mananajemen perawatan presentasi
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
1/27
1
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
SAMARINDA
TUGAS
MANAJEMEN PERAWATAN
FAILURE MODE, EFFECT, AND CRITICALITY ANALYSIS (FMECA)
Disusun Oleh Kelompok 2:
NAMA NIM
LETS Share Our Knowladge
Semester Ganjil 2013/2014
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
2/27
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Root Cause Analysis (RCA)
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah proses yang didesain untuk menyelidiki dan
mengkategorikan akar penyebab dari suatu peristiwa yang memiliki dampak terhadap
keselamatan, kesehatan, lingkungan, kualitas, kehandalan, dan produksi (James J.
Rooney dan Lee N.Vanden Heuvel, 2004). Pelaksanaan RCA akan memperbaiki dan
mengurangi akar penyebab yang meminimalkan terulangnya kegagalan (Anthony, 2004:
Cameron, Holmes, dan Chen, 2008). RCA meliputi elemen dasar seperti, material,
lingkungan, manajemen, dan metode operasi. Beberapa teknik RCA adalah 5 Whys,
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA), Fault Tree Analysis (FTA), dan diagram
pareto.
1.2 Traceability systemPengertian traceability berdasarkan Derrick dan Dillon (2004) adalah kemampuan
untuk menelusuri, mengikuti, dan mengidentifikasi unit/ batchproduk dengan unik
pada keseluruhan tahapan produksi, proses, dan distribusi. Menurut ISO 22005 (2007),
sistem traceability merupakan alat yang berfungsi membantu suatu organisasi
beroperasi dalam suatu rantai pasok pangan atau pakan untuk mencapai sasaran hasil
yang didefinisikan dalam sistem manajemen. Traceability adalah kemampuan untukdapat mengikuti pergerakan pangan atau pakan pada setiap tahapan produksi,
pengolahan, dan distribusi.
Sistem penelusuran produk (traceability system) membutuhkan dokumen dan rekaman
saat pelaksanaan HACCPperusahaan yang berkaitan dengan analisis bahaya (misalnya:
rekaman pemantauan CCP secara berkala) atau rekaman yang berkaitan dengan
programverifikasi (misalnya: rekaman jadwal kalibrasi, sertifikat hasil kalibrasi, jadwal
internal audit dan laporan internal audit) (Thaheer 2005). Titik kritis traceability adalah
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
3/27
3
tahapan proses produksi, yang tidak dilakukan proses pelabelan dan dokumentasi saat
pelaksanaan sistem traceability dalam perusahaan. Identifikasi terhadap titik kritis
traceability digunakan untuk menganalisis dan mengidentifikasi titik kritis pada
implementasi internal traceability dalam proses produksi di perusahaan dengan
menggunakan metodeFailure Modes, Effects and Criticality Analysis (FMECA). Hasil
dari identifikasi titik kritis metode FMECA dapat digunakan sebagai acuan bagi
perusahaan untuk mengambil tindakan koreksi terhadap pelaksanaan internal
traceability serta membuat pelaksanaan traceability menjadi efektif dan efisien
(Bertolini et al.2006). Moe (1998), sistem yang bagus dalam pengawasan kualitas dan
traceability dalam proses produksi dapat menghasilkan beberapa keuntungan kompetitifbagi perusahaan, yaitu:
1. Meningkatkan pengawasan terhadap proses, melalui petunjuk sebabakibat (cause-and-effect) sehingga dapat diketahui produk yang tidak memenuhi standart
perusahaan;
2. Menghubungkan secara langsung antara produk akhir dan data bahan baku,sehingga secara spesifik dapat meningkatkan proses produksi dan memberikan
jaminan penggunaan bahan baku untuk menghasilkan produk akhir;
3. Mencegah pencampuran bahan baku yang berkualitas baik dengan bahan baku yangberkualitas rendah sehingga menghasilkan campuran (mixed) produk yang tidak
menguntungkan bagi perusahaan;
4. Proses audit mutu menjadi lebih mudah.
1.3 Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
FMEA adalah analisa ketahanan sistematik yang menentukan semua kemungkinan
mode kegagalan dari suatu produk untuk memastikan akibatnya terhadap sistem (Cai,
dan Wu, 2004). FMEA kemudian diikuti Criticality Analysis (CA) (Guo, Gao, Yang,
dan Kang, 2009), yang bertujuan untuk mengklasifikasikan setiap mode kegagalan yang
ditentukan oleh FMEA berdasarkan tingkatan kekritisan. Kedua teknik FMEA dan CA
akan membentuk FMECA.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
4/27
4
1.4 Failure Mode, Effect, and Criticality Analysis (FMECA)
FMECA adalah prosedur untuk mengidentifikasi potensi kegagalan, menentukan
penyebab dan akibat dari mode kegagalan dan menghilangkan efeknya terhadap sistem.
FMECA telah digunakan secara luas dalam industri. Pada awal tahun 1949, sektor
pertahanan Amerika menciptakan FMECA sebagai analisis terhadap kehandalan.
