laporan operasi pemanenan hutan
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
1/12
M.K. Operasi Pemanfaatan Hutan Hari/tanggal : Rabu, 18 November 2015
Perencanaan Produksi Tebangan
Kelompok 5
Khilma Sufiana E14120049
Iman Tochid E14120054
Alifia Y S E14120069
Dian Purnama E14120086
Muhammad Jufri Idris E14120114
Asisten
Imam Syafii S.Hut
Sarah Andini E151140191
Dosen
Dr. Ujang Suwarna, S.Hut, M.Sc, F.Trop
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
2/12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemanenan hasil hutan adalah serangakaian kegiatan kehutanan yangmengubah pohon atau biomassa lainnya. Sehinggga bermanfaat bagi kehidupan
ekonomis dan kebudayaan masyarakat. Selama ini pengelolaan hutan alam terutama
pemanenan kayunya masih tidak dilakukan secara profesional, shingga keseluruhansistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini antara lain
dikarenakan dalam penerapan silvikultur, belum mengintegrasikan sistem pemanenan
kayu dengan sistem silvikultur. Selain itu teknik perencanaan serta pelaksanaan
pemanenan kayu yang baik dan benar belum dipergunakan dalam pemanenan kayu dihutan alam Indonesia. Untuk menjamin kelestarian hutan, harus ditentukan sistem
sislvikultur yang tepat untuk setiap areal berdasarkan pertimbangan ekonomis dan
ekologis yang seimbang. Pertimbangan pokok sistem tersebut untuk aspek ekologiadalah perubahan sekosistem alamai yang serendah mungkin. Dari aspek ekonomi
diharapkan hasil hutan yang sebesar-besarnya dengan masukan yang memadai. Dengan
memperhatikan pertimbangan pokok kedua aspek tersebut di atas, maka sampai saat
ini sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dipandang sebagai suatu sistemsilvikultur yang sesuai untuk diterapkan dalam pengusahaan hutan alam produksi
tropika basah. Tujuan TPTI adalah untuk mengatur pemanfatan hutan alam produksi
serta peningkatan kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk siklustebang berikutnya, agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapkan dapat
berfungsi sebagai penghasil kayu penghara industri secara lestari.
Dalam pengusahaan hutan produksi perlu ditetapkan kesatuan tempat
diberlakukannya pengaturan hasil tertentu guna menjamin terselenggaranya prinsipkelestarian hasil. Kesatuan areal hutan yang diusahakan dengan fungsi ini dinamakan
kesatuan kelestarian. Dari kesatuan ini diharapkan diperoleh besarnya hasil yang relatif
sama setiap tahunnya. Komponen pengaturan kegiatan harus didasarkan padaspesifikasi dan dinamika sumberdaya hutan yang ada pada unit yang bersangkutan.
Pengaturan hasil misalnya harus didasarkan pada informasi mengenai pertumbuhan
dan perkembangan hutan, dan dinyatakan dalam bentuk harvest scheduling, tidak
hanya sekedar Annual Allowable Cut (AAC) dan jatah produksi tebangan (JPT). Pusat-pusat tebang harus ditentukan dengan mengingat karakteristik ekosistem dan
penguasaan teritorial. Hasil yang diharapkan adalah jaminan atas kelestarian
sumberdaya, disamping kelestarian hasil.
1.2Tujuan1.
Menentukan sistem silvikultur yang tepat untuk diterapkan di areal hutan alam
produksi2. Merencanakan taksiran produksi tebangan berdasarkan hasil analisis data
survey potensi lahan
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
3/12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep Kelestarian Hasil
Salah satu elemen yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah konsepkelestarian hasil hutan (sustained yield forestry). Definisi kelestarian hasil hutan telah
mengalami perkembangan dan bervariasi dari negara yang satu ke negara lain. Pada
mulanya suatu hutan dianggap dimanfaatkan secara lestari bila tebangan tahunan atauperiodik tidak mengurangi kapasitas hasil dan bila setelah penebangan dilakukan di
seluruh kawasan hutan, potensi tegakan di lapangan tidak berkurang dibanding dengan
sebelum dilakukan penebangan (Simon 2000).
