215_k_pdt_2014
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
1/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
Nomor 215 K/Pdt/2014
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut
dalam perkara:
TUAN GUNAWAN,bertempat tinggal di Desa Pucung RT 02
RW 11 Nomor 6, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang,
Jawa Barat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Ricky K.
Margono, S.H.,M.H. dan kawan Para Advokat pada Kantor
Margono Surya & Partners, berkantor di Jalan Jenderal
Sudirman Kav.1 Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 07 Oktober 2013;
Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding;
m e l a w a n
BADAN LAYANAN UMUM RUMAH SAKIT Dr. CIPTO
MANGUNKUSUMO (dikenal dengan singkatan RSCM) c.q
DIREKSI RSCM, berkedudukan di Jalan Diponegoro Nomor
71, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Asril
Rusli, S.H.,M.H. dan kawan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 29 November 2013;
Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon Kasasi
dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap sekarang Termohon
Kasasi dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
pada pokoknya atas dalil-dalil:
Kedudukan dan kepentingan hukum Penggugat.
I Bahwa Penggugat adalah ayah dari pasien yang bernama Nina Dwijayanti (22
tahun) yang untuk selanjutnya disebut pasien dan sebagai wali pengampu dari
anak kandungnya tersebut di atas yang lahir dari perkawinan Penggugat dengan
istri sesuai dengan Ketetapan Pengadilan Negeri Karawang Nomor 08/
Pdt.P/2011/PN.Krw. (videbukti P-1);
Hal. 1dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
2/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 Bahwa berdasarkan hal di atas, Penggugat memiliki hak untuk
mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas dugaan malpraktik
yang dilakukan oleh para dokter yang berada di bawah tanggung jawab
Tergugat yang dalam melakukan upaya tindakan medis penyembuhan,
kesehatan, keamanan, kenyamanan serta keselamatan pasien, tanpa ada
persetujuan dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu (informed consent).
Dan pada faktanya justru menimbulkan kerugian dengan menambah
kondisi pasien menjadi cacat permanen, yaitu bocornya kantong kemih
dan harus memakai alat berupa kateter seumur hidup;
2 Bahwa dokter-dokter yang berada di bawah tanggung jawab Tergugat
adalah sebagai berikut:
dr. Raya Henri Batubara;
dr. Arry Rodjani;dr. Fajar;
dr. Yevri;
dr. Hendrik;
dr. Danny;
dr. Yarman Nazni;
dr. Alex;
dr. Selly;
dr. Nadia.
II. Fakta-hakta hukum
1. Bahwa gugatan ini diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena Rumah
Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo Jakarta (selanjutnya disebut RSCM) sebagai
Tergugat berada di wilayah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini sudah sesuai
dengan apa yang dimaksud Pasal 118 ayat (1) HIR;
2. Bahwa berdasarkan surat Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI), Nomor 250/U/MKDK1/II/2011, tertanggal 28 Februari 2011, pada
poin 3 (tiga), pada pokoknya menerangkan bahwa pengaduan ke MKDKI tidak
menghilangkan hak Penggugat untuk menempuh jalur hukum lainnya terhadap
dugaan pelanggaran disiplin kedokteran yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat
(bukti P-2);
3. Bahwa pada tanggal 15 Februari 2009, pukul 21,29 WIB atau setidak-tidaknya
pada bulan Februari tahun 2009 pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSCM,
dengan keluhan tidak bisa buang air kecil dan buang air besar;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
3/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. Bahwa kemudian dilakukan pemeriksaan awal pada pasien oleh dokter IGD
RSCM, yang bernama dr. Selly, dr.Nadia, dr. Danny Pratama;
5. Bahwa setelah pasien diperiksa oleh dr. Selly, dr.Nadia, dr. Danny Pratama,
kemudian langsung dilakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen pada pasien.
(bukti P-3);
6. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut menurut dr. Selly, dr.Nadia, dr.
Danny, pasien didiagnossa menderita infeksi berat akibat sumbatan usus (sepsis
illius abstruktif) dan dokter tersebut langsung meminta izin kepada Penggugat untuk
memberi tindakan medis berupa memasukkan obat jel ke lubang dubur pasien
dengan alasan untuk merangsang agar kotoran keluar (bukti P-4);
7. Bahwa ternyata kotoran tersebut juga tidak keluar dan kemudian dr.Selly
menyuruh Penggugat kembali membeli obat jel lagi di apotek untuk dimasukkan ke
dalam dubur pasien secara manual;8. Bahwa setelah obat jel dibeli, kemudian dr. Nadia melakukan tindakan yang sama
lagi dengan memasukkan jel tersebut untuk kedua kalinya ke dalam lubang dubur
pasien tetapi hasilnya sama saja yaitu kotoran tersebut belum keluar juga, yang
terjadi justru pasien terus merasa kesakitan;
9. Bahwa kemudian datanglah salah satu dokter lainnya yang bernama dr. Raya yang
juga merupakan dokter di tempat Tergugat dan memeriksa kembali pasien serta
memberikan resep obat Laxadine Sirup agar dibeli Penggugat;
10. Bahwa setelah Penggugat membeli obat tersebut ternyata hasilnya juga sama seperti
semula, yaitu kotoran tetap tidak dapat keluar sehingga dr. Raya meminta izin pada
Penggugat melakukan tindakan manual yaitu memasukan jel ke dalam lubang dubur
pasien yang ketiga kalinya dan permintaan tersebut diizinkan oleh Penggugat;
11. Bahwa kemudian dr. Raya memasukkan jari tangannya ke lubang dubur pasien
untuk mengeluarkan kotoran, tetapi hasilnya juga tidak ada sehingga dr. Raya
kembali menyuruh Penggugat untuk membeli jel agar dimasukkan ke dalam dubur
pasien untuk yang keempat kalinya;
12. Bahwa kemudian Penggugat memenuhi keinginan dr. Raya membeli jel lagi dengan
harapan agar kotoran tersebut bisa keluar dan pasien bisa sembuh kembali, tetapi
ternyata walaupun sudah banyak jel yang dimasukkan dr. Raya kedalam dubur
pasien hasilnya tidak ada dan keadaannya semakin parah karena pasien terus
merintih kesakitan akibat tindakan medis yang diberikan para dokter tersebut;
Hal. 3dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
4/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
13. Bahwa selanjutnya dr. Raya selaku dokter yang juga bekerja pada Tergugat
meminta izin pada Penggugat untuk memasang kateter dan sonde (selang untuk
memasukan makanan kepada pasien) ke rongga mulut pasien;
14. Bahwa setelah alat tersebut dipasang , kemudian keluarlah dari sonde tersebut cairan
warna kecoklat-coklatan berubah menjadi biru dan lama-lama menjadi warna
bening;
15. Bahwa esok harinya pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 06.00 wib,
dr.Raya berkonsultasi kepada dr.Fajar (Konsulen/Ahli Bedah pada Tergugat) dan
dari hasil diskusi antara keduanya, mereka mengatakan pasien diusulkan untuk
didiagnosa ke-2 (kedua);
