reyningtyas putri perwitasari naskah ringkas ft 2014

Upload: dian-sepala-sihombing

Post on 10-Oct-2015

258 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

contoh jurnal UI

TRANSCRIPT

Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Ketahanan Korosi Sumuran Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205

Reyningtyas Putri Perwitasari, Rini Riastuti

Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16436, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Baja tahan karat dua fasa SAF 2205 memiliki ketahanan korosi menyeluruh dan korosi terlokalisasi di berbagai lingkungan. Akan tetapi, baja tahan karat dua fasa SAF 2205 rentan terserang korosi sumuran pada lingkungan klorida. Perlakuan panas dilakukan untuk meningkatkan ketangguhan baja tahan karat SAF 2205. Pada penelitian ini dilakukan investigasi pengaruh perlakuan panas baja tahan karat SAF 2205 terhadap korosi sumuran dengan melihat temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Nilai temperatur kritis korosi sumuran diinvestigasi menggunakan polarisasi potentiodynamic dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) di larutan NaCl 1M. Hasil pengujian menunjukkan nilai temperatur kritis korosi sumuran baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah 650C dan perlakuan panas tidak mempengaruhi nilai tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fasa yang rentan terserang korosi sumuran adalah fasa austenit.

Influence of Heat Treatment on Pitting Corrosion Resistance of Duplex Stainless Steel SAF 2205

Abstract

Duplex stainless steel SAF 2205 has good corrosion reistance of uniform and localized corrosion in various environments. However, duplex stainless steel SAF 2205 is susceptible to pitting corrosion in chloride environment. Heat treatment was done to improve the toughness of duplex stainless steel SAF 2205. This research was investigated influence of heat treatment on pitting corrosion resistance of duplex stainless steel SAF 2205 by looking at the Critical Pitting Temperature (CPT). The value of critical pitting temperature was investigated by using potentiodynamic polarization and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) methods in 1 M NaCl solution. The results showed that the critical pitting temperature of duplex stainless steel SAF 2205 is 650C and heat treatment didnt affect the critical pitting temperature. Moreover, the result showed that the austenite phase is susceptible to pitting corrosion.

Keywords: critical pitting temperature; EIS; heat treatment; potentiodynamic polarization.

1. Pendahuluan

Baja tahan karat atau yang biasa dikenal dengan stainless steel merupakan material berbasis baja (ferrous material) yang dikenal memiliki ketahanan korosi yang baik dikarenakan pembentukan lapisan oksida pasif dari unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada baja tersebut. Aplikasi baja tahan karat sangat luas, mulai dari industri minyak dan gas, industri petrokimia, industri otomotif, hingga peralatan rumah tangga[2,3,4]. Baja tahan karat dua fasa (duplex stainless steel) termasuk ke dalam jenis material baja tahan karat (stainless steel) yang terdiri dari dua fasa, yaitu austenit dan ferit. Kedua fasa tersebut membentuk sifat keseluruhan dari baja tahan karat dua fasa. Salah satu jenis material baja tahan karat dua fasa adalah SAF 2205 (UNS S31803). Baja tahan karat dua fasa SAF 2205 juga diaplikasikan sebagai pipa minyak dan gas di lingkungan offshore. Salah satu jenis pipa baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah grade 140 yang merupakan hasil cold pilgering yang memiliki kekuatan luluh minimal 140 ksi (965 Mpa) dan elongasi minimal 9%. Untuk meningkatkan ketangguhan pipa baja tahan karat SAF 2205 maka dilakukan perlakuan panas berupa stress relieve pada rentang temperatur 350-5500C.Meskipun baja tahan karat dua fasa memiliki ketahanan korosi yang baik[1,5,6], tetapi lapisan oksida atau lapisan pasif pada baja tahan karat dua fasa akan mengalami kerusakan jika terdapat ion agrasif seperti Cl- dan membentuk korosi sumuran (pitting corrosion). Akan tetapi, Korosi sumuran tidak akan terjadi pada temperatur di bawah temperatur kritis terjadinya korosi sumuran pada suatu material[3,7]. Oleh karena itu, temperatur kritis korosi sumuran (critical pitting temperature) perlu diketahui untuk setiap material.Penelitian ini dilakukan sebagai studi untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas baja tahan karat dua fasa SAF 2205 terhadap ketahanan korosi sumuran (pitting corrosion) pada lingkungan NaCl dengan mengetahui temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Pengujian ini dilakukan menggunakan pengujian elektrokimia, yaitu polarisasi dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) pada temperatur yang berbeda-beda hingga temperatur terjadinya korosi sumuran. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengamati mikrostruktur hasil perlakuan panas dan mikrostruktur setelah pengujian elektrokimia. Mikrostruktur setelah pengujian elektrokimia diamati untuk mengetahui fasa austenit atau ferit yang akan terserang korosi sumuran.

