li no 3 low back pain
TRANSCRIPT
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
1/23
LI No 3 Low Back Pain
Definisi
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta(tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke
daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau
nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan
oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).
Klasifikasi
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Acute Low Back PainAcute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba
dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu.
Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back paindapat disebabkan karena
luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat
kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot,
ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah
lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri
pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Chronic Low Back PainRasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa
nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset
yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi
karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis
dan tumor.
Penyebab Low Back Pain
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
2/23
Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:
1. Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak LahirKeadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut Soeharso (1978)
kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya
setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan. Selain itu ditandai pula
adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu, namun keadaan ini tidak
menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra dibagian bawah karena tidak
melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit spina bifida
dapat menyebabkan gejala- gejala berat sepert club foot, rudimentair foof, kelayuan
pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan
keluhan.
Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:
a. Penyakit SpondylisthesisPada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae, dimana
arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae (Bimariotejo, 2009).
Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru
menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang
atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu
berdiri atau berjalan (Bimariotejo, 2009). Soeharso (1978) menyebutkan gejala klinis
dari penyakit ini adalah:
1) Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada danpanggul terlihat pendek.
2) Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yangmenimbulkan skoliosisringan.
3) Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah.
4) Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung spina dan
garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang dari
garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.
b. Penyakit Kissing Spine
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
3/23
Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus bersentuhan.
Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang ditimbulkan adalah low back
pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral
(Soeharso, 1978).
c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal ke V
melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum (Soeharso, 1978).
2. Low Back Painkarena TraumaTrauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP (Bimariotejo,
2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan
aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut.
Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan
dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma
punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan
sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat
memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut
(Idyan, 2008).
Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada low back pain yang
disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:
a. Perubahan pada sendi Sacro-IliacaGejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os
sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan saat posisi
supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan kaki pada hip
joint terbatas.
b. Perubahan pada sendi Lumba SacralTrauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan
dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri
yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan
keterbatasan gerak.
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
4/23
3. Low Back Painkarena Perubahan JaringanKelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada
tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah
punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian
tubuh lain (Soeharso, 1978).
Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan
jaringan antara lain:
a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi
berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot atau sendi.
Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang menyebabkan
tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat
menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008).
b. Penyakit FibrositisPenyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai dengan
nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri memberat saat
beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan (Dieppe, 1995 dalam Idyan, 2008).
c. Penyakit Infeksi
Menurut Diepee (1995) dalam Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi atas dua
jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan
oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri
berat dan akut , demam serta kelemahan.
4. Low Back Painkarena Pengaruh Gaya BeratGaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat
mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian
tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya
(Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
5/23
waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (Klooch, 2006 dalam
Shocker, 2008).
Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang
belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot
(Bimariotejo, 2009).
Faktor Resiko Low Back Pain(LBP)
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis,
merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang,
membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial
(Bimariotejo, 2009). Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP
bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga terjadi
kelemahan pada tungkai (Idyan, 2008). Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal bawah,
disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus, bokong,
kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki (Bimariotejo, 2009).
LI No 4 Osteoporosis
Definisi
Osteoporosis adalah gangguan tulang yang ditandai dengan penurunan massa tulang
dan kemerosotan mikro-arsitektur yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah
patah. Kemerosotan mikro-arsitektur tampak sebagai spikulum tulang yang makin sedikit
dan tipis serta adanya topangan horisontal abnormal yang tidak menyatu untuk
membentuk trabekula. Perubahan struktural inilah yang menyebabkan tulang rapuh.
Klasifikasi
Penyakit mungkin bersifat lokal (seperti pada osteoporosis disuseyang timbul pada
ekstremitas yang lama tidak digerakkan), atau mungkin mengenai semua kerangka tubuh.
Osteoporosis generalisata umumnya timbul sebagai penyakit primer, atau sekunder
akibat beragam keadaan seperti tercantum dalam tabel 21-1. Jika digunakan kata
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
6/23
osteoporosistanpa klasifikasi, hal ini biasanya berarti osteoporosis senilis primer atau
pascamenopause.
Tabel 21-1. KATEGORI OSTEOPOROSIS GENERALISATA
Primer Sekunder
Pascamenopause
Senilis
Idiopatik
Gangguan Endokrin
Hiperparatiroidisme
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
Hipogonadisme
Akromegali
Sindrom Cushing
Prolaktinoma
Diabetes tipe 1
Penyakit Addison
Neoplasma
Mieloma multipel
Karsinomatosis
Penyakit sel mast
Saluran cerna
Malnutrisi
Malabsorbsi
Gastrektomi subtotal
Insufisiensi hati
Defisiensi vitamin C dan D
Penyakit Reumatologik Sistemik
Artritis reumatoid
Lupus eritematosus sistemik
Artritis psoriatika
Obat
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
7/23
Antikoagulan
Kemoterapi
Kortikosteroid
Antikejang
Litium
Alkohol
Lain- lain
Osteogenesisis imperfekta
Imobilisasi
Penyakit paru
Penyakit paru obstruktif kronis
Homosistinuria
Penyakit Gaucher
Anemia
Epidemiologi, Etiologi & Prevalensi
Osteoporosis primer merupakan keadaan yang sangat sering ditemukan dan
mengenai lebih dari 15 juta orang di Amerika Serikat. Jika morbiditas dan mortalitas
yang berkaitan dengan fraktur terkait osteoporosis disertakan dalam analisis, biaya
perawatan medis pasien yang menderita osteoporosis mencapai lebih dari $13 milyar per
tahun. Osteoporosis senilis terjadi pada orang dewasa dari kedua jenis kelamin dan
meningkat keparahan seiring dengan usia. Osteoporosis pascamenopause, seperti
ditunjukkan oleh namanya mengenai perempuan setelah menopause. Bentuk penyakit ini
jauh lebih sering ditemukan dan merupakan penyebab penting fraktur pada perempuan
lanjut usia.
