rangkuman scele 1 adaptasi sel

38
Hasil Diskusi Praktikum IDK 1 Kelas C Adaptasi sel, jejas, dan kematian sel A. Adaptasi Sel Berikut contoh gambar sel normal Sel mampu mengatur dirinya dalam dengan cara merubah struktur dan fungsinya sebagai respons terhadap berbagai kondisi fisiologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut sebagai adaptasi seluler. Ada 4 tipe adaptasi sel, yaitu:

Upload: vhiiettdaciuhma

Post on 18-Jul-2016

242 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

adaptasi sel

TRANSCRIPT

Page 1: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Hasil Diskusi Praktikum IDK 1 Kelas C

Adaptasi sel, jejas, dan kematian sel

A. Adaptasi Sel

Berikut contoh gambar sel normal

Sel mampu mengatur dirinya dalam dengan cara merubah struktur dan

fungsinya sebagai respons terhadap berbagai kondisi fisiologis maupun

patologis. Kemampuan ini disebut sebagai adaptasi seluler.

Ada 4 tipe adaptasi sel, yaitu:

1. Atrofi

Atrofi adalah pengerutan ukuran dengan hilangnya susbstansi sel. Apabila

mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluruh jaringan akan atau

organ akan berkurang massanya menjadi atrofi. Sel atrofi dapat menurunkan

fungsi sel tetapi sel tidak mati. Atrofi menggambarkan pengurangan

komponen strktural sel, dan akan mempengaruhi keseimbangan antara

Page 2: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

sintesis dan degradasi, ini bisa terjadi karena:

a. atrofi otot lurik yaitu: serat otot lurik tampak menipis, bervakuol dan

lebih pucat daripada normal karena mengandung atrofi yang disertai

dengan penimbunan pigmen lipofusing lebih sedikit miofilamen atau

disebut brown atrofi

b. atrofi dapat disebabkan oleh faktor general akibat starvation dan usia tua,

penyebabnya adalah berkurangnya beban kerja (misalnya pada pasien

paraplegi) karena hilangnya persyarapan.

c. berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya

rangsangan endokrin dan penuaan.

Atrofi dapat terjadi fisiologis (hilangnya rangsangan hormon pada

menopause) dan patologis (denervasi).

2. Hipertropi

Hipertrofi merupakan penambahan ukuran sel dan menyebabkan penambahan

ukuran organ. Hipertrofi dapat fisiologi ataupun patologi dan disebabkan juga

oleh peningkatan kebutuhan fungsional atau rangsangan hormonal spesifik.

Hipertropi dibedakan menjadi 2 tipe:

a. Hipertropi fisiologis, contohnya pembesaran uterus yang disebabkan oleh

rangsangan hormon estrogen selama kehamilan, pembesaran massa otot

akibat beban berat yang simultan pada atlet binaraga.

b. Hipertropi patologis, contohnya pembesaran jantung pada penderita

hipertensi.

3. Hyperplasia

Hiperplasia merupakan peningkatan jumlah sel mengadakan proliferasi akibat

beban kerja yang bertambah dalam organ atau jaringan. Bila pada hipertrofi

hanya terjadi penambahan ukuran dan tidak ada sel baru tapi pada

hyperplasia ditandai dengan penambahan ukuran sel.

4. Metaplasia dan Displasia

a. Metaplasia adalah perubahan perubahan reversibel, pada perubahan

tersebut satu jenis sel dewasa digantikan oleh jenis sel dewasa lainnya.

Metaplasia merupakan adaptasi selular, yang selnya sensitif terhadap

Page 3: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

stress tertentu, digantikan oleh jenis sel lain yang lebih mampu bertahan

pada lingkungan kebalikannya. Contoh metaplasia fisiologis adalah

ketika beredarnya monosit menjadi makrofag dimana mereka berpindah

menuju jaringan yang cedera. Sedangkan metaplasia patologi adalah

ketrika epitel kolumner pseudostratifiet pada bronki berubah menjadi

epitel squamosa pada perokok kronik. Jika stimulusnya hilang maka

metaplasia bronkial dapat kembali ke normal.

b. Displasia adalah keadaan sel yang abnormal yang berubah ukuran,

bentuk, dan jumlahnya. Sel dalam proses metaplasia yang

berkepanjangan tanpa mereda, dapat mengalami gangguan polarisasi

pertumbuhan sel reserve, sehingga timbul keadaan ini (displasia). Bila

jejas dapat diatasi seluruh bentuk adaptasi dan displasia dapat pulih

kembali normal. Tetapi bila keadaan displasia berat tidak ditanggulangi

akan menjadi perubahan ganas intra epiteal atau insitu (karsinoma tahap

dini).

A. Atrofi

Berbagai kondisi atrofi dan mekanismenya berupa:

1. Atrofi pada testis. Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan,

atrofi testis diawali dengan orkitis yaitu peradangan pada testis yang

desebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai dengan gejala

pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah

Page 4: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

pada korda spermatic (saluran   yang berisi pembuluh darah, persarafan,

kelenjar getah bening, dan saluran sperma) yang dapat menyebabkan atrofi

testis. Akibatnya testis tersebut mengalami kegagalan fungsi untuk

memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan dalam menghasilkan

keturunan.