2. Dasar Teori

2.1. Perlakuan Panas Baja Tahan Karat Dua Fasa

Baja tahan karat dua fasa (duplex stainless steel) terdiri dari dua fasa, yaitu austenit dan ferit. Sifat fisik yang dimiliki baja tahan karat dua fasa ini merupakan gabungan antara sifat kedua fasa tersebut. Baja tahan karat dua fasa memiliki ketangguhan yang lebih baik dibandingkan baja tahan karat feritik dan memiliki kekuatan luluh yang lebih tinggi dibandingkan baja tahan karat austenitik. Baja tahan karat dua fasa memiliki formability yang lebih baik dibandingkan baja tahan karat feritik. Akan tetapi, keuletan baja tahan karat ini masih di bawah baja tahan karat austenitik.Perlakuan panas pada baja tahan karat ini dilakukan untuk memperbaiki sifat mekaniknya, yaitu meningkatkan ketangguhannya. Akan tetapi, pada perlakuan panas baja tahan karat harus memperhatikan suhu dan waktu yang digunakan. Perlakuan panas pada waktu dan suhu yang tidak tepat dapat menyebabkan terbentuknya fasa intermetalik (fasa kedua) yang akan menurunkan sifat mekanik baja tahan karat. Oleh karena itu, perlakuan panas yang dilakukan harus memperhatikan kurva TTT dari material.

Gambar 1. Diagram TTT Beberapa Jenis Baja Tahan Karat[2]Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perlakuan panas yang tidak tepat dapat menyebabkan terbentuknya fasa intermetalik (fasa kedua) yang dapat menurunkan sifat mekanik baja tahan karat. Meskipun fasa-fasa tersebut memiliki komposisi masing-masing, akan tetapi seringkali fasa-fasa tersebut terbentuk bersamaan dengan fasa lainnya. Jenis-jenis fasa intermetalik yang mungkin terbentuk pada saat perlakuan panas baja tahan karat dua fasa antara lain fasa sigma (), fasa chi (), nitride kromium, secondary austenite, karbida, fasa R, fasa , dan fasa (475 embrittlement).

2.2. Korosi Sumuran Pada Baja Tahan Karat Dua Fasa

Korosi sumuran (pitting corrosion) merupakan jenis korosi logam yang terlokalisasi dan berpenetrasi ke bagian dalam logam dengan sudut 90o terhadap permukaan logam[5]. Pitting corrosion disebut juga korosi sumur karena pada permukaan logam hanya berupa lubang, tetapi memanjang dan melebar ke bagian dalam logam. Korosi sumuran disebabkan oleh lingkungan (kimia) yang mengandung ion agresif seperti klorida, bromida, iodida, fluorida dan sulfat yang menyebabkan kerusakan secara mekanik atau kimia pada lapisan oksida pasif.

Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Korosi Sumuran[5]

