at - tanzir urut nomer - 1

Upload: muliadi-kurdi

Post on 10-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    1/20

    SUSUNAN PENGURUS JURNAL AT-TANZIR

    Penanggung JawabSyamsuar Basyariah

    RedakturErizar

    PenyuntingAbdul Wahid

    Redaktur PelaksanaFirdaus M. YunusMuhammad Thalal

    Irsan Adrianda

    Penyunting AhliYusny Saby

    Rusydi Ali MuhammadHasbi Amiruddin

    Amirul HadiMuliadi Kurdi

    Fauzi SalehA.Rani UsmanUsamah El-MadnyMaimun Yusuf

    A. Karim SyekhAzhari

    Mursyidin ZakariaSudarman Alwy

    Staf RedaksiSafrul Munir

    Muzakkir AbdullahSyarifah Rohana

    MarianiFakhrurrazi

    Andi Syahputra

    Alamat RedaksiJalan Teuku Umar, Komplek Masjid Nurul Huda, Meulaboh-Aceh Barat

    No. 100 Telp: 0655-7551591; Fax: 0655-7551591E-mail: Prodi [email protected]: www.staidirundeng.ac.id

    ISSN No.: 2085 255XVOL. II, No. 2 Agustus - Nopember 2010

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR

    DAKWAH ISLAMIYAH

    UPAYA ANTISIPASI PENDANGKALAN AQIDAH DI ACEH BARAT

    Mahlil ........................................................................................................

    EKSISTENSI BAHASA DAERAH SEBAGAI WADAH KOMUNIKASI

    DAN EKSPRESI BUDAYA MASYARAKAT ACEH

    M. Nur Daud..............................................................................................

    MENGGAGAS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM

    KERAGAMAN MASYARAKAT INDONESIA

    Irsan Adrianda ...........................................................................................

    GAGASAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI SEBAGAI

    LANDASAN ILMU KOMUNIKASI

    Fachrur Rizha ............................................................................................

    PERANANMARKETING PUBLIC RELATIONSDALAM

    REPOSITIONINGCITRA HOTEL SOFYAN JAKARTA

    Syailendra Reza Irwansyah Rezeki ...........................................................

    MASJID SEBAGAI MEDIA DAKWAH

    Muhammad Yakub Yahya ........................................................................

    DARI BENCANA ALAM MENEPI KE BENCANA SOSIAL

    REFLEKSI TERHADAP RANGKAIAN BENCANA YANGMELANDA BANGSA

    Sabirin .......................................................................................................

    KONSEP FIQIH DALAM MEMPERKAYA KHAZANAH DAKWAH

    ISLAMIYAH MENURUT HASBI ASH-SHIDDIQIE

    Syibran Mulasi .........................................................................................

    I

    iii

    133

    153

    163

    176

    192

    209

    218

    234

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    2/20

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    3/20

    DAKWAH ISLAMIYAH

    UPAYA ANTISIPASIPENDANGKALAN

    AQIDAH DI ACEH BARAT

    1Oleh: Mahlil

    Abstract

    Based on the facts and information, signs and symptoms of apostasy which

    recently occurred in West Aceh have emerged after the earthquake and tsunami

    disaster on December 24, 2004. Most of community leaders cogently argue

    that the apostasy phenomenon coincided with the start of aid activities

    conducted by foreign Non Government Organizations (NGOs) which partly

    infiltrated and covered by a non-Muslim religious mission (especially

    Christianization) using Non Muslim religious symbols and social trainings

    suspected to have links with the Christian mission and Christian worship

    practices (rituals) involving some residents of West Aceh which resulted in theemergence of unrest and discomfort of Muslim majority resided in West Aceh.

    In order to face this renunciation of faith, Muslims in West Aceh should

    conduct anticipatory or preventive dakwahwith different dakwah models;

    personal, educational, dialogic, missions,bi al-hal, cultural, structural, global-

    scientific, integrative dakwah, and so forth to maintain stability and religious

    harmony in the community of West Aceh. Anticipatory and comprehensive

    dakwah models should be developed continuously in accordance with the

    circumstances and conditions which are community-oriented benefit and

    more wisely dakwah actions that create a sense of security, peace, and

    productiveness and even in the governance of socio-religious life that will lead

    the community of West Aceh to an order of conditions and circumstances that

    are tolerant, fair, prosperous, and dignified.

    Kata Kunci:Dakwah Islamiah, pendangkalan akidah.

    1

    Teungku Dirundeng Meulaboh.

    Dosen Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Sekolah Tinggi Agama Islam

    133

    Pendahuluan

    Setiap pemeluk agama Islam dan Kristen berkewajiban menyampaikan

    agama yang diketahui dan dianutnya untuk dikhabarkan kepada orang lain atau

    lazim disebut dakwah (dalam bahasa Islam) dan misi (dalam bahasa agama2Kristen). Pengkhabaran ini tidak terbatas pada sifatnya yang informatif dan

    sekadar tahu, namun lebih jauh dari itu agar mereka yang mendapat khabar itu

    bisa mengikuti langkah keyakinannya. Dengan kata lain, sifat misioner agama

    merupakan turunan normatif dari setiap agama yang mengklaim bersifat3universal.

    Dalam setiap agama, misi (dakwah), atau semangat menyebarkan

    agama kepada orang lain merupakan bagian dari kewajiban agama. Hal ini

    diperjelas dengan adanya perintah dalam kitab suci masing-masing agama

    untuk menjalankan kewajiban tersebut. Dalam kitab suci Kristen terdapat

    pernyataan, Pergilah kamu ke seluruh bumi, beritakan Injil itu ke sekalian

    alam (Markus, 16: 15) dan Sebab itu pergilah kamu, jadikanlah sekalian

    bangsa itu muridku serta membaptiskan dia dengan nama Bapa, Anak dan

    Ruhul Kudus (Matius, 28: 19).

    Hal serupa terdapat juga dalam agama Islam, sebagaimana dalam QS.5:67: yang artinya:

    Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari

    Tuhanmu,

    Dari landasan normatif dan doktrin di atas jelas bagaimana dua agama

    itu mengajarkan dan mensosialisasikan agama kepada orang lain. Meski secara

    normatif dan doktriner, dakwah atau misi adalah bagian integral dari agama,

    namun dalam praktik penyampaiannya memiliki relasi dengan entitas lain

    seperti perdagangan, kolonialisme, perkawinan, dan lain-lain. Dalam hal ini,

    berbagai agama menampakkan potret yang berbeda-beda dalam menempuh

    jalur misi atau dakwah. Namun yang jelas adalah bahwa, baik dakwah atau

    misi bukan sesuatu yang independen, tetapi berjalan bersama praktik-praktikkehidupan lainnya.

    Aceh Barat merupakan salah satu kabupaten yang terletak di bagian

    barat Provinsi Aceh. Wilayah ini tergolong daerah yang memiliki keragaman

    budaya, etnik bahkan agama. Kondisi multikultural agama tersebut telah

    2Arnold, Sejarah Dakwah Islam,terj. A. Nawawi Rambe, (Jakarta: Widjaya, 1981), hal. 13Al-Andang,Agama yang Berpijak dan Berpihak,(Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 16.

    134

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    4/20

    menjadikan Aceh Barat sebagai daerah yang rentan terhadap perubahan dalam

    aspek kehidupan seperti sosial-budaya, ekonomi, politik, dan agama. Dalam

    aspek ekonomi, umpamanya, wilayah ini termasuk yang banyak menarik

    investorlokal, nasionalbahkan internasional untuk menanamkan modalnya

    dalam bidang kehutanan, pertambangan dan perkebunan.

    Hal ini dimungkinkan karena potensi dan kekayaan alam yang dimilikikabupaten ini sangat menjanjikan dan menguntungkan para investor tersebut

    dan bukan sesuatu yang mustahil, bila wilayah ini dapat menjadi daerah

    penghasil devisayang handal dari aspek komoditas dan potensi alam yang

    dimilikinya, bila mampu dikelola secara tepat dan benar.

    Pasca musibah gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh Barat,

    transformasi atau perubahan secara komprehensif (baik secara struktural

    maupun kultural) terjadi di sini, termasuk di daerah lain yang juga menjadi

    korban serupa di Provinsi Aceh. Ironisnya, sikap masyarakat dalam

    berinteraksi dengan masyarakat luar (termasuk yang datang dari luar Aceh

    ataupun masyarakat internasional) jauh lebih menarik dan komunikatifdibandingkan ketika berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya yang telah

    terjadi selama bertahun-tahun. Akibatnya, para pemuka agama dan tokoh

    daerah sering menjadi kalah saing dengan para pendatang, terutama dalam

    kaitan rekonstruksi dan rehabilitasi tata nilai agama dan budaya masyarakat

    yang porak-poranda akibat musibah itu.

    Bencana besar itu telah menyebabkan masyarakat Aceh Barat

    melakukan transformasisecara cepat terutama yang menyangkut penataan

    kembali kebutuhanprimermasyarakat (seperti kebutuhan pokok; makanan,

    pakaian, biaya belanja dan perumahan). Kondisi perubahan yang digerakkan

    oleh masyarakat asing tersebut telah menambah sisispiritualmasyarakat yang

    menjadi sasaran pengabdiannya.Investigasiawal tentang penemuan berbagai

    simbol agama yang diselipkan dalam produk makanan yang diberikan,

    menunjukan bahwa masyarakat asing tentu sedang menjalani misi

    terselubungnya dalam rangka mendangkalkan keyakinan umat Islam di Aceh

    Barat. Penyelipan ini seringkali beriringan dengan dilakukan penyaluran

    bantuan kemanusiaan untuk masyarakat.

