2 kdv revised

Upload: reskypratama99ade

Post on 24-Feb-2018

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    1/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    SP(denny s. permana)

    (1) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

    M O D U L 2

    PELATIHAN

    SURVEY DAN PEMETAAN

    PT. ARUTMIN INDONESIA

    SATUI MINE

    KERANGKA DASAR VERTIKAL

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    2/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    KERANGKA DASAR VERTIKAL

    A. Istilah dan Definisi pada Ruang Lingkup KDV

    Umumnya titik-titik kerangka dasar vertikal (KDV) menjadi satu dengan titik-titik kerangka dasar horizontal (KDH) dalam satu patok/pilar. Ketinggiannya

    dapat dinyatakan dengan sistem umum yaitu terhadap muka air laut rata-rata atau dengan sistem setempat/lokal.

    Berikut beberapa istilah dan definisi yang berhubungan dengan

    pembangunan dan pengembangan jaring kontrol vertikal dengan metodesipat datar.

    (a)

    tinggi ortometrik: tinggi terhadap geoid sepanjang garis unting-unting

    (b)

    datum vertikal : bidang referensi untuk sistem tinggi ortometrikyaitu geoid

    (c)

    geoid : bidang ekipotensial gayaberat bumi yang paling

    mendekati muka laut rata-rata

    (d)

    titik datum : titik yang mempunyai nilai tinggi terhadap datum

    vertikal dan dipilih sebagai titik pangkal (origin) untuk jaring kontrolvertikal

    (e) muka laut rata-rata (MLR)=(MSL) : (mean sea level) bidangpermukaan laut rata-rata selama kurun waktu tertentu

    (f)

    kelas : atribut yang menunjukkan ketelitian internal(internal accuracy) jaring sebagai fungsi metode dan alat pengukuran

    desain jaring, dan metode hitungan. Kelas dinilai melalui analisisketelitian hasil proses perataan terkendala minimal

    (g) orde : atribut yang menunjukkan ketelitian eksternal(external accuracy) jaring sebagai fungsi kelas jaring, kedekatan(kesesuaian) data ukuran terhadap jaring kontrol yang digunakan

    untuk ikatan dan ketelitian proses transformasi datum

    (h) slag : jalur pengukuran antara dua titik berdiri rambuukur dengan sekali berdiri instrumen

    (i)

    seksi : alur pengukuran antara dua Tanda Tinggi Geodesi(TTG) atau Bench Mark(BM) yang berurutan

    (j) kring : jalur pengukuran yang membentuk rangkaiantertutup (berawal dan berakhir pada titik kontrol vertikal yang sama)

    B. Klasifikasi Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Pengertian klasifikasi disini adalah pengelompokkan KDV yang didasarkanpada tingkat presisi dan akurasi hasil survei. Fakta empirik yang diterapkanuntuk dasar klasifikasi ialah bahwa ketelitian pengukuran beda tinggi dengan

    metode sipat datar memanjang sebanding dengan akar jarak pengukuran.

    SP(denny s. permana)

    (2) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    3/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Kelas KDV ditentukan oleh faktor-faktor desain jaringan, pelaksanaan

    pengukuran, peralatan yang digunakan, teknik reduksi dan hasil hitungperataan terkendala minimal (minimal constrain). Penempatan kelas KDV

    pada akhirnya didasarkan pada hasil hitung perataan jaring terkendala

    minimal. Kriteria untuk penempatan kelas adalah besarnya kesalahanmaksimal r = c d, dengan harga csebagai berikut:

    Tabel Penjenjangan Ke l a s danO r d e berdasarkan c

    Sipatdatar memanjangR (mm) = c d (km)

    Sipatdatar memanjangR (mm) = c d (km)

    Kelas Orde c (untuk 1)

    LAA L0 2LA L1 4

    LB L2 8

    LC L3 12

    LD L4 18

    Orde KDV ditentukan oleh ketelitian tinggi titik hasil perataan jaringterkendala penuh (full constrain) terkait dengan faktor-faktor:

    a) kelaspengukuran;

    b) ordetitik kontrol pengikat;

    c) ketelitian antar datum transformasi;

    d) besar perbedaan antara tinggi baru dengan tinggi titik kontrol pada

    pertemuan jaring lama dan baru.