2. Atrofi pada otak pada penderita Alzeimer. Contoh pada penderita alzeimer

mengalami atrofi pada otak. Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi,

yaitu girus serebrum menjadi lebih kecil sedangkan sulkusnya melebar.

Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa

meletakkan suatu barang. Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat

mematikan, karena sel-sel saraf pada otaknya mati.

Secara makroskopik, perubahan otak pada AD melibatkan kerusakan berat

neuron korteks dan hipokampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh

darah intracranial. Awalnya, AD merusak saraf-saraf pada bagian otak yang

mengatur memori, khususnya pada hipokampus dan struktuyang

berhubungan dengannya. Saat sel-sel saraf hipokampus berhenti berfungsi

sebgaimana mestinya, terjadi kegagalan daya ingat jangka pendek,

dilanjutkan dengan kegagalan kemampuan seseorang untuk melakukan

perbuatan mudah dan tugas-tugas biasa. AD juga mengenai korteks serebri,

khususnya daerah yang bertanggung jawab terhadap bahasa dan pemikiran.

Hilangnya kemampuan berbahasa, menurunkan kemampuan seseorang untuk

membuat keputusan, dan timbul perubahan kepribadian. Emosi yang

Page 5: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

meledak-ledak dan gangguan perilak, seperti berjalan tanpa tujuan dan agitasi

mulai timbul, dan lambat laun semakin sering seiring dengan perjalanan

penyakit.

Sumber: Patofosiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Sylvia A price hal1134-

1135

Perawatan yang dapat dilakukan pada perderita Alzheimer dirumah adalah dengan :

a. mendukung fungsi kognitif

b. peningkatan keamanan fisik

c. mengurangi ansietas dan meningkatkan komunikasi

d. meningkatkan aktivitas dalam perawatan diri

e. meningkatkan aktivitas dan istirahat yang seimbang

3. Atrofi pada otot bisep. Seseorang yang mengalami atrofi otot akan

mengalami penurunan kekuatan bahkan yang lebih fatal yaitu dapat

mengakibatkan kelumpuhan. Yang pernah ditemukan ialah kasus pada anak

cerebral palsy, terjadi atrofi sel otot. Mekanismenya ialah Atrofi pada sel otot

mengandung sedikit reticulum endoplasma dan mitokondria serta miofilamen

(bagian dari serat otot untuk mengontrol kontraksi). Atrofi otot disebabkan

kehilangan stimulus saraf, penggunaan oksigen dan asam amino berkurang.

Mekanismenya juga berhubungan dengan berkurangnya sintesis protein dan

atau meningkatnya katabolisme protein.

Page 6: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

B. Hipertropi dan Hiperplasia

Perbedaan antara hipertropi dan hiperplasia

Karakteristik Hipertropi HiperplasiaJumlah Tetap BertambahUkuran Bertambah Bertambah

PenyebabBeban kerja organ yang berat

Hormonal

Sifat Reversibel Reversibel

Fisiologis

Pembesaran otot binaragawan

Pembesaran payudara saat kehamilan

Patologis hipertropi jantung kiri

BPH, kutil

Kelainan hipertropi jantung dikarenakan pada kondisi hipertensi arteri, vaskular

stenosis, dan coarctation pada aorta. Hipertropi meningkatkan kontraksi jantung,

yang dapat mempertahankan kardiak output untuk jangka panjang. Pada dasarnya,

hal ini dipertimbangkan untuk mekanisme adaptasi., tetapi ini dapat menjadi

mekanisme maladaptif, jika kebutuhan nutrisi pada ventrikel hipertropi

melampaui persediaan darah dari arteri koroner (Bullock, 1996).

Hipertropi Ventrikel dapat diklasifikasikan menjadi:

Page 7: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

1)   Hipertropi konsentris mengungkapkan penebalan dinding ventrikel tanpa adanya

pembesaran jantung. Hal ini sering terjadi pada stenosis aortik dan kadang –kadang pada

hipertensi sistemik.

2)   Hipertropi esentrik menghambat sebanding dengan peningkatan ukuran

dinding dan diameter ventrikelar. Hipertropi jenis ini sering terjadi pada

keadaan yang disertai peningkatan preload.

Jantung mengalami hipertrofi dalam usaha kompensasi akibat beban tekanan ( pressure over

load) atau beban volume (volume overload ) yang mengakibatkan peningkatan tegangan

dinding otot jantung. Kebanyakan hipertrofi ventrikel yang terjadi adalah pada ventrikel kiri

karena ventrikel kiri bertanggung jawab untuk memompakan darah ke seluruh tubuh.

Komplikasi yang terjadi pada hipertropi ventrikel kiri :

1. Aritmia.

Hipertensi dengan LVH akan meningkatkan resiko atrial atau ventrikel aritmia. Hal ini

terjadi karena inhomogenitas dari otot jantung dalam menghantarkan impuls atau aliran

listrik otot jantung dimana fibrosis atau infiltrasi serat kolagen akan mempengaruhi

pengaturan kontraksi otot jantung. Proses reentry yang mendasari proses aritmia

menyebabkan kenaikan mortalitas dan menimbulkan 40 – 50 X kejadian ventrikel extra

sistol pada hipertensi dengan LVH disbanding dengan tanpa LVH.