Perlu dipahami konsep kelestarian hasil tidaklah bersifat mutlak, terdapat unsurkenisbian di dalamnya. Salah satu sumber kenisbian ini adalah ukuran yang dipakai
untuk menyatakan hasilnya, apakah luas, volume kayu, nilai uang, atau jumlah batang
pohon. Tidak ada jaminan pemakaian salah satu ukuran hasil akan memberikan tingkatkelestarian yang sama apabila diukur oleh ukuran yang lain. Perbedaan metode
pengukuran hasil akan memberikan tingkat kelestarian hasil yang berbeda-beda. Oleh
karenanya, pemilihan ukuran dan metode pengaturan hasil yang akan dipakai
merupakan hal yang sangat mendasar dalam upaya pengusahaan hutan produksidengan prinsip kelestarian hasil agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
(Suhendang 1993). Dengan demikian maka perhitungan besarnya AAC, yaitu jatah
tebangan tahunan yang dapat memberikan jaminan kelestarian hasil haruslahberdasarkan kepada keadaan potensi hutan yang ada. Proinsip kelestarian hasil dalm
pengusahaan hutan mensyaratkan diperolehnya hasil yang sediktinya sama besar untuk
setiap satuan waktu dari kesatuan tertentu yang diusahakan, sehingga secara
operasional prisnsip ini dapat diartikan sebagai diperolehnya hasil yang sama setiaptahun dari setiap kesatuan yang diusahakan.
2.2Hutan NormalMeyer et al (1961) mendefinisikan hutan normal sebagai hutan yang memiliki
distribusi normal dari kelas umur, volume normal, dan pertumbuhan normal. Hutan
normal merupakan bentuk kesempurnaan dari hutan, dimana kelestarian hasil dapat
diperoleh, dalam kuantitas tahunan yang sama dan tebangan tahunan ini akantergantikan dengan pertumbuhan riap tahunan (Chapman 1950).
Simon (1993) menyatakan bahwa untuk mencapai hutan normal, diperlukan
adanya pemulihan yang tepat tentang sistem pengaturan hasil dan teknik silvikultur
untuk memelihara tegakan harus direncanakan pada waktu yang tepat dan dengan carayang memadai, sehingga setiap tempat tumbuh atau kelompok hutan akan dalam
keadaan penuh oleh jenis yang cocok dengan kondisi tempat tumbuha tersebut.
2.3Metode Pengaturan HasilPengaturan hasil hutan diperlukan untuk menghitung volume kayu yang
diperoleh dari hasil tebangan setiap tahun, agar kelestarian hutan dan pengelolaannyadapat terjamin (Simon 1993). Menurut Davis (1987) dalam Simon (1993) banyak
sekali metode pengaturan hasil yang bersifat spesifik, namun semuanya dapat
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
4/12
digolongkan menjadi dua kelompok saja yaitu metode berdasarkan luas dan metodeberdasarkan volume. Pengaturan hasil harus didasarkan paa informasi mengenai
pertumbuhan dan perkembangan hutan, dan dinyatakan dalam harvest sceduling tidak
hanya sekedar AAC.
2.4Perencanaaan PemanenanPerencanaan pemanenan kayu dapat diartikan sebagai perencanaan keterlibatan
hutan beserta isinya, manusia/organisasi, peralatan dan dana untuk memproduksi kayusecara lestari bagi masyarakat yang membutuhkannya dan mendapatkan nilai tambah
baik bagi perusahaan maupun bagi masyarakat local (sekitar hutan), regional dan
nasional, pada suatu kurun waktu tertentu. Salah satu fungsi perencanaan pemanenan
kayu adalah menentukan tingkat produksi kayu yang lestari, baik lestari sumberdayahutannya maupun lestari pengusahaannya. Untuk kelestarian sumberdaya hutnnya,
maka kayu yang dipungut harus tidak melebihi produktivitas (riap hutan yang dipanen.
