digital_20334150 t32555 kustati budi lestari

Upload: desi-phyki

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    1/113

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    2/113

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK

    TERHADAP DISTRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN

    INFUS

    TESIS

    OLEH

    KUSTATI BUDI LESTARI

    1006748620

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

    PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

    KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK

    DEPOK

    JANUARI 2013

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    3/113

    HALAMAN PERNATAAN ORISINALITAS

    Tesis ini adalah basil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun

    dirujuk

    teIah saya nyatakan dengan henar.

    Nama

    : Kustati Budi Lestari

    NPM

    1 14862

    Tanda

    Tangan

    Tanggal

    : ~ i l ~ t 2 3

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    4/113

    HALAMANPENGESAHAN

    Tesis

    ini diajukan

    oleh

    Nama

    :

    Kustati

    Budi

    Lestari

    NPM : 006748620

    Program Studi

    : Magister

    IImu Keperawatan

    Judul Tesis : Dampak. Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi

    Duduk Terhadap istress Anak Saat dilakukan

    Pemasangan Infus

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

    bagian persyaratan yang

    diperlukan

    untuk memperoleh gelar Magister

    Keperawatan

    pada Program Studi Magister IImu Keperawatan Fakultas Ilmu

    Keperawatan

    Universitas Indonesia.

    DEWAN

    PENGUJI

    , ~ y ;

    embimbing : Nani Nurhaeni S.Kp. M.N

    Pembimbing : dr.

    Luknis

    Sabri M.Kes

    ~

    Penguji

    : Elfi Syahreni, S.Kp., M.Kes., Ns, Sp.Kep. An.

    Penguji

    :

    Nyimas

    Heni p. S.Kp . M.Kes. Ns. Sp. Kep.

    An. (

    Ditetapkan di : Depok

    Tanggal : 9 Januari 2012

    v

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    5/113

    v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, rasa syukur peneliti dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan rahmat Nya sehingga tugas penyusunan tesis yang berjudul Dampak

    Dekapan Keluarga dan Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak Saat

    Dilakukan Pemasangan Infus dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka

    menyelesaikan tugas akhir untuk meraih gelar Magister Keperawatan Kekhususan

    Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

    Selama penyusunan tesis ini, Peneliti mendapat dukungan, bantuan, petunjuk dan

    bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan kerendahan hati, Peneliti menyampaikan

    terima kasih dan rasa hormat kepada:

    1. Ibu Nani Nurhaeni, S.Kp.,M.N., selaku Pembimbing I yang telah memberikan

    saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini hingga

    selesai.

    2. Ibu Luknis Sabri, dr., M.Kes., selaku Pembimbing II yang telah memberikan

    saran, arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini hingga

    selesai.

    3. Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

    Universitas Indonesia..

    4. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N., Selaku Ketua Program Pasca Sarjana

    Fakultas Ilmu Keperawatan.

    5.

    Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

    Indonesia yang telah membekali ilmu, sehingga peneliti mampu menyusun

    tesis ini.

    6. Suami, Iman Santoso dan buah hati tercinta; Naufal Aqil Alya dan Rais

    Salman Nashif, yang memberi motivasi dan kekuatan besar selama menempuh

    studi.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    6/113

    vi

    7. Embah putri, terima kasih ya embah putri sudah bersedia jaga rais selama

    pembatan tesis ini.8. Rekan-rekan seangkatan tahun 2010 Program Magister Keperawatan

    Kekhususan Keperawatan Anak yang senasib dan seperjuangan.

    9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tesis ini, yang tidak dapat

    peneliti sebutkan satu persatu.

    Semoga amal ibadah kebaikan yang telah diberikan, senantiasa mendapatkan pahala

    dari Allah SWT. Akhirnya penulis harapkan, semoga tesis ini bisa bermanfaat untuk

    perkembangan ilmu keperawatan kekhususan keperawatan anak.

    Depok, Januari 2013

    Peneliti

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    7/113

    HALAMAN PERNY

    ATAAN

    PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK

    KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah

    101 :

    Nama

    : Kustati Budi Lestari

    NPM

    : 1006748620

    Program Studi: Magister llmu Keperawatan

    Fakultas : Ilmu Keperawatan

    Jenis Karya : Tesis

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, rnenyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif Non-exclusive Royalty

    Free Right atas karya ilmiah sya yang berjudul:

    "DAMPAK DEKAPAN KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK

    TERHADAP D1STRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS"

    Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif n Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,

    mengelola dalam bentuk pangkalan data database), merawat dan mempublikasikan

    tugas akhir saya selama tetap meneantumkan nama saya sebagai penulisl peneipta dan

    sebagai pemilik Hak Cipta.

    Demikian Pemyataan ini saya bust dengan sebenamya.

    Dibuat di: Tangerang

    Pada tanggal : 16 Januari 2013

    a n e n a t ~ a n

    (Kustati B0LestariJ

    v

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    8/113

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    9/113

    ix

    ABSTRACT

    Student Name : Budi Lestari Kustati

    Student (Register) Number : 1006748620

    Research Title : The Impact of Family Holding and Children Sitting

    Position to avoid distress during infusion

    Family holding and proper sitting position are an alternative provision to makecomfortable while treatment. This research proposed to determine The Impact ofFamily Embrace and Children Sitting Position to avoid distress while infusing. Typeof quasi-experimental study with a sample of 30 preschoolers and school age.Sampling technique was purposive sampling. The results of this research shows thatthe average distress score to the children who have family embrace and proper sittingposition while infusion is 2,30 and the average distress score to the children who don't

    have family embrace and proper sitting position while infusion is 3,25. Examinationstatistic results shows there is effect of family embrace and proper sitting positionavoid the distress children during infusion (p: 0,025). Embracing and proper sittingposition of children during infusion is applicable as a nursing intervention to avoiddistress preschoolers and school age.

    Keywords: Infusion, Family embrace, Sitting position, Child distress

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    10/113

    x

    DAFTAR ISI

    Hal

    HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i

    HALAMAN JUDUL. ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. iii

    HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iv

    KATA PENGANTAR....................................................................................... v

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

    ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    vii

    ABSTRAK.. viii

    ABSTRACT ix

    DAFTAR ISI...................................................................................................... x

    DAFTAR SKEMA............................................................................................ xii

    DAFTARTABEL................................................................................................ xiii

    DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv

    BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................. 11.1 Latar Belakang........................................................................................1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................

    1.4 Manfaat penelitian..................................................................................

    167

    8

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 9

    2.1 Konsep tumbuh Kembang.....................................................................2.2 Hospitalisasi...........................................................................................2.3 Distres Anak .........................................................................................2.4 Atraumatic Care.....................................................................................2.5 Restraint ................................................................................................2.6 Posisi Nyaman.........................................................................................2.7 Pemasangan Infus .................................................................................

    2.8 AplikasiFamily Centered Caredalam pemasangan infus.....................2.9 Teori Comfort .......................................................................................2.10 Kerangka Penelitian .....................................................................

    9141825263236

    383942`

    BAB 3. KERANGKA KONSEP,HIPOTESIS DANDEFINISI OPERASIONAL................................................................

    43

    3.1Kerangka Konsep ...................................................................................3.2 Hipotesis ................................................................................................3.3 Definisi Operasional..............................................................................

    434444

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    11/113

    xi

    BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 46

    4.1 Rancangan Penelitian.............................................................................4.2 Populasi dan Sampel.............................................................................4.3 Tempat Penelitian..................................................................................4.4 Waktu Penelitian....................................................................................4.5 Etika Penelitian......................................................................................46. Alat Pengumpulan Data...4.7 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................4.8 Pengolahan data dan Analisis Data........................................................

    4647484849505155

    BAB 5. HASIL PENELITIAN.......................................................................... 575.1 Analisis Univariat...................................................................................

    5.2 Analisis Bivariat.....................................................................................5.3 Analisis Multivariat................................................................................

    57

    5960

    BAB 6. PEMBAHASAN................................................................................... 626.1 Intrepetasi dan Diskusi hasil penelitian..................................................6.2 Keterbatasan Penelitian...........................................................................6.3 Implikasi Penelitian.................................................................................

    627172

    BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 737.1 Simpulan.................................................................................................7.2 Saran........................................................................................................

    7373

    DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN-LAMPIRAN

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    12/113

    xii

    DAFTAR SKEMA

    Hal

    Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian ............................................................. 42

    Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian........................................................... 43

    Skema 4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 46

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    13/113

    xiii

    DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Hal

    Tabel 3.3 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur,Skala.......................................................................................

    44

    Tabel 5.1 Distrinusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, DekapanKeluarga Dan Pengalaman dirawat Sebelumnya di RSABHarapan Kita Jakarta Bulan Mei Juni 2012........................

    57

    Tabel 5.2 Hasil Analisis Umur dan Skor Distress Responden SaatDilakukan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita JakartaBulan Mei Juni 2012..........................................................

    58

    Tabel 5.3 Gambaran Normalitas SkorDistressdan Umur Pada KelompokIntervensi dan Kelompok control di RSAB Harapan Kita JakartaBulan Mei Juni 2012.........................

    59

    Tabel 5.4 Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan PemasanganInfus Di RSAB Harapan Kita Jakarta Bulan Mei Juni2012.......................................................................

    60

    Tabel 5.5 Hasil Analisis Kovariat Pengaruh Dekapan Keluarga dan

    Pemberian Posisi Duduk Terhadap Distress Anak SaatDilakukaan Pemasangan Infus di RSAB Harapan Kita JakartaBulan Mei Juni 2012................................................

    61

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    14/113

    xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Lembar Penjelasan Penelitian

    Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

    Lampiran 3. Lembar Kuesioner Karakteristik Responden

    Lampiran 4. Lembar Penilaian Distress dan Posisi Anak

    Lampiran 5.Gambar Posisi Anak Saat Dilakukan Tindakan

    Lampiran 6. Protokol Pengambilan Sampel

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    15/113

    1 Universitas Indonesia

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1

    Latar Belakang

    Tingkat kesejahteraan suatu negara dapat diketahui dengan melihat indikator

    derajat kesehatan masyarakat. Pengukuran derajat kesehatan diketahui

    berdasarkan angka mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Tingkat

    mortalitas diukur berdasarkan angka kematian bayi, balita, ibu, angka

    kematian kasar, dan umur harapan hidup. Angka kematian bayi dan angka

    kematian balita di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei pada

    tahun 2007 diperoleh hasil angka kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran

    hidup dan angka kematian balita sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup

    (Kementerian Kesehatan, 2012).

    Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh tingkat morbiditas pada anak. Akan tetapi

    tidak seperti statistik mortalitas, angka morbiditas yang mewakili populasi

    secara umum sulit ditemukan, data morbiditas yang ada biasanya

    menunjukkan angka penyakit tertentu. Berbagai penyakit baik akut maupun

    kronik berkontribusi terhadap meningkatkan angka morbiditas pada anak.

    Tingginya morbiditas akan semakin mendorong tingginya angka rawat inap

    anak di rumah sakit. Data rawat inap anak di rumah sakit pada usia 0-4 tahun

    adalah 1:1000 pada anak sehat dan 1:2000 pada anak dengan penyakit dasar

    yaitu anak yang telah memiliki penyakit tertentu sebelum anak dirawat di

    rumah sakit, misalnya penyakit bawaan atau penyakit kronik (Advisory

    Committee on Immunization Practices, 2002). Angka kesakitan di indonesiausia 0 21 tahun sebesar 15,76% dari angka tersebut 27,04 % adalah

    kelompok umur 0 4 tahun (UNICEF, 2012)

    Menurut World Health Organization (WHO) (2011) mayoritas anak yang

    dirawat melalui instalasi gawat darurat / emergensi adalah penyakit diare,

    batuk atau penyakit saluran pernafasan, demam, anemia dan malnutrisi. Hasil

    studi pendahuluan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita

    Jakarta tentang jumlah anak yang dirawat tahun 2011 adalah sebanyak 5056

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    16/113

    2

    Universitas Indonesia

    pasien anak, lima penyakit terbanyak yang menyebabkan anak dirawat adalah

    diare sebanyak 1289 kasus, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebanyak

    676 kasus, Thalasemia sebanyak 500 kasus, Dengue Hemorrhagic Fever

    (DHF) sebanyak 396 kasus. Berdasarkan gambaran kondisi penyakit anak

    yang dirawat hampir semuanya terpapar jarum untuk pemasangan infus atau

    pengambilan sampel darah.

    Anak yang dirawat di rumah sakit akan memperoleh tindakan pengobatan dan

    perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya. Salah satu

    tindakan yang rutin dilakukan adalah tindakan pemasangan infus.

    Diperkirakan menurut Gallant dan Schultz (2006) sekitar 150 juta anak yangdirawat inap di rumah sakit di Amerika Serikat mendapatkan tindakan

    pemasangan infus.

    Pemasangan infus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit,

    transfusi darah, nutrisi, pemberian obat dan atau kemoterapi melalui intra

    vena (Potter & Perry, 2005). Memasang infus pada anak bukan merupakan hal

    yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering

    ditemui pemasangan infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul

    intra vena. Hal ini dapat berdampak terhadap timbulnya cedera tubuh dan

    nyeri pada anak serta ketakutan pada anak yang lebih besar.

    Pada tahun pertama kehidupan, anak sangat rentan mengalami sakit yang

    mengakibatkan anak harus dirawat di rumah sakit. Penyakit dan perawatan di

    rumah sakit sering menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena stres akibat

    perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan sementara anak masih

    memiliki koping yang terbatas untuk mengatasi kejadian yang menimbulkan

    stres. Stresor utama yang menyebabkan anak stres selama perawatan di rumah

    sakit adalah akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh, dan nyeri

    (Hockenberry & Wilson, 2009).

    9

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    17/113

    3

    Universitas Indonesia

    Ketakutan sering dialami anak akibat cedera tubuh dan nyeri. Respon anak

    terhadap cedera dan nyeri yang ditunjukkan berbeda-beda sesuai dengan

    tingkat perkembangannya. Kemampuan anak untuk menggambarkan jenis dan

    intensitas nyeri mulai berkembang pada periode usia pra sekolah (3-6 tahun),

    meskipun pada periode toddler(1-3 tahun) anak mulai mampu menunjukkan

    lokasi nyeri dengan menunjuk pada area yang spesifik. Konsekuensi dari rasa

    nyeri dapat mengakibatkan anak menghindari perawatan dan pengobatan yang

    diberikan di rumah sakit. Pada anak usia sekolah tidak khawatir terhadap nyeri

    dan lebih cenderung ingin mengetahui prosedur tindakan yang dilakukan

    terhadapnya (Hockenberry & Wilson, 2009).

    Kemampuan kognitif pada usia prasekolah sudah sampai pada fase

    prakonseptual. Hal ini merupakan perubahan pola pemikiran dari egosentris

    total menjadi kesadaran sosial dan kemampuan untuk mempertimbangkan

    sudut pandang orang lain (Santrock, 2005). Pada usia sekolah kemampuan

    kognitif anak sudah masuk fase konkret, kondisi dimana anak sudah dapat

    menggunakan proses pikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan,

    kemampuan dalam mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara

    sesuatu hal dengan ide. Anak sudah dapat memberi penilaian berdasarkan apa

    yang lihat (pemikiran perseptual) dan berdasarkan alasan (pemikiran

    konseptual (Hockenberry & Wilson, 2009; James & Ashwil, 2007).

    Terapi non-farmakologi yang digunakan untuk mengurangi nyeri saat

    dilakukan pemasangan infus salah satunya adalah dengan memberikan posisi

    side-lying flexeddan kontak kulit pada neonatal di NICU. Penelitian Axelin,Salantera, Kiriavainen dan Lehtonen (2009) tentang pemberian cairan glukosa

    dan dekapan orang tua, menunjukkan bahwa sakit pada bayi prematur

    berkurang dibandingkan dengan pemberian opium. Tujuan penelitian ini untuk

    membandingkan efektivitas Facility Tucking by Parent (FTP) dengan cara

    orang tua memegang tangan bayi untuk mendukung posisi lateraldan kontak

    kulit, pemberian glukosa oral, opium dan placebo.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    18/113

    4

    Universitas Indonesia

    Upaya meminimalkan cedera, nyeri, dan ketakutan pada anak merupakan

    salah satu prinsip dasar dalam asuhan keperawatan anak yaitu asuhan

    atraumatik. Asuhan atraumatik merupakan kebijakan perawatan terapeutik

    melalui pemberian intervensi yang dapat mengurangi atau meminimalkan

    stres fisik dan fisiologis yang dialami oleh anak dan keluarga dalam sistem

    perawatan kesehatan (Hockenberry & Wilson, 2009). Salah satu prinsip yang

    menjadi kerangka kerja dalam pencapaian asuhan atraumatik adalah mencegah

    atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh, meminimalkan perpisahan,

    optimalisasi kontrol. Prinsip ini dapat diterapkan oleh perawat sebagai care

    giver (pemberi asuhan) melalui aktivitas pemberian asuhan keperawatan

    secara tepat dengan melakukan pengkajian dan evaluasi status fisik secara

    berkesinambungan.

    Posisi supinasi dapat menimbulkan ketakutan pada anak tetapi posisi ini

    diperlukan perawat untuk imobilisasi tangan anak agar aman pada saat

    pemasangan infus (Sparks, Setlik & Luhman, 2007). Dalam penelitian

    dekapan orang tua dan pemberian posisi upright dilakukan pada anak usia 9

    bulan sampai 4 tahun dengan 118 responden yang dilakukan di instalasi gawat

    darurat dengan penilaian distresmenggunakan Procedure Behaviour Rating

    Scole (PBRS). Penelitinan ini menunjukkan hasil skor distress secara

    signifikan lebih rendah pada kelompok yang diberi intervensi dekapan dan

    posisi upright (p: 0,000) dibandingkan dengan kelompok kontrol yang

    diberikan posisi terlentang dan dipegang/ restraint oleh keluarga. Orang tua

    menunjukkan lebih puas dengan posisi upright dan posisi ini tidak merubah

    kesulitan perawat saat melakukan pemasangan infus. Posisi uprightmenjadialternatif cara yang efektif untuk mengurangi distressanak dalam pemasangan

    infus bagi anak dibawah lima tahun. Perawat merasa kurang nyaman

    menggunakan posisi upright pada saat prosedur pemasangan intravena (IV)

    disebabkan oleh perubahan tehnik yang digunakan untuk melakukan tindakan

    dan disisi lain perawat merasa kurang percaya diri akan keberhasilan tindakan

    dikarenakan kehadiran orang tua.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    19/113

    5

    Universitas Indonesia

    Prosedur pemasangan infus pada anak yang selama ini dilakukan adalah

    dengan memberikan posisi supinasidan dipegang/ restraint oleh perawat di

    daerah ekstremitas sebagai penahan gerakan dengan tujuan untuk

    memudahkan pelaksanaan prosedur tindakan, pada saat pelaksanaan tindakan

    keluarga diminta meninggalkan ruangan. Tindakan ini membuat anak menjadi

    distress, yang ditunjukkan dengan perilaku menangis, meronta, ekspresi

    wajah ketakutan terhadap perpisahan dan menolak tindakan yang sedang

    dilakukan. Penggunaan restraint merupakan peristiwa yang sangat

    menegangkan sehingga membuat distress (Selekman and Snyder, 1995;

    Collier & Pobinson, 1997; Folkes, 2005; Moscardino & Axia, 2006).

    Beberapa anak mungkin menemukan pengalaman diberi restraint jauh lebih

    menyedihkan dari pada prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan rasa

    sakit (Collier & Pattison, 1997; Folkes, 2005). Pemasangan restraint pada

    anak dapat menimbulkan trauma fisik dan psikologis, sehingga perlu

    penanganan khusus agar menurunkan dampak yang ditimbulkan.

    Fenomena yang sama ditemui di RSAB Harapan Kita Jakarta yang

    merupakan salah satu rumah sakit pusat rujukan untuk pasien anak di Jakarta.