    135

    Tindakan tersebut di atas dapat menyebabkan keresahan serta

    mengusik ketenteraman dalam hidup masyarakat, padahal selama ini

    masyarakat Aceh Barat dikenal sebagai komunitas yang cinta damai dan rukun

    dalam peribadatan. Dari kaca mata aturan beragama yang berlaku di

    Indonesia, segala tindakan pihak non-muslim yang secara sengaja

    mempengaruhi pemeluk agama lain (termasuk Islam), bertentangan dengankeputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 1978 tentang

    Pedoman Penyiaran Agama. Dalam keputusan itu disebutkan bahwa

    penyiaran dan pengembangan agama tidak boleh atau jangan ditujukan kepada

    orang yang terlebih dahulu memeluk agama tertentu. Tindakan ini dinilai

    bertentangan dengan semangat kerukunan beragama yang selama berabad-

    abad telah mengakar dalam masyarakat majemuk di Indonesia. Keputusan

    tersebut juga mengandung muatan kewajiban kita sesama pemeluk agama

    untuk saling menghargai dan menghormati, sekaligus mengecam tindakan

    bujukan atau pemberian materi kepada umat agama lain dengan tujuan untuk4menarik penganut agama tertentu.

    Berdasarkan fenomena aktifitas misi agama tertentu yang secara makro

    dinilai bertentangan dengan semangat kerukunan beragama di Indonesia,

    maka semestinya pihak Islam melakukan tindakan antisipasi secara sistematis

    untuk menjaga kestabilan dan keharmonisan beragama dalam masyarakat

    Aceh Barat. Tindakan antisipasi ini perlu melibatkan berbagai elemen

    masyarakat, secara perorangan atau lembaga dan organisasi agar tindakan

    yang dilakukan tersebut tetap berada pada aturan main yang sesuai hukum5negara dan normativasiagama Islam itu sendiri.

    Hakikat dan Reinterpretasi Dakwah

    Dakwah menurut bahasa berarti menyeru, mengajak atau memanggil. Kata

    dakwah berasal dari bahasa 'Arab: da'a, yad', da'watan yang berarti

    4Alamsyah Ratu Perwiranegara, Pembi naan Kehi dupan Berag ama dala m

    Pembangunan Nasional,Cet.1, (Jakarta: Biro Hukum dan Humas Depag RI, t.t..), hal. 238.5Kegiatan misionaris dijalankan secara organisatoris yang rapi, trampil, secara

    terselubung dan kokoh yang tersebar diseluruh dunia dan tercatat dalam peta politik

    kolonialisme, sekolarisme dan dalam sektor ekonomi kapitalisme dan sosialisme barat.

    Akibatnya, umat Islam sulit meengidentifikasi perilaku dan tindak tanduk kalangan

    misionaris,sekularisdan kolonialis.

    136

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    5/20

    6panggilan, seruan atau ajakan. Kata dakwah terdapat dalam firman Allah,

    Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru

    kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku

    termasuk orang-orang yang berserah diri?"(QS. 41:33).

    Dakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dari seseorang

    kepada orang lain (baik secara individu maupun kelompok). Penyampaianajaran tersebut dapat berupa perintah untuk melakukan kebaikan, dan

    mencegah dari berbuat kejahatan. Usaha tersebut dilakukan secara sadar

    dengan tujuan untuk terbentuknya individu dan keluarga yang bahagia (khayr

    al-usrah) dan masyarakat atau umat yang terbaik (khayr al-ummah) dengan

    cara taat menjalankan ajaran Islam. Usaha itu bisa dilakukan melalui bahasa

    7lisan, tulisan, maupun perbuatan atau keteladanan.

    Pada hakikatnya, gerakan dakwah Islam berporos pada amar ma'ruf-

    nahi munkar.Ajaran Islam menuntun manusia dan memperkenalkan mana

    yang makruf dan mana yangmunkar.Sebab itu, maka makruf dan mungkar itu

    tidaklah terpisah dari pendapat umum. Kalau ada orang yang berbuat makruf,maka seluruh masyarakat umumnya menyetujui, membenarkan dan memuji.

    Kalau ada perbuatan mungkar, seluruh masyarakat menolak, membenci dan

    tidak menyetujuinya. Sebab itu, bertambah tinggi kecerdasan beragama,

    bertambah kenal akan yang makruf dan bertambah benci orang kepada yang8mungkar. Pada prakteknya, dalam tataran amar ma'ruf, siapapun bisa

    melakukannya, karena kalau hanya sekedar menyuruh kepada kebaikan itu

    mudah dan tidak beresiko bagi si penyuruh. Lain halnya dengan nahi

    mungkar, jelas mengandung konsekwensi logis dan beresiko bagi yang

    melakukannya. Karena mencegah kemungkaran itu melakukannya dengan

    tindakan konkrit, nyata dan dilakukan atas dasar kesadaran tinggi dalam

    6Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, jil.1, (Jakarta: Ichtiar Baru Van

    Hoeve, 1994), Hal. 280.7Rosyidi,Dakwah Sufistik Kang Jalal: Menentramkan Jiwa, Mencerahkan Pikiran,

    (Jakarta: Paramadina, 2004), hal. 44-45.8M. Dawam Rahardjo,Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

    konsep Kunci,(Jakarta: Paramadina, 1996), hal. 625.

    137

    rangka menegakkan kebenaran. Oleh karena itu, ia harus berhadapan secara vis9a vis dengan obyek yang melakukan kemungkaran itu.

    Pada mulanya, secara lughawi dakwah berarti mengajak, tetapi secara

    praksis (sosiologis, historis), khususnya yang dilakukan oleh Nabi dan para

    sahabat ternyata dakwah bukan hanya sekadar menyeru dan mengajak. Lebih

    dari itu, dakwah juga melakukan upaya-upaya secara Islami, manusiawinamun efektif dalam rangka membentuk akhlak yang mulia. Yaitu dengan

    membebaskan manusia dari belenggu yang memenjara dirinya, sehingga

    manusia dapat menjadi bebas-merdeka, berperadaban, dinamis, kreatif dan

    inovatif.Upaya-upaya itu ternyata mampu memposisikan Nabi dan umat Islam

    pada waktu itu sebagai masyarakat mulia yang dapat melaksanakan fungsi

    kekhalifahan (membangun peradaban) secara baik dan sempurna, sehingga

    jazirah Arab dapat diciptakan menjadi kehidupan yang manusiawi, damai dan10harmonis.

    Dakwah memiliki peran untuk menjadikan kepribadian manusia

    (individu-individu) yang utuh, tangguh, kokoh, sehingga dapat diterima ditengah-tengah masyarakat dan berupaya melakukan perubahan yang

    membawa keselamatan di dunia dan di akhirat.

    Sukses tidaknya suatu dakwah bukan diukur dari gelak tawa atau tepuk

    riuh pendengarnya, bukan pula dari ratap tangis mereka. Sukses tersebut

    diukur lewat, antara lain, bekas (atsar) yang ditinggalkan lewat benak

    pendengarnya ataupun kesan yang terdapat dalam jiwa, yang kemudian

    tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai sasaran tersebut,11tentunya semua unsur dakwah harus mendapat perhatian parad'i.

    Sukses besar yang dicapai oleh Nabi Muhammad saw dalam12mengemban risalah dakwah karena beliau manusia yang kaya dalam hikmah.

    Beliau tahu dan memahami kondisi mad'uyang dihadapinya. Sehingga beliau

    9Andy Dermawan, Landasan Epistemologis Ilmu Dakwah, dalam Andy Dermawan,dkk, (ed.),Metodologi Ilmu Dakwah(Yogyakarta: LSFI, 2002), hal. 54.

    10Muhammad Quthub, Islam Agama Pembebas, terj. Fungky Kusnaedi Timur,(Yogyakarta: Mitra Pustaka), hal. 2001.

    11M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an(Bandung: Mizan, 1994), hal. 194.12Muhammad Ali Aziz,Ilmu Dakwah, (Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan

    Ampel, 1993), hal. 73.

    138

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    6/20

    tahu kapan dan saat mana harus berbicara dan saat mana harus diam. Beliau

    juga paham kapan, dan berhadapan dengan siapa harus bersikap tegas dan

    kapan harus lembut. Beliau juga mahir dalam mengatur strategi dakwah.

    Di era masyarakat global yang berorientasi industrial dan informasi,

    gerakan dakwah memerlukan sentuhan hikmah dan pelajaran yang baik

    yang relevan.Era informasi dan teknologi canggih sekarang ini akan berakibatmelahirkan: 1) Manusia yang inovatif; 2) manusia yang cenderung ingin

    menginterpretasikan kenyataan secara ilmiah; 3) manusia yang cenderung

    menolak kemapanan yang dianggap usang; 4) manusia yang ingin

    mengembangkan metode keilmuan dengan mengadakan penelitian dan

    pengembangan; 5) manusia yang menghargai waktu, kerja keras, efisiensi,

    individual, berproduksi, obyektif atau secara sinis, kikir, dan banyak

    perhitungan dalam sedekah/infaq; 6) gejala-gejala lain yang bisa saja muncul13karena watak inovatif dan cenderung mengalami perubahan.

    Karena itu, sudah seyogyanya dakwah Islam memiliki landasan yang

    berprinsip Qur'ani dan acuan dalam budaya; mempertahankan tradisi lama(mapan) yang masih baik dan mengambil nilai-nilai baru yang ternyata lebih

    relevan dan baik. Dakwah Islam tidak akan mempertentangan ilmu agama dan

    bukan agama. Bahkan justeru dakwah harus mampu menjadikan agama Islam

    sebagai motivator dan dinamisator pengembangan keilmuan, kerja keras

    sebagai amal saleh, kepribadian yang luhur, dan mempertahankan nilai-nilai

    moralitas yang tinggi. Bagaimanapun harus diakui bahwa dakwah memiliki

    potensi yang mampu menciptakan manusia berkualitas sebagai panutan.

    Dakwah Islam secara 'arif mengeliminir konflik internal maupun eksternal.

    Bentuk dan Misi Missionaris di Aceh

    Sebelum penulis melakukan investigasi terkait dengan masalah

    pendangkalan akidah di Aceh Barat, telah ada investigasi yang dilakukan oleh

    Tim Pembinaan dan Pengawasan Pendangkalan Akidah (P3A) BRR NAD-

    13Masturi, Idealisme Dakwah Islamiyah Era Industrialisasi, Makalah padaSeminar Nasional Strategi dan Gerakan Dakwah Islam Tanggal 2-4 September 1995,Yogyakarta, 7.