FMECA adalah metode analisis dimana semua potensi kegagalan ditemukan, penyebab
dan akibat dari kegagalan dianalisa, kegagalan yang kritikal ditentukan, dan metode
untuk menghilangkan efek dari kegagalan kritis. Metode analisis tersebut distandarkan
dengan MIL-1629a oleh sector pertahanan US, kemudian dimodifikasi menjadi SAE-J1739 dan SAE-ARP5580 oleh industri otomotif. FMECA yang bagus menolong
seorang analis mengidentifikasi kemungkinan titik kegagalan potensial, kegagalan yang
umum yang terjadi serta penyebab (dan efek-efek yang ditimbulkan) dengan cara
memberi skala prioritas pada titik-titik kegagalan yang berhasil diidentifikasi dan
melakukan tindakan koreksi. Seorang analis menggunakan FMECA adalah mencegah
terjadinya kemungkinan-kemungkinan kegagalan tersebut sebelum tiba di pelanggan/
konsumen (Kwai-Sang et al. 2009). Bertolini et al. (2006), analisis titik kegagalan
(failure mode) menyediakan informasi penting dalam:
1. Subsistem dan barang (produk) akhir sistem dalam susunan hierarki (analisisfungsional skema produksi)
2. Berbagai kegagalan (failure) atau malfunctioning yang umum terjadi, sertadaftar dan deskripsi seluruh titik kegagalan (failure mode) yang dianalisis
berpotensi terjadi selama proses;
3. Peluang kejadian (probability), tingkat kepelikan (severity) dan sampai sejauhmana masing-masing titik kegagalan tersebut dapat dideteksi;
4. Analisis kritikal (Criticality Analysis/ CA), yang mengklasifikasikan keseluruhantitik kegagalan tersebut berdasarkan kepentingannya.
Analisis dengan metode FMECA memiliki dua macam pendekatan utama yang dapat
digunakan untuk dapat melakukan FMECA yaitu hardware approach dan functional
apprach sebagai berikut ini:
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
5/27
5
1. Hardware appraoch umumnya digunakan ketika komponen-komponenmesin dapatdiidentifikasikan secara unik dengan menggunakan bagan (alur proses), gambaran
secara umum, dan desain data mesin lainnya. Hardware approach juga disebut
bottom-up approach digunakan untuk mengidentifikasi kegagalan pada setiap
tahapan proses berdasarkan klasifikasi tingkat kepelikan yang nantinya akan
digunakan untuk menetapkan prioritas saat melakukantindakan koreksi.
2. Functional approach umumnya digunakan ketika komponen-komponen mesinyang tidak dapat diidentifikasikan secara unik atau ketika kompleksitas sistem
membutuhkan analisis dari awal dan dilakukan mengarah ke bawah ( top-down
approach).Functional approach digunakan untuk menganalisis akibat-akibat yangditimbulkan hanya pada sistem-sistem utama yang ada (US Military Standard
1983).
Metode FMECA menggunakan sistem Pakar. Pakar adalah orang yang ahli dalam
masalah dan siapa saja yang setuju dalam menjawab kuesioner (Marimin 2004).
Penggunaan Pakar pada sebuah penelitian didasarkan pada penilaian orang yang
dianggap ahli tentang traceability. Penilai tersebut didukung oleh keahlian, pengalaman,
pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga penilaian yang diberikan tepat terhadap
variabel keputusan yang dijadikan sebagai parameter (Eriyatno dan Fadjar 2007).
Metode FMECA dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu:
1. Tahapan awal analisis FMECA dikenal sebagai FMEA yaitu mengidentifikasikemungkinan penyebab terjadinya kegagalan (cause of failures) (Bertolini et al.
2006; Braglia 2000). Analis FMEA dibagi menjadi dua tahapan analisis yaitu
analisis titik-titik kegagalan traceability (failure mode analysis) dan analisis efek
(effects analysis) titik-titik kegagalan traceability. Analisis efek terdiri dari dua
macam yaitu analisis efek lokal (local effect) dan analisis efek global (global
effect). Pada tahap pertama dilakukan tehnik pengumpulan data dengan
menggunakan wawancara secara terbuka kepada para pakar untuk merespons
pertanyaan dalam garis besar. Setiap pertanyaan yang diajukan saat wawancara
terstruktur dengan menggunakan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
sudah diamati terlebih dahulu sebelum dilakukan penelitian di perusahaan oleh
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
6/27
6
peneliti mengenai kemungkinan-kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi di
perusahaan melalui studi literatur.
2. Tahap kedua, dikenal sebagai CA (Criticality Analysis), untuk menilai resikokegagalan, serta menentukan peluang kejadian dan tingkat kepelikan,berdasarkan
pada masing-masing titik kegagalan (failure mode) yang telah ditetapkan pada
tahap sebelumnya. Evaluasi titik kritis dapat dilakukan dengan dua pendekatan
yaitu Criticality Number (CN) dan dengan mengembangkan Risk Priority Number
(RPN) (Bertollini et al. 2006).
Keuntungan penggunaan metode FMECA adalah metode ini merupakan visibility toolyang dapat dengan mudah dimengerti dan digunakan (Braglia 2000). Metode FMECA
merupakan metode yang mudah dioperasikan serta alat yang efektif untuk
mengidentifikasi dan menilai bagaimana potensi terjadinya kegagalan dapat
mempengaruhi kinerja proses atau produk.