16. Bahwa Penggugat menyetujui pasien didiagnosa untuk kedua kalinya oleh dr. Raya,
dan hasilnya pasien dikatakan menderita appendix perforasi (usus buntu) dan hal
tersebut ditegaskan juga secara berulang-ulang oleh dr. Fajar dengan pernyataan"appendixpasti appendixsaya yakin sekali itu", hal tersebut juga dituangkan dalam
surat pengantar permintaan dirawat (bukti P-5);
17. Bahwa Penggugat kemudian meninggalkan pasien di tempat perawatan karena
Penggugat cukup merasa tenang karena sudah mengetahui penyakit anaknya yaitu
appendix perforasi (usus buntu), berdasarkan diagnosa kedua dan penegasan dari
dr.Fajar;
18. Bahwa sebagai tambahan informasi, Penggugat mengetahui dan mengenal semua
Tim Dokter Tergugat yang menangani pasien, karena Penggugat juga merupakan
karyawan dari Tergugat (bukti P-6);
19. Bahwa pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 09.30 WIB ketika Penggugat
sedang bekerja di ruangan lain (klinik kulit dan kelamin RSCM), Penggugat
mendapat kabar dari rekan kerjanya yang mengatakan bahwa Pasien harus
menjalani pemeriksaan Ultrasonografi(USG);
20. Bahwa hasil dari pemeriksaan USG pasien tersebut, menyatakan bahwa ginjal dan
buli-buli dalam batas normal. Mendapat hasil tersebut kemudian Penggugat kembali
bekerja, dan meninggalkan pasien di ruang perawatan (bukti P-7);
21. Bahwa sore hari tanggal 16 Februari 2009, lebih kurang pukul 15.45 WIB, ketika
sedang bekerja, kembali Penggugat diberitahu oleh rekan kerjanya yang bernama
Pak Dedi, bahwa pasien sedang akan menjalani pembedahan. Mendengar hal
tersebut Penggugat langsung berlari menuju ke tempat dimana pasien dirawat;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
5/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
22. Bahwa ketika Penggugat kembali ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) tempat pasien
dirawat, Penggugat tidak menemukan pasien di tempat tersebut, melainkan hanya
istri Penggugat yang dalam keadaan panik;
23. Bahwa menurut isteri Penggugat sebelum pasien dibawa ke dalam ruang
pembedahan, kondisi pasien terlihat sudah lebih baik, bahkan istri Penggugat dan
pasien sempat bercanda dengan pasien sebelum pasien dibawa oleh pekarya (orang
yang pekerjaannya mendorong pasien) RSCM;
24. Bahwa setiba di tempat pembedahan, Penggugat dan istrinya hanya dapat melihat
pasien dari jarak sekitar 15 meter, karena pasien sudah berada di dalam ruangan
steril (hanya dokter dan pasien yang akan dibedah yang boleh masuk), dan pasien
sudah disejajarkan dengan beberapa pasien lain yang siap akan di bedah;
25. Bahwa melihat kejadian tersebut, Penggugat sangat terkejut dan berusaha mencari
informasi guna mengetahui mengapa pasien dibedah secara tiba-tiba, namun tidaksatupun dokter ataupun petugas bersedia memberikan penjelasan;
26. Bahwa para Dokter Tergugat yang melakukan tindakan medis pembedahan terhadap
pasien adalah dr. Raya Hendri Batubara dan dr. Yevri (sebagai operator),
dr.Hendrik Siahaan dan dr. Danny (sebagai Asisten), dr Yarman Nazni, Sp.BD dan
dr. Arry Rodjani, Sp.U (Konsulen), dr. Alex (Anestesi). (selanjutnya disebut Tim
Tergugat) hal tersebut sebagaimana tercantum dalam laporan pembedahan dengan
Nomor Register 09.004843 (bukti P-8);
27. Bahwa Penggugat dan/atau istrinya tidak pernah memberikan persetujuan ( informed
consent) kepada Tergugat. bahkan Tergugat tidak pernah memberikan penjelasan
dan meminta persetujuan kepada Penggugat sebagai orang tuanya untuk melakukan
bedah terhadap pasien, maka hal tersebut secara jelas dan nyata Tergugat telah
menyalahi aturan yang terdapat pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat 1 PerMenKes Nomor 290/Menkes/
per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
28. Bahwa ketika Penggugat mencari tahu kenapa pasien dibedah secara mendadak dan
tanpa izin persetujuan, Penggugat mendengar informasi dari rekan kerjanya bahwa
pasien telah selesai dibedah dan terdapat masalah kebocoran, mendengar hal
tersebut Penggugat terkejut dan langsung mendatangi ruang bedah tersebut;
29. Bahwa berikutnya Penggugat datang ke ruang bedah, dan ketika itu juga Penggugat
diminta oleh dokter yang melakukan pembedahan tersebut untuk menandatangani
persetujuan untuk melakukan pembedahan, sementara pembedahan telah selesai
Hal. 5dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
6/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dilakukan tanpa persetujuan dan terdapat diagnosa baru dinyatakan pada
pembedahan berupa ruptur bull.
Ruptur bull menurut kamus kedokteran merupakan hilangnya kontinuitas dari
dinding buli-buli, dapat disebabkan oleh trauma tajam (gunting/pisau operasi dll),
trauma tumpul, maupun iatrogenik. Dengan kata lain hal tersebut merupakan suatu
trauma yang dapat disebabkan oleh potong atau iris dari benda tajam;
30 Bahwa dengan selesainya pembedahan yang dilakukan tanpa persetujuan
(informed consent) dari Penggugat dan terdapatnya cacat permanen setelah
pembedahan tentu saja Penggugat menolak untuk menanda tangani surat persetujuan;
31 Bahwa, sejak 15 Februari 2009 hingga gugatan ini diajukan, pasien masih
terbaring di RSCM karena masih sakit dan belum mendapatkan kejelasan proses
pengobatan selanjutnya. Perlu diketahui bahwa alat kencing pasien hingga saat ini dan
selamanya (menurut para dokter Tergugat) harus menggunakan kateter dan tidakdapat kembali normal seperti sedia kala;
32 Bahwa Tergugat selalu berupaya agar Penggugat membawa pulang pasien
secepatnya walaupun masih dalam keadaan sakit. Bahkan Tergugat terlihat sangat
tidak peduli dengan kondisi pasien yang sudah tidak dapat menggunakan alat
kencingnya dengan normal sebagaimana layaknya manusia pada umumnya;
33 Bahwa karena Penggugat tidak mau menandatangani persetujuan tindakan medis
terhadap pasien, maka pihak Tergugat semakin marah dan gusar sehingga mengancam
Penggugat dan pasien, bahkan akan mengusir pasien dan Penggugat agar keluar dari
rumah sakit dan tidak boleh kembali lagi;
34 Bahwa ancaman tersebut juga dilayangkan Tergugat kepada adik Penggugat
yang bekerja pada Tergugat dengan kata-kata "Sri, bilang sama kakak kamu, jangan
banyak bicara kalau anaknya mau selamat. Hal tersebut disampaikan oleh dr. Raya
Hendri Batubara perkataan tersebut sungguh tidak pantas dilayangkan oleh seorang
dokter yang seharusnya memiliki jiwa sosial serta budi pekerti yang tinggi dan mulia;
35 Selain itu dr. Arry Rodjani, Sp.U dengan angkuhnya pernah mengatakan kepada
Penggugat "jangan sok-sokan kamu memakai pengacara! Saya juga bisa menyewa
pengacara! Uang saya banyak!". Kata-kata tidak pantas tersebut juga pernah
diucapkan oleh seorang dokter yang katanya kembali lagi memiliki integritas yang
tinggi. Kata-kata tersebutlah yang selalu diingat Penggugat sehingga pada akhirnya
memilih untuk menempuh jalur hukum;
36 Bahwa karena Penggugat tidak bersedia membawa pasien pulang dalam keadaan