    Hasil yang diperoleh dari observasi yang dilakukan di instalasi gawat darurat,

    menunjukkan anak yang datang untuk mendapatkan layanan kesehatan dalam

    keadaan akut disertai dengan kondisi keluarga yang panik karena memikirkan

    kondisi anaknya. Pada keaddan ini perawat dalam memberikan tindakan

    pemasangan infus dengan memposisikan anak supinasi ruang tindakan

    sehingga anak merasa tidak nyaman dan ketakutan. Kondisi ini juga

    dipengaruhi oleh kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat danbelum adanya standar operasional pemberian posisi nyaman saat prosedur

    tindakan invasif.

    Tindakan keperawatan yang dilakukan dalam pemasangan infus anak masih

    menggunakan posisi supinasi sebagai posisi standar dan belum ada hasil

    penelitian ilmiah dari pemberian posisi tersebut. Perkembangan ilmu

    pengetahuan menuntut tenaga keperawatan untuk memberikan intervensi

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    20/113

    6

    Universitas Indonesia

    berdasarkan bukti ilmiah. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut

    adalah dengan penggunaan evidence based practice(EBP) dalam memberikan

    asuhan keperawatan. Sampai saat ini belum ada ketentuanposisi yang

    nyaman untuk tindakan pemasangan infus terhadap distressyang ditimbulkan

    pada anak usia prasekolah dan sekolah. Anak sudah memiliki kemampuan

    kontrol fungsi tubuh, berinteraksi dan kerja sama dengan orang lain,

    penggunaan bahasa sebagai simbul mental, meningkatnya rentang perhatian

    (Hockenberry & Wilson, 2009)

    Pemberian posisi supinasidan diberikan restraintsaat dilakukan pemasangan

    infus oleh perawat banyak menimbukan berbagai dampak yang dapat

    mempengaruhi distress pada anak disebabkan anak merasa terkekang, kontrol

    terhadap dirinya kurang, ketakutan dan merasa tidak nyaman. Kondisi ini juga

    menjadi konflik bagi keluarga karena orang tua terpaksa melakukan restraint

    pada anak yang bertujuan untuk memberikan imobilisasi yang aman dan

    terkadang ada orang tua yang meninggalkan ruang tindakan karena tidak tega

    melihat kondisi anak saat dilakukan tindakan. Oleh karena itu perlu dicari

    alternatif prosedur lain untuk membuat lebih nyaman saat anak dilakukan

    pemasangan infus. Diperlukan penelitian untuk mengetahui dampak dekapan

    keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan

    pemasangan infus pada anak.

    1.2Perumusan Masalah

    Upaya yang dilakukan dalam mempertahankan atau memenuhi kebutuhan

    cairan dan obat intra vena sering diberikan intervensi berupa tindakanpemasangan infus. Studi literatur menjelaskan bahwa pada saat pemasangan

    infus, anak diposisikan supinasi dan diberikan restraint oleh perawat atau

    dibantu keluarga agar saat insersi vena dapat dilakukan dengan mudah.

    Kenyataan yang ditemukan di lapangan pada saat anak akan dilakukan

    pemasangan infus, keluarga diminta menunggu di luar ruangan kemudian anak

    diberi posisi supinasidan di pegang oleh staf kesehatan. Kondisi ini membuat

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    21/113

    7

    Universitas Indonesia

    anak menangis, menolak tindakan yang akan dilakukan sehingga berakibat

    pemasangan infus sulit dilakukan dan anak takut bila didekati oleh perawat.

    Prosedur pemasangan infus di atas banyak digunakan di tatanan pelayanan

    kesehatan, tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan yang sudah

    ditempuh anak meliputi, usia, kognitif respon terhadap hospitaliasi dan respon

    terhadap distress. Penelitian ini melihat dampak dekapan keluarga dan

    pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan

    infus pada anak.

    1.3

    Tujuan Penelitian

    1.3.1Tujuan Umum

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dekapan keluarga

    dan pemberian posisi duduk terhadap distress saat pemasangan infus

    pada anak.

    1.3.2Tujuan Khusus

    1.3.2.1Teridentifikasinya karakteristik anak yang dilakukan

    pemasangan infus.

    1.3.2.2Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan

    pemberian dekapan dan posisi duduk tegap saat dilakukan

    pemasangan infus pada kelompok intervensi.

    1.3.2.3Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan

    pemberian posisi standar saat dilakukan pemasangan infus pada

    kelompok kontrol.1.3.2.4Teridentifikasinya perbedaan score distress pada anak saat

    dilakukan pemasangan infus pada kelompok intervensi dan

    kelompok kontrol

    1.3.2.5Teridentifikasinya besarnya pengaruh jenis kelamin, usia,

    pengalaman dirawat sebelumnya terhadap distress anak yang

    dilakukan pemasangan infus.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    22/113

    8

    Universitas Indonesia

    1.4Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat bagi pelayanan keperawatan dan masyarakat

    Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam

    aplikasi tehnik pemasangan infus yang dapat menurunkan distress

    anak dan meningkatkan peran serta orang tua dalam proses perawatan

    anak. Penelitian ini dapat menjadi evidence based practicedalam ilmu

    keperawatan sehingga menjadi landasan ilmiah bagi profesi

    keperawatan dalam mengembangkan praktik ilmu keperawatan dasar

    dalam mengatasi masalah perawatan anak terutama dalam

    pemasangan infus.

    1.4.2 Manfaat bagi Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan

    Penelitian ini dapat digunakan sebagai tehnik inovasi dan proses

    aplikasi teori dalam penurunan dampak distress anak saat dilakukan

    pemasangan infus. Rumah sakit dapat mengembangkan suatu

    alternatif pilihan yang melibatkan peran serta orang tua secara aktif

    dalam pelaksanaan intervensi keperawatan terutama dalam

    pemasangan infus pada anak di ruang Emergency dan ruang

    perawatan anak dengan menggunakan hasil penelitian ini.

    .

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    23/113

    9

    Universitas Indonesia

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Tumbuh Kembang

    Ciri yang khas pada anak adalah selalu tumbuh dan berkembang dimulai dari

    masa konsepsi dan berakhir pada masa remaja (Kemenkes RI, 2010). Istilah

    tumbuh kembang merupakan peristiwa yang sifatnya berbeda namun saling

    keterkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah

    perubahan dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

    maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang,

    umur tulang dan keseimbangan metabolik (Soetjiningsih, 1998; James dan

    Ashwill, 2007), penambahan ukuran dan jumlah sel serta jaringan

    interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh parsial atau

    keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat

    (Kemenkes RI, 2010).

    Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan dalam struktur dan

    fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

    diramalkan. Hal ini sebagai hasil proses pematangan, terkait proses

    deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ

    yang berkembang sehingga dapat memenuhi fungsinya termasuk

    perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi

    dengan lingkungan (Santrock, 2005).

    2.1.1 Klasifikasi tumbuh kembang

    Pertumbuhan dan perkembang secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu:

    (Nursalam, 2005, Nasir & Muhith, 2011),

    a. Tumbuh kembang fisik, meliputi perubahan dalam bentuk ukuran besar

    dan fungsi organisme tubuh. Perubahan yang bervariasi ini mulai dari

    fungsi tingkat molekuler yang sederhana seperti aktivitas enzim terhadap

    diferensiasi sel sampai kepada proses metabolisme yang komplek dan

    perubahan bentuk fisik dimasa puber.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    24/113

    10

    Universitas Indonesia

    b. Tumbuh kembang intelektual, pertumbuhan ini berkaitan dengan

    kepandaian berkomunikasi dan kemampuan memberi makna materi yang

    bersifat abstrak dan simbolik, seperti bermain, berbicara, berhitung atau

    membaca.

    c. Tumbuh kembang emosional, merupakan proses tumbuh kembang

    emosional bergantung pada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan

    batin, kemampuan mengungkapkan kasih sayang.

    2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

    Anak mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang

    merupakan hasil interaksi dari banyak faktor. Menurut beberapa penulis

    faktor tersebut meliputi faktor dari dalam dan faktor dari luar (Sutjiningsih,

    1998; Kemenkes, 2010; Nasir dan Muhith, 2011).

    Faktor dalam (internal) yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang

    meliputi ras/etnis, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, kelainan

    kromosom. Anak yang dilahirkan di suatu daerah tertentu akan memiliki

    faktor herediter ras atau suku tersebut. Kecepatan pertumbuhan yang

    tercepat pada anak terjadi pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan

    masa remaja. Faktor reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih

    cepat dari pada anak laki-laki tetapi setelah melewati masa pubertas

    pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat. Ada beberapa kelainan genetik

    dan kromosom akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.

    Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan meliputifaktor prenatal, natal, post natal. Faktor prenatal meliputi gizi ibu hamil

    terutama trisemester akhir kehamilan yang banyak mempengaruhi

    pertumbuhan janin. Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

    terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung

    pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung

    pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil

    penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002)

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    25/113

    11

    Universitas Indonesia

    menunjukkan bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia

    6-18 bulan. Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama

    hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.

    2.3 Tahapan perkembangan Anak

    a. Pertumbuhan fisik

    Pertumbuhan anak prasekolah berjalan pelan dan pasti, berat dan tinggi

    pertumbahannya minimal. Rata rata pertambahan berat hanya 2,25 kg

    pertahun dan tinggi badan rata rata naik 5-7,5 cm. Selama masa ini

    perkembangan lebih cepat di daerah kaki dibandingkan tangan, tidak ada

    tumpukan jaringan adiposa dan penurunan nafsu makan. Pada masa

    toddler, perut terlihat buncit dan menghilang pada masa presekolah

    sehingga tampak langsing dan tangkas pada usai sekolah. Tulang panjang

    berkembang cepat dari pada tulang belakang. Kekuatan tulang dipengaruhi

    oleh nutrisi, genetik, dan kesempatan olah raga. Nyeri lutut biasa terjadi di

    umur 3 tahun dan berhubungan dengan sering jatuh dengan tumpuan lutut.

    Permasalahan pada sendi lutut dan persendian lain akan mengalami

    koreksi pada usia 4 5 tahun. Pertumbuhan paru kapasitas vital meningkatdan frekuensi nafas pelan. Perbaikan Respirasi pada usia 5- 6 tahun. Nadi

    menurun dan tekanan darah meningkat sebagai akibat ukuran jantung

    meningkat. Kematangan kardiovaskuler menjadi meningkat karena

    peningkatan kerja. Ke 20 gigi susu sudah muncul pada usia 3 tahun. Gigi

    susu tanggal mungkin tanggal diakhir masa prasekolah. Gigi pertama yang

    muncul itu gigi molar akan tumbuh pada awal usia sekolah (James &

    Ashwill, 2007).