1.5 Jenis-jenis FMECA
Prosedur FMECA di berbagai sektor industri hampir sama dalam hal konsep dan
persiapan. Karakteristik tiap prosedur FMECA harus ditentukan dengan menganalisa
lembar kerja FMECA. Lembar kerja SAE-J1739 yang digunakan dalam industry
otomotif, MIL-1629a digunakan dalam industri militer, dan IEC60812 digunakan dalam
industri elektronik.
1. Lembar kerja SAE-J1739 ditunjukan pada Gambar 1.1 Karakteristik utama darilembar kerja SAE-J1739 adalah FMECA terdiri dari 2 SAE-J1739 analisa, yaitu
FMEA dan CA (Criticality Analysis). Dalam gambar tersebut ditunjukkan kedua
mode kegagalan dan analisa kritis dianalisa dalam satu lembar kerja. Tingkatan
kekritisan berdasarkan RPN (Risk Priority Number) yang merupakan perkalian dari
tingkat keparahan (S), tingkat terjadinya (O), dan tingkat deteksi (D).
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
7/27
7
Gambar 1.1 Lembar kerja FMECA (SAE-J1739)
2. MIL-1629Lembar kerja MIL 1629a ditunjukkan pada gambar 1.2 Karakteristik pertama
adalah FMEA harus dilakukan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh CA
(Criticality Analysis), tidak seperti J1739.
Gambar 1.2 Lembar kerja FMECA (MIL-1629a)
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
8/27
8
Dengan kata lain, mode kegagalan yang serius ditentukan dengan FMEA terlebih
dahulu, kemudian CA dilakukan hanya untuk mode kegagalan yang serius.
Karakteristik kedua adalah MA (Maintainability Analysis). MA dilakukan
berdasarkan keluaran dari FMEA dan CA. Pembuat desain sistem sebaiknya
menyebutkan mode kegagalan, indikator kegagalan, akibat kegagalan, tingkat
keparahan, metode deteksi dan dasar pemeliharaan. Lembar kerja CA dan MA
ditunjukkan pada gambar 1.3 dan gambar 1.4.
Gambar 1.3 Lembar kerja analisa kekeritisan (MIL-1629)
Gambar 1.4 Lembar kerja analisa pemeliharaan (MIL-1629)
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
9/27
9
Karakteristik ketiga dari MIL 1629a adalah, tidak seperti SAE-J1739, nomor
kekritisan tidak ditujukan pada penyebab kegagalan, namun pada mode kegagalan.
Pada MIL 1629a, efek kegagalan dibedakan menjadi efek lokal, efek pada tingkatan
berikutnya, dan efek terakhir. Efek lokal hanya mempengaruhi item pada tingkatan
yang sama. Sedangkan efek pada tingkatan berikutnya hanya mempengaruhi item
pada tingkatan lebih lanjut dalam hirarki sistem, dan efek paling akhir
mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Dengan menganalisa 3 efek,
memungkinkan untuk mengerti aliran dari efek yang disebabkan oleh kegagalan
pada sistem.
3. IEC-60812
Gambar 1.5 Lembar kerja FMECA (IEC-60812)
Spesifikasi proses pada IEC-60812 serupa dengan MIL-1629a. Lembar kerja IEC-
60812 ditunjukkan pada gambar 1.5 Namun tidak seperti MIL-1629a, kelas
kritikalitas hanya dapat ditentukan secara kualitatif. Berdasarkan karakteristik dari
MIL 1629a, IEC-60812, dan SAE-J1738, prosedur FMECA diajukan dengan
lembar kerja ditunjukkan pada gambar 1.6 Lembar kerja tersebut menampilkan
FMEA dan CA dalam satu lembar kerja.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
10/27
10
Gambar 1.6 Lembar kerja FMECA berdasarkan 3 karakteristik
Criticality Analysis pada setiap mode kegagalan ditambahkan ke FMEA untuk
menggolongkan kekritisan dari mode kegagalan untuk menetapkan strategi
pemeliharaan.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
11/27
11
BAB II
RESUME JURNAL
A. Studi Kasus 1 (Risk Problem Number)ANALISA PENYEBAB KEGAGALAN PRODUK WOVEN BAG DENGAN
MENGGUNAKAN METODE FAI LURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS
(STUDI KASUS DI PT INDOMAJU TEXTINDO KUDUS)
Diana Puspita Sari, Zaenal Fanani Rosyada dan Nadia Rahmadhani
Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik UNDIP Jl.Prof. H. Soedarto, SH
Tembalang, Semarang
e-mail:[email protected]
1. Resume JurnalSalah satu Tools yang dapat membantu kegiatan identifikasi kegagalan pada PT.
Indomaju Textindo Kudus adalah Failure Modes and Effects Analysis (FMEA).
Identifikasi kegagalan potensial dilakukan dengan cara pemberian nilai atau skor pada
masing masing moda kegagalan berdasarkan atas tingkat kejadian (occurrence),
tingkat keparahan (severity), dan tingkat deteksi (detection). (Stamatis, 1995).