    139

    NIAS tahun 2006. Dari hasil penemuan yang dilakukan oleh Tim Investigasi

    P3A BRR NAD-NIAS tentang fenomena pendangkalan Akidah di kabupaten

    Aceh Barat, maka dapat dikemukakan beberapa data sebagai berikut:

    1. Data Fisik

    a. Terdapat 5 al-Kitab (Injil) dan 20 Perjanjian Baru dalam ukuran kecil di

    Kompleks Pesantren Darul Aitam. Kasus ini melibatkan anak Aceh,Nurmahdi, yang telah murtad dan berganti nama dengan Theomotius

    14Siregar.

    b. 2 pintu toko di Jalan Teuku Umar, antara toko Riska Perabot dan toko

    Kasur Ichtiar, yang dijadikan sebagai tempat peribadatan orang

    Kristen. Di dinding toko tersebut terdapat tulisan GMI (Gereja

    Methodist Indonesia).

    c. 2 pintu toko di jalan Geurutee (Jalan PLN Lama) di Desa Kuta Padang,

    yang dijadikan rumah ibadah Budha, sudah pernah dilarang

    Pemerintah (Camat dan KUA Kecamatan Johan Pahlawan). Mereka

    minta waktu 6 bulan untuk hengkang dan menutup tempat tersebut.d. Bantuan becak yang berlogo salib yang cukup besar dan transparan di

    belakang becak, disalurkan oleh CWS (Church World Service).

    e. Papan nama NGO pemberi bantuan dengan simbol palang salib yang

    kentara di sejumlah lokasi.

    f. VCD penyiaran agama Kristen dalam bahasa Aceh, pernah

    ditayangkan oleh pihak Korem di Aula Pemda Aceh Barat.

    2. Data Non Fisik

    a. Pembatasan waktu ibadah bagi karyawan muslim oleh NGO non Islam,

    dengan cara mengadakan rapat pada waktu-waktu shalat, kepada

    karyawan yang tidak ikut dua kali rapat akan dipecat.

    b. Melakukan aktivitas di saat waktu shalat.

    c. Bantuan sembako yang disisipi permen, mainan anak-anak dan handuk

    berlambang palang salib, oleh NGO Global Network di Barak Tanjong

    Harapan dan Ujong Tanjong Kecamatan Meureubo.

    14 Majalah Hidayatullah, Edisi April 2006.

    140

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    7/20

    d. Informasi dari Kepala MTsN 1 tentang kiriman buku tulis dari NGO

    J.N. Kore, yang diselip beberapa gambar palang salib. Gambar

    tersebut sudah dibakar agar tidak sampai ke tangan anak-anak.

    Berdasarkan temuan data fisik dan non fisik dapat ditegaskan bahwa

    upaya pendangkalan akidah di wilayah Aceh Barat sudah berlangsung lama,

    pasca musibah tsunami pendangkalan akidah sudah giat dilakukan olehberbagai pihak, klimaksnya terjadi awal tahun 2006 M. Upaya-upaya

    pendangkalan akidah terindikasi terjadi setelah para negara donor dan NGO

    berdatangan. Upaya-upaya yang konkrit adalah dengan mendirikan sarana

    ibadah bagi mereka. Padahal mereka tidak dibenarkan membuka tempat

    ibadah baru. Juga menyelip berbagai lambang dan simbol agama selain Islam

    dalam berbagai paket bantuan. Strategi lain yang ditempuh oleh NGO adalah

    dengan memperlambat proses rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh Barat. Ini

    adalah sebuah strategi agar mereka dapat berlama-lama di Aceh Barat, dengan

    mencari simpati masyarakat dan menciptakan ketergantungan.

    Dari berbagai kegiatan wawancara langsung yang penulis lakukan

    dengan beberapa tokoh masyarakat Aceh Barat sebagai berikut:151. Drs. H. M. Arif Idris, mengemukakan bahwa gejala pendangkalan akidah

    di Aceh Barat terjadi karena adanya faktor kelalaian beberapa orang Islam

    yang bekerja di NGO asing dan tumbuhnya sifat dan paham materialisme

    sebagian masyarakat Aceh Barat dalam menyikapi berbagai bantuan yang

    datang dari NGO-NGO asing. Menurutnya, beberapa karyawan lokal yang

    beragama Islam dan bekerja pada NGO Barat (non-muslim) setiap selesai

    bekerja (pulang dari kantor) sebagiannya sering duduk-duduk dan minum

    bersama orang-orang Barat di kafe-kafe menjelang shalat magrib sehingga

    mereka menjadi terbiasa untuk meninggalkan shalat magrib. Dalam hal

    menonjolnya sikap materialisme masyarakat, tampak pada kegiatan gotong

    royong yang selalu diberi upah oleh NGO asing, sedangkan pekerjaan yang

    dilakukan cenderung asal-asalan. Fakta ini menyebabkan masyarakat Islam

    setempat menjadi malas dan timbul sifat ketergantungan.

    15Kepala Kandepag Kabupaten Aceh Barat, wawancara dilakukan tanggal 18 April2009, di kantor Departemen Agama Meulaboh.

    141

    162. Fariani MS, MM, M.Ag, menggambarkan beberapa kronologis yang

    terjadi di Aceh Barat saat itu antara lain adalah sebagai berikut:

    Ketika kejadian gempa bumi dan tsunami, masyarakat mengalami

    kegoncangan jiwa. Ulama langsung bereaksi mengumumkan

    penanganan mayat-mayat, kemudian masyarakat, LSM lokal, PMI

    mengurus mayat-mayat tersebut yang sebelumnya ditampung di

    meunasah-meunasah, sekolah-sekolah dan tempat-tempat lainnya,

    setelah itu dikuburkan.

    Tiga bulan kemudian, situasi sudah mulai tenang. Bagi anak-anak yang

    tidak mempunyai orang tua/keluarga ditampung oleh NGO Barat, di

    antara mereka ada yang dibawa ke luar negeri.

    Di titik-titik pos penampungan NGO mulai terdengar isu dan diketahui

    adanya usaha pendangkalan akidah dan akhlak, maka pihak terkait

    bertanggung jawab langsung untuk menangani dan mencegahnya.

    NGO-NGO tersebut ada yang diberi peringatan dan ada pula yang

    dipulangkan ke tempat asalnya.

    Beberapa NGO yang terindikasi melakukan upaya pendangkalanakidah di antaranya adalah, Caritas, Spanish Red Cross, IOM dan

    ADRA.

    Caritas dan Spanish Red Cross menjalankan misi terselubung pada saat

    melakukan pelayanan publik, adanya upacara seremonial dengan

    menampakkan lambang-lambang atau isyarat-isyarat roh kudus.

    IOM: salah satu proyek kegiatannya ketika itu adalah penanganan air

    bersih, di samping itu mengirim orang-orang tertentu untuk membagi-

    bagika n buk u-buku yan g bernua nsa non -Isl am dan ket ika

    melaksanakan maulid Nabi Isa mereka mengundang orang-orang

    Islam.

    ADRA: ketika menyalurkan bantuan diselipkan palang salib, patungbunda MariaRoh Kudus. Masyarakat ada yang khawatir, resah dan

    bahkan ada yang melakukan demonstrasi karena terjadinya kegiatan

    tersebut. Namun aparat memantau dan mencegah upaya pendangkalan

    akidah.

    16Sekretaris Umum MPU Kabupaten Aceh Barat, wawancara dilakukan pada 22 April2009, di kantor MPU Aceh Barat.

    142

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    8/20

    Masyarakat hanya menerima bantuan sebagai penanganan

    kemanusiaan, walaupun di kotak bantuan diselipkan komik cerita Injil.

    Untuk mengatasi kejadian tersebut di atas, Fariani menyerukan

    perlunya koordinasi antara Pemda, Depag, Dinas Syariat Islam, Dinas

    Pendidikan dan instansi terkait lainnya agar syariat Islam dapat

    terlaksana dengan baik di daerah ini.173. Jalinus Yanus T.H., S.Ip. Menyoal fenomena pendangkalan akidah di

    Aceh Barat, menurut Jalinus bahwa:

    Pada tahun 2005, 2006, dan 2007 memang ada upaya pendangkalan

    akidah di Aceh Barat, tetapi menurutnya tidak membawa pengaruh

    pada anak-didik yang diasuhnya karena setiap gejala itu muncul selalu

    diingatkan oleh pihak yang berwenang.

    Pada saat pembagian buku tulis untuk anak-anak sekolah diselipkan

    palang salib, tetapi buku tersebut dikumpulkan dan dikembalikan.

    Dengan datangnya NGO asing (non-muslim) terjadi perubahan sikap

    muda-mudi, budaya westernisasi (kebarat-baratan) mulai dijadikantrend. Hal ini mendapat respons dari kabid pendidikan dan pengawas

    sekolah.

    Dalam pemberian bantuan dari NGO asing memang ada unsur-unsur

    'sambil menyelam minum air', dengan kata lain misi-misi tertentu baik

    berupa pendangkalan akidah lewat simbol-simbol agama maupun

    budaya asing (porsi negatifnya) dapat berkembang biak di Aceh bila

    tidak ditangani secara serius dan bertanggung jawab.

    Jalinus mengajak berbagai pihak, supaya menerapkan dengan benar

    UUPA, Qanun No. 5 tentang pendidikan wajib baca al-Qur'andengan

    istilah memberdayakan sekolah. Sewajibnya, kata Jalinus, membaca

    al-Qur'an dimasukkan ke dalam kurikulum muatan lokal dengan

    merekrut guru-guru pengajian dekat sekolah dan digaji Rp. 500.000,-

    per-bulan.

    17Ketua Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh Barat, wawancara tanggal 20 April2009, di Sekretariat MPD Aceh Barat.

