. Tergugat bahkan menyimpan rekaman medis pasien terpisah

    dari rekaman medis pasien lain;

    Bahwa dr. Any Rodjani selalu memaksa kepada Penggugat, jika ingin melihat

    rekaman medis atau status pasien, maka harus meminta rekaman medis secara

    langsung kepada Direktur RSCM secara tertulis, Namun sekalipun Penggugat

    telah melakukan perintah dr. Any Rodjani, Tergugat tetap tidak memberikan

    rekaman medis atau hal lain mengenai rekaman medis kepada Penggugat;

    c. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

    Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, Tergugat tidak pernah menghormati

    dan melindungi hak-hak pasien berdasarkan Undang-undang. Hal tersebut

    terlihat dengan tidak adanya penjelasan mengenai pelayanan dan rencana medispada pasien, tidak adanya informed consent (persetujuan tertulis) ketika

    membedah pasien, tidak diberitahukannya mengenai isi rekaman medis atau

    status pasien dan keinginan kuat dari Tergugat untuk memulangkan pasien

    dalam keadaan saki pasca bedah tanpa izin;

    63. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

    mengenai hak-hak pasien yang berbunyi : Setiap pasien mempunyai hak:

    a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di

    Rumah Sakit;

    Bahwa Penggugat tidak pernah mendapat atau diberitahu mengenai tata tertib

    peraturan yang berlaku di rumah sakit;

    b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

    Bahwa Penggugat tidak pernah mendapat informasi mengenai hak -hak

    pasien seperti informasi penyakit pasien secara pasti, tindakan medis yang

    dilakukan, alternative atau resiko medis dan biaya medis. Keterbatasan

    informasi yang diberikan Tergugat dan penjelasan yang selalu berubah-ubah

    menyebabkan pasien harus di bedah dan tanpa persetujuan Penggugat;

    d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi

    dan standar prosedur operasional;

    Bahwa Penggugat tidak pernah diberitahu mengenai Standar Profesi dan

    Standar Prosedur Operasional (SOP) dalam menangani pasien.

    Bahwa sejak pasien di bedah sampai saat ini, Tergugat selalu berusaha untuk

    memulangkan pasien dengan alasan sudah sembuh, padahal pasien masih

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    15/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    dalam keadaan sakit dan harus menggunakan kateter akibat pembedahan

    selama hidupnya;

    e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari

    kerugian fisik dan materi;

    Bahwa tindakan Tergugat membedah pasien tanpa persetujuan Penggugat

    telah mengakibatkan kerugian terhadap masa depan pasien karena harus

    memakai alat bantu saluran pembuangan (kateter) selama hidupnya, secara

    nyata fisik dan materi pasien sangat dirugikan;

    k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan lakukan oleh

    tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

    Bahwa seandainya Penggugat mengetahui pasti mengenai rencana

    pembedahan terhadap pasien, maka Penggugat akan langsung menolak

    tidakan tersebut karena diagnosis penyakit yang tidak pasti dari Tergugatdan resiko pembedahan medis yang sangat besar.

    q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga

    memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata

    ataupun pidana;

    Berdasarkan uraian di atas, sangat wajar sekali jika Penggugat meminta

    pertanggungjawaban Tergugat karena kelalaiannya dalam menangani pasien

    yang mengakibatkan pasien mengalami cacat fisik permanen selama

    hidupnya dan menderita kerugian materi yang besar untuk biaya

    kesembuhan penyakitnya;

    64. Bahwa, Pasal 45 ayat (1), (2), (3) dan (5) Undang-Undang Nomor 29 Tahun

    2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa,

    ayat 1: Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

    oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat

    persetujuan.

    Penjelasan:

    Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan

    medis adalah pasien yang bersangkutan;

    Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under

    curatele) persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh

    keluarga terdekat antara Iain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung

    atau saudara-saudara kandung;

    Hal. 15dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    16/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    Sebagaimana dijelaskan pula dalam pasal 1 ayat 4 PerMenKes Nomor 290/

    MenKes/Per/III/2008, tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa definisi

    "Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak

    kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya ".