Tahapan yang harus dilakukan pada metode FMEA adalah sebagai berikut :
a. Menentukan komponen dari sistem / alat yang akan dianalisab. Mengidentifikasi moda kegagalan dari proses yang diamatic. Mengidentifikasi akibat / (potential effect ) yang ditimbulkanpotential failured. Mengidentifikasi penyebab dari moda kegagalan yang terjadi pada proses yang
berlangsung
e. Menetapkan nilainilai (dengan cara observasi lapangan dan brainstorming)f. Menentukan nilai RPN, yaitu nilai yang menunjukkan keseriusan dari potential
failure
PT Indomaju Textindo Kudus merupakan perusahaan manufaktur di bidang
industri pengepakan, dan menjadisupplier karung plastik (woven bag) dan karung kain
(calico bag). Pada penelitian ini pengamatan hanya dilakukan pada produk woven
bag karena merupakan produk utama dari perusahaan. Tabel 2.1.1 menunjukkan mesin
yang digunakan dalam proses produksi serta fungsinya.
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected] -
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
12/27
12
Tabel 2.1.1 Mesin yang Digunakan pada PT Indomaju Textindo Kudus
(Sumber : Departemen QC Produksi PT Indomaju Textindo Kudus)
Pengendalian kualitas yang dilakukan di perusahaan masih kurang maksimal. Hal ini
dapat dilihat dari adanya sejumlah produk yang cacat dalam setiap kali produksi.
Apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka akan merugikan pihak perusahaan.
Berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan pada bulan Juli, Agustus, dan
September 2010, frekuensi cacat produk woven bag PT Indomaju Textindo Kudus dapat
dilihat pada tabel 2.1.2 sebagai berikut:
Tabel 2.1.2 Jumlah Kegagalan Produk Woven Bagpada PT Indomaju Textindo Kudus
BulanJumlah Produk Jadi
(pcs)
Jumlah Cacat
(pcs)
Persentase
(%)
Jul-10 2.410.202 67.398 2,80
Aug-11 2.307.754 64.346 2,79
Sep-10 2.145.420 63.180 2,94
(Sumber : Departemen QC Produksi PT Indomaju Textindo Kudus)
Angka persentase kegagalan yang dialami oleh perusahaan ini dinilai sebagai kegagalan
yang cukup besar, karena angka maksimum kegagalan yang telah ditetapkan adalah
sebesar 2%. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, maka diperlukan
evaluasi untuk menekan terjadinya waste yaitu dengan menganalisa kegagalan proses.Penentuan moda kegagalan potensial dilihat dari material yang digunakan, metode
No. Nama Mesin Jumlah Proses yang Terjadi
1 Extruder 2 unitPengolahan bijih plastik menjadi benangbenang
plastik
2 Circular Loom 65 unitPenganyaman benang plastik menjadi gulungan
karung
3 CuttingSewing 5 unit Pemotongan dan penjahitan karung plastik
4 Printing 3 unit Pencetakan gambar dan tulisan pada karung plastik
5
Ultrasonic
Sealing6 unit Penyegelan pada setiap karung plastik
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
13/27
13
kerja, tenaga kerja, maupun masing masing mesin atau proses yang berjalan. Tabel
2.1.3 adalah identifikasi moda kegagalan potensial yang terjadi pada produk woven bag.
Tabel 2.1.3 Moda Kegagalan Potensial Produk WovenBag PT Indomaju Textindo K
Nama Alat / Proses Moda Ke a alan Potensial
Material / bahan bakuKualitas bahan baku yang tidak sesuai dengan
spesifikasi
Metode kerja Mixing PP dan calcium tidak sempurna
Extruder / pembuatan benang Elemen pemanas mati, Cutter tumpul, Winder rusak
Circular Loom /
penganyaman
Connectingpatah,Dancing platepatah, Shuttle rusak,
Gunpatah
Cuttingsewing /
pemotongan dan penjahitan
Mesin jahit tidak menjahit dengan baik, Supply karung
miring, Panas komponen pemotong tidak stabil
Printing /pencetakan As roll printing rusak,Polymer film print rusak
Ultrasonic / segelTekanan angin rendah, Mesin ultrasonic kurang/terlalu
panas
Setelah ditentukan nilaiseverity, occurrence, dan detection, selanjutnya dapat dilakukan
perhitungan nilai RPN untuk masing masing moda kegagalan tersebut. Tabel 2.1.4
merupakan urutan moda kegagalan berdasarkan nilai RPN terbesar. Moda kegagalan
dengan nilai RPN terbesar merupakan prioritas untuk dilakukan tindakan korektif.