Material baja tahan karat merupakan jenis material yang memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi sumuran. Hal ini dikarenakan terbentuknya lapisan pasif berupa oksida kromium pada permukaan. Ketahanan korosi sumuran pada baja tahan karat juga diperoleh dengan adanya unsur paduan seperti molibdenum dan nitrogen[8]. Ketahanan korosi sumuran dapat diprediksi dengan menghitung nilai PREN, di mana semakin tinggi nilai PREN yang dimiliki suatu material maka ketahanan terhadap korosi sumuran akan semakin baik. Nilai PREN dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini:[8] (1)Perlakuan panas pada baja tahan karat akan mempengaruhi ketahanan terhadap korosi sumuran, termasuk perlakuan panas pada baja tahan karat dua fasa SAF 2205. Perlakuan panas yang menghasilkan fasa intermetalik pada baja tahan karat mempengaruhi ketahanan terhadap korosi sumuran. Pada penelitian Hosni M.E., dkk.[1] adanya fasa sigma hasil pemanasan pada temperatur 8450C selama 10,60, dan 300 menit meningkatkan ketahanan korosi sumuran pada baja SAF 2205 pada temperatur ruang di lingkungan air laut. Korosi sumuran baru menyerang baja SAF 2205 ketika berada di temperatur 500C. Pada penelitian yang dilakukan oleh H.Luo, X.G. Li, dkk.[8] menunjukkan bahwa perlakuan panas solution treatment juga mempengaruhi ketahanan terhadap korosi sumuran pada baja SAF 2205 di lingkungan NaCl. Solution treatment membentuk lapisan pasif yang stabil sehingga memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi sumuran. Seperti yang kita ketahui bahwa mikrostruktur baja tahan karat dua fasa terdiri dari fasa austenit dan ferit. Dengan pengamatan metalografi dapat diketahui fasa mana yang terserang korosi sumuran. Berdasarkan penelitian H. Luo, X.G. Li, dkk..[8] dijelaskan bahwa pada baja SAF 2205 yang telah mengalami solution treatment, korosi sumuran lebih mudah menyerang fasa austenit yang disebabkan oleh fasa ferit mengandung banyak unsur kromium sehingga ketahanan korosinya lebih baik dibandigkan austenit.Salah satu parameter yang penting pada terjadinya korosi sumuran adalah pengaruh temperatur[9]. Temperatur minimum material mengalami korosi sumuran disebut dengan temperatur kritis korosi sumuran (Critical Pitting Temperature/CPT). Nilai CPT pada material dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi ion Cl- yang berada pada rentang 0,01 M-5 M dan rentang pH 1-7[9]. Selain itu, nilai CPT juga dipengaruhi oleh adanya konsentrasi ion sulfat atau thiosulfat dan surface roughness dari material[9]. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa adanya ion-ion Cl- juga mempengaruhi nilai CPT pada material. Berdasarkan penelitian Bo Deng, Yiming Jiang, dkk..[6] dijelaskan bahwa nilai CPT dari baja SAF 2205 yang telah mengalami solution treatment pada suhu 10500C pada 1M NaCl adalah 59,60C.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pipa baja tahan karat dua fasa SAF 2205 grade 140 yang memiliki yang memiliki diameter dalam 99,6 mm; diameter luar 115 mm; dan ketebalan 7,7 mm. Komposisi kimia pipa baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah sebagai berikut:Tabel 1. Komposisi Kimia Baja SAF 2205Komposisi (%)C (max)Si (max)Mn (max)P (max)S (max)CrNiMoN

0,0301,02,00,0300,0152253,20,18

Pipa baja tahan karat dua fasa SAF 2205 kemudian dipotong 1x1 cm dan dilakukan perlakuan panas pada temperatur 350, 450, dan 5500C dengan waktu tahan 10 dan 40 menit. Untuk memudahkan penanganan sampel, maka setiap sampel diberikan penamaan sebagai berikut:

Tabel 2. Penamaan Sampel Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205NoPenamaan SampelKondisi Sampel

Temperatur Perlakuan Panas (0C)Waktu Tahan (menit)

1NoHTTanpa Perlakuan Panas

2X135010

3X435040

4Y145010

5Y445040

6Z155010

7Z455040

Untuk pengujian polarisasi potentiodynamic dan pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) seluruh sampel disolder dengan kawat Cu sebagai penghubung yang kemudian dimounting menggunakan epoxy resin hingga mengeras. Sehingga luas permukaan sampel uji yang terekspos adalah 1 cm2. Sebelum dilakukan pengujian elektrokimia, sampel uji diamplas menggunakan kertas amplas grit 1200, dibilas dengan air distilasi, dibilas dengan aseton, lalu dikeringkan di udara. Sampel yang digunakan untuk pengujian elektrokimia adalah sampel sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan panas. Pengujian elektrokimia dilakukan dengan menggunakan instrument pontentiostat Autolab PGSTAT T302N yang dilengkapi dengan software Nova 1.8 untuk melakukan analisis. Skema pengujian elektrokimia yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Skema Pengujian Elektrokimia