    143

    181. Rusli Hasyim. Dari hasil pantauan Rusli soal usaha-usaha pendangkalan

    akidah yang terjadi di Aceh Barat, beberapa argumen yang dapat

    dirangkum sebagai berikut:

    Perlu peningkatan pemahaman dan pengamalan agama dalam

    melakukan kaderisasi generasi muda muslim. Kenyataan menunjukkan

    bahwa tidak sedikit para pemuda yang malas shalat jum'at, sedangkanyang pemudi berpakaian yang tidak mengindahkan etika berpakaian.

    Perlu pendalaman iman, ilmu, penghayatan dan pengamalan Islam

    yang utuh untuk menjadikan setiap muslim tidak goyah dengan

    berbagai bentuk usaha dan iming-iming pendangkalan akidah.

    Pendangkalan akidah bukan hanya masalah pemurtadan keluar-masuk

    antar agama, tetapi juga disebabkan oleh faktor internal umat Islam

    sendiri yang tidak membentengi diri dari segala macam rayuan materi

    dan godaan hawa nafsu, sehingga gampang kehilangan jati diri sebagai

    muslim.

    Rusli memang tidak menafikan adanya tradisi dari berbagai NGO asing

    yang membagi-bagi bantuan dan mengadakan kegiatan

    kemasyarakatan di saat waktu shalat tiba, pembangunan mushalla yang

    mirip geraja, dan penyusupan simbol-simbol agama lain ke dalam

    bantuan kemanusiaan di Aceh Barat.

    Pemerintah perlu memberi bantuan produktif kepada masyarakat,

    tetapi harus terlebih dahulu membekali masyarakat dengan berbagai

    keterampilan. Ibarat pepatah, Jangan ikan terus diberikan, tetapi

    kail dan cara memancing diajarkan dengan tepat dan benar.

    Sebagaimana dimaklumi, masyarakat Aceh telah dikenal dalam

    sejarahnya sampai sekarang ini sebagai masyarakat yang kental budaya,

    pendidikan dan adat-istiadatnya berbasiskan Islam, bahkan salah satu

    keistimewaan Aceh yang menjadi karakteristik pembeda dengan daerah-

    daerah lain di Indonesia adalah kelapangan dan keleluasaan dalam

    menjalankan syariat Islam. Adalah suatu kenyataan yang berupa aib,

    18Geuchik Gampong Cot Seumeureung Kecamatan Sama Tiga, wawancaradilakukan tanggal 21 April 2009, di kediaman beliau gampong Cot Seumeureung.

    144

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    9/20

    mengganggu dan merusak martabat masyarakat Aceh bila gejala

    pendangkalan akidah ini terjadi dalam masyarakat Aceh yang mayoritas

    menganut agama Islam. Jadi wajar saja, menolak dengan tegas setiap orang

    yang mengganggu aqidah umat Islam di Aceh Barat, bahkan usir mereka dari

    bumi Teuku Umar ini.

    Model-Model Dakwah Untuk Membendung Misi Pendangkalan Akidah

    Untuk membentengi umat Islam dari segala bujuk rayu kaum kuffar

    maka diperlukan usaha-usaha dan kerja nyata dakwah yang komprehensif oleh

    berbagai komponen masyarakat Islam; pemerintah, ulama, ormas, parpol dan

    setiap pribadi kaum muslim secara menyeluruh harus bekerja keras

    menyebarkan kebenaran Islam, keadilan Islam, kemurnian Islam dan

    keindahan Islam kepada siapapun di dunia ini. Setiap pribadi muslim harus

    membentengi diri dengan beberapa langkah konkrit untuk memastikan agar

    pemurtadan dan pemusyrikan tidak akan terjadi dalam kehidupan umat Islam.

    Di antara langkah-langkah dakwah antisipatif yang perlu dipersiapkan umat

    Islam dalam rangka membentengi diri dari segala misi pendangkalan akidah

    adalah sebagai berikut:

    1. Memperkokoh Akidah Umat Islam

    Akidah yang benar adalah jauh dari kemusyrikan dan kemurtadan dari

    agama Allah. Tidak menyembah selain Allah dan tidak mencampuradukkan

    antara ajaran Islam dengan ajaran berhala dan tidak mencari agama selain

    agama yang diturunkan Allah lewat Nabi Muhammad saw.. Setiap pribadi

    Muslim harus pula menyandarkan segala acuan kata, pemikiran, sikap, dan

    tingkah lakunya pada Alquran dan al-Sunnah Rasulullah saw untuk19memperkokoh akidahnya.

    2. Memperindah Akhlak al-Karimah

    Pendidikan akhlak al-karimah adalah faktor penting dalam membina20suatu umat atau membangun sebuah bangsa. Akhlak adalah kepunyaan orang

    19Mustafa Masyhur, Bekalan di Sepanjang Jalan Dakwah, (Malaysia: DewanPustaka Fajar, Shah Alam, 2003), hal. 243-244.

    20Nashruddin Razak,Dienul Islam,(Bandung: Ma'arif, 1977), hal. 37.

    145

    yang beradab dan tiang bagi masyarakat yang maju. Suatu masyarakat akan

    tetap eksis selama moral masih dijunjung tinggi. Sebaliknya, masyarakat akan

    lenyap dan hancur apabila moral telah tiada, bahkan tidak ada artinya

    kehidupan bagi masyarakat tanpa pedoman moral dan tuntunan akhlak al-

    21karimah.

    3. Memelihara Persatuan dan KesatuanPersatuan dan kesatuan melambangkan keutuhan dan kekuatan sebuah

    kelompok masyarakat. Kekuatan dan keutuhan ini akan tetap eksis selama

    mereka tetap memeliharanya. Ketahanan dan keteguhan mereka akan teruji

    bila berhadapan dengan pengaruh dan rayuan pihak-pihak luar dengan

    berbagai hadiah dan pemberian. Di sinilah peran juru dakwah, para ulama,

    pendidik dan guru untuk memperkuat keutuhan dan ketahanan sebuah

    masyarakat Islam.

    4. Selektif dalam Memilih Sajian Informasi Media

    Kehidupan manusia modern sarat akan pengaruh media massa baik22cetak maupun elektronik, koran, majalah, selebaran, jurnal, dan buku

    mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar, baik ditinjau dari daya23sebarnya maupun kecepatannya (waktu). Siaran audio visual seperti

    sandiwara, bioskop, koran, majalah, tabloid, buku-buku, selebaran,

    penerbitan, kaset tape recorder,video, dan sebagainya kini memainkan peran

    yang sangat berpengaruh dalam pergolakan ideologi baik peringkat regional

    maupun di peringkat internasional. Media teknologi menjadi trend kekinian

    untuk mengobarkan perang ideologi saling menghancurkan dan24menyudutkan antar ideologi.

    21Yusuf al-Qaradhawi,Iman dan Kehidupan,(Malaysia: Dewan Pustaka, 1985), hal.162.

    22William Chang, Media Baru dan Rekonstruksi Sosial,Kompas, Kamis, 9Februari 2006, 6.

    23Musthafa Masyhur,Teladan di Medan Dakwah,(Solo: Intermedia, 2000), hal. 174.24Mohammad Irham, Titik Temu FKPM dan Dakwah Islam, dalam M. Jamil Yusuf,

    dkk, (ed),Polmas dan HAM dengan Pendekatan Dakwah dan Adat Budaya Aceh, (BandaAceh: Polda NAD dan Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, 2009), hal. 76-79.

    146

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    10/20

    4. Model Dakwah Kultural

    Pendekatan dakwah kultural adalah usaha-usaha dakwah Islam yang

    dirintis dan dikembangkan dengan melakukan interaksi dan adaptasi terhadap

    budaya dan adat istiadat yang telah lama hidup, tumbuh dan berkembang

    dalam suatu wilayah dan daerah tertentu. Dalam bahasa dakwah dikenal

    dengan usaha menyampaikan dakwah dengan bahasa kaumnya atauberdakwah sesuai dengan kemampuan daya tangkap masyarakat setempat

    (khatibin nas 'ala qadri 'uqulihim). Pelajaran berharga dari suksesnya

    eksistensi dan bertahannya Islam di Aceh adalah karena kedatangan dakwah

    Islam ke Aceh tidak merusak dan menghancurkan budaya lokal yang hidup dan

    berkembang dalam masyarakat Aceh, tetapi justeru menggunakan instrumen

    adat, budaya dan tradisi Aceh untuk menyampaikan universalitas ajaran Islam.

    Sehingga sampai saat ini antara adat dan agama Islam menjadi organ yang

    saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat

    Aceh.

    5. Model Dakwah Struktural

    Dakwah struktural yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah negara

    dengan segenap perangkatnya. Artinya, segenap kegiatan yang dilakukan

    negara (pemerintah) untuk mengkonstruksi tatanan masyarakat sesuai

    petunjuk Allah dan Rasul-Nya serta tidak terlepas dari lingkaran amar ma'ruf25dan nahi munkar. Pendekatan dakwah struktural adalah dakwah yang

    dikembangkan melalui kemitraan dengan para penguasa, pemimpin dan

    pejabat yang memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengendalikan

    persoalan masyarakat. Biasanya kecenderungan masyarakat adalah mengikuti

    agama yang dianut oleh para pemimpin atau penguasanya. Dalam sejarah

    Aceh, salah satu faktor yang menyebabkan agama Islam berhasil berkembang

    pesat di Aceh karena kemampuan dan kecerdikan para da'imemikat hati parasultan sehingga mereka memilih Islam atas dasar pilihan sadar dan kebebasan,

    bukan karena tekanan, paksaan dan peperangan.

    25Ramli Ridwan, Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Dakwah Struktural,dalam M. Jakfar Puteh dan Saifullah (ed),Dakwah Tekstual dan Konstektual Peran dan

    Fungsinya dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Yogyakarta: LD-NU Aceh bekerjasamadengan Dispora Aceh dan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2001), hal. 146.

