fenomena lkm desa

Upload: mawardi-a-asja

Post on 22-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    1/10

    29

    FENOMENA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAMPERSPEKTIF PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN

    Rachmat Hendayana dan Sjahrul Bustaman

    Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi PertanianJl Tentara Pelajar, 10 Bogor

    Abstract

    In the early of 2007, an empirical study investigating the performance of Micro Finance Institution (MFI) inrural economic development perspective has been conducted in Java and off Java. The study applied PRAapproach using group interview and individual in-depth interview techniques, involving the MFI board andcustomers. Using qualitative descriptive type of analysis, the study revealed the following: (a) The MFI has anadvantage as one of the government policy instruments for income improvement through the implementation ofaccommodative scheme by understanding the farmers characteristics, that is Non Bank Non Cooperative (NBNC),(b) Critical factors in the development of MFI are focused on MFI human resource, institution legality, perceptionand appreciation of MFI customers/farmers and seed capital, (c) The development of MFI perspective shoulddepend on the capability of MFI to maximize its strength and opportunity and minimize its weaknesses and avoidthreats, (d) To optimize MFI as a government policy instrument, participative approach is needed and should besupported by MFI human resource by enhancing the capability of its management. The strategic approach toestablish MFI initiative is based on the people needs considering the existence of critical factors. For the currentMFI, the good strategies for its development is to optimize the perceived value.

    Key words: MFI, critical factors, participative, perceived value and seed capital.

    Abstrak

    Suatu pengkajian empiris tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang bertujuan untuk mengetahuikinerja LKM dalam perspektif pembangunan ekonomi perdesaan telah dilakukan di Jawa dan Luar Jawa pada awaltahun 2007 melalui pendekatan pemahaman perdesaan secara partisipatif menggunakan metode group interviewdan individual indepth interview melibatkan pengurus dan pengguna LKM. Dengan menggunakan pendekatananalisis deskriptif kualitatif terhadap LKM contoh yang dipilih secara sengaja, diperoleh gambaran sebagai berikut:(a) LKM masih berpeluang untuk dijadikan instrumen kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan

    produktivitas pertanian menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dengan menerapkan Skim yangakomodatif terhadap karakteristik masyarakat tani yakni pola Bukan Bank Bukan Koperasi (B3K), (b) Faktor kritisdalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek sumberdaya manusia pengelola LKM, legalitaskelembagaan, persepsi dan apresiasi petani/nasabah, dan dukungan seed capital. (c)Perspektif pengembanganLKM akan sangat tergantung pada kemampuan LKM memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkanunsur kelemahan dan menekan ancaman yang muncul. (d) Untuk dapat mengoptimalkan LKM sebagai intrumenkebijakan pemerintah yang efektif dan efisien diperlukan pendekatan secara partisipatif, diikuti penyiapan SDMpengelola LKM yang kapabel, memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan danmenekan ancaman dalam pengembangan LKM. Langkah strategis untuk memprakarsai pembentukan LKM selainharus didasarkan pada aspek kebutuhan masyarakat dan berbasis kelompok yang terseleksi juga harusmempertimbangkan adanya faktor kritis pengembangan LKM. Bagi wilayah yang sudah ada LKM tetapi aksespetani masih rendah, langkah strategis yang perlu dilakukan adalah mengoptimalkan perceived value.

    Kata kunci: LKM, faktor kritis, partisipatif,perceived value, seed capital

    PENDAHULUAN

    Tumbuh dan berkembangnya LKM diIndonesia tidak terlepas dari dinamika pem-bangunan ekonomi serta pengaruh faktor luar.Salah satu pendorong yang mengilhami per-kembangan LKM di Indonesia, adalah keber-hasilan Muhammad Yunus dalam mengem-bangkan LKM di Banglades yang terkenal de-

    ngan Grameen Bank (GB). Model GB banyakdi lihat orang sebagai suatu model pendekatanyang sukses dalam pengentasan kemiskinandan peningkatan peran perempuan, sehinggabanyak pihak yang mereplikasi metode GBtersebut(Anonim, 2007).

    Replikasi pola GB di Indonesia terjaditahun 1989 di Nanggung Jawa Barat, dipra-karsai Puslitbang Sosek Pertanian BadanLitbang Pertanian. Pengelolaan selanjutnya

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    2/10

    30

    dilakukan oleh Yayasan Pengembangan UsahaMandiri (YPKUM). Replikasi berikutnya dilaku-kan di beberapa daerah lain seperti Tange-rang, di wilayah pasang surut Sumatera Se-latan, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan

    tempat lain yang belum teridentifikasi.Bagi Indonesia, persoalan keuangan

    mikro bukan hal baru. Pengelolaan LembagaKeuangan Mikro sudah berkembang sejaklama dan telah menjadi topik pembicaraan parapakar dan praktisi ekonomi kerakyatan sepertiantara lain Martowijoyo (2002), Sumodiningrat(2003), Budiantoro (2003), Ismawan (2002),Syukur (2002) dan lain-lain dalam momentumpenanggulangan kemiskinan. Menurut Wijono(2005), LKM sudah banyak dibentuk dan ter-sebar mulai dari perkotaan sampai perdesaan,atas prakarsa pemerintah, swasta maupunkalangan lembaga swadaya masyarakat dalambentuknya yang formal, non formal, sampaiinformal dengan karakteristiknya masing-ma-sing. Meskipun karakteristik LKM beragam,namun fungsinya sama sebagai intermediasidalam aktivitas suatu perekonomian.