Pengujian elektrokimia dilakukan dengan menggunakan larutan NaCl 1M pada temperature uji 25, 35, 45, 55, dan 650C. Pada saat pengujian elektrokimia dilakukan penentuan nilai OCP (Open Circuit Potential) ditentukan setelah 120 detik hingga didapatkan nilai potensial yang relatif stabil. Pengujian polarisasi potentiodynamic dilakukan pada potensial -500 mV hingga +1500 mV dari nilai OCP. Sedangkan, pengujian EIS dilakukan dengan menggunakan sinyal AC dengan amplitude gelombang sinusoidal 10 mV dengan rentang frekuensi 10 KHz hingga 3 Hz. Hasil plot grafik Nyquist dan Bode dari hasil pengukuran kemudian dilakukan fitting untuk mendapatkan sirkuit ekuivalen listrik yang representatif. Elemen listrik tersebut akan diinterpretasi untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada interface logam dan elektrolit.Mikrostruktur hasil perlakuan panas diamati dengan mikroskop optik. Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur, sampel dipreparasi dan dietsa menggunakan elektroetsa KOH 20% dengan tegangan 3 volt selama 45 detik. Sedangkan, mikrostruktur hasil pengujian elektrokimia diamati menggunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope (SEM) yang sebelumnya juga dietsa menggunakan elektroetsa KOH 20% dengan tegangan 3 volt selama 45 detik.

4. Hasil Penelitian

4.1. Mikrostruktur Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205

Berikut ini merupakan mikrostruktur baja tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum dan sesudah perlakuan panas yang dilakukan:

(C)

Gambar 4. Mikrostruktur SAF 2205 Dengan Perbesaran 500x (a) Sebelum Perlakuan Panas Dan Setelah Perlakuan Panas (b) 3500C, 10m; (c) 3500C, 40m; (d) 4500C, 10m; (e) 4500C, 40m; (f) 5500C, 10m; (g) 5500C, 40m.4.4. Mikrostruktur Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205 Hasil Pengujian CPT

Berikut ini merupakan mikrostruktur seluruh sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205 setelah pengujian elektrokimia:

(g)(d)(c)(b)(a)

(f)(e)

(g)

Gambar 5. Mikrostruktur SAF 2205 Setelah Pengujian Elektrokimia Dengan Perbesaran 200x (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 3500C, 10m; (c) 3500C, 40m; (d) 4500C, 10m; (e) 4500C, 40m; (f) 5500C, 10m; (g) 5500C, 40m.

4.2. Hasil Pengujian Polarisasi Potentiodynamic

Berikut ini adalah grafik hasil pengujian polarisasi potentiodynamic pada sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum dan sesudah perlakuan panas:

(b)(a)

(f)(e)(d)(c)

(g)

Gambar 6. Grafik Polarisasi Potentiodynamic SAF 2205 (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 3500C, 10m; (c) 3500C, 40m; (d) 4500C, 10m; (e) 4500C, 40m; (f) 5500C, 10m; (g) 5500C, 40m.4.3. Hasil Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS)

Grafik Nyquist hasil pengujian EIS untuk seluruh sampel uji di masing-masing termperatur adalah sebagai berikut:

(b)(a)

(d)(c)

(f)(e)

(g)

Gambar 7. Grafik Nyquist Hasil EIS SAF 2205 (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 3500C, 10m; (c) 3500C, 40m; (d) 4500C, 10m; (e) 4500C, 40m; (f) 5500C, 10m; (g) 5500C, 40m.

Tabel 3. Nilai Elemen Listrik Hasil Fitting Grafik NyquistSampelTemperatur Uji (0C)Rs (ohm)Rct atau Rpas (ohm)CPE/Cdl (F)N