Sedangkan untuk menjamin agar pengusahaan hutan dapat lestari, maka perludiupayakan agar jumlah kayu yang dihasilkan minimal sama dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan. Untuk itu perlu ditatapkan jumlah produksi kayu yang maksimal dapat
dihasilkan dengan mempertimbangkan kelestarian usahanya. Pada hutan tanaman yang
menganut system silvikultur tebang habis dengan permudaan buatan (THPB), makaseluruh kayu pada areal/petak yang direncanakan untuk dipanen merupakan kayu yang
potensial untuk dipungut. Sedangkan pada hutan alam yang menganut system
silvikultur tebang pilih tanam Indonesia (TPTI), banyaknya kayu komersial (yangdapat dimanfaatkan) dengan diamete tertentu merupakan kayu yang potensial untuk
dipungut. Selain itu berdasarkan ketentuan yang ada, perlu ditinggalkan pohon-pohon
induk. Mengingat di Indonesia ini masih mengandalkan tebangan dari hutan alam,
maka dalam makalah ini hanya akan menjelaskan metode perhitungan tingkat produksipada hutan alam dengan menggunakan system silvikultur TPTI. Sehubungan dengan
ketentuan pada tebang pilih tanam Indonesia (TPTI), tingkat produksi (etat tebangan)
yang diperbolehkan dibedakan berdasarkan luas dan volume ( USU 2015).
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
5/12
BAB III
METODE
3.1Waktu dan Tempat
Praktikum Operasi Pemanfaatan Hutan (OPH) yang berjudul PerencanaanProduksi Tebangan yang dilaksanakan pada hari Rabu, 18 November 2015 di Ruang
Praktikum GPHH, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
3.2Alat dan BahanAdapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu :
1. Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat Pohon
Kecil (klas diameter 20 cm < 35 cm) Hasil Survei IHMB2. Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat Pohon
Besar (klas diameter 35 cm) Hasil Survei IHMB3. Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat Pohon
Besar (klas diameter 35 cm < 50 cm) Hasil Survei IHMB4.
Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat Pohon
Besar Klas diameter 40 cm) Hasil Survei IHMB
5. Tabel rekapitulasi N/Ha dan Vol/Ha per Kelompok Jenis untuk Tingkat PohonBesar Klas diameter 50 cm Hasil Survei IHMB
6. Ms.Excel
7. Alat Tulis
3.3Langkah Kerja
1. Mengumpulkan data lapangan berupa data hasil crusing IHMB,
2. Melakukan pengolahan data dengan tujuan untuk menetapkan AAC,3. Menetapkan banyaknya pohon yang akan ditebang dan membuat taksiran
volume produksi tebangan,4. Menetapkan ukuran sortimen optimal dari tiap pohon,5. Menetapkan kapasitas alat sarad optimal,6. Menyusun laporan potensi hutan, rencana jumlah pohon inti, pohon induk,
pohon yang akan ditebang, rencana kebijakan pembagian batang, rencana target
produksi penebangan tiap pohon, rencana jangka waktu pelaksanaanpenebangan dan pembagian batang, rencana jangka waktu penyaradan dan
rencana tenaga dan alat yang diperlukan.
7. Selanjutnya menentukan areal efektif produksi untuk penerapan sistem TPTI,
8. Kemudian melakukan perhitungan etat luas untuk sistem TPTI, pada HutanProduksi Biasa (HP) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), lalu
menghitung etat volume pada Hutan Produksi Biasa (HPT),
9. Menentukan areal efektif produksi untuk penerapan sistem TPTJ dan etat luasTPTJ dan etat volume TPTJ.
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
6/12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
Tabel 1. Rencana produksi tebanganNo. SistemSilvikultur
JenisHutan
Jenis Kayu Jenis Produksi Tahunan
N/th m3/th
1. TPTI HP+HPK KI
M
RC
1465,99
16009,40
815,22
4815,44
65095,84
2465,97
Total 18290,61 63377,25
2. TPTI HPT KI
M
RC
878,36
11230,51
512,38
4025,83
59896,04
2039,06
Total 12621,25 65960,93
3. TPTJ - KIMRC
637,786965,05354,80
209528320,581072,85
Total 7957,64 31488,43
4.2PembahasanPerencanaan produksi tebangan dimulai dengan melakukan pengumpulan data
lapangan berupa data hasil crusing IHMB, kemudian melakukan pengolahan data
dengan tujuan untuk menetapkan AAC, menetapkan banyaknya pohon yang akan
ditebang, menetapkan taksiran volume produksi tebangan, menetapkan ukuransortimen optimal dari tiap pohon dan menetapkan kapasitas alat sarad optimal.