Patogenesis
Perubahan terkait usia dalam kepadatan tulang terjadi pada semua orang dan jelas
berperan menyebabkan osteoporosis pada kedua jenis kelamin. Seperti diisyaratkan di
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
8/23
atas, tulang adalah suatu jaringan yang dinamis dan terus-menerus mengalami
remodeling seumur hidup. Remodeling ini ditandai dengan periode resorpsi tulang dan
pembentukan tulang baru secara bergantian. Densitas tulang maksimum biasanya dicapai
pada usia tiga puluhan. Setelah itu, kepadatan tulang mulai menurun. Kecepatan
penurunan ini besarnya sekitar 0,7 % per tahun meskipun kecepatan ini sangat berlainan
dari orang ke orang dan dari satu tulang ke tulang lainnya. Penurunan terbesar terjadi di
daerah yang mengandung banyak tulang cancellous(trabekular), seperti tulang belakang
dan leher femur. Oleh karena itu, tempat inilah yang sering mengalami fraktur pada
pengidap osteoporosis. Penurunan masa tulang terkait-usia tampaknya terutama
disebabkan oleh penurunan aktivitas osteoblas serta peningkatan aktivitas osteoklas
yang berkaitan dengan usia. Setelah dekade ketiga, pada setiap siklus remodelingtulang,
pembentukan tulang baru tidak dapat mengompensasi kehilangan tulang sehingga secara
bertahap terjadi pengurangan tulang.
Faktor hormon berperan penting dalam timbulnya osteoporosis, terutama pada
perempuan pascamonopause. Munculnya monopause diikuti oleh penurunan pesat massa
tulang. Sebaliknya pemberian estrogen kepada perempuan pasca menopause mengurangi
kehilangan tulang dan menyebabkan penurunan insidensi fraktur. Penelitian awal
mengenai efek estrogen pada tulang berfokus pada penegendalian sitokin yang
memengaruhi resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru. Penurunan kadar estrogen
menyebabkan peningkatan produksi interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan faktor
nekrosis tumor (TNF) oleh monosit dan elemen sumsum tulang lainnya. Sitokin ini
meningkatkan penyerapan tulang terutama dengan meningkatkan jumlah prekursor
osteoklas ke sumsum tulang. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa estrogen
memengaruhi diferensiasi osteoklas melalui jalur reseptor RANK. Estrogen merangsang
pembentukan OPG sehingga menghambat pembentukan osteoklas; estrogen juga
menumpulkan responsivitas prekursor osteoklas terhadap ligan RANK; peningkatan
kadar IL-1 dan TNF (ditemukan pada defisiensi estrogen) merangsang pembentkan ligan
RANK dan macrophage colony-stimulating factor, keduanya meningkatkan pembentukan
osteoklas. Bukti mengisyaratkan bahwa defisisensi estrogen, serta proses penuaan
normal, juga dapat menyebabkan penurunan aktivitas osteoblastik sehingga
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
9/23
pembentukan tulang baru juga menurun. Oleh karena itu, berkurangnya tulang pada
defisiensi estrogen dapat disebabkan oleh kombinasi peningkatan resorpsi tulang dan
penurunan pembentukan tulang. Defisiensi testosteron terdapat pada sekitar sepertiga
laki-laki dengan osteoporosis senilis. Hal ini juga tampaknya berperan dalam peningkatan
pertukaran tulang melalui efek lokal pada produksi lokal sitokin. Namun, efek ini tidak
sama besarnya seperti efek yang ditimbulkan oleh defisiensi estrogen.
Faktor genetik adalah salah satu bagian penting dari teka-teki osteoporosis.
Seperti telah disinggung, densitas tulang maksimum yang dicapai seseorang ditentukan
terutama oleh pengaruh genetik. Meskipun masih banyak faktor genetik yang
bertanggung jawab dalam perkembangan normal tulang yang perlu diidentifikasi, salah
satu penentu densitas tulang maksimum tampaknya adalah molekul reseptor vitamin D
(VDR). Varian tertentu gen VDR dilaporkan berkaitan dengan penurunan densitas tulang
maksimum, mungkin karena terjadi gangguan pada efek vitamin D terhadap pembentukan
tulang. Namun, peran keseluruhan polimorfisme ini dalam patogenesis osteoporosis masih
belum jelas.