No HT257.791.1x101269.20.898

357.371.1x101283.10.873

4521.51.1x101259.10.887

557.791.1x10121530.814

653.2122.763.10.952

X1254.621.1x10121060.833

3514.71.1x10121080.835

458.941.1x10121030.829

5516.91.1x101266.30.897

65131791140.858

X4257.531.1x10121030.795

35140001.1x10122220.27

45364001.1x10121640.183

5557401.1x10122820.302

651130980003870.523

Y12520.81.1x101275.40.782

3522.61.1x101277.70.831

4540401.1x101297.50.605

558.11.1x101288.90.863

6525607492790.256

Y4255.041.1x10121030.837

3511.61.1x10121260.806

454.651.1x10121010.84

555.141.1x10123800.722

6513832501350.386

Z1255.771.1x101281.30.856

35111.1x101284.70.84

454.591.1x10121880.791

555.371.1x10121340.816

655.042063.20.983

Z4255.741.1x10121110.85

3526.41.1x10121280.842

4525.81.1x10121500.815

5521.41.1x10122190.75

658.141843050.722

4.5. Hasil Pengujian SEM Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205 Setelah Pengujian Elektrokimia

Setelah pengujian elektrokimia, salah satu sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205 diamati menggunakan SEM. Sampel yang diamati adalah sampel perlakuan panas pada temperatur 3500C selama 40 menit (X4). Hasil pengamatan untuk sampel tersebut adalah sebagai berikut:(b)(a)

Gambar 8. Mikrostruktur Hasil Pengamatan SEM (a) Lubang Korosi Sumuran Pada Austenit (b) Pengukuran Diameter Lubang

Gambar 9. Hasil Pengujian EDS Pada Lubang Korosi SumuranTabel 4. Komposisi Hasil Pengujian Pada Salah Satu Lubang Korosi SumuranKomposisi (%wt)CSiMoClTiVCrFeNi

4.180.962.960.250.740.7325.3761.403.43

4.6. Pengamatan Visual Hasil Pengujian Polarisasi Potentiodynamic

Berikut ini merupakan pengamatan visual pada permukaan seluruh sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205 setelah dilakukan pengujian polarisasi potentiodynamic: (d)(c)(b)(a)

(g)(f)(e)

Gambar 10. Permukaan Sampel Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205 Setelah Pengujian Polarisasi Potentiodynamic (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 3500C, 10m; (c) 3500C, 40m; (d) 4500C, 10m; (e) 4500C, 40m; (f) 5500C, 10m; (g) 5500C, 40m.

5. Pembahasan

5.1. Mikrostruktur Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205

Mikrostruktur baja tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum dan sesudah perlakuan panas dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 tersebut terlihat bahwa fasa austenit adalah bagian yang berwarna putih (terang) sedangkan fasa ferit adalah bagian yang berwarna cokelat atau sedikit berwarna biru (gelap). Permukaan sampel yang diamati adalah bagian permukaan yang searah dengn arah rol. Hasil pengamatan mikrostruktur untuk seluruh sampel, seluruh gambar hanya menunjukkan fasa austenit dan ferit (tidak terlihat fasa-fasa sekunder). Jika melihat perbandingan mikrostruktur sebelum perlakuan panas dan sesudah perlakuan panas, maka dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan mikrostruktur akibat perlakuan panas. Selain itu, dari mikrostruktur hasil perlakuan panas, terlihat bahwa tidak terdapat fasa kedua yang dihasilkan dari perlakuan panas baja tahan karat dua fasa tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlakuan panas yang dilakukan tidak mengubah mikrostruktur atau memunculkan fasa kedua pada baja tahan karat dua fasa SAF 2205.Mikrostruktur baja tahan karat dua fasa SAF 2205 setelah pengujian CPT dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa terdapat lubang akibat korosi sumuran yang sudah berukuran besar pada seluruh sampel uji. Lubang yang berukuran besar ini sudah menutupi bagian butir ferit dan austenit secara keseluruhan. Akan tetapi, pada mikrostruktur tersebut terdapat terlihat lubang-lubang kecil yang merupakan inisiasi korosi sumuran. Jika diperhatikan dengan baik, terlihat bahwa lubang-lubang tersebut sebagian besar berada di batas butir antara ferit dan austenit bahkan ada yang sudah menyebar ke arah fasa austenit (fasa yang berwarna terang). Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan SEM pada Gambar 8 (a) terlihat bahwa lubang hasil korosi sumuran berada fasa austenit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan dengan mikroskop optic dan SEM, korosi sumuran setelah pengujian CPT terinisiasi di batas butir antara austenit dan ferit yang kemudian berkembang ke arah austenit. Selain itu, berdasarkan Gambar 8 (b), terlihat bahwa lubang yang terbentuk tidak berbentuk lingkaran sempurna. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada arah horizontal, lubang tersebut memiliki diameter 127,1 m dan 112,5 m pada arah vertikal. Sedangkan, berdasarkan hasil uji komposisi pada Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat unsur Cl pada lubang tersebut. Adanya Cl mengunjukkan bahwa lubang tersebut memang terjadi akibat korosi sumuran yang disebabkan oleh ion Cl- yang merusak lapisan pasif baja tahan karat SAF 2205.Dengan melihat mikrostruktur yang diamati menggunakan mikroskop optik maupun SEM, dapat disimpulkan bahwa korosi sumuran terinisiasi pada batas butir antara ferit dan austenit. Korosi sumuran yang terjadi lebih menyerang fasa austenit dibandingkan ferit. Kesimpulan lain yang dapat diambil berdasarkan hasil uji komposisi adalah lubang-lubang yang terdapat pada permukaan dari hasil pengujian CPT memang terjadi karena korosi sumuran akibat ion Cl- yang merusak lapisan pasif baja tahan karat SAF 2205.