    Ayat 2 : Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan

    setelah pasien mendapat keterangan secara lengkap;

    Penjelasan:

    Bahwa pembedahan dilakukan sebelum meminta persetujuan Penggugat.

    Persetujuan dari Penggugat diminta oleh Tergugat setelah pasien mengalami

    cacat permanen. Bahwa Tergugat tidak pernah memberikan penjelasan lengkap

    mengenai penyakit pasien. Tergugat selalu memberikan informasi yang berubah-

    ubah tentang penyakit pasien, bahkan Tergugat juga tidak meminta persetujuan

    Penggugat ketika akan melakukan pembedahan pasien;Ayat 3: Penjelasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) sekurang-

    kurangnya mencakup:

    a. diagnosis dan tata cara tindakan medis.

    b. tujuan tindakan medis yang dilakukan.

    c. alternative tindakan lain dan resikonya.

    d. resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan;

    e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

    Penjelasan: Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah

    dimengerti karena penjelasan merupakan landasan untuk memberikan

    persetujuan. Aspek lain yang juga sebaliknya diberikan penjelasan yaitu yang

    berkaitan dengan pembiayaan. Namun dalam hal ini Penggugat tidak pernah

    mendapat diagnosis pasti, rencana tindakan medis, tujuan tindakan medis,

    alternative, dan resiko medisnya;

    Ayat 5: Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung

    resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani

    oleh yang berhak memberikan persetujuan. Penjelasan:

    Yang dimaksud dengan "tindakan medis beresiko tinggi" adalah seperti tindakan

    bedah atau tindakan invasif lainnya. Tetapi, dalam pembedahan yang dilakukan

    Tergugat pada pasien, Penggugat tidak pernah memberikan persetujuan secara

    lisan dan atau tertulis

    65. Sebagaimana berbunyi pada pasal/ayat 4 PerMenKes Nomor 290/ MenKes/Per/

    III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa definisi "Tindakan

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    17/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi

    keutuhan jaringan tubuh pasien", yang dalam hal ini adalah pembedahan pada

    pasien.

    66. Mengenai kewajiban Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran diatur

    secara lebih detail dalam PerMenKes Nomor 290/MenKes/ Per/IIl/2008 tentang

    Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa:

    Pasal 1 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan

    Tindakan Kedokteran bahwa definisi "persetujuan tindakan kedokteran adalah

    persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat

    penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

    yang akan dilakukan terhadap pasien";

    Bahwa dengan tidak adanya penjelasan dari Tergugat mengenai tindakan

    kedokteran yang akan diberikan pada pasien maka Penggugat juga tidakmemberikan persetujuan untuk dilakukannya tindakan kedokteran (bedah)

    tersebut;

    Pasal 5 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan

    Tindakan Kedokteran "Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi

    adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat

    mengakibatkan kematian atau kecacatan";

    Bahwa tindakan pembedahan kepada pasien adalah tindakan kedokteran yang

    beresiko tinggi yang dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan. Bahwa saat

    ini pasien telah mengalami cacat permanen akibat tindakan bedah tanpa izin

    yang dilakukan oleh Tergugat;

    Pasal 2 ayat 1 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan

    Tindakan Kedokteran bahwa:

    "Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus

    mendapat persetujuan";

    Tergugat tidak pernah meminta persetujuan untuk melakukan bedah kepada

    Penggugat;

    Pasal 3 ayat 1 dan ayat 3 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/II//2008 tentang

    Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa:

    (I) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus

    memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

    memberikan persetujuan;

    Hal. 17dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    18/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    (3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam

    bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk

    itu;

