abses

Upload: nailil-m

Post on 19-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Patogenesis

Dari nekrosis pulpa bakteri masuk nyerang jaringan sekitar LI. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Rongga tersebut berisi terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.

Proses kematian pulpa yg bertanggung jwb adlh enzim dr S.mutans ,akibatnya jar pulpa mati dan menjadi perkembangbiakan bakteri yg baik yg akhrnya merambah ke jar yg lebh dlm yaitu jar periapikal. pada perjalanannya ,tidak hanya s.mutans yg terlibat dalam proses abses,karenanya infeksi pulpoperiapikal seringkali dsbt mixed bacterial infection.kondisi abses kronis dpt terjdi apbl ketahanan host dlm kondisi yg tdk terlalu baik dan virulensi bakteri cukp tinggi. yg terjd dlm daerh periapikl adlh pembentukn rongga patologis abses disertai pembentukan pus . adanya keterlibatan bakteri dalam jar periapikal ,tentu mengungdan respon keradangan untuk datng ke jar yg terinfeksi tsb. Smutans dengan 3enzim yg bersft destruktif mampu merusak jargn yg ada didaerh apikal sdgkn S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sektr wilyh krj S.mutans untk membentuk sebuah pseudomembran yg terbuat dr jar ikat , yg sering kita kenal sbg membran abses(olh krn itu jk dilihat melalui ronsenologis,batas abses tdk jelas dan tdk beraturan krn jar ikt adlh jar lunak yg tdk mampu dtangkap dengn baik dengn ronsen foto) . ini adlh perstw dmn S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dr reaksi keradangan dan terapi antibiotika.

Karies bakteri masuk kedalam masuk pulpa masuk periapikal tubuh merespon limfosis dan bakteri berperang 1. Sama2 kuat terbentuk granuloma 2. Pertahannan tubuhnya kalah,menjadi pus limfositnya kalah menghasilkan enzim protiolotik ( tripsin ) membuat menjadi cairan bukan dari limfosit yang kalah berakumulasi bergabung jadi satu di dalam terjadi tekakan yang lebih besar dari pada di luar menyebabkan cairab luar masuk ke dalam sehingga mendesak jar. Sekitar meresopsi tulang2

Perkembangan Karies Gigi Menjadi Abses Periapikal Karies dapat berarti penyakit infeksi yang merusak struktur email gigi yang dihasilkan secara kimiawi dan parasit (acidogenik dan proteolitik).

Faktor predisposisi karies antara lain:

1. Genetic

2. Diet yng mengandung banyak gula

3. Air minum rendah fluor

4. Morfologi gigi (fissure yang dalam)

5. Posisi gigi

6. Saliva

7. Oral hygiene yang kurang terjaga

Berawal dari sisa makanan yang berampur dengan hasil metabolisme bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans, Lactobacillus, dll yang berupa asam akan mengakibatkan proses demineralisasi pada email sehingga terbentuk karies. Proses karies ini mengakibatkan radang pada pulpa yang dikenal sebagai Pulpitis Reversibel dan akan berlanjut menjadi Pulpitis Irreversibel. Bila infeksi dibiarkan jaringan pulpa akan menjadi nekrosis sehingga infeksinya dapat masuk ke pembuluh darah menuju jaringan periapikal melalui apeks. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses. Sehingga Abses Periapikal dapat didefinisikan sebagai suatu proses supuratif disekitar ujung akar gigi yang terjadi karena hancurnya jaringan dan merupakan respon inflamasi berlanjut dari jaringan periapikal terhadap iritasi pulpa.