    Banyak pihak meyakini LKM sebagaisuatu alat pembangunan yang efektif untukmengentaskan kemiskinan karena layanankeuangan melalui LKM memungkinkan orangkecil dan rumah tangga berpenghasilan rendahuntuk memanfaatkan peluang ekonomi, mem-

    bangun aset dan mengurangi kerentanan ter-hadap goncangan eksternal. LKM menjadi alatyang cukup penting untuk mewujudkan pemba-ngunan dalam tiga hal sekaligus, yaitu: mencip-takan lapangan kerja, meningkatkan penda-patan masyarakat, dan mengentaskan kemis-kinan (Anonim, 2007). Menurut Martowijoyo(2002) dan Syukur (2006) gaung peranan kreditmikro untuk penciptaan lapangan kerja mandiriguna mengurangi kemiskinan ini mulai berkem-bang luas di dunia sejak ikrar MicrocreditSummit di Washington DC, 1997.

    Permasalahannya adalah walaupun di

    lingkungan masyarakat telah banyak tumbuhdan berkembang LKM, namun kesenjanganantara permintaan dan penawaran layananLKM masih tetap ada, faktanya di sektorpertanian pemenuhan kebutuhan permodalanbagi petani masih selalu menjadi persoalan(Retnadi, 2003). Kondisi tersebut mengundangpersoalan sebagai berikut: (1) Bagaimanakahkinerja LKM dalam menjalankan fungsinyasebagai lembaga pelayanan jasa keuangan

    bagi masyarakat tani?; (2) Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan LKM,(3) Bagaimanakah perspektif pembentukan danpengembangan LKM dalam perspektif pemba-ngunan perdesaan dan (4) Bagaimanakah

    langkah strategis yang harus ditempuh dalampembentukan dan pengembangan LKM se-hingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensiyang tinggi.

    Makalah secara umum bertujuan untukmembahas fenomena LKM dan perspektifnyadalam pembangunan ekonomi perdesaan. Se-cara spesifik bertujuan: (1) mengungkap kebe-radaan LKM dalam menjalankan fungsinyasebagai lembaga pelayanan jasa keuanganbagi masyarakat tani?; (2) mengungkap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengelolaanLKM; (3) mengungkap fenomena keberadaanLKM dalam perspektif pembangunan perdesa-an; dan (4) menyusun langkah strategis dalampembentukan dan pengembangan LKM yangefektif dan efisien.

    Hasil pembahasan akan berguna selainuntuk melengkapi wacana LKM yang sudahada, juga menjadi bahan masukan dalampenyusunan kebijakan terkait pembangunanekonomi perdesaan ke depan.

    METODOLOGI

    Lokasi Kegiatan

    Pengkajian dilakukan terhadap empatbelas LKM contoh yang dipilih secara sengajadari empat provinsi yaitu DI Yogyakarta, Jatim,NTB dan Sulsel.

    Tabel 1. LKM Contoh di Lokasi Pengkajian, 2007

    Lokasi Nama LKM contoh

    DI. Yogyakarta 1. BUKP Kec. Tempel2. Kelompok Tani Duri Kencana3. Koperasi Susu Warga Mulya4. UPPKP Kab. Gunung Kidul

    5. Kelompok Tani Argo Mulyo,Cangkringan, Sleman

    Jawa Timur 6. Kelompok Tani Pasrujambu7. KUD Tani Makmur8. BMT Jamiah

    Nusa TenggaraBarat

    9. Koperasi Tani Wiresinge

    10. KSU Karya Terpadu11. Kelompok Tani Karya Harum

    Sulawesi Selatan 12. BRI Unit Bajo13. Koperasi Pertanian

    Sukamakmur14. LKM Amanah

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    3/10

    31

    Responden

    Responden adalah nasabah, calonnasabah dan pengurus LKM. Besar ukurancontoh dari nasabah dan calon nasabah 80orang, dipilih secara acak sederhana di empat

    lokasi pengkajian. Sedangkan besar ukurancontoh dari pengurus LKM ditentukan secarainsidental sesuai kondisi LKM contoh.

    Jenis dan Sumber Data

    Data primer dikumpulkan dari nasabahdan calon nasabah meliputi karakteristikindividu, jenis usaha dan persepsinya terhadapLKM sedangkan dari pengurus LKM terkaitdengan profil ke organisasian yaitu pengka-tegorian LKM, historis pembentukan, dimensiorganisasi LKM, pengembangan skema per-kreditan, dan unsur-unsur keberlanjutannya.Pengumpulan data dilakukan melalui kombinasipendekatan wawancara individual (survey)menggunakan kuesioner, telaah mendalamdan diskusi kelompok.

    Data sekunder dikumpulkan dari berba-gai sumber kepustakaan dan pelaporan yangterkait dengan pengembangan pelayanan jasakeuangan mikro, meliputi kondisi sosial eko-nomi wilayah kajian dan review skim kreditLKM.