    147

    6. Model Dakwahbi al-hal(tindakan dan kerja nyata)

    Pendekatan dakwah bi al-haladalah dakwah yang dilakukan dengan26aksi, tindakan dan perbuatan nyata yang sesuai dengan keadaan manusia.

    Disebabkan aksi atau tindakan nyata maka dakwahbi al-hallebih mengarah

    pada tindakan menggerakkan (aksi menggerakkan mad'u) sehingga dakwah

    ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat. Usaha pengembanganmasyarakat Islam memiliki bidang garapan yang luas, meliputi pengembangan

    pendidikan, ekonomi dan sosial masyarakat. Pengembangan pendidikan

    merupakan bagian penting dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini

    berarti bahwa pendidikan harus diupayakan untuk menghidupkan masyarakat

    Aceh yang maju, efisien, mandiri, terbuka, dan berorientasi ke depan yang

    lebih berkualitas.

    7. Model Dakwah Global-Saintifik

    Pada dekade ini masyarakat dihadapkan pada suatu kondisi krisis

    global yang serius, yaitu suatu krisis yang kompleks dan multidimensional

    yang segi-seginya menyentuh setiap aspek keheidupan: kesehatan, mata

    pencaharian, kualitas lingkungan, hubungan sosial, ekonomi, teknologi, dan

    politik. Krisis ini merupakan krisis dalam dimensi intelektual, moral, dan

    spiritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah27manusia.

    Krisis ini juga menimpa aktivitas keberagamaan masyarakat dunia,

    tidak terkecuali agama Islam melalui aktifitas dakwahnya. Dakwah untuk

    masa mendatang, harus mampu mengakomodir semua lini dari manapun

    datangnya, termasuk dari kultur Barat untuk dimanfaatkan sebagai sarana dan

    tiang penyangga dakwah. Tantangan dakwah masa depan memang akan

    semakin kompleks. Karena itu, tema-tema dakwah hendaklah mampu

    mentransfer budaya-budaya modern sebagai upaya memodernisasi gerakan

    dakwah dengan memanfaatkan teknologi dan cara berpikir modern.

    26Yunan Yusuf,Dakwah bi al-Hal, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Jurnal KajianDakwah dan Kemasyarakatan, Vol. 3. No. 2. 2001. Lihat juga, Hasim,Kamus Istilah Islam,(Bandung: Pustaka, 1987), hal. 24.

    27Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat, dan KebangkitanKebudayaan, (terjemahan dari The Turning Point, Science and The Rising Culture),(Yogyakarta: Bentang, 1998), hal. 3.

    148

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    11/20

    Dakwah antisipatif terhadap upaya kalangan asing dalam

    mendangkalkan akidah umat Islam perlu dihadapi dengan totalitas kesadaran

    iman, ilmu, amal saleh, cara berpikir, metode, strategi dan kepribadian umat

    Islam untuk menjadikan tauhid Islam sebagai ajaran yang aplikatif bagi

    pembebasan umat Islam dari berbagai godaan dan iming-iming materil untuk

    menyimpang dan keluar dari akidah Islam. Dalam konteks ini, beragam modeldakwah sebagaimana tersebut di atas dapat dijadikan jalan, alat, sarana,

    metode, pendekatan dan gerakan dakwah (kegiatan pencerahan umat) dalam

    rangka membentengi dan memantapkan akidah tauhid umat Islam dari

    berbagai ancaman, tantangan dan godaan internal dan eksternal yang lambat

    laun tapi pasti menodai, merusak dan bahkan menghancurkan akidah tauhid

    umat Islam.

    Penutup

    Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

    berikut:

    1. Pasca gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004, beberapa

    NGO/LSM asing (non-Muslim) datang ke Aceh Barat menyalurkan

    berbagai paket bantuan kemanusiaan untuk menolong para korban

    tsunami. Namun di balik bantuan tersebut punya misi terselubung

    menyebarkan misi agama Kristen di kalangan orang Muslim di Aceh

    Barat.

    2. Sebelumnya, pada tahun 1976 M missionaris Simamora secara

    meyakinkan menjelaskan bahwa umat Kristen akan mengembangkan

    misinya di Aceh melalui tiga penjuru, yaitu Singkil, Aceh Tenggara dan

    Sabang.

    3. Kekurang berhasilan dan kegagalan upaya Kristenisasi sebagai upaya

    mendangkalkan akidah Islam masyarakat Aceh Barat pada masa-masa

    lampau telah menyebabkan mereka menanti-nanti saat yang tepat untuk

    berhasil dengan mudah menjalankan misinya di Aceh. Ahad pagi, 26

    Desember 2004 M gempa berkekuatan dahsyat dan gelombang tsunami

    menghempas dan menerjang Aceh dan sekitarnya. Ratusan ribu Muslim

    149

    Aceh meninggal seketika dan ratusan ribu anak terenggut masa depannya.

    Akibat tragedi kemanusiaan terbesar abad ini, para penginjil beranggapan

    bahwa tragedi kemanusiaan terbesar ini merupakan cara Tuhan untuk

    membuka pintu Aceh bagi misi penyebaran salib.

    4. Bentuk dan misi kristenisasi yang dijalankan pihak non-Muslim yaitu

    menyelipkan lambang Yesus saat penyaluran paket sekolah: buku dan alat-alat tulis; gambar bunda Maria pada obat-obatan (pil vitamin dan lain-lain);

    baju berlogo dan berlambang agama tertentu; nama lorong dan dan desa

    yang bernuansa Kristiani.

    5. Keadaan yang dialami umat Islam pasca gempa dan tsunami serba

    kekurangan dan mengalami keguncangan jiwa, maka pada saat itulah

    pekerja NGO/LSM Barat datang menawarkan berbagai kemudahan dan

    keluar dari kesulitan. Kondisi tersebut menyebakan mereka mau menerima

    pemberian bantuan agar keluar dari kesulitan dan sebagian umat Islam

    tidak mengetahui adanya misi terselubung Kristenisasi.

    150

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    12/20

    DAFTAR PUSTAKA

    Arnold. Sejarah Dakwah Islam, terj. A. Nawawi Rambe. Jakarta: Widjaya,

    1981.

    Al-Andang.Agama Yang Berpijak dan Berpihak Yogyakarta: Kanisius, 1998.

    Alamsyah Ratu Perwiranegara. Pembinaan Kehidupan Beragama dalam

    Pembangunan Nasional,Cet.1. Jakarta: Biro Hukum dan Humas Depag RI,

    t.t..

    Abdul Azis Dahlan.Ensiklopedi Hukum Islam,jil.1. Jakarta: Ichtiar Baru Van

    Hoeve, 1994.

    Rosyidi. Dakwah Sufistik Kang Jalal: Menentramkan Jiwa, Mencerahkan

    Pikiran Jakarta: Paramadina, 2004.

    M. Dawam Rahardjo. Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan

    Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.

    Andy Dermawan. Landasan Epistemologis Ilmu Dakwah, dalam Andy

    Dermawan, dkk, (ed.),Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta: LSFI,

    2002.

    Muhammad Quthub.Islam Agama Pembebas, terj. Fungky Kusnaedi Timur

    Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001.

    M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan, 1994.

    Muhammad Ali Aziz.Ilmu Dakwah, Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan

    Ampel, 1993.

    Masturi. Idealisme Dakwah Islamiyah Era Industrialisasi, Makalah pada

    Seminar Nasional Strategi dan Gerakan Dakwah Islam Tanggal 2-4

    September 1995 di Yogyakarta.

    Serambi Indonesia. Dua Orang Guru di Meulaboh Ditangkap; DidugaMenjalankan Misi Pendangkalan 'aqdah, Serambi Indonesia, 24

    Desember 2008 .

    Asep Syaefullah. Merukunkan Umat Beragama: Studi Pemikiran Tarmizi

    Taher Tentang Kerukunan Umat Beragama. (Jakarta: Grafindo

    Khazanah Ilmu, 2007.

    151

    Tarmizi Taher. Menuju Ummatan Wasathan: Kerukunan Beragama diIndonesia. Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPIM,1998. 161.

    ----------.Menjadi Muslim Moderat: Beragama di Tengah Peradaban Global.Jakarta: Hikmah, 2004.

    Muhammad Sulthon. Menjawab Tantangan Zaman Desain Ilmu Da'wahKajian Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis. Yogyakarta, PustakaPelajar, 2003.

    Mustafa Masyhur. Bekalan di Sepanjang Jalan Dakwah. Malaysia: DewanPustaka Fajar, Shah Alam, 2003.

    Nashruddin Razak.Dienul Islam.Bandung: Ma'arif, 1977.

    Yusuf al-Qaradhawi.Iman dan Kehidupan.Malaysia: Dewan Pustaka, 1985.

    William Chang. Media Baru dan Rekonstruksi Sosial, Kompas, Kamis, 9Februari 2006.

    Musthafa Masyhur. Teladan di Medan Dakwah.Solo: Intermedia, 2000.

    Mohammad Irham. Titik Temu FKPM dan Dakwah Islam, dalam M. JamilYusuf, dkk, (ed.),Polmas dan HAM dengan Pendekatan Dakwah dan

    Adat Budaya Aceh. Banda Aceh: Polda NAD dan Fakultas DakwahIAIN Ar-Raniry, 2009.

    Ramli Ridwan. Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Dakwah Struktural,dalam M. Jakfar Puteh dan Saifullah (ed), Dakwah Tekstual dan

    Konstektual Peran dan Fungsinya dalam Pemberdayaan EkonomiUmat.Yogyakarta: LD-NU Aceh bekerjasama dengan Dispora Acehdan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2001.

    Yunan Yusuf. Dakwah bi al-Hal, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Jurnal

    Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan, Vol. 3. No. 2. 2001.

    Fritjof Capra. Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat, dan KebangkitanKebudayaan, terjemahan dari The Turning Point, Science and TheRising Culture. Yogyakarta: Bentang, 1998.