Tabel 2.1.4 Ranking RPN Untuk Masing-masing Moda Kegagalan
Ranking Moda RPN1 Shuttle 1962 Winder 1803 Mesin jahit tidak menjahit dengan baik 150
4 Dancing platepatah 1445 Mesin ultrasonic kurang / terlalu panas 1206 As rollprinting rusak 967 Elemen pemanas mati 808 Tekanan angin mesin ultrasonic rendah 809 Supply karung miring 75
10 Panas komponen pemotong tidak stabil 64
11Kualitas bahan baku yang tidak sesuai
dengan 48
12 Cutter 4813 Connecting 4214 Mixing PP dan calcium tidak sempurna 32
15 Polymer film print rusak 2016 Gun 18
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
14/27
14
2. Pendekatan FMECAFMECA dimulai dengan tahap konseptual dan persiapan, desain ketika sistem tersebut
dianalisa lebih dari suatu perspektif fungsional. Menurut Benjamin S Blanchard (1994)
pendekatan umum pelaksanaan FMECA dapat dilihat pada gambar 2.1.1 sebagai berikut
ini:
Gambar 2.1.1 Pendekatan FMECA
Sehingga worksheet FMEA dengan CA dimana titik kritis ditentukan dari nilai RPN
berdasarkan jurnal diatas sebagai berikut ini:
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
15/27
15
N
o
Description Unit Description of Failure Effect of Failure Failure Rate Comment
(Critical)Reference Fungsi O.M F.Mod F.Mech DOF EF.Sub EF. Primary FR SR Risk RM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Material
Bahan baku yangdiperlukan untuk
melakukan proses
produksi
StandbyLoose
partOperation
Casual
observation
Produk
gagal
Kecacatan
produk48 6
Sebaiknyasering
melakukan
inspeksi,perawatan
mesin dan
membuat
checklist untuk
mempermudahperawatan
Low
2MetodeKerja
Teknik dalam
melakukan prosespengerjaan produksi
woven bag
Standby Failed OperationCasual
observation
Kinerja
tidak
optimal
Kinerja tidakoptimal
32 7 Low
3 Extruder
Untuk melakukan
pengolahan bijihplastik menjadi
benang-benang
plastik
NormalInternal
leakage
Temprature
dan Fouling
Performance
monitoring
Merusakayaman
benang
Kualitasbenang
menurun
308 2 High
4Circular
Loom
Untuk melakukan
proses penganyamanbenang plastik
menjadi gulungankarung
NormalInternal
leakageCorrosion
Corrosion
monitoring dan
Internal
inspection
Kerapatan
benang
tidak
sesuai
Gulungan
mudah rusak400 1 High
5Cutting-
Sewing
Untuk melakukanpemotongan dan
penjahitan karungplastik
NormalOut of
range
Temprature
dan
Operation
Internal
inspection
Produktidak
sesuaikeinginan
Jahitan tidak
bagus dan
tidak rapi
289 3 High
6 Printing
Untuk melakukan
percetakan gambardan tulisan pada
karung plastik
Normal Stuck Stress Performancemonitoring
Produk
tidaksesuai
keinginan
Produk
menjadikurang
menarik
116 5 Low
7 Ultrasonic
Untuk melakukan
penyegelan pada
setiap karung plastik
NormalOut of
range
Pressure dan
TempratureThermography
Produk
cacat
Keaslian
produk
dipertanyakan
200 4 Medium
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
16/27
16
3. KesimpulanBerdasarkan nilai RPN tertinggi, tindakan korektif dapat dilakukan perusahaan terhadap
moda kegagalan yang terjadi dengan urutan sebagai berikut : shuttle rusak, winder
rusak, mesin jahit yang tidak menjahit dengan baik, dancing plate patah, temperatur
terlalu panas pada mesin ultrasonic, as roll printing rusak, elemen pemanas mati pada
mesin extruder, tekanan angin rendah pada mesin ultrasonic,supply karung miring pada
proses pemotongan dan penjahitan, panas elemen pemotong yang tidak stabil pada
mesin potong, cutter tumpul pada mesin extruder, kegagalan pada material, connecting
patah pada mesin circular loom, kesalahan metode kerja, polymer film rusak pada
proses pencetakan, dangunpatah pada proses penganyaman.
Dari keseluruhan moda kegagalan yang terjadi, sebagian besar moda kegagalan
disebabkan oleh operator atau manusia. Untuk itu, tindakan yang dapat dilakukan untuk
menekan hal ini adalah dilakukannya pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan,
pemahaman peran karyawan dalam menciptakan kualitas produk yang baik, dan
dilakukan peneguran terhadap karyawan yang telah melakukan kesalahan.
B. Studi Kasus 2 (Risk Problem Number)IDENTIFIKASI TITIK KRITIS TRACEABILITY MENGGUNAKAN METODE
PENDEKATAN Failure Modes Ef fects and Cri ticality Analysis(FMECA) PADA
INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BREADED DI PT YMolly Hesamestyna
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, 2011
1. Resume SkripsiTujuan dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis dan mengidentifikasi titik kritsi
pada implementasi internal traceabilitydengan menggunakan metode FMECA dalam
proses produksi udang breaded di PT Y. Evaluasi titik kritis yang digunakan pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan RPN. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan acuan RPN pada SAE J1739 yaitu Standard yang digunakan pada
industry automobile dan juga biasa digunakan sebagai standard pada industri lainnya.
