trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata

Upload: erni-anggriani

Post on 18-Oct-2015

79 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hjklyhulkyiuyiuyvyivyiuvlk

TRANSCRIPT

Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan atau rongga orbita karena adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai mata dengan keras/cepat ataupun lambat.

Trauma mata dapat dibagi maenjadi:I. Trauma Mekanik:1. Trauma tumpul (contusio oculi)2. Trauma tajam (perforasi trauma)

II. Trauma Fisika1. Trauma radiasi sinar inframerah2. Trauma radiasi sinar ultraviolet3. Trauma radiasi sinar X dan sinart terionisasi

III. Trauma Kimia1. Trauma asam2. Trauma basa

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata.

I. Trauma Mekanik1. Trauma tumpulTrauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakn pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olah raga. Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat Counter Coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula.

a. Hematoma KelopakHematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penibunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.Gambaran klinisHematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata. Henatoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita.PenatalaksanaanPenanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak.

b. Edema konjungtivaJaringan konjungtiva yang bersifal lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul.Gambaran klinisEdema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya.PenatalaksanaanPada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

c. Hematoma subkonjungtivaHematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa akibat dari batu rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah.Gambaran klinisBila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan tidak terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul.PenatalaksanaanPengobatan pertama pada hematoma subkonjungtiva adalh dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 2 minggu tanpa diobati.

d. Edema korneaGambaran klinisEdema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif.PenatalaksanaanPengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2 8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.

e. Erosi korneaErosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.Gambaran klinisPada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh.Pada korne akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi fuorosein akan berwarna hijau.PenatalaksanaanAnestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel.Epitel yan terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes.Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida.Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien minimal 24 jam.

f. Erosi kornea rekurenErosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea.PenatalaksanaanPengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea.Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang mungkn timbul.Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi skunder.Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya.

g. IridoplegiaKelumpuhan otot sfingter pupil yang isa diakibatkan karena trauma tumpul pada uvea sehingga menyebabkan pupi menjadi lebar atau midriasis.Gambaran klinisPasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan merasakan silau karena gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap sinar.PenatalaksanaanPenanganan pada pasien dengan iridoplegia post trauma sebaiknya diberikan istirahat untuk mencegah terjadinnya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.h. HifemaHifema adalah darah di dalam bilik mata depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.Gambaran klinisPasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun dan bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Zat besi di dalam bola ata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan ftisis bulbi dan kebutaan.

PenatalaksanaanPenanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan Asetazolamida.Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang.

i. IridosiklitisYaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan uvea pada post trauma.Gambaran klinisPada mata akan terlihat mata merah, akbat danya darah yang berada di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus menurun.Sebaiknya pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan midriatika.PenatalaksanaanPada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal, bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.Penanganan dengan cara bedah mata.

j. Subluksasi LensaSubluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat putusnya sebagian zonula zinn ataupun dapat terjadi spontan karena trauma atau zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan).Gambaran klinisPasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.

PenatalaksanaanPenanganan pada subluksasi lensa adalah dengan pembedahan. Bila tidak terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis, maka dapat diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

k. Luksasi Lensa AnteriorYaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan.Gambaran klinisPasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak. Muncul gejala-gejala glaukoma kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di bilik mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.PenatalaksanaanPenanganan pada Luksasi lensa anterior sebaiknya pasien segera dilakukan pembedahan untuk mengambil lensa. Pemberian asetazolamida dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan bola mata.

l. Luksasi Lensa PosteriorYaitu bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah fundus okuli.Gambaran klinisPasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata menunjukan gejala afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.PenatalaksanaanPenanganan yaitu dengan melakukan ekstraksi lensa. Bila terjadi penyulit maka diatasi penyulitnya.

m. Edem RetinaEdem Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh trauma tumpul.Gambaran klinisEdema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun.PenatalaksanaanPenanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel.

n. Ablasi RetinaYaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata, miopia dan proses degenerasi retina lainnya.Gambaran klinisPada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.PenatalaksanaanAblasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata.

o. Ruptur KoroidRuptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar apil saraf optik, biasanya terjadi perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid.Bila ruptur koroid terletak atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan ketajaman penglihatan

p. Avulasi saraf optikSaraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan karena trauma tumpul.Gambaran klinisPenderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan.PenatalaksanaanPenderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

