chapter ii rlpp, obesitas

Upload: rita-della-valentini

Post on 10-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    1/12

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sindroma Metabolik

    2.1.1. Definisi Sindroma Metabolik

    Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang

    berkaitan secara langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler

    artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia

    atherogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa plasma,

    keadaan prototombik, dan proinflamasi (Semiardji, 2004).

    Saat ini berkembang beberapa kriteria definisi dari sindroma metabolik

    yang pada akhirnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengenali sedini mungkin

    gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam beberapa

    komplikasi yang terjadi (Grundy S.M., 2006).

    Beberapa kriteria definisi sindroma metabolik yang sering digunakan

    antara lain WHO tahun 1998, European Group for The Study of Insulin

    Resistance (EGIR) tahun 1999, National Cholesterol Education Program Third

    Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) tahun 2001, danAmerican Associationof

    Clinical Endocrinologist(AACE) tahun 2003 (Tjokroprawiro A., 2005).

    2.1.2. Epidemiologi Sindroma Metabolik

    Di luar negeri, angka-angka statistik yang didapat dari prevalensi sindroma

    metabolik cukup mengejutkan. Menurut analisis AusDiab dengan menggunakan

    kriteria IDF, 29, 1% populasi dewasa di Australia terkena sindroma metabolik

    (Zimmet et al., 2005).

    Terdapat beberapa penelitian mengenai prevalensi sindroma metabolik di

    Indonesia. Di Semarang 297 penderita DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di

    poliklinik Endokrinologi RS Dr. Kariadi, 52, 2% pasien memenuhi kriteria WHO

    dan 73% memenuhi kriteria ATP III. Di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

    didapatkan bahwa dari 100 orang, 29% memenuhi kriteria WHO dan 31%

    memenuhi kriteria ATP III (Tjokroprawiro A., 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    2/12

    Di Makasar dilaporkan pada sebuah studi yang dilakukan John M.F. Adam

    pada Oktober 2002 hingga Januari 2003, dari 227 pria berumur 21- 81 tahun,

    56,4% memenuhi kriteria ATP III (Adam M.F., 2005).

    2.1.3. Etiologi Sindroma Metabolik

    Secara garis besar, terdapat kepentingan klinis dari kriteria-kriteria tersebut.

    Antara lain disebutkan oleh WHO pada tahun 1998 yang menekankan bahwa

    resistensi insulin merupakan penyebab primer dari sindrom metabolik. Selain itu,

    WHO juga mengizinkan penggunaan terminologi sindroma metabolik untuk

    digunakan pada pasien DM tipe 2 yang juga memenuhi kriteria lain

    (Tjokroprawiro A., 2005; Grundy S.M., 2006).

    Pada tahun 1999, EGIR mengajukan revisi dari definisi WHO. EGIR

    menggunakan terminologi sindroma resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005).

    Pada tahun 2001, NCEP ATP III tidak memasukkan resistensi insulin dalam

    kriteria (Tjokroprawiro A., 2005). Hal ini disebabkan sulitnya melakukan

    pengukuran dan standardisasi resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005).

    AACE pada tahun 2003 merevisi kriteria ATP III untuk kembali berfokus

    pada resistensi insulin sebagai penyebab primer dari faktor risiko metabolik.

    Kriteria mayor lainnya adalah toleransi glukosa terganggu, peningkatan

    trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, dan obesitas (Grundy

    SM, 2006).

    2.1.4. Patogenesis Sindroma Metabolik

    Menurut ATP III komponen-komponen sindroma metabolik terdiri dari (Grundy

    S.M., 2006; Semiardji, 2004; Tjokroprawiro A., 2005) :

    a. obesitas abdominal adalah bentuk dari obesitas yang paling kuat berhubungan

    dengan sindroma metabolik. Hal ini dapat terlihat secara klinis dengan

    meningkatnya lingkar perut/pinggang.

    b. dislipidemia atherogenik bermanifestasi dengan penurunan kadar HDL-C,

    peningkatan kadar trigliserid, dan small dense LDL.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    3/12

    c. peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi

    pada resistensi insulin.

    d. resistensi insulin/intoleransi glukosa terjadi pada sebagian populasi dengan

    sindroma metabolik. Hal ini berhubungan erat dengan komponen sindroma

    metabolik lainnya, dan berbanding lurus dengan risiko penyakit kardiovaskular.

    e. keadaan proinflamasi meningkatkan kadar hsCRP sebagai akibat dilepaskannya

    sitokin proinflamasi merupakan pertanda risiko terjadinya infark myocard.

    f. keadaan prototombik memiliki karakteristik peningkatanplasminogen activator

    inhibitor(PAI-1), fibrinogen, dan faktor VII.

    Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya

    akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak visceral

    (Tjokroprawiro A., 2005). Salah satu karakteristik obesitas abdominal/lemak

    visceral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak

    tersebut akan mensekresi produk-produk metabolik, diantaranya sitokin

    proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen

    (Tjokroprawiro A., 2005).

    Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam

    plasma bertanggung jawab terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes,

    penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi (Semiardji, 2004; Widjaya

    et al., 2004).

    2.1.5. Manifestasi Klinis Sindroma metabolik

    ATP III menyatakan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan manifestasi

    utama sindroma metabolik (Grundy S.M., 2006). Hal ini didukung oleh penelitian

    yang dilakukan oleh NHANES yang menyebutkan bahwa sindroma metabolik

    memiliki hubungan kuat dan konsisten dengan infark miokard/stroke atau infark

    miokarddengan stroke (Ninomiya J.K. et al., 2004).

    ATP III juga menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan

    dengan beberapa keadaan seperti policystic ovarii, fatty liver, batu empedu

    kolesterol, asma, sleep apnea, dan beberapa jenis kanker (Pranoto A., 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    4/12

    2.2. Obesitas sebagai Faktor Risiko Sindroma Metabolik

    2.2.1. Definisi Obesitas

    Obesitasmerupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak

    tubuh yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain

    faktor makanan, faktor genetik, faktor hormonal atau metabolisme, faktor

    psikologis dan faktor aktivitas fisik. Dalam setiap orang memerlukan sejumlah

    lemak tubuh untuk menyimpan energi, penyekat panas dan fungsi lainnya. Rata-

    rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibanding pria.

    Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar

    25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria (Arisman, 2008).

    Pada dasarnya obesitas berbeda dengan kelebihan berat badan atau

    overweight. Kegemukan dapat juga diartikan penimbunan lemak tubuh yang

    berlebihan sehingga berat badan remaja jauh diatas normal mencapai 20 % dari

    berat badan ideal, sedangkan kelebihan berat badan (overweight) adalah suatu

    keadaan terjadinya penimbunan lemak secara berlebih, hingga berat badannya

    mencapai 10%-20% dari berat badan ideal. Obesitas merupakan peningkatan total

    lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan total lemak tubuh >25% pada pria dan

    >33% pada wanita (Reilly J.J., 2006)

    2.2.2. Epidemiologi Obesitas

    Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh

    dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas (Flegal et

    al., 2001). Prevalensi obesitas meningkat di setiap negara. Sebagai contoh, di

    Amerika Serikat prevalensi meningkat dari 12% pada tahun 1991 menjadi 17,8%

    pada tahun 1998. Obesitas meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin,

    dan pada semua kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan (Arisman, 2008)

    2.2.3. Etiologi Obesitas

    Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan

    maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas (Mahan et al., 2000). Faktor

    lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu, status sosial dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    5/12

    ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari keluarga

    sosial ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari

    keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas.

    Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade terakhir, hubungan antara status sosial

    ekonomi dengan obesitas melemah karena prevalensi obesitas meningkat secara

    drastis pada setiap kelompok status sosial ekonomi (Zhang, 2004).

    Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal

    melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan

    banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh (Mahan et al.,

    2000). Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas

    menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh

    bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body

    obesity) (Vague J., 2006).

    Obesitas tubuh bagian atas merupakan penimbunan lemak tubuh di

    truncal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada truncal, yaitu

    truncalsubcutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal

    (abdominal), dan retroperitoneal (Tchernof A., 2007). Obesitas tubuh bagian atas

    lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal

    sebagai android obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan

    diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian

    bawah (Boivin et al., 2007).

    Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya

    akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak

    terjadi pada wanita sehingga sering disebut gynoid obesity. Tipe obesitas ini

    berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita (Bergman et al.,

    2001).

    2.2.4. Pengukuran Antropometri sebagai Skrining Obesitas

    Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara. Metode yang lazim digunakan saat

    ini antara lain pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta

    perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul (Caballero B., 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    6/12

    Sebuah studi menyatakan bahwa pengukuran lingkar leher dapat

    digunakan sebagai skrining obesitas yang mudah dan murah (Sjostrom et al.,

    2001). Berikut ini penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri

    tubuh:

    a. IMT

    Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu

    BB/TB dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi

    badan dalam meter (Caballero B., 2005). Klasifikasi IMT dapat dilihat pada tabel

    di bawah ini.

    Tabel 2.1. Klasifikasi IMT (International Diabetes Federation, 2005)

    Kategori BMI (kg/m2) Resiko Comorbiditas

    Underweight < 18.5 kg/m2

    Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-

    masalah klinis lain meningkat

    Batas Normal 18.5 - 24.9 kg/m2 Rata-rata

    Overweight > 25 kg/m

    2

    -Pre-obese 25.0 29.9 kg/m

    2Meningkat

    Obese I 30.0 - 34.9kg/m2 Sedang

    Obese II 35.0 - 39.9 kg/m2 Berbahaya

    Obese III > 40.0 kg/m2

    Sangat Berbahaya

    b. Lingkar Pinggang

    IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan

    merupakan indikator terbaik untuk obesitas. Selain IMT, metode lain untuk

    pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang

    dan lingkar pinggul. (Grundy S.M., 2004).