    Bahwa Tergugat tidak memenuhi apa yang diatur dalam peraturan di atas kerana

    Tergugat haru meminta persetujuan Penggugat setelah pasien selesai dibedah dan

    mengalami kebocoran organ tubuh. Bahwa Tergugat tidak pernah memberikan

    persetujuan baik secara tertulis atau lisan pada Penggugat;

    Pasal 11 Permenkes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan

    Tindakan Kedokteran bahwa:

    1. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran,

    dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan;

    2. Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar daripada persetujuan;Bahwa Penggugat tidak pernah dibeiikan penjelasan mengenai kemungkinan

    perluasan tindakan medis, akibat tindakan medis tersebut dan rencana tindakan

    medis;

    Tergugat tidak pernah meminta persetujuan tindakan pembedahan tersebut pada

    Penggugat. Bahwa, setelah mengetahui bahwa pembedahan tersebut gagal, maka

    Tergugat kemudian mencari Penggugat bahkan dengan paksaan meminta agar

    Penggugat menandatangani persetujuan untuk pembedahan yang telah dilakukan

    pada pasien;

    67. Mengenai hak pasien, hal ini diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29

    Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa:

    Pasien dalam menerima pelayanan dalam praktik kedokteran, mempunyai hak:

    b. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana

    yang dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

    Tergugat dan atau Tim Dokter yang menangani pasien tidak pernah

    memberikan penjelasan yang lengkap dan jujur. Bahkan Tergugat melakukan

    pembedahan;

    c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

    Bahwa pasien seharusnya mendapatkan pelayanan medis yang maksimal untuk

    kesembuhannya, namun sejak timbulnya pekara ini, Tergugat tidak lagi

    melayani pasien secara maksimal. Tergugat selalu berusaha untuk

    memulangkan pasien dalam keadaan sakit/cacat akibat pembedahan di bagian

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    19/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    perut. Bahkan Tergugat rela membebaskan biaya perawatan pasien jika

    Penggugat bersedia membawa pulang pasien;

    d. Mendapatkan isi rekaman medis;

    Bahwa sebagaimana telah diuraikan pada pasal-pasal sebelumnya, Penggugat

    tidak pernah melihat rekaman medis pasien atau sejenisnya. Bahkan Penggugat

    mendapat penolakan mengetahui isi rekaman medis pasien dari dr.Arry Rodjani.

    Padahal Penggugat yang mempunyai hak terhadap isi rekam medis, sudah beberapa kali

    meminta kepada Tergugat, namun Tergugat tetap saja tidak mau memberikan isi rekam

    medis tersebut;

    Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Pengadilan

    Negeri Jakarta Pusat supaya memberikan putusan sebagai berikut:

    Permohonan Provisi:

    1 Mengabulkan permohonan provisi Penggugat untuk seluruhnya;2 Menyatakan Tergugat agar mencabut izin praktik kedokteran semua

    Tim Dokter Tergugat yang terdiri dari dr. Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik dan

    dr Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr. Arry Rodjani Sp.U (Konsulen), dr Alex

    (Anestesi), yang melakukan pembedahan terhadap Pasien, demi menghindari hal-hal

    yang tidak diinginkan oleh semua pihak sampai perkara ini selesai;

    3 Menyatakan Tergugat bertanggung jawab atas semua tindakan

    praktik kedokteran dan/atau tindakan medis yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat

    yaitu: dr. Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik dan dr Dhanny (Asisten), dr

    Yarman Sp.BD dan dr. Arry Rodjani Sp.U (Konsulen), dr Alex (Anestesi), karena pada

    saat terjadinya perbuatan yang merugikan Penggugat tersebut, Tim Dokter Tergugat

    tersebutlah yang menangani dan memberikan tindakan medis termasuk pembedahan

    pada pasien. Mengingat pada waktu kejadian, sebahagian dari Tim Dokter Tergugat

    masih dokter praktek yang dalam pendidikan kedokteran (Residen).