2. Trauma TembusTrauma tembus pada mata dapat diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainya yang mengakibatkan terjadinya robekan jaringan-jarinagan mata secara berurutan, misalnya mulai dari palpebra,kornea, uvea sampai mengenai lensa..Gambaran klinisBila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing lainya masuk kedalam bola mata maka akan mengakibatkan tanda-tanda bola mata tembus seperti :- Tajam penglihatan yang menurun- Tekanan bola mata yang rendah- Bilik mata dangkal- Bentuk dan letak pupil yang berubah- Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera- Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina- Konjungtivis kemotis

PenatalaksanaanBila terlihat salah satu atau beberapa tanda diatas maka dicurigai adanya trauma tembus bola mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup tetapi jangan terlalu kencang dan segera dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan dan penanganan lebih lanjut.Pembuatan foto bisa dilakukan untuk melihat adanya benda asing dalam bola mata. Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan magnet raksasa, dan benda asing yang tidak bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan vitrektomi.KomplikasiAdanya benda asing intraokuler dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahn intraokuler dan ptisis bulbi.

II. Trauma Fisika1. Trauma Sinar InframerahSinar inframerah dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa, iris dan kapsul disekitar lensa. Hal ini terjadi karena sinar yang terkumpul dan ditanglap oleh mata selama satu menit tanpa henti akan menagkibatkan pupil melebar dan terjadi kenaikan suhu lensa sebanyak 9 derajat selsius, sehingga mengakibatkan katarak dan eksfoliasi pada kapsul lensa. Sinar inframerah yang sering didapatkan adalah dari sinar matahari dan dari tempat pekerjaan pemanggangan.Gambaran klinisSeseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat terkena keratitis superfisial, katarak kortikal anterior posterior dan koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam penglihatan, penglihatan kabur dan mata terasa panas.PenatalaksanaanTidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang telah terjadi, kecuali mencegah sering terpapar oleh sinar infra merah ini. Pemberian steroid sistemik dimaksudkan untuk mencegah terbentuknya jaringn parut pada makula dan untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

2. Trauma Sinar Ultra VioletSinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai panjang gelombang antara 350 295 nM. Sinar ultra violet banyak dipakai pada saat bekerja las dan menatap sinar matahari.Sinar ultra violet akan segera merusak sel epitel kornea, kerusakan iniakan segera baik kembali setelah beberapa waktu dan tidak memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.Gambaran klinisBiasanya pasien akan memberikan keluhan 4 6 jam post trauma, pasien akan merasakn mata sangat sakit, terasa seperti ada pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik. Korne akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaanyayang kadang-kadang disetai dengan kornea yang keruh. Pupil akan terlihat miosis.PenatalaksanaanPengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetika dan mata ditutup selama 2 3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.

3. Trauma Sinar Ionisasi dan Sinar XSinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk:- Sinar alfa yang dapat diabaikan- Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan- Sinar gamma- Sinar XGambaran KlinisSinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan kerusakan pada kornea yang dapat bersifat permanen. Katarak akibat pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina dengan gambarandilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata dan eksudat. Atrofi sel goblet pada konjungtiva juga dapat terjadi dan mengganggu fungsi air mata.PenatalaksanaanPengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, steroid sistemik dan sikloplegik.Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.

III. Trauma KimiawiTrauma Kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang memakai bahan kimia. Taruma kimia pada mata memerlukan tindakan segera, irigasi pada daerah mata yang terkena bahan kimia harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyulit yang berat.Pembilasan dapat dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainya selama 15 30 menit1. Trauma AsamBila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan pada bagian superfisisal saja, tetapi bahan asam kuat dapat bereaksi yang mengakibatkan trauma menjadi lebih dalam.Gambaran klinisPasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun.PenatalaksanaanPengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secara perlahan-lahan dan selama mungkin dengan air bersih atau garam fisiologik minimal selama 15 menit.Antibiotika topikal untuk mencegah infeksiSikloplegik bila terjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih dalam.EDTA bisa diberikan satu minggu post trauma.PrognosisBaik bila konsentrasi asam tidak nterlalu tinggi dan hanya terjadi kerusakan superfisisal saja.