Sesuai dengan ketentuan pada Permenhut nomor P.11/Menhut-II/2009 Tentang SistemSilvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada HutanProduksi Bab III Pasal 8 Ayat (2) maka siklus tebang tegakan hutan alam ditetapkan
berdasarkan diameter tebangan. Selanjutnya pada ayat (3) ditetapkan bahwa siklus
tebang pada hutan alam daratan tanah kering adalah 30 (tiga puluh) tahun untukdiameter 40 cm (empat puluh centimeter) pada hutan produksi biasa dan atau hutan
produksi yang dapat dikonversi dan 50 cm (lima puluh centimeter) pada hutan
produksi terbatas dengan sistem silvikultur TPTI.
Perhitungan etat luas untuk sistem TPTI merupakan etat luas rata-rata yangdidapatkan dari rasio luas areal efektif untuk TPTI terhadap siklus tebang. Sedangkan
perhitungan etat volume untuk sistem TPTI dibagi menjadi Hutan Produksi biasa (HP)
dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK). Untuk etat volume pada HutanProduksi biasa (HP) didapatkan dari hasil rasio luas HP + HPK dikali dengan volumekelompok jenis kayu komersial pada diameter 40 cm/ha dengan kualitas pohon yang
sehat dikali faktor eksploitasi dikali faktor koreksi terhadap siklus tebang. Sedangakn
etat volume pada Hutan Produksi biasa (HPT) didapatkan dari hasil rasio luas HPTdikali dengan volume kelompok jenis kayu komersial pada diameter 50 cm/ha dengan
kualitas pohon yang sehat dikali faktor eksploitasi dikali faktor koreksi terhadap siklus
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
7/12
tebang. Sehinggan untuk perhitungan etat volume TPTI adalah jumlah dari etat volume(HP + HPK) + HPT.
Hasil etat volume dengan sistem silvikultur TPTI dengan jenis hutan HP + HPK
hasil terbesar terdapat pada kelompok jenis kayu meranti yaitu 65.095,84 m/ha dengan
jumlah pohon terbanyak yaitu 16.009.40 N/ha. Untuk sistem silvikultur TPTI denganjenis hutan HPT hasil terbesar terdapat pada kelompok jenis kayu meranti yaitu
59.896,04 m/ha dengan jumlah pohon terbanyak yaitu 11230,51 N/ha. Sehingga total
jumlah pohon untuk sistem silvikultur TPTI jenis hutan HP +HPK adalah 18.290,61N/ha dan total untuk volume adlah 663.377,25 m/ha. Sedangkan total jumlah pohon
untuk sistem silvikultur TPTI jenis hutan HPT adalah 12.621,25 N/ha dan total untuk
volume adlah 66.960,93 m/ha. Untuk sistem silvikultur TPTJ hasil terbesar terdapat
pada kelompok jenis kayu meranti yaitu 28.120,58 m/ha dengan jumlah pohonterbanyak yaitu 6.965,05 N/ha. Sehingga total jumlah pohon untuk sistem silvikultur
TPTJ adalah 7.957,64 N/ha dan total untuk volume adalah 33.488,43 m/ha. Hasil
terbesar untuk etat volume di sistem silvikultur TPTI ataupun TPTJ adalah jenismeranti karena jenis-jenis meranti cepat tumbuh (fast growing species) dari jenis-jenis
kayu lainnya, kayu indah atau rimba campuran dan adanya rencana perlakuan
silvikultur dan manipulasi lingkungan yang lebih intensif sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar pada teknik silvikultur intensif untuk tanaman meranti.Berdasarkan ketentuan pada Permenhut nomor P.11/Menhut-II/2009 Tentang
Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Produksi Bab III Pasal 8 Ayat (2) maka siklus tebang tegakan hutan alam ditetapkanberdasarkan diameter tebangan. Selanjutnya pada ayat (3) point 2) tentang TPTJ
ditetapkan bahwa siklus tebang pada hutan alam daratan tanah kering adalah 25 (dua
puluh lima) tahun. Penebangan pada jalur tanam selebar 3 (tiga) meter dilakukan
tebang habis dan di jalur antara ditebang pohon berdiameter 40 cm (empat puluhcentimeter). Selain hal tersebut di atas penetapan siklus tebang 25 tahun untuk TPTJ
dengan pertimbangan bahwa jenis-jenis yang akan ditanam adalah jenis-jenis meranti
cepat tumbuh (fast growing species) dan adanya rencana perlakuan silvikultur danmanipulasi lingkungan yang lebih intensif sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pada
teknik silvikultur intensif untuk tanaman meranti.