    4 Menyatakan pihak Tergugat telah melakukan perbuatan melawan

    hukum karena telah melakukan tindakan medis yang serius (membedah) pasien tanpa

    ada pemberitahuan penjelasan dan persetujuan (inform concernt) lebih dahulu dari

    Penggugat.

    5 Menyatakan Tergugat telah bersalah karena terbukti selalu salah

    dalam memeriksa, mendiagnosa penyakit pada pasien sebanyak 4 (empat) kali berturut-

    turut bahkan setelah pembedahan masih juga berubah-ubah (tidak jelas sakit apa), dan

    melakukan pembedahan tanpa izin bahkan membuat pasien menjadi cacat selama

    hidupnya.

    Hal. 19dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    20/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    6 Menghukum Tergugat untuk menganti semua biaya perawatan

    medis pasien.

    7 Menghukum Tergugat untuk mengganti seluruh kerugian materil

    yang diderita oleh Penggugat akibat perbuatan Tergugat karena telah menimbulkan

    kecacatan permanen pada masa depan pasien.

    8 Menghukum Tergugat untuk segera melaksanakan putusan provisi

    ini terhitung sejak diucapkannya putusan provisi ini;

    Dalam Pokok Perkara.

    1 Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

    2 Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah

    melakukan tindakan medis yang serius (membedah) pasien tanpa ada

    pemberitahuan penjelasan dan persetujuan (informed concent) lebih dahulu dari

    Penggugat;3 Menyatakan Tergugat bertanggung javvab atas semua tindakan praktik

    kedokteran berupa pembedahan terhadap pasien yang dilakukan oleh Tim

    Dokter Tergugat yaitu: dr.Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik dan dr

    Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr.Arry Rodjani Sp.U (Konsulen), dr

    Alex (Anestesi);

    4 Menyatakan Tergugat telah bersalah karena terbukti selalu salah dalam

    memeriksa, mendiagnosa penyakit pasien sebanyak 4 (empat) kali berturut-turut

    bahkan setelah pembedahan masih juga berubah-ubah (tidak jelas sakit apa),

    dan melakukan pembedahan tanpa izin bahkan membuat pasien menjadi cacat

    selama hidupnya;

    5 Memerintahkan Tergugat agar mencabut izin praktik kedokteran semua Tim

    Dokter Tergugat yang terdiri dari dr. Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik

    dan dr Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr. Arry Rodjani SpU

    (Konsulen), dr Alex (Anestesi), yang melakukan pembedahan terhadap pasien.

    demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak sampai

    perkara ini selesai;

    6 Menghukum Tergugat untuk menganti semua biaya perawatan dan pengobatan

    medis pasien;

    7 Menghukum Tergugat membayar ganti kerugian kepada Penggugat, sebesar

    Rp1.776.010.000,00 (satu miliar tujuh ratus tujuh puluh enam juta sepuluh ribu

    rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    21/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    A. Kerugian materil : Rp776.010.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh enam juta

    sepuluh ribu rupiah);

    B. Kerugian Immateriil sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

    8. Menghukum Tergugat untuk meminta maaf kepada Penggugat melalui 5 (lima)

    media cetak yaitu : Kompas, Koran Tempo, Suara Pembaharuan dan Jakarta Post

    dan 8 media elektronik yaitu, SCTV, Trans TV, RCTI, Indosiar, Metro TV, TVRI,

    Trans 7, ANTV yang format dan isinya ditentukan oleh Penggugat selama 7 hari

    berturut-turut;

    9 Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar

    Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari kepada Penggugat, apabila tidak

    melaksanakan putusan ini;

    10 Menyatakan bahwa putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu,

    meskipun ada upaya verzet, banding, kasasi; perlawanan dan/atau peninjauan kembali(uitvoerbaar bij voorraad).

