tesis referensi
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Tesis Referensi
1/186
xi
POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT TENGGER
DALAM SOSIALISASI TRADISI ENTAS-ENTAS,PRASWALA GARA, DAN PUJAN KAPAT
(Studi Kasus di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo)
MAS AYU AMBAYOEN
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2006
-
7/22/2019 Tesis Referensi
2/186
xii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pola KomunikasiMasyarakat Tengger dalam Sosialisasi Tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan
Pujan Kapat: Studi Kasus di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, KabupatenProbolinggo adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernahdiajukan untuk memperoleh gelar yang sama pada Perguruan Tinggi lain. Semua
sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dandapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Agustus 2006
Mas Ayu AmbayoenNrp. P054030091
-
7/22/2019 Tesis Referensi
3/186
xiii
ABSTRAK
MAS AYU AMBAYOEN. Pola Komunikasi Masyarakat Tengger dalamSosialisasi TradisiEntas-Entas ,Praswala Gara, dan Pujan Kapat(Studi Kasus diDesa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur). Di
bawah bimbingan: DJUARA P. LUBIS dan KRISHNARINI MATINDAS.
Masyarakat Tengger memiliki budaya menarik dan unik yang tetap
bertahan sampai sekarang. Meskipun pengaruh luar (tingkat intensitas kunjunganwisata) cukup tinggi, namun berbagai tradisi tersebut masih tetap dijalankan, diantaranya adalah upacara Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat.
Bertahannya tradisi tersebut tidak lepas dari proses komunikasi, sehingga menarikuntuk dikaji. Penelitian ini ingin menganalisis bagaimana tradisi tersebutdilaksanakan dan disosialisasikan.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa upacara adat masyarakatTengger terbagi menjadi upacara lingkup keluarga upacara lingkup desa. Pola
kebudayaan dapat dilihat dari pola bersikap, pola kelakuan dan pola saranakebendaan. Pola bersikap masyarakat Tengger adalah mau menerima segala apa
yang bersangkut paut dengan adat. Pola kelakuan dapat dilihat dari berbagai ritualupacara yang masih selalu dilakukan. Pola sarana/kebendaan (wujud fisik) dapatdilihat dari benda-benda atau tempat sakral dan tanaman-tanaman khusus yang
masih dilestarikan oleh masyarakat Tengger Ngadisari yang berkaitan denganketiga upacara tersebut.
Pola komunikasi yang terdapat dalam masyarakat Tengger berupa polakomunikasi yang bersifat vertikal, dimana pemimpin atau golongan yangdihormati mendapat posisi penting dan dipatuhi oleh masyarakatnya akibat
pengaruh budaya paternalistik yang masih berkembang. Pola komunikasi ini dapatdilihat dari proses ajar didik yang dilakukan pada forum yang bersifat formal
maupun non formal, dalam ritus kolektif, sanksi dan alokasi-alokasi posisi.
Kata kunci: Masyarakat Tengger, Pola Komunikasi, Kebudayaan.
ABSTRACT
-
7/22/2019 Tesis Referensi
4/186
xiv
MAS AYU AMBAYOEN. Communication Pattern in Tengger Community inSocializing the tradition of Entas-Entas, Praswala Gara, and Pujan Kapat (A Case
Study in Ngadisari Village, Sukapura Subdistrict, Probolinggo Regency, EastJava). Under the guidance of DJUARA P. LUBIS and KRISHNARINIMATINDAS.
Tengger community has an interesting and unique culture which is stillwell preserved. Despite strong influencing eksternal factors (high intensity of
tourism activities) some traditions have still been preserved well, some of whichare Entas-Entas, Praswala Gara, and Pujan Kapat. These traditions prevail alongwith communication process and this become an interesting aspect to study. Theobjective of the research was to analylize how the tradition were practiced andsocialized.
The result of the study indicates that traditional ceremonies in Tengger
community are generally divided into those concerning family scope and villagescope. The cultural patterns are reflected in their attitudes, behaviour, and materialfacilities. The people of Tengger have receptive attitude with regrad to theircustoms. The behavioural patterns are shown in various rituals that are still well
preserved. The patterns of facilities are indicated by sacred objects or places aswell as special plants that are still preserved by the community of Tengger
Ngadisari in relation to the three ceremonies mentioned above.The communication pattern practiced among the people of Tengger is a
vertical one, where the leader or the respectable group has an important position
and is obeyed by his people/ subordinates, which is a reflection of paternalisticculture still practiced. This kind of communication pattern can be seen in some
teaching-learning process conducted both in formal and nonformal forums and in
rit uals concerning groups, sunctions, and position allocations.