2. Trauma BasaTrauma basa pada mata akan memberikan reaksi yang gawat pada mata. Alkali dengan mudah dan cepat dapat menembus jaringan kornea, bilik mata depan dan bagian retina. Hal ini terjadi akibat terjadinya penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan disertai dangan dehidrasi.Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan menjadi :Derajat 1: heperimi konjungtiva diikuti dengan keratitis pungtata.Derajat 2: hiperemi konjungtiva dengan disertai hilangnya epitel kornea.Derajat 3: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %.

Menurut klasifikasi Hughes maka trauma mata diklasifikasikan menjadi:a. Ringan- Terdapat erosi epitel dan kekeruhan ringan kornea- Tidak terdapat iskemi dan nekrosis kornea atau konjungtiva- Prognosis baikb. Sedang- Terdapat kekeruhan kornea sehingga sukar melihat iris dan pupil secara detail- Terdapat nekrosis dan iskemi ringan konjungtiva dan kornea- Prognosis sedangc. Berat- terdapat kekeruhan kornea, sehingga pupil tidak dapat dilihat- terdapat iskemia konjungtiva dan sklera, sehingga tampak pucat- prognosis buruk

Gambaran klinisPasien akan merasakan mata terasa pedih, seperti kering, seperti ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun. Pengujian dengan kertas lakmus saat pertama kali datang adalah menunjukan suasana alkalis.

PenatalaksanaanTindakan yang dilakukan adalah dengan irigasi dengan garam fisiologik sekitar 60 menit segera setelah trauma.Penderita diberikan sikloplegia, antibiotika, EDTA diberikan segera setelah trauma 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam dengan maksud untuk mengikat sisa basa dan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh post trauma.Diberikan antiiatik lokal untuk mencegah infeksiAnalgetik dan anestesik topikal dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.KomplikasiPenyulit yang dapat timbul adalah simblefaron, kekeruhan kornea, katarak disertai dengan terjadinya ftisis bola mata.

IV. PencegahanTrauma mata dapat dicegah dengan menghindarkan terjadinya trauma seperti:- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadnya trauma tajam akabiat alat pekerjaannya- Setiap pekerja yang bekerja di tempat bahan kimia sebaiknya mengerti bahan kimai apa yang dipakainya, asam atau basa.- Pada pekerja las sebaiknya melindungi matanya dari sinar dan percikan las.- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya.- Pada olah ragawan seperti tinju ataupun bela diri lainya, harus melindungi bagian matanya dan daerah sekitarnya dengan alat pelindung.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2003. Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai penerbit FK UI; Jakarta Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai PenerbitFK UI ; Jakarta Mansyur, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. MediaAesculapius ;Jakarta Jack, J. Clinical Oftalmlogi.third edition. CJW. Teks Book http.//www. NCBI, nlm. Nih. Gov/enter Contusio Bulbi. http.//www. BPK Jenabus.or.id/jelajah/ -Dampak benturan Benda Keras pada Mata

Erosi Kornea Akibat Trauma Benda Asing Pada MataAbstrak Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang dapat menimbulkan perlukaan mata.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.

Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.

Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder. Insidensi erosi kornea pada dokter keluarga di Amerika Serikat mencapai 8% dari seluruh kunjungan pasien per tahun.Kejadian tersebut terutama dikaitkan karena adanya trauma mata pada tempat kerja. Erosi kornea sering kali diawali dengan trauma pada mata. Segera sesudah trauma atau masuknya benda asing, penderita akanmerasa sakit sekali, akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata menjadi berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh.

Dapat pula disertai dengan blefarospasme, yaitu kelopak mata menjadi kaku dan sulit dibuka.

Penegakkan diagnosis pada kasus erosi kornea dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik terutama pada mata, serta pemeriksaan tambahan seperti tes fluoresein. Kertas tes fluoresein dapat digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada kornea.

Jika tidak terdapat penyulit, erosi kornea dapat sembuh sendiri, namun dapat juga diberikan obat berupa antibiotik, analgesic, yang disesuaikan dengan keluhan penderita.