Faktor mekanis, terutama penyangga beban, merupakan ransangan penting bagi
remodeling normal tulang, dan penurunan aktivitas fisik menyebabkan percepatan
kehilangan tulang. Hal ini secara dramatis dibuktikan oleh berkurangnya tulang di
ekstremitas yang lumpuh atau yang mengalami imobilisasi dan oleh penurunan substansial
massa tulang pada astronot yang tinggal dalam kondisi gaya tarik nol untuk jangka lama.
Gaya hidup yang umumnya santai pada banyak orang dewasa jelas berperan mempercepat
osteoporosis.
Peran diet, termasuk asupan kalsium dan vitamin, dalam pembentukan, pencegahan
dan terapi osteoporosis masih belum sepenuhnya dipahami. Densitas tulang maksimum
seseorang sebagian ditentukan oleh asupan kalsium total dalam makanan, terutama
sebelum pubertas. Tampaknya asupan kalsium dari makanan pada perempuan dewasa
muda jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki usia sepadan, dan keadaan
tersebut mungkin salah satu faktor yang mempermudah terjadinya osteoporosis
dikemudian hari pada perempuan.
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
10/23
Sebagai ringkasan, osteoporosis adalah suatu penyakit multifaktor. Pengurangan
tulang terkait-usia yang terutama disebabkan oleh penurunan pembentukan tulang, umum
terjadi pada semua bentuk osteoporosis generalisata primer. Pada perempuan
pascamenopause, pengurangan ini diperparah oleh peningkatan resorpsi tulang, serta
oleh penurunan lebih lanjut sintesis tulang akibat berkurangnya kadar estrogen. Oleh
karena itu, pada osteoporosis terjadi, baik penurunan pembentukan tulang maupun
peningkatan kehilangan tulang. Meskipun kedua faktor ini berperan dalam sebagian besar
kasus osteoporosis, kontribusi relatif masing-masing terhadap pengurangan tulang
mungkin berbeda-beda, bergantung pada usia, jenis kelamin, status gizi, dan pengaruh
genetik.
Gambaran Klinis
Tanda utama osteoporosis adalah hilangnya tulang, yang cenderung paling jelas di
bagian tulang yang mengandung banyak tulang trabekular. Trabekula tulang menjadi
lebih tipis dan terpisah lebih jauh daripada biasanya sehingga tulang rentan terhadap
fraktur. Pada osteoporosis pascamenopause, pengurangan tulang terjadi paling parah di
korpus vertebra, yang mungkin mengalami fraktur dan kolaps. Pengurangan tulang serupa
sering terjadi di tulang lain yang menerima beban, misalnya kolumna femoris, yaiu bagian
tulang lain yang sering patah. Perubahan mikroskopik utama adalah menipisnya trabekula
dan melebarnya kanalis haversii. Pada potongan mikroskopik, aktivitas osteoklastik
ditemukan, tetapi tidak meningkat secara drastis. Kandungn mineral di tulang lainnya
normal sehingga tidak terjadi perubahan dalam rasio mineral terhadap matriks protein.
Diagnosis
Pada tahap awal, osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Radiografi standar bukan
merupakan indikator pengurangan tulang yang peka, dan diagnosis pada kasus dini
memerlukan pengukuran densitas tulang secara radiografis dengan teknik, seperti dual-
energy x-ray absorptiometry (DEXA). Pada tahap lanjut penyakit, penurunan densitas
tulang mulai tampak pada radiografi rutin, dan pasien rentan terhadap fraktur,
terutama di korpus vertebra, pelvis, femur dan tulang penyangga beban lainnya. Karena
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
11/23
terapi fraktur ini sering mengharuskan imobilisasi jangka panjang pada pasien usia
lanjut, penyulit seperti pneumonia dan tromboembolus paru, sering terjadi dan penyebab
utama kematian.
Terapi Farmako
Terapi osteoporosis telah menjadi subjek penelitian yang mendalam. Suplementasi
estrogen telah dibuktikan dapat menurunkan secara bermakna kecepatan pengurangan
tulang dan kalsium pada perempuan pascamenopause, tetapi terapi ini tampaknya tidak
memulihkan perubahan struktural yang terjadi di tulang. Asupan kalsium dalam makanan
yang adekuat sebelum usia 30 tahun tampaknya menurunkan resiko osteoporosis pada
usia selanjutnya, mungkin dengan meningkatkan densitas tulang maksimum. Suplementasi
kalsium pada tahap kehidupan selanjutnya dapat sedikit memperlambat laju kehilangan
tulang. Terapi lain yang menjanjikan adalah pemberian suatu golongan obat yang dikenal
sebagai bisfosfonat, yang secara selektif mengurangi resorpsi tulang yang diperantarai
oleh osteoklas. Golongan obat yang lebih baru, modulator reseptor estrogen selektif
(selective estrogen receptor modulator, SERM), tampaknya memberikan efek
bermanfaat bagi massa tulang seperti yang dihasilkan oleh estrogen, tetapi tanpa
disertai efek samping terapi estrogen konvensional yang berpotensi berbahaya.