Key words: Tengger Community, Communication Pattern, Cultural.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
5/186
xv
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dariInstitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
-
7/22/2019 Tesis Referensi
6/186
xvi
POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT TENGGER DALAMSOSIALISASI TRADISI ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA,
DAN PUJAN KAPAT
MAS AYU AMBAYOEN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarMagister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
-
7/22/2019 Tesis Referensi
7/186
xvii
Judul Tesis : Pola Komunikasi Masyarakat Tengger dalam
Sosialisasi Tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, danPujan Kapat (Studi Kasus di Desa Ngadisari,
Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo).
Nama : Mas Ayu Ambayoen
Nrp : P054030091
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Dra. Krishnarini Matindas, MSKetua Anggota
Diketahui,
Tanggal Ujian: 31 Juli 2006 Tanggal lulus:
Ketua Program StudiKomunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Sumardjo, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
-
7/22/2019 Tesis Referensi
8/186
xviii
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas Rahmat-Nya sehinggapenulisan Tesis ini dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun yangberarti. Tesis ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Tengger DalamSosialisasi Tradisi Entas-Entas, Praswala Gara dan Pujan Kapat, merupakan
penelitian yang dilakukan untuk menganalisis bagaimana Pola komunikasi yang
dilakukan oleh Masyarakat Tengger dalam mensosialisasikan tradisi merekakepada masyarakat maupun generasi mudanya. Penulisan tesis ini untuk
memenuhi tugas akhir dan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains(MSi) pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan diSekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan Tesis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagaipihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yangsetulusnya kepada:
1. Komisi pembimbing Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Dra. KrishnariniMatindas, MS yang telah banyak mencurahkan waktu untuk membimbing,memberikan masukan dan wawasan yang berarti bagi penulis, sehinggamampu menyelesaikan tesis ini.
2. Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MS selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan pada penulis.
3. Bapak Ibu Dosen pengajar, khususnya di program studi Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan yang telah banyak memberikan
pengetahuannya kepada penulis selama masa studi.4. Dr. Sumardjo selaku ketua program studi yang telah banyak memberikan
kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
5. Supoyo, SH, MM selaku Kepala Desa Ngadisari dan Bapak Sutomo selaku
Dukun Desa Ngadisari yang telah memberikan ijin penelitian dan selalu siapmembantu penulis dalam pengumpulan data penelitian. Bapak Sarto dan IbuSuliati sekeluarga serta para kerabat Dukun, anggota Pramuka dan masyarakat
Desa Ngadisari yang banyak meluangkan waktunya untuk membantu penulisselama di tempat penelitian.
6. Mami Ika, terima kasih atas waktu yang sangat berharga untuk menemanipenulis di medan penelitian. Mas Arif (om tersayang) terima kasih atas semuaperhatiannya pada keponakan. Mas Irfi, special thanks untuk semua
dukungan, perhatian dan segalanya bagi penulis. Keyakinan akan membuatsemuanya menjadi lebih mudah.
7. Palik Mul dan Bulik Emi beserta keluarga yang banyak memberikan perhatianselama masa studi penulis yang jauh dari keluarga.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
9/186
xix
8. Bu Lili dan Bu Lela terima kasih untuk semua dukungannya. Mbak Pera,
Mbak Sri, Bu Yus, Bu Yanti, Kak Is, teman-teman KMP lainnya angkatan2003 dan 2004, teman-teman di Sabrina, Ema, Mayzar, Oty dan semuanya
terima kasih atas kebersamaannya. Special my the best friendWiwid, terimakasih atas segalanya yang tidak tergantikan. Mbak Nia, Mbak Syam, dan
teman-teman TKL terima kasih atas semua cerita dan candanya.
9. Sebuah penghargaan terbesar serta tulus bagi Ayahanda tercinta yang selalusaya hormati dan saya patuhi (menurut cara saya sendiri), terima kasih telah
merelakan hidupnya sebagai tempat bersandar paling kokoh dan selalumenanamkan prinsipnya sebagai landasan dalam hidup penulis hingga saat ini.Inilah sebuah karya terbesar ananda saat ini, semoga dapat mewujudkan
harapan keluarga. Ibunda tersayang, yang pengorbanan dan doanya tidakakan pernah tergantikan oleh siapapun. Adik-adikku semua yang telah
memaku persaudaraan ini dengan kasih sayang yang tulus.