Kata kunci: erosi kornea, trauma benda asing, mata

IsiSeorang laki-laki, 70 tahun datang ke Poliklinik Mata dengan keluhan mata kanan kelilipan, merah, nrocos, dan terasa sakit. Kurang lebih 5 hari yang lalu, mata kanan penderita terkena serpihan batok kelapa. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada mata kanan didapatkan injeksi perikornea, erosi kornea, kornea tampak keruh, serta tes fluoresein menunjukkan hasil positif.

Tes fluoresein merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. Hasil positif pada tes ini dilihat dari permukaan kornea yang berwarna hijau setelah kertas fluoresin disisipkan pada sakus konjungtiva inferior.

Zat warna fluoresein jika menempel pada epitel kornea yang mengalami kerusakan akan memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa.Diagnosis: Erosi Kornea akibat Trauma pada Mata

TerapiTerapi yang diberikan pada kasus ini berupa preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terapi promotif berupa edukasi untuk menjaga higienitas, banyak mengkonsumsi sayur dan buah, serta segera berobat ke dokter spesialis mata jika obat habis atau terdapat keluhan.

Preventif, yaitu dengan menggunakan kaca mata sebagai pelindung mata, serta rajin membersihkan mata dengan kapas yang dipilin, lalu disterilkan dengan cara direndam dalam air panas.

Terapi kuratif adalah dengan pemberian obat antibiotik oral, antibiotik topikal berupa tetes mata, penghilang sakit dengan analgesik Asam Mefenamat, serta vitamin C dan B komplek.

Sementara terapi rehabilitatif pada pasien ini adalah dengan mengkonsumsi obat secara teratur, mengikuti saran dan nasehat dokter, serta kontrol ke dokter spesialis mata jika obat habis atau terdapat keluhan pada daerah mata.

DiskusiDalam kasus ini mata kanan penderita terkena serpihan batok kelapa saat penderita mencoba memecahkan kelapa. Penderita mengeluhkan mata kanannya yang terasa sakit, merah, dan nrocos. Trauma pada mata dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan penglihatan, hal tersebut antara lain dapat disebabkan karena terjadinya erosi kornea.

Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder.

Terdapat dua kategori erosi kornea, yaituerosikornea yang dangkal, yaitu erosi yang tidak melibatkan lapisan Bowman,erosi kornea yang dalam, yaitu erosi yang menembus lapisan Bowman tetapi tidak menembusmembran Descemet.

Luka pada kornea dapat terjadi akibat benda asing, lensa kontak, bahan kimia, kuku, sikat rambut, cabang-cabang pohon, dan debu. Kornea memiliki sifat penyembuhan yang luar biasa. Epitel yang berdekatan dapatmengembang untuk mengisi daerah yang luka, biasanya dalam waktu 24-48 jam. Lesi yang murni pada epitel sering sembuh dengan cepat dan tanpa jaringan parut, sementara lesi yang menembus hingga lapisan Bowman lebih cenderung meninggalkan bekas luka permanen. Pada penderita ini termasuk erosi kornea yang dangkal, karena kerusakan kornea tidak sampai menembus membran Descemet. Hal tersebut terlihat dari hasil pemeriksaan tes fluoresein yang menunjukkan warna hijau yang masih sedikit.

Erosi kornea sering kali diawali dengan trauma pada mata. Segera sesudah trauma atau masuknya benda asing, penderita akanmerasa sakit sekali, akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Dapat pula disertai dengan blefarospasme, yaitu kelopak mata menjadi kaku dan sulit dibuka. Pada penderita ini didapatkan riwayat trauma mata disertai dengan keluhan sakit, mata merah, nrocos, dan pandangan kabur.

Penegakkan diagnosis erosi kornea dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan lainnya.Penatalaksanaan pada erosi kornea bila tidak timbul penyulit dapat sembuh sendiri karena adanya serbukan aktif epitel konjungtiva dan kornea di sekitar erosi.Namun, dapat juga diberi pengobatan sikloplegik untuk mengurangi rasa sakit dan mengistirahatkan mata.antibiotik topikal berupa tetes mata, untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, mata ditutup, agar pertumbuhan epitel tidak terganggu oleh kedipan, mencari kemungkinan adanya benda asing yang masih terdapat di mata dengan membalik palpebra superior ke arah atas. Pada erosi kornea, tidak boleh diberikan steroid, karena steroid dapat menghambat penyembuhan epitel, menambah aktifnya kolagenase, selain itu juga dapat memudahkan terjadinya infeksi jamur maupun virus karena daya tahan kornea menurun akibat steroid.Pada penderita ini diberikan obat antibiotik oral, antibiotik topikal berupa tetes mata, penghilang sakit dengan analgesik Asam Mefenamat, serta vitamin C dan B komplek untuk memacu sintesis kolagen.