2. Infarka Miokard.

Konsekuensi dari peningkatan tekanan dinding pada LVH menimbulkan peningkatan

kebutuhan oksigen sementara cadangan aliran koroner terbatas atau tidak dapat

mengimbangi kebutuhan tersebut, sehingga dengan sedikit peningkatan beban kerja otot

jantung akan kekurangan oksigen (iskemik) atau nekrosis (infark miokard). Dengan

demikian otot jantung sangat rentan dengan iskemik, walaupun dengan angiografi masih

terdapat gambaran arteri koroner yang normal.

Penambahan massa miokard membutuhkan pertambahan perfusi jaringan dan

pertambahan jumlah pembuluh darah koroner untuk bisa berkontraksi dengan baik.

Cadangan aliran darah koroner yang tidak mencukupi tergambar dari penurunan

kepadatan pembuluh arteri koroner persatuan miokard, peningkatan rasio antara dinding

Page 8: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

dengan lumen arteri, penurunan kapasitas vasodilatasi koroner dan peningkatan tahanana

mikrovaskuler koroner.

3. Gagal Jantung

Apakah hipertensi dengan LVH menyebabkan payah jantung karena

perobahan struktur, abnormalitas biokimia, perobahan mekanisme regulator

atau iskemik belum jelas. Hipertensi paa awalnya menimbulkan gangguan

fungsi diastolic dan peningkatan tekanan arterial yang persisten, kemudian

diikuti oleh gangguan sistolik. Penurunan kekuatan kontraksi pada jantung

LVH dapat disebabkan peregangan yang tidak serentak atau tidak homogen

dari dinding ventrikel.

Faktor resiko penderita hipertropi jantung kiri berupa:

a. Hipertensi

b. PJK

c. Gagal jantung

d. Aorta stenosis

Penatalaksanaannya pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua kategori

pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan penyakit jantung

hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit

diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit

diatas jantung hipertensi. Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi:

a. Pengaturan diet

Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan atau dengan obat-

obatan yang menurunkan tekanan darah dapat menurunkan gejala gagal jantung dan dapat

memperbaiki keadaan LVH.

Beberapa diet yang dianjurkan:

1) Rendah garam, beberapa studi mennjukkanbahwa diet rendah garam dapat

menurunkan tekanan darah pad pasien dengan hipertensi. Dengan pengurangan

konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin-angiotensin sehingga sangat

Page 9: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

berpotensi sebagai anti hipertensi.Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50-100

mmol atau setara dengan 3-6 gramgaram per hari.

2) Diet tinggi potassium, dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya belum

jelas. Pemberian potassium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang

dipercaya di mediasi oleh nitric oxide pada dinding vaskular.

3) Diet kaya buah dan sayur mayur.

4) Diet rendah kolesterol, sebagai pencegah terjadinya penyakit jantung koroner.

5) Tidak mengkonsumsi alcohol

6) Olahraga teratur

b. Penanganan disfungsi diastolik LV

Beberapa golongan antihipertensi ACE inhibitor, beta-blocker, dan

nondihydropyridine calcium channel blockers telah membuktikan dapat

memperbaiki parameter ekokardiographi pada simptomatik dan asimptomatik

disfungsi diastolik dan gejala gagal jantung. ( Djohan T.B.A.2004).

Penatalaksanaan gagal jantung

Kelas 1: nonfarmakologi

kelas 2,3: diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis

kelas 4: kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup

atasi faktor pencetus : aritmia, infeksi, anemia

Terapi nonfarmakologi: diet rendah garam, batasi cairan, mengurangi berat badan,

menghindari alkohol, manajemen stress, aktivitas fisik.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

penurunan curah jantung

gangguan keseimbangan cairan

gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Page 10: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Intervensi:

berikan posisi semi fowler

berikan lingkungan yang nyaman

berikan oksigen sesuai indikasi

monitoring ttv

berikan cairan intra vena, hindari penggunaan sodium salin

ukur keseimbangan cairan

diet rendah garam dan lunak

anjurkan klien aktivitas berlebihan

Page 11: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Hyperplasia dapat fisiologi ataupun patologi. Hyperplasia fisiologi dibagi menjadi

2 yaitu hormonal dan kompensatoris.

Hormonal, perubahan jumlah dan bentuk sel akibat dari perubahan hormon

androgen, misalnya pada payudara yang membesar saat menyusui dan uterus yang

membesar saat hamil.

Hiperplasia kompensatoris, yaitu hyperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan

dibuang atau sakit. Misalnya saat hepar direseksi sebagian, aktifitas mitotic pada

sel yang yang tersisa berlangsung paling cepat 12 jam berikutnya, tetapi akhirnya

terjadi perbaikan hati ke berat normal. Rangsang untuk hyperplasia pada kondisi

ini adalah faktor pertumbuhan popipeptida, yang dihasilkan oleh sisa-sisa

hepatosit serta sel non parenkimal yang ditemukan di hati.