Berbagai pihak yang juga telah banyak memberikan dukungan padapenulisan Tesis ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penulis
berharap penulisan Tesis ini dapat memberikan kontribusi yang sebesar-besarnyapada peneliti yang tertarik mempelajari kebudayaan dari sudut pandang
komunikasi maupun pihak-pihak lain yang memiliki perhatian di bidang ini .
Penulis sadar jika penulisan Tesis ini masih jauh dari sempurna, sehinggasaran dan kritik membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Agustus 2006
Mas Ayu Ambayoen
-
7/22/2019 Tesis Referensi
10/186
xx
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Malang pada tanggal 16 Desember 1979 sebagai
anak pertama dari pasangan Ayahanda M. Djamaali dan Ibunda Siti Muawanah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Dinoyo III Malang
pada tahun 1992. Selanjutnya meneruskan pendidikan di MTsN Malang I lulus
tahun 1995. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di MAN 3 Malang
dan lulus tahun 1998.
Pada tahun itu pula penulis diterima di Fakultas Pertanian Program Studi
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang melalui
jalur PSB (Penjaringan Siswa Berprestasi) dan lulus tahun 2003. Selanjutnya pada
tahun itu juga penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
11/186
xxi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Rumusan Masalah.................................................................................. 3
Tujuan Penelitian.................................................................................... 3
Kegunaan Penelitian............................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5
Komunikasi dan Perubahan Kebudayaan............................................... 5
Upacara Religi........................................................................................ 23
Masyarakat Tengger dan Berbagai Upacaranya..................................... 28
Pola Komunikasi .................................................................................... 35
Pengetahuan dan Sikap........................................................................... 36
Pariwisata dan Kebijakan Pemerintah.................................................... 39
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS.................................................. 41
Kerangka Berpikir .................................................................................. 41
Hipotesis Pengarah................................................................................. 45
METODOLOGI PENELITIAN....................................................................... 46
Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................. 46
Jenis dan Metode Penelitian................................................................... 46
Teknik Pengumpulan Data..................................................................... 47
Teknik Analisis Data.............................................................................. 48
Informan Penelitian................................................................................ 49
Validitas dan Reliabilitas ....................................................................... 50
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN........................................... 53
Keadaan Umum Kawasan Tengger ........................................................ 53
Legenda dan Sejarah Masyarakat Tengger ............................................ 54
-
7/22/2019 Tesis Referensi
12/186
xxii
Keadaan Umum Desa Ngadisari ............................................................ 58
Masyarakat Tengger Desa Ngadisari..................................................... 63
Ikhtisar.................................................................................................... 74
DESKRIPSI TRADISI ENTAS-ENTAS, PRASWALA GARA, DAN PUJAN
KAPAT.............................................................................................................. 76
TradisiEntas-Entas ................................................................................ 76
UpacaraPraswala Gara ......................................................................... 86
UpacaraPujan Kapat............................................................................. 90
Ikhtisar.................................................................................................... 95
POLA BERSIKAP, POLA KELAKUAN, DAN POLA SARANA/
KEBENDAAN................................................................................................. 98
Pola Bersikap.......................................................................................... 98Pola Kelakuan (wujud aktivitas) ............................................................ 100
Pola Sarana/ Kebendaan (wujud fisik)................................................... 103
Ikhtisar.................................................................................................... 108
POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT TENGGER.................................... 110
Proses Komunikasi dalam Pewarisan Budaya ....................................... 110
Forum-forum Komunikasi Lain Pada Masyarakat Desa Ngadisari....... 121
Proses Komunikasi Secara Non Verbal................................................. 122
Ikhtisar.................................................................................................... 124SIMPULAN .................................................................................................... 126
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 128
LAMPIRAN..................................................................................................... 131
-
7/22/2019 Tesis Referensi
13/186
xxiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Desa Ngadisari................... 61