Analisis FMEA dengan menggunakan metode RPN untuk memberi peringkat (ranking)
dan menaksir resiko titik kegagalan yang potensial terjadi pada desain titik kritis
traceability. RPN adalah metode yang dikembangkan dengan menganalisis tingkat
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
17/27
17
kepelikan (severity level), tingkat peluang terjadinya (probabbility of occurence level)
dan tingkat ditemukannya (detection of occurence level) pada setiap kemungkinan
kegagalan titik kritis traceability. Ketiga faktor tersebut akan dikalikan dan masing-
masing faktor memiliki ranking yang berkisar antara 1 hingga 10 dimana pada akhirnya
nilai RPN yang dihasilkan akan memiliki rentang dari 1 hingga 1000. Nilai RPN yang
lebih tinggi diasumsikan memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
RPN yang lebih rendah (Bowles 2004; Carmignani 2009; Kwai-Sang et al. 2009).
Kegagalan yang mempunyai nilai RPN lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan
diberi prioritas lebih tinggi untuk segera diperbaiki (Kwai-Sang et al. 2009).Adapun
hasil penelitian yang telah dilakukan dengan memperhatikan nilai RPN sebagaiindikator titik kritis bagian proses yang sedang berlangsung sebagai berikut ini:
No. Tahapan proses Kemungkinan Kegagalan/Penyebab Failure RPN
1Pengangkutan bahan
baku
Tidak ada pencatatan Surat Perjanjian Jual BeliUdang
Tidak ada Nota pembelian ProdukTidak ada pencatatan Nota Timbang Produk
saat di tambak/ tiba diperusahaan
1.10
1.20
1.30
24
24
24
2 Penerimaan bahanbaku
Tidak diberikannya label pada saat penerimaanTidak dilakukannya pengujian bahan baku
yaitu uji mikrobiologi dan uji antibiotik
2.10
2.20
27
13.5
3 Pencucian 1 Tidak diberikannya label 3.10 40.54 Potong Kepala
Tidak diberikannya labelTidak ada penimbangan rendemen udang
setelah potong kepala
4.10
4.20
40.5
27
5 Pencucian II Tidak diberikannya label 5.10 40.56 Sortasi size Tidak diberikannya label 6.10 40.57 Sortasi final Tidak diberikannya label 7.10 40.58 Pencucian III Tidak diberikannya label 8.10 40.59 Kupas (peeled)
Tidak ada tagging grup karyawan/ masing-masing KaryawanTidak diberikannya label
9.10
9.20
600
40.5
10 Pembuangan ususTidak ada tagging grup karyawan/ masing-
masing karyawan
10.10 135
11 Pencucian III Tidak diberikannya label 11.10 13512 Gores perut
Tidak ada tagging grup karyawan/ masing-masing karyawan
12.10 135
13 StretchingTidak ada tagging grup karyawan/ masing-
masing karyawan
13.10 135
14 Pencucian IV Tidak diberikannya label 14.10 40.515 Soaking Tidak diberikannya label 15.10 40.516 Pemberian predust Tidak ada tagging grup karyawan/ masing- 16.10 450
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
18/27
18
No. Tahapan proses Kemungkinan Kegagalan/Penyebab Failure RPN
masing karyawan
17Pemberian batter dan
bread crumb
Tidak ada tagging grup karyawan/ masing-masing karyawan
17.10 450
18 Penyusunan tray Tidak diberikannya label 18.10 40.519 Penimbangan
Tidak diberikannya labelTidak diketahui berat akhir udang setelah
proses breaded
19.10
19.20
40.5
108
20 Pemeriksaan AkhirPemeriksaan kadar mikrobiologi produkTidak diberikannya label 20.1.020.20 13.540.5
21 Pembekuan
Tidak diberikannya labelHuman error (tidak didokumentasikan nomor
rack yang masuk kedalam ruang ABF)
21.10
21.20
40.5
45
22 Pemeriksaan filth Tidak diberikannya label 22.10 40.523 Pengemasan primer
Tidak diberikannya labelKelalaian karyawan yang berasal dari
karyawan (rambut, benang dari pakaian atau
robekan sarung tangan)
23.10
23.20
81
81
24 Pendeteksian Logam Tidak diberikannya label 24.10 8125
Pengemasan
Sekunder
Penomoran produk tersisa yang jumlahnyasedikit menjadi label dengan jumlah produk
yang terbanyak dalam 1 MC
Misslabelling
25.10
25.20
240
48
26
Penyimpanan dalam
coldstorage
Pencatatan serta manajemen terhadap mastercartoon produk udang yang masuk dan keluar(First In First Out)
26.10 81
27Stuffing dan
Distribusi
Pengemasan produk kurang baikPerekaman invoice 27.1027.20 1839
2. KesimpulanHasil FMECA yang dilakukan pada manajemen sistem traceability diperusahaan maka
diperoleh bahwa PT Y memiliki 10 kemungkinan titikkegagalan yaitu pada failure ID
1.10; 1.20; 1.30; 9.10; 16.10; 17.10; 19.10; 19.20;25.10; 25.20. Penyebab kemungkinan
kegagalan adalah tidak ada pencatatan Suratperjanjian jual beli udang (1.10); tidak ada
Nota pembelian produk (1.20); Tidak ada pencatatan Nota timbang produk saat di
tambak/ tiba diperusahaan (1.30); Tidak ada tagging grup karyawan/ masing-masing
karyawan(9.10; 16.10; 17.10);Tidak diberikannya label (19.10); Tidak diketahui berat
akhir udang setelahproses breaded (19.20); Penomoran produk tersisa yang jumlahnya
sedikitmenjadi label dengan jumlah produk yang terbanyak dalam 1 MC (25.10); dan
Misslabelling (25.20). Peneliti mengajukan proposal perbaikan structural manajemen
taceability dalam perusahaan yang bertujuan menurunkan level/ areakritis dari masing-
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
19/27
19
masing failure ID sehingga tercapai keefektifan dan keefisienan sistem manajemen
traceability di dalam perusahaan.