Sedangkan hiperplasia patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang

dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami

penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal

yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.

C. Metaplasia dan Displasia

Metaplasia adalah perubahan perubahan reversibel, pada perubahan tersebut satu

jenis sel dewasa digantikan oleh jenis sel dewasa lainnya. Metaplasia merupakan

adaptasi selular, yang selnya sensitif terhadap stress tertentu, digantikan oleh jenis

sel lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan kebalikannya. Contoh

Page 12: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

metaplasia fisiologis adalah ketika beredarnya monosit menjadi makrofag dimana

mereka berpindah menuju jaringan yang cedera. Sedangkan metaplasia patologi

adalah ketrika epitel kolumner pseudostratifiet pada bronki berubah menjadi

epitel squamosa pada perokok kronik. Jika stimulusnya hilang maka metaplasia

bronkial dapat kembali ke normal.

Displasia adalah keadaan sel yang abnormal yang berubah ukuran, bentuk, dan

jumlahnya. Sel dalam proses metaplasia yang berkepanjangan tanpa mereda,

dapat mengalami gangguan polarisasi pertumbuhan sel reserve, sehingga timbul

keadaan ini (displasia). Bila jejas dapat diatasi seluruh bentuk adaptasi dan

displasia dapat pulih kembali normal. Tetapi bila keadaan displasia berat tidak

ditanggulangi akan menjadi perubahan ganas intra epiteal atau insitu (karsinoma

tahap dini).

Struktur maupun fungsi sel diatur melalui program genetik, diferensiasi, dan lain-lain pada sel

normal. Sel akan selalu mempertahankan keadaan homeostasis. Jejas sel merupakan keadaan

dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya, sel tidak memungkinkan untuk

beradaptasi secara normal. Beberapa diantaranya penyebab jejas sampai pada kematian sel 

adalah

 

1. Kekurangan Oksigen (Deprivasi oksigen)

Hipokisa atau defisiensi oksigen,mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan

penyebab jejas sel yang paling sering dan terpenting, serta menyebabkan kematian.

Selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemia yang merupakan

penyebab tersering dari hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak

adekuat, berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen darah (seperti pada anemia

atau keracunan CO Sehingga menghalau pengikatan oksigen)

Kekurangan oksigen pada iskemia disamping mengganggu pengiriman oksigen dan

mengaktivasi spesies oksigen juga mengganggu pengiriman substrat untuk glikolisis,

akibatnya pembentukan energi anaerob tidak terjadi untuk mengganti metabolisme aerob,

akibat kekurangan metabolit atau akumulasi metabolit di sel yang seharusnya akan

dibuang melalui aliran darah. Iskemia juga menyebabkan masuknya kalsium ekstrasel

melintasi membrane plasma, akibat kurangnya ATP untuk mempertahankan transport

Page 13: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

kalsium.Peningkatan kalsium intrasel dapat menyebabkan membrane sel sampai

memecah materi genetik.

Efek pertama kondisi hipoksia adalah penurunan respirasi aerob atau fosforilase oksidatif

oleh mitikondria, pembentukan ATP intrasel berkurang. Penurunan ATP mempunyai

efek luas pada banyak system seperti : penurunan pompa natrium, peningkatan glikolisis

anaerob , kerusakan ribosom akibat penurunan kadar ph dan ATP. Jika kondisi berlanjut

dapat menyebabkan jejas irreversible pada sel.

 

1. Ketidakseimbangan  nutrisi

Ketidakseimbangan nutrisi akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan

pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul jejas yang akan merugikan bagi tubuh.

B. Jejas Sel

Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel:

Insufisiensi kalori –protein, defesiensi vitamin tertentu, air mineral  dan lainnya

Akumulasi sellular meliputi : zat besi ( iron ), air, karbohidrat dan lipid, protein, kalsium,

asam urat dan lainnya.

Ada lima (5) dari beberapa penyebab umum jejas sel antara lain:

 

1. Agen infeksius

Beberapa agen infeksius adalah  baktri, virus, fungi, dan protozoa. Kerusakan membran

plasma dapat langsung diakibatkan  oleh toksin bakteri, protein virus, komponen

komplemen, limfosit sitolitik , yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya jejas dan

kerusakan sel.

2. Bahan kimia dan obat-obatan

Page 14: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Bahan Kimiawi dan Obat-Obatan meliputi racun, polutan lingkungan dan “stimuli social”

(alcohol serta narkotika).Semua bahan kimia jika terkonsumsi dalam konsentrasi lebih

dari normal dapat menyebabkan jejas, termasuk glukosa, mineral dan oksigen.

3. Kerusakan ditimbulkan oleh gangguan keseimbangan lingkungan osmotic, seperti :

a. Bahan polutan seperti polusi udara, insektisida, karbon monoksida, asbes, etanol,

obat obatan dan lainnya dapat menyebabkan jejas sel. Pada keracunan

karbonmonoksida , gas CO membentuk  ikatan yang kuat dan stabil dengan

haemoglobin sehingga menghalangi ikatan hemoglobin dengan oksigen.

b. Bahan kimia racun menyebabkan kerusakan sel akibat perubahan permeabilitas

membrane, gangguan homeostatic osmotik, atau gangguan pada enzim dan kofaktor.