    11 Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya perkara yang timbul

    dari perkara a quo;

    Apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya,bijaksana,

    patut dan arif (ex aequo et bono);

    Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan eksepsi

    yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:

    1. Pihak yang digugat keliru.

    Bahwa yang digugat dalam perkara ini adalah Badan Layanan Umum Rumah Sakit

    Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo c.q. Direksi RSCM;

    Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

    diatur bahwa berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah

    sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat dikelola oleh

    Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba;

    Rumah Sakit Publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah

    diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan

    Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (Mohon periksa bukti T.l);

    Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

    Badan Layanan Umum diatur sebagai berikut:

    Hal. 21dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    22/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    1 BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah

    Daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan

    kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;

    2 BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara /

    Lembaga/Pemerintah Daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari

    Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah sebagai instansi induk;

    3 Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota bertangung jawab atas

    pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang dilegasikan kepada

    BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan;

    Ayat (4), (5), (6), dan (7) tidak dikutip;

    Dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 23 Tahun 2005, diatur sebagai berikut

    :

    Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah tetap bertanggung jawab ataspelaksanaan kewenangan yang didelegasikan kepada BLU. Oleh karena itu,

    kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah harus menjalankan peran

    pengawasan terhadap kinerja layanan dan pelaksanaan kewenangan yang

    didelegasikan. (Mohon periksa bukti T.2)

    Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Badan Layanan Umum

    Rumah Sakit adalah Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah

    Daerah, dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba, (dalam hal ini RSCM dikelola

    oleh Kementerian Kesehatan) berdasarkan Badan Layanan Umum, sehingga

    istilah Badan Layanan Umum untuk Rumah Sakit publik bukan merupakan

    subjek hukum melainkan merupakan bentuk penyelenggaraan suatu unit kerja

    dengan pengelolaan badan layanan umum, sehingga tidak tepat dijadikan

    sebagai pihak yang digugat di pengadilan. Seharusnya yang dijadikan subjek

    hukum (subjek gugatan) adalah pengelola rumah sakit tersebut, oleh sebab itu

    yang dapat dijadikan subjek gugatan adalah Pemerintah yang mengelola rumah

    sakit tersebut, sehingga dijadikannya Badan Layanan Umum RSCM sebagai

    Tergugat dalam perkara ini adalah keliru;

    Berhubung subjek yang digugat dalam perkara ini ternyata keliru, Tergugat

    mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini di Pengadilan Negeri

    Jakarta Pusat untuk menolak gugatan Penggugat seluruhnya atau setidak-

    tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;

    2. Gugatan terhadap Tergugat tidak jelas/kabur (obscuur libel).

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    23/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    Bahwa dalam gugatannya Penggugat menyatakan bahwa terhadap anaknya

    dilakukan pembedahan tanpa persetujuan (informed consent) sehingga terdapat

    cacat permanen setelah dilakukan pembedahan (gugatan halaman 5 angka 30).

    Bahwa dalil Penggugat tersebut tidak jelas apakah karena pembedahan

    dilakukan tanpa persetujuan dapat mengakibatkan cacat, padahal dalam

    kenyataannya cacat yang dialami oleh anak Penggugat adalah akibat penyakit

    yang diderita anak Penggugat. Selain itu Penggugat beranggapan seolah-olah

    persetujuan adalah sama dengan informed consent, padahal istilah informed

    consent adalah suatu proses mulai dari pemberian penjelasan tentang penyakit

    yang diderita, tindakan yang akan dilakukan, akibat yang mungkin timbul dari

    tindakan, alternatif yang dapat ditempuh serta resiko yang mungkin timbul, dan

    apabila pasien/keluarga telah memahami seluruh penjelasan tersebut barulah

    pasien/keluarga menyatakan persetujuan atau sebaliknya menolak dilakukantindakan kedokteran;

    Dengan demikian persetujuan tidak sama dengan informed consent, karena

    informed consent adalah proses yang diawali dengan pemberian penjelasan

    sedangkan persetujuan adalah hasil yang diperoleh setelah penjelasan diberikan.