    Pada anak usia sekolah mengalami pertambahan pertumbuhan 5 cm setiap

    tahunnya, setelah usia 12 tahun bisa mencapai ketinggian 147,5 cm.

    Pertambahan berat setiap tahunnya sekitar 2 sampai 3 kilogram. Pada usia

    6 tahun berat badan bisa mencapai 21 kg dan pada usia 12 tahun bisa

    mencapai 40 kg. Pertambahan ukuran tulang cepat seiring dengan proses

    pertumbuhan dan perkembangan anak (Santrock, 2005).

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    26/113

    12

    Universitas Indonesia

    Perkembangan motor anak dimulai dengan koordinasi pada kekuatan

    tulang yang meningkat dengan cepat di usia 3-5 tahun. Ukuran otak dan

    syaraf- syaraf yang membungkus meilin berkembang dan berpengaruh

    terhadap kemampuan motorik dasar yang sempurna. Kemampuan motorik

    tiap anak berbeda-beda dan sangat bervariasi, yang dapat dipengaruhi oleh

    lingkungan dan situasi sekitarnya seperti bahasa, kesempatan untuk

    berlatih (Hockenbery & Wilson, 2009) .

    Kemampuan motorik halus anak di kedua tangan mulai pada terkoordinasi

    di usia 3 tahun dan sempurna usia 4 tahun. Peran perawat mengedukasi

    orang tua untuk menyediakan alat alat yg tepat untuk dapat menggunakan

    koordinasi tangan kiri. Anak kidal jangan di paksa untuk menggunakan

    sisi lain walaupun tetap harus dilatih. Peningkatan koordinasi

    menyebabkan anak menjadi lebih menjaga diri sendiri dan lebih mandiri

    (Santrock, 2005)..

    Pada usia 4 5 tahun, anak sudah mandiri dalam berpakaian, makan dan

    kekamar mandi tanpa dibantu. Tidak seperti toddler yang selalu dijaga dari

    cedera dan anak usia prasekolah sudah dapat diberi kepercayaan

    (Hockenbery & Wilson, 2009).

    b. Perkembangan kepribadian dan mental anak

    Menurut Freud perkembangan psikoseksual merupakan insting seksual

    yang signifikan terhadap perkembangan kepribadian. Tahap usia

    prasekolah disebut sebagai masa falik, dimana genetalia menjadi areayang sangat menarik dan sensitif. Anak sudah mengetahui perbedaan jenis

    kelamin dan ingin mengetahui perbedaan tersebut. Pada anak sekolah,

    masuk pada periode laten dimana menunjukkan sesuai stase perkembangan

    seksual menjelang pubertas. Selama periode ini, perkembangan

    kepercayaan diri anak meningkat sampai masa industri dengan konsep

    nilai yang dimiliki (James & Ashwill, 2007).

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    27/113

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    28/113

    14

    Universitas Indonesia

    konsep dan hubungan sederhana antar ide. Cara berfikir bersifat

    transduktif dimana kedua kejadian terjadi bersamaan mereka saling

    menyebabkan satu sama yang lain atau pengetahuan tentang satu ciri

    dipindahkan ke ciri lainnya (Hockenbery & Wilson, 2009).

    2.2 Hospitalisasi

    Anak bereaksi terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, persiapan,

    pengalaman terhadap penyakit sebelumnya, support keluarga, pemberi

    layanan kesehatan dan status emosi anak (Price & Gwin, 2008). Reaksi ini

    juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, keterampilan terhadap koping

    dan pengaruh budaya terhadap reaksi anak sakit (James & Aswill, 2007).

    Stressor utama dari hospitalisasi meliputi perpisahan, hilang kendali, cidera

    tubuh dan nyeri (Hockenbery & Wilson, 2009).

    2.2.1 Reaksi anak terhadap hospitalisasi

    Reaksi anak terhadap penyakit dipengaruhi oleh usia, perkembangan

    kognitif, ketrampilan koping dan budaya. Juga dipengaruhi oleh

    pengalaman sebelumnya dan respon keluarga sebagai efek dari anak sakit.

    Respon anak terhadap hospitalisasi menurut James dan Aswill (2007),

    Hockenbery dan Wilson (2009) adalah:

    a. Kecemasan akibat perpisahan

    Anak pra sekolah sudah dapat mentoleransi perpisahan singkat dengan

    orang tua dan lebih cenderung membangun rasa percaya orang lain

    sebagai pengganti orang tua. Respon yang ditunjukkan dengan menolakmakan, mengalami sulit tidur, menangis secara diam-diam karena

    ditinggal pergi orang tua, dan terus bertanya kapan mereka datang.

    Mereka dapat mengungkapkan perasaannya dengan memecahkan

    mainan, memukul anak lain, menolak bekerjasama selama aktivitas

    perawatan

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    29/113

    15

    Universitas Indonesia

    Anak usia sekolah lebih mampu melakukan koping terhadap

    perpisahan, stres dan disertai regresiakibat penyakit atau hospitalisasi

    dengan meningkatkan keamanan dan bimbingan orang tua. Anak usia

    ini cenderung takut kehilangan kelompok dibandingkan perpisahan

    dengan orang tua. Anak membutuhkan bimbingan dan dukungan orang

    tua sebagai figur orang dewasa. Respon yang muncul pada anak yaitu

    mudah tersinggung/ mudah marah walaupun orang tua didekatnya,

    menarik diri, tidak dapat berhubungan dengan teman sepermainan,

    menolak kehadiran saudara kandung.

    b. Kehilangan kendali

    Anak usia prasekolah kehilangan kontrol yang disebabkan oleh retraksi

    fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harus dipatuhi.

    Kekuasaan diri mereka merupakan faktor yang mempengaruhi krisis

    presepsi dan reaksi terhadap perpisahan, nyeri, sakit dan hospitalisasi.

    Penalaran transduktif memberi kesan bahwa anak prasekolah mampu

    menyimpulkan dari sesuatu yang khusus ke sesuatu yang khusus lagi,

    bukan dari spesifik ke umum atau sebaliknya. Presepsi anak prasekolah

    tentang perawat adalah orang yang membuat dia nyeri, maka semua

    perawat dianggap penyebab nyeri.

    Anak usia sekolah sudah mencapai kemandirian dan produktivitas

    sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman.

    Perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, takut terhadap

    kematian, penelantaran atau cidera permanen, kehilangan penerimaankelompok sebaya, kurang produktivitas dan ketidakmampuan

    menghadapi stress sesuai harapan budaya yang dapat menyebabkan

    kehilangan kendali. Apabila anak diajak untuk berkontribusi dalam

    prosedur intervensi maka dia akan kooperatif dalam setiap prosedur

    tindakan yang diterimanya.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    30/113

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    31/113

    17

    Universitas Indonesia

    Keluarga juga merasa takut yang tidak tahu penyebabnya, tidak familiar

    terhadap lingkungan rumah sakit, prosedur, pengobatan dan proses penyakit

    anak (James & Aswiil, 2007). Perawat perlu menjelaskan rutinitas dan

    prosedur perawatan di unit rumah sakit dan menunjukkan proses penyakit

    dapat menurunkan perasaan kecemasan dari orang tua. Rumah sakit

    diharapkan memberikan lingkungan yang dapat menunjang peningkatkan

    pengetahuan keluarga dengan memfasilitasi perpustakaan yang dapat

    membantu pemberdayaan terhadap perawatan anak.

    2.2.3 Hospitalisasi di unit gawat darurat

    Pengalaman yang traumatik pada anak dan orang tua adalah masuk ke unit

    gawat darurat. Permulaan penyakit yang tiba-tiba memberi sedikit waktu

    untuk persiapan dan penjelasan, sehingga kedaruratan medis membutuhkan

    intervensi psikologis untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan yang

    sering berkaitan dengan pengalaman tersebut.

    Lamanya waktu yang diperlukan untuk persiapan prosedur penerimaan

    sering tidak tepat untuk situasi kedaruratan, anak perlu diajak berpartisipasi

    dalam perawatan untuk mempertahankan rasa pengendalian. Kesibukan di

    unit gawat darurat, cenderung cepat dalam melakukan prosedur tindakan

    dikarenakan untuk menghemat waktu, namun bila ditambah beberapa menit

    untuk memberi penjelasana pada anak sehingga anak dapat berpartisipasi

    dalam tindakan yang dilakukan. Hal ini akan lebih menghemat waktu yang

    terbuang akibat resistensi dan ketidakoperatifan anak selama prosedur.

    Tindakan lainnya yang dapat diberikan perawat di instalasi gawat daruratmeliputi memastikan privasi, menerima berbagai respon emosional terhadap

    ketakutan atau nyeri, mempertahankan kondisi orang tua dan anak,

    menjelaskan sebelum dan sesudah terjadi serta secara pribadi bersikap

    tenang. Implementasisetelah intervensi merupakan kegiatan evaluasi yang

    melibatkan pemikiran anak tentang penerimaan dan prosedur terkait

    diperlukan pada kondisi kedaruratan (Hockenbery & Wilson, 2009).

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    32/113

    18

    Universitas Indonesia

    2.3Distresspada anak

    Penyakit dan hospitalisasi merupakan krisis awal yang harus diatasi pada

    anak. Anak sangat rentan terhadap stres yang ditimbulkan oleh perubahan,

    rutinitas lingkungan. Mekanisme koping anak yang terbatas untuk

    menyelesaikan stres. Kejadian yang dapat menimbulkan stres hospitalisasi

    meliputi perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh dan nyeri (James &

    Aswill, 2007; Hockenberry & Wilson, 2009). Reaksi anak terhadap stres

    dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman sakit mereka sebelumnya,

    perpisahan atau hospitalisasi, ketrampilan koping yang mereka miliki,

    keparahan diagnosis dan sistem pendukung yang ada (Hockenberry &

    Wilson, 2009).