    Analisis Data

    Secara garis besar analisis data dila-kukan secara deskriptif kualitatif, dipertajamdengan analisis Structure Conduct Perfor-mance (SCP). Untuk mengungkap perspektifLKM dalam pembangunan ekonomi perdesaan,dilakukan pendekatan pada aspek kekuatan(strengthen), kelemahan (weaknesses), pe-luang (opportunity) dan ancaman (threat ) ataudisingkat SWOT.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro

    Histor is Pembentukan LKM

    Secara historis, LKM di lokasi pengka-jian ada yang sudah berdiri semenjak tahun1971 tetapi ada juga yang berdiri baru setahunlalu (2006). Menurut latar belakang pendirian-nya secara global dibedakan oleh dua kondisi

    yakni berdiri atas inisiatif warga dan inisiatifpihak luar. Inisiatif warga selain didasarkanpada kebutuhan untuk mendukung kegiatanusaha ekonominya, juga adanya keperluanuntuk fasilitasi penerimaan bantuan pihak luar.

    Sedangkan inisiatif dari pihak luar munculkarena berbagai alasan, diantaranya sebagaipengembangan usaha, dan keperluan mensuk-seskan program pembangunan yang belumtentu dibutuhkan warga setempat.

    Berdasarkan pengelompokkan kategoriLKM versi Bank Indonesia, dari 14 LKM contohteridentifikasi sekitar 50 persen termasuk da-lam kategori Bukan Bank Bukan Koperasi(B3K), sisanya tergolong dalam kategori LKMKoperasi dan LKM Bank (Tabel 2).

    Pengelompokkan LKM tersebut teruta-

    ma dilihat dari kelengkapan administrasi LKMantara lain SK pembentukan LKM. Jika tidakdidukung SK pembentukan, indikatornya dapatdilihat dari laporan kegiatan LKM. Kriteria itulebih didasarkan pada keterkaitan denganpembinaan operasional kelembagaannya. Da-lam hal ini LKM Bank pembinaan operasional-nya berada di bawah Bank Indonesia, se-dangkan LKM bukan Bank berada di luarpembinaan Bank Indonesia.

    Dimensi Organisasi LKM

    LKM sebagai sebuah organisasi memi-liki dua dimensi utama yakni dimensi strukturaldan kontekstual. Menurut Sobirin, (2007) di-mensi struktural ditunjukkan oleh formalitasorganisasi, spesialisasi dalam pencapaian sa-saran, standarisasi kerja, hirarhi organisasi,kompleksitas organisasi, sentralisasi pengam-bilan keputusan, dukungan profesionalime pe-ngurus dan rasio personil pendukung strukturorganisasinya. Sedangkan dimensi kontekstual,dilihat dari ukuran atau besarnya organisasi,teknologi yang digunakan, lingkungan organi-sasi dan tujuan dan strategi organisasi. (Tabel

    3).LKM yang memiliki dimensi struktural

    tinggi, sudah memiliki dukungan fasilitas fisiksebagai sarana kegiatan yang memadai, se-dangkan LKM yang dimensi strukturalnyasedang dan rendah umumnya belum didukungfasilitas fisik, sehingga keberadaannya tidaksegera dapat dikenali orang luar. KelompokLKM ini baru didukung struktur organisasi se-cara normatif.

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    4/10

    32

    Dari sisi dimensi kontekstual, jangkau-

    an layanan LKM di lokasi pengkajian berkisarpada satu desa (8 unit), satu kecamatan (3unit) dan selebihnya sebanyak 3 unit jangkau-annya mencapai satu kabupaten.

    Skim Perkreditan LKM

    Skim perkreditan adalah unsur palingsubstansial dalam pengelolaan LKM karenadapat menjadi faktor determinan atau penentu

    keberlanjutan dan perkembangan LKM. Skim

    perkreditan merupakan bagian dari pasar kredityang penerapannya berhubungan dengan seg-mentasi pasar kredit.

    Berkenaan dengan skim perkreditanLKM, hasil observasi di lapangan meng-identifikasi ada 6 pola skim yang dijalankanoleh 14 LKM contoh, yakni skim pola bankkonvensional, pola koperasi, Grameen Bank,pola bergulir, PUKK, dan pola UPPKP. Keenam pola skim itu dapat disederhanakan ke

    Tabel 2. Historis Pembentukan dan Kategori LKM

    Nama LKMTahunBerdiri

    Latar BelakangPembentukan

    Kategori LKM

    BRI Unit Bajo 2005 SK Dir. BRI Cab. Palopo Bank

    Kop. Pertanian Sukamakmur 1999 Dinas Perindagkop Kab.Luwu No.145/BH/KDK.209/VII/1999.

    Koperasi

    LKM Amanah 2005 Respon terhadap BLT B3K

    Kel.Tani Pasrujambe 2006 Inisiatif BPTP, mendukung Prima Tani B3K

    KUD Tani Makmur 1971 Aspirasi Petani Kopi Koperasi

    BMT Jamiah 2002 Aspirasi Tokoh Masy.Islam setempat Koperasi

    Koperasi Tani Wiresinge 1999 Aspirasi Anggota Kelompok Tani Koperasi

    KSU Karya Terpadu 1998 Pengembangan P4K (Proyek PembinaanPetani Kecil)

    Koperasi

    Kel.Tani Karya Harum 1994 Gagasan Masyarakat Setempat B3K

    BUKP Kec. Tempel 1987 Inisiatif Pemda DIY B3K

    UPPKP 2006 Inisiatif Pemda Gunung Kidul B3K

    Kel.Tani Cangkringan 2004 Inisiatif Dinas Pertanian Sleman B3KKel. Tani Duri Kencana 2003 Inisiatif Petani Salak B3K