    Namun dalam gugatan Penggugat dianggap informed consent sama dengan

    persetujuan tindakan kedokteran, akibatnya dalam dalil gugatan tersebut tidak

    jelas yang mana merupakan penyebab menimbulkan cacat yang diderita anak

    Penggugat;

    Bedasarkan uraian tersebut diatas terbukti gugatan Penggugat tidak jelas/kabur

    (obscuur libel) yakni tidak jelas yang mana penyebab yang menimbulkan akibat

    dalam hal ini tidak jelas diuraikan apa penyebab yang mengakibatkan anak

    Penggugat cacat;

    Berhubung terbukti gugatan Penggugat tidak jelas/kabur (obscuur libel),

    Tergugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini di

    Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menolak gugatan Penggugat seluruhnya

    atau setidak-tidaknya menyatakan guguatan Penggugat tidak dapat diterima;

    Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah

    mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 287/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. tanggal 05 Maret

    2012 yang amarnya sebagai berikut:

    Dalam Eksepsi:

    - Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;

    Dalam Provisi:

    Hal. 23dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    24/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    - Menolak tuntutan provisi Penggugat seluruhnya;

    Dalam Pokok Perkara:

    - Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;

    - Menghukum pihak Penggugat untuk membayar biaya dalam perkara ini yang hingga

    putusan ini ditaksir berjumlah Rp341.000,- (tiga ratus empat puluh satu ribu rupiah);

    Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan

    Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI

    Jakarta dengan putusan Nomor 350/Pdt/2012/PT.DKI. tanggal 10 Desember 2012;

    Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada

    Penggugat/Pembanding pada tanggal 23 September 2013 kemudian terhadapnya oleh

    Penggugat/Pembanding (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa

    Khusus tanggal 7 Oktober 2013) diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal

    7 Oktober 2013 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 85/Srt.Pdt.Kas/2013/PN.Jkt.Pst. Jo Nomor 287/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. yang dibuat oleh

    Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan mana diikuti oleh memori kasasi

    yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut

    pada tanggal 21 Oktober 2013;

    Menimbang, bahwa setelah itu oleh Tergugat/Terbanding pada tanggal 19

    November 2013 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Penggugat/

    Pembanding mengajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan

    Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 03 Desember 2013;

    Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah

    diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan

    dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan

    kasasi tersebut formal dapat diterima;

    ALASAN-ALASAN KASASI.

    Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/

    Penggugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:

    Bahwa berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, menyatakan

    sebagai berikut : Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau

    penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena:

    a Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

    b Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    25/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    c Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

    perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya

    putusan yang bersangkutan;

    Kronologis perkara.

    1 Bahwa Penggugat adalah ayah dari pasien yang bernama Nina Dwijayanti (22

    tahun) yang untuk selanjutnya disebut pasien dan sebagai Wali Pengampu dari anak

    kandungnya tersebut di atas yang lahir dari perkawinan Penggugat dengan Istri

    sesuai dengan Ketetapan Pengadilan Negeri Karawang Nomor 08/Pdt.P/2011/

    PN.Krw (videbukti P-1);

    2 Bahwa pada tanggal 15 Februari 2009, pukul 21.29 WIB atau setidak-tidaknya pada

    bulan Februari tahun 2009. Pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSCM,

    dengan keluhan tidak bisa buang air kecil dan buang air besar;

    3 Bahwa, kemudian dilakukan pemeriksaan awal pada pasien oleh dokter IGD RSCM,yang bernama dr. Selly, dr.Nadia, dr. Danny Pratama yang kemudian langsung

    dilakukan pemeriksaan Laboratorium dan Rontgen pada pasien (bukti P-3). Bahwa

    berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut pasien didiagnosa menderita infeksi berat

    akibat sumbatan usus (sepsis illiusabstruktif) (didiagnosa ke-1);