    2.3.1 Pengertian dan karakterisik stres

    Menurut Nasir dan Muhith (2011) ada dua jenis stres yaitu yang baik dan

    yang buruk. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang memungkinkan

    dapat dialami sebagai perasaan yang baik dan buruk.

    Stres yang baik atau eustres adalah stres yang berdampak baik apabila

    seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang lain

    maupun dirinya sendiri mendapat sesuatu yang baik dan berharga.

    Keadaaneustresmempunyai kesempatan untuk berkembang dan memaksa

    seseorang untuk menggunakan performanya lebih tinggi. Stress yang baik

    adalah bila seseorang menghadapi suatu keadaan dengan selalu berfikiran

    positif, setiap stimulan yang datang menjadi pelajaran yang berharga dan

    mendorong untuk berperilaku yang bermanfaat. Karakteristik eustresadalah sebagai motivasi, lebih fokus, ingatan jangka pendek,

    meningkatkan kinerja.

    Stres yang buruk atau distress merupakan stres yang negatif. Distress

    dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu dengan hal yang

    buruk, respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu

    integritas diri sehingga menjadi sebuah ancaman. Stimulus yang datang

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    33/113

    19

    Universitas Indonesia

    diartikan sebagi sesuatu yang merugikan diri sendiri dan menyerang

    dirinya. Respon yang dimunculkan terhadap distressadalah menyalahkan

    diri sendiri, menghindar dari masalah dan menyalahkan orang lain.

    karakteristik distress yaitu menyebabkan kekhawatiran atau kecemasan,

    durasi bisa pendek atau panjang, terasa tidak menyenangkan, menurunkan

    kinerja. Sedangkan respon distresspada anak ditunjukkan dengan apatis,

    kurang energi, menarik diri, menolak ketemu dengan orang lain,

    menempel terus ke orang yang dikenal, kehilangan nafsu makan, gangguan

    tidur, agresif, marah, cenderung berkelakukan kekerasan (UNICEF, 2009)

    2.2.2 Respon dan adaptasi terhadap stresor

    Videback (2008 dalam Nasir & Muhith, 2011) menyatakan bahwa stres

    dapat menghasilkan berbagai respon. Respon dapat berguna sebagi indikator

    terjadinya stres pada individu dan mengukur tingkat stres yang dialami

    individu. Respon stres dapat dilihat dalam berbagai aspek sebagai berikut:

    a. Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan darah detak

    jantung, nadi dan sistem pernafasan.

    b. Respon kognitif, ditandai dengan terganggunya proses kognitif individu

    seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran

    berulang dan pikiran tidak wajar.

    c. Respon emosi, ditandai dengan munculnya rasa takut, cemas, malu,

    marah dan sebagainya.

    d. Respon tingkah laku, dibedakan menjadifightyaitu menghindari situasi

    yang menekan.

    Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikologis berubahdalam berespon terhadap stres. Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus

    dari lingkungn internal maupun eksternal mengalami penyimpangan.

    Adaptasi melibatkan reflek, mekanisme otomatis untuk perlindungan,

    mekanisme koping, dan mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi

    (Brookman, 1992 dalam Potter & Perry, 2005) adalah:

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    34/113

    20

    Universitas Indonesia

    a. Adaptasi fisiologi dan Mekanismenya

    Indikator stres fisiologis adalah objektif, lebih mudah diidentifikasikan

    dan secara umum dapat diamati dan diukur. Ketika seseorang

    kebutuhan fisiologisnya tidak terpenuhi maka tindakan yang akan

    dilakukan adalah memenuhi kebutuhan tersebut. Adaptasi mencakup

    penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan

    ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan mandiri

    yang dilakukan secara otomatis. Namun bila individu mengalami cedera

    maka mekanisme ini tidak dapat berjalan. Mekanisme fisiologis

    adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif yaitu suatu proses

    dimana mekanisme kontrol merasakan adanya suatu keadaan abnormal

    seperti penurunan suhu, badan mulai mengigil dan membangkitkan

    panas. Ketiga mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi

    stressor dikontrol oleh medula oblongata, formasi retikular dan kelenjar

    hipofisis.

    Medula oblongata berfungsi vital yang dipergunakan untuk

    mempertahankan fungsi mengontrol frekuensi jantung, tekanan darah

    dan pernafasan. Implus yang menjalar ke dan dari medula oblongata

    dapat meningkatkan dan menurunkan fungsi vital, misalnya pengaturan

    denyut jantung sebagai hasil implus sistem saraf simpatis dan

    parasimpatis yang menjalar dari medula oblongata ke jantung.

    Frekuensi denyut jantung meningkat merupakan respon dari serabut

    saraf simpatis dan menurun akibat implus dari serabut parasimpatis.

    Formasi retikular merupakan kelompok kecil neuron di dalam otak dan

    medula spinalis. Formasi retikuler ini bertugas mengontrol fungsi vital

    dan secara kontinyu memantau status fisiologis tubuh melalui

    sambungan trakhus sensoris dan motorik, misalnya ketika seseorang

    tertidur sel-sel formasi retikuler akan meningkatkan tingkat kesadaran

    bila sudah terbangun.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    35/113

    21

    Universitas Indonesia

    Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar kecil yang melekat pada

    hipotalamus berfungsi menyuplai hormon kotekolamin yang

    mengontrol fungsi vital. Kelenjar ini menghasilkan hormon

    kotekolamin yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap stress.

    Kelenjar ini juga mengatur sekresi hormon thyroid, gonad dan

    parathyroid. Ketika kadar hormon menurun, kelenjar hipofisis

    menerima pesan untuk meningkatkan sekresi hormon. Ketika kadar

    meningkat, kelenjar menurunkan produksi hormon.

    Mekanisme fisiologis adaptasi bekerja sama melalui hubungan yang

    komplek dalam saraf sistem endokrin dan sistem tubuh lainnya untuk

    mempertahankan konstalitas relatif dalam tubuh. Mekanisme tubuh ini

    bekerja dalam waktu yang pendek terhadap ekuilibrium tubuh dan akan

    bekerja pada jangka panjang karena penyakit, cedera dan stres yang

    dapat menurunkan kontrol homeostatis. Kedua bentuk fungsi yang

    menurun dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk.

    Dalam situasi stres yang berat, kelenjar hipofise akan mensuplai tubuh

    dengan hormon yang diperlukan. Namun hormon ini tidak mencukupi

    jumlahnya untuk memberikan energi fisiologis yang diperlukan untuk

    mengatasi stres.

    Indikator stres fisiologis ditunjukkan dengan adanya kenaikan tekanan

    darah, peningkatan ketegangan di leher, bahu dan punggung,

    peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernafasan, telapak tanganberkeringat, postur tubuh yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala,

    suara yang bernada tinggi, mual sampai muntah, perubahan nafsu

    makan.

    b. Adaptasi Psikologi

    Emosi kadang dikaji tidak secara langsung, stres mempengaruhi

    kesejahteraan emosional, sehingga kepribadian seseorang mencakup

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    36/113

    22

    Universitas Indonesia

    hubungan yang komplek, reaksi stres yang berkepanjangan dapat

    diketahui dari gaya hidup dan stressor klien terakhir, pengalaman

    terdahulu stresor, mekanisme koping yang berhasil dimasa lalu.

    Karakteritik ini merupakan rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan,

    komitmen terhadap aktivitas yang berhasil dan antisipasi dari tantangan

    sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan.

    Indikator stres prikologi adalah ansietas, depresi, kepenatan. Perubahan

    kebiasaan makan, tidur dan pola aktivitas, kelelahan mental, perasaan

    tidak adekuat, kehilangan motivasi, letargi, kehilangan minat yang

    padat ditunjukkan oleh pasien.

    c. Adatasi perkembangan

    Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu dalam penyelesaian

    tugas perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai ciri khas

    karakteristik perilaku yang berbeda. Bayi atau anak yang diasuh dalam

    keluarga yang mampu menghadapi stresor di rumah maka mereka akan

    empati, mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan koping yang

    sehat. Anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa meneriman,

    mereka mulai menyadari penguasaan pengetahuan dan ketrampilan

    dapat membantu mencapai tujuan dan harga diri berkembang mulai

    hubungan pertemanan dan saling berbagi dengan teman.

    2.2.3 Prinsip dasar mengatasi

    Menurut Lazarus (1989 dalam Nasir & Munhith, 2011) ada tujuh bidangpencetus stres yaitu

    a. Perilaku (behavior)

    Perilaku yang buruk dipercaya berandil besar terhadap terjadinya stres

    misalnya menolak dan memberontak saat dilakukan tindakan. Untuk

    mengatasi stres karena perilaku adalah dengan mengubah sikap dan

    perilaku menjadi positif, hal ini akan mengurangi stres. Reaksi terhadap

    keadaan ini akan menentukan keadaan selanjutnya. Anak dapat

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    37/113

    23

    Universitas Indonesia

    bekerjasama dalam tindakan yang diberikan dan menerima kehadiran

    orang lain

    b. Perasaan (affect)

    Sikap yang termasuk dalam affect diantaranya emosi, mood dan

    berbagai perasaan lain misalnya sifat mudah marah atau emosional.

    Keadaan ini berkaitan dengan sifat pembawan / temperamen anak yang

    sulit untuk diubah, untuk mengubahnya membutuhkan proses yang

    panjang dan kemauan diri.

    c. Sensasi tubuh (sensation)

    Jika tubuh merasa nyeri atau mengalami kelelahan setelah bermain,

    maka kondisi ini dapat menyebabkan stres.

    d. Penghayatan mentalitas (imagery)

    Mentalitas yang buruk seperti perasan gagal, tidak bisa melakukan

    segala sesuatu, perasaan tidak berguna, anak gagal menyelesaiakan

    jenis permainan tertentu dapat mengakibatkan stres. Untuk mengatasi

    dengan mempunyai cara pandang yang positif terhadap keadaan yang

    terjadi. Anak mau mempelajari dan menerima hal yang baru.

    e. Proses berfikir merangkai pengertian (cognition)

    Filosofi yang terlalu harus, mesti, tidak bisa, mutlak misalnya anak

    ditekankan harus menjadi juara di kelasnya, meski bersikap sopan

    dengan oang tua, tidak diizinkan bermain keluar. Hal ini dapat berujungpada stres.

    f. Hubungan antar manusia (interpersonal relationship)

    Hubungan dengan masyarakat sekitar sangat perlu, sehingga jika ada

    permasalahan maka dapat menjadi sumber stres. Cara terbaik untuk

    mengatasinya dengan saling menghargai, belajar sabar, mengampuni

    kesalahan mereka dan pengendalian diri.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    38/113

    24

    Universitas Indonesia

    g. Obat-Obatan (drugs)

    Obat-obatan terkadang diperlukan untuk mengatasi rasa sakit tetapi

    ketergantungan akan obat dapat memicu terjadinya stres.