Pemberian kalsitonin, akhirnya, dapat mengurangi frekuensi fraktur vertebra dan
mungkin bermanfaat bagi pasien yang tidak dapat menoleransi terapi estrogen.
Sumber:
Vinay, Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins
Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
12/23
OSTEOPOROSIS
DEFINISI
Kelompok kerja World Health Organisation (WHO) dan konsensus ahli
mendefinisikan osteoporosis sebagai: penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa
tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan
tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur.1 Dimana keadaan tersebut
tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur (thief in the
night).
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik. Dan fraktur osteoporosis dapat
terjadi pada tiap tempat. Meskipun fraktur yang berhubungan dengan kelainan ini
meliputi thorak dan tulang belakang (lumbal), radius distal dan femur proksimal. Definisi
tersebut tidak berarti bahwa semua fraktur pada tempat yang berhubungan dengan
osteoporosis disebabkan oleh kelainan ini. Interaksi antara geometri tulang dan
dinamika terjatuh atau kecelakaan (trauma), keadaan lingkungan sekitar, juga merupakan
faktor penting yang menyebabkan fraktur. Ini semua dapat berdiri sendiri atau
berhubungan dengan rendahnya densitas tulang.6
Densitas mineral tulang
Risiko terjatuh dan akibat kecelakaan (trauma) sulit untuk diukur dan
diperkirakan. Definisi WHO mengenai osteoporosis menjelaskan hanya spesifik padatulang yang merupakan risiko terjadinya fraktur. Ini dipengaruhi oleh densitas tulang.
Kelompok kerja WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan:1
Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata wanita
muda normal (T>-1)
Osteopenia : densitas tulang antara 1 standar deviasi dan 2,5 standar deviasi
dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
13/23
subyek normal dengan jenis kelamin yang sama. Pengukuran lain dari densitas tulang
adalah Z-skor, dimana angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi dari
rata-rata densitas tulang pada subyek dengan umur yang sama.6
Meskipun berbagai kriteria densitometrik digunakan untuk mendefinisikanosteoporosis, kriteria yang diajukan oleh WHO, yang berdasarkan pengukuran masa
tulang, umumnya paling banyak diterima dan digunakan.15
KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS
1. Osteoporosis primer: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan denganfaktor resiko meliputi merokok, aktifitas, pubertas tertunda, berat badan rendah,
alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium
yang rendah (Kaltenborn, 1992).8
a. Tipe I (post manopausal):
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun). Ditandai oleh fraktur
tulang belakang tipe crush, Colles fraktur, dan berkurangnya gigi geligi (Riggs &
Melton,1986). Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat
tersebut. Dimana jaringan terabekular lebih responsif terhadap defisiensi
estrogen (Kaltenborn, 1992).8
b. Tipe II (senile):
Terjadi pada pria dan wanita usia 70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan
tulang belakang tipe wedge (Riggs & Melton,1986). Hilangnya massa tulang
kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.8
2. Osteoporosis sekunder: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnyameliputi ekses kortikosteroid, hipertirodisme, multipel mieloma, malnutrisi,
defisiensi estrogen, hiperparatiroidisme, faktor genetik, dan obat-obatan.
(Kaltenborn, 1992)8
Tabel. 2
Penyebab Osteoporosis Sekunder pada Dewasa6
Penyakit Endokrin
atau Penyebab
Metabolik
Keadaan
Malnutrisi
Obat-obatan Metabolisme
Kollagen
Abnormal
Lain-lain
Hipogonadisme Malabsorbsi
Keracunan VitD
Osteogenesisimperfecta
ArthritisReumatoid
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
14/23
Hiperadrenokortisme
Tirotoksikosis
Anorexia nervosa
HiperprolaktinemiaPorphyria
Hipophosphatasia(dewasa)
DM tipe 1KehamilanHiperparatiroidAkromegali
Sindromemalnutrisi
Peny. HatikronikOperasilambungDefisiensiVit DDefisiensikalsiumAlkoholism
e
Phenytoin
Glukokortikoid
Phenobarbital
Terapi tiroidbe>Heparin
Gonadotropin-Releasinghormoneantagonists
Homosistinuria due tocystathioninedeficiency
SindromeEhlers-DanlossindromMarfan
Myeloma &Ca
Immobilisasi
Asidosistubulus ginjalThalassemiaMastositosis
HiperkalsiuriaCOPD
transplantasiOrganCholestatisliver
*COPD = penyakit obstruksi paru kronik
Diagnosis
Sebagai thief in the night--pencuri malam hari, osteoporosis tidak memiliki
keluhan spesifik. Keluhan akan dirasakan bila tulang sudah mengalami fraktur yang akan
menyebabkan rasa nyeri, deformitas, serta gangguan fungsi. Anamnesis terperinci
tentang faktor risiko yang mungkin dimiliki pasien sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Analisis faktor risiko ini penting untuk menentukan perlu atau tidaknya
dilakukan pemeriksaan densitas mineral tulang (BMD) yang merupakan modalitas
diagnosis yang utama dalam menegakkan diagnosis.