    152

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    13/20

    EKSISTENSI BAHASA DAERAH

    SEBAGAI WADAH KOMUNIKASI

    DAN EKSPRESI BUDAYA

    DAN ADAT MASYARAKAT ACEH

    1Oleh: M. Nur Daud

    Abstract

    Culture is something produced by human and is destined for human survival. In

    anthropology, there is no good and bad culture, but it is an institution, a

    community tradition. The existence of culture is caused by an enlightened

    human creativity which resulted in scientific works, skills and knowledge.

    Culture is also interpreted as material and spiritual related. The existence of

    culture can contribute the personal interests to the surrounding natural

    environment. Language is one of very important elements because it is the coreof the culture and by which culture can be passed on and developed from

    generation to generation. Thus, language is the primary means to capture,

    understand, communicate, discuss, modify and pass on the meaning of culture

    to new generations.

    Kata Kunci: Bahasa, komunikasi, kebudayaan.

    Pendahuluan

    Kebudayaan adalah suatu fenomena universal. Setiap suku atau bangsa

    di dunia ini memiliki kebudayaan, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-

    beda antara satu dengan yang lainnya. Kebudayaan secara jelas menampakkankodrat manusia dari pelbagai suku, bangsa atau ras. Untuk itu pendefinisian

    terhadap budaya dapat dilakukan oleh siapapun, namun manusia sebagai

    cultural being, merupakan suatu fakta historis yang tidak berbantahkan oleh

    1 Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, S2 Pendidikan (M.Pd) diraihpada Program Pascasarjana Unsyiah Darussalam Banda Aceh.

    153

    siapa pun juga. Sebagai cultural being,manusia adalah pencipta kebudayaan,

    dan kebudayaan merupakan ekspresi eksistensi manusia di dunia. Pada2kebudayaan, manusia menampakkan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah.

    Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri

    merupakan produk kebudayaanya. Itulah dialektika fundamental yang

    mendasari seluruh proses hidup manusia. Dialektika fundamental ini terdiri

    atas tiga tahap, yaitu: (1) eksternalisasi, yakni proses pencurahan diri manusia

    secara terus menerus ke dalam dunia melalui aktivitas fisik dan mental; (2)

    objektivasi, yakni aktivitas manusia yang melahirkan suatu realitas objektif

    yang berada di luar diri manusia; (3) internalisasi, yakni realitas objektif hasil

    ciptaan manusia diserap kembali oleh manusia sehingga membentuk dirinya3sebagai produk kebudayaan.

    Manusia dan kebudayaan saling mengandaikan, adanya manusia

    mengandaikan adanya kebudayaan; sebaliknya adanya kebudayaan

    mengandaikan adanya manusia. Tanpa manusia takkan ada kebudayaan. Tanpa

    kebudayaan manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya secara manusiawi.

    Melalui kebudayaan manusia merealisasikan dirinya menjadi manusia dengan

    cara menciptakan suatu dunia yang khas bagi dirinya secara dinamis dan

    kreatif. Inilah yang membedakan manusia dengan hewan.

    Sebagai makhluk berbudaya, manusia terus-menerus

    menyempurnakan hidupnya dalam konteks sosial tertentu, dalam jaringan

    interaksi yang kompleks dengan sesamanya, dengan bermacam ragam

    pranata sosial yang menentukan arah dan gerak hidup masyarakat, dan dalam

    relasi fundamental dengan alam dan Ilahi. Untuk itu, manusia tidak bisa hidup

    sendirian, maka masyarakat merupakan dasar bagi segala aktivitas yang

    dilakukannya. Karena masyarakat bukan saja produk kebudayaan, tetapi juga

    kondisi mutlak bagi kebudayaan.

    2Rafael Raga Maran.Manusia dan Kebudayaandalamllmu Budaya Dasar, (Jakarta:

    Rineka Cipta, 2000), hal. 16-17.3Peter L. Berger. The Social Reality of Religion, (Norwich: Penguin Books, 1973),

    hal. 14.

    154

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    14/20

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    15/20

    tentu saja dapat dianalisis melalui bahasanya. Jelaslah bahwa bahasa

    mencerminkan bangsa. "Yang lurik kundi yang indah saga, yang baik sudi

    yang indah bahasa".

    Bahasa Daerah

    Bahasa daerah merupakan salah satu unsur kebudayaan daerah yangdilindungi oleh Undang-undang sesuai dengan penjelasan Pasal 36 Bab XV

    UUD 1945. Di Aceh terdapat lebih kurang 10 bahasa daerah yang tetap

    terpelihara dan digunakan dalam komunikasi budaya dan adat istiadat daerah,

    walaupun sedang bertarung dengan bahasa nasional dan bahasa asing. Dalam

    kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa-bahasa yang terdapat di Aceh

    berfungsi sebagai; (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas

    daerah, (3) sarana komunikasi keluarga dan masyarakat daerah, (4) sarana

    komunikasi budaya dan adat-istiadat daerah. Keempat fungsi ini telah

    mendapat tempat dalam masyarakat pendukungnya dan dilindungi oleh

    negara. Lebih dari itu, bahasa-bahasa daerah merupakan unsur kebudayaan

    nasional yang merupakan salah satu pilar dalam pengembangan bahasa

    nasional, bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa daerah menjadi pendukung bahasa

    Indonesia.

    Adat Istiadat

    Dari berbagai definisi yang dikemukakan, adat dapat dibatasi sebagai

    tata laku yang lebih teratur, berkesinambungan, dan sempurna untuk

    kesahihan perbuatan, kebaikan, dan keselamatan pada semua anggota12masyarakat yang terlibat. Adat berfungsi sebagai format yang mengatur

    keseluruhan tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat. Adat juga

    merupakan segala peraturan yang ditetapkan oleh semua manusia untuk

    keperluan hidup bermasyarakat dan menjadi hukum adat. Hukum itu adalah

    hasil perbuatan manusia yang mengatur hubungan antara kemauan individu

    dan keinginan kelompok. Dalam masyarakat Islam, adat bersendi syarak, dan

    12Zainal Kling.Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah.Makalah DialogUtara (Lhokseumawe, 2005), 6.

    157

    syarak bersendi kitabullah. Masyarakat Aceh yang dikenal taat beragama,

    dapat juga diturunkan dari Islam, sehingga adat berfungsi menegaskan syariat,

    dan syariat membersihkan adat. Agama dan adat bagai zat dengan sifat. Dalam

    masyarakat Aceh dikenal sebuah pepatah:

    Kong reumoh karena bajoe lingka puteng;

    Kong syariat karena adat di geunireng".

    Konsep adat berlapis dan mempunyai kedudukan yang berlainan.

    Lapis itu adalah (1) Adatullah, yaitu adat istiadat yang sesuai dan mendukung

    ajaran-ajaran

    al Qur'an; (2) Adattunnah, yaitu adat istiadat yang sesuai dan mendukung

    Sunah Rasul; (3) Adat Muhakamah, yaitu adat istiadat yang bersumber dari

    hasil kesepatakan bersama terhadap sesuatu yang baik dan bernilai agama; (4)

    Adat Jahiliah, yaitu kebiasaan yang diadatkan oleh masyarakat pendukungnya

    karena sangat mereka gemari, namun bertentangan dengan Adatullah,

    Adatunnah, dan Adat Muhakamah.

    Adat sebagai Bagian dari Budaya

    Adat merupakan suatu perbuatan berulang sebagai perilaku

    masyarakat terhadap sesuatu, sehingga menjadi suatu kebiasaan dan bahkan

    pada tingkat akhir dapat menjadi suatu norma atau kaedah sebagai segmen

    peradaban manusia. Pada tingkat seremonial, ritualitas, berupa "adat istiadat".

    Pada tingkat lain dapat berupa suatu perbuatan hukum yang apa bila dilanggar

    akan mendapat sanksi. Perbuatan adat yang mengandung larangan atau delik

    yang akan diberikan sanksi, dan perbuatan demikian disebut perbuatan

    "hukum adat".

    Dengan demikian ada perbedaan antara "adat" dengan "hukum adat".

    Adat adalah suatu kebiasaan seremonial yang apabila tidak dilakukan, tidak

    akan menimbulkan ancaman pelanggaran, melainkan sekedar cemohan

    ringan, misalnya acara perkawinan duduk pada pelaminan yang dihiasi

    meriah. Tetapi sesuatu perbuatan adat akan dikenakan sanksi, bila dilakukan

    pelanggaran, misalnya dalam pemberian "tanda pengikat atau caram" dalam

    pertunangan, bila salah satu melakukan wanprestasi atau pembatalan, maka

    158

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    16/20

    kehidupan sejahtera dan bermartabat kepada bangsanya, terutama sejak

    peradaban dan budaya Islam melalui agama Islam masuk dan berkembang di

    Aceh.

    Bahasa Daerah dalam Aktivitas Adat dan Budaya

    Dalam kenyataannya, bahasa-bahasa daerah yang hidup dan

    berkembang di Aceh memiliki fungsi budaya dan adat istiadat. Bahasa-bahasa

    itu telah digunakan sebagai media komunikasi budaya dan adat istiadat. Selain

    ada kebanggaan menggunakan bahasa daerah dalam kegiatan adat, makna

    yang terkandung dan rasa bahasanya lebih dipahami oleh masyarakatnya.

    Makna budaya dan adat istiadat yang terkandung di dalam suatu bahasa daerah

    tidak dapat digantikan dengan bahasa nasional atau bahasa daerah lainnya.

    Hal ini tentunya merupakan konsekuensi logis dan bahasa sebagai produk

    budaya dan alat pengembangan budaya. Suatu produk budaya hanya dapat

    dikembangkan dengan bahasa dan budaya yang bersangkutan.