Misalnya bahan kimia merkuri klorida yang berikatan dengan berbagai protein

membran sel dan menyebabkan peningkatan pada permeabilitas membran.

4. Kerusakan radikal bebas termasuk oleh  zat kimia, radang,toksisitas, radiasi serta

penuaan sellular dapat mengaktivasi spesies oksigen seperti radikal superoksida,

hihdrogen peroksida,dan hidroksil, yang merupakan mediator penting dalam kematian

sel.

5. Respon Imunitas/ Reaksi Imunologi

Respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh

terhadap suatu keadaan yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh

dalam Skleroderma terjadi pada fase vaskuler. pada fase tersebut dari respon

imun yang abnormal mengakibatkan akumulasi lokal faktor-faktor

pertumbuhan yang menggerakkan proliferasi fibroblas dan menstimulasi

sintesis kolagen. Reaksi imunitas ini berguna untuk melindungi tubuh dan

melawan benda asing, namun  reaksi ini dapat menimbulkan jejas sel.

Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi dua kategori utama

yaitu:

1. Jejas reversibel. Perubahan ultrastruktur jejas reversibel meliputi:

Page 15: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

a. Perubahan membran plasma seperti bula (pembengkakan), distorsi mikrofili atau

penumpulan dan longgarnya pelekatan intrasel.

b. Perubahan mitokondrial seperti pembengkakan dan munculnya densitas amorf kaya

fosfolipia.

c. Dilatasi Retikulum Endoplasma dengan kerusakan ribosom dan disosiasi polisom.

d. Perubahan nuklear dengan disagregasi unsur granular dan fibular.

Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraselular, yaitu adanya peningkatan

kandungan air pada rongga-rongga sel selain peningkatan kandungan air pada

mitokondria dan retikulum endoplasma. Pada mola hidatidosa telihat banyak

sekali gross (gerombolan) mole yang berisi cairan. Mekanisme yang mendasari

terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen, karena adanya toksik, dan karena

pengaruh osmotik.

Dua pola perubahan morfologik yang berkaitan dengan jejas reversibel dapat dikenali

dengan mikroskop cahaya:

a. Pembengkakan sel adalah manifestasi yang pertama terjadi dari hampir semua

bentuk jejas sel; muncul setiap sel tidak mampu mempertahankan homeostatik inik

dan cairan. Pembengkakan sel dapat menjadi perubahan morfologik yang sulit

diamati dengan mikroskop cahaya dan mungkin lebih tampak pada tingkat seluruh

organ. Bila semua sel pada organ terkena, terdapat warna kepucatan, peningkatan

turgor, dan penambahan berat badan. Secara mikroskopik bisa tampak vakuola kecil,

jernih di dalam sitoplasma; vakuola itu menggambarkan segmen retikulum

endoplasma yang berditensi dan menekuk. Pola jejas nonletal, ireversibel tersebut

kadang kadang disebut perubahan hidroponik atau degenerasi vakuolar

pembengkakan sel bersifar reversibel.

b. Perlemakan terjadi pada jejas hipoksik dan berbagai bentuk jejas toksik atau

metabolik, bermanifestasi dengan munculnya vakuola lipid dalam sitoplasma.

Perlemakan merupaka reaksi yang kurang sering terjadi, terutama ditemukan pada

sel yang berperan dalam metabolisme lemak (misalnya hepatosit dan sel miokardial,

dan juga bersifat ireversibel)

2. Jejas irreversible.

Page 16: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel) yaitu apoptosis dan nekrosis.

Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram. Sedangkan nekrosis merupakan

kematian sel/jaringan pada tubuh yang hidup di luar dari kendali. Sel yang mati pada

nekrosis akan membesar dan kemudian hancur dan lisis pada suatu daerah yang

merupakan respons terhadap inflamasi. Jadi, perbedaan apoptosis dan nekrosis terletak

pada terkendali atau tidaknya kematian sel tersebut.

Nekrosis menunjukkan sekuens perubahan morfologik yang mengikuti

kematian sel pada jaringan hidup. Manifestasi yang paling sering terjadi

adalah nekrosis koagulatif yang ditandai dengan pembengkakan sel,

denaturasi protein sitoplasma dan pemecahan organela sel. Gambaran

morfologi nekrosis merupakan hasil dua proses penting yang terjadi secara

bersamaan yaitu digesti enzimatik sel dan denaturasi protein. Apabila

denaturasi merupakan pola primer disebut nekrosis loagulatif. Pada keadaan

digesti enzimatik yang dominan hasilnya adalah nekrosis liquefaktif. Pada

keadaan khusus dapat terjadi nekrosis kaseosa atau nekrosis lemak.

Dua fenomana yang secara konsisten menandai keadaan ireversibel.

1. Ketidakmampuan memperbaiki-disfungsi - mitokondria (kekurangan

fosforilasioksidatif dan pembentukan ATP), bahkan setelah resolusi jejas asal (misal,

restorasi aliran darah).