sakit, maka sebagai karyawan yang bekerja ditempat Tergugat, Penggugat disamping
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
7/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sering mendapat perlakuan yang tidak layak, Tergugat saat ini juga memindahkan
posisi kerja Penggugat dari sebagai staf klinik kulit dan kelamin menjadi pekarya
(pesuruh dorong pasien) tanpa ada pemberitahuan dan surat keputusan resmi tertulis
dari Tergugat. Hal ini sangat tidak manusiawi mengingat jabatan PNS Penggugat
yaitu golongan III A yang seharusnya sudah masuk kedalam golongan bukan pekerja
kasar, dan juga tidak manusiawi jika dipandang dari kekuatan fisik Penggugat yang
sudah tidak memungkinkan dikarenakan sudah tidak muda lagi;
Perlu diketahui bahwa pekarya yang bekerja pada Tergugat bukan merupakan
Pegawai Negeri Sipil, sehingga secara tidak langsung Tergugat telah memecat
Penggugat dari pekerjaannya tanpa alasan jelas dan surat administratif sedikitpun;
37 Bahwa pada tanggal 12 April 2010, Penggugat melalui kuasa hukumnya,
mengirimkan Surat Nomor 024/MSP/IV/10, yang pada pokoknya meminta isi rekam
medis/atau status pasien, dan diterima oleh Tergugat tanggal 13 April 2010;38 Bahwa setelah menerima surat tersebut respon dari Tergugat yang ketika itu
diwakili oleh dr. Arry Rodjani, Sp.U. menggunakan surat keterangan yang pada
pokoknya menyampaikan bahwa isi rekam medis atas nama pasien tidak boleh
diberikan tanpa persetujuan direksi Tergugat (bukti P-9, bukti P-10);
Hal tersebut secara terang-benderang telah menyalahi aturan Pasal 52 Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mana dikatakan
bahwa isi dari rekam medis merupakan hak dari pasien;
39. Bahwa Penggugat melalui kuasa hukumnya telah mengirimkan surat pengaduan
kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dengan Nomor 058/MSP/VII/10
pada tanggal 09 Juli 2010, telah meminta bantuan untuk menyelesaikan
permasalahan a quokepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia (bukti P-11);
40. Bahwa Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui tembusan suratnya Nomor
01T.PS.14.00.215.10.3923, tertanggal 25 Agustus 2010, yang ditujukan kepada
RSCM yang pada intinya meminta Tergugat untuk menyelesaikan permasalahan a
quo sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan melaporkan langkah-
langkah yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu
yang tidak terlalu lama, (bukti P-12);
41. Bahwa Penggugat pada hari yang sama, melalui Surat Nomor 057/MSP/ VII/10,
tanggal 09 Juli 2010, juga meminta bantuan untuk menyelesaikan permasalahan a
quo kepada Ketua Komisi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Dan Tergugat
telah ditegur melalui Surat Nomor 0059/KLA/0413. 2010/MM.22/II/2011 dan
Hal. 7dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
8/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
meminta Tergugat menyelesaikan permasalahan ini dengan baik dan benar (bukti
P-13 dan bukti P-14);
42. Bahwa Penggugat juga telah menyampaikan pengaduan tertulis kepada Ketua
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), Nomor 077/ MSP/
VIII/10, tertanggal 16 Agustus 2010, dan dibalas dengan surat MKDKI Nomor 250/
U/MKDKI/II/2011, tertanggal 28 Februari 2011, yang pada pokoknya bahwa diduga
Tergugat telah melakukan pelanggaran disiplin kedokteran (malpraktek) dan
pemeriksaan sudah selesai pada Majelis Pemeriksaan Awal (MPA) dan saat ini
dalam proses Majelis Pemeriksaan Disiplin (MPD). MKDKI juga mempersilahkan
Penggugat melakukan upaya hukum lainnya terhadap dugaan pelanggaran disiplin
kedokteran yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat, karena pengaduan ke
MKDKI tidak menghilangkan hak Penggugat untuk menempuh jalur hukum lainnya
(bukti P-15 dan bukti P-2); 43. Bahwa Tergugat melakukan kebohongan kepada Ombudsman Republik Indonesia
melalui surat jawabannya Nomor 4216/TU.K/02/III/2011, yang pada pokoknya
mengatakan, "bahwa keluarga pasien sudah diberikan resume medis sesuai
peraturan tentang rekam medik dan segala keluhan pasien telah ditindaklanjuti".
Bahwa resume medis tidak pernah diberikan dan keluhan pasien tidak pernah
ditindaklanjuti bahkan Penggugat dipaksa memulangkan pasien secepatnya (P-16).
Atas surat tersebut kami telah mengirimkan surat kepada Komisi Ombudsman RI
dengan Nomor 050/MSP/V/2011 tanggapan atas surat RSCM. (bukti P-17);
44. Hal tersebut di atas jelas sekali bertentangan dengan jawaban Dr.Arry Rodjani yang
terdapat pada poin 37 di atas yang mengatakan bahwa pada pokoknya
menyampaikan bahwa isi rekam medis atas nama pasien tidak boleh diberikan tanpa
persetujuan Direksi Tergugat (P-8). Oleh karenanya kebohongan yang disampaikan
Tergugat kepada Ombudsman Republik Indonesia sudah sangat terbukti;
45. Bahwa atas tindakan yang dilakukan oleh Tergugat tersebut di atas, maka Penggugat
pernah diundang untuk upaya perdamaian dan hasil dalam rapat tersebut Penggugat
diminta untuk membuat rincian penawaran ganti rugi untuk menyelesaikan masalah
a quosecepatnya;
Dari sini jelas jika Tergugat tidak merasa salah, maka tidak akan mungkin ada
ajakan upaya perdamaian membicarakan ganti rugi;
46. Bahwa sesuai permintaan Tergugat, kemudian pada tanggal 12 Januari 2011,
Penggugat memberikan surat dengan Nomor 02/MSP/I/l 1, perihal perincian
tuntutan ganti kerugian atas penyakit permanen yang diderita pasien, namun
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
9/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ternyata Tergugat menolak seluruh rincian tersebut dan hanya mengabulkan
pembebasan biaya perawatan terhitung tanggal 1 Nopember 2009, dan fasilitas
pengobatan pasien apabila masih diperlukan tindakan medis (P-18). Atas jawaban
Tergugat tersebut tentu saja Penggugat sangatlah kecewa karena Tergugat
merupakan instansi yang mulia di mata masyarakat, tetapi ternyata melakukan
tindakan yang tidak patut serta hati-hati atas nyawa seseorang dan tidak mau untuk
bertanggungjawab;
III. Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
47. Bahwa pasien mengalami sakit/cacat permanen dan harus memakai alat bantu
keteter, hal tersebut disebabkan oleh kelalaian, kekurang hati-hatian tim Dokter.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat dan
perbuatan tersebut menjadi tanggungjawab Tergugat sebagai pihak yang
mengizinkan Tim Dokter yang berada di bawah tanggungannya untuk melakukantindakan medis;
48. Bahwa Tergugat telah lalai untuk melakukan kewajibannya yakni meminta
persetujuan tertulis (informed consent) atau memberi tahu serta menjelaskan lebih
dahulu mengenai alasan Tergugat dalam melaksanakan pembedahan tersebut.
Apalagi sebagian dari Tim Dokter Tergugat yang berada dalam tanggungan
Tergugat masih berstatus sebagai residen (dalam masa pendidikan) dan tindakan
kedokteran tersebut masuk dalam kategori tindakan kedokteran beresiko tinggi.
Sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 45 ayat (1), (2), (3) dan (5) Undang-
Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat 1
PerMenKes Nomor 290/menkes/per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran bahwa: "Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi
harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan";
Jadi seharusnya Tergugat baru dapat melakukan pembedahan setelah memperoleh
persetujuan dari Penggugat;
49. Bahwa seandainya Tergugat berdalil bahwa keadaan pasien dalam status gawat
darurat (emergency), maka hal tersebut adalah alasan yang dibuat-buat Tergugat
untuk sembunyi dari tanggung jawabnya, karena pada waktu yang sama dapat saja
Tergugat memanggil Penggugat yang juga bekerja tidak jauh dari tempat pasien
dirawat (di bagian klinik kulit dari kelamin RSCM). Disamping hal tersebut,
sebelum pasien di bawa ke ruang pembedahan, di ruang pasien di rawat juga ada
Istri Penggugat sedang bersama pasien dan sempat bercanda dengan pasien;
Hal. 9dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
10/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
50. Bahwa sangat tidak masuk akal bila tindakan pembedahan yang dilakukan Tim
Dokter Tergugat merupakan kondisi darurat (emergency), karena pasien masuk
pada tanggal 15 Februari 2009 (sehari sebelum pembedahan dilakukan, yaitu
tanggal 16 Februari 2009), dan telah mendapat banyak pertolongan dari dokter,
bahkan pasien berangsur-angsur mulai membaik dan tidak mengeluhkan rasa sakit
lagi;
51. Bahwa Tergugat melalui Dokter yang menjadi tanggugannya selalu memberikan
diagnosis yang berubah-ubah, yaitu dimulai dengan infeksi berat akibat sumbatan
usus (sepsis illius abstruktif), usus buntu (appendix perforasi), dan lucunya
terdapat satu diagnosa yang diberikan setelah dilakukan pembedahan yaitu ruptur
buli (kebocoran kandung kemih). Dengan demikian terlihat jelas ketidakseriusan,
tidak profesionalnya Tergugat yang menangani pasien yang berujung pada
rusaknya organ dalam pasien akibat kesalahan diagnosis. (perlu diketahui bahwatidak ada hubungan/korelasi masing-masing hasil diagnosis antara satu penyakit
dengan penyakit lainnya);
52. Bahwa, tindakan dari Tergugat tersebut, adalah melawan hukum dikarenakan
melakukan suatu tindakan medis yang beresiko tinggi yaitu pembedahan yang
mengakibatkan cacat permanen pada pasien, terlebih tanpa ada persetujuan tertulis
dari Penggugat sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 45 ayat (1), (2), (3) dan (5)
Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat
1 PerMenKes Nomor 290/menkes/per/III/2008, hal tersebut diperparah dengan
keadaan fisik diri pasien yang mengalami gangguan kesehatan baik fisik maupun
mental sebagaimana telah dinyatakan dalam surat pemeriksaan psikologi yang
dilakukan oleh Psikolog Frida Medina H, dan dalam pemeriksaan tersebut juga
dinyatakan pasien tidak dapat bicara, membaca, ataupun menulis (bukti P-19),
oleh karenanya tindakan sekecil apapun yang dilakukan terhadap pasien harus
mendapatkan persetujuan dari Penggugat selaku orang tuanya, terlebih dalam
melakukan tindakan medis beresiko tinggi yang mana hal tersebut telah
diamanatkan langsung oleh undang-undang sebagaimana disebutkan di atas;
53. Bahwa dari poin 46 s/d 49 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap atau
perbuatan Tergugat dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum
karena telah melanggar asas kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian (patina) yang
seharusnya dilakukan agar Penggugat mendapatkan kenyamanan dan kejelasan
atas informasi yang diderita pasien;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
11/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
54. Bahwa dari poin 37 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap Tergugat
dengan tidak memberikan isi rekam medis pasien, dapat dikategorikan perbuatan
melawan hukum, karena sudah sangat jelas tercantum dalam Pasal 52 poin (e)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa pasien
mempunyai hak untuk "mendapatkan isi rekam medis";
IV. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan telah merugikan Penggugat.
55. Bahwa dengan kelalaian, kekurang hati-hatian serta perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat menjadi tanggung jawab Tergugat,
maka kondisi kesehatan pasien menjadi lebih buruk (cacat permanen) karena tidak
bisa lagi buang air kecil dan besar secara normal, karena harus selalu
menggunakan selang kateter seumur hidupnya;
56. Bahwa tindakan Tergugat telah berakibat membengkaknya biaya pengobatan
pasien baik selama di rawat, (selama dua (2) tahun sejak bulan Februari 2009sampai saat gugatan ini diajukan) dan seandainya terpaksa harus keluar dari
RSCM/tempat Tergugat. maka kerugian tersebut dihitung sebagai berikut:
A. Kerugian Materiil.
Jenis Kerugian Satuan Jumlah
Pengeluaran perbulan terhitung
sejak Februari 2009 (harus
dirawat) hingga saat ini:
Rp2.630.000,00/bulan (27 bulan) Rp71.010.000,00
b. Biaya terapi dan obat anak Terapi Rp250.000,00 x
8/bulan x 42 Suplemen
Rp1.000.000,00/2 bulan x 21
Rp84.000.000,00
Rp21.000.000,00
c. Biaya jaminan hidup
perawatan pasien-seumur
hidup dengan adanya
harapan untuk melakukan
pengobatan ke luar negeri
Rp600.000.000,00
Jumlah Rp776.010.000,00
Terbilang tujuh ratus tujuh puluh enam juta sepuluh ribu rupiah
A. Kerugian Immateril.
- Berupa kerusakan bagian penting dari tubuh yaitu bocornya kantung kemih yang
disebabkan oleh bedah yang dilakukan oleh Tergugat tanpa persetujuan dari
Hal. 11dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
12/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Penggugat. Untuk itu sangatlah wajar sekali bila Penggugat meminta ganti rugi
sebesar Rp1000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
57. Berlarut-larut, maka sangatlah wajar jika kami memohon kepada Majelis Hakim
untuk membebankan Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari kepada Penggugat apabila tidak
melaksanakan putusan ini terhitung sejak diucapkannya putusan ini;
58. Bahwa, nama Penggugat selama masalah ini berlangsung cukup buruk di mata
teman-teman Penggugat karena masih bekerja di tempat Tergugat, untuk itu
sangatlah wajar Majelis Hakim untuk meminta Tergugat meminta maaf kepada
Penggugat secara surat resmi tertulis, juga melalui 5 Media cetak yaitu : Kompas,
Koran Tempo, Suara Pembaharuan dan Jakarta Post dan 8 media elektronik yaitu,
SCTV, Trans TV, RCTI, Indosiar, Metro TV, TVRI, Trans 7, ANTV yang format
dan isinya ditentukan oleh Penggugat selama 7 hari berturut-turut;V. Dasar Hukum.
59. Pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi "seseorang tidak
hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri
melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di
bawah pengawasannya";
Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili
urusan-urusan mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang
diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam
melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.