    2.2.4 Alat ukur distress

    Menurut Pretzlik dan Sylva (1999) ada beberapa alat ukur yang dapat

    digunakan untuk mengukur tingkat distres pada anak, diantaranya yaitu :

    a. Procedure Behaviour Rating Scale (PBRS)

    Alat ini menilai perilaku anak usia 8 bulan sampai 17 tahun pada saat

    dilakukan prosedur tindakan. Penilaian dilakukan pada sebelum, saat

    dan setelah prosedur. Hasil penilaian diambil dari nilai mean pada

    akumulasi penilaian. Terdapat 25 item yang menunjukkan kriteria dari

    distress, misalnya berteriak, menangis, menolak, penolakan pemberian

    posisi.

    b. Observation Scale for Behavioural Distress(OSBD)

    Alat ini digunakan untuk anak usia 6 bulan sampai 20 tahun, penilaian

    dilakukan sebelum, saat dan setelah dilakukan prosedur tindakan.

    Terdapat 11 item yang menunjukkan adanya distress meliputi,

    menangis, ketakutan, restrain, menanyakan keadaannya, mengatakan

    kesakitan.

    c. Children Fears Score(CFS)

    CFS dari McMurtry, Noel., Chambers, McGrath (2011)diadaptasi dari

    Faces Anxiety Scale (McKinley, Coote & Stein-Parbury,2003) untukmengukur rasa takut pada anak sedang menjalani prosedur medis yang

    menimbulkan respon menyakitkan. CFS terdapat 5 gambar wajah yang

    dimulai dari wajah yang menunjukkan tidak takut sampai sangat takut.

    Penilaian diambil dari gambar yang di tunjukkan anak dan orang tua

    kemudian ambil nilai mean untuk menunjukkan nilai distress pada

    anak, skala penilaian nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 4.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    39/113

    25

    Universitas Indonesia

    2.4 Atraumatic Care

    Atraumatic caremerupakan penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan

    oleh perawat melalui penggunaan intervensi yang tidak atau memperkecil

    distress psikologis dan fisik yang diderita oleh anak dan keluarga mereka

    dalam sistem pelayanan kesehatan. Asuhan terapeutik yaitu tindakan yang

    dilakukan perawat untuk pencegahan, diagnosis, penanganan atau

    penyembuhan kondisi akut atau kronis dengan tujuan utama asuhan

    atraumatik yaitu meminimalkan timbulnya luka pada anak. Tiga prinsip yang

    memberikan kerangka kerja untuk mencapai tujuan tersebut adalah mencegah

    atau meminimalkan perpisahan anak dan keluarga, meningkatkan rasa kendali

    dan mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh

    (Hockenberry & Wilson, 2009).

    Mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dan keluarga dapat dilakukan

    dengan membangun hubungan yang baik antara anak orang tua selama di

    rawat dirumah sakit, menyiapkan anak sebelum dan setelah pelaksanaan

    prosedur yang tidak dikenalinya, memfasilitasi orang tua berada di dekat

    muka anak dengan memberikan kesempatan untuk bernyanyi, menyentuh

    (Hockenberry d& Wilson, 2009). Mendampingi anak di ruang persiapan

    operasi sampai anak tertidur setelah diberikan anaestesi (Gauderer, Lorig &

    Eastwood, 1989; Fina, et al 1997).

    Anak mengurangi rasa takut yang tidak diketahui dengan memberikan

    informasi tentang lingkungan perawatan dan diagnosis, membuat lingkungan

    kurang mengancam (konsep animism, dari pandangan, pikiran, daerah aman).

    Memberikan kesempatan anak untuk kontrol terdahap dirinya dengan

    berpartisipasi dalam perawatan dengan penggunaan jadwal yang konsisten

    dan memberikan saran secara langsung terhadap proses perawatan yang

    diberikan (Hockenberry & Wilson, 2009).

    Mencegah atau meminimalkan stres fisik diantaranya dengan menghindari

    atau mengurangi prosedur yang mengganggu dan menyakitkan, misalnya

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    40/113

    26

    Universitas Indonesia

    pada anak yang dilakukan sirkumsisi maka terlebih dahulu meminta

    persetujuan dari orang tua dan memberi analgesik. Pada pemasangan infus

    dengan cairan salin diberikan kebijakan sampai 2 kali penusukan (Catudal,

    1999). Pemberian sukrosa atau EMLA pada bayi saat dilakukan pengambilan

    sampel darah sesuai yang diperlukan di laboratorium untuk persediaan

    pemeriksaan selanjutnya sehingga tidak melakukan penusukan yang berkali-

    kali, pemberian restraintsesuai dengan mempertimbangkan kebutuhan anak

    seperti memasang spalk tangan, mengatur jam tindakan perawatan 60 120

    menit sebelum anak tidur, mengurangi kebisingan pada ruang rawat dapat

    mencegah kerusakan telinga (Joseph & Ulrich, 2007). menggontrol nyeri

    dengan melakukan pengkajian terhadap nyeri dan memberikan farmakologik

    dan manajemen non farmakologi dalam mengatasi nyeri (Wong & Pasero,

    1997).

    2.5Restraint

    Anak perlu dilakukan restraint selama prosedur tindakan keperawatan atau

    medis, hal ini sudah diterima secara umum dan dianggap sebagai salah satu

    rangkaian dalam prosedur tindakan (Tomlinson, 2004). Penggunaan restraint

    merupakan peristiwa yang sangat menegangkan sehingga membuat distress

    (Selekman and Snyder, 1995; Collier & Pobinson, 1997; Folkes, 2005;

    Moscardino & Axia, 2006) dan beberapa anak mungkin menemukan

    pengalaman diberi restraint jauh lebih menyedihkan dari pada pengobatan

    yang menyebabkan rasa sakit atau prosedur (Collier dan Pattison, 1997;

    Folkes, 2005). Pemberianrestraintmenimbulkan trauma fisik dan psikologis

    bagi anak sehingga perlu penanganan khusus untuk dapat menurunkandampak yang ditimbulkan. Belum ada prosedur khusus yang ditentukan untuk

    dapat memberi tahanan badan anak/ immobilisasi anak yang aman.Selekman

    dan Snyder (1996) menyampaikan pengalaman pemberian restraint dapat

    menimbulkan masalah psikologis, kesulitan membangun hubungan dengan

    orang lain dan meningkatkan stress anak terhadap proses penyakit.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    41/113

    27

    Universitas Indonesia

    2.5.1 Konsep dan pengertian restraint

    Restraint, terapi memegang, clinical holding atau imobilisasi merupakan

    tindakan untuk membatasi gerakan anak (Brenner, Parahoo, Taggarat,

    2007). Menurut The Joint Commission on the Accreditation of Health Care

    Organizations (JCAHO), (2002) restraint merupakan metode yang

    digunakan untuk membatasi pergerakan, aktivitas fisik atau akses

    pergerakan normal tubuh seseorang menggunakan fisik atau kimia.

    Restraint digunakan untuk membantu pelaksanaan melakukan prosedur

    tindakan pada anak (Jeffery, 2002) dan biasanya bertujuan mencegah dari

    bergerak anak waktu jangka waktu tertentu, untuk melarang campur tangan

    anak dalam prosedur dan peralatan (Rutledge et al., 2003).

    Dampak pemberian restraint pada anak dapat dijumpai pada beberapa

    literatur yang mengambarkan dampak psikologi akibat pemberian

    restraint pada anak. Dampak ini muncul karena orang tua merasa

    tidak diberi kesempatan untuk memilih dan berpartisipasi dalam kegiatan,

    sehingga sering menunjukkan respon distress emosional. Kurangnyainformasi yang diterima keluarga dapat menimbulkan dilema apabila

    keluarga diminta untuk memegangi/ memeluk anak saat prosedur (Mc Grat,

    Forrester, Fox-Young & Huff, 2002; Moscardino & Axia, 2006).

    Perawat merupakan tenaga pemberi layanan kesehatan yang sering kali

    menggunakan restraintpada anak terutama pada perawatan anak (Brenner,

    Parahoo & Taggarat, 2007). Penelitian di Inggris yang dilakukan pada 346

    perawat anak, menunjukkan bahwa perawat melakukan restraint untuk

    kelancaran prosedur, keamanan, jenis prosedur, tingkat agitasi, umur anak,

    presepsi orang tua, konsentrasi dan keamanan petugas.

    2.5.2 Prinsip pemberian restraint

    Menurut James dan Aswil (2007), Hockenbery dan Wilson (2009), perawat

    perlu melakukan pengkajian terlebih dahulu sebelum penggunaan restraint

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    42/113

    28

    Universitas Indonesia

    pada anak. Penggunaan restraint dapat dihindari bila anak dipersiapkan

    secara adekuat, pengawasan orang tua atau perawat terhadap anak, terdapat

    proteksi yang kuat pada posisi yang rentan. Perawat harus

    mempertimbangkan perkembangan anak, status mental, potensial ancaman

    keamanan pada diri sendiri dan orang lain.

    Jika anak perlu dilakukan restraint, anak perlu diberitahu terlebih dahulu

    alasan penggunaan restraint, informasi yang diberikan terus dan diulang

    agar anak mendapatkan pemahaman dan dapat kerjasama. Menjelaskan

    kepada orang tua tentang tujuan penggunaan restraint,bagaimana melepas

    dan memasang, dan tanda komplikasi dari penggunaannya. Dokumentasikan

    surat pernyataan persetujuan keluarga tentang penggunaan restraint yang

    diberikan pada anak. Keluarga diajarkan dan dianjurkan untuk menurunkan

    dan menenangkan emosi anak saat dilakukan restraint.