Perhitungan etat luas untuk sistem TPTI merupakan etat luas rata-rata yang
didapatkan dari rasio luas areal efektif untuk TPTJ terhadap siklus tebang. Sedangkanperhitungan etat volume untuk sistem TPTJ merupakan etat volume yang didapatkan
dari hasil rasio luas efektif TPTJ dikali dengan volume kelompok jenis kayu komersial
pada diameter 40 cm/ha dengan kualitas pohon yang sehat dikali faktor eksploitasi
dikali faktor koreksi terhadap siklus tebang.Perencanaan zonasi areal hutan layak tebang merupakan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu- Hutan Alam yang luasnya 255.530 Hektar yang
penggunaannya dibagi menjadi empat, yaitu lahan penggunaan pihak iii dengan luas11.783 Hektar, lahan penggunaan masyarakat dengan luas 4.025 Hektar, penutupan
lahan efektif dengan luas 238.882 Hektar, dan sarana prasarana umum dengan luas
840 Hektar. Penggunaan lahan efektif dibagi menjadi tiga., yaitu kawasan lindungdengan luas 26.405 Hektar, areal tidak untuk produksi dengan luas 2.187 Hektar,
dan areal efektif produksi dengan luas 210.290 Hektar. Dan penggunaan lahan
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
8/12
sebagai areal efektif produksi dibagi menjadi , yaitu TPTI dengan luas 108.028 Hektardan dibagi menjadi dua, yaitu HPT dengan luas 56.028 Hektar, HP dan HPK dengan
luas 52.010 Hektar, TPTII dengan luas 18.856 Hektar, dan THPB dengan luas
83.406 Hektar dan dibagi menjadi dua, yaitu pola swakelola (produktivitas lahan)
dengan luas 47.884 Hektar dan pola kolaboratif dengan luas 35.522 Hektar. Tetapidalam praktikum untuk materi perencanaan produksi tebangan THPB tidak digunakan.
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
9/12
BAB V
KESIMPULAN
Terdapat beberapa tahapan dalam perencanaan produksi tebangan dimulai
dengan pengumpulan data hasil IHMB, kemudian melakukan pengolahan data dengantujuan untuk menetapkan AAC, menetapkan banyaknya pohon yang akan ditebang,
menetapkan taksiran volume produksi tebangan, menetapkan ukuran sortimen optimal
dari tiap pohon dan menetapkan kapasitas alat sarad optimal, serta tahap akhirdilakukan penyusunan laporan potensi hutan. Sistem silvikultur yang diterapkan di
Indonesia antara lain Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Habis dengan
Permudaan Buatan (THPB) dan Tebang Pilih Tanam dalam Jalur (TPTJ). Sistem
silvikultur TPTI dugunakan untuk jenis hutan produksi (HP) dan hutan produksi yangdapat dikonversi (HPK) serta untuk jenis hutan produksi terbatas (HPT). Jenis kayu
yang digunakan yaitu Kayu Indah (KI), Meranti (M) dan Rimba Campuran (RC). Hasil
etat volume dengan sistem silvikultur TPTI dengan jenis hutan HP + HPK hasil terbesarterdapat pada kelompok jenis kayu meranti yaitu 65.095,84 m/ha dengan jumlah
pohon terbanyak yaitu 16.009.40 N/ha. Untuk sistem silvikultur TPTI dengan jenis
hutan HPT hasil terbesar terdapat pada kelompok jenis kayu meranti yaitu 59.896,04
m/ha dengan jumlah pohon terbanyak yaitu 11230,51 N/ha. Sehingga total jumlahpohon untuk sistem silvikultur TPTI jenis hutan HP +HPK adalah 18.290,61 N/ha dan
total untuk volume adlah 663.377,25 m/ha. Sedangkan total jumlah pohon untuk
sistem silvikultur TPTI jenis hutan HPT adalah 12.621,25 N/ha dan total untuk volumeadlah 66.960,93 m/ha. Untuk sistem silvikultur TPTJ hasil terbesar terdapat pada
kelompok jenis kayu meranti yaitu 28.120,58 m/ha dengan jumlah pohon terbanyak
yaitu 6.965,05 N/ha. Sehingga total jumlah pohon untuk sistem silvikultur TPTJ adalah
7.957,64 N/ha dan total untuk volume adalah 33.488,43 m/ha. Hasil terbesar untuketat volume di sistem silvikultur TPTI ataupun TPTJ adalah jenis meranti karena jenis-
jenis meranti cepat tumbuh (fast growing species) dari jenis-jenis kayu lainnya, kayu
indah atau rimba campuran dan adanya rencana perlakuan silvikultur dan manipulasilingkungan yang lebih intensif sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pada teknik
silvikultur intensif untuk tanaman meranti.