KesimpulanTrauma pada mata dapat mengakibatkan terjadinya erosi kornea.Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder.Untuk menegakkan diagnosis erosi kornea dapat diperoleh berdasarkan hasil anamnesis, yaitu fotofobia, lakrimasi, blefarospame, gangguan visus, serta pada pemeriksaan didapatkan injeksi perikornea. Dapat juga menggunakan pemeriksaan lain seperti tes Placido, tes Fluoresin, tes sensitivitas atau kultur.Pada kasus ini penderita mengalami erosi yang dangkal, sehingga diberi antibiotic, dan terapi lain sesuai keluhan penderita. Penanganan yang cepat dan tepat dapat mencegah terjadinya hal yang lebih buruk atau komplikasi yang buruk seperti ulkus kornea.

Keratitis

Anatomi KorneaKornea adalah jaringan transparan avaskuler sebagai membran pelindung yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi dan diameternya sekitar 11 12 mm (horizontal) dan 10 11 mm (vertikal). Indeks refraksi kornea 1.376. Tetapi dalam mengkalibrasi keratometer untuk menghitung kombinasi kekuatan optik lengkung kornea anterior dan posterior digunakan indeks refraksi 1.3375. Kornea asferis, walaupun jari-jari lengkung kornea sering didapatkan sebagai cermin cembung sferosilindris membentuk tengah permukaan anterior kornea, yang disebut kornea gap.1

Rata-rata jari-jari tengah kornea 7-8 mm (6.7-9.4 mm). kornea member kontribusi 43.25 dioptri (74%) dari total 58.60 dioptri mata orang normal. Kornea juga menyebabkan astigmatisme pada sistem optikal.1

Kornea merupakan jaringan transparan, yang bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada daerah trasversal (12 mm) dari pada arah vertikal dan mengisi bola mata di bagian depan. Kornea memiliki kemampuan refraksi yang sangat kuat, yang menyuplai 2/3 atau sekitar 70% pembiasan sinar. Karena kornea tidak memiliki pembuluh darah, maka kornea akan berwarna jernih dan memiliki permukaan yang licin dan mengkilat. Bila terjadi perubahan, walaupun kecil pada permukaan kornea, akan mengakibatkan gangguan pembiasan sinar dan menyebabkan turunnya tajam penglihatan secara nyata.2Penampang bola mata

Kornea sangat sensitif karena terdapat banyak serabut sensorik. Saraf sensorik ini berasal dari nervus cilliaris longus yang berasal dari nervus nasosiliaris yang merupakan cabang saraf oftalmikus dari nervus trigeminus. Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk merupakan selaput bening mata dengan ketebalan kornea dibagian sentral hanya 0,5 mm, yang terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.1. Lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), merupakan lapisan sel yang menutupi permukaan kornea. Lapisan ini terdiri dari 5-6 lapisan sel tipis, sel polygonal dan sel gepeng yang saling tumpang tindih yang akan cepat berdegenerasi bila kornea mengalami trauma. Tebal lapisan epitel kira-kira 0,05 mm. epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di sampingnya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi. Bila penetrasi trauma lebih dalam maka akan meninggalkan parut (scar). Parut yang timbul akan meninggalkan area opak yang menyebabkan kornea kehilangan kejernihannya.22. Membrane Bowman, merupakan membran jernih yang aseluler terletak dibawah lapisan epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Karena lapisan ini sangat kuat dan sulit untuk dipenetrasi, maka lapisan ini melindungi kornea dari trauma yang lebih dalam, namun lapisan ini tidak memiliki daya regenerasi.3. Stroma, merupakan lapisan kornea yang paling tebal mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamellae fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1m yang saling terjalin hampir mencakup seluruh diameter kornea yang tersusun sangat teratur sedangkan dibagian perifer kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang mencapai 15 bulan. Lamellae ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya yang membuat kornea menjadi lapisan dengan yang jernih dan dapat dilalui cahaya. Lamellae terletak didalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratinosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.44. Membrane Descemet, adalah sebuah membran elastik yang jernih tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopik elektron dan merupakan membran basalis dari endotel kornea. Membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal 40 mm.5. Lapisan Endotel, berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20-40 m melekat erat pada membran descemet melalui hemidosom dan zonula okluden. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membran semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.2,3,5