    Kop. Susu Warga Mulya 1998 Inisiatif Peternak Koperasi

    Tabel 3. Dimensi Organisasi LKM

    Dimensi LKMNama LKM

    Struktural Kontekstual

    BRI Unit Bajo Tinggi Satu Kabupaten

    Kop. Pertanian Sukamakmur Sedang Satu Desa

    LKM Amanah Rendah Satu Desa

    Kel. Tani Pasrujambe Sedang Satu desa

    KUD Tani Makmur Sedang Tiga KecamatanBMT Jamiah Tinggi Satu Kecamatan

    Koperasi Tani Wiresinge Sedang Satu Desa

    KSU Karya Terpadu Tinggi Satu Kabupaten

    Kel. Tani Karya Harum Rendah Satu Dusun

    BUKP Kec. Tempel Tinggi Satu Kecamatan

    UPPKP Tinggi Satu Kabupaten

    Kel. Tani Cangkringan Rendah Satu Desa

    Kel. Tani Duri Kencana Sedang Satu Desa

    Kop. Susu Warga Mulya Sedang Satu desa

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    5/10

    33

    dalam tiga kelompok skim, yakni (a) Skim PolaBank, (b) Skim Pola Koperasi, dan (c) SkimPola Bukan Bank Bukan Koperasi (B3K). Ma-sing-masing skim tersebut memiliki karakteristikyang spesifik, terutama menyangkut sasaran

    nasabah, persyaratan peminjaman, prosedurpeminjaman, mekanisme pengembalian, jang-ka waktu pinjaman, penentuan besarnya jasa/bunga/partisipasi dll.

    Ditinjau dari sasaran nasabah, masing-masing LKM melayani segmen nasabah ter-tentu. Hasil observasi di lapangan terungkap 10unit LKM dari 14 LKM contoh memiliki saranansepenuhnya untuk mendukung kegiatan perta-nian, dan selebihnya yang 4 unit LKM lainnyayakni BRI Unit di Sulsel, KSU Karya Terpadu diNTB, BMT Jamiah di Jatim dan BUKP di DIYsasarannya tidak sepenuhnya petani akantetapi juga mencakup kegiatan ekonomi di luarpertanian.

    Persyaratan peminjaman juga bervaria-si, namun secara garis besar dapat dikelom-pokkan pada tiga pola yakni pola bank kon-vensional, pola koperasi, pola bukan bankbukan koperasi. Perbedaan dari ketiga polaterletak pada penjaminan, keharusan berke-lompok, keharusan memiliki rekening di bank,keharusan membuat Rencana Definitif Kebu-tuhan Kelompok (RDKK), keharusan untuk me-nabung dan keharusan menyatakan ikrar seca-

    ra lisan.Mekanisme pengembalian pinjaman

    keragamannya terletak pada tatacaranya yangdapat dilakukan langsung oleh individu pe-minjam kepada LKM, dan melalui kelompoktani. Sementara itu keragaman skim lainnyaterungkap pula dari besarnya bunga. Dalam halini kecuali yang diberlakukan LKM Bank, danBMT, besarnya bunga tidak memiliki angkayang standar. Masing-masing menetapkan be-saran bunga sesuai kesepakatan diantara pe-ngurus LKM dengan nasabah. Keragamannyaterjadi antara 0,5 - 3 persen per bulan atau 6 -

    36 persen per tahun.

    Dari sisi lamanya jangka waktu pinja-man keragaman yang terjadi lebih dipengaruhioleh besarnya pinjaman. Keragaman yangterjadi antara 12 bulan hingga 36 bulan. Se-mentara itu untuk besarnya pinjaman, kera-gaman yang terjadi sangat signifikant. PadaLKM Bank, besarnya pinjaman tergantungpada kemampuan penjaminan. Pada LKM polaKoperasi tergantung pada nilai besarnya kon-

    tribusi simpanan wajib dan simpanan pokok,sedangkan pada LKM pola B3K ditentukansepihak oleh pihak pengelola. Pada pola B3Kini kemampuan memberikan pinjaman tergan-tung pada seed capitalyang dikelolanya. Pada

    LKM pola B3K yang sudah mampu memba-ngun linkage program dengan sumber permo-dalan misalnya dengan BUMN, PNM, dansumber lain memiliki kemampuan lebih besardibandingkan dengan LKM yang tidak memilikihubungan dengan sumber modal lainnya.

    Jika ditinjau dari jenis pasar kreditnyaterbagi pada pasar kredit formal (program dannon program) dan pasar kredit non formal. Dari14 LKM contoh, terdapat satu LKM yangmenjalankan skimnya berdasarkan pada polapasar kredit formal yang non program yaituLKM di Sulsel. LKM yang menjalankan pasarkredit formal dengan status program dijalankanoleh UPPKP, PUKK, dan Kelompok tani diSleman. Selebihnya bersifat pasar kredit nonformal.

    Dari kondisi skim LKM di lokasi peng-kajian, dapat ditarik suatu kesimpulan semen-tara bahwa jaminan keberlanjutan dari sisi via-bilitas finansial melalui penerapan skim hanyaterlihat pada LKM pola Bank dan pola koperasi.Sementara untuk pola B3K diperlukan upayaekstra untuk mendukung keberlanjutannya,utamanya berhubungan dengan seed capital.