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko penurunan densitas tulang dan fraktur-
osteoporosis pada wanita post menopause meliputi peningkatan usia, ras kulit putih,
berat badan rendah atau penurunan berat badan, tanpa terapi pengganti estrogen,
riwayat fraktur sebelumnya, riwayat keluarga dengan fraktur, riwayat terjatuh dan
skor rendah pada satu atau lebih pemeriksaan aktifitas atau fungsi fisik. Faktor lain
yang kurang berpengaruh berdasarkan studi tapi juga memiliki hubungan yang signifikan
dengan densitas tulang dan fraktur. Meliputi merokok, penggunaan alkohol, kopi, asupan
rendah kalsium dan vitamin D serta pengguna kortikosteroid. Risiko relatif beberapa
faktor risiko sebanding dengan perbedaan 1 SD densitas tulang. Prediksi untuk densitastulang rendah dan fraktur adalah sama kecuali yang spesifik berkaitan dengan jatuh.
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
15/23
Sebagian besar faktor risiko berhubungan signifikan pada populasi dan ras yang
berbeda. Faktor risiko sesuai untuk tiap tempat fraktur yang berbeda kecuali fraktur
karena jatuh memiliki faktor risiko fungsional tambahan.10
Penilaian langsung densitas tulang untuk mengetahui ada/tidaknya osteoporosisdapat dilakukan secara:2
Radiologik Radioisotop QCT (Quantitative Computerised Tomography) MRI (Magnetic Resonance Imaging) QUS (Quantitative Ultrasound) Densitometer (X-ray absorpmetry)
Penilaian osteoporosis secara laboratorik dilakukan dengan melihat petanda
biokimia untuk osteoblas, yaitu osteokalsin, prokolagen I peptida dan alkali fosfatase
total serum. Petanda kimia untuk osteoklas: dioksipiridinolin (D-pyr), piridinolin (Pyr)
Tartate Resistant Acid Phosfotase (TRAP), kalsium urin, hidroksisiprolin dan hidroksi
glikosida. Secara bioseluler, penilaian biopsi tulang dilakukan secara histopometri
dengan menilai aktivitas osteoblas dan osteoklas secara langsung. Namun pemeriksaan di
atas biayanya masih mahal.2,14
Terapi
Osteoporosis bersifat multifaktorial sehingga penanganannya pun sangat komplek.
Terapi untuk osteoporosis difokuskan tidak hanya untuk menghambat resorpsi tulang
atau merangsang pembentukan tulang. Tidak kalah penting untuk mengurangi risiko
terjatuh.5
Beberapa RCT dilaksanakan lebih dari 10 tahun telah membantu mengarahkan
terapi farmakologi, yang juga meliputi intervensi non-farmakologi yang sebaiknya
direkomendasikan pada semua pasien.15
Penghambat resorpsi tulang meliputi estrogen, kalsitonin, bisphosphonate dan
kalsium. Estrogen memperlambat bone loss pada menopause. Estrogen juga
meningkatkan massa tulang pada wanita dengan osteoporosis dan mungkin efektif
digunakan pada wanita usia 65 70 tahun. Namun harus mempertimbangkan efek
sampingnya. Sementara HRT lebih disarankan.8 Osteoporosis sekunder sebaiknya jika
memungkinkan diterapi sesuai dengan penyebabnya.10
Asupan kalsium 1500 mg/hari dan vitamin D 800 IU/hari, aktifitas fisik 30 menit
minimal 3 kali dalam seminggu, menghindari merokok dan konsumsi alkohol juga telah
dibuktikan mampu mencegah osteoporosis.15
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
16/23
National Osteoporosis Foundation (NOF) merekomendasikan pengukuran densitas
mineral tulang pada 4 keadaan:
1. Wanita dengan defisiensi estrogen (hipoestrogenia), untuk diagnosis pasti masatulang rendah sehingga dapat diambil keputusan tentang penggunaan terapi sulih
hormon.2. Pasien dengan kelainan vertebra atau masa tulang rendah berdasarkan
pemeriksaan x-ray (roentgenographic osteopenia), untuk diagnosis osteoporosis
tulang belakang sehingga dapat diambil keputusan untuk evaluasi diagnostik
selanjutnya dan terapi.
3. Pasien yang mendapatkan kortikosteroid jangka lama, untuk diagnosis masa tulangrendah sehingga dapat diberikan terapi yang sesuai.
4. Pasien dengan hiperparatiroid primer asimptomatik, untuk diagnosis masa tulangrendah sehingga dapat diidentifikasi mereka yang berisiko untuk mendapatpenyakit skeletal berat yang merupakan kandidat untuk intervensi bedah.
U.S. Preventive Services Task Force (USPSTF) menyimpulkan bahwa:
1. Bone densitometry rutin tidak direkomendasikan karena tidak diindikasikan,
memakan biaya besar dan tidak ada kriteria yang dapat diterima secara universal
untuk memulai pengobatan berdasarkan pengukuran densitas tulang.
2. Evidence langsung tentang keuntungannya masih belum terbukti. Skrining selektif
dapat dilakukan pada wanita berisiko tinggi yang akan menggunakan terapi sulih
hormon hanya jika mereka mengetahui bahwa mereka berisiko tinggi untuk
mendapat osteoprosis atau fraktur.