Penampang kornea

Gambar 3. Histologi kornea

Fisiologi KorneaKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang seragam, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dari epitel dalam proses dehidrasi. Cedera kimia atau fisik pada endotel jauh lebih berat dari pada cedera pada epitel. Kerusakan atau cedera pada sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang jika sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film airmata prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansia larut air dapat melalui stroma yang utuh. Oleh karena itu agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus. Kegunaan kornea adalah sbb:1. Kornea mempunyai kemampuan membiaskan cahaya yang paling kuat dibanding dengan sistem optik retaktif lainnya.2. Kubah kornea akan membiaskan sinar kelubang pupil didepan lensa. Kubah kornea yang semakin cembung akan memiliki daya bias yang kuat.3. Peran kornea sangat penting dalam menghantarkan cahaya masuk kedalam mata untuk menghasilkan penglihatan yang tajam, maka kornea memerlukan kejernihan, kehalusan dan kelengkungan tertentu

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dan nervus kranialis V (trigeminus).

Transparansi kornea disebabkan karena beberapa faktor diantaranya karena kornea tidak mempunyai zat tanduk, pembuluh darah, struktur dan susunan jaringan relatif homogen dan teratur. Permukaan kornea dikelilingi oleh cairan , agar mampu menahan cairan pada tingkat tertentu maka dibagian depan kornea terdapat epitel dan dibagian belakang diliputi endotel, yang berfungsi memompa cairan keluar kornea apabila berlebihan.

DefinisiKeratitis sendiri diartikan sebagai peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang dan edema kornea pada lapisan kornea manapun yang dapat bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi.

EpidemiologiFrekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

PatofisiologiEpitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera, stroma yang avaskuler dan membrane Bowman mudah terinfeksi oleh berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.

Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol (sebagai akibat kehabisan piridoksin), adalah contoh bakteri oportunistik dan dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah bakteri oportunis kornea baru ditemukan. Diantaranya adalah Serratia marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonei, Streptococcus viridians, Staphylococcus epedermidis, dan berbagai organisme coliform dan Proteus, selain virus dan jamur.

Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin.

Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion.

Klasifikasi KeratitisPembagian keratitis ada bermacam-macam :1. Menurut kausanyaa. BakteriBanyak ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain. Streptococcus pneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian dunia. Penyebab lainnya yaitu Pseudomonas aeruginosa, Moraxella liquefaciens, Streptococcus beta-hemolyticus, Staphylococcus aureus, Mycobacterium fortuitum, S. epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Neiseria sp, Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus dan Listeria merupakan agen berbahaya oleh karena dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang intak. Karakteritik klinik ulkus kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri sebagai penyebabnya, walaupun demikian sekret yang berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen khas untuk infeksi oleh karena P. aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer.1,3,4,6

Meskipun awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea terutama jenis P.aeroginosa. Batas yang maju menunjukkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram positif, Staphylococcus aureus, S. Epidermidis, Streptococcus pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu abu pada anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh P. Aeroginosa makan tukak akan terlihat melebar secara cepat, bahan purulent berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.

Infeksi bakteri umumnya kondisi yang mengancam penglihatan. Secara klinis onset nyerinya sangat cepat disertai dengan injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada. Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mycobakteria atau bakteri anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya merupakan predisposisi terjadinya infeksi bakterial.1,8b. VirusKelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominasi oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.

Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus.c. JamurKeratitis fungi banyak dijumpai pada para pekerja pertanian, sekarang makin banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme, suatu peristiwa yang masih mungkin timbul di daerah pertanian. Mata yang belum terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi organism sedikit-sedikit, seperti yang terjadi pada lazimnya penduduk perkotaan.