    Jadi, setelah dilakukan pengukuran keduanya, akan dibuat suatu

    perbandingan atau rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul seperti tabel berikut

    :

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    7/12

    Tabel 2.2. Nilai Perbandingan Lingkar Pinggang dan Lingkar Pinggul (Bell

    et al., 2001)

    Pengukuran PRIA WANITANormal Besar Normal Besar

    Lingkar pinggang 94-102cm > 102cm 80-88cm > 88cm

    Perbandingan lingkar

    pinggang-pinggul

    0.9 1.0 0.8 0.9

    c. Lingkar Leher

    Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untukskreening individu dengan obesitas (Liubov et al., 2001). Lingkar leher sebagai

    index untuk obesitas tubuh bagian atas merupakan salah satu prediktor terjadinya

    penyakit kardiovaskuler (Sjostrom et al., 2001).

    The North Association for The Study of Obesity menyatakan bahwa dari uji

    statistik, koefisien korelasi pearson menunjukkan hubungan erat antara lingkar

    leher dengan IMT (laki-laki, r=0,83; perempuan, r=0,71; masing-masing,

    p

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    8/12

    Tabel 2.3. Nilai Perbandingan Lingkar Leher dan Lingkar Pinggang (Liubov

    et al.,2001)

    Pengukuran PRIA WANITA

    Normal Besar Normal Besar

    Lingkar leher 38-40cm >40cm 34-37cm >37cm

    Lingkar pinggang 94-102cm >102cm 80-88cm >88cm

    Perbandingan lingkar

    leher dan lingkar

    pinggang

    0,39 >0,39 0,44 >0,44

    2.3. Fisiologi Tekanan Darah

    Menurut Dorlan (2000) tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh

    jantung yang berkontraksi seperti pompa sehingga darah terus mengalir dalam

    pembuluh darah, kekuatan tersebut mendorong dinding pembuluh arteri (nadi).

    Tekanan darah dinyatakan dalam dua angka misalnya 120/80 mmHg. Angka 120

    disebut dengan tekanan darah atas (sistolik) dan angka 80 disebut dengan tekanan

    darah bawah (diastolik). Tekanan sistolik menunjukkan tekanan pada pembuluh

    arteri ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan

    ketika jantung sedang berelaksasi.

    Menurut Arisman (2008) pada umumnya batas tekanan darah normal atau

    biasa disebut normotensi adalah 110/70 mmHg untuk wanita dan 120/80 mmHg

    bagi pria. Tekanan darah akan sedikit naik sesuai dengan pertambahan usia dan

    berat badan seorang.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tekanan darah adalah

    kekuatan yang mendorong jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Tekanan

    darah berubah-ubah sepanjang hari sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan

    meningkat dalam keadaan gembira, cemas atau pada saat melakukan aktifitas

    fisik. Setelah situasi ini berlalu tekanan darah akan kembali normal. Namun

    apabila tekanan darah tetap tinggi, maka inilah yang disebut dengan tekanan darah

    tinggi atau hipertensi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    9/12

    Dalam buku-buku bahasa Inggris digunakan istilah Hypertension yang

    diambil dari kata latin hyperyang berarti super atau luar biasa dan kata tension

    yang juga dari bahasa latin tensio berarti tekanan atau tegangan. Istilah lain yang

    sering digunakan adalah High Blood Pressure yang berarti tekanan darah

    tinggi.Tekanan darah tinggi terjadi apabila suatu tekanan yang berlebihan

    menekan dinding pembuluh arteri. Sampai saat ini belum ada keseragaman

    pengertian mengenai tekanan darah tinggi dan angka pasti yang menjadi patokan

    seseorang terkena hipertensi (Sherwood, 2001)

    2.4. Hipertensi sebagai Faktor Risiko Sindroma Metabolik

    2.4. 1. Definisi Hipertensi

    Berikut ini ada beberapa definisi hipertensi yang dikemukakan oleh para ahli.

    Menurut Dorlan (2000) hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan

    darah yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah

    berfluktuasi dalam batas-batas tertentu tergantung posisi tubuh, umur dan tingkat

    stres yang dialami. Baughman (2000) menyebutkan bahwa hipertensi dapat

    ditetapkan sebagai tekanan darah secara menetap dimana tekanan sistolik 140

    mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.