5.2. Hasil Pengujian Polarisasi Potentiodynamic

Setelah mengamati hasil pengujian untuk seluruh variabel sampel sebelum perlakuan panas maupun sampel hasil perlakuan panas pada Gambar 5, hubungan nilai potensial breakdown terhadap temperatur pengujian CPT dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 11. Grafik Ebrekdown vs Temperatur UjiBerdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa seluruh sampel uji memiliki nilai potensial breakdown yang konstan pada temperatur uji 25-550C. Sedangkan, potensial breakdown mengalami penurunan yang signifikan ketika temperatur uji 650C. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai CPT untuk seluruh sampel uji pada pengujian kali ini adalah 650C karena pada temperatur tersebut mulai terjadi korosi sumuran pada seluruh sampel uji. Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah perlakuan panas pada variabel temperatur dan waktu tahan yang telah dilakukan tidak mempengaruhi nilai CPT dari sampel baja SAF 2205. Hal ini dikarenakan baik sampel sebelum perlakuan panas maupun sampel sesudah perlakuan panas terserang korosi sumuran pada 650C. Sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205 mengalami korosi sumuran pada temperatur uji 650C juga dapat dibuktikan dengan melihat permukaan sampel pada Gambar 10, di mana setelah pengujian polarisasi potentiodynamic pada temperatur 650C terdapat lubang-lubang (pit) pada permukaan sampel.Nilai potensial breakdown pada temperatur uji 650C (ptensial pitting) dapat dilihat pada Gambar 12 untuk sampel perlakuan panas dengan waktu tahan 10 menit di masing-masing termperatur dan Gambar 13 untuk sampel perlakuan panas dengan waktu tahan 40 menit di masing-masing termperatur. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa pada waktu tahan yang sama, potensial pitting mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan temperatur perlakuan panas yang dilakukan. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin tinggi temperatur perlakuan panas (stress relieve) menunjukkan bahwa tegangan sisa semakin berkurang dan inisiasi korosi sumuran semakin berkurang. Seperti yang kita ketahui bahwa tegangan sisa rentan menjadi inisiasi terjadinya korosi[10].

Gambar 12. Nilai Potensial Pitting Sampel Perlakuan Panas Dengan Waktu Tahan 10 Menit

Gambar 13. Nilai Potensial Pitting Sampel Perlakuan Panas Dengan Waktu Tahan 40 MenitDengan melihat hasil pengujian polarisasi potentiodynamic dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel mengalami korosi sumuran pada temperatur uji 650C dan perlakuan panas yang dilakukan tidak mempengaruhi nilai CPT dari seluruh sampel. Meskipun pada pengujian kali ini dapat ditentukan bahwa nilai potensial breakdown seluruh sampel mengalami penurunan drastis pada temperatur uji 650C, sangat memungkinkan bahwa sudah terjadi penurunan pada rentang temperatur 55-650C. Akan tetapi, pada pengujian kali ini tidak dapat ditentukan nilai potensial breakdown pada rentang temperatur tersebut karena tidak dilakukan pengujian pada rentang temperatur tersebut.