    Alat restraint dapat menimbulkan risiko pada anak, sehingga perlu di

    periksa dan didokumentasikan setiap 1 sampai 2 jam untuk memastikan

    bahwa alat tersebut mencapai tujuan pemasangan, tidak merusak sirkulasi,

    sensasi atau integritas kulit. Restraint yang langsung bersentuhan dengan

    kulit harus diikat dengan kerangka tempat tidur (Hockenberry & Wilson,

    2009).

    2.5.3 Jenis restraint

    Menurut James dan Aswiil (2007), Hockenbery dan Wilson (2009), terdapat

    berbagai jenis restraintyang sering perawat gunakan diantaranya yaitu,a. Restraintjaket

    Alat ini digunakan sebagai alternatif agar anak tidak memanjat keluar

    dari tempat tidur atau menjaga keselamatan anak dari kursi. Jaket yang

    digunakan diberi ikatan tali di bagian belakang sehingga anak tidak

    dapat membuka, tali panjang diikat di tempat tidur sehingga anak tetap

    di tempat tidur dan mempertahankan posisi horisontal sesuai dengan

    tujuan terapi.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    43/113

    29

    Universitas Indonesia

    b. Restraintmummiatau bedong

    Alat ini digunakan pada bayi dan anak yang masih kecil untuk

    mempertahankan dan mengendalikan gerakan anak. Selimut atau kain

    dibentangkan di tempat tidur dengan satu ujung di lipat, bayi diletakkan

    di atas selimut tersebut dengan bahu berada di lipatan dan kaki kearah

    sudut yang berlawanan. Lengan kanan lurus ke bawah searah dengan

    badan dan kain dibentangkan melintasi bahu anak. Lengan kiri

    diluruskan searah badan dan sisi kiri selimut di kencangkan melintang

    bahu dan dada kemudian dikunci di bawah badan anak. Sudut bagian

    bawah dilipat dan ditarik kearah tubuh dan diselipkan atau dikencangkan

    dengan pin mengaman. Restraint mumi dapat digunakan untuk

    mengendalikan gerakan anak saat pemeriksaan dan pengobatan pada

    daerah kepala dan leher seperti pungsi vena, pemeriksaan tenggorokan,

    pemasangan infus.

    c. Restraintlengan atau kaki

    Alat ini digunakan untuk memberikan immobilisasi satu ekstermitas

    atau lebih guna pengobatan atau prosedur tindakan untuk memfasilitasi

    penyembuhan. Terdapat jenis restraintyang dapat digunakan untuk kaki

    dan tangan misalnya restrain pergelangan tangan. Perlu diperhatikan

    restraint yang digunakan harus sesuai dengan badan anak, dilapisi

    bantalan untuk mecegah tekanan, konstriksi dan cedera jaringan.

    Pengamatan pada restraint yang diletakkan pada ekstermitas perlu

    sering diperhatikan adanya tanda tanda iritasi dan gangguan sirkulasi.

    d. Restraintsiku

    Alat ini digunakan untuk mencegah anak menekuk siku atau meraih

    muka/ kepala.Restaintfisik ini di ikat pada bagian bawah aksila sampai

    pergelangan tangan dengan sejumlah kantong vertikal tempat

    dimasukkanya depresor lidah. Restraintdilingkarkan di seputar lengan

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    44/113

    30

    Universitas Indonesia

    dan diretatan dengan plester. Pemasangan pin pada bagian atas lengan

    perlu diperhatikan agar restrain tidak melorot.

    e. Terapi mendekap

    Terapi mendekap merupakan penggunaan posisi mengendong yang

    nyaman, aman, dan temporer yang memberikan kontak fisik yang erat

    dengan orang tua atau pengasuh lain yang dipercaya (Hockenbery &

    Wilson, 2009). Pada bayi usia 2 sampai 3 bulan didekap dengan cara

    posisi sejajar, disangga dari belakang, dan di pegang pada kaki. Seperti

    memegang gagang footboll, bayi di letakkan di antara badan dan

    pinggang, badan di sangga dengan tangan pada seluruh badan bagian

    belakang. Dekapan dengan posisi badan anak menghadap ke ibu, dimana

    dada bayi ketemu sejajar dengan dada ibu. Posisi dapat dilakukan jika

    perkembangan yang baik pada otot leher, kontrol kepala, kekuatan

    punggung bayi disangga dengan tangan ibu.

    Terapi mendekap adalah menahan fisik anak setidaknya dua orang

    untuk membantu anak mengatasi perilaku kehilangan kontrol untuk

    mendapatkan kembali kontrol emosi yang kuat (Brenner, Parahoo &

    Taggarat, 2007) sedangkan menurut Giese (2010), pelukan merupakan

    salah satu kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan di masa dewasa dan

    menguntungkan hampir semua orang selama masa stres dan digunakan

    untuk memfasilitasi penyelesaian prosedur klinik (Lambrenos &

    McArthur, 2003; Graham & Hardy, 2004; Royal College of Nursing,

    2010).

    2.5.4 Keterlibatan keluarga dalam terapi mendekap

    Pembatasan aktivitas yang sering dilakukan pada anak terutama terapi

    dekapan melibatkan ibu/ pengasuh, mendekap anak secara erat dengan

    mempertahankan adanya kontak mata diantara mereka, bertujuan untuk

    sengaja memprovokasi tekanan pada anak sampai anak membutuhkan dan

    menerima kenyataan. Hal ini dapat meningkatkan hubungan anak dan

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    45/113

    31

    Universitas Indonesia

    orang tua serta membuka kemampuan anak untuk dapat berhubungan

    dengan orang lain.

    Terapi dekapan ini telah diterapkan pada anak autis seperti yang telah

    disampaikan Mercer (2009), bahwa dekapan orang tua dapat membuat

    anak autis membuka hubungan dengan orang lain. Dengan diberikannya

    dekapan anak akan menerima dan mengakui adanya kontrol otoritas dari

    orang dewasa. Mendekap merupakan penyampaian otoritas dan kekuasan

    orang tua kepada anak melalui pegangan/ pelukan. Teori ini diperkenalkan

    oleh Hinbergen, 1983 dalam Mercer 2009. Konsep ini muncul karena

    ketidakseimbangan emosional (ketakutan lebih dominan dibandingkan

    dengan emosional) yang dapat memungkinkan anak dapat belajar dari

    interksi dengan orang lain dan menyebabkan penarikan sosial.

    Terapi memeluk/ mendekap merupakan pembatasan gerak menggunakan

    pembatasan aktivitas atau menggunakan kekuatan terbatas. Metode ini

    membantu anak dengan mengijinkan mereka mengelola/mengatasi

    prosedur yang menyakitkan dengan mudah dan efektif. Terapi mendekap

    ini berbeda dengan pembatasan aktivitas fisik terletak pada tingkat

    kekuatan yang diperlukan dan keterlibatan anak. Terapi ini tidak tepat

    dilakukan tanpa izin dan persetujuan anak karena dapat menimbulkan

    perasaan cemas, lepas kontrol dan distressanak.

    Terapi mendekap dapat diberikan pada semua keadaan baik anak maupun

    dewasa yang menerima perawatan dan pengobatan. Prinsip yang perludiperhatikan menurut Royal College of Nursing (2010) yaitu mendekap

    harus seizin anak, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat

    kesepakatan antara perawat anak dan keluarga, adanya kebijakan yang

    diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan fisik,

    adanya kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman,

    tepat dalam melakukan pembatasan fisik dan mendekap pada anak dan

    remaja.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    46/113

    32

    Universitas Indonesia

    2.6 Posisi Nyaman

    Pemberian posisi yang nyaman dari orang tua atau pengasuh merupakan

    tehnik yang tepat untuk membantu meninimalkan timbulnya distress pada

    anak saat dilakukan prosedur invasif. Pemberian posisi ini dapat dilakukan

    dalam berbagai macam tindakan invasif diantaranya pemasangan infus,

    pengambilan sampel darah, pemasanganNasogastric Tube(NGT), imunisasi

    dan pemberian injeksi. Posisi ini dapat dilakukan dimana saja baik di rumah

    sakit, di klinik dokter gigi, atau daerah lain yang memungkinkan anak

    memerlukan bantuan untuk di pegang (The Chilrens Mercy Hospital,2012).

    Tujuan dari pemberian posisi yang nyaman menurut The Chilrens Mercy

    Hospital, (2012) yaitu untuk immobilisasi ekstermitas anak saat dilakukan

    prosedur, memberikan rasa aman dan senang bagi anak, memberikan

    kenyamanan melalui kontak langsung dengan orang tua atau pengasuh, orang

    tua ikut berpartisipasi memberikan bantuan positif bukan bentuk menahan

    secara negatif, posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol sehingga lebih

    sedikit orang yang diperlukan untuk menyelesaikan prosedur. Menurut Giese

    (2010) tujuan dari pemberian posisi yang nyaman untuk meningkatkan

    kenyamanan bayi, anak dan orang tua serta staf medis selama prosedur

    tindakan.

    Prosedur medis dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi

    anak, orang tua dan penyedia pelayanan kesehatan. Terdapat lima bagian

    yang perlu diperhatikan dalam pemberian restraintyaitu kesediaan orang tua

    untuk hadir selama prosedur dilakukan, kesiapan anak dan orang untukdilaksanakan prosedur serta peran mereka selama tindakan berlangsung,

    prosedur tindakan dilakukan di ruang tindakan, anak dalam posisi yang

    menyenangkan, pertahankan lingkungan yang tenang (Stephans, Barkey &

    Hall, 1999).

    Kesiapan anak dan orang tua selama prosedur penting untuk dikaji, bertujuan

    untuk mendapatkan alasan prosedur yang diberikan dan hasil yang akan

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    47/113

    33

    Universitas Indonesia

    dicapai. Ketidakpastian tentang prosedur dapat meningkatkan rasa takut,

    kecemasan dan ketegangan pada orang tua dan anak. Perasaan ini dapat

    membatasi kemampuan seorang anak untuk mengembangkan perasaan

    kontrol terhadap prosedur. Menjelaskan prosedur sesuai dengan tahap tumbuh

    kembang sangat diperlukan sehingga anak mudah menerima dan mengerti

    prosedur yang dilakukan.