Dalam hal ini para dokter yang menangani pasien yaitu. dr. Raya dan dr.Yevri
(Operator), dr.Hendrik dan dr Dhanny (Asisten), dr. Yarman Sp.BD dan dr. Arry
Rodjani Sp.U (Konsulen), dr Alex (Anestesi) adalah Tim Dokter Tergugat yang
bekerja atau berada di bawah tanggugan Tergugat dalam melakukan tindakan
kedokteran kepada pasien. Telah melakukan tindakan pembedahan kepada pasien
tanpa adanya persetujuan dan berakibat yang sangat merugikan Terggugat;
60. Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang
berbunyi "Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Rumah Sakit";
Penjelasan:
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
13/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalam hal ini dijelaskan, tenaga kesehatan adalah Tim Dokter Tergugat, dan
Perawat yang menangani pasien di tempat Tergugat. Semua tindakan tenaga medis
yang merugikan pasien adalah tanggung jawab Tergugat sebagai tempat praktik
Para Dokter tersebut;
Bahwa Para Dokter yang menangani pasien yaitu. dr. Raya dan dr.Yevri
(Operator), dr.Hendrik dan dr Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr. Arry
Rodjani SpU (Konsulen), dr Alex (Anestesi) adalah tim Dokter Tergugat yang
bekerja atau berada di bawah tanggugan Tergugat dalam melakukan tindakan
kedokteran kepada pasien;
61. Pasal 39, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
yang pada intinya berbunyi praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada
kesepakatan antara dokter dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit danpemulihan kesehatan;
Bahwa sebagaimana bunyi pasal di atas, seharusnya Tim Dokter meminta izin
dalam melakukan tindakan medis apapun terhadap tubuh pasien. Bahwa sebelum
pasien dibedah, Para Dokter yang menangani pasien di tempat Tergugat selalu
meminta izin, memberi pemberitahuan, dan penjelasan pada Penggugat untuk
melakukan tindakan medis sekecil apapun, seperti dalam hal memberi obat jel
berkali-kali ke dalam dubur pasien. Namun pada saat melaksanakan pembedahan
terhadap tubuh pasien, Para Tim Dokter Tergugat tidak memberitahu atau
meminta persetujuan terlebih dahulu mengenai apa alasan Tergugat melaksanakan
pembedahan tersebut. Bahkan sampai sekarang belum ada pemberitahuan secara
jelas tentang alasan dilakukan pembedahan, Tim Dokter Tergugat hanya datang
mencari Penggugat untuk memaksa meminta tanda tangan persetujuan tindakan
medis pada pasien setelah pembedahan. Apalagi sebagian dari Tim Dokter
Tergugat tersebut masih berstatus sebagai Residen (masa pendidikan);
62. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengatur :
(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban antara lain :
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
Dalam hal ini Tergugat tidak, memberikan informasi mengenai pelayanan
yang akan diberikan kepada pasien termasuk rencana melakukan pembedahan;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
Hal. 13dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
14/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa, sampai gugatan ini dilakukan, Tergugat tidak pernah mengijinkan
bahkan memberitahukan mengenai rekaman medis atau status medis pasien
kepada Penggugat. Tergugat bahkan menyimpan rekaman medis pasien terpisah
dari rekaman medis pasien lain;
Bahwa dr. Any Rodjani selalu memaksa kepada Penggugat, jika ingin melihat
rekaman medis atau status pasien, maka harus meminta rekaman medis secara
langsung kepada Direktur RSCM secara tertulis, Namun sekalipun Penggugat
telah melakukan perintah dr. Any Rodjani, Tergugat tetap tidak memberikan
rekaman medis atau hal lain mengenai rekaman medis kepada Penggugat;
c. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, Tergugat tidak pernah menghormati
dan melindungi hak-hak pasien berdasarkan Undang-undang. Hal tersebut
terlihat dengan tidak adanya penjelasan mengenai pelayanan dan rencana medispada pasien, tidak adanya informed consent (persetujuan tertulis) ketika
membedah pasien, tidak diberitahukannya mengenai isi rekaman medis atau
status pasien dan keinginan kuat dari Tergugat untuk memulangkan pasien
dalam keadaan saki pasca bedah tanpa izin;
63. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
mengenai hak-hak pasien yang berbunyi : Setiap pasien mempunyai hak:
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit;
Bahwa Penggugat tidak pernah mendapat atau diberitahu mengenai tata tertib
peraturan yang berlaku di rumah sakit;
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
Bahwa Penggugat tidak pernah mendapat informasi mengenai hak -hak
pasien seperti informasi penyakit pasien secara pasti, tindakan medis yang
dilakukan, alternative atau resiko medis dan biaya medis. Keterbatasan
informasi yang diberikan Tergugat dan penjelasan yang selalu berubah-ubah
menyebabkan pasien harus di bedah dan tanpa persetujuan Penggugat;
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional;
Bahwa Penggugat tidak pernah diberitahu mengenai Standar Profesi dan
Standar Prosedur Operasional (SOP) dalam menangani pasien.
Bahwa sejak pasien di bedah sampai saat ini, Tergugat selalu berusaha untuk
memulangkan pasien dengan alasan sudah sembuh, padahal pasien masih
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
15/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dalam keadaan sakit dan harus menggunakan kateter akibat pembedahan
selama hidupnya;
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
Bahwa tindakan Tergugat membedah pasien tanpa persetujuan Penggugat
telah mengakibatkan kerugian terhadap masa depan pasien karena harus
memakai alat bantu saluran pembuangan (kateter) selama hidupnya, secara
nyata fisik dan materi pasien sangat dirugikan;
k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan lakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
Bahwa seandainya Penggugat mengetahui pasti mengenai rencana
pembedahan terhadap pasien, maka Penggugat akan langsung menolak
tidakan tersebut karena diagnosis penyakit yang tidak pasti dari Tergugatdan resiko pembedahan medis yang sangat besar.
q. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana;
Berdasarkan uraian di atas, sangat wajar sekali jika Penggugat meminta
pertanggungjawaban Tergugat karena kelalaiannya dalam menangani pasien
yang mengakibatkan pasien mengalami cacat fisik permanen selama
hidupnya dan menderita kerugian materi yang besar untuk biaya
kesembuhan penyakitnya;
64. Bahwa, Pasal 45 ayat (1), (2), (3) dan (5) Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa,
ayat 1: Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
Penjelasan:
Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan
medis adalah pasien yang bersangkutan;
Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under
curatele) persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh
keluarga terdekat antara Iain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung
atau saudara-saudara kandung;
Hal. 15dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
16/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Sebagaimana dijelaskan pula dalam pasal 1 ayat 4 PerMenKes Nomor 290/
MenKes/Per/III/2008, tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa definisi
"Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya ".
Ayat 2 : Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat keterangan secara lengkap;
Penjelasan:
Bahwa pembedahan dilakukan sebelum meminta persetujuan Penggugat.
Persetujuan dari Penggugat diminta oleh Tergugat setelah pasien mengalami
cacat permanen. Bahwa Tergugat tidak pernah memberikan penjelasan lengkap
mengenai penyakit pasien. Tergugat selalu memberikan informasi yang berubah-
ubah tentang penyakit pasien, bahkan Tergugat juga tidak meminta persetujuan
Penggugat ketika akan melakukan pembedahan pasien;Ayat 3: Penjelasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup:
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis.
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan.
c. alternative tindakan lain dan resikonya.
d. resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan;
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Penjelasan: Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah
dimengerti karena penjelasan merupakan landasan untuk memberikan
persetujuan. Aspek lain yang juga sebaliknya diberikan penjelasan yaitu yang
berkaitan dengan pembiayaan. Namun dalam hal ini Penggugat tidak pernah
mendapat diagnosis pasti, rencana tindakan medis, tujuan tindakan medis,
alternative, dan resiko medisnya;
Ayat 5: Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung
resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani
oleh yang berhak memberikan persetujuan. Penjelasan:
Yang dimaksud dengan "tindakan medis beresiko tinggi" adalah seperti tindakan
bedah atau tindakan invasif lainnya. Tetapi, dalam pembedahan yang dilakukan
Tergugat pada pasien, Penggugat tidak pernah memberikan persetujuan secara
lisan dan atau tertulis
65. Sebagaimana berbunyi pada pasal/ayat 4 PerMenKes Nomor 290/ MenKes/Per/
III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa definisi "Tindakan
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
17/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien", yang dalam hal ini adalah pembedahan pada
pasien.