3. Upaya pencegahan seperti asupan kalsium dan vitamin D, aktivitas dengan beban,
menghentikan merokok dan edukasi untuk menurunkan risiko terjatuh dan
terjadinya kecelakaan direkomendasikan.
American Association of Clinical Endocrinologists (AACE) merekomendasikan bone
densitometry pada kasus berikut:
1. Untuk penilaian risiko pada wanita perimenopause dan postmenopause yang peduliterhadap osteoporosis dan berkeinginan untuk mendapat intervensi.
2. Pada wanita dengan pemeriksaan x-ray terlihat adanya osteoporosis.
3. Pada wanita yang memulai atau mendapatkan terapi glukokortikoid jangka lama,
pemberian intervensi adalah pilihan.
4. Pada wanita perimenopause atau postmenopause dengan hiperparatiroid primer
asimptomatik, dimana skeletal loss merupakan akibat paratiroidektomi
5. Pada wanita dengan terapi osteoporosis, sebagai alat untuk monitoring respon
pengobatan.
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
17/23
DAFTAR PUSTAKA
1. Consensus development conference: diagnosis, prophylaxis, and treatment ofosteoporosis. Am J Med 1993;94:646-50.
2. Rahman I. Pidato pengukuhan guru besar tetap Ilmu Obstetri dan ginekologi.
Jakarta 5 Juni 2004.
3. Roeshadi J. Angka kejadian fraktur hip, vertebrae dan wrist di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya tahun 2001-2005.
4. Guidelines for preclinical evaluation and clinical trials in osteoporosis.Geneva:
WHO; 1998:59.
5. Assessment of fracture risk and its application to screening for postmenopausal
osteoporosis: report of a WHO Study Group. Geneva: WHO;1994. Tech. rep.series.
6. Scottish Intercolligiate Guideline Network.Management of osteoporosis, a
national clinical guideline. June 2003
7. UMHS Osteoporosis guideline. March, 2002
8. Densitometry as a diagnostic tool for the identification and treatment of
osteoporosis in women:ICSI Report, Jan2000
9. American College of Rheumatology. Osteoporosis, etiology and
Pathogenesis.http://www.rheumatology.org
10. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ):
11. AACE guideline
12. Royal College of Physicians
13. National Osteoporosis foundation. Physicians guide to prevention and treatment
of osteoporosis. Washington (DC):National steoporosis Foundation;2003
14. Delman PD, Erstell R, Garner P et al. The use of biomedical marker of bone turn-
over, Osteoporosis Int, 2000;(Suppl 6):
15. 2002 Clinical practice guidelines 4 the dx and management of osteopor in canada,
CMAJ16. Espallargues M, Estrada MD, Sol M, Sampietro-Colom L, Ro LD, Granados A.
Bone densitometry in Catalonia, diffusion and practice. Catalan Agency for Health
Technology Assessment, Barcelona 1999.
17. Hailey D, Sampietro-Colom L, Marshall D, Rico R, Granados A, Asua J, et al.
INAHTA project on the effectiveness of bone density measurement and
associated treatments for prevention of fractures, Statement of findings.
Alberta Heritage Foundation for Medical Research 1996.
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
18/23
18. consensus report from Middle east densitometry workshop.Practice guidelines on
the use of bone mineral density . Lebanese Medical Journal;50(3):89-104
19. Rusult from the National Osteoporosis Risk Assessment.Identification anda
fractur outcomes.JAMA 2001;286:2815-2822
20. Nelson HD, Helfand M, Woolf SH, Allan JD. Screening for postmenopausalosteoporosis: A review of the evidence for the U.S. Preventife Services Task
Force. Ann Intern Med 2002;137:529-41.
21. Bone densitometry as a screening tool for osteoporosis in postmenopausal women.
1997. Available at http://www.health.state.mn.us/htac/bone.htm
22. Espallargues M, Estrada MD, Sol M, Sampietro-Colom L, Ro LD, Granados A.
Guidelines for the indication of bone densitometry in the assessment of fracture
risk. Catalan Agency for Health Technology Assessment, Barcelona 1999.