    Mengundang orang tua atau anak untuk hadir selama prosedur merupakan

    kemitraan antara keluarga dan tenaga profesional, hal ini merupakan aplikasi

    dari Family Center Care. Penelitian telah menunjukkan bahwa kehadiran

    keluarga tidak berdampak negatif terhadap kinerja medis dan staf yang berada

    bersama anak mereka serta menunjukkan berkurangnya kecemasan orang tua

    (Bauchner, et al, 1996). Kondisi anak dapat dipersiapkan dengan dukungan

    dan kehadiran anggota keluarga sehingga anak merasa nyaman.

    2.5.1 Prinsip

    Prinsip pemberian posisi yang nyaman bagi anak yang dilakukan prosedur

    invasif yaitu anak duduk ditempat tidur atau dipangku, dipeluk dan ditahan

    dengan aman dan nyaman, penahan memberikan bantuan positif bukan

    penahanan yang negatif, posisi duduk memudahkan kotrol dan keamanan,

    tubuh/ ekstremitas diisolasi dan dengan aman dapat dijangkau dan mudah

    saat dilakukan tindakan (Schwartz, 2012). Berbagai posisi yang dapat di

    berikan pada anak untuk mengeliminasi distress selama prosedur invasif,

    adalah sebagai berikut:

    a.

    Posisi 1Prinsip yang perlu diperhatikan pada posisi ini adalah anak duduk

    ditempat tidur atau dipangku orang dewasa kemudian dipeluk dan

    ditahan daerah badan dan kaki. Anak dan bayi usia sekitar 6 bulan bisa

    diberi posisi duduk dengan menggunakan atau tanpa menggunakan

    pengalihan perhatian

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    48/113

    34

    Universitas Indonesia

    b. Posisi ke dua

    Prinsip yang perlu diperhatikan pada posisi ini adalah anak dipeluk

    ditahan oleh orang dewasa sekitar tubuh dan lengan anak dapat

    bergerak bebas tanpa menggunakan distraksi. Tangan orang dewasa di

    letakkan pada bahu atau di lengan bawah, berikan pilihan pada anak

    untuk tetap melihat prosedur tindakan.

    c. Posisi ke tiga

    Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah anak duduk dipangkuan

    orang dewasa dengan memposisikan lengan orang dewasa memeluk

    sekitar bahu dan lengan anak bebas tanpa tekanan dapat menggunakan

    distraksi.

    d. Posisi ke empat

    Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah orang dewasa duduk di

    kursi dan terus memeluk anak, orang dewasa menghadap badan anak

    e. Posisi ke lima

    Prinsip yang diperlukan pada posisi ini adalah orang dewasa ada di

    belakang anak, posisi anak duduk atau bersandar dapat diberikan

    distraksi sebagai pengalihan perhatian.

    2.5.2 Posisi yang nyaman untuk pemasangan infus pada anak

    Posisi duduk dikembangkan untuk mempromosikan kenyamanan bagi anak,

    imobilisasi yang cukup, anak dapat diajak bekerjasama dan kontrol diri anakdapat dipertahankan, sehingga anak menjadi tenang sebelum prosedur,

    kondisi ini mengakibatkan intensitas reaksi mereka berkurang dibandingkan

    dengan anak yang sudah marah dengan berbagai alasan sebelum tindakan

    (Stephens, Barkey, Hall;1999). Melibatkan anak dalam prosedur tindakan

    akan menghasilkan waktu pelaksanaan singkat dan diperlukan tenaga

    perawat sedikit untuk melakukan prosedur tindakan. Pada anak yang

    mengalami gangguan pernafasan akan merasa kesulitan saat bernafas bila

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    49/113

    35

    Universitas Indonesia

    tindakan dilakukan dengan posisi tidur. Posisi duduk dapat diberikan mulai

    anak usia 5 bulan, pada prinsipnya anak sudah dapat mengontrol kepala dan

    tubuhnya.

    Berbagai posisi duduk yang dapat diberikan pada anak selama prosedur

    infus menurut Giese (2010),The Childrens Mercy Hospital (2010) yaitu:

    a. Dua orang tahanan / Two Person Hold

    Posisi ini diberikan bila anak memilih untuk tidak melihat saat

    dilakukan prosedur tindakan. Posisi anak mengangkang pada orang tua

    atau perawat kemudian kencangkan lengan dan kepala pasien dengan

    memberikan pelukan.

    b. Posisi duduk ke samping / Side Sitting Positioning

    Posisi ini diberikan pada anak yang lebih besar bila anak tidak dapat

    duduk mengangkang pada perawat atau orang tua, gerakan tubuh dapat

    diminimalkan tetapi kaki dapat berayun sehingga dapat bergerak bebas.

    c. Posisi duduk tegak / Sitting Positioning

    Posisi ini diberikan pada anak yang cenderung ingin melihat prosedur

    tindakan. Selama tindakan anak diajak bicara dan diberitahu tindakan

    yang sedang dilakukan. Posisi ini dapat dimodifikasi dengan tehnik

    nafas dalam dan tehnik imagery.

    d.

    Posisi pemasangan infus di kakiPosisi duduk dapat mengurangi kemampuan anak untuk menendang

    dan memindahkan kaki. Perawat atau pengasuh dapat memberikan

    perhatian lebih dekat pada posisi ini saat berinteraksi dengan anak dan

    membuat anak lebih nyaman.

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    50/113

    36

    Universitas Indonesia

    2.7 Pemasangan infus pada anak

    Salah satu peran yang sangat penting dari perawat adalah menghitung

    pemasukan dan pengeluaran cairan yang adekuat. Pemberian cairan intravena

    (Infus) yaitu memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh

    darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set

    (Potter & Perry, 2005). Indikasi tindakan ini diberikan pada pasien dengan

    dehidrasi, sebelum tranfusi darah, pra dan pasca bedah sesaui dengan

    program pengobatan, serta pasien dengan gangguan sistem pencernaan.

    2.7.1 Lokasi Insersi Intravena pada anak

    Lokasi atau tempat yang dipilih untuk insersi jarum infus tergantung pada

    tingkat aksesibilitas dan kenyamanan (Hockenbery & Wilson, 2009). Pada

    anak dapat menggunakan setiap vena yang ada namun perlu diperhatikan

    kebutuhan perkembangan, kognitif dan mobilitas anak. Pada anak yang

    lebih besar, vena superfisial di lengan atas bisa digunakan supaya tangan

    dapat bergerak dengan bebas. Anak dapat diajak untuk ikut menentukan

    lokasi vena yang akan dilakukan insesi jarum infus. Lokasi vena yang

    paling baik dimulai dari daerah distal, menghindari tangan dominan, hal ini

    untuk mengurangi disabilitas anak karena prosedur pemasangan infus. Pada

    bayi lokasi yang paling aman dan paling mudah distabilkan untuk

    dilakukan insersi di darah vena superfisial di tangan, pergelangan tangan,

    telapak, atau perelangan kaki. Vena superfisial dapat digunakan sampai bayi

    berusia 9 bulan, namun boleh di gunakan bila ditempat lain sudah tidak

    dapat dipakai lagi. Lokasi yang perlu dihindari pada anak, daerah vena-vena

    telapak kaki terutama anak yang sedang belajar jalan.

    2.7.2 Prosedur pemasangan infus

    Prosedur pemasangan infus menurut Farrell dan Dempsey (2010), Potter

    dan Perry (2005), Hockenbery dan Wilson (2012) adalah sebagai berikut :

    a. Persiapan

    Pastikan program medis untuk terapi IV, periksa label laruan dan

    identifikasi pasien. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien. Cuci tangan

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    51/113

    37

    Universitas Indonesia

    dan gunakan sarung tangan steril. Pasang turniquet pada lengan yang

    sudah dipilih dan identifikasikan vena yang sesuai. Pilih letak insersi,

    pilih kanula IV. Terlebih dahulu hubungkan kantong infus dengan selang

    dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup

    ujung selang. Tinggikan tempat tidur sampai posisi yang nyaman untuk

    pasien. Posisikan tangan pasien dibawah ketinggian jantung untuk

    mengingkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantal pelindung diatas

    tempat tidur dibawah lengan pasien.

    b. Prosedur Pelaksanaan tindakan

    Kebijakan rumah sakit pada pasien saat dilakukaan pemasangan infus

    untuk memberikan lidokain sebagai anestesi lokal sebelum insersi jarum.

    Pasang turniquet baru untuk setiap pasien diatas daerah penusukan,

    palpasi di daerah distal untuk lokasi pemasangan turniquet, pasien

    diminta untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau

    menegangkan lengan pasien untuk melebarkan vena. Pastikan pasien

    alergi terhadap yodium, disinfektan dengan swab alkohol secara

    melingkar di daerah yang akan dilakukan insersi jarum,kemudian

    bersihkan dengan alkohol 70% untuk melihat jelas vena profunda.

    Pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan

    kulit diatas pembuluh darah. Pegang jarum pada daerah bevel ke atas

    pada sudut 2 45 derajad kemudian tusuk kulit tapi tidak langsung ke

    vena. Turunkan sudut menjadi 10 20 derajat atau sampai hampir sejajar

    dengan kulit, kemudian masuk vena. Jika Tampak aliran darah balik,

    luruskan sudut dan dorong jarum. Lepaskan turniquet dan sambungkanselang infus kemudian buka klem sehingga memungkinkan tetesan.

    Lakukan penyisipan bantalan kasa stril ukuran 2 x 2 inchi di bawah ujung

    kateter dan rekatkan dengan kuat jarum dengan kulit menggunakan

    plester. Tempat tusukan di rekatkan dengan plester transparan. Letakkan

    selang IV ke atas balutan. Tutup balutan sesuai dengan kebijakan dan

    prosedur rumah sakit. Beri label balutan dengan jenis dan panjang

    kanule, tanggal dan inisial kemudian hitung kecepatan tetesan infus dan

    Dampak dekapan..., Kustati Budi Lestari, FIK UI, 2013

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    52/113

  • 7/21/2019 Digital_20334150 T32555 Kustati Budi Lestari

    53/113

    39

    Universitas Indonesia

    Keterlibatan keluarga dalam prosedur pemasangan infus diantaranya

    memberikan pend