PATOGENESA DAN POLA PENYEBARANSaluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahananhost, dan anatomi jaringan yang terlibat.Abses merupakan rongga patologis yang berisipusyang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaituStaphylococcus aureusdanStreptococcus mutans.Staphylococcus aureusdalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebutkoagulaseyang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. SedangkanStreptococcus mutansmemiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitustreptokinase, streptodornase,danhyaluronidase.Hyaluronidaseadalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.Bagaimana sebenarnya pola perjalanan abses ini?Seperti yang kita semua ketahui, pada umumnya abses merupakan proses yang kronis, meskipun sebenarnya ada juga abses periapikal akut, namun di catatan ini saya hendak membahas mengenai perjalanan abses secara kronis.Seperti yang disebutkan diatas, bakteriStreptococcus mutans(selanjutnya disingkatS.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzimhyaluronidase. Enzim ini berperan layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanyahyaluronidase, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dariS.mutanstadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.Pada perjalanannya, tidak hanyaS.mutansyang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagaimixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukanpusyang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisihostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteriS.mutansdanS.aureus.S.mutansdengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkanS.aureusdengan enzimkoagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerjaS.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimanaS.aureusmelindungi dirinya danS.mutansdari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.Tidak hanya proses destruksi olehS.mutansdan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukanpusoleh bakteri pembuatpus(pyogenik), salah satunya juga adalahS.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi olehpusyang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itupusterlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau,pusdalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami.Rongga patologis yang berisipus(abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerakpus.Sebelum mencapai dunia luar, perjalananpusini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melaluicancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebutperiosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke ronggasubperiosteal(antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebutperiostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilahserousdisebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke ronggasubperiostealmengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental sepertipuskarena memang belum ada keterlibatanpusdi rongga tersebut.Periostitisdapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut absessubperiosteal. Absessubperiostealterjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisanperiosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatanpus, aliaspussudah berhasil menembus korteks dan memasuki ronggasubperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi absessubperiosteal. Karena lapisanperiosteumadalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairanpusyang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwaperiostitisdimana konsistensi cairannya lebihserous.Jikaperiosteumsudah tertembus olehpusyang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menujufascial spaceterdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenaifascial spaces, maka dapat terjadifascial abscess.Fascial spacesadalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat.Fascial spacesdibagi menjadi :

Fascial spaces primer1. Maksila

a. Canine spaces

b. Buccal spaces

c. Infratemporal spaces2. Mandibula

a. Submental spaces

b. Buccal spaces

c. Sublingual spaces

d. Submandibular spaces- Fascial spaces sekunderFascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang.Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital.Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.PRINSIP TERAPIPada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Lalu bagaimana dengan abses periapikal? Yang terjadi didalam tulang? Biasanya abses periapikal memiliki kondisi khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.buku bedah mulut : Oral and Maxillofacial Infections, Pedersen, dan Peterson,,Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

Tanda dan Gejala121. Adanya respon InflamasiRespon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :

A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.

B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.

C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.

D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.

E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya

F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

2. Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.

3. Limphadenopati

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.

Nekrosis PulpaPulpa yang berfungsi normal pada umumnya berespon terhadap berbagai stimulus (panas atau dingin). Pulpa normal merespon terhadap panas atau dingin dengan nyeriyang ringan yang terjadi selama kurang dari 10 detik. Juga perkusi pada gigi tidak menimbulkan respon nyeri. Bagaimanapun normal pulpa tidak akan merespon terhadap tes suhu. Jika kanal pada akar mengalami kalsifikasi karena proses penuaan, trauma, plak yang menempel atau penyebab lainnya, tes suhu tidak akan memberikan respon selama pulpa gigi pasien tetap sehat dan berfungsi normal. Tes elektrik pulpa memunculkan respon dari pasien yang pulpanya masih berfungsi. Dokter harus berhati-hati terhadap hasil dari tes ini karena hasilnya tidak tetap se/hingga tidak diperlukan untuk melihat status kesehatan.Pengertian Nekrosis PulpaNekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat terjadi parsialis ataupun totalis

Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:1. Tipe koagulasiPada tipe ini ada bagian jaringan yang larut, mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat.2. Tipe liquefactionPada tipe ini, enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.Pada setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren pulpa3.EtiologiNekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab yang bervariasi, pada umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami kematian. Dalam beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi menjadi kondisi nekrosis2. Penyebab nekrosi lainnya adalah bakteri, trauma, iritasi dari bahan restorasi silikat, ataupun akrilik. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan-bahan devitalisasi seperti arsen dan paraformaldehid. Nekrosis pulpa dapat terjadi secara cepat (dalam beberapa minggu) atau beberapa bulan sampai menahun. Kondisi atrisi dan karies yang tidak ditangani juga dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Nekrosis pulpa lebih sering terjadi pada kondisi fase kronis dibanding fase akut.PatofisiologiJaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf dan sel odontoblast; memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan.Akan tetapi apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpayang meradang semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya. Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karenaproses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa. Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh dara kecil pada apeks. Semuaproses tersebut dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.Gejala-gejalaNekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel. Yaitu menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pada awal pemeriksaan klinik ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.DiagnosisRadiograf umumnya menunjukkan suatu kavitas atau tumpatan besar, suatu jalan terbuka ke saluran akar, dan suatu penebalan ligamen periodontal.