C. Studi Kasus 3 (Critical Number)PERHITUNGAN OVERALL EQUIPMENT EFF ECTIVENESSPADA JALUR
PRODUKSI PEMBUATAN KALENG KEMASAN SUSU KENTAL MANIS
MENGGUNAKAN METODE ROOT CAUSE ANALYSISAntonius Tri Aryono
Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 2011
1. Resume SkripsiLatar belakang permasalahan penelitian ini adalah rendahnya nilai OEE jalur produksi
pembuatan kaleng kemasan untuk susu kental manis. Aktual nilai OEE berada di angka
60 % hingga 70 %. Nilai tersebut masih berada dibawah target yang tetapkan
perusahaan. Penelitian ini bertujuan mendesain program untuk meningkatkan nilai OEE
pada jalur produksi tersebut. Ada 3 faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai OEE,
yaitu faktor ketersediaan, kinerja dan kualitas. Berdasarkan data yang diperoleh ternyata
faktor ketersediaan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada rendahnya nilai
OEE. Jalur produksi pembuatan kaleng kemasan terdiri atas 7 mesin . Rendahnya nilai
ketersediaan ternyata dipengaruhi oleh terjadinya kerusakan pada mesin mesin tersebut.
Dari data yang diperoleh, ternyata ada 4 mesin yang mendominasi terjadinya kerusakan
pada jalur produksi tersebut.Mesin-mesin tersebut adalah, mesin Body Maker, Parting,
Palletizer, dan mesin Seamer. Langkah selanjutnya adalah melakukan Criticality
Analysis pada mode kegagalan yang sering terjadi pada mesin-mesin tersebut. Mode
kegagalan dengan tingkat kekritisan tinggi kemudian dianalisa lebih lanjut
menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Dari hasil analisa tersebut akan didapatkan
akar penyebab terjadinya kerusakan pada mesin yang dijadikan dasar dalam membuat
desain program perbaikan. Dengan menerapkan langkah-langkah perbaikan tersebut,
diharapkan kerusakan pada mesin berkurang, sehingga nilai ketersediaan akan naik, dan
nilai OEE sebesar 80 % yang ditetapkan dapat terwujud. Tujuan dari penelitian ini ialah
membuat desain program peningkatan nilai OEE (Overall Equipment Effectiveness)
Can Making jalur 1 agar dapat memenuhi target yang ditetapkan perusahaan.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
20/27
20
2. Evaluasi kekritisanDari perhitungan OEE yang telah dilakukan sebelumnya, langkah selanjutnya adalah
mendefinisikan mode kegagalan pada 4 stasiun kerja yang paling berkontribusi terhadap
kerusakan area can making line 1, yaitu stasiun kerja body maker, parting, palletizer,
dan seamer. Semua mode kegagalan kemudian akan dinilai tingkat kekritisanya
terhadap faktor keselamatan, lingkungan, kerugian produksi, dan biaya pemeliharaan.
Tabel 4.47 merupakan kriteria evaluasi dalam analisa kekritisan mode kegagalan.
Berdasarkan evaluasi pada tabel diatas,maka dapat dibentuk matrik kekritisan untuk
area can making line 1, dalam pengaruhnya terhadap faktor keselamatan, lingkungan,
kerugian produksi, dan biaya pemeliharaan (Gambar 4.39). Matrik inilah yang dijadikan
landasan dalam menilai tingkat kekritisan mode kegagalan pada FMECA.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
21/27
21
Dari tabel dan gambar matriks diatas maka dilakukan analisa kekritisan pada 4 mesin
sebagai berikut ini:
a. Analisa kekritisan mesin body makerPada tabel berikut terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi,
diantaranya pergerakan tidak sinkron pada feeder, suhu yang tinggi pada sheet
conveyor, pergerakan tidak sinkron pada sistem transport, body can macet,
pengelasan yang tidak baik, dan suhu yang tinggi pada sistem wire. Setelah masing
masing mode kegagalan dinalisa, ternyata ada 3 mode kegagalan yang memiliki
tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 3 lainya memiliki tingkat kekritisan
menengah (Medium). Ketiga mode kegagalan tersebut adalah, pergerakan tidak
sinkron pada feeder, body can macet, dan pengelasan yang tidak baik.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
22/27
22
b. Analisa kekritisan mesin partingPada tabel berikut terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi,
diantaranya pengereman yang tidak berjalan normal, posisi yang tidak sinkron,
pemotongan yang tidak normal, shutdown yang tidak normal, dan unit lubrikasi
tidak berfungsi. Setelah masing masing mode kegagalan dinalisa, ternyata hanya
ada 3 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 2
lainya memiliki tingkat kekritisan menengah (Medium). Ketiga mode kegagalan
tersebut adalah, posisi yang tidak sinkron, pemotongan yang tidak normal, dan unit
lubrikasi tidak berfungsi.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
23/27
23
c. Analisa kekritisan mesin palletizerPada tabel berikut terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi,
diantaranya mesin tidak dapat bekerja normal, Posisi yang tidak benar, dan
kerusakan pada sistem pneumatic. Setelah masing masing mode kegagalan dinalisa,
ternyata hanya ada 2 mode kegagalan yang memiliki tingkat kekritisan tinggi
(High), sedangkan yang lainya memiliki tingkat kekritisan menengah (Medium).