66. Mengenai kewajiban Dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran diatur
secara lebih detail dalam PerMenKes Nomor 290/MenKes/ Per/IIl/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa:
Pasal 1 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran bahwa definisi "persetujuan tindakan kedokteran adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan terhadap pasien";
Bahwa dengan tidak adanya penjelasan dari Tergugat mengenai tindakan
kedokteran yang akan diberikan pada pasien maka Penggugat juga tidakmemberikan persetujuan untuk dilakukannya tindakan kedokteran (bedah)
tersebut;
Pasal 5 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran "Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi
adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan";
Bahwa tindakan pembedahan kepada pasien adalah tindakan kedokteran yang
beresiko tinggi yang dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan. Bahwa saat
ini pasien telah mengalami cacat permanen akibat tindakan bedah tanpa izin
yang dilakukan oleh Tergugat;
Pasal 2 ayat 1 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran bahwa:
"Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan";
Tergugat tidak pernah meminta persetujuan untuk melakukan bedah kepada
Penggugat;
Pasal 3 ayat 1 dan ayat 3 PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/II//2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran bahwa:
(I) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan;
Hal. 17dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
18/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam
bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk
itu;
Bahwa Tergugat tidak memenuhi apa yang diatur dalam peraturan di atas kerana
Tergugat haru meminta persetujuan Penggugat setelah pasien selesai dibedah dan
mengalami kebocoran organ tubuh. Bahwa Tergugat tidak pernah memberikan
persetujuan baik secara tertulis atau lisan pada Penggugat;
Pasal 11 Permenkes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran bahwa:
1. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran,
dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan;
2. Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar daripada persetujuan;Bahwa Penggugat tidak pernah dibeiikan penjelasan mengenai kemungkinan
perluasan tindakan medis, akibat tindakan medis tersebut dan rencana tindakan
medis;
Tergugat tidak pernah meminta persetujuan tindakan pembedahan tersebut pada
Penggugat. Bahwa, setelah mengetahui bahwa pembedahan tersebut gagal, maka
Tergugat kemudian mencari Penggugat bahkan dengan paksaan meminta agar
Penggugat menandatangani persetujuan untuk pembedahan yang telah dilakukan
pada pasien;
67. Mengenai hak pasien, hal ini diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa:
Pasien dalam menerima pelayanan dalam praktik kedokteran, mempunyai hak:
b. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
Tergugat dan atau Tim Dokter yang menangani pasien tidak pernah
memberikan penjelasan yang lengkap dan jujur. Bahkan Tergugat melakukan
pembedahan;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Bahwa pasien seharusnya mendapatkan pelayanan medis yang maksimal untuk
kesembuhannya, namun sejak timbulnya pekara ini, Tergugat tidak lagi
melayani pasien secara maksimal. Tergugat selalu berusaha untuk
memulangkan pasien dalam keadaan sakit/cacat akibat pembedahan di bagian
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
19/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
perut. Bahkan Tergugat rela membebaskan biaya perawatan pasien jika
Penggugat bersedia membawa pulang pasien;
d. Mendapatkan isi rekaman medis;
Bahwa sebagaimana telah diuraikan pada pasal-pasal sebelumnya, Penggugat
tidak pernah melihat rekaman medis pasien atau sejenisnya. Bahkan Penggugat
mendapat penolakan mengetahui isi rekaman medis pasien dari dr.Arry Rodjani.
Padahal Penggugat yang mempunyai hak terhadap isi rekam medis, sudah beberapa kali
meminta kepada Tergugat, namun Tergugat tetap saja tidak mau memberikan isi rekam
medis tersebut;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat supaya memberikan putusan sebagai berikut:
Permohonan Provisi:
1 Mengabulkan permohonan provisi Penggugat untuk seluruhnya;2 Menyatakan Tergugat agar mencabut izin praktik kedokteran semua
Tim Dokter Tergugat yang terdiri dari dr. Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik dan
dr Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr. Arry Rodjani Sp.U (Konsulen), dr Alex
(Anestesi), yang melakukan pembedahan terhadap Pasien, demi menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan oleh semua pihak sampai perkara ini selesai;
3 Menyatakan Tergugat bertanggung jawab atas semua tindakan
praktik kedokteran dan/atau tindakan medis yang dilakukan oleh Tim Dokter Tergugat
yaitu: dr. Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik dan dr Dhanny (Asisten), dr
Yarman Sp.BD dan dr. Arry Rodjani Sp.U (Konsulen), dr Alex (Anestesi), karena pada
saat terjadinya perbuatan yang merugikan Penggugat tersebut, Tim Dokter Tergugat
tersebutlah yang menangani dan memberikan tindakan medis termasuk pembedahan
pada pasien. Mengingat pada waktu kejadian, sebahagian dari Tim Dokter Tergugat
masih dokter praktek yang dalam pendidikan kedokteran (Residen).
4 Menyatakan pihak Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum karena telah melakukan tindakan medis yang serius (membedah) pasien tanpa
ada pemberitahuan penjelasan dan persetujuan (inform concernt) lebih dahulu dari
Penggugat.
5 Menyatakan Tergugat telah bersalah karena terbukti selalu salah
dalam memeriksa, mendiagnosa penyakit pada pasien sebanyak 4 (empat) kali berturut-
turut bahkan setelah pembedahan masih juga berubah-ubah (tidak jelas sakit apa), dan
melakukan pembedahan tanpa izin bahkan membuat pasien menjadi cacat selama
hidupnya.
Hal. 19dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
20/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6 Menghukum Tergugat untuk menganti semua biaya perawatan
medis pasien.
7 Menghukum Tergugat untuk mengganti seluruh kerugian materil
yang diderita oleh Penggugat akibat perbuatan Tergugat karena telah menimbulkan
kecacatan permanen pada masa depan pasien.
8 Menghukum Tergugat untuk segera melaksanakan putusan provisi
ini terhitung sejak diucapkannya putusan provisi ini;
Dalam Pokok Perkara.
1 Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2 Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah
melakukan tindakan medis yang serius (membedah) pasien tanpa ada
pemberitahuan penjelasan dan persetujuan (informed concent) lebih dahulu dari
Penggugat;3 Menyatakan Tergugat bertanggung javvab atas semua tindakan praktik
kedokteran berupa pembedahan terhadap pasien yang dilakukan oleh Tim
Dokter Tergugat yaitu: dr.Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik dan dr
Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr.Arry Rodjani Sp.U (Konsulen), dr
Alex (Anestesi);
4 Menyatakan Tergugat telah bersalah karena terbukti selalu salah dalam
memeriksa, mendiagnosa penyakit pasien sebanyak 4 (empat) kali berturut-turut
bahkan setelah pembedahan masih juga berubah-ubah (tidak jelas sakit apa),
dan melakukan pembedahan tanpa izin bahkan membuat pasien menjadi cacat
selama hidupnya;
5 Memerintahkan Tergugat agar mencabut izin praktik kedokteran semua Tim
Dokter Tergugat yang terdiri dari dr. Raya dan dr.Yevri (Operator), dr.Hendrik
dan dr Dhanny (Asisten), dr Yarman Sp.BD dan dr. Arry Rodjani SpU
(Konsulen), dr Alex (Anestesi), yang melakukan pembedahan terhadap pasien.
demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak sampai
perkara ini selesai;
6 Menghukum Tergugat untuk menganti semua biaya perawatan dan pengobatan
medis pasien;
7 Menghukum Tergugat membayar ganti kerugian kepada Penggugat, sebesar
Rp1.776.010.000,00 (satu miliar tujuh ratus tujuh puluh enam juta sepuluh ribu
rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
21/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
A. Kerugian materil : Rp776.010.000,00 (tujuh ratus tujuh puluh enam juta
sepuluh ribu rupiah);
B. Kerugian Immateriil sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
8. Menghukum Tergugat untuk meminta maaf kepada Penggugat melalui 5 (lima)
media cetak yaitu : Kompas, Koran Tempo, Suara Pembaharuan dan Jakarta Post
dan 8 media elektronik yaitu, SCTV, Trans TV, RCTI, Indosiar, Metro TV, TVRI,
Trans 7, ANTV yang format dan isinya ditentukan oleh Penggugat selama 7 hari
berturut-turut;
9 Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari kepada Penggugat, apabila tidak
melaksanakan putusan ini;
10 Menyatakan bahwa putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu,
meskipun ada upaya verzet, banding, kasasi; perlawanan dan/atau peninjauan kembali(uitvoerbaar bij voorraad).