    Dalam berbagai aktivitas kebudayaan di Aceh senantiasa

    menggunakan bahasa daerah. Dalam hal ini bahasa daerah menjadi jati diri

    budaya daerah sekaligus berfungsi sebagai media pengembangan kebudayaan

    daerah. Misalnya, penggunaan bahasa Aceh dalam seudati dan jenis kesenian

    lainnya. Apabila seudati dan kesenian Aceh lainnya digunakan bahasa

    Indonesia atau bahasa Inggris, dapat dipastikan seudati dan jenis kesenian

    lainnya itu tidak bernilai seni. Demikian juga dengan berbagai aktivitas adat

    seumpama "seumapa" pada pesta perkawinan. Dengan menggunakan bahasa

    Aceh, pesan-pesan yang disampaikan lebih dalam bahasa Indonesia atau

    bahasa asing, dapat dipastikan nilai seni dalam proses itu berkurang atau tidak

    ada sama sekali.

    Karena itu, bahasa-bahasa daerah itu perlu dilestarikan dan dibina

    tidak hanya oleh masyarakat pendukungnya, tetapi juga perlu dibina oleh

    pemerintah daerah dengan suatu kebijakan khusus dan perlu diundangkan

    melalui Qanun Bahasa Daerah. Dengan adanya Qanun Bahasa Daerah,

    masyarakat pengguna bahasa mempunyai kepastian hukum dalam

    penggunaan bahasanya. Lembaga pendidikan dan kebudayaan memiliki

    160

    akan dikenakan sanksi adat berupa denda. Dalam masyarakat sebutan terhadap

    adat istiadat atau hukum adat adalah populernya menggunakan istilah yang

    satu yaitu "adat", padahal bila masuk ke dalam perilaku adat dari segi disiplin

    ilmu akan terdapat ada "adat istiadat" dan ada "hukum adat".

    Bila dikaitkan proses tingkah laku tumbuhnya adat istiadat atau hukum

    adat dengan pengertian budaya sebagaimana dikatakan oleh Selo Soemardjan

    dan Soelaeman yang merumuskan kebudayaan sebagai hasil dari karya, rasa

    dan cipta masyarakat, maka adat istiadat adalah merupakan bentuk-bentuk

    perilaku sebagai hasil nilai komunikasi lingkungan masyarakat dengan

    sendirinya termasuk bagian dari budaya.

    Kebudayaan suatu masyarakat sebetulnya merupakan hasil dari

    pengalaman warga-warga masyarakat, yang menghasilkan sistem nilai-nilai

    berupa konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap buruk untuk

    dihindari dan apa yang dianggap baik perlu dijadikan pegangan. Dari beberapa

    pandangan para ahli tentang kebudayaan dalam hubungan isyarat-isyarat al-

    Qur'an. Sidi Gazalba merumuskan kebudayaan sebagai cara berpikir dan cara

    merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan

    manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu.

    Abidin Hasyim mengutip Koentjaraningrat yang membagi kebudayaan

    dalam tiga wujud, yaitu:

    1. sebagai kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia.

    2. sebagai suatu kompleks aktvitas, misalnya interaksi manusia dari

    dalam hidup bermasyarakat, pertemuan upacara, belajar, riset dan

    lain-lain.

    3. sebagai benda yaitu segenap hasil dari pada gagasan yang dijelmakan

    melalui aktivitas misalnya dari perkakas, barang-barang teknologi,

    pakaian, bangunan dan sebagainya.

    Dengan demikian menjadi lebih jelas lagi bahwa adat merupakan

    basil karya produksi manusia menjadi bagian dari budaya. "Adat Aceh" adalah

    produksi budaya masyarakat Aceh dan budaya Aceh adalah bagian dari kultur

    dan peradaban manusia (civilization). Budaya Aceh telah memberikan

    159

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    17/20

    rujukan dalam mengajarkan bahasa daerah di sekolah-sekolah dan

    menerbitkan buku-buku dalam bahasa daerah. Para sastrawan dan budayawan

    juga mempunyai referensi yang standar mengenai bahasa daerah. Lebih dari

    itu, lembaga perguruan tinggi juga perlu memikirkan kemungkinan membuka

    jurusan bahasa dan sastra daerah.

    Penutup

    Kebudayaan adalah suatu cara hidup bersama, cara khas manusia

    dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan alam, dan merupakan strategi

    manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebudayaan merupakan

    keseluruhan dari ide atau gagasan dan sesuatu yang dihasilkan manusia dalam

    pengalaman historisnya, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,

    hukum, kebiasaan (adat istiadat), keterampilan, serta perilaku lainnya yang

    diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

    Pelbagai arti yang diberikan manusia terhadap objek-objek, peristiwa-

    peristiwa, fenomena dan perilaku merupakan jantung kebudayaan. Bahasa

    merupakan sar ana u t ama untuk menangkap, memahami ,

    mengkomunikasikan, mendiskusikan, mengubah dan mewariskan arti-arti itu

    kepada generasi baru. Dengan bahasa pula manusia menciptakan cara

    berpikir, cara merasa, cara bertindak dan menciptakan dunianya yang khas

    dan manusia.

    Dalam berbagai aktivitas kebudayaan di Indonesia pada umunmya

    menggunakan bahasa daerah. Dalam hal ini bahasa daerah menjadi jati diri

    budaya daerah setempat sekaligus berfungsi sebagai media pengembangan

    kebudayaan daerah.

    161

    DAFTAR PUSTAKA

    Alwasilah, A. Chaedar. Sosiologi Bahasa.Bandung: Angkasa, 1985.

    Bakker, J.W.M.Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Jakarta; Kanisius,1984.

    Berger, Peter L. The Social Reality of Religion.Norwich: Penguin Books,1973.

    Eilers, Franz-Josep.Berkomunikasi Antar-Budaya.Terj. Pon Tondjowidjodjo.Ene Flores: Nusa Indah, 1995.

    Kling, Zainal.Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah.MakalahDialog Utara, Lhokseumawe, 2005.

    Maran, Rafael Raga. Manusia dan Kebudayaandalamllmu Budaya Dasar.Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

    Nababan, P.W.J. Sosiolinguitik.Jakarta: Gramedia, 1984.

    Silzer, Peter J.Bahasa dan Kebudayaan; AnakKembar Siam.Jumal LinguistikIndonesia, Tahun 8, No. 1 Jakarta, 1990.

    162

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    18/20

    MENGGAGAS KOMUNIKASIANTARBUDAYA DALAM

    KERAGAMAN MASYARAKATINDONESIA

    1Oleh: Irsan Adrianda

    Abstract

    Conflict and violence in Indonesia are reflection of multidimensional social

    inequalities exacerbated by the lack of adequate institutional and

    constitutional framework for conflict resolution efforts. In resolving the

    conflict, it is required a synergistic cooperation in all fields of development,

    including development of mass media in developing societies in the frame

    marked by the diversity of the egalitarian, tolerant and democratic attitude. In

    addition to normative recommendations, it is also required a practical action

    plan to optimize the role of mass media through a media strategy that is

    planned, precise and measurable in order to develop the community within the

    existing diversity.

    Kata Kunci:Komunikasi antarbudaya, keragaman, media massa.

    Pendahuluan

    Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen

    dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama,

    bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Di lain pihak, perkembangan dunia yang

    sangat pesat saat ini dengan mobilitas dan dinamika yang sangat tinggi, telah

    menyebabkan dunia menuju ke arah desa dunia (global village)yang hampir

    tidak memiliki batas-batas lagi sebagai akibat dari perkembangan teknologi

    modern. Untuk itu masyarakat harus siap menghadapi situasi-situasi baru

    1Dosen STAI Teungku Chik Dirundeng, Meulaboh.

    163

    dalam konteks keberagaman kebudayaan atau apapun namanya. Interaksi dan

    komunikasi harus berjalan antara satu dengan yang lainnya.

    Teknologi komunikasi telah mengantarkan manusia ke tahap yang

    memungkinkan mereka berinteraksi dengan berbagai budaya lain. Misalnya,

    fenomena yang terjadi sekarang ini dalam dunia global, sebagian interaksi

    budaya bersifat tatap muka, sebagian lagi lewat media massa, sebagian

    interaksi bersifat selintas atau berjangka pendek, sebagian lagi berjangka

    panjang atau permanen. Proses interaksi dan komunikasi tersebut berlangsung

    di saat melancong ke manca negara, belajar di luar negeri, melangsungkan

    pekerjaan, bersahabat pena, konferensi kenegaraan, konser musik,

    penayangan telenovela atau film lewat siaran televisi swasta maupun melalui

    televisi kabel, penayangan berita atau serangkaian muatan lain dalam program

    acara televisi dalam konteks nasional dan internasional. Semua hal tersebut

    adalah fenomena komunikasi bernuansa perbedaan budaya dunia.

    Fenomena komunikasi antarbudaya tersebut tampaknya akan dialami

    setiap saat, apalagi masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya

    secara logis akan mengalami berbagai permasalahan, persentuhan antar

    budaya akan selalu terjadi karena permasalahan silang budaya selalu terkait

    erat dengan cultural materialismyang mencermati budaya dari pola pikir dan

    tindakan dari kelompok sosial tertentu dimana pola temperamen ini banyak

    ditentukan oleh faktor keturunan (genetic), maupun hubungan sosial tertentu.

    Nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan menjadi acuan sikap dan

    perilaku manusia sebagai makhluk individual yang tidak terlepas dari

    kaitannya pada kehidupan masyarakat dengan orientasi kebudayaannya yang

    khas, sehingga pelestarian maupun pengembangan nilai-nilai budaya

    merupakan proses yang bermatra individual, sosial dan kultural sekaligus.

    Dalam kenyataannya, persentuhan nilai-nilai budaya sebagai

    manifestasi dinamika kebudayaan tidak selamanya berjalan secara mulus.

    Permasalahan silang budaya dalam masyarakat majemuk, kesenjangan tingkat

    pengetahuan, status sosial, geografis, adat kebiasaan merupakan kendala bagi

    tercapainya suatu konsensus yang perlu disepakati dan selanjutnya ditaati

    secara luas. Ditambah lagi dengan posisi Indonesia sebagai negara

    164

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    19/20

    berkembang, akan selalu mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai

    aspek kehidupan.