    4 Bahwa kemudian dokter memberi tindakan medis berupa memasukkan obat jel ke

    lubang dubur pasien dengan alasan untuk merangsang agar kotoran keluar (bukti

    P-4), ternyata kotoran tersebut juga tidak keluar sekalipun tindakan tersebut sudah

    dilakukan untuk kedua kalinya;

    5 Bahwa, kemudian datanglah salah satu dokter lainnya yang bernama dr. Raya yang

    juga merupakan dokter di tempat Tergugat dan memeriksa kembali pasien serta

    memberikan resep obat Laxadine Sirup agar dibeli Penggugat, yang ternyata

    hasilnya juga sama seperti semula kotoran tetap tidak keluar;

    6 Bahwa selanjutnya dr. Raya selaku dokter yang juga bekerja pada Tergugat

    meminta izin pada Penggugat untuk memasang kateter dan sonde (selang untuk

    memasukan makanan kepada pasien) ke rongga mulut pasien, dan setelah alat

    tersebut dipasang,kemudian keluarlah dari sonde tersebut cairan warna kecoklat-

    coklatan berubah menjadi biru dan lama-lama menjadi warna bening;

    7 Bahwa, esok harinya pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 06.00 WIB,

    dr.Raya berkonsultasi kepada dr.Fajar (Konsulen/Ahli Bedah pada Tergugat) dan

    dari hasil diskusi antara keduanya, mereka mengatakan pasien diusulkan untuk

    didiagnosa ke-2 (kedua);

    Hal. 25dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    26/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    8 Bahwa, Penggugat menyetujui pasien didiagnosa untuk kedua kalinya oleh dr. Raya,

    dan hasilnya pasien dikatakan menderita appendix perforasi (usus buntu) dan hal

    tersebut ditegaskan juga secara berulang-ulang oleh dr. Fajar dengan pernyataan

    appendixpasti appendixsaya yakin sekali itu, hal tersebut juga dituangkan dalam

    surat pengantar permintaan dirawat (bukti P-5);

    9 Bahwa pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 09.30 wib, Penggugat

    mendapat kabar dari rekan kerjanya yang mengatakan bahwa pasien harus menjalani

    pemeriksaan Ultrasonografi (USG) (didiagnosa ke-3), dan hasil dari pemeriksaan

    USG pasien tersebut, menyatakan bahwa ginjal dan buli-buli dalam batas normal.

    Mendapat hasil tersebut kemudian Penggugat kembali bekerja, dan meninggalkan

    pasien di ruang perawatan (bukti P-7);

    10 Bahwa sore hari tanggal 16 Februari 2009, lebih kurang pukul 15.45 WIB, ketika

    sedang bekerja, kembali Penggugat diberitahu oleh rekan kerjanya, bahwa pasiensedang akan menjalani pembedahan. Mendengar hal tersebut Penggugat langsung

    berlari menuju ke tempat dimana pasien dirawat;

    11 Bahwa ketika Penggugat kembali ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) tempat pasien

    dirawat, Penggugat tidak menemukan pasien di tempat tersebut, melainkan hanya

    istri Penggugat yang dalam keadaan panik karena menurut isteri Penggugat sebelum

    pasien dibawa ke dalam ruang pembedahan, kondisi pasien terlihat sudah lebih baik,

    bahkan istri Penggugat sempat bercanda dengan pasien sebelum pasien dibawa

    paksa oleh pekarya (orang yang pekerjaannya mendorong pasien) RSCM;

    12 Bahwa melihat kejadian tersebut, Penggugat sangat terkejut dan berusaha mencari

    informasi guna mengetahui mengapa pasien dibedah secara tiba-tiba, namun tidak

    satupun dokter ataupun petugas bersedia memberikan penjelasan;