2. Terjadinya gangguan fungsi membran yang besar

Bukti sangat kuat menyokong kerusakan membran sel sebagai faktor

sentral pada patogenesis jejas sel ireversibel. Pengaturan volume yang

hilang, peningkatan permeabilitas molekul ekstrasel, dan defek

ultrastruktur membran plasma yang dapat diperlihatkan terjadi, bahkan

pada stadium paling dini jejas ireversibel.

Degenerasi Hidropik: Mola Hidatidosa

Page 17: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Mola Hidatidosa (Kehamilan Mola)

Kehamilan mola ditandai dengan abnormalitas dari vili korionik yang terdiri atas proliferasi

trofoblas & edema dari stroma vilus. Mola biasanya terjadi intrauterine walaupun kadang-

kadang dapat terjadi di tuba bahkan di ovarium. Ketiadaan bagian fetus atau embrio

membedakan mola hidatidosa menjadi mola komplit dan parsial.

1. Mola Komplit

Pada mola hidatidosa komplit, vili korialis berubah menjadi massa gelembung yang jernih

dengan ukuran bervariasi, berkelompok & menggantung pada pedikel yang tipis. Secara

histopatologi, gambaran yang dapat ditemukan adalah:

a. Degenerasi hidropik & edema stroma vilus

b. Ketiadaan pembuluh darah dalam vilus yang edema

c. Proliferasi epitel trofoblastik dengan derajad yang berbeda-beda

d. Ketiadaan jaringan fetus & amnion.

 Mola komplit dibagi menjadi 2 tipe:

Mola komplit androgenetik

Homozigot

Kormosom sel mola terdiri atas 2 komponen kromosom paternal yang identik, yang diperoleh

dari duplikasi kromosom paternal yang haploid. Selalu merupakan sel kromosom perempuan

(46,XX), belum pernah tercatat adanya mola dengan kromosom 46,YY.

Page 18: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Heterozigot

Dapat memiliki kromosom laki-laki ataupun perempuan. Seluruh kromosom berasal dari

sperma, paling sering  terjadi akibat fertilisasi dispermia.

Mola komplit biparental

Pada mola jenis ini, terdapat gen dari kedua pihak namun terjadi kegagalan imprinting gen

maternal sehingga hanya genom paternal yang diekspresikan. Mola jenis ini jarang terjadi.

Rekurensi dari mola tipe biparental, yang bersifat familial, diperkirakan diturunkan secara

autosomal resesif.

2. Mola Parsial

Seperti pada mola komplit, pada mola parsial juga terdapat hiperplasia jaringan trofoblastik

& edema dari vili korialis. Pada jenis ini masih terdapat sebagian elemen fetus. Pada

penyakit ini terjadi pembengkakan lambat yang progresif pada stroma yang ditandai dengan

vili korialis yang avaskuler, sedangkan di beberapa bagian lain masih terdapat vili yang

vaskuler dengan sirkulasi fetal-plasenta yang fungsional.

Kista Theca-Lutein

Pada banyak kasus mola hidatidosa, ovarium mengandung kista theca-lutein multipel

dengan ukuran bervariasi. Permukaan kista licin, kekuningan dan dilapisi oleh sel lutein.

Insidens kista ini berkisar antara 25-60% pada kehamilan mola. Diperkirakan kista ini

terjadi akibat overstimulasi dari elemen lutein oleh kadar hCG yang tinggi yang disekresi

oleh sel trofoblas yang berproliferasi. Neoplasma trofoblas gestasional lebih umum terjadi

pada wanita dengan kista theca-lutein, khususnya yang bilateral. Kista dapat mengalami

torsi, infark dan perdarahan. Kista akan mengecil setelah persalinan sehingga tidak perlu

dilakukan ooforektomi kecuali terjadi infark yang luas. Kista ovrium yang besar dapat

didekompresi dengan aspirasi jika menimbulkan keluhan.

 

ETIOLOGI

Page 19: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Penyebab mola hidatidosa secara pasti belum diketahui.Berbagai factor yang menyebabkan

antara lain:

Faktor ovum : ovum yang sudah patologik mati api terlambat keluar.

Immuno selektif dari trofoblas.

Keadaan sosioekonomi yang rendah

Kekurangan protein

Infeksi virus

Defisiensi vitamin A

Perkawinan usia muda kurang dari 15 tahun atau di atas 45 tahun

GAMBARAN KLINIK

1. Amenorrhoe dan tanda – tanda kehamilan

2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala utama

dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai

beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.

3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan.

4. Tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan janin maupun ballottement

5. Hiperemesis,

6. Pasien dapat mengalami mual dan muntah cuku berat.

7. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24

Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi mola hidatidosa pada perut ibu yang mulai

membesar adalah USG. Pada hasil foto USG ditemukan gambaran vesikular (seperti badai

salju).

 Contoh gambaran hasil USG klien dengan diagnosa Mola Hidatidosa:

Page 20: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Virus penyebab utama molatidahidosa salah satunya akibat infeksi virus dan parasit TORCH

(Toxoplasma gondii, Rubella, Cyto Megalo Virus, Herpes Simplex Virus) serta kemungkinan

virus lain namun dampak klinisnya lebih terbatas yaitu: Measles, Varicella, Echovirus,

Mumps, virus Vaccinia, virus polio, & virus coxsackie-B.