11 Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya perkara yang timbul
dari perkara a quo;
Apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil- adilnya,bijaksana,
patut dan arif (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan eksepsi
yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:
1. Pihak yang digugat keliru.
Bahwa yang digugat dalam perkara ini adalah Badan Layanan Umum Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo c.q. Direksi RSCM;
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
diatur bahwa berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah
sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba;
Rumah Sakit Publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan
Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Mohon periksa bukti T.l);
Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Badan Layanan Umum diatur sebagai berikut:
Hal. 21dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
22/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1 BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga/ Pemerintah
Daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;
2 BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian Negara /
Lembaga/Pemerintah Daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari
Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah sebagai instansi induk;
3 Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota bertangung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang dilegasikan kepada
BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan;
Ayat (4), (5), (6), dan (7) tidak dikutip;
Dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 23 Tahun 2005, diatur sebagai berikut
:
Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah tetap bertanggung jawab ataspelaksanaan kewenangan yang didelegasikan kepada BLU. Oleh karena itu,
kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah harus menjalankan peran
pengawasan terhadap kinerja layanan dan pelaksanaan kewenangan yang
didelegasikan. (Mohon periksa bukti T.2)
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Badan Layanan Umum
Rumah Sakit adalah Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba, (dalam hal ini RSCM dikelola
oleh Kementerian Kesehatan) berdasarkan Badan Layanan Umum, sehingga
istilah Badan Layanan Umum untuk Rumah Sakit publik bukan merupakan
subjek hukum melainkan merupakan bentuk penyelenggaraan suatu unit kerja
dengan pengelolaan badan layanan umum, sehingga tidak tepat dijadikan
sebagai pihak yang digugat di pengadilan. Seharusnya yang dijadikan subjek
hukum (subjek gugatan) adalah pengelola rumah sakit tersebut, oleh sebab itu
yang dapat dijadikan subjek gugatan adalah Pemerintah yang mengelola rumah
sakit tersebut, sehingga dijadikannya Badan Layanan Umum RSCM sebagai
Tergugat dalam perkara ini adalah keliru;
Berhubung subjek yang digugat dalam perkara ini ternyata keliru, Tergugat
mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat untuk menolak gugatan Penggugat seluruhnya atau setidak-
tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
2. Gugatan terhadap Tergugat tidak jelas/kabur (obscuur libel).
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
23/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa dalam gugatannya Penggugat menyatakan bahwa terhadap anaknya
dilakukan pembedahan tanpa persetujuan (informed consent) sehingga terdapat
cacat permanen setelah dilakukan pembedahan (gugatan halaman 5 angka 30).
Bahwa dalil Penggugat tersebut tidak jelas apakah karena pembedahan
dilakukan tanpa persetujuan dapat mengakibatkan cacat, padahal dalam
kenyataannya cacat yang dialami oleh anak Penggugat adalah akibat penyakit
yang diderita anak Penggugat. Selain itu Penggugat beranggapan seolah-olah
persetujuan adalah sama dengan informed consent, padahal istilah informed
consent adalah suatu proses mulai dari pemberian penjelasan tentang penyakit
yang diderita, tindakan yang akan dilakukan, akibat yang mungkin timbul dari
tindakan, alternatif yang dapat ditempuh serta resiko yang mungkin timbul, dan
apabila pasien/keluarga telah memahami seluruh penjelasan tersebut barulah
pasien/keluarga menyatakan persetujuan atau sebaliknya menolak dilakukantindakan kedokteran;
Dengan demikian persetujuan tidak sama dengan informed consent, karena
informed consent adalah proses yang diawali dengan pemberian penjelasan
sedangkan persetujuan adalah hasil yang diperoleh setelah penjelasan diberikan.
Namun dalam gugatan Penggugat dianggap informed consent sama dengan
persetujuan tindakan kedokteran, akibatnya dalam dalil gugatan tersebut tidak
jelas yang mana merupakan penyebab menimbulkan cacat yang diderita anak
Penggugat;
Bedasarkan uraian tersebut diatas terbukti gugatan Penggugat tidak jelas/kabur
(obscuur libel) yakni tidak jelas yang mana penyebab yang menimbulkan akibat
dalam hal ini tidak jelas diuraikan apa penyebab yang mengakibatkan anak
Penggugat cacat;
Berhubung terbukti gugatan Penggugat tidak jelas/kabur (obscuur libel),
Tergugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menolak gugatan Penggugat seluruhnya
atau setidak-tidaknya menyatakan guguatan Penggugat tidak dapat diterima;
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah
mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 287/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. tanggal 05 Maret
2012 yang amarnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;
Dalam Provisi:
Hal. 23dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
24/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Menolak tuntutan provisi Penggugat seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;
- Menghukum pihak Penggugat untuk membayar biaya dalam perkara ini yang hingga
putusan ini ditaksir berjumlah Rp341.000,- (tiga ratus empat puluh satu ribu rupiah);
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta dengan putusan Nomor 350/Pdt/2012/PT.DKI. tanggal 10 Desember 2012;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
Penggugat/Pembanding pada tanggal 23 September 2013 kemudian terhadapnya oleh
Penggugat/Pembanding (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 7 Oktober 2013) diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal
7 Oktober 2013 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 85/Srt.Pdt.Kas/2013/PN.Jkt.Pst. Jo Nomor 287/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. yang dibuat oleh
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan mana diikuti oleh memori kasasi
yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut
pada tanggal 21 Oktober 2013;
Menimbang, bahwa setelah itu oleh Tergugat/Terbanding pada tanggal 19
November 2013 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Penggugat/
Pembanding mengajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 03 Desember 2013;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan
dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan
kasasi tersebut formal dapat diterima;
ALASAN-ALASAN KASASI.
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Penggugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:
Bahwa berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, menyatakan
sebagai berikut : Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau
penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena:
a Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
25/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
c Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan;
Kronologis perkara.