23. Marshall D, Johnell O, Wedel H. Meta-analysis of how well measures of bonemineral density predict occurrence of osteoporotic fractures. BMJ
1996;312:1254-9
24. Acr practice guideline 4 the performance of adult dual or single x-ray
absorptiometry (DXA/pDXA/SXA)
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
19/23
Dalam kebanyakan kasus, pasien tidak tahu dia menderita osteoporosis hinggaterjadinya patah tulang. X-rays tidak dapat diandalkan untuk mengukur kepadatantulang tetapi bagus untuk mengidentifikasi patah tulang belakang. Pemeriksaan rutinX-rays dapat mengungkapkan osteoporosis tulang karena tulang tampak lebih tipis danlebih ringan dari tulang normal. Sayangnya, pada saat X-rays dapat mendeteksiosteoporosis, paling sedikit 30% dari tulang telah hilang. Selain itu, X-rays bukanlahindikator yang akurat dari kepadatan tulang karena penampilan dari tulang pada X-rayssering dipengaruhi oleh variasi dalam derajat paparan dari film X-rays.Berikut adalah cara-cara diagnosa yang lebih tepat untuk kasus osteoporosis:
DEXA scan scan ini mengukur kepadatan tulang. DEXA singkatan untuk Dual EnergyX-ray Absorptiometry. DEXA Scan mengukur kepadatan tulang dan membandingkannyadengan kepadatan tulang rata-rata orang dewasa muda jenis kelamin yang sama dan ras.Pasien kemudian diberi nilai T. Nilai ini menggambarkan kepadatan tulang orang
tersebut dibandingkan dengan rata-rata. Nilai T ditetapkan sebagai berikut:o 0 atau minus 1 rentang kepadatan tulang yang normalo Minus 1 sampai minus 2,5 adalah kepadatan tulang lebih rendah. Pasien memilikiosteopenia (bukan osteoporosis)o Di bawah minus 2,5 pasien mengalami osteoporosis.DEXA scan sangat cepat, mudah dan akurat. Pemeriksaan ini memakan waktu hanya limasampai 15 menit dan hanya memberi pasien radiasi yang sangat sedikit (kurang darisepersepuluh sampai seperseratus jumlah yang digunakan pada X-ray standar). DEXAscan mengukur kepadatan tulang di daerah yang paling mungkin terkena osteoporosis tulang belakang, pinggul dan pergelangan tangan. DEXA scan juga mengikuti perubahan
dalam tulang-tulang ini dari waktu ke waktu. Dental X-ray Para peneliti di sekolah kedokteran gigi di University of Manchestertelah menciptakan cara yang unik untuk mengidentifikasi penderita osteoporosis daridental X-rays biasa. Ultrasound scan ultrasound juga dapat menyediakan dokter indikasi kepadatantulang yang dapat diandalkan. CT (Computerized Tomography) ini juga dapat menyediakan dokter indikasikepadatan tulang yang dapat diandalkan. Mengukur asupan kalsium pada pria sebuah penelitian mengungkapkan bahwamengukur asupan kalsium harian seorang pria adalah cara yang efektif untukmengidentifikasi pasien kanker prostat dengan risiko yang lebih tinggi dari rata-rataosteoporosis.
Tes kepadatan massa tulang : untuk mengukur risiko osteoporosis
Dulu osteoporosis baru dapat dideteksi setelah terjadi patah tulang. Sebelumdapat dideteksi, tulang anda dapat menjadi rapuh. Saat ini tes kepadatan tulangyang disebut densitometri dapat menentukan apakah anda memiliki osteoporosisatau berisiko osteoporosis sebelum terjadi patah tulang.
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
20/23
Apakah t e s kepada tan mas sa t u l a ng
?
Tes kepadatan massa tulang menggunakan sinar Xkhusus untuk mengukur jumlah kalsium (dalamgram) dan mineral tulang lainnya (yang dikenaldengan kandungan mineral tulang) yang terkumpuldalam bagian tulang. Semakin tinggi kandunganmineral anda, semakin padat massa tulang anda,maka semakin kuat tulang anda dan kemungkinanuntuk patah menjadi kecil. Dokter menggunakantes kepadatan massa tulang untuk mengetahuiapakah anda memiliki atau berisiko osteoporosis.
Tes kepadatan massa tulang tidak sama dengan scan tulang. Scan tulangmembutuhkan injeksi sebelumnya dan umumnya digunakan untuk mendeteksi patahtulang (fraktur), kanker, infeksi, dan ketidakwajaran lain dalam tulang.
S i apakah yang ha ru s me l a kukan t e s kepada tan mas sa t u l a ng
?
Tes kepadatan massa tulang ini direkomendasikan untuk : Wanita usia 65 tahun atau lebih. Usia 60 dan berisiko osteoporosis.Semakin tua usia anda, risiko terhadap osteoporosis semakin tinggi karena tulang
anda semakin melemah seiring dengan usia. Ras juga membuat perbedaan dimana raskulit putih atau keturunan asia tenggara memiliki risiko terbesar. Laki-laki danwanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
Faktor risiko lain osteoporosis meliputi berat badan rendah, riwayat fraktur danriwayat osteoporosis keluarga dan mengkonsumsi obat-obatan yang dapatmenyebabkan hilangnya tulang.
Baga imanakah meny i a pkan t e s kepada tan mas sa t u l a ng ?
Tes kepadatan massa tulang itu mudah, cepat dan tidak sakit. Tidak diperlukanpersiapan apa pun. Bahkan, beberapa tes kepadatan massa tulang versi mudahnyadapat dilakukan di toko obat atau apotek.
Bila anda akan melakukan tes di pusat kesehatan atau rumah sakit, sebelumnyakatakan pada dokter anda bila anda baru menjalani tes kontras oral ataupengobatan nuklir. Tes ini memerlukan injeksi radioaktif yang dapat mengganggu
tes kepadatan massa tulang anda.
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
21/23
Baga imanakah t e s kepada tan t u l a ng d i l a ku kan ?