Pada ulkus fungi terdapat infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama dan sering juga lesi satelit merupakan lesi endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abcess kornea.d. Alergie. Defisiensi vitaminBiasanya lesi berupa ulkus terletak dipusat dan bilateral berwarna kelabu dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea melunak dan sering terjadi perforasi.f. Kerusakan N.V (nervus trigeminus)Jika nervus yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan bedah peradangan atau karena sebab apapun, kornea akan kehilangan kepekaannya yang merupakan salah satu pertahanan terhadap infeksi yaitu reflex berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik pada pemeriksaan fluorescein akan menghasilkan daerah-daerah dengan berupa berupa bercak terbuka.g. Idiopatik 2. Menurut tempatnyaa. Keratitis epithelialEpitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat (misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting.b. Keratitis subepitelialLesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19). Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelial.c. Keratitis stromaRespons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi; dan vaskularisasi. d. Keratitis endothelialDisfungsi endothelium kornea akan berakibat edema kornea, yang mula-mula mengenai stroma dan kemudian epitel. Ini berbeda dari edema yang disebabkan oleh peningkatan TIO, yang mulai pada epitel kemudian pada stroma. Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih dapat terlihat kelainan endotel kornea melalui slit-lamp. Sel-sel radang pada endotel (endapan keratik atau KPs) tidak selalu menandakan adanya penyakit endotel karena sel radang juga merupakan manifestasi dari uveitis anterior.3. Menurut prof. I Salima. Keratitis superficial nonulceratifContoh : Keratitis pungtata superficial Keratitis numularis dari Dimmer Keratitis disiformis dari Westholf Keratokonjungtivitis epidemikab. Keratitis superficial ulcerativeContoh : Keratitis pungtata superficial ulceratif Keratitis flikten Keratitis herpetika Keratitis sika Rosasea keratitisc. Keratitis profunda nonulceratifContoh : Keratitis interstisial Keratitis pustuliformis profunda Keratitis disiformis Keratitis sklerotikumd. Keratitis profunda ulcerativeContoh : Keratitis et lagoftalmus Keratitis neuroplastik Xeroftalmia Trakoma dengan infeksi sekunder Gonore Ulkus serpens akut Ulkus serpens kronik Ulkus ateromatosis

DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme).

Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea.

Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. 2,3,4

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. 6

Pemeriksaan diagnosis yang biasa dilakukan adalah :1. Ketajaman penglihatan2. Tes refraksi3. Pemeriksaan slit-lamp (biomikroskop), penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan yang terang.4. Respons reflex kornea5. Goresan ulkus untuk analisis dan kultur6. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi, dapat memperjelas lesi epitel superficial yang tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi pada kornea baik yang bersifat dangkal atau superficial maupun dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Lesi pada kornea juga mempunyai makna diagnostik yang penting (Tabel.1). Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.3

Berikut ini adalah jenis keratitis dan bentuknya:No.Jenis keratitisBentuk keratitis

1.Keratitis stafilokokErosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama sepertiga bawah kornea

2.Keratitis herpetikKhas dendritik (kadang-kadang bulat atau lonjong) dengan edema dan degenerasi

3.Keratitis varicella-zosterLebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang linear (pseudosendrit)

4.Keratitis adenovirusErosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus namun paling mencolok di daerah pupil

5.Keratitis sindrom SjorgenEpitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik, terpulas fluorescein; filament epithelial dan mukosa khas; terutama belahan bawah kornea

6.Keratitis terpapar akibat lagoftalmus atau eksoftalmusErosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas fluorescein; terutama di belahan bawah kornea

7.Keratokonjungtuvitis vernalLesi mirip-sinsisium, yang keruh dan berbercak-bercak kelabu, paling mencolok di daerah pupil atas. Kadang-kadang membentuk bercak epithelium opak

8.Keratitis trofik-sekuele HS, HZ dan destruksi ganglion gaseriEdema epitel berbercak-bercak; difus namun terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3

9.Keratitis karena obat-terutama antibiotika spectrum luasErosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel

10.Keratitis superficial punctata (SPK)Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau lonjong; menimbul bila penyakit aktif

11.Keratokonjungtivitis limbic superiorErosi kecil-kecil terpulas fluorescein di sepertiga atas kornea; filament selama eksaserbasi; hiperemi bulbar, limbus berkeratin menebal, mikropanus

12.Keratitis rubeola, rubella dan parotitis epidemikaLesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah pupil

13.Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein pada sepertiga atas kornea

14.Keratitis defisiensi vitamin AKekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel akibat keratinisasi partial; berhubungan dengan bintik-bintik bitot

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat.