    Pada populasi lanjut usia hipertensi ditetapkan sebagai tekanan sistolik di

    atas 160 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Selanjutnya WHO (2008)

    menjelaskan tekanan darah dianggap tinggi atau disebut hipertensi apabila

    mempunyai tekanan sistolik sama dengan atau lebih tinggi dari 160 mmHg dan

    tekanan diastolik sama dengan atau lebih tinggi dari 95 mmHg. Jika pengobatan

    tidak dilakukan sedini mungkin hipertensi akan meningkat sedemikian sehingga

    dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti

    jantung, otak dan ginjal.

    Berdasarkan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

    hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah dimana terjadi

    peningkatan tekanan darah yang tingginya tergantung umur individu yang terkena

    dan dapat disebabkan oleh beberapa faktor serta dapat mengakibatkan terjadinya

    komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti otak, jantung dan ginjal.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    10/12

    2.4.2. Etiologi hipertensi

    Tonstad (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat

    menyebabkan seseorang menderita hipertensi atau tekanan darah tinggi. Tekanan

    darah tinggi merupakan kondisi degeneratif yang disebabkan oleh diet beradab

    dan cara hidup yang berbudaya. Menurut David (2004) faktor pemicu hipertensi

    dibedakan atas:

    a. Yang tidak dapat dikontrol, seperti keturunan, jenis kelamin, umur.

    b. Yang dapat dikontrol, seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta

    konsumsi garam dan konsumsi alkohol yang berlebih.

    Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko, antara

    lain usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, obesitas, diet dan kebiasaan tidak sehat

    seperti merokok, minum-minuman yang mengandung kafein dan alkohol.

    Menurut Fasli (2008) faktor keturunan tidak lagi diragukan pengaruhnya

    terhadap timbulnya hipertensi hanya saja belum dapat dipastikan apakah ini

    disebabkan oleh sepasang gen tunggal atau oleh banyak gen. Bagi yang memiliki

    faktor resiko ini seharusnya lebih waspada dan lebih dini dalam melakukan

    upaya-upaya pencegahan. Contoh yang paling sederhana adalah rutin

    memeriksakan darahnya minimal satu bulan sekali disertai dengan menghindari

    faktor pencetus timbulnya hipertensi.

    Beberapa faktor yang menjadi penyebab penyakit hipertensi antara lain

    faktor keturunan, berat badan, diet, alkohol, rokok, obat-obatan dan faktor

    penyakit lain. Gaya hidup juga berpengaruh terhadap kemunculan serangan

    hipertensi. Kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti pola makan yang tidak

    seimbang dengan kadar kolesterol yang tinggi, rokok dan alkohol, garam,

    minimnya olah raga dan porsi istirahat sampai stres dapat berpengaruh terhadap

    kemunculan hipertensi baik bagi seseorang yang belum maupun yang sudah

    terkena tekanan darah tinggi (Tonstad, 2007).

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat digolongkan bahwa faktor yang

    dapat menyebabkan terjadinya hipertensi antara lain: a) Faktor fisiologis yang

    meliputi pola makan atau diet, kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti rokok dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    11/12

    alkohol, faktor genetik (keturunan), obesitas (kegemukan) dan berbagai macam

    penyakit, b) Faktor psikologis yang meliputi faktor stres dan manajemen stres.

    2.4.3. Klasifikasi hipertensi

    Menurut Kaplan (2006), hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih

    dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur

    dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran

    manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk

    punggung tegak atau terlentang, atau paling sedikit selama 5 menit sampai 30

    menit setelah merokok atau minum kopi. Berdasarkan penyebabnya hipertensi

    dapat dibedakan mejadi dua golongan antara lain:

    a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

    Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya namun ada

    beberapa faktor yang diduga menyebabkan terjadinya hipertensi tersebut antara

    lain: 1) Faktor keturunan, seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar

    untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi, 2) Ciri

    perseorangan, ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah

    umur, jenis kelamin dan ras, 3) Kebiasaan hidup, yang sering menyebabkan

    timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi, kegemukan, makan

    berlebih, stres, merokok, minum alkohol, minum obat-obatan tertentu (misalnya

    prednisone dan epinefrine).

    b. Hipertensi Sekunder

    Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh beberapa penyakit

    antara lain: 1) Penyakit parenkim ginjal, 2) Penyakit renovaskuler, 3)

    Hiperaldeseronisme primer, 4) Sindrom Crusig, 5) Obat kontrasepsi dan 6)

    Koarktasio aorta. Berikut ini dipaparkan dalam table mengenai klasifikasi tekanan

    darah pada orang dewasa berdasarkan JNC-VII (The Joint National Committee on

    Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure).Classification BP)*

    Universitas Sumatera Utara

  • 7/22/2019 Chapter II Rlpp, Obesitas

    12/12

    Tabel 2.4. Classification of Blood Pressure (Kaplan, 2006)

    Category SBP mmHg

    (Systolic Blood Presurre)

    DBP mmHg

    (Diastolic Blood Presurre)Normal