Dengan perantara hewan seperti ayam, kucing, anjing, burung, tikus, sapi,

kambing, babi dengan memakan sayur-sayuran mentah (biasanya karena ada

parasit atau virus dari kotoran hewan yang tidak dapat mati jika hanya dicuci dgn

air bersih), kemudian memakan daging yang belum matang, dll.

Berdasarkan perubahan sel yang terjadi, ciri khas yang tampak pada

makrokopik dan mikrokopik mola.

Anatomi makroskopik mola hidatidosa Anatomi mikroskopik mola hidatidosa

 

Secara makroskopis, mola hidatidosa

tampak sebagai gelembung putih, tembus

pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran

yang bervariasi. Gambaran

histopatologiknya yang khas adalah

degenerasi hidropik dan edema stroma villi,

 

Secara mikroskopis, mola total

memperlihatkan   pembengkakan vili

korialis yang hidropik, vaskularisasi vili

yang tidak adekuat, dan proliferasi

trofoblastik yang signifikan. Mola parsial

hanya memperlihatkan edema setempat dan

Page 21: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

tidak ada pembuluh darah pada vili yang

edema. Mola hidatidosa terdiri dari massa

dengan struktur mirip buah anggur yang

berdinding tipis, translusen dan kistik.

Bagian fetal jarang terlihat pada molatotal

tetapi lebih sering ditemukan pada mola

parsial.

Sediaan berasal dari mola hidatidosa

yang merupakan suatu tumor jinak pada

bagian plasenta foetalis. Villi chorialis pada

bagian plasenta tersebut berubah menjadi

gelembung seperti cairan jernih, sehingga

secara makroskopik tampak sebagai buah

anggur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

proliferasi trofoblastik yang ringan serta

fokal. Sebagian besar mola total memilki

kariotipe diploid, sementara mola parsial

biasanya hanya triploid. Kedua bentuk mola

tersebut dapat pula dibedakan lewat ekspresi

gen p57 yang normalnya ditanamkan secara

maternal dan tidak diekspresikan dalam

sitotrofoblas serta sel-sel stroma pada mola

yang berasal dari pihak ayah. (paternal).

Mikroskopi tampak edema stroma vili

tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari

lapisan tropoblas. secara sigonetik umumya

bersifat diploid 46 xx, sebagai hasil

pembuatan satu ovum, tidak berinti atau

intinya tidak aktif, dibuahi oleh sperma yang

mengandung 23 x kromosom, yang

kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46

xx.

Terlihat villi chorialis lebih besar dari

normal. stroma menjadi regang dan

mengandung vakuola berisi cairan karena

degenerasi hidrofik. Pembuluh darah dalam

stroma villi menjadi berkurang atau

menghilang.(avaskular). Juga terlihat

proliferasi sel

epitel syncitiotrophoblastdan cytotrophoblas

t.

Mikroskopik trias:

1. Proliferasi dari trofoblast

2. Degenerasi hydropik dari stroma villi

Page 22: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

3. Terlambat/ hilangnya pembuluh darah.

Komplikasi kehamilan mola hidatidosa adalah:

1. Perdarahan hebat sampai syok;

2. Perdarahan berulang;

3. Anemia;

4. Infeksi sekunder;

5. Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan

6. Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma

Sedangkan, Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.

1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan

umum terlebih dahulu;

2. Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;

3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat

kemungkinan terjadi keganasan;

4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar hCG normal, dan

Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

C. Kematian Sel: Nekrosis

Page 23: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Dua jenis jejas irreversible (kematian sel) yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis merupakan

kematian sel yang terprogram. Contoh untuk apoptosis pada keadaan tertentu proses

apoptosis berlebihan sehingga terjadi kematian sel yang terlalu banyak sehingga

mengakibatkan penyakit, seperti Alzheimer, Parkinson, stroke,penyakit AIDS. Sedangkan

proses apoptosis yang terganggu dapat mengakibatkan kanker, yakni replikasi sel yang tidak

terkontrol. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel/jaringan pada tubuh yang hidup di

luar dari kendali. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan kemudian hancur dan lisis

pada suatu daerah yang merupakan respons terhadap inflamasi. Jadi, perbedaan apoptosis dan

nekrosis terletak pada terkendali atau tidaknya kematian sel tersebut.

Nekrosis menunjukkan sekuens perubahan morfologik yang mengikuti kematian

sel pada jaringan hidup. Manifestasi yang paling sering terjadi adalah nekrosis

koagulatif yang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein sitoplasma

dan pemecahan organela sel. Gambaran morfologi nekrosis merupakan hasil dua

proses penting yang terjadi secara bersamaan yaitu digesti enzimatik sel dan

denaturasi protein. Apabila denaturasi merupakan pola primer disebut nekrosis

loagulatif. Pada keadaan digesti enzimatik yang dominan hasilnya adalah nekrosis

liquefaktif. Pada keadaan khusus dapat terjadi nekrosis kaseosa atau nekrosis

lemak.