    Orde menunjukkan ketepatan pengukuran terhadap titik kontrol pengikat.Penetapan orde suatu jaring baru dilakukan dengan membandingkanketelitian (1) hasil perataan jaring terkendala penuh dengan standar

    kesalahan maksimum yang diperkenankan.

    Penetapan datum vertikal dapat ditempuh melalui pendekatan dengan tekniktertentu sedemikian rupa sehingga diperoleh tinggi titik datum sedekat

    mungkin dengan tinggi terhadap geoid. Datum vertikal pendekatan dapat

    ditetapkan dengan cara-cara prioritas sebagai berikut :

    1. penetapan datum vertikal dengan data pasut minimal 1 tahun

    2. penggunaan peil pelabuhan laut atau sungai yang memiliki informasitentang tinggi terhadap MLR;

    3. kombinasi GPS dengan model geoid global;

    4. interpolasi tinggi pada peta topografi;

    5. penentuan tinggi barometrik.

    SP(denny s. permana)

    (3) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    4/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Atas dasar keperluan praktis, biasanya digunakan hasil pengukuran GPS

    Geodetik untuk mendapatkan koordinat tinggi elipsoida suatu BM, kemudiandengan model geoid global, ditentukanlah tinggi ortometriknya.

    C. Sipat Datar Memanjang

    Metode yang digunakan dalam pengukuran KDV adalah dengan

    menggunakan sipat datar memanjang. Karena metode ini dapat melakukanpengukuran dan penghitungan yang teliti, sehingga hasil KDV yang diperoleh

    dapat dipertanggungjawabkan.

    Beda tinggi (h) antara A dan B adalah :

    hAB = AA1 BB1

    Pada alat sipat datar, yang digunakan sebagai garis datar 3 adalah garis bidikdari alat. Sedangkan di A dan di B dipasang rambu ukur yang tegak di

    masing-masing titik. Dengan menggunakan alat sipat datar dan rambu,panjang AA1 dan BB1 diukur.

    Pada titik A dan B, angka pada rambu adalah nol. Jika panjang AA = x, danpanjang BB = y, maka nilai a dan b ini dapat langsung dibaca melalui lensaalat dengan menggunakan benang tengah diafragma sebagai indekspembacaan. Jadi beda tinggi antara titik A dan titik B adalah :

    hAB = AA1 BB1= x y

    Jika h = 0, maka titik B sama dengan A

    Jika h > 0, maka titik B lebih tinggi dari A

    Jika h < 0, maka titik B lebig rendah dari A

    B0

    B1

    A

    A1

    A0

    Rambuukur

    Garis tegak

    B

    Garis datar 3 =garis bidik

    Garis datar 2

    Garis datar 1

    Garistegak

    h = beda tin i

    Penentuan Beda Tinggi antara DuaTitik dengan Sipat Datar

    SP(denny s. permana)

    (4) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    5/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Titik A tempat kita mulai berjalan dinamakan titik belakang, dan rambu-nya

    dinamakan titik belakang (x=b). Sedangkan titik B adalah titik muka danrambu-nya adalah disebut rambu muka (y=m).

    Jarak antara alat ke rambu dapat ditentukan dari hasil pembacaan benangatas diafragma dan benang bawah. Jarak ini disebut dengan jarak optis yangditentukan dari rumus:

    D = 100 (BB BA) , BB = benang bawah

    BA = benang atas

    Jarak optis ini adalah merupakan jarak datar dari alat ke rambu. Hal inidikarenakan garis bidik pada alat sipat datar yang digunakan adalah garis

    datar. Oleh pabrik, benang-benang mendatar dibuat sedemikan rupa,sehingga BB terletak di tengah-tengah antara BA dan BB.

    BB BT = BT BA

    2BT = (BB + BA)

    Umumnya, jika jarak ke rambu tidak terlalu jauh dan pembacaan dilakukandengan baik, akan sering tercapai

    | 2BT (BB + BA) | 2mm

    Rambu ukur yang digunakan untuk pengukuran mempunyai panjang 3m atau4m, dan pembacaan pada rambu dapat dilakukan dengan baik apabila jarak

    rambu ke sipat datar tidak melebihi 50m

    Kalau beda tinggi atau jarak antara titik A dan titik B sedemikian besar.Sehingga dilakukanlah pengukuran seperti pada gambar di bawah ini.

    Misalkan jalur pengukuran beda tinggi A dan B terdiri dari n bagian, dan

    masing-masing bagian berturut-turut mempunyai beda tinggi h1, h2, h3,

    h4, ..., hn. Maka beda tinggi antara A dan B menjadi:

    h = h1 + h2+ h3+ h4+.........+ hn =hi

    B4 M4

    BB3 M3B2 M2

    b1 m1

    32

    1A

    Arah Pergerakan

    Sipat Datar Memanjang

    SP(denny s. permana)

    (5) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    6/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Karena beda tinggi masing-masing bagian dihitung berdasarkan bacaan

    rambu belakang (b) dan rambu depan (m). Maka persamaan di atas inimenjadi:

    h = (b1 m1)+ (b2 m2)+(b3 m3)+ ....... + (bn mn)

    = (b1 + b2+ b3+ ......+ bn) (m1 + m2+ m3+ ......+ mn)

    h = bi - mi

    Dengan kata lain,

    Beda tinggi antara dua titik adalah jumlah benang tengah pada rambubelakang dikurang dengan jumlah pembacaan benang tengah rambu

    muka

    Pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat sipat datar sepanjangjalur A B ini dinamakan sipat datar memanjang.

    Jika tinggi titik A adalah TA dan tinggi B adalah TB, maka beda tinggi antara

    titik A dan B adalah:

    h = HB HA

    HB =HA + h

    HB = HA+ hi

    HB = HA + ( bi - mi )

    Persamaan ini terkadang tidak dapat dipenuhi karena adanya kesalahan padawaktu pengukuran. Oleh karena itu beda tinggi hasil pengukuran harus diberi

    koreksi. Jika beda tinggi hasil ukuran total adalah hu dan beda tinggi

    seharusnya adalah h.Koreksi beda tinggi ukuran adalah kh.

    h = hu+ kh

    kh = h hu

    Koreksi untuk masing-masing slag

    (kh)i = ( di/ di ) x kh

    D.

    Sipat Datar Tertutup (Loop / Kring)

    Adalah merupakan sipat datar memanjang yang titik awalnya merupakanjuga titik akhir. Cara menghitung sipat datar tertutup ini sama dengan

    menghitung sipat datar memanjang yang kedua titik ujungnya diketahuitingginya.

    SP(denny s. permana)

    (6) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    7/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Titik-titik 1, 2, 3, ..., n pada sipat datar memanjang dan loop yangmerupakan tempat berdiri rambu ukur (dalam 1 slag) tidak dimaksudkan

    untuk dicari ketinggiannya (meskipun kita bisa mendapatkannya). Titik-titiktersebut digunakan hanya untuk mendapatkan beda tingginya, yang nantinyadigunakan untuk menghitung tinggi titik BM (KDV).

    BM 2

    BM 1

    BM A

    BM 3

    BM 5BM 4

    Sipat Datar Tertutup

    1 seksi

    1 slag 1 slag 1 slag 1 slag

    B4 M4

    BM BB3 M3B2 M2

    b1 m1

    3

    2

    1

    BM A

    1 Seksi terdiri dari 2 atau beberapaSlag (bilangan genap)

    SP(denny s. permana)

    (7) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    8/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    E.

    Contoh Soal Hitungan

    1.

    Contoh sipat datar memanjang

    Tentukan tinggi titik B, jika diketahui tinggi titik A, HA = 573.216 dan

    dengan pengukuran sipat datar memanjang sebanyak 4 slag.

    Berikut formulir data ukuran pembacaan sipat datar

    b4 m4

    Bb3 m3b2 m2

    b1 m1

    3

    21A

    Sketsa pengukuran sipat datar

    memanjang 1seksi

    Pembacaaan RambuNoTitik belakang muka

    No

    Slag

    BT ( =b)BBBA

    BT ( =m)BBBA

    A

    0.995 1.345

    0.771 0.547 1.078 0.812I

    1

    1.248 1.532

    0.985 0.723 1.242 0.952II

    2

    1.609 1.1241.307 1.007 0.898 0.672III

    3

    1.824 1.360

    1.549 1.274 1.123 0.885IV

    B

    Tahap Penghitungan

    a) Hitung kontrol bacaan benang:

    | 2BT (BB + BA) | 2mm

    SP(denny s. permana)

    (8) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    9/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    | 2(0.771) (0.995+0.547) | 2mm

    | 1.542 1.542 | 2mm (masuk toleransi)

    | 2(1.078) (1.345+0.812) | 2mm

    | 2.156 2.157 | 2mm (masuk toleransi)

    | 2(0.985) (1.248+0.723) | 2mm

    | 1.970 1.971 | 2mm (masuk toleransi)

    | 2(1.242) (1.532+0.952) | 2mm

    | 2.484 2.484 | 2mm (masuk toleransi)

    | 2(1.307) (1.609+1.007) | 2mm

    | 2.614 2.616 | 2mm (masuk toleransi)

    | 2(0.898) (1.124+0.672) | 2mm| 1.796 1.796 | 2mm (masuk toleransi)

    | 2(1.549) (1.824+1.274) | 2mm| 3.098 3.098 | 2mm (masuk toleransi)

    | 2(1.123) (1.360+0.885) | 2mm

    | 2.246 2.245 | 2mm (masuk toleransi)

    b) Hitung beda tinggi (hi) = bi mi

    (hA1) = 0.771 1.078 = - 0.307

    (h12) = 0.985 1.242 = - 0.257

    (h23) = 1.307 0.898 = + 0.409

    (h3B) = 1.549 1.123 = + 0.426

    c)Hitung hAB = (hA1) + (h12) + (h23) + (h3B)

    = +0.271

    ; sebagai kontrol dapat juga dihitung dengan

    rumus ini [

    hAB=bAB

    mAB ]

    d) Hitung Koordinat B

    HB = HA+ hAB

    = 573.216 + (+0.271)

    = 573.487

    Untuk mempermudah, lakukan perhitungan seperti pada formulir berikut dibawah ini.

    SP(denny s. permana)

    (9) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    10/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Pembacaaan RambuNoTitik belakang muka

    BB BB

    BT ( =b) BA BT ( =m) BANo

    Slag2BT BB + BA 2BT BB + BA

    BedaTinggi(h)

    Tinggi Titik

    A 573.216

    0.995 1.345

    0.771 0.547 1.078 0.812 - 0.307I

    1.542 1.542 2.156 2.157

    1 572.909

    1.248 1.532

    0.985 0.723 1.242 0.952 - 0.257II

    1.970 1.971 2.484 2.484

    2 572.652

    1.609 1.124

    1.307 1.007 0.898 0.672 + 0.409III

    2.614 2.616 1.796 1.796

    3 573.0611.824 1.360

    1.549 1.274 1.123 0.885 + 0.426IV

    3.098 3.098 2.246 2.245

    B 573.487

    bAB= 4.612 mAB= 4.341 hu= t AB = +0.271

    2.

    Contoh sipat datar memanjang tinggi awal & akhir diketahui

    Pada contoh sebelumnya, selain diketahui tinggi titik awal A, HA =573.216 m. Juga diketahui tinggi titik akhir B, HB = 573.480 m. Dataukuran adalah seperti pada soal pertama. Berapakah tinggi titik-titik 1, 2

    dan 3 ?

    Pembacaaan RambuNoTitik belakang muka

    NoSlag

    BT ( =b)BBBA

    BT ( =m)BBBA

    A

    0.995 1.345

    0.771 0.547 1.078 0.812I

    1

    1.248 1.532

    0.985 0.723 1.242 0.952II

    2

    1.609 1.124

    1.307 1.007 0.898 0.672III

    3

    1.824 1.360

    1.549 1.274 1.123 0.885IV

    B

    SP(denny s. permana)

    (10) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    11/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Tahap Penghitungan

    a) Hitung h = HB HA = 573.480 - 573.216

    = + 0.264

    b)Hitung hAB = (hA1) + (h12) + (h23) + (h3B)

    = +0.271

    c) Hitung Koreksi beda tinggi (Kh) = h hU

    (Kh) = 0.264 0.271= -0.007 m

    d) Hitung Koreksi beda tinggi untuk masing-masing slag

    (kh)i = ( di/ di ) x kh

    (kh)A1 = ( dA1/ di ) x kh = (98.1 / 416.5) x (-0.007)= - 0.002(kh)12 = ( d12/ di ) x kh = (110.5 / 416.5) x (-0.007)

    = - 0.002

    (kh)23 = ( d23/ di ) x kh = (105.4 / 416.5) x (-0.007)= - 0.002

    (kh)3B = ( d3B/ di ) x kh = (102.5 / 416.5) x (-0.007)= - 0.002

    Karena jumlah hitungan koreksi adalah - 0.008m, sedangkan yangseharusnya adalah 0.007m. Hal ini dikarenakan adanya pembulatan

    pada proses hitungan. Oleh karena itu, koreksi tersebut harus dikoreksilagi.

    - 0.007 (0.008) = 0.001 m

    Koreksi ini diberikan kepada beda tinggi yang memiliki jarak terpanjang,

    yaitu 110.5 m. Karena semakin panjang ukuran jarak, semakin kurangteliti hasil beda tingginya.

    (kh)12 = (110.5 / 416.5) x (-0.007) + 0.001= -0.002 + 0.001

    = -0.001 m

    e) Hitung beda tinggi yang sudah dikoreksi

    (hi) = ( bi mi) +(kh)i

    (hA1) = (0.771 1.078) + (- 0.002) = - 0.309

    (h12) = (0.985 1.242) + (- 0.001) = - 0.258

    (h23) = (1.307 0.898) + (- 0.002) = + 0.407

    (h3B) = (1.549 1.123) + (- 0.002) = + 0.424

    f) Hitung Tinggi 1, 2, 3 dan B sebagai kontrol

    SP(denny s. permana)

    (11) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    12/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    H1= HA+ hA1 = 573.216 + (- 0.309) = 572.907 m

    H2= H1+ h12 = 572.907 + (- 0.258) = 572.649 m

    H3= H2+ h23 = 572.649 + (+ 0.407) = 573.056 m

    HB= H3+ h3B = 573.056 + (+ 0.424) = 573.480 m

    Kontrol : HBhasil hitungan sama dengan HBdata sebelumnya

    Untuk mempermudah, lakukan perhitungan seperti pada formulir berikut dibawah ini.

    NoTitik

    JarakBeda Tinggi

    (h)

    No

    Slag

    belakang muka Jumlah

    Koreksi Tinggi Titik

    A 573.216I 44..8 53.3 98.1 - 0.307 - 0.002

    1 572.907II 52.5 58.0 110.5 - 0.257 -0.001

    2 572.649III 60.2 45.2 105.4 + 0.409 -0.002

    3 573.056IV 55.0 47.5 102.5 + 0.426 -0.002

    B 573.480

    D = 416.5h=

    + 0.207

    Kh =- 0.007

    F. Hitungan Perataan Tinggi dengan Menggunakan MS Excel

    Tahapan dan prosedur hitungan dengan menggunakan MS Excel akandijelaskan secara terpisah.

    Program yang digunakan untuk proses penghitungan perataan tinggi

    (sipat datar)ini sangat sederhana dan terperinci tahap demi tahap. Andadapat menggantinya dengan program buatan sendiri nantinya sesuai

    dengan keinginan, selama konsepnya sudah dikuasai. Bahkan anda bisamenggabungkannya dengan program poligon sebelumnya.

    G.

    Sumber Kesalahan dan Cara Mengatasinya

    1. kesalahan perorangan

    yaitu kesalahan yang bersumber pada surveyor dan pembantu survey(penulis dan pemegang rambu ukur). Diantaranya:

    Kesalahan membaca

    Kesalahan mendengar

    Kesalahan mencatat

    Kesalahan menempatkan rambu

    SP(denny s. permana)

    (12) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    13/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Cara mengatasinya:

    Melakukan kontrol bacaan dan menghitung dengan ketiga benang: 2BT

    = BB + BA, sebelum alat diangkat

    Penulis mengulang kembali bacaan yang disebut surveyor

    Jangan melakukan pengukuran jika sudah lelah

    2. kesalahan alat

    yaitu kesalahan yang bersumber pada alat sipat datar dan rambu ukur,

    diantaranya:

    garis bidik tidak sejajar dengan garis acuan nivo

    kesalahan pada nivo rambu

    Cara mengatasinya:

    Pasang alat pada tengah-tengah slag, jarak alat ke rambu belakangsama dengan jaraka alat ke rambu muka, sehingga Db Dm = 0

    Gunakan nivo rambu dalam keadaan baik

    3. kesalahan alam

    yaitu kesalahan yang bersumber pada alam, diantaranya:

    kesalahan karena melengkungnya sinar (refraksi) kesalahan karena melengkungnya bumi

    kesalahan karena masuknya statif ke dalam tanah

    kesalahan karena masuknya rambu ukur ke dalam tanah

    kesalahan karena panasnya sinar matahari dan getaran udara

    Cara mengatasinya:

    Pasang alat pada tengah-tengah slag, jarak alat ke rambu belakangsama dengan jaraka alat ke rambu muka, sehingga Db Dm = 0

    Gunakan metode pengukuran double stand (dua kaliberdiri/pengukuran pada satu slag di tempat yang berbeda)

    Gunakan metode pengukuran yang kedua berupa metode pergi-pulanguntuk setiap satu atau beberapa seksi.

    Gunakan payung untuk melindungi alat sipat datar dari panasnya sinar

    matahari Lakukan pengukuran pergi pada pagi hari, dan pulang pada sore hari

    H.

    Kesimpulan Pengukuran Sipat Datar Memanjang Pergi-Pulang

    Setelah mempelajari tentang sumber kesalahan dan bagaimana cara untuk

    mengatasinya, maka ada beberapa ketentuan berikut yang harusdiperhatikan oleh surveyor:

    1. Jumlah jarak ke rambu belakang harus sama dengan jumlah jarak ke

    rambu muka, ( bi - mi ) = 0

    SP(denny s. permana)

    (13) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    14/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    2. Jalur sipat datar (slag) harus dibagi menjadi genap bagian. Hal ini

    dapat dilakukan dengan cara menempatkan rambu belakang pada

    bagian awal menjadi rambu muka pada bagian akhir. bAmenjadi mB.

    3. Nivo rambu yang digunakan harus dalam keadaan baik.

    4. Pengukuran setiap slag harus dilakukan secara double-stand (dua kali

    berdiri pengukuran di tempat yang berbeda, bergeser ke kiri ataukanan dari posisi alat semula)

    5. Pengukuran dilakukan dalam keadaan udara yang tenang, yaitu pagi

    hari dan/atau sore hari

    6. Pengukuran sipat datar memanjang harus dilakukan secara pergi-pulang

    7. Untuk mengurangi pengaruh getaran udara, pembacaan BT rambudiusahakan jangan lebih rendah dari 1.000 m. Untuk mengurangi

    pengaruh kemungkinan masih ada kesalahan sisa dari nivo rambu,pembacaan BT rambu jangan lebih dari 2.000 m.

    8. Alat sipat datar dilindungi dengan payung

    SP(denny s. permana)

    (14) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]

  • 7/25/2019 2 KDV Revised

    15/15

    Pelatihan Konsep Dasar Survey & PemetaanModul 2 Kerangka Dasar Vertikal (KDV)

    Daftar Pustaka

    1. ...... (1980). Alat Pengukur Sudut, Teknik Survey dan Pemetaan.

    Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, InstitutTeknologi Bandung, Bandung.

    2. ...... (1980). Poligon, Teknik Survey dan Pemetaan. Jurusan TeknikGeodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut TeknologiBandung, Bandung.

    3. ...... (1980). Sipat Datar Memanjang, Teknik Survey dan Pemetaan.

    Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, InstitutTeknologi Bandung, Bandung.

    4. ...... (1980). Pengukuran Situasi, Teknik Survey dan Pemetaan.Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, InstitutTeknologi Bandung, Bandung.

    5. Purworaharjo, Umaryono. U. (1986). Ilmu Ukur Tanah, Seri A,Pengukuran Horisontal. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipildan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

    6. Purworaharjo, Umaryono. U. (1986). Ilmu Ukur Tanah, Seri B,Pengukuran Vertikal. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil danPerencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

    7. Purworaharjo, Umaryono. U. (1986). Ilmu Ukur Tanah, Seri C,Pemetaan Topografi. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan

    Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

    8. ...... (2002). Jaring Kontrol Horizontal. SNI 19-6724-2002, Badan

    Standardisasi Nasional (BSN), Pusat Sistem Jaringan dan StandardisasiData Spasial, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional(Bakosurtanal), Bogor.

    9. ...... (1997). Buku Petunjuk Penggunaan Proyeksi TM-3 dalam

    Pengukuran dan Pemetaan Kadastral. Badan Pertanahan Nasional(BPN), Jakarta.

    SP(denny s. permana)

    (15) / (15)

    (0815) 600 9861 : [email protected]