    Faktor Kritis Pengelolaan LKM

    Faktor kritis pengelolaan LKM padaintinya terletak pada unsur-unsur sumberdayamanusia, landasan hukum operasional LKMdan Seed capital.

    Dukun gan Sumberdaya Manusia Pengelola

    LKM

    Pengelolaan LKM perlu ditangani seca-ra profesional karena menyangkut spesialisasi

    pengelolaan keuangan yang rumit. Bagi LKMBank, unsur SDM pengelola sudah memilikikualifikasi standar. Tetapi pada LKM Koperasidan B3K hampir sebagian besar belum memi-liki ketentuan standar yang baku. Kepengu-rusan LKM lebih banyak didasarkan pada kewi-bawaan figur individu. Kondisi demikian sangatriskan ketika harus menghadapi kompetisisehubungan dengan terjadinya perkembanganekonomi ke depan.

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    6/10

    34

    Landasan Hukum Operasional LKM

    Kegiatan pengelolaan dana masyara-kat melalui LKM harus mendapatkan jaminanhukum dan secara nasional undang-undangtentang LKM sedang diupayakan. Ketiadaan

    payung hukum tersebut membatasi ruang ge-rak usaha pengembangan LKM karena terba-tas oleh ketentuan dalam UU no 10/1998 Ten-tang Perbankan.

    Legalisasi yang dijadikan landasan ge-rak LKM oleh 14 unit LKM contoh beragam se-suai dengan pola yang dikembangkan. Dalamhal ini untuk LKM Bank, dasar hukumnya me-ngacu ada UU No 10/1998; LKM Koperasimengacu UU No 12 tentang Perkoperasianyang implementasinya difasilitasi melalui Kan-tor Koperasi di masing-masing wilayah kerja

    LKM dalam Bentuk Badan Hukum (BH). SemuaLKM Koperasi yang menjadi contoh dalampengkajian sudah memiliki nomor BH Koperasi.Bagi LKM dengan pola B3K, legalisasinyatergantung pada institusi yang memprakarsaitumbuhnya LKM tersebut. Legalisasinya adayang berupa SK Bupati, SK BPTP dan lainnya.Namun ada tiga LKM contoh yang belum jelaslegalisasinya yakni LKM Amanah di Sulsel, Ke-lompok Tani Karya Harum di NTB dan Kelom-pok Tani Cangkringan di DIY.

    Dalam konteks LKM pertanian yangruang lingkup kegiatannya terbatas pada

    dukungan permodalan usahatani, tampaknyaketiadaan payung hukum LKM tersebut tidakharus menjadi kendala. LKM Pertanian dapatdiprakarsai pembentukan dan pengembangan-nya sejauh berada dalam koridor kegiatanusahatani dan dikelola oleh pengurus kelom-pok tani.

    Persepsi dan Apresiasi Petani/Nasabah

    Melalui pendekatan analisis dominasiterhadap unsur-unsur skim kredit (10 unsur)yang diajukan kepada nasabah, ada 8 unsur

    yang dipertimbangkan. Unsur-unsur tersebutditampilkan secara berurutan sebagai berkut:(1) Prosedur pengajuan pinjaman kredit, (2)Peryaratan pengajuan pinjaman yang ditetap-kan LKM, (3) Besarnya volume pinjaman yangdapat diajukan dan disetujui, (4) Besarnyatingkat bunga per tahun, (5) Kecepatan waktupencairan pinjaman sejak pengajuan proposal/permohonan, (6) Kesesuaian waktu pemba-yaran kembali pinjaman dengan panen, (7)

    Sikap petugas dalam melayani nasabah dan(8) Besarnya agunan yang harus disediakanketika mengajukan pinjaman.

    Hasil analisis tersebut menguatkan hi-potesa umum bahwa keengganan masyarakat

    berpartisipasi terhadap lembaga keuanganbukan karena besarnya tingkat bunga, akantetapi pada kerumitan prosedur. Terhadap as-pek bunga mayoritas menempatkanya dalampertimbangan yang ke empat setelah prosedur,persyaratan dan volume pinjaman. Sementaraitu terhadap agunan, mayoritas nasabah ham-pir tidak mempertimbangkan atau menjadipertimbangan akhir. Hal ini sejalan dengankebijakan skim perkreditan LKM yang tidakmemprioritaskan adanya penjaminan (kecualipada LKM Bank). Solusi penjaminan baginasabah LKM adalah garansi kelompok tani. DiUPPKP, dipersyaratkan kepada kelompok yangakan mengajukan kredit untuk terlebih dahulumendapat registrasi di Dinas Pertanian

    Meskipun masyarakat tani tidak menun-jukkan persepsi negatif terhadap skim LKM,namun nasabah tetap mengajukan aspirasinyaterhadap LKM. Secara umum karakteristik yangdiinginkan oleh masyarakat tani calon peng-guna itu adalah LKM yang memiliki skimperkreditan akomodatif terhadap karakteristikusahatani dan pengelolaannya dilakukan ke-lompok tani.