    13 Bahwa Penggugat dan/atau istrinya tidak pernah mendapat pemberitahuan/

    penjelasan mengenai tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien (anaknya)

    dan tidak pernah memberikan persetujuan (informed consent) kepada Tergugat,

    bahkan Tergugat tidak pernah meminta persetujuan kepada Penggugat sebagai

    orang tuanya untuk melakukan bedah terhadap pasien. Atas tindakan tersebut,

    Tergugat telah menyalahi aturan yang terdapat pada Pasal 45 Undang-Undang

    Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat 1 PerMenKes

    Nomor 290/MenKes/Per/ III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;

    14 Bahwa setelah bedah selesai dilakukan, Penggugat mendapat informasi bahwa

    Pasien mengalami masalah kebocoran pada buli-buli/kandungan kencing pasien

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    27/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun

    gRe

    publik

    Indon

    esi

    hAgu

    ngRepub

    likIndon

    es

    ikIndo

    ne

    Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

    yang sebelumnya pada diagnosa ke-3 menyatakan bahwa ginjal dan buli-buli dalam

    batas normal;

    15 Bahwa kemudian Penggugat diminta oleh dokter yang melakukan pembedahan

    tersebut untuk menandatangani persetujuan untuk melakukan pembedahan, setelah

    pembedahan selesai dilakukan;

    16 Bahwa, sejak 15 Februari 2009 hingga saat Permohonan Kasasi ini diajukan, pasien

    masih terbaring di rumah Penggugat/Pembanding/ Pemohon Kasasi karena masih

    sakit dan belum mendapatkan kejelasan proses pengobatan selanjutnya. Perlu

    diketahui bahwa alat kencing pasien hingga saat ini dan selamanya (menurut Para

    Dokter Tergugat) harus menggunakan kateter dan tidak dapat kembali normal

    seperti sedia kala (sesuai dengan salinan putusan halaman 58 pada bagian atas);

    Terdapat keterangan dokter yang tidak konsisten/berubah-ubah sehingga Majelis

    Hakim menjadi keliru dalam memberikan pertimbangan hukum;17 Bahwa Majelis Hakim Yang Mulia telah keliru dalam memberikan pertimbangan

    keterangan saksi dr Yarman, SP.B. Bahwa dalam salinan putusan halaman 43,

    tertulis jelas saksi tidak menjelaskan sedikitpun mengenai tindakan medis yang

    dilakukannya pada pasien, tetapi dalam pertimbangan Hakim di salinan putusan

    halaman 63 alinea ke-3 dan ke-4, dijelaskan mengenai tindakan medis yang

    dilakukan oleh dr. Yarman, SP.B. maka pertanyaannya, dari mana Majelis Hakim

    mengambil kesaksian dr. Yarman, SP.B. mengenai tindakan medis tersebut

    sementara keterangan tersebut tidak ditemukan dalam pemeriksaan dalam

    persidangan?;

    Bahwa dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim Yang Mulia telah

    keliru dalam memberikan pertimbangan keterangan saksi dr Yarman, SP.B. karena

    dalam pemeriksaan persidangan, saksi tidak pernah menjelaskan detail mengenai

    tindakan medis yang dilakukannya pada pasien;

    18 Bahwa terdapat inkonsistensi dalam pemberian keterangan oleh saksi dr Yarman,

    SP.B. dimana sebelumnya saksi mengatakan bahwa persetujuan dilakukan secara

    tertulis dan lisan kemudian di sisi lain saksi mengatakan lagi bahwa saksi tidak

    mengetahui adanya persetujuan tindakan medis pada akhirnya saksi mengatakan

    bahwa orang tua pasien memberikan persetujuan tindakan di UGD maupun di

    ruang bedah maka berdasarkan keterangan tersebut perlu diperjelas, manakah

    keterangan saksi dr Yarman, SP.B. tersebut yang dapat dipercaya?;

    (salinan putusan halaman 43)

    Hal. 27dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.

    Disclaimer

    Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.

    Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

    Email : [email protected]

    Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27

  • 7/24/2019 215_K_Pdt_2014

    28/42

    a

    kamah

    Agun

    gRe

    pu

    kam

    ahAgun