PengobatanSimtomatis :Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)Kausatif :Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)Tindakan :Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan kapas. Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah dengan antibiotic Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk untuk perawatan saluran akar. Biasanya perawatan saluran akar yang digunakan yaitu endodontic intrakanal. Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi tersebuta. Nekrosi ParsialisPulpa terkurung dalam ruangan yang dilingkungi oleh dinding yang kaku, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan venula serta system limfenya akan lumpuh jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis irreversible akan menyebabkan nekrosis likuefaksi. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis ireversibel diabsorbsi atau terdrainase melalui karies atau melalui daerah pulpa terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya nekrosis akan tertunda; pulpa di akar mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya, penutupan atau penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi, nekrosis pulpa iskemik dapat timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah. Dapat dikatakan nekrosis pulpa parsialis apabila sebagian jaringan pulpa di dalam saluran akar masih dalam keadaan vital.

Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi dapat juga disertai dengan episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan (dari periapeks). Gejala klinis nekrosis pulpa parsialis:- Pada anamnesa terdapat keluhan spontan.- Pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit sebelum apikal.

Pemeriksaan klinis dari nekrosis pulpa parsialis:- Tes termis: bereaksi atau tidak bereaksi.- Tes jarum Miller: bereaksi.- Pemeriksaan rontgenologis: terlihat adanya perforasi.Nekrosis pulpa parsialis dapat dilakukan perawatan dengan pulpektomi.

b. Nekrosis TotalisMerupakan matinya pulpa seluruhnya.Gejala klinis :Nekrosis totalis biasanya asimtomatik, tetapi bisa juga ditandai dengan nyeri spontan dan ketidaknyamanan nyeri tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal matinya pulpa. Dapat dilihat dari penampilan mahkota yang buram atau opak dan perubahan warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan serta bau busuk dari gigi.Rencana perawatan :Perawatan terdiri dari preparasi dan obturasi saluran akar (perawatan saluran akar).Menghilangkan rasa sakit (relief of pain) , bila tidak sakit lagi , lakukan pemeriksaan menyeluruh dan menyusun rencana perawatanTahap Perawatan1. perawatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit2. ekstraksi gigi yang tidak dapat dipertahankan3. perawatan karies (prefentif)4. perawatan periodontal5. perawatan saluran akar6. prosedur restoratifPerawatan berdasarkan diagnosa penyakit Pulpa normal1. pembuangan kariesatau penyebab penyakit lainnya tambah penambalan (restorasi)2. perawatan endo tidak diindikasikan , kecuali pada kasus yang memerlukan perawatan endo secara selektif Pulpitis irreversible1. dilakukan pulpotomia. hanya diindikasikan pada gigi muda dan keadaan darurat (bila pulpektomi tidak dapat dilakukanb. tidak diindikasikan secara rutin karena kegagalan tinggi , terjadi kalsifikasi pada orifice2. pulpektomi Nekrosis pulpa1. Dilakukan pulpektomi2. Pada kunjungan pertama dilakukan debridement dan irigasi saluran akar3. Bila ada eksudat didalam ruang pulpa , maka diusahakan bersih total dalam kunjungan pertama4. Dressing kalsium hidroksida Periodontal normalTidak dilakukan perawatan Periodontal apikalis akut1. lihat penyebab :a. jika disebabkan kelainan pulpa : dilakukan perawatan saluran akar vitalb. jika disebabkan gigi nekrosis : perawatan saluran akar vitalc jika penyebab diiringi dengan adanya traumatik : perawatan saluran akar dan eliminasi trauma2. tekanan intra periapeks : dilakukan preparasi saluran akar dan irigasi3. beri dressing saluran akar (bahan yang mengandung kortikostiroid/kalsium hidroksida)lalu ditambal