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.

Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. 3

Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus.

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.

Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.1

PrognosisPrognosis quo ad vitam pada pasien keratitis adalah bonam. Sedangkan prognosis fungsionam pada keratitis sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri. Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekwat, kurangnya kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.

Pemberian kortikosteroid topikal untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun serta dapat pula mengakibatkan timbulnya katarak dan glaukoma yang diinduksi oleh steroid.

Daftar Pustaka1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San Fransisco 2006-2007 : 8-12, 26-352. Biswell R, MD. Kornea. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan P, ed. Oftalmologi Umum 14th ed. Jakarta : Widya Medika; 2000, 129-523. Wijana Nana SD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal; 1993, 86-1024. Ilyas, Sidarta Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2005 : 147-158. 5. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal: 566. Thygeson, Phillips. 1950. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical Association; 144:1544-1549. Available at : http://webeye. ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm7. Suhardjo. 1999. Penggunaan Asiklovir Oral pada Herpes Zoster Oftalmikus. Cermin Dunia Kedokteran No.122; 36-38. Available at : http//cermin Dunia Kedokteran2.mht8. Susetio B. Penatalaksanaan infeksi jamur pada mata dalam Cermin dunia kedokteran. 1993; Available from : http//www.kalbe.co.id-files-cdk-files-cdk_087_mata.html9. Singh D. Keratitis fungal. Available from:URL:http:///www.eMedicine.com /oph/topic99.htm.

Dapatkah Infeksi Kornea dicegah?Karena infeksi terhubung lensa kontak adalah penyebab paling umum, upaya mudah berikut ini dapat menolong mengurangi resiko infeksi: Meningkatkan kebersihan lensa kontak Mengurangi waktu penggunaan lensa kontak Menghindari aktivitas resiko tinggi Merubah tipe lensa kontak yang digunakanBagaimanapun juga, apapun bentuk penggunaan lensa kontak tetap membawa resiko infeksi kornea. Pasien yang memiliki kecenderungan penyakit kornea atau permukaan mata mungkin perlu untuk menghindari penggunaan lensa kontak sama sekali.Bagaimana Infeksi Kornea diobati?Infeksi kornea biasanya diobati dengan tetes mata anti infeksi dan salep mata. Pada kasus infeksi bakteri, dokter biasanya meresepkan tetes mata antibiotik. Pada umumnya, pasien-pasien dengan infeksi kornea parah dirawat inap di rumah sakit. Sampel dari daerah infeksi akan diambil untuk identifikasi jenis organisme penyebab infeksi, sebelum pengobatan dimulai. Pengobatan intensif dengan tetes mata dilakukan dan disesuaikan hingga infeksi membaik. Apakah operasi diperlukan?Operasi untuk kasus infeksi kornea mungkin disarankan pada tingkat infeksi yang sangat parah atau dimana pengobatan medis contohnya tetes mata tidak lagi membantu. Operasi mungkin juga disarankan jika penglihatan memburuk karena kornea terluka akibat infeksi. Operasi yang dilakukan pada situasi ini bertujuan untuk mengambil kornea berpenyakit (dimana luka atau infeksi parah terjadi) dan mengganti kornea yang diambil dengan kornea buatan atau cangkok.Apa yang dimaksud dengan operasi cangkok kornea?Operasi cangkok kornea dapat berupa:

1.Pengambilan semua bagian kornea berpenyakit dan menggantinya dengan kornea cangkok ketebalan lengkap (Keratoplasti Penetrasi)

2.Pengambilan satu atau beberapa lapisan kornea yang berpenyakit dan mengganti dengan kornea cangkok ketebalan sebagian (Keratoplasti Lamelar)