2 Luas Areal dan Jumlah Produksi Beberapa Komoditi Pertanian di Desa
Ngadisari. ............................................................................................... 61
3 Perbandingan kosakata Tengger dengan bahasa Jawa yang lain. ........... 66
4 Proses Komunikasi Pada Forum Formal................................................ 112
5 Proses Komunikasi Pada Forum Non Formal ........................................ 114
6 Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Ritus Kolektif .......................... 116
-
7/22/2019 Tesis Referensi
14/186
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Model Komunikasi Linear ...................................................................... 16
2 Kelima Komponen Religi......................................................................... 26
3 Alur Berpikir Pola Komunikasi Masyarakat Tengger Dalam
Sosialisasi Tradisi Entas-entas, Praswala Gara dan Pujan Kapat.......... 44
4 Lingkungan pegunungan (tana layu/ edelways) dan lingkungan hutan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru................................................ 53
5 Gerbang Desa Ngadisari sebagai tempat penelit ian ................................ . 62
6 Pekerjaan sehari-hari mayoritas Masyarakat Tengger Desa Ngadisari.... 64
7 Lingkungan Masyarakat Tengger Ngadisari.......................................... 65
8 Pakaian adat masyarakat Tengger............................................................ 73
9 Petra digendhong dan dibakar di tempat pembakaran ............................. 85
10 Salah satu prosesi dalam Upacara Praswala Gara .................................... 90
11 Prosesi Pujan Kapat.................................................................................. 95
12 Jalur pengajuan upacara lingkup keluarga ............................................... 97
13 Peralatan yang digunakan Dukun dalam upacara adat Tengger.............. 104
14 Tanaman Pembuat Petra........................................................................... 105
15 Bagan Sumber dan Arah Informasi Dukun dan Masyarakat Tengger ..... 118
16 Pola Komunikasi yang Terbentuk di Desa Ngadisari ............................. 119
-
7/22/2019 Tesis Referensi
15/186
xxv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pedoman Observasi.................................................................................. 132
2 Pedoman Wawancara Mendalam............................................................. 133
3 Pedoman Catatan Harian.......................................................................... 136
4 Pedoman Dokumentasi............................................................................. 137
5 Sebaran Penduduk Desa Ngadisari Berdasarkan Golongan Umur .......... 138
6 Sebaran Penduduk Desa Ngadisari BerdasarkanTingkat Pendidikan..... 139
7 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngadisari ............................ 140
8 Data Informan Penelitian ......................................................................... 141
9 Daftar Pemateri Kegiatan Pramuka........................................................... 142
10 Daftar Materi Dalam Kegiatan Pramuka.................................................... 143
11 Nama-Nama Anak Rara Anteng Dan Jaka Seger....................................... 144
12 Pasrah Pengantin ........................................................................................ 145
13 Mantra Pembaron (MantraEntas-Entas) ................................................... 150
14 Sebaran Masyarakat Tengger di Empat Kabupaten di Jawa Timur ........... 159
15 Nama-Nama Pejabat Kepala Desa Yang Memimpin Desa Ngadisari ....... 160
16 Jenis Dan Sumber Data Penelitian............................................................. 161
17 Peta Lokasi Penelitian................................................................................ 162
18 Kalender Tengger ....................................................................................... 163
19 Jadwal Kegiatan Pramuka ......................................................................... 164
20 Contoh Absensi Kegiatan Pramuka, Kegiatan Adat Dan Pertemuan-
Pertemuan Lain .......................................................................................... 168
21 Surat Ijin Penelitian.................................................................................... 170
22 Contoh Makalah Adat Dalam Kegiatan Pramuka...................................... 171
-
7/22/2019 Tesis Referensi
16/186
1
PENDAHULUAN
Latar BelakangPegunungan Tengger, dengan kawah Bromonya yang terkenal,
merupakan kawasan wisata yang memiliki daya tarik luar biasa dan merupakan
tempat berdiam masyarakat dengan tradisi unik yang disebut masyarakat Tengger.
Masyarakat Tengger adalah sebuah komunitas yang masih memegang unsur-unsur
tradisi1. Beberapa tradisi (seperti upacara sesayut, upacara cuplak puser atau
kekerik, upacara tugel gombak dan kuncung, upacara perkawinan, upacara ruwat
sangkala, upacara pujan, upacara kematian dan upacara Entas-Entas) yang
dilakukan oleh masyarakat adat Tengger menambah khasanah budaya lokal danmenarik wisatawan tinggal di kawasan wisata ini. Sebagai masyarakat2 yang
berada di kawasan wisata Bromo-Tengger-Semeru, komunitas ini tidak dapat
lepas dari pengaruh luar. Seiring dengan pembangunan, kawasan ini menjadi
sebuah kawasan wisata budaya. Di samping itu kedatangan wisatawan baik dari
dalam negeri maupun mancanegara juga ikut membawa masuk budaya-budaya
luar yang berbeda dengan budaya masyarakat setempat.
Keberadaan masyarakat Tengger di kawasan pegunungan Tengger
diyakini sudah sangat lama, bahkan sebelum kolonial. Seiring dengan
berkembangnya waktu, ternyata komunitas ini masih tetap ada. Eksistensinya
tetap diakui sebagai sebuah masyarakat tradisional yang teguh memegang adