2003- radiologi.pdf

Upload: vivianasaputra

Post on 06-Feb-2018

665 views

Category:

Documents


37 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    1/35

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1

    Latar Belakang

    Radiografi adalah produksi gambaran radiografis (radiographic image) dari suatu

    obyek dengan memanfaatkan sinar x (X-ray). Sinar x ditemukan oleh Wilhem C Roentgen,

    seorang professor fisika dari German saat melihat timbulnya fluoresensi yang berasal dari

    kristal barium platinosianida yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1901. Akhir Desember

    1895 dan awal Januari 1896 Dr. Otto Walkhoff (dokter gigi) dari German adalah orang

    pertama yang menggunakan sinar x pada foto gigi (premolar bawah). Penggunaan sinar

    rontgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran yang sangat

    membantu dalam menegakkan diagnosa dan untuk menentukan rencana perawatan.

    Radiografi memberikan informasi diagnosis yang penting dan dapat digunakan saat

    menentukan rencana perawatan. Dalam bidang kedokteran gigi, radiografi digunakan untuk

    menyediakan informasi tentang struktur oral tidak kasat mata.Pemeriksaan radiografi dalam

    kedokteran gigi dikenal lebih dari satu abad sebagai sarana untuk memperoleh informasi

    diagnostik yang tidak dapat diperoleh dari pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografis

    merupakan salah satu tahapan penting dalam perawatan adanya kelainan dalam praktekdokter gigi (Mahsiddin, 2001).

    Radiografi di bidang kedokteran gigi mempunyai peranan penting dalam memperoleh

    informasi diagnostik untuk penatalaksanaan kasus, mulai dari menegakkan diagnosis,

    merencanakan perawatan, menentukan prognosis, memandu dalam perawatan, mengevaluasi,

    dan observasi hasil perawatan. Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah pemeriksaan klinis

    lengkap dilakukan.Pada pemeriksaan radiografi, dokter gigi harus mempertimbangkan dan

    memutuskan teknik radiografi mana yang dipakai. Radiografi sering digunakan pada klinis

    dan penelitian untuk mengevaluasi penyakit periodontal. Radiografi dapat mengevaluasi

    derajat keparahan dan pola kehilangan tulang alveolar, panjang akar gigi, anatomi dan posisi

    dan mendeteksi lesi patologis periodontal. Radiografi di kedokteran gigi ada 2 macam yaitu

    radiografi intra oral (film di dalam mulut) dan radiografi ekstra oral (film di luar mulut).

    Radiografi intra oral adalah radiografi yang memperlihatkan gigi dan struktur disekitarnya.

    Radiografi ekstra oral merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala dan

    rahang dimana film berada di luar mulut (Mestika, 2013).

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    2/35

    2

    Pemeriksaan radiografik ekstra oral adalah seluruh proyeksi pemotretan regio

    orofasial dengan film yang diletakkan di luar mulut pasien. Proyeksi-proyeksi pemotretan

    ekstra oral digunakan untuk memeriksa daerah yang tidak tercakup dalam foto intra oral atau

    untuk melihat struktur fasial secara keseluruhan. Pemotretan itu sendiri terdiri dari beberapa

    jenis, misalnya radiografi kepala, sefalometri, panoramic, radiografi maksila, radiografi

    mandibula, yang memiliki indikasi tersendiri untuk setiap penggunaannya (Bontrager, 2001).

    Oleh karena itu, akan dibahas berbagai macam pemotretan ekstra oral tersebut untuk

    mengetahui lebih dalam cara penggunaannya, teknik, indikasi, kontraindikasi, keuntungan,

    serta kerugian dari setiap jenis pemotretan.

    1.2 Tujuan Penulisan

    1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang radiografi ekstra oral

    2. Untuk mengetahui macam-macam teknik proyeksi radiografi ekstra oral

    3. Untuk mengetahui perbedaan alat serta prosedur radiografi pada tiap teknik

    proyeksi.

    1.3 Manfaat

    1. Untuk menambah pengetahuan lebih dalam tentang radiografi ekstra oral

    2. Untuk menambah pengetahuan tentang macam-macam teknik proyeksi

    radiografi ekstra oral

    3. Untuk menambah pengetahuan adanya perbedaan alat serta prosedur pada tiap

    proyeksi radiografi ekstra oral.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    3/35

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Radiografi Ekstra Oral

    Radiografi ekstraoral merupakan seluruh proyeksi pemotretan regio orofacial dengan

    film diletakkan di luar mulut pasien. Pemotretan itu sendiri terdiri dari beberapa jenis,

    misalnya radiografi kepala, sefalometri, panoramic, radiografi maksila, radiografi mandibula.

    Dengan indikasi tersendiri untuk setiap penggunaannya (Karjodkar, 2006).

    Pemeriksaan radiografik ekstra oral merupakan seluruh proyeksi pemotretan regio

    orofacial dengan film diletakkan di luar mulut pasien. Proyeksi-proyeksi pemotretan ekstra

    oral digunakan untuk memeriksa daerah yang tidak tercakup dalam foto intra oral, atau untukmelihat struktur fasial secara keseluruhan (Anonim, 2009).

    2.2 Indikasi Radiografi Ekstra Oral

    2.2.1 Indikasi Pemeriksaan Ekstra Oral

    Radiografi ekstra oral bukan merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan di

    Rumah Sakit atau Poliklinik Gigi yang besar. Oleh karena itu, dokter gigi harus melakukan

    pemeriksaan klinis yang cermat, sebelum merujuk pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam

    melakukan pemeriksaan radiografik adalah bahwa operator dapat dan kadang-kadang harus

    melakukan pemotretan dengan modifikasi teknik standar, terutama pada pasien khusus, yaitu

    (Karjodkar, 2006 dan Anonim, 2009):

    1. Anak kecil atau orang tua yang kurang kooperatif

    2. Peka terhadap refleks muntah

    3. Sukar membuka mulut (trismus)

    4. Keadaan kurang kesadaran atau pingsan

    5. Tidak bisa menggerakkan tangan

    6. VIP

    7.

    Hipersalivasi

    8. Menggunakan kursi roda

    9.

    Hiperaktif

    10.Selama tindakan operasi

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    4/35

    4

    Pemeriksaan ekstra oral adalah pemeriksaan yang sulit dan kompleks, karena

    menyangkut banyak faktor, yaitu : teknik pemotretan, pengetahuan pesawat roentgen, serta

    penguasaan struktur anatomis rahang dan kepala (Anonim, 2009).

    2.2.2 Indikasi Pemotretan Ekstra Oral

    1. Kelainan yang mencakup daerah luas, lebih dari 4 gigi di rahang atas atau bawah, misalnya

    Osteomyelitis atau abses yang mengenai gigi.

    2. Kelainan yang berhubungan dengan struktur anatomi sekitarnya. Misalnya faktor maksial

    yang melibatkan tulang hidup atau kepala.

    3. Periode gigi campuran yang memerlukan evaluasi gigi susu dan pertumbuhan gigi

    permanen secara keseluruhan.

    4. Pasien khusus, misalnya pembukaan mulut terbatas, tingkat kesadaran kurang, kurang

    kooperatif, dll.

    5. Perawatan orthodonsi (meratakan gigi) (Karjodkar, 2006 dan Anonim, 2009).

    2.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Ekstra Oral

    2.3.1 Kelebihan

    Foto radiografik ekstra oral dapat memperlihatkan lesi yang luas, dapat dilakukan pada

    pasien yang sulit, misalnya pasien dengan keterbatasan membuka mulut atau pasien operasi.

    Keuntungan lain adalah dapat memperlihatkan hubungan struktur anatomis dibandingkan

    dengan foto dental seluruh gigi yang memerlukan 14 film (Karjodkar, 2006).

    2.3.2 Kekurangan

    Foto radiografik ekstra oral adalah gambaran kurang jelas dan detail, proses pemotretan

    memerlukan waktu yang lama, lebih sulit, mahal, dan radiasi yang diterima pasien lebih besar

    dibandingkan satu foto dental (Intra Oral seperti periapikal) . Selain itu, pemotretan tidak

    dilakukan di tempat praktek pribadi atau Puskesmas, tetapi harus dirujuk ke Rumah Sakit

    atau laboratorium swasta(Karjodkar, 2006 dan Anonim, 2009).

    2.4Teknik Proyeksi Ekstra Oral

    2.4.1 Foto Panoramik

    2.4.1.1 Definisi

    Istilah panoramik berarti gambaran (view) suatu regio secara lengkap dari segala arah.

    Panoramik radiografi adalah istilah yang dipakai untuk teknik pemotretan yang

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    5/35

    5

    memproyeksikan gigi geligi dan seluruh struktur jaringan penyangganya, serta struktur

    anatomis rahang atas dan bawah sampai setinggi rongga orbita dan mencakup kondilus

    mandibula satu lembar film. Teknik foto rontgen ekstra oral dapat menghasilkan gambar

    yang menunjukkan semua gigi dan jaringan pendukung (Bontrager, 2001).

    Foto panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram dan menjadi

    sangat populer di kedokteran gigi karena teknik yang sederhana, gambaran mencakup seluruh

    gigi dan rahang dengan dosis radiasi yang rendah, dimana dosis radiasi yang diterima pasien

    untuk satu kali foto panoramik hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral

    (Bontrager, 2001).

    2.4.1.2Indikasi Klinis

    Indikasi pasien yang membutuhkan radiografi ekstra oral dengan teknik proyeksi

    panoramik antara lain:

    1. Lesi pada rahang/ gigi yang belum erupsi yang tidak terlihat dengan foto intra oral

    2.

    Pasien dengan refleks muntah tinggi

    3. Tumbuh kembang gigi keseluruhan

    4. Adanya fraktur mandibula

    5.

    Adanya kerusakan TMJ

    6.

    Preodontektomi dan implant

    7. Kelainan sinus maksilaris, terutama untuk menilai dinding anterior, posterior, dan dasar

    sinus

    8. Untuk menilai keadaan gigi molar 3.

    9. Untuk menilai ada tidaknya penyakit/ kelainan yang mempengaruhi sebelum

    pembuatan gigi tiruan sebagian/ penuh.

    10. Evaluasi ukuran vertikal (tinggi) tulang alveolar sebelum pemasaran gigi tiruan

    implant.

    2.4.1.3Teknik Pemotretan

    Teknik dan posisi yang tepat adalah bervariasi pada satu alat dengan alat lainnya. Akan

    tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki semua alat dan dapat

    dirangkum meliputi (Bontrager, 2001):

    a. Persiapan Alat

    1. Persiapan kaset yang telah diisi film atau sensor digital yang telah dimasukkan ke

    dalam tempatnya.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    6/35

    6

    2. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan.

    3. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA.

    4.

    Alat dihidupkan untuk melihat apakah alat dapat bekerja, naik atau turunkan tempat

    kepala dan sesuaikan dengan posisi kepala pasien.

    5. Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan.

    b.

    Persiapan Pasien

    1. Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris rambut,

    gigi palsu, dan alat orthodonti yang dipakainya.

    2. Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien dan jika perlu

    lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak.

    3. Radiografer memakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak

    ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.

    4. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk memegang

    handel agar tetap seimbang.

    5. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka bersentuhan pada

    tempat dagu.

    6. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

    7.

    Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke palatum dan

    jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.

    8. Radiografer memberi penjelasan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak

    bernafas terlalu dalam saat penyinaran.

    Gambar 1 : Posisi Pasien Radiografi Panoramik (Bontrager, 2001).

    c. Persiapan Operator

    1.

    Operator memakai pakaian pelindung.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    7/35

    7

    2. Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari sumber sinar-x

    pada waktu penyinaran.

    3.

    Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan tidak ada

    pergerakan.

    4. Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi kepala pada

    tempatnya.

    5. Ambil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk diproses.

    d. Persiapan Lingkungan terhadap Proteksi Radiasi

    1. Pastikan perangkat sinar-x digunakan dengan teknik yang baik dan parameter secara

    fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar.

    2. Hindari kemungkinan kebocoran dengan menggunakan kepala tabung harus

    radiopaque.

    3. Filtrasi dari berkas sinar-x dengan mengatur ketebalan filter. Ketebalan filter

    bergantung pada tegangan operasi dari peralatan sinar-x. Tegangan mencapai 70

    kVp, ketebalan filter setara dengan ketebalan alumunium 2,5 mm, dan kekuatan

    tabung sinar-x antara 70-100 kVp.

    e. Cara Pemotretan

    1.

    Sumbu sinar-x langsung di dalam mulut penderita, film ditempatkan di luar mulut,

    sekeliling rahang yang akan diperiksa.

    2. Sumber sinar-x dan film berputar mengelilingi rahang pasien yang akan diperiksa.

    3.

    Pasien berputar di antara film dan sumber sinar-x yang diam.

    2.4.1.4Macam-macam Foto Panoramik

    1.

    Panagraphy

    Disebut juga status-x. Sumber sinar-x ditempatkan di dalam mulut pasien sedangkan

    film dipegang oleh pasien sendiri dan ditempatkan di sekeliling muka atau rahang yang akan

    di foto. Hasil foto yang diperoleh hanya meliputi satu rahang saja, mulai dari regio gigi molar

    tiga kiri sampai molar tiga kanan. Kerugian teknik ini adalah terjadinya distorsi gambaran

    yang dihasilkan, radiasi hambur ke struktur anatomis lainnya di rongga mulut.

    2. Panorex

    Mempunyai dua pusat putaran, yaitu sumber sinar-x berputar mengelilingi rahang

    pasien. Setelah mencapai pertengahan rahang pasien, tube berhenti untuk pindah pada

    lintasan berikutnya. Film ditempatkan pada posisi lurus di film holder dan akan bergeser pada

    saat tube pindah lintasan. Foto yang dihasilkan memperlihatkan gigi geligi rahang atas dan

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    8/35

    8

    rahang bawah dalam satu lembar film, dengan garis putih di tengahnya, karena tube berhenti

    dan berpindah lintasan.

    3.

    Rotograph

    Mempunyai suatu pusat putaran. Pasien duduk di kursi yang dapat berputar di antara

    film dan sumber sinar-x yang diam.

    4.

    Elipsopantomograph

    Pesawat sinar-x mutakhir. Pesawat ini mempunyai 4 pusat putaran, yang dapat

    menyesuaikan lintasannya dengan bentuk rahang penderita, dengan 3 sumbu perputaran

    sumber sinar-x nya. Film holder berputar di lintasannya.

    5. Orthopantomography

    Macam pusat perputaran alat yaitu :

    a.

    Sumber sinar-x dan film berputar dengan arah berlawanan mengelilingi rahang

    penderita.

    b. Film pada kaset holder setengah lingkaran berputar mengelilingi sumbu putarnya.

    Foto yang dihasilkan memperlihatkan gambaran tanpa garis pemisah antara regio

    sebelah kiri dengan sebelah kanan. Walaupun foto panoramik memperlihatkan sebelah

    rahang bawah dan rahang atas termasuk kondilus dan sinus maksilaris, tetapi radiogram dapat

    dibagi dalam 3 daerah kejelasan (image layer/focal trough) yaitu :

    1.

    Daerah simfisis mandibula.

    2. Daerah kondilus mandibula

    3.

    Daerah sinus maksilari

    Oleh karena itu, bila merujuk penderita untuk foto panoramik, regio yang diperiksa

    harus ditulis dengan jelas dan spesifik. Hal ini disebabkan bentuk rahang tidak selalu

    parabola, tetapi berbagai bentuk seperti segitiga atau segi empat (Bontrager, 2001).

    2.4.1.5

    Kriteria Foto Panoramik yang Ideal

    Menurut Bontrager (2001), struktur anatomi yang harus tampak pada radiografi

    panoramik antara lain gigi geligi, mandibula, temporomandibular joints (TMJs), nasal fossae,

    sinus maksila, arcus zygomaticum, maksila, dan bagian vertebra servikal.

    Mandibula tampak tanpa rotasi atau penyudutan yang diindikasikan dengan TMJ pada

    bidang horizontal yang sama pada gambaran, ramus, dan gigi belakang magnifikasinya sama

    pada setiap sisi gambar, gigi depan dan belakang tampak secara tajam dengan magnifikasi

    yang sama. Selain itu, posisi pasien yang tepat yang diindikasikan dengan simpisis mandibula

    terproyeksi secara lurus di bawah mandibular angles, mandibula berbentuk lengkung, bidang

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    9/35

    9

    oklusal sejajar dengan sumbu panjang pada gambaran, gigi atas dan bawah terletak rapi dan

    terpisah tanpa superposisi, vertebra servikal tampak tanpa superposisi pada TMJ (Bontrager,

    2001).

    Densitas mandibula dan gigi geligi sama dalam gambaran. Tidak ada densitas hilang

    yang jelas tergambar di tengah. Tidak ada artefak yang bertumpukan pada gambaran

    (Bontrager, 2001).

    Gambar 2 : Struktur anatomi radiografi panoramik (Bontrager, 2001)

    Keterangan : A. Fossa nasal; B. Sinus maksila; C. Arcus zygomatik; D. Kondil; E.

    Mandibular notch; F. Prosesus koronoid; G. Angle (gonion); H. Ramus; I. Bidang oklusal; J.

    Body; K. Simpisis.

    Bayangan anatomi normal yang tampak pada radiografi panoramik bervariasi antara

    pesawat panoramik yang satu dengan yang lain, tetapi secara umum dibagi menjadi 2 yaitu

    bayangan asli atau nyata dan bayangan artefak (Whaites, 1997).

    A. Bayangan Asli atau Nyata

    1. Bayangan Jaringan Keras (Hard Tissue)

    Yaitu gigi geligi, mandibula, maksila, hard palate, prosesus styloid, tulang hyoid,

    septum nasal dan konka, lingkaran orbita, dan dasar kepala.

    Gambar 3 : Bayangan hard tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    10/35

    10

    Keterangan : A. Septum nasal; B. Tengah dan bawah turninates; C. Garis orbita; D. Hard

    palate; E. Permukaan antrum; F. Permukaan antrum; G. MAE; H. Prosesus

    styloid; I. Hyoid; J. Plastik kepala pendukung.

    2.

    Bayangan Jaringan Lunak

    Yaitu lobus telinga, kartilago nasal, soft palate,punggung lidah, bibir, pipi, dan lipatan

    nasolabial.

    Gambar 4 : Bayangan soft tissues pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)

    Keterangan :A. Kartilago nasal; B. Lobus telinga; C. Soft palate; D. Punggung lidah; E.

    Orofaring; F. Lipatan nasolabial; G. Mulut.

    3.

    Bayangan Artefak

    Yaitu vertebra servikal, body, angle dan ramus sisi samping mandibula, sertapalate.

    Gambar5: Bayangan artefak pada radiografi panoramik (Whaites, 1997)

    Keterangan : A. Palate; B. Mandibula; C. Vertebra Servikal.

    Menurut Carver (2006), kriteria untuk penilaian kualitas gambar suatu radiograf

    panoramik antara lain :

    1. Semua mandibula termasuk simpisis mental bawah dan kondilus atas tampak. Hard

    palate dan bagian bawah sinus maksila tampak.

    2. Susunan gigi tampak pada garis horizontal.

    3.Bite rod tampak di pusat antara insisivus atas dan bawah yang dipisahkan oleh bidang

    oklusal gigi.

    4. Semua gigi tampak tajam.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    11/35

    11

    5. Struktur servikal tampak kabur di bagian depan yang superposisi dengan bayangan

    insisivus. Bayangan vertebra servikal terlihat tajam di kedua sisi samping dari

    gambaran, terbebas dari daerah yang akan diperiksa.

    6. Garis tepi mandibula tampak berlanjut dan tidak terputus.

    2.4.1.6Keuntungan dan Kerugian Foto Panoramik

    a. Keuntungan Foto Panoramic(Bontrager, 2001):

    1. Bagi dokter gigi, foto mempermudah dan mempersingkat waktu untuk menilai suatu

    kasus secara keseluruhan.

    2. Memperoleh gambar daerah yang luas beserta seluruh jaringan yang berada di dalam

    focal trough(image layer) walaupun penderita tidak membuka mulutnya.

    3.

    Gambaran di foto panoramik mudah dimengerti sehingga foto ini berguna untuk

    menjelaskan kepada penderita atau untuk bahan pendidikan.

    4. Pergerakan sesaat dalam arah vertikal hanya merusak gambar pada bagian tertentu

    saja, tidak semua gambaran mengalami distorsi.

    5. Pengaturan posisi pasien dan pengaturan pesawat relatif mudah.

    6. Gambar keseluruhan rahang yang diperoleh memungkinkan deteksi

    kelainan/penyakit yang tidak diketahui sebelumnya.

    7.

    Diperoleh gambaran kedua posisi rahang yang memungkinkan penilaian keadaan

    fraktur. Bagi pasien dengan luka-luka akibat fraktur, proyeksi ini lebih nyaman.

    8.

    Sangat berguna untuk evaluasi awal keadaan jaringan periodontal serta kasus

    ortodonsi.

    9. Bagian dasar dan dinding anterior serta posterior sinus terlihat dengan baik.

    10.

    Mudah memperbandingkan kedua kepala kondilus TMJ.

    11. Dapat dipergunakan untuk penderita dengan keterbatasan-keterbatasan seperti

    penderita sensitif muntah, penderita dengan kesadaran menurun, sukar atau tidak

    dapat membuka mulut, serta penderita yang tidak kooperatif seperti pada anak-anak.

    b. Kekurangan Foto Panoramik

    Foto Panoramik mempunyai bentuk keterbatasan yaitu gambaran foto yang dihasilkan

    kurang detil. Selain itu, apabila salah satu sisi rahang membengkak misalnya abses, tumor,

    atau fraktur, maka gambar yang dihasilkan kabur (Bontrager, 2001).

    2.4.1.7

    Akibat dari Kesalahan yang Umum Dijumpai

    a. Kesalahan dalam Mempersiapkan Pasien

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    12/35

    12

    Kesalahan dalam mempersiapkan pasien dapat menyebabkan :

    1. Tidak jelasnya gambaran di daerah anterior.

    2.

    Pembesaran pada salah satu sisi gambar.

    3. Adanya garis radio-opak di daerah anterior.

    4. Distorsi gambar akibat pergeseran pasien selama pemotretan.

    5.

    Terlihat gambarghost image.

    b. Kesalahan dalam Pemotretan dan Pencucian

    Kesalahan dalam pemotretan dan pencucian dapat menyebabkan :

    1. Gambar yang dihasilkan terlalu terang atau terlalu gelap, keseluruhan terlihat tidak

    jelas, sebagian terlihat tidak jelas, dan kabur atau berkabut.

    2. Adanya berbagai noda atau artefak.

    2.4.1.8Contoh Foto Panoramik

    Gambar 6:Panoramic radiograph of 6 year old(Bontrager, 2001).

    Gambar 7:Panoramic radiograph of 9 year old(Bontrager, 2001).

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    13/35

    13

    Gambar 8 :Panoramic radiograph of 12 year old (Bontrager, 2001).

    Gambar 9 :Panoramic radiograph of 15 year old(Bontrager, 2001).

    Gambar 10 :Panoramic radiograph of Supernumerary Teeth(Bontrager, 2001).

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    14/35

    14

    2.4.2 Radiografi Mandibular Lateral Oblique atau Eisler

    Radiografi lateral oblique digunakan untuk memeriksa regio posterior pada mandibula

    dan sangat berguna bagi pasien anak-anak dan pasien dengan keterbatasa pembukaan rahang

    akibat dari fraktur atau pembengkakan, selain itu juga dapat dilakukan pada pasien yang

    memiliki kesulitan dalam toleransi penempatan film. Walaupun lateral oblique radiografi

    sangat berguna, akan tetapi perlu dicatat bahwa radiografi panoramik lebih baik dibanding

    lateral oblique karena informasi diagnosis dapat lebih banyak didapatkan. Sesuai istilahnya,

    teknik peletakan film pada radiografi lateral oblique ini adalah pada posisi lateral dari rahang

    yang akan diekspos. Radiografi lateral oblique tidak membutuhkan alat x-ray yang khusus,

    sehingga mesin x-ray intra oral standar dapat digunakan. Proyeksi radiografi lateral oblique

    dibagi menjadi dua, yaitu : body of mandible projection dan ramus of mandible projection

    (Ianucci et all, 2006).

    1.

    Body of mandible projection

    Tujuan dari proyeksi ini adalah untuk mengevaluasi adanya gigi impaksi, fraktur, dan

    lesi yang terletak pada tubuh mandibula. Proyeksi ini dapat memperlihatkan regio premolar

    dan molar mandibula serta pinggir inferior mandibula dengan baik. Peletakan film pada

    proyeksi ini adalah kaset diletakkan mendatar menempel pada pipi pasien dan terletak pada

    center atau tengah dari tubuh mandibula. Kaset juga harus diposisikan paralel dengan tubuh

    mandibula. Pasien harus menahan kaset pada posisi tersebut dengan meletakkan ibu jari pada

    bagian bawah tepi kaset dan telapak tangan pada permukaan luar kaset. Posisi kepala terletak

    kurang lebih 15 derajat terhadap sisi imajiner dan bagian dagu terangkat sedikit. Pancaran

    sinar utama diarahkan menuju pada titik dibawah garis tepi inferior mandibula pada sisi yang

    berlawanan dari kaset. Pancaran diarahkan meningkat ( -15 sampai -20 derajat) dan terpusat

    pada tubuh mandibula. Pancaran harus terarah perpendikular pada bidang horizontal film.

    Faktor eksposur proyeksi ini berbedabeda tergantung dari film, tingkat intensitas layar, dan

    penggunaan alat(Ianucci et all, 2006).

    2. Ramus of mandible projection

    Tujuan dari proyeksi ini adalah untuk mengevaluasi gigi molar ketiga yang impaksi,

    lesi yang lebih besar , dan adanya fraktur yang mengenai hingga ke ramus mandibula.

    Proyeksi ini memperlihatkan ramus mandibula dari sudut mandibula sampai ke kondilusnya.

    Penempatan film pada proyeksi ini adalah kaset diletakkan mendatar menempel pada pipi

    pasien dan terletak pada tengah dari ramus mandibula. Kaset harus diposisikan paraleldengan ramus mandibula. Pasien harus menahan kaset dengan posisi ibu jari diletakkan pada

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    15/35

    15

    bagian tepi bawah kaset dan telapan tangan diletakkan pada permukaan luar kaset. Posisi

    kepala terletak kurang lebih 15 derajat terhadap sisi imajiner dan bagian dagu terangkat

    sedikit. Pancaran sinar utama diarahkan menuju pada titik posterior regio gigi molar ketiga

    pada sisi yang berlawanan dari kaset. Pancaran diarahkan meningkat ( -15 sampai -20 derajat)

    dan terpusat pada ramus mandibula. Pancaran harus terarah perpendikular pada bidang

    horizontal film. Faktor eksposur proyeksi ini berbeda beda tergantung dari film, tingkat

    intensitas layar, dan penggunaan alat(Ianucci et all, 2006).

    2.4.3Skull Maxillofacial Radiography

    Teknik ini memberikan gambaran radiografik dari kepala secara lengkap. Biasanya

    berguna untuk melihat fraktur di daerah kepala atau maksilofasial, dan kelainan pada

    Temporo Mandibulae Junction (TMJ). Terdapat beberapa cara untuk untuk teknik ini, yaitu,

    Cephalometric projection, Waters Projection , Submentovertex Projection, Reverse-Towne

    Projection (S. C. White, 2000).

    2.4.3.1Foto Cephalometri ( Cephalometric Projection)

    2.4.3.1.1 Definisi

    Foto Cephalometri adalah radiografi yang distandarisasi dan

    reproducible, terutama dipergunakan di bidang ortodonsi dan orthognatic

    surgery. Cephalometri menggunakan sefalostat atau kraniostat untuk fiksasi

    kepala standar. Maksud standarisasi adalah untuk memperoleh foto dengan

    posisi yang selalu sama terutama untuk memperbandingkan foto sebelum,

    selama, dan sesudah perawatan ortodonsi (Bhalajhi, 2003).

    Penggunaan teknik ini untuk melihat hubungan gigi, struktur

    kraniofasial dan tulang rahang (S. C. White, 2000). Sebuah cephalogram

    adalah proyeksi tengkorak 2 dimensi. Film ini diambil dengan cephalostat ,

    yang merupakan suatu alat x - ray dengan standar jarak ojek dengan sumber 5

    kaki. Proyeksi yang paling umum digunakan adalah cephalogram lateral.

    Berbagai analisis cephalometri ada untuk menggambarkan kraniofasial

    kompleks. Kebanyakan analisis bergantung pada unsur-unsur yang relatif

    stabil di dasar tengkorak sebagai titik acuan dan bidang yang digunakan untuk

    mengukur perubahan atau struktur yang berkembang. Cephalometry

    merupakan material penelitian dan klinik yang penting dalam ortodontik.

    Cephalometry telah dipakai selama puluhan tahun unduk mendapat langkah

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    16/35

    16

    yang absolut dan relatif dalam tindakan tulang craniofacial (K. Vandana, et.all,

    2008).

    Radiograf sefalometri terbagi menjadi dua, yaitu (Bhalajhi, 2003) :

    1. Lateral Cephalometric Projection: memperlihatkan tampilan lateral dari

    tengkorak. Cara ini menunjukan semua tulang yang terletak disamping, dan

    sinar X melewati sisi lateral.

    Gambar 11 : Orientasi 3D model virtual cephalograms secara umum (K. Vandana et.all, 2008)

    2.Frontal cephalogram (Posteroanterior Cephalometric) : Memperlihatkan

    semua tulang di bagian posteroanterior. Penyinaran yang dilakukan

    menembus tulang dari arah posterior ke anterior. Tujuan dengan cara ini

    dapat mengetahui adanya asimetri, penyakit, trauma, dan pertumbuuhan yang

    tidak normal, serta Memperlihatkan adanya perubahan-perubahan progresif

    pada beberapa struktur tulang dibagian fasial yang meliputi tulang frontalis,

    ethoid-sinus, nasal fossa, tulang orbital (Ditarana, 2014). Pada teknik ini

    tubehead diputar 90 sehingga arah sinar X tegak lurus pada sumbu

    transmental (S. C. White, 2000).

    2.4.3.1.2 Indikasi Klinis

    Indikasi pasien yang membutuhkan radiografi dengan teknik proyeksi

    cephalometri adalah (Bhalajhi, 2003):a. Perawatan Ortodontik

    Membantu diagnosis kasus ortodonti karena dapat dilakukan pembelajaran

    skeletal, dental, dan struktur jaringan lunak pada regio dento-facial.

    - Diagnosis awal

    - Rencana perawatan

    -

    Perkembangan perawatan

    b. Bedah ortognatik

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    17/35

    17

    Membantu dalam memprediksi perubahan yang berhubungan dengan

    pertumbuhan dan perubahan yang berhubungan dengan perawatan bedah.

    -

    Evaluasi pre operasi

    - Rencana perawatan

    - Kontrol post operasi

    2.4.3.1.3 Teknik Pemotretan

    a. Posisi Kepala

    1. Pasien sebaiknya dalam posisi tegak atau duduk dengan kepala difiksasi

    pada sefalostat. Sisi kiri atau kanan menempel pada kaset yang diletakkan

    tegak lurus lantai.

    2.

    MSP pasien sejajar kaset, jarak MSP ke film kira-kira 18 cm.

    3.

    Kedua lubang telinga, tulang hidung, dan dahi difiksasi.

    4. Pasien menggigit dalam keadaan sentrik oklusi (maximum

    intercuspation),

    5.

    Jarak tube ke film (TFD) untuk pesawat merk Asahi 1,52 meter.

    6. Kondisi sinar X, 100 kVp, 10 mA, dan 2 secon.

    7. Ukuran film 24 x 30 cm, menggunakan grid / lisholm.

    8.

    Arah sinar X pusat tegak lurus dengan titik pusat sinar X pada MAE.

    (Bhalajhi, 2003).

    2.4.3.1.4 Kegunaan Foto Cephalometri

    Di bidang ortodonsi, dengan interpretasi atau tracking sefalogram untuk

    (Bhalajhi, 2003).:

    1.

    Mempelajari pertumbuhan kepala serial sefalogram yang dibuat dalam

    interval waktu tertentu dan diperbandingkan, maka dapat diketahuikecepatan dan arah pertumbuhan tulang muka serta pertumbuhan rahang

    dan gigi.

    2. Analisa diagnostic cranion-facial. Dengan menggunakan sefalogram

    dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor apa yang menyebabkan

    maloklusi. Misalnya anomali, ketidakseimbangan pertumbuhan tulang

    muka, serta pertumbuhan rahang dan gigi.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    18/35

    18

    3. Untuk mempelajari tipe fasial. Analisa sefalogram dapat menentukan

    tipe muka, apakah konkaf, konveks, atau lurus. Tipe muka tergantung

    dari ras, misalnya ras negro berbeda dengan ras Kaukasi.

    4. Untuk rencana perawatan orthodonsi, dengan menggunakan tracking

    sefalogram.

    5.

    Untuk melihat hasil perwatakan yang telah dilakukan dengan

    mempertimbangkan sefalogram sebelum dan sesudah perawatan.

    6. Untuk keperluan riset.

    2.4.3.1.5 Keterbatasan Foto Cephalometri

    a.Kesalahan Pembuatan Sefalogram

    1.

    Posisi gigitan penderita

    Jika perlu, harus dilatih untuk memperoleh oklusi yang benar.

    Biasanya waktu menggigit, rahang bawah lebih sering maju ke depan

    sehingga tidak pada oklusi sentrik.

    2. Penentuan kondisi sinar X

    Kondisi sinar X yang terlalu besar, akan menghasilkan foto

    yang lebih hitam. Kondisi sinar X yang lemah, akan menghasilkan foto

    yang putih. Akibatnya, struktur anatomi tidak jelas.

    3. Proses pencucian di kamar gelap

    Kesalahan pencucian, kemungkinan foto terlalu hitam karena

    terlalu lama dalam developer (over developing time). Sebaliknya, bila

    kurang lama, foto terlalu putih. Kesalahan pencucian menghasilkan foto

    mirip dengan kondisi sinar X yang terlalu besar atau terlalu lemah.

    4. Distorsi Sefalogram

    Makin besar jarak sumber sinar X ke film maka sinar X

    semakin sejajar sehingga distorsi dan magnifikasinya makin kurang.

    Makin dekat jarak film terhadap objek yang akan difoto maka makin

    kurang pembesaran karena sifat sinar X yang menyebar. Hal ini dapat

    dikurangi dengan menggunakan teknik-teknik pemotretan yang baik.

    b.Kesalahan Tracking (Penampakan)

    Terjadi bila kurang terampil atau kurang pengetahuan tentang anatomi

    maupun landmark sefalogram. Hal ini bisa diatasi dengan latihan.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    19/35

    19

    2.4.3.1.6 Kriteria Foto Cephalometri yang Ideal

    Radiografi yang idealnya harus menghasilkan (Bontrager, 2001) :

    1.

    Tampak gambaran soft tissue pada wajah.

    2. Gambaran mempunyai detail yang baik.

    3. Tampak marker.

    4.

    Bayangan yang kontras.

    5. Bayangan yang ukurannya sama.

    6. Tidak ada artefak, berupa kalung, rambut, anting, kancing, uang, dan

    sebagainya karena bisa menutupi lapangan pandang foto. Misalnya,

    rambut, mengandung epitel-epitel sehingga bisa menimbulkan salah

    persepsi sebab terlihat seperti infiltrate.

    7.

    Jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal, dan palatum keras jelas

    terlihat.

    8. Objek awal (permasalahan) tujuan pemotretan (bagian yang ingin dilihat)

    nampak.

    2.4.3.1.7 Contoh Foto Cephalometri

    Gambar 12 : Contoh Foto Cephalometri (Bontrager, 2001)

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    20/35

    20

    Gambar 13 : Lateral Skull Cephalometric Projection (Bontrager, 2001)

    2.4.3.2

    Waters Projection

    Waters Projection dikenal juga Sinus Projection. Teknik ini merupakan variasi

    dari gambaran posteroanterior untuk melihat keadaan sinus maksilaris. Fokus dari

    cara ini untuk mengevaluasi sinus maksilaris, frontalis, dan etmiodalis. Film

    ditempatkan di depan pasien dan tegak lurus dengan midsagital plane. Agar sinus

    lebih terlihat maka kepala pasien dinaikkan sampai the canthomeatal line membentuk

    sudut 37oterhadap cassete (S. C. White, 2000).

    Gambar 14: Hasil Radiograph Waters Projections (K. Vandana et.all, 2008)

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    21/35

    21

    Gambar 15: Posisi Kepada pada Waters view (http://faculty.ksu.edu.)

    2.4.3.3Submentovertex Projection

    Pada teknik ini cassette diletakkan sejajar dengan transversal (horizontal)

    plane pasien dan tegak lurus dengan midsagital plane dan coronal plane. Biasanya

    teknik ini digunakan untuk melihat keadaan tulang condyle, sphenoid sinus, lengkung

    mandibula, dinding dari sinus maksilaris dan kemungkinan fraktur di daerah

    zygomatic (S. C. White, 2000). Cara ini dilakukan untuk:

    a.

    Memperlihatkan dasar tulang

    b. Mengetahui Posisi dan orientasi condyl

    c. Mengetahui adanya fraktur pada arch. Zygomaticus (http://faculty.ksu.edu.).

    Gambar 16: Posisi KepalaSubmentovertex Projection (http://faculty.ksu.edu.)

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    22/35

    22

    Gambar 17 : Hasil RadiographSubmentovertex Projection (http://faculty.ksu.edu.)

    2.4.3.4Reverse-Towne Projection

    Pada teknik ini pasien menghadap film dengan ujung dahi dan ujung hidung

    menyentuh dahi atau biasa disebut forehead-nose position. Tubehead diarahkan ke

    atas dari bawah occipital dengan membentuk sudut 30oterhadap horizontal dan sinar

    melewati condyle (S. C. White, 2000). Cara ini digunakan untuk melihat adanya

    fraktur pada leher condyl dari mandibula (http://faculty.ksu.edu.).

    Gambar 18: Posisi Kepala Reverse Towne Projection (http://faculty.ksu.edu.)

    http://faculty.ksu.edu/http://faculty.ksu.edu/http://faculty.ksu.edu/http://faculty.ksu.edu/
  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    23/35

    23

    2.4.4Temporomandibular Joint Radiography

    Area temporomandibular joint (TMJ) yang mencakup fosa glenoid, eminens artikularis,

    artikular disk pada tulang temporal mandibula merupakan area yang cukup sulit untuk

    dilakukan pemeriksaan dengan radiografi. Hal ini disebabkan karena banyaknya

    struktur tulang yang berdekatan. Radiografi tidak dapat digunakan untuk memeriksa

    artikular disk dan jaringan lunak lain pada daerah TMJ. Akan tetapi, radiografi dapat

    digunakan untuk menunjukkan tulang dan hubungan antar komponen sendi.Seperti

    adanya perubahan pada tulang (tulang erosi atau deposit tulang) dapat terlihat dari

    radiografi TMJ.Dua teknik proyeksi yang digunakan dalam radiografi TMJ adalah

    (Ianucci, 2006):

    1. Transcranial Projection

    Tujuan dari proyeksi ini adalah untuk mengevaluasi permukaan superior kondilus

    dan eminens artikularis. Proyeksi ini dapat juga digunakan untuk mengevaluasi

    pergerakan dari kondilus saat rongga mulut terbuka dan untuk membandingkan

    jarak antar sendi (kanan-kiri). Kaset diletakkan mendatar terhadap telinga pasien

    dan terletak pada tengah TMJ. Untuk posisi kepala, bidang midsagital harus di

    posisi perpendikular terhadap lantai dan paralel dengan kaset. Sinar pusat terarah

    pada titik 2 inci di atas dan 0,5 inci di belakang kanal telinga. Pancaran sinar terarah

    sebesar +25 derajat dan berada pada titik tengah TMJ yang akan dilihat. Faktor

    eksposur bervariasi tergantung dari film, intensitas layar, dan penggunaan alat

    (Ianucci, 2006).

    2. Temporomandibular Joint Tomography

    Temporomandibular joint tomografi adalah teknik radiografik yang digunakan

    untuk memeriksa struktur yang sering tumpang-tindih satu sama lain. Pada sebagian

    besar tempat menggunakan eksposur berulang kali untuk mendapatkan gambar area

    yang lebih jelas (Ianucci, 2006).

    2.5Alat-Alat yang Digunakan Untuk Radiografi Ekstra Oral

    2.5.1 Film

    Film merupakan salah satu peralatan radiologi yang sangat vital dan sangat sensitif

    terhadap cahaya maupun sinar-x. Film ini, berdasarkan kesensitifan dan emulsinya dapat

    dibedakan menjadi dua macam yaitu blue sensitive dan green sensitive atau sering di sebut

    juga dengan istilah film yang memiliki karakteristik low speed dan high speed. Blue sensitif

    sering dikenal juga dengan monocromatic emultion, yaitu jenis emulsi film yang hanya peka

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    24/35

    24

    sampai dengan panjang gelombang warna biru. Seangkan green sensitive sering disebut juga

    dengan policromatic emultion, yaitu jenis emulsi film yang hanya peka sampai dengan

    panjang gelombangnya warna hijau. (White, 2007)

    2.5.1.1 Bagian-Bagian Film Radiografi:

    1. Dasar film (film base)

    Bahan utama film base terbuat dari poliester, dan umumnya memiliki zat

    warna kebiruan (blue base). Film baseini memiliki ketebelan kurang-lebih

    0,18 mm.

    2. Lapisan perekat (subtratum layer)

    Fungsi lapisan perekat :

    -Menempelkan lapisan emulsi film secara merata pada lapisan datar.

    -Mencegah rerpisahnya butiran-butiran emulsi film.

    Bahan yang digunakan untuk lapisan perekat adalah larutan gelatin.

    Larutan gelatin adalah susunan protein yang sangat komplek yang berasal

    dari kollagen fibres (potongan-potongan serat) yang berasal dari kartilago,

    kulit dan osesin binatang memamah biak, yang selanjutnya di proses

    secara hidrolisis sehingga terbentuknya gelatin polymer (NH2 CH2

    COOH). Sifat-sifat gelatin yang menguntungkan anatra lain :

    -Mempunyai daya ikat yang baik terhadap butiran-butiran perak halida.

    -Pada suhu tertentu mudah bersenyawa dengan larutan lain dan jika

    didinginkan akan kembali mengeras.

    -Tidak memberi pengaruh terhadap perak halida, baik setelah maupun

    sebelum disinari.

    -Jika dimasukkan ke dalam latutan prossesing ( pembangkit ) akan mudah

    mengembang, sehingga gelatin ini akan memberi kesempatan kepada

    zat-zat lain untuk bereaksi.

    3. Emulsi film

    Emulsi film merupakan sensitive material yang digunakan untuk

    membentuk bayangan radiograf. Ada tiga jenis halida yang biasa seringa

    dipergunakan. Diantaranya yaitu :

    a. Silver bromida ( AgBr ) : Memiliki cut-off sensitivity mencapai 480

    nm. cut-off sensitivity adalah batas panjang gelombang dari emulsi

    film yang menunjukkan batas akhir kesensitifannya. Memiliki

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    25/35

    25

    peak sensitivity mencapai 430 nm.Peak sensitivity adalah panjang

    gelombang dimana emulsi film menunjukkan pada tingkat yang paling

    sensitif. Umumnya digunakan untuk pembuatan emulsi film radiografi

    maupun fotografi.

    b. Perak iodida ( AgI ) : Umumnya digunakan sebagai halida campuran

    dengan tujuan untuk meningkatkan sensitifitasnya.

    c. Silver clorida ( AgC l ).

    4. Lapisan pelindung (supercoat)

    Lapisan pelindung ini terbuat dari gelatin dan berfungsi sebagai

    antibrasi (luka atau terkelupas).

    2.5.1.2 Fungsi Film sinar-x

    Fungsi film sebagai pencatatan bayangan dari gambar yang diinginkan

    sehingga bisa terlihat melalui film itu.

    2.5.1.3 Penyimpanan Film Sinar-x

    Syarat-syarat penyimpanan film sinar-x

    a.

    Suhu kira-kira 13o C

    b.

    Kelembaban udara maksimum 50% yaitu dalam keadaan dingin dan

    kering. Kerusakan emulsi film tersebut berupa makin besar fog level dan

    berkurangnya speed kontras.

    c. Terlindung dari radiasi pengion.

    d. Jauh dari bahan kimia.

    e.

    Tidak terjadi tekanan mekanik baik diantara kotak-kotak film itu sendiri.

    2.5.2 Kaset

    Kaset yaitu kotak gempeng untuk mentransportasikan film dari kamar gelap ke kamar

    pemeriksaan. Untuk melindungi film x-ray yang telah maupun belum di ekspose diperlukan

    suatu alat yang disebut kaset. Kaset, dalam panggunaannya selalu bersama dengan

    intensyfing screen yang terletak di depan dan dibelakang film. Kaset memili berbagai fungsi,

    diantaranya adalah: melindungi intensyfing screen dari kerusakan akibat tekanan mekanik,

    menjaga intensyfing screen dari kotoran dan debu. Selain itu kaset juga berfungsi menjaga

    agar film dapat dengan rapat menempel pada kedua intensyfing screen yang terletak di depan

    dan belakang kaset tersebut secara sempurna serta membatasi radiasi hambur balik dari

    belakang kaset. Kaset memilki berbagai macam ukuran. Diantaranya adalah berukuran : (18

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    26/35

    26

    X 24) cm, (24 X 30) cm, (30 X 40) cm, (35 X 35) cm dan (35 X 43) cm. Penggunaan

    berbagai macam kaset ini ditentukan oleh objek yang akan di periksa.sebagai contoh adalah

    pemeriksaan pada manus. Karena objeknya kecil maka untuk effisiensinya menggunakan

    kaset yang berukuran (18 X 24) cm. (Peker, 2009)

    Adapun ciri-ciri konstruksi kaset yang ideal menurut standar yang telah ditentukan

    adalah sebagai berikut:

    1. Kuat dan tahan untuk pemakaian sehari-hari.

    2. Ringan sehingga memudahkan penyimpanan dan pada kondisi penerangan yang

    cukup, mudah di buka dan di tutup.

    3. Memiliki tepi atau sudut yang tidak tajam sehingga tidak melukai pasien maupun

    pekerja.

    4.

    Bagian depan kaset tidak mempengaruhi kualitas radiograf yang

    dihasilkan. Bagian belakang dilapisi oleh lapisan besi atau Pb. Sehingga dapat

    mengurangi radiasi hambur balik yang berasal dari kaset bagian belakang.

    2.5.2.1Fungsi Kaset

    a. Melindungi film dari pengaruh cahaya

    b.

    Melindungi dari tekanan mekanis

    c.

    Menjaga agar kontak antara film dengan screen tetap rata

    Keberadaan kaset dengan fungsi-fungsimya mau tidak mau akan memberikan

    kontribusi yang besar terhadap keberhasilan pemeriksaan radiodiagnostik. Oleh sebab

    itu kaset harus dijaga sedemikian rupa dari kerusakan-kerusakan yang mungkin

    terjadi. Kerusakan-kerusakan pada kaset ini sering terjadi ketika penempatan kaset

    yang dalam penggunaannya sering berada langsung di bawah pasien sehingga terjadi

    tekanan-tekanan mekanik. Dan kaset yang secara tidak sengaja terjatuh serta

    benturan-benturan yang terjadi padanya, juga merupakan penyebab kaset mengalami

    disfungsi. Disfungsi ini dapat terlihat ketika kaset tidak dapat melindungi film dari

    cahaya luar, sehingga akan dihasilkan fog pada hasil radiograf. Tentunya dengan

    temuan ini akan mengganggu radiograf yang dihasilkan.(Bontrager, 2001)

    2.5.2.2 Macam-macam kaset dalam pemakaian khusus

    1. Curved Casette : yaitu kaset yang bentuknya melengkung, dengan komposisi sama

    seperti kaset umum. Kaset ini dipakai untuk pemotretan obyek-obyek yang

    melengkung.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    27/35

    27

    2. Kaset film Changer : yaitu lapisan belakang dari timbal yang cukup tebal, sehingga

    sinar primer betul-betul tidak tembus di bawahnya.

    3.

    Kaset dan Foto Timer : yaitu kaset yang dilengkapi dengan foto timer yang

    merupakan rongga udara bila kena elektronik.

    4. Gridded Casette : yaitu kaset yang dilengkapi dengan grid. Umumnya dipakai

    untuk pemotretan dimana central ray horizontal sehingga tidak dapat memakai

    bucky table.

    5. Flexible Casette : yaitu kaset yang dindingnya terbuat dari plastik supaya mudah

    dilengkungkan sesuai dengan kebutuhan. Biasanya digunakan pada radiografi

    industri (untuk melihat sambungan pipa).

    6. Multi Section Casette : yaitu digunakan untuk pemotretan jari ngan yang terdiri

    dari beberapa lapisan. Bedanya dengan tomografi adalah bahwa pada tomografi

    yang difoto hanya satu lapis. Kaset ini gepeng dan tebal berisi 3-7 film di

    dalamnya. Film yang pertama menggunakan speed screen high definition (ISS),

    untuk bagian depan. Film kedua menggunakan medium speed screen,bagian

    belakang saja. Film ketiga menggunakan sepasang screen high definition(low

    speed). Film ke-empat menggunakan sepasang screen high speed

    7.

    Graduated Casette : dilengkapi dengan screen yang mempunyai kepekaan terhadap

    mulai dari low speed medium speed high speed. Misalnya digunakan pada

    pemotretan kaki seluruhnya, vertebrata, dan lain-lain.

    2.5.3 Grid

    Grid adalah suatu alat bantu pemeriksaan yang terdiri dari lempengan garis-

    gari logam yang bernomor atom tinggi (biasanya timbal) yang disusun berjajar satu

    sama lain dan dipisahkan oleh bahan penyekat atau interspace material yang dapat

    ditembus sinar-x. Pemanfaatan grid ini terutama digunakan pada organ-organ manusia

    yang memiliki nomor atom tinggi. Grid berfungsi untuk menyerap radiasi hambur

    yang tidak searah yang berasal dari objek yang dieksposi (Meredith dkk, 1977).

    Menurut Carlton (2000) dengan menggunakan grid untuk mendapatkan

    densitas yang sama dibutuhkan jumlah sinar yang lebih besar dibanding dengan tanpa

    menggunakan grid, tetapi kontras radiografi yang didapat lebih baik.

    Grid menurut konstruksinya terbagi atas :

    1.

    Grid Linier

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    28/35

    28

    Grid linear ini disebut juga grid paralel karena lempengan lempengan timbal

    yang satu dengan yangn lain tersusun paralel.

    Gambar 19 : Konstruksi grid linear (Meredith,1972)

    2. Grid fokus

    Grid fokus adalah grid yang garis timbalnya berangsur-angsur miring dari

    pusat ke tepi sehingga titik perpotongannya bertemu di titik fokus. Grid jenis ini

    menutupi kekirangan grid jenis linear .

    Gambar 20 : Konstruksi Grid Fokus ( Meredith,1972 )

    3 Pseudo fokus grid

    Grid jenis ini seperti konstruksi linear akan tetapi ketinggian lempengan

    timbalnya dari tepi ke tengah.semakin tinggi,sehingga sinar oblik masih dapat

    melewati grid untuk sampai ke film

    Gambar 21 : Konstruksi Pseudo Grid ( Meredith,1972 )

    4. Grid silang

    Grid silang merupakan dua garis paralel yang seolah-olah ditimpuk menyilang

    dengan garis lempengan dengan timbale saling tegak lurus,sehingga sangat efektif

    menyerap radiasi hambur

    Gambar 22 : Konstruksi Grid silang ( Meredith,1972 )

    http://4.bp.blogspot.com/-cGwXW4vAY4E/TdEQI5XC1WI/AAAAAAAAAD0/UctVFxBwTaY/s1600/Graphic4.jpghttp://1.bp.blogspot.com/-am4ajhAc-l4/TdEQHOq0gmI/AAAAAAAAADw/AvBEqBXeagw/s1600/Graphic3.jpghttp://2.bp.blogspot.com/-TBcDPiIRM84/TdEPE0xaaSI/AAAAAAAAADo/h-vCmNGF62M/s1600/Graphic2.jpg
  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    29/35

    29

    Kesalahankesalahan dalam pengguanaan Grid:

    1.

    Off- level

    Bila pemasangan grid pada kaset rata membentuk sudut terhadap sumber

    sinar-x.Off level dapat terjadi pada grid linear

    Gambar 23 : Off level (Christensen,S.1984 )

    2.

    Off center

    Bila pengaturan grid tidak tepat pada pertengahan film atau titik aksis lampu

    kolimator tidak dapat jatuh pada pertengahan grid .Off centre dapat terjadi pada grid

    linear dan grid fokus.

    Gambar 24: Off Center (Christensen,S.1984)

    3. Off fokus

    Kesalah ini diakibatkan oleh pengaturan jarak antara fokus dengan grid apakah

    itu lenih kecil ataupun lebih besar .Off fokus dapat terjadi pada grid linear dan grid

    fokus

    Gambar 25: Off Fokus (Christensen,S.1984 )

    http://1.bp.blogspot.com/-2KuaUvX8kzQ/TdEQZkwRjfI/AAAAAAAAAEA/DJuB-E54wME/s1600/Graphic7.jpghttp://3.bp.blogspot.com/-8u3KjWd7Aug/TdEQUXoQykI/AAAAAAAAAD8/SSi5vUfhNwk/s1600/Graphic6.jpghttp://2.bp.blogspot.com/-vO50mzw2gow/TdEQROYgc6I/AAAAAAAAAD4/KVueUAw30g4/s1600/Graphic5.jpg
  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    30/35

    30

    4.

    Up Side Down (Terbalik)

    Pemasangan grid pada permukaan kaset secara terbalik.up side down dapat

    terjadi pada grid fokus .

    Gambar 26 : up side down (Christensen,S.1984)

    2.5.3.1Perbandingan Grid (Grid Ratio)

    Perbandingan Grid terdefinisi sebagai perbandingan antara tinggginya

    lempengan timah dan lebarnya. Perbandingan grid biasanya di tunjukan dengan 2

    nomor, diantaranya 10 : 1. Dengan angka pertama perbandingan sebenarnya dan

    nomer kedua selalu angka 1. (Meredith dkk, 1977).

    Grid ratio berfungsi sebagai tolak ukur yang digunakan untuk menyatakan

    kemampuan grid untuk mengeliminasi radiasi hambur. Biasanya 4:1 atau 16 :1,

    semakin tinggi ratio, maka semakin baik fungsi grid dalam menyerap radiasi

    hambur.

    Rumus Perbandingan Grid :

    r= h/D

    Keterangan: r : Perbandingan Grid

    h : Tinggi Lempengan Timah

    D : Jarak Antara Lempengan Timah

    Semakin tinggi ketebalan Pb dan Al, maka rationya semakin besar dan semakin banyak

    radiasi hambur yang terserap.

    http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5863059924084783971http://2.bp.blogspot.com/-ynNfi5tD7Kc/TdEQAIrT02I/AAAAAAAAADs/h71BLwyN14w/s1600/Graphic8.jpghttp://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5863059924084783971
  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    31/35

    31

    2.5.3.2 Tujuan Penggunaan Grid

    Grid digunakan untuk memperbaiki kontras dengan cara meneliminasi radiasi

    sekunder agar tidak sampai ke film , idealnya meneruskan semua foton utama yaitu

    foton yang berasal dari focal-spot dan menolak semua foton yang sekunder (Meredith

    dkk, 1977).

    2.5.3.3 Cara Kerja Grid

    Sebagai sinar x (a= radiasi primer) akan tersebar ke segala arah pada waktu

    mengenai suatu benda.sinar tersebar ini dinamakan sinar hambur (radiasi sekunder

    atau scatterad radiation). Walaupun sinar hambur mempunyai panjang

    gelombang yang lebih tetapi efek fotografinya tetap ada sehingga dapat

    menimbulkan gangguan pada film rontgen dan sinar ini harus ditiadakan (Meredith

    dkk, 1977).

    2.5.3.4 Frekuensi Grid

    Frekuensi grid yaitu pada jumlah strip atau grid line frekuensi grid, jika

    semakin besar jumlah mAs dibutuhkan, maka semakin besar pula penerimaan dosis

    radiasi terhadap pasien per cm.Daya selektifitas grid tergantung pada kemampuan

    meneruskan radiasi primer dan menyerap radiasi sekunder (hamburan). Makin berat

    suatu grid, maka semakin tinggi selektifitasnya, dan semakin tinggi pula faktor

    peningkatan kontras gambar (Carlton, 2000).

    2.6 Persiapan Pemotretan Ekstra Oral

    Pemotretan ekstra oral memerlukan persiapan sebaik mungkin, baik alat/pesawat, film,

    maupun pasien. Semua proyeksi pemotretan ekstra oral dilakukan menggunakan screen film

    dan intensifying screen yang sesuai.

    2.6.1 Persiapan Film

    Film boleh dimasukkan ke dalam kaset yang telah dibersihkan pada saat

    melakukan pemotretan atau beberapa jam sebelumnya (tapi tidak boleh dibiarkan lebih

    dari 24 jam di dalam cassette karena sensitif terhadap cahaya, panas, dan tekanan

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    32/35

    32

    sehingga dapat merusak film yang digunakan). Film rontgen yang telah disinari harus

    segera diproses di kamar gelap untuk memperoleh hasil yang baik. (Bhalajhi. 2003)

    Yang harus diperhatikan pada waktu memasukkan film ke dalam kaset antara lain :

    1. Hindari cahaya matahari atau sinar lainnya ke dalam kamar gelap melalui jendela,

    pintu atau celah-celah lainnya, dengan cara menutup rapat-rapat ruang kamar gelap.

    Dinding kamar gelap harus dilapisi timah hitam (Pb). Nyalakan lampu khusus (safe

    lamp) yang menggunakan filter.

    2. Ambil kaset kosong yang telah dibersihkan, kemudian ambil box berisi film dari

    dalam lemari, keluarkan film tersebut, dan segera masukkan ke dalam kaset dengan

    tangan kering dan bersih. Hal ini dilakukan untuk menghindari noda-noda atau

    bercak-bercak pada film. Waktu memasukkan film ke dalam kaset, lembaran film

    tidak boleh tegak lurus dengan arah sinar safe lamp karena gambar foto menjadi

    kabur. Periksalah letak film di dalam kaset sudah sempurna atau belum, kemudian

    kaset segera ditutup rapat.

    3.

    Box film dikembalikan ke dalam lemari, kemudian lemari film ditutup.

    4. Film yang sudah siap di dalam kaset, diletakkan pada kaset holder atau meja.

    2.6.2 Persiapan Identifikasi

    Identifikasi pada film ekstra oral sangat penting meliputi :

    1.Nama, umur, dan jenis kelamin.

    2.

    Waktu pemotretan : tanggal, bulan, dan tahun.

    3.Nomor foto.

    4. R (kanan) dan L (kiri).

    5.

    Tempat pemotretan.

    Ada 2 cara memberikan identifikasi yaitu :

    1.

    Menggunakan huruf dan angka dari bahan radiopak, dengan cara menyusun dari kiri

    tekanan sesuai dengan nama, tanggal, nomor, dan lain-lain menurut keperluan,

    kemudian menggunakan isolasi untuk menempelkannya di permukaan kaset bagian

    depan.

    2. Menggunakan ray printer atau name printer, mula-mula identitas pasien diketik atau

    ditulis di formulir yang sudah disinari sinar X, dikeluarkan dari kaset dan bersama

    kertas identitas tadi dimasukkan ke dalam ray printer, tekan tombolnya dan ditulis di

    formulir identitas terproyeksi ke film. Setelah diproses, identitas tersebut terlihat

    dengan jelas di fotonya.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    33/35

    33

    2.6.3 Persiapan Penderita

    1.

    Penderita dipanggil masuk ke dalam ruangan foto, kemudian melakukan pengecekan

    identitas dan regio yang diperiksa.

    2. Tentukan posisi penderita lebih dahulu, apakah berdiri, tegak, duduk, berbaring

    dengan posisi telungkup atau telentang.

    3. Bebaskan alat-alat logam yang dikenakan penderita, misalnya perhiasan, jepit rambut,

    gigi tiruan, alat ortodonsi lepasan, kaca mata, dan lain-lain.

    4. Beritahukan pada penderita tentang hal yang akan dilakukan.

    5. Atur posisi kepala pasien dengan memperhatikan garis pedoman dasar antara lain

    garis orbita meatal (OML), garis inter pupil, bidang mid sagital (MSP), bidang fraktur

    horizon (FHP), dan bidang oklusi.

    6. Operator harus memeriksa kembali, apakah posisi penderita sudah benar dan siap

    untuk disinari atau belum.

    7.

    Berikan instruksi terakhir pada penderita yaitu untuk tetap diam dan jangan bergerak

    selama penyinaran.

    2.6.4 Persiapan Alat

    1.

    Alat harus dipersiapkan sebelum pemotretan.

    2. Mula-mula operator menentukan kondisi sinar X yang dibutuhkan dengan mengatur

    kilovoltage (kV), miliampere (mA), dan waktu (sec)

    3. Kemudian arahkan kone (cone) dan jarak tube ke film (TFD) serta mengatur luas

    lapangan penyinaran/diafragma.

    4.

    Setelah siap, operator menekan tombol espose, sambil memperhatikan pasien selama

    penyinaran.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    34/35

    34

    BAB III

    PENUTUP

    3.1

    Kesimpulan

    Radiografi di bidang kedokteran gigi mempunyai peranan penting dalam memperoleh

    informasi diagnostik untuk penatalaksanaan kasus, mulai dari menegakkan diagnosis,

    merencanakan perawatan, menentukan prognosis, memandu dalam perawatan, mengevaluasi,

    dan observasi hasil perawatan. Ada banyak macam teknik proyeksi radiografi ekstra oral

    antara lain yaitu panoramik, cephalometry, skull radiography, dan radiografi TMJ. Setiap

    teknik berbeda-beda prosedur dan berbeda alat.

  • 7/21/2019 2003- RADIOLOGI.pdf

    35/35

    DAFTAR PUSTAKA

    Akesson, L., et.al. 1989. Comparison Between Panoramik and Posterior Bite Wing

    Radiography in The Diagnosis of Periodontal Bone Loss, J. Dent., 17 ; p. 266271

    Anonim. 2009. Dental Radiography: prinsip dan teknik. USU Press: 38-46, 56.

    Bhalajhi. 2003. Orthodontics 3rd Ed. P.134-7, 143-4. India: Arya Publishing House.

    Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related

    Anatomy. Fifth Edition. Saint Louis : Mosby

    Ianucci, J.M, Howerton, L.J. 2006. Dental Radiography: Principles and Techniques, 4th

    Edition. USA : ELSEVIER

    Karjodkar, R. 2006. Textbook of Dental and Maxillofacial Radiology. Jaypee brothers

    medical publisher: 179.

    K. Vandana, et. All, 2008, In Vivo Comparison of Conventional and Cone Beam CT

    Synthesized Cephalograms, Angle Orthodontist, Vol 78, No. 5

    Mahsiddin, Asrul. 2011. tingkat keberhasilan foto radiografi panoramik di tinjau dari

    segi processingnya di laboratorium klinik kanaka manado.

    Mestika, Emilia. 2013. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas

    Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Terhadap Prosedur PenggunaanRadiografi Dental Dalam Melakukan Perawatan Gigi. Jurnal Universitas Sumatera

    Utara. Diakses dihttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39068 pada 5 Mei 2014

    Peker I, Alkurt TM, Usalan G et al.2009.The Comparison Of Subjective Image Quality

    In Conventional And Digital Panoramic Radiography. Indian J Dent Res. 20

    White, E. 2007. Essentials of dental Radiography and Radiology, 4th edition. Gurcill

    Livingstone : Philadelpia.

    White SC, Pharoah MJ, editor. Oral radiology principles and interpretation. USA:

    Mosby; 2000. Interpretation of Cephalometric Data,http://courses.washington.edu/predoc/Pediatric%20Dentistry/Ceph.Handout.doc

    http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39068%20pada%205%20Mei%202014http://courses.washington.edu/predoc/Pediatric%20Dentistry/Ceph.Handout.dochttp://courses.washington.edu/predoc/Pediatric%20Dentistry/Ceph.Handout.dochttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39068%20pada%205%20Mei%202014