    Dukun gan Permodalan LKM (Seed capital)

    Seed capital yang dimaksud adalahmodal usaha untuk mendukung kegiatan LKM.Sebagai sumber modal awal bisa memanfaat-kan berbagai sumber dana, antara lain danaCSR (Capital Sosial Responsibility) yang ada ditiap perusahaan swasta melalui pembentukanjalinan program (linkage programe), dana pe-

    nguatan modal kelompok, dana bantuan lang-sung tunai (BLT), dana bantuan langsung ma-syarakat (BLM), dll yang tersedia di Departe-

    men Teknis atau Departemen Sosial.Capital yang berasal dari sumber-sum-

    ber di atas biasanya tidak ada pembebananbunga, terlebih yang berasal dari DepartemenTeknis (misalnya Departemen Pertanian) yangmerupakan penguatan modal bagi kelompoktani. Kalaupun ada namanya adalah partisipasibukan bunga. Besar tingkat partisipasi tersebutkisarannya antara 3 6 persen per tahun.

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    7/10

    35

    Perspektif LKM dalam PembangunanEkonomi Perdesaan

    Keberhasilan pengelolaan LKM banyakdipengaruhi berbagai faktor meliputi kekuatandan kelemahan internal serta peluang dan

    ancaman eksternal. Berkenaan dengan adanyafaktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pe-ngelolaan LKM tersebut, perspektif pengemba-ngannya akan sangat tergantung pada kemam-puan LKM memaksimalkan kekuatan dan pe-luang ada serta meminimalkan unsur kelema-han dan menekan ancaman yang muncul. Me-lalui analisis SWOT diperoleh gambaran darikondisi LKM di lokasi pengkajian sebagai beri-kut:

    Kekuatan LKM:

    o Akses masyarakat tani untuk mendapatkan

    pinjaman dana bagi modal tambahan sangattinggi, karena persyaratannya relatif tidakberat dan tanpa agunan. Prosedur pengajuanpinjaman relatif sederhana, sehingga memu-dahkan calon nasabah untuk mengaksespinjaman ke LKM.

    o Bunga pinjaman relatif rendah dibandingkanbunga bank konvensional. Variasi bungayang dibebankan berkisar antara 3 - 12 per-sen per tahun. Sedangkan bunga pasarkisarannya mulai 36 - 48 persen per tahun.

    o Lokasi LKM umumnya dekat dengan lokasi

    usatani, sehingga terhindar dari biaya trans-portasi. Kalaupun lokasinya jauh, biasanyapetugas LKM yang datang ke tempat tinggalcalon nasabah untuk memproses pinjaman.

    oTidak ada beban agunan yang dipersya-ratkan untuk mengajukan pinjaman, sehinggadapat menjangkau semua lapisan masyara-kat tani yang tidak memiliki agunan.

    Kelemahan:

    o Pengelolaan LKM umumnya masih konven-sional karena rekrutiment pengelola LKM ti-dak didasarkan pada kualifikasi kapabilitasyang standar. Bahkan di beberapa tempatlebih mengandalkan aspek ketokohan/figurindividu.

    oPagu kredit yang dapat diberikan LKM relatiflebih kecil dibandingkan dengan pagu kreditdari lembaga perbankan formal, sehinggatambahan modal yang diajukan sering tidakterpenuhi seluruhnya. Kecilnya kemampuanmemberikan pinjaman disebabkan karenaumumnya LKM menghadapi kendala permo-dalan (seed capital)

    o Nasabah dari sektor pertanian, waktu pem-bayarannya disesuaikan dengan waktu pa-nen, sehingga dari sisi keuangan berpenga-ruh pada turn over pengelolaan keuanganLKM.

    oKarena tidak dipersyaratkan adanya agunan,sebagai gantinya LKM mensyaratkan calonnasabah masuk anggota kelompok. Artinyabagi calon nasabah yang di luar anggotatidak memiliki peluang memperoleh layananLKM.

    Peluang Pengembangan:

    o Jumlah masyarakat tani di perdesaan yangmembutuhkan tambahan modal usaha relatifbanyak, dan mereka tidak akses ke lembagakeuangan formal (perbankan konvensional)sehingga pilihan mereka berpeluang menga-

    rah ke LKMoTingkat pengembalian dari nasabah petani

    relatif lebih lancar. NPL (Non PerformingLoan) masih di bawah angka toleransi

    Ancaman:

    oDasar hukum pengelolaan LKM beragam,dan terkadang tidak mengacu pada UU No10/1998 tentang Perbankan

    oRagam LKM di lingkungan masyarakat diperkotaan maupun perdesaan relatif banyak,sehingga dalam pemasaranya sangat ketat.

    Langkah Strategis Inisiasi LKM

    Strategi utama untuk memprakarsai pem-bentukan dan pengembangan LKM di lokasiusahatani yang potensial, disarankan untukdilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:(1) Melakukan Penjajagan Lokasi dan Pemeta-an Kebutuhan, (2) Melakukan pendekatan ke-lompok/gabungan kelompok, (3) Seleksi calonpembentukan LKM, (4) Sosialisasi LKM, (5)Pembentukan Organisasi LKM, (6) Fasilitasidan Penguatan Modal, (7) Pelatihan bagi

    pengurus, (8) Operasionalisasi/memasarkanLKM, (9) Pendampingan dan Pembinaan, (10)Monitoring dan evaluasi, dan (11) Mengopti-malkanperceived value.