Tes kepadatan massa tulang umumnya hanya dilakukan pada tulang yang biasanyapatah karena osteoporosis. Bagian ini meliputi tulang belakang lumbal yangmerupakan bagian punggung bawah, bagian leher sempit tulang paha yang bergabungdengan pinggul, dan tulang pergelangan tangan dan lengan bawah.
Peralatan untuk tes kepadatan massa tulang meliputi mesin yang besar dimana andabisa merebahkan diri (alat utama/central devices) seperti mesin portabel yang kecilyang dapat mengukur kepadatan massa tulang bagian perifer kerangka seperti jari,pergelangan tangan, dan tumit.
A la t Utama (Cen t ra l de v i c e s )
Scan DXA. Scan dual energy X-ray absorptiometry(DXA) mengukurkepadatan massa tulang pada pinggul dan tulang belakang. Tes inimemberikan hasil yang tepat dan merupakan tes yang lebih disukai untukmendiagnosis osteoporosis. Tes ini biasanya memerlukan waktu 5-10 menit.
CT Scan Kuantitatif. Tes ini menggunakan computerized tomography (CTscanneryang dikombinasikan dengan software komputer untuk menentukankepadatan massa tulang biasanya pada tulang belakang. Quantitative C
(QCT)scans menyediakan detil, gambar tiga dimensi dapat digunakanuntukmengukur efek penuaan dan penyakit lain disamping osteoporosis padatulang anda. Biasanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit.
A la t Pe r i f e r
Alat Perifer tidak semahal alat utama (central devices). Tapi, mesin yang lebih kecilini memiliki batasan. Pengukuran yang dilakukan pada pinggul dan tulang belakanglebih akurat untuk mengukur risiko osteoporosis karena pada lokasi tersebutfraktur sering terjadi.
Pengukuran kepadatan massa tulang pada tumit dan jari dapat digunakan untukmendeteksi osteoporosis. Bila tes tersebut positif, dokter anda mungkinmerekomendasikan scan DXA pada tulang belakang dan pinggul untuk meyakinkandiagnosis.
Apakah a r t i h a s i l t e s kepada tan mas sa t u l a ng ?
Hasil tes kepadatan massa tulang dilaporkan dalam dua nilai: Nilai T dan Nilai Z.
Ni l a i T
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
22/23
Nilai T adalah kepadatan massa tulang dibandingkan dengan nilai normal padadewasa sehat. Nilai T merupakan unit angka (standar deviasi) dimana kepadatanmassa tulang di atas atau di bawah nilai standar.
Nilai T ArtiDi atas -1 Kepadatan massa tulang normal.
Antara -1 dan -2.5
Nilai menunjukkan tanda osteopenia,kondisi dimana kepadatan massa tulang dibawah normal dan dapat berakibat padaosteoporosis.
Di bawah -2.5Kepadatan massa tulang mengindikasikanosteoporosis.
Nilai tersebut dapat digunakan untuk wanita berkulit putih postmenopause yangmemiliki kecenderungan kepadatan tulang lebih rendah dibandingkan dengan ras laindan laki-laki. Interpretasi dapat bervariasi pada wanita kulit berwarna atau laki-laki.
Ni l a i Z
Nilai Z adalah angka standar deviasi di atas atau di bawah normal untuk usia anda,
enis kelamin, berat dan etnis atau asal ras. Nilai Z kurang dari -1.5 dapatmengidentifikasikan faktor lain. Dokter anda dapat mencoba menentukan penyebablain massa tulang yang rendah.
P l u s dan M i n u s t e s k epada tan mas sa t u l a ng
Memeriksakan kepadatan massa tulang adalah cara yang dapat diandalkan dalamdiagnosis osteoporosis dan dapat memberikan prediksi yang cukup akurat mengenairisiko anda terhadap fraktur. Meskipun, tetap ada perbedaan yang berarti dalamberbagai metode pemeriksaan. Alat utama (central devices) lebih akurat tetapi
biayanya lebih besar dibandingkan dengan alat perifer.
Tidak semua rencana asuransi kesehatan meliputi tes kepadatan massa tulang,sehingga tanyakanlah terlebih dahulu kepada penyedia jasa asuransi anda sebelummelakukan tes. Biasanya, pembayaran claim atas tes kepadatan massa tulang hanyapada kejadian berikut :
Bila anda telah menopause dan berisiko terhadap osteoporosis. Bila anda mengalami hiperparatiroidisme primer. Bila anda menjalani terapi jangka panjang kortikosteroid seperti prednison. Bila dokter anda ingin mengetahui respon anda terhadap pengobatan
-
7/23/2019 LI No 3 Low Back Pain
23/23
osteoporosis.Tes kepadatan massa tulang dapat memberitahu apakah anda memiliki kepadatanmassa tulang yang rendah tapi tidak bisa menjelaskan penyebabnya. Untukmenjawab pertanyaan tersebut, anda memerlukan pemeriksaan medis lengkaptermasuk riwayat dan pemeriksaan fisik. Informasi ini akan dapat menolong dokteranda menginterpretasikan hasil tes kepadatan massa tulang.