Contoh, selama serangan jantung, sel-sel otot jantung yang kekurangan pasokan

oksigen, akibat penyumbatan total pembuluh darah yang mendarahinya mati

akibat nekrosis.

Page 24: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

mekanisme terjadinya nekrosis seperti yang dijelaskan oleh sisa pada gambar tersebut antara

lain :

Nekrosis žterjadi kerusakan membran, lisososm mengeluarkan enzim ke sitoplasma dan

menghancurkan sel, isi sel keluar dikarenakan kerusakan membran plasma dan

mengakibatkan reaksi inflamatori. žNekrosis adalah pathway yang secara umum terjadi pada

kematian sel yang diakibatkan oleh: ischemia, keracunan, infeksi, dan trauma.

Nukleus

Piknosis : nukleus terlihat lebih bundar, ukuran lebih kecil dan gelap žKarioreksis : nukleus

mengalami fragmentasi menjadi kecil dan tersebar Kariolisis: nukleus lisis, tidak terlihat

sehingga rongga kosong dibatasi membran nukleus disebut ghost.

Sitoplasma

Berwarna asidofilik, struktur tidak jelas, jika melanjut: Tidak terlihat garis besar struktur

histologi sel, dan Tidak terlihat adanya pewarnaan.

Ada beberapa jenis nekrosis yaitu :

Page 25: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

1. Nekrosis koagulatis adalah terjadi koagulasi(penggumpalan) unsur protein intra sel yang

umumnya terjadi pada daerah infark dengan disertai ekstravasasi eritrosit.

Contohnya : Nekrosis koagulatif terjadi pada organ jantung  bentuk dan warnanya

berubah

2. Nekrosis liquefaktif merupakan salah satu tipe nekrosis yang termasuk bakteri fokal atau

infeksi jamur. Sebagai akibat autolisis atau heterolisis terutama  khas pada infeksi fokal

kuman, karena kuman memiliki rangsangan kuat pengumpulan sel darah putih.

Salah satu contoh nekrosis liquefaktif di tunjukkan dengan kematian sel hipoksia pada

sistem saraf pusat.nekrosis liquefaktif pada hakikatnya mencerna bangkai kematian sel

dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi leukosit imidran dan menimbulkan

abse. Materialnya bewarna kuning krem, biasanya ada pada abses pada otak. Nekrosis

liquefactive mengakibatkan sel pada organ jantung menjadi memiliki cairan, sel gosong,

dan kemudian menghilang.

Proses terjadinya adalah

Gangren kaki diabetik: luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman  dan berbau busuk akibat

sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai (Askandar, 2001).

Page 26: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

Biasanya kuman yang menginfeksi pada gangren kaki diabetik adalah: Streptococcus

(Soetmadji, 1999)

Faktor-faktor yg mempengaruhi terjadinya gangren kaki diabetik:

a. Faktor endogen:

1) genetik, metabolik

2) angiopati diabetik

3) Neuropati diabetik

b. Faktor eksogen:

1) Trauma

2) Infeksi

Proses terjadinya nekrosis diabetikum:

Hiperglikemi --> penumpukan kadar glukosa dalam sel dan jaringan dan terdapat

transpor glukosa tanpa insulin --> glukosa berlebih --> tidak termetabolisasi habis

secara normal melalui glikolisis --> sebagian glukosa sisa degan enzimaldose

reduktase akan di ubah menjadi sorbitol dan sorbitol akan tertumpuk dalam sel

dan jaringan yang menyebabkan kerusakan fungsi.

Daftar Pustaka

Sherwood, L.  2011.  Fisiologi Manusia; dari sel ke system edition 6. Alih bahasa BBrahm U Pendit. EGC . Jakarta

Bullock, B.A. (2000). Focus on pathophysiology. Philadelphia : J.B .Lippincott.

Bullock, B.A.(1994).Pathophysiology : Adaptation & alteration function. Philadelphia : JB. Lippincott.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16627048

Huether S L, McCance K L .( 2012 ). Understanding Pathophysiology. Fifth Edition . Elsevier Mosby

Page 27: Rangkuman Scele 1 Adaptasi Sel

 Robin, SL (2007). Buku ajar Patologi. Edisi 7. Penerbit EGC

Kumar, V.,  Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7.Jakarta: EGC

Cunningham F, Leveno K, Bloom s, Hauth J, Glstrap L, Wenstrom K. (2003). Williams’ Manual of Obstetrics. USA:    McGraw Hills.

Sastrawinata S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F. (2003). Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi E/2. Jakarta: EGC.

www.pengobatanTORCH.com

Richard, N.Mitchell,et all.(2009). Buku saku dasar patologis penyakit.(7 ed.).( Dr. Andry hartono, penerjemah).  Jakarta : EGC

Sudiono, janti.,drg.et all.(2001).Penuntun pratikum patologi anatomi. Jakarta : EGC

Sastrawinata S, dkk.( 2004). Ilmu Kesehatan reproduksi:obsterti patologi. Jakarta: EGC

Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: erlangga. Hlm: 70-71

Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm: 47.

Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 452-453

Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm: 238-243.

Kowalak, dkk.( 2011 ). Buku Ajar Patofisiologi. alih bahasa : Andry Hartono. Jakarta : EGC