1 Bahwa Penggugat adalah ayah dari pasien yang bernama Nina Dwijayanti (22
tahun) yang untuk selanjutnya disebut pasien dan sebagai Wali Pengampu dari anak
kandungnya tersebut di atas yang lahir dari perkawinan Penggugat dengan Istri
sesuai dengan Ketetapan Pengadilan Negeri Karawang Nomor 08/Pdt.P/2011/
PN.Krw (videbukti P-1);
2 Bahwa pada tanggal 15 Februari 2009, pukul 21.29 WIB atau setidak-tidaknya pada
bulan Februari tahun 2009. Pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSCM,
dengan keluhan tidak bisa buang air kecil dan buang air besar;
3 Bahwa, kemudian dilakukan pemeriksaan awal pada pasien oleh dokter IGD RSCM,yang bernama dr. Selly, dr.Nadia, dr. Danny Pratama yang kemudian langsung
dilakukan pemeriksaan Laboratorium dan Rontgen pada pasien (bukti P-3). Bahwa
berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut pasien didiagnosa menderita infeksi berat
akibat sumbatan usus (sepsis illiusabstruktif) (didiagnosa ke-1);
4 Bahwa kemudian dokter memberi tindakan medis berupa memasukkan obat jel ke
lubang dubur pasien dengan alasan untuk merangsang agar kotoran keluar (bukti
P-4), ternyata kotoran tersebut juga tidak keluar sekalipun tindakan tersebut sudah
dilakukan untuk kedua kalinya;
5 Bahwa, kemudian datanglah salah satu dokter lainnya yang bernama dr. Raya yang
juga merupakan dokter di tempat Tergugat dan memeriksa kembali pasien serta
memberikan resep obat Laxadine Sirup agar dibeli Penggugat, yang ternyata
hasilnya juga sama seperti semula kotoran tetap tidak keluar;
6 Bahwa selanjutnya dr. Raya selaku dokter yang juga bekerja pada Tergugat
meminta izin pada Penggugat untuk memasang kateter dan sonde (selang untuk
memasukan makanan kepada pasien) ke rongga mulut pasien, dan setelah alat
tersebut dipasang,kemudian keluarlah dari sonde tersebut cairan warna kecoklat-
coklatan berubah menjadi biru dan lama-lama menjadi warna bening;
7 Bahwa, esok harinya pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 06.00 WIB,
dr.Raya berkonsultasi kepada dr.Fajar (Konsulen/Ahli Bedah pada Tergugat) dan
dari hasil diskusi antara keduanya, mereka mengatakan pasien diusulkan untuk
didiagnosa ke-2 (kedua);
Hal. 25dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
26/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
8 Bahwa, Penggugat menyetujui pasien didiagnosa untuk kedua kalinya oleh dr. Raya,
dan hasilnya pasien dikatakan menderita appendix perforasi (usus buntu) dan hal
tersebut ditegaskan juga secara berulang-ulang oleh dr. Fajar dengan pernyataan
appendixpasti appendixsaya yakin sekali itu, hal tersebut juga dituangkan dalam
surat pengantar permintaan dirawat (bukti P-5);
9 Bahwa pada tanggal 16 Februari 2009, sekitar pukul 09.30 wib, Penggugat
mendapat kabar dari rekan kerjanya yang mengatakan bahwa pasien harus menjalani
pemeriksaan Ultrasonografi (USG) (didiagnosa ke-3), dan hasil dari pemeriksaan
USG pasien tersebut, menyatakan bahwa ginjal dan buli-buli dalam batas normal.
Mendapat hasil tersebut kemudian Penggugat kembali bekerja, dan meninggalkan
pasien di ruang perawatan (bukti P-7);
10 Bahwa sore hari tanggal 16 Februari 2009, lebih kurang pukul 15.45 WIB, ketika
sedang bekerja, kembali Penggugat diberitahu oleh rekan kerjanya, bahwa pasiensedang akan menjalani pembedahan. Mendengar hal tersebut Penggugat langsung
berlari menuju ke tempat dimana pasien dirawat;
11 Bahwa ketika Penggugat kembali ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) tempat pasien
dirawat, Penggugat tidak menemukan pasien di tempat tersebut, melainkan hanya
istri Penggugat yang dalam keadaan panik karena menurut isteri Penggugat sebelum
pasien dibawa ke dalam ruang pembedahan, kondisi pasien terlihat sudah lebih baik,
bahkan istri Penggugat sempat bercanda dengan pasien sebelum pasien dibawa
paksa oleh pekarya (orang yang pekerjaannya mendorong pasien) RSCM;
12 Bahwa melihat kejadian tersebut, Penggugat sangat terkejut dan berusaha mencari
informasi guna mengetahui mengapa pasien dibedah secara tiba-tiba, namun tidak
satupun dokter ataupun petugas bersedia memberikan penjelasan;
13 Bahwa Penggugat dan/atau istrinya tidak pernah mendapat pemberitahuan/
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan diberikan kepada pasien (anaknya)
dan tidak pernah memberikan persetujuan (informed consent) kepada Tergugat,
bahkan Tergugat tidak pernah meminta persetujuan kepada Penggugat sebagai
orang tuanya untuk melakukan bedah terhadap pasien. Atas tindakan tersebut,
Tergugat telah menyalahi aturan yang terdapat pada Pasal 45 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran jo. Pasal 3 ayat 1 PerMenKes
Nomor 290/MenKes/Per/ III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
14 Bahwa setelah bedah selesai dilakukan, Penggugat mendapat informasi bahwa
Pasien mengalami masalah kebocoran pada buli-buli/kandungan kencing pasien
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
27/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun
gRe
publik
Indon
esi
hAgu
ngRepub
likIndon
es
ikIndo
ne
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang sebelumnya pada diagnosa ke-3 menyatakan bahwa ginjal dan buli-buli dalam
batas normal;
15 Bahwa kemudian Penggugat diminta oleh dokter yang melakukan pembedahan
tersebut untuk menandatangani persetujuan untuk melakukan pembedahan, setelah
pembedahan selesai dilakukan;
16 Bahwa, sejak 15 Februari 2009 hingga saat Permohonan Kasasi ini diajukan, pasien
masih terbaring di rumah Penggugat/Pembanding/ Pemohon Kasasi karena masih
sakit dan belum mendapatkan kejelasan proses pengobatan selanjutnya. Perlu
diketahui bahwa alat kencing pasien hingga saat ini dan selamanya (menurut Para
Dokter Tergugat) harus menggunakan kateter dan tidak dapat kembali normal
seperti sedia kala (sesuai dengan salinan putusan halaman 58 pada bagian atas);
Terdapat keterangan dokter yang tidak konsisten/berubah-ubah sehingga Majelis
Hakim menjadi keliru dalam memberikan pertimbangan hukum;17 Bahwa Majelis Hakim Yang Mulia telah keliru dalam memberikan pertimbangan
keterangan saksi dr Yarman, SP.B. Bahwa dalam salinan putusan halaman 43,
tertulis jelas saksi tidak menjelaskan sedikitpun mengenai tindakan medis yang
dilakukannya pada pasien, tetapi dalam pertimbangan Hakim di salinan putusan
halaman 63 alinea ke-3 dan ke-4, dijelaskan mengenai tindakan medis yang
dilakukan oleh dr. Yarman, SP.B. maka pertanyaannya, dari mana Majelis Hakim
mengambil kesaksian dr. Yarman, SP.B. mengenai tindakan medis tersebut
sementara keterangan tersebut tidak ditemukan dalam pemeriksaan dalam
persidangan?;
Bahwa dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim Yang Mulia telah
keliru dalam memberikan pertimbangan keterangan saksi dr Yarman, SP.B. karena
dalam pemeriksaan persidangan, saksi tidak pernah menjelaskan detail mengenai
tindakan medis yang dilakukannya pada pasien;
18 Bahwa terdapat inkonsistensi dalam pemberian keterangan oleh saksi dr Yarman,
SP.B. dimana sebelumnya saksi mengatakan bahwa persetujuan dilakukan secara
tertulis dan lisan kemudian di sisi lain saksi mengatakan lagi bahwa saksi tidak
mengetahui adanya persetujuan tindakan medis pada akhirnya saksi mengatakan
bahwa orang tua pasien memberikan persetujuan tindakan di UGD maupun di
ruang bedah maka berdasarkan keterangan tersebut perlu diperjelas, manakah
keterangan saksi dr Yarman, SP.B. tersebut yang dapat dipercaya?;
(salinan putusan halaman 43)
Hal. 27dari 39 hal. Put. No.215 K/Pdt/2014.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
-
7/24/2019 215_K_Pdt_2014
28/42
a
kamah
Agun
gRe
pu
kam
ahAgun