    Menurut Budiono, pangkal masalah dalam masyarakat Indonesia

    cenderung dapat dipandang sebagai suatu masyarakat besar yang belum

    selesai. Hal ini dapat dikembalikan pada adanya berbagai dorongan

    sentripetal dan sentrifugal yang bersilangan secara terus menerus naik ke

    permukaan secara silih berganti. Persentuhan antar budaya yang terjadi

    secara dinamis dalam proses tawar menawar bisa mewujudkan perubahan tata

    nilai yang tampil sekedar sebagai pergeseran (shift) antar nilai, atau

    peresengketaan(conflict)antar nilai atau bahkan dapat berupa benturan (clash)

    antar nilai tersebut. Apapun bentuk dan perwujudan dari permasalahan silang

    budaya, harus dapat dipandu dan dikendalikan, atau paling tidak diupayakan

    adanya mekanisme yang dapat menjembatani permasalahan ini, baik melalui2jalur pendidikan maupun media massa.

    Harus dipahami bahwa gagasan penggalian budaya nasional bukan

    diarahkan pada konformisme budaya, tetapi lebih diarahkan pada totalitas nilai

    dan perilaku yang mencerminkan hasrat dan kehendak masyarakat Indonesia

    dalam berbangsa dan bernegara sehingga mempunyai dua arah pokok yaitu

    fungsi pelestarian dan fungsi pengembangan. Fungsi pelestarian diarahkan

    pada pengenalan dan pendalaman nilai-nilai luhur budaya bangsa yang bersifat

    universal, dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai harganya,

    sehingga diharapkan dapat menumbuhkan dan memperkokoh rasa cinta tanah

    air dan kebanggan nasional. Dalam fungsi pengembangan diarahkan pada

    perwujudan budaya nasional, yaitu perpaduan keragaman budaya tradisional

    ditambah dengan nilai-nilai baru yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai

    universal yang berlaku dalam budaya masyarakat, guna memperkaya budaya

    bangsa dan mempekokoh jati diri dan kepribadian bangsa.

    Fenomena komunikasi antara komunitas-komunitas berbeda budaya di

    Indonesia sekarang ini, dengan demikian tampaknya semakin rumit sejalan

    dengan semakin beragamnya konsep diri, minat, kepentingan, gaya hidup,

    2 Budiono Kusumohamodjojo, Kebhinekaan Masyarakat Indonesia, (Jakarta:

    Grasindo, 2000), hal. 98.

    165

    kelompok rujukan, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai yang berkembang

    dalam masyarakat. Berbagai kajian akhirnya muncul untuk menjelaskan dan

    menganalisisnya. Dari perspektif komunikasi, terdapat beberapa bidang yang

    mengaitkan komunikasi dengan budaya, antara lain komunikasi antar budaya,

    komunikasi lintas budaya, komunikasi internasional, dan secara lebih khusus

    lagi kajian komunikasi antar etnik, kajian antar ras dan sebagainya.

    Memahami keanekaragaman masyarakat Indonesia merupakan

    realitas obyektif yang tidak dapat dipungkiri. Keanekaragaman masyarakat

    dan budaya Indonesia tercermin dengan adanya keragaman yang muncul

    karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu wilayah geografis, latar

    belakang historis, dan psikologis. Keanekaragaman ini di satu sisi akan

    memberi warna positif pada sistem nilai budaya bangsa apabila terwujud

    dalam bentuk interaksi yang saling melengkapi, tetapi di sisi lain dapat

    menjadi sumber konflik apabila tidak dipahami dengan baik, apalagi

    menjadikannya sebagai suatu kesatuan/unit dalam berkompetisi untuk

    memperebutkan sumberdaya ekonomi dan politik.

    Saat ini muncul kesadaran masif bahwa diperlukan kepekaan terhadap

    kenyataan kemajemukan, pluralitas bangsa, baik dalam etnis, agama, budaya,

    hingga orientasi politik. Karena itu, publikasi, film, televisi, dan berbagai

    media komunikasi lainnya sepatutnya tidak mengekspos hal-hal yang bersifat

    anti, menghina atau melecehkan budaya lain atau ajaran suatu agama. Sikap

    respek terhadap budaya dan agama harus menjadi bagian dari kurikulum

    pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah

    maupun swasta dan menjadi budaya baru menuju masyarakat yang bersatu.

    Untuk itu, dalam artikel ini penulis memahami keberadaan media sebagai

    wadah pencerahan bangsa, sebagai pengemban amanah dalam mengikat

    keragaman budaya yang ada.

    Memahami Komunikasi Antarbudaya

    Kajian komunikasi antarbudaya menjadi sangat populer, menarik dan

    unik. Menarik karena garapannya sangat luas dan beragam. Di Indonesia

    kurang lebih terdapat 200 etnis yang tersebar diberbagai daerah, mulai Sabang

    166

  • 7/22/2019 At - Tanzir Urut Nomer - 1

    20/20

    sampai Merauke seperti: etnis Aceh, Batak, Minangkabau, Jawa, Sunda,

    Asmat, Ambon, dan lain-lain. Terlebih di seluruh dunia terdapat ribuan, bahkan

    jutaan etnis, mulai dari etnis yang terdapat dikawasan Timur Tengah, Barat,

    Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Unik karena etnis yang satu dengan yang

    lainnya memiliki karakteristik yang berbeda. Hal inilah yang menjadi wilayah

    kajian komunikasi antarbudaya lebih menarik dan dinamis.

    Istilah intercultural communication dalam bahasa Indonesia

    dipadankan dengan komunikasi antarbudaya atau komunikasi lintas budaya.

    Istilah komunikasi antarbudaya dianggap lebih tepat, karena dalam

    komunikasi antar penutur yang berbeda latar belakang budayanya pola

    komunikasi yang terbentuk merupakan satu pola baru sebagai sinergi pola

    komunikasi penutur dan mitra tutur.

    Menurut Rogers dan Steinfatt kemampuan berkomunikasi antarbudaya

    merupakan kemampuan seseorang untuk bertukar informasi secara efektif dan

    tepat dengan orang yang berlatar belakang budaya berbeda. Berlatar belakang

    budaya berbeda berarti memiliki lingkup kehidupan yang tidak sama. Lingkup

    kehidupan mencakup pandangan hidup, agama, etika, norma hukum,

    teknologi, sistem pendidikan dan hasil kebudayaan yang bersifat materi

    maupun non materi. Proses sosialisasi seseorang sangat dipengaruhi oleh

    lingkup kehidupannya. Kemampuan berkomunikasi antarbudaya merupakan

    salah satu tujuan pengajaran bahasa asing, namun dalam pengajaran bahasa

    asing perhatian lebih dipusatkan pada pengungkapan verbal yang sesuai

    dengan pola komunikasi bahasa asing yang dipelajari, bukan proses interaksi

    yang terjadi.

    Dalam kajian linguistik, khususnya kajian pragmatik diteliti unsur-

    unsur bahasa yang dianggap memiliki konsep universal kemudian

    dibandingkan pengungkapan verbal konsep-konsep tersebut, seperti bentukbentuk bahasa yang mengungkapkan kesantunan. Hasil penelitian biasanya

    dikaitkan dengan latar belakang penuturnya untuk melihat kaitan antara bahasa

    dan budaya. Penelitian pragmatis yang telah dilakukan dapat dikembangkan ke

    arah pragmatis antarbudaya, seperti pendapat Ehrhardt yang menyatakan

    bahwa permasalahan kajian komunikasi antarbudaya bukan melihat hubungan

    167

    antara ungkapan verbal dengan latar belakang budaya, namun lebih

    menitikberatkan pada interaksi yang terjadi, dan bagaimana persepsi penutur

    terhadap mitra tutur dan sebaliknya, hal-hal ini kemudian dikaitkan dengan

    strategi berkomunikasi.

    Komunikasi dan budaya secara timbal balik saling berpengaruh satu

    sama lain. Budaya dimana secara individu-individu disosialisasikan, akan

    berpengaruh terhadap cara mereka dalam berkomunikasi. Cara bagaimana

    individu-individu itu berkomunikasi, dapat mengubah budaya yang mereka

    miliki dari waktu ke waktu. Hanya saja, kebanyakan analisis tentang

    komunikasi antarpribadi mengabaikan hubungan ini dan aspek budaya

    menjadi kosong dalam studi komunikasi. Sebaliknya, studi-studi tentang

    komunikasi lintas budaya, menguji pengaruh budaya terhadap komunikasi.

    Kebanyakan analisis tentang komunikasi lintas budaya membandingkan dan

    mempertentangkan pola-pola komunikasi dari berbagai macam budaya.

    Ada dua pendekatan utama untuk mengidentifikasikan budaya, yaitu

    budaya sebagai sistem yang adaptif dan budaya sebagai sistem yang ideal.

    Bagi orang yang melihat budaya sebagai hal yang adaptif, mereka memiliki

    kecenderungan untuk melihat budaya sebagai hal yang menyatukan orang-

    orang untuk sistem ekologi dimana mereka hidup. Harris berpendapat bahwa

    budaya menurun kepada pola prilaku yang diasosiasikan dengan kelompok

    orang tertentu, yaitu untuk kebiasaan atau untuk prinsip hidup seseorang.

    Para teoritis budaya yang berpandangan seperti ini, melihat budaya sebagai

    perkembangan menuju keseimbangan.

    Teori-teori ideal dari budaya memandang budaya sebagai sistem

    kognitif atau sistem simbolik. Goodenough berpendapat, budaya terdiri daristandar-standar untuk memutuskan apakah sesuatu itu, untuk memutuskan apa

    yang dapat, untuk memutuskan apa yang dirasakan seseorang mengenai hal

    tersebut, untuk memutuskan apa yang harus dilakukan mengenai hal itu dan

    untuk memutuskan bagaimana caranya melakukan sesuatu itu. Geerzt

    sebagai salah satu dari pendukung utama aliran budaya sebagai sistem

    Komunikasi dan Budaya

    168