Kedua mode kegagalan tersebut adalah, posisi yang tidak benar dan kerusakan pada
sistem pneumatic.
d. Analisa kekritisan mesin seamer
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
24/27
24
Pada tabel 4.67 terdapat beberapa mode kegagalan yang diidentifikasi, diantaranya
body can macet, timing tidak tepat, kemacetan pada lid, hasil seaming tidak baik,
Mesin tidak dapat bekerja, dan suhu yang tinggi pada sistem. Setelah masing
masing mode kegagalan dinalisa, ternyata hanya ada 3 mode kegagalan yang
memiliki tingkat kekritisan tinggi (High), sedangkan 2 lainya memiliki tingkat
kekritisan menengah (Medium) dan sisanya rendah (Low). Ketiga mode kegagalan
tersebut adalah, body can macet, timing yang tidak tepat, kemacetan pada lid, dan
hasil seaming tidak baik.
3. KesimpulanBerdasarkan data yang didapat, rendahnya nilai OEE area can making line 1 sebesar
60% hingga 70 % ternyata sangat dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan peralatan. Ada
3 jenis kegagalan pada peralatan yang mempengaruhi tingkat ketersediaan, yaitu
penghentian rutin, kegagalan pasokan, dan kerusakan pada peralatan. Dari 3 jenis
kegagalan tersebut, ternyata kerusakan pada peralatan merupakan kegagalan yang
paling dominan. Ada 4 mesin yang berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan pada
area can making line 1. Mesin-mesin tersebut adalah mesin Body Maker, mesin Parting,
Palletizer, dan mesin Seamer. Dari hasil analisa menggunakan FTA terhadap mode
kegagalan yang sering terjadi pada keempat mesin tersebut, akan didapatkan akar
penyebab terjadinya kerusakan. Akar penyebab tersebut menjadi landasan dalam
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
25/27
25
mendesain tindakan perbaikan guna meningkatkan nilai OEE menjadi 80 % seperti yang
ditargetkan oleh perusahaan.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
26/27
26
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan sebagai berikut ini:
1. FMECA (Failure Mode, Effect, and Criticality Analysis) adalah prosedur untukmengidentifikasi potensi kegagalan, menentukan penyebab dan akibat dari mode
kegagalan dan menghilangkan efeknya terhadap sistem
2. FMECA terbagi atas 3 jenis worksheet yaitu Lembar kerja SAE-J1739 yangdigunakan dalam industry otomotif, MIL-1629a digunakan dalam industri militer,
dan IEC60812 digunakan dalam industri elektronik.
3. Berdasarkan pendekatan FMECA diketahui tingkat kritis terbagi atas 3 yaitu High,Medium dan Low.
-
7/22/2019 Mananajemen perawatan presentasi
27/27
DAFTAR PUSTAKA
1. Puspita, Diana Sari. Skripsi Analisa Penyebab Kegagalan Produk Woven BagDengan Menggunakan MetodeFailure Mode And Effects Analysis (Studi Kasus Di
Pt Indomaju Textindo Kudus) Universitas Wahid Hasyim Semarang: 2011
- Nama file, 209-415-1-SM.PDF- Jenis file, Jurnal- Didownload pada, http://www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/PROS
IDING_SNST_FT/article/view/209/200
2. Hesamestyna, Molly. Skripsi Identifikasi Titik Kritis Traceability MenggunakanMetode Pendekatan Failure Modes Effects And Criticality Analysis (Fmeca) Pada
Industripengolahan Udang Breaded Di PT Y. Institute Pertanian Bogor: 2011
- Nama file, C11mhe.pdf- Jenis file, Skripsi- Didownload pada,
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51098 /C11mhe.pdf
3. Tri, Antonius Aryono. Skripsi. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness PadaJalur Produksi Pembuatan Kaleng Kemasan Susu Kental Manis Menggunakan
MetodeRoot Cause Analysis. Universitas Indonesia :2011
- Nama file, digital_20293283-S1494-Perhitungan overall.pdf- Jenis file, Skripsi- Didownload pada, http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20293283-S1494-Perhi
tungan%20overall.pdf
http://www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/PROShttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51098http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20293283-S1494-Perhihttp://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20293283-S1494-Perhihttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51098http://www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/PROS