5.3. Hasil Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS)

Seluruh grafik Nyquist hasil pengujian (Gambar 6) kemudian difitting untuk mendapatkan sirkuit ekivalen yang sesuai (Gambar 14). Dari sirkuit tersebut kemudian akan didapatkan beberapa elemen listrik yang menggambarkan kondisi pada permukaan antara logam dan elektrolit. Elemen-elemen listrik yang akan menjadi perhatian adalah tahanan larutan (Rs), tahanan transfer muatan (Rct) yang pada penelitian kali ini dapat dianggap sebagai tahanan pasif (Rpas)[11], kapasitansi double layer (Cdl), constant phase element (CPE), dan Warburg (W). Nilai elemen listrik hasil fitting sirkuit EIS dapat dilihat pada Tabel 4. Untuk mengkompensasi ketidakhomogenan permukaan logam seringkali constant phase element (CPE) digunakan sebagai kapasitansi double layer (Cdl)[12,13,14]. Ketidakhomogenan permukaan logam dapat disebabkan oleh permukaan logam yang kasar, berpori, atau cacat permukaan[15].

Gambar 14. Sirkuit Ekivalen Hasil Fitting Grafik Nyquist

Berdasarkan hasil fitting sirkuit ekivalen tersebut, dapat dilihat bahwa nilai Rct atau Rpas pada temperatur uji 25-550C tidak mengalami perubahan. Sedangkan, pada temperatur uji 650C nilai Rct atau Rpas mengalami penurunan yang sangat drastis. Dengan melihat penurunan nilai tahanan pasif (Rpas) pada temperatur uji 650C dapat ditentukan nilai CPT untuk sampel baja tahan karat dua fasa SAF 2205 sebelum dan sesudah perlakuan panas adalah 650C. Jika melihat bentuk grafik Nyquist pada seluruh sampel uji yang cenderung membentuk sudut 450 dan terdapat elemen Warburg (W) pada hampir seluruh hasil fitting sirkuit ekivalen pada seluruh sampel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa reaksi yang terjadi pada permukaan sampel dan larutan elektrolit dipengaruhi oleh difusi. Reaksi yang terjadi pada permukaan antara logam dan elektrolit salah satunya adalah adsorpsi[10]. Pembentukan lapisan pasif pada permukaan logam salah satunya adalah karena teradsorpsinya oksigen ke permukaan logam sehingga membentuk lapisan oksida yang terdiri dari beberapa layer[10]. Dengan adanya ion Cl- dalam keadaan melimpah pada larutan uji, maka terjadi kompetisi antara Cl- dan oksigen untuk teradsorpsi ke permukaan logam[12]. Seperti yang kita ketahui bahwa difusi terjadi dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Pada kasus ini, larutan elektrolit memiliki konsentrasi Cl- yang tinggi dibandingkan permukaan logam, sehingga kontrol difusi mempengaruhi adsorpsi ion Cl- ke permukaan logam. Semakin tinggi temperatur, dominasi difusi akan semakin meningkat karena kelarutan oksigen akan terbatas ketika temperatur meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol difusi lebih dominan dibandingkan dengan kontrol transfer muatan pada permukaan logam. Kelarutan oksigen yang semakin berkurang seiring kenaikan temperatur akan mengakibatkan ion Cl- akan lebih mudah teradsorpsi ke permukaan logam, merusak lapisan oksida, dan mmbentuk korosi sumuran. Berdasarkan hasil pengujian EIS yang ditinjau dari beberapa aspek, dapat diketahui bahwa nilai CPT untuk seluruh sampel uji baik sebelum perlakuan panas maupun sesudah perlakuan panas adalah 650C. Kesimpulan lain yang dapat diambil dari hasil pengujian ini adalah tidak terjadi perubahan ketahanan korosi sumuran terhadap sampel perlakuan panas yang dilakukan perlakuan panas pada variabel yang ditentukan. Selain itu, proses yang terjadi di permukaan antara logam dan elektrolit dipengaruhi oleh adanya kontrol difusi.

6. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini, yaitu :1. Perlakuan panas yang dilakukan pada temperature 350, 450, dan 5500C dengan waktu tahan 10 dan 40 menit di masing-masing temperatur tidak mengubah mikrostruktur dari baja tahan karat dua fasa SAF 22052. Hasil pengujian polarisasi potentiodynamic menunjukkan bahwa nilai CPT untuk sampel baja tahan karat dua fasa sebelum dan sesudah perlakuan panas adalah 650C.3. Hasil pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) menunjukkan bahwa nilai CPT untuk sampel baja tahan karat dua fasa sebelum dan sesudah perlakuan panas adalah 650C.4. Perlakuan panas yang dilakukan tidak mengubah ketahanan korosi sumuran baja tahan karat dua fasa SAF 2205 karena tidak terdapat perubahan nilai CPT.5. Hasil pengujian polarisasi potentiodynamic dan EIS menunjukkan hasil CPT yang sama, yaitu pada temperature uji 650C. 6. Fasa yang terserang korosi sumuran pada baja tahan karat dua fasa SAF 2205 adalah fasa austenit.