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
10/12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/984/3/hutan-muhdi9
.pdf.txt (diunduh tanggal 20 November 2015).
Davis L Sand K N John. 1987.Forest ManagementThird Edition. New York (US) :McGraw-Hill Book Company.
Mayer et al. 1961.Forest Management. New York (US) : The Ronald Press Company.
Simon. 1993.Hutan Jati dan Kemakmuran, Problematika dan Strategi Pemecahannya.Yogyakarta (ID) : Aditya Media Cetakan Pertama.
Simon H. 2000. Hutan Jati dan Kemakmuran, Problematika dan Strategi
Pemecahannya.Yogyakarta (ID) : BIGRAF Publishing.
Suhedang H. 1993. Prinsip Kelestarian Hasil dalam Pengusahaan Hutan alam Produksi.Menguak Permasalahan Pengelolaan Hutan alam Tropis di Indonesia. Hal
53 s.d 95. Forum Pengkajian Pengelolaan Hutan Tropis : Jurusan
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Bogor.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/984/3/hutan-muhdi9%20.pdf.txthttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/984/3/hutan-muhdi9%20.pdf.txthttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/984/3/hutan-muhdi9%20.pdf.txthttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/984/3/hutan-muhdi9%20.pdf.txt -
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
11/12
LAMPIRAN
Diketahui : Luas TPTI HP+HPK = 52010 Ha
Luas TPTI HPT = 56018 Ha
Luas TPTJ = 18856 Ha
Rumus perhitungan :
Etat Luas =
Etat Volume/N TPTI HP+HPK =(( +). 40..)
Etat Volume/N TPTI HPT =(( +). 50..)
Etat Volume/N TPTJ =(( +). 40..)
Hasil :
Etat Luas TPTI HP+HPK =
52010 Ha
30 = 1733,67 Ha/th
Etat Luas TPTI HPT=56018 Ha
30 = 1867,27 Ha/th
Etat Luas TPTJ =18856 Ha
25 = 754,25 Ha/th
Etat Volume TPTI HP+HPK (KI)=(52010.4,96.0,7.0,8)
30= 4815,44 m3/th
(M)=(52010.67,05.0,7.0,8)
30= 65095,84 m3/th
(RC)=(52010.2,54.0,7.0,8)
30= 2465,97 m3/th
Etat Volume TPTI HPT (KI)= (56018.3,85.0,7.0,8)30
= 4025,83 m3/th
(M)=(56018.57,28.0,7.0,8)
30= 59896,04 m3/th
(RC)=(56018.1,95.0,7.0,8)
30= 2039,06 m3/th
-
7/25/2019 Laporan Operasi Pemanenan Hutan
12/12
Etat Volume TPTJ (KI)=(18856.4,96.0,7.0,8)
25= 2095 m3/th
(M)=(18856.67,05.0,7.0,8)
25= 28320,58 m3/th
(RC)= (18856.2,54.0,7.0,8)25
= 1072,85 m3/th
Etat N TPTI HP+HPK (KI)=
(52010.1,51.0,7.0,8)
30= 1465,99 N/th
(M)=(52010.16,49.0,7.0,8)
30= 16009,40 N/th
(RC)=(52010.0,84.0,7.0,8)
30= 815,52 N/th
Etat N TPTI HPT (KI)=(56018.0,84.0,7.0,8)
30= 878,36 N/th
(M)= (56018.10,74.0,7.0,8)30
= 11230,51 N/th
(RC)=(56018.0,49.0,7.0,8)
30= 512,38 N/th
Etat N TPTJ (KI)=(18856.1,51.0,7.0,8)
25= 637,78 m3/th
(M)=(18856.16,49.0,7.0,8)
25= 6965,05 m3/th
(RC)=(18856.0,84.0,7.0,8)
25= 354,80 m3/th