    Penjajagan Lokasi dan Pemetaan Ke-butuhan. Pada dasarnya LKM hanya layakditumbuhkembangkan pada lokasi produksiyang potensial dan masyarakatnya membutuh-kan bantuan permodalan, sementara di daerah

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    8/10

    36

    itu belum ada satupun lembaga jasa pelayananmodal bagi masyarakat tani. Tahapan ini diper-lukan untuk mengetahui kondisi tersebut

    Melakukan Pendekatan Kelompok/Ga-bungan Kelompok. Makna pendekatan kelom-

    pok dalam konteks LKM adalah sebagai penja-minan, kompensasi dari tidak adanya agunan(collateral). Oleh karena itu pendekatan kelom-pok menjadi krusial untuk mendukung keber-lanjutan LKM.

    Seleksi Kelompok Calon Penyeleng-gara LKM. Dalam kenyataan di lapangan

    banyak dijumpai kelompok, maka langkah yangdiperlukan adalah melakukan seleksi untukmemilih kelompok yang layak sebagai calonpenyeleng-gara LKM.

    Sosialisasi Kegiatan LKM. Sosialisasi

    kegiatan LKM ditujukan kepada pengurus dananggota kelompok guna memberikan pengeta-huan tentang seluk beluk LKM. Dalam sosiali-sasi disampaikan informasi yang lengkap, jelasdan transparan tentang LKM memenuhi prin-sip-prinsip 4 W 1 H (what, why, where, when,who, How).

    Pembentukan Organisasi LKM. Pem-bentukan organisasi LKM diawali dengan rek-ruitmen pengurus inti yang terdiri dari manajer,asisten administrasi dan teknik operasional.Kemudian rekruitmen staf pendukung dilakukanmelalui kualifikasi tertentu. Pemilihan pengurusdilakukan secara partisipatif dan demokratis.

    Fasilitasi dan Penguatan Modal LKM.Untuk mendukung langkah awal operasionalLKM diperlukan dukungan fasilitasi organisasiyang normatif bagi sebuah organisasi, utama-nya modal awal. Sebagai sumber modal awalbisa memanfaatkan berbagai sumber dana,antara lain dana CSR (Capital Sosial respon-sibility) yang ada di tiap perusahaan swastamelalui pembentukan jalinan program (linkageprograme), dana penguatan modal kelompok,dana bantuan langsung tunai (BLT), dana

    bantuan langsung masyarakat (BLM), dll yangtersedia di Departemen Teknis atau Departe-men Sosial.

    Pelatihan bagi Pengurus LKM. Pengu-rus LKM harus mampu melakukan pengelolaandana dengan cara yang standar. Untuk itukegiatan pelatihan bagi pengurus menjadi halyang sangat krusial. Melakukan pelatihan bagipengurus LKM untuk meningkatkan kapabilitaspengurus dalam mengelola LKM, dan melaku-

    kan pembinaan usaha kepada nasabah agarusahanya memberikan nilai tambah yangtinggi.

    Operasionalisasi / Memasarkan LKM.Setelah tahapan 17 dianggap selesai kegiatan

    LKM dapat mulai beroperasi dengan caramemasarkannya kepada anggota. Tugas me-masarkan LKM dalam prakteknya dapat disi-nerjikan dengan kegiatan pendampingan danpembinaan kegiatan, sehingga selain tercapaiprinsip efisien juga efektifitasnya terpenuhi.

    Pendampingan dan Pembinaan. Gunamenjamin terlaksananya LKM sesuai denganharapan, diperlukan pendampingan yang inten-sif. Pendampingan tidak saja dilakukan kepadaSDM pengelola LKM akan tetapi juga kepadanasabah. Pendampingan kepada pengelola

    LKM dimaksudkan agar kemampuannya me-ngelola dana LKM memenuhi standar akuntasisedangkan pendampingan terhadap nasabahditujukan agar nasabah mampu memanfaatkandana pinjamannya secara efisien dan efektif.

    Monitoring dan Evaluasi. Kegiatan Mo-nev dilakukan untuk mengetahui perkemba-ngan LKM dan permasalahan yang merupakanhambatan serta upaya pemecahannya, sehing-ga upaya penumbuhan dan pengembanganLKM berjalan sesuai dengan rencana.

    Mengoptimalkan Perceived Value.Upaya melakukan optimalisasi perceived value

    ditujukan pada kondisi dimana sudah ada LKMtetapi akses petani terhadap LKM terkendala.Pendekatan ini didasarkan pada pemikiranbahwa indikator keberhasilan LKM harus dilihatdari dua sudut pandang yakni sudut pandangpetani sebagai pengguna jasa keuangan dansudut pandang LKM sebagai lembaga penye-dia jasa keuangan.

    Dari sudut pandang petani (expected

    value) LKM diharapkan untuk meningkatkan

    keuntungan usahataninya, sedangkan dari su-dut pandang LKM (value proposition) semua

    yang ditawarkan oleh LKM (penyedia jasakeuangan) dapat memenuhi kebutuhan petanidalam upaya meningkatkan keuntunganusahataninya. Jadi tolak ukurnya adalah sudut

    pandang LKM terhadap petani atau bagaimanaLKM mempersepsi petani. Kedua sudut pan-dang yang berbeda ini pada akhirnya harusdipertemukan dalam perceived value yaitu

    persepsi petani terhadap penawaran nilai yangbenar-benar bisa dirasakan manfaatnya. Filo-

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    9/10

    37

    sofi perceived value ini dapat secara jelas di-

    gambarkan dengan menggunakan teori him-punan sebagai berikut:

    Perceived value digambarkan sebagai

    irisan dua lingkaran yang masing-masing me-

    representasikan kondisi kebutuhan nasabahdan keragaan LKM. Dalam tataran praktis,upaya mengoptimalkan perceived value dapat

    ditempuh melalui intensifikasi kegiatan pen-dampingan dan pembinaan terhadap LKM danmasyarakat tani calon nasabah. Pendampi-ngan, mempunyai peran sangat penting bagi

    berhasil dan berkembangnya LKM. Melakukanpendampingan dan asistensi terhadap kegiatankelompok dalam melakukan pelayanan jasakeuangan, termasuk dalam administrasi penge-lolaan dana. Melakukan pendampingan dan

    asistensi terhadap kegiatan kelompok dalam

    melakukan pelayanan jasa keuangan, terma-suk dalam administrasi pengelolaan dana.

    Sementara itu pembinaan dimaksud-

    kan sebagai upaya untuk meningkatkan daya

    guna dan hasilguna penumbuhan dan pengem-

    bangan LKM, disamping meningkatkan moti-

    vasi dan kemampuan pelaksanaan dilapangan

    serta kapasitas manajemen pengelola LKM.

    Mendorong kegiatan kelompok ke arah ke-

    giatan pengelolaan LKM yang berkelanjutan

    (sustainabel). LKM harus terus berjalan meski-

    pun keterlibatan lembaga atau aparat pemerin-

    tah dan swasta secara langsung telah ber-kurang.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    LKM masih berpeluang untuk dapat

    dijadikan salah satu instrumen kebijakan pe-

    merintah dalam upaya meningkatkan produkti-

    vitas pertanian menuju peningkatan penda-

    patan dan kesejahteraan petani. SKIM LKM

    yang berpeluang diakomodasi masyarakat tani

    adalah pola Bukan Bank Bukan Koperasi

    (B3K). Faktor kritis dalam pengembangan LKMsektor pertanian terletak pada aspek sumber-

    daya manusia pengelola LKM, legalitas kelem-

    bagaan, persepsi dan apresiasi petani/nasa-

    bah, dan dukungan seed capital. Perspektif

    pengembangan LKM akan sangat tergantung

    pada kemampuan LKM memaksimalkan ke-

    kuatan dan peluang serta meminimalkan unsur

    kelemahan dan menekan ancaman yang

    muncul.

    Saran-saranUntuk dapat mengoptimalkan LKM se-

    bagai intrumen kebijakan pemerintah prakarsa

    penumbuhan dan pengembangan LKM perlu

    dilakukan secara partisipatif, mengakomodatif

    karakteristik masyarakat tani serta diikuti de-

    ngan penyiapan SDM pengelola LKM yang

    kapabel. Langkah strategis untuk mempra-

    karsai pembentukan dan pengembangan LKM

    selain harus didasarkan pada kondisi wilayah

    setempat juga mempertimbangkan adanya

    faktor kritis pengembangan LKM. Bagi wilayah

    yang sudah ada LKM tetapi akses petani masihrendah, langkah strategis yang perlu dilakukan

    adalah mengoptimalkan perceived value

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonimous. 2007. Kebijakan dan Strategi Na-sional untuk Pengembangan KeuanganMikro. http://www.profi.or.id/ind/.

    Budiantoro. S. 2003. RUU Lembaga KeuanganMikro: Jangan Jauhkan Lembaga Ke-

    uangan Dari Masyarakat. Jurnal Eko-nomi Rakyat. Artikel Th II. No 8.www.ekonomirakyat.org.

    Djoko Retnadi. 2003. Kunci Sukses LembagaKeuangan Mikro, Pahami KarakteristikOrang Kecil. Harian Kompas. Rabu, 13Agustus 2003

    Martowijoyo, S., 2002. Dampak PemberlakuanSistem Bank Perkreditan RakyatTerhadap Kinerja Lembaga Perdesaan.

    LKMNasa

    bah

    ExpectedValue Perceived

    Value

    ValuePropositon

  • 7/24/2019 Fenomena LKM Desa

    10/10

    38

    Artikel - Th. I - No. 5. Jurnal EkonomiRakyat. www.ekonomirakyat.org

    Sumodiningrat, G. 2003. Peranan LembagaKeuangan Mikro Dalam Menanggu-langi Kemiskinan Terkait dengan Ke-

    bijakan Otonomi Daerah. Artikel Th IINo 1. Jurnal Ekonomi Pertanian. www.ekonomirakyat.go.id.

    Syukur , M. 2002. Analisis Keberlanjutan danPerilaku Ekonomi Peserta Skim KreditRumah Tangga Miskin. Disertasi.Program Pasca Sarjana. IPB.

    Syukur, M., 2006. Membangun LembagaKeuangan Mikro (LKM) Pertanian yang

    Berkelanjutan: Sebuah PengalamanLapang. Warta Prima Tani.Volume 1Nomor 1. Balai Besar Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian.

    Wijono, WW., 2005. Pemberdayaan LembagaKeuangan Mikro Sebagai Salah SatuPilar Sistem Keuangan Nasional:Upaya Kongkrit Memutus Mata RantaiKemiskinan. Kajian Ekonomi dan Ke-uangan, Edisi Khusus. http://www.fiskal. depkeu. go.id/bkf/kajian/ wiloejo-1.pdf.