7. Saran

Saran dan rekomendasi yang dapat diberikan untuk penelitian lanjutan mengenai Critical Pitting Temperature (CPT) adalah sebagai berikut:1. Pengujian CPT menggunakan metode potentiostatic dengan scan rate kenaikan temperatur agar mengetahui secara pasti temperatur yang menjadi nilai CPT.2. Melakukan pengujian CPT dengan variabel konsentrasi Cl- untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Cl- terhadap nilai CPT baja tahan karat SAF 2205 yang telah dilakukan perlakuan panas tersebut.3. Melakukan pengujian CPT dengan metode potentiodynamic pada temperatur uji dengan rentang 55-650C untuk mengetahui nilai temperatur pasti terjadinya penurunan potensial breakdown.

8. Referensi

[1] Ezuber, Hosni M., El-Houd, A., El-Shawesh, F. (2006). Effect of Sigma Phase on Seawater Pitting of Duplex Stainless Steel. Desalination 207 : 268-275.[2] Suharno, Bambang. (2012). Kuliah Baja Paduan dan Paduan Khusus : Stainless Steel. Depok : DTMM FTUI.[3] Deng, Bo., dkk. (2009). Evaluation of Localized Corrosion in Duplex Stainless Steel Aged at 8500C With Critical Pitting Temperature Measurement. Electrochimica Acta 54: 2790-2794. (5)[4] Sandvik Materials Technology. (2009). Sandvik Duplex Stainless Steel S-120-ENG-.01.2009. Sandvikens Tryckeri AB: Swedia. (8)[5] Ma, Fong-Yuan. (2012). Corrosive Effects of Chlorides on Metals. In Prof. Nasr Bensalah (Ed.). Pitting Corrosion (pp. 139-178). China: In Tech. (3)[6] Deng, Bo., dkk. (2008). Critical Pitting and Repassivation Temperatures for Duplex Stainless Steel in Chloride Solutions. Electrochimica Acta 53: 5220-5225. (7)[7] Frankel, G.S. (1998). Pitting Corrosion of Metals A Review of the Critical Factors. Journal of Electrochemical Society Vol 145 No.6 : 2186-2198. (12)[8] Luo, H., Li, X.G., Dong, C.F., Xiao, K. (2012). Effect of Solution Treatment on Pitting Behavior of 2205 Duplex Stainless Steel. Arabian Journal of Chemistry. (4)[9] Sadvik Materals Technology. (2013). Sandvik SAF 2205 Material Data Sheet. Sandvikens Tryckeri AB: Swedia. (6)[10] Zaya, Pierre. (1984). Evaluation Theories for The Initial Stages of Pitting Corrosion. McMaster University: Ontario. (23)[11] Autolab Application Note. (2011). Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS). Metrohm Autolab B.V. (11)[12] Jebakumar Immanuel Edison, T., and M. G. Sethuraman. (2013). Electrochemical Investigation on Adsorption of Fluconazole at Mild Steel/HCl Acid Interface as Corrosion Inhibitor. ISRN Electrochemistry: 8. (18)[13] Kissi, M., dkk. (2006). Establishment of Equivalent Circuits from Electrochemical Impedance Spectroscopy Study of Corrosion Inhibition of Steel by Pyrazine in Sulphuric Acidic Solution. Applied Surface Science 252 12: 4190-4197. (19)[14] Moretti, G., F. Guidi, and G. Grion. (2004). Tryptamine as a Green Iron Corrosion Inhibitor in 0.5 M Deaerated Sulphuric Acid. Corrosion Science 46: 2 387-403. (20)[15] Caliskan, Necla, and Esvet Akbas. (2011). The Inhibition Effect of Some Pyrimidine Derivatives on Austenitic Stainless Steel in Acidic Media. Materials Chemistry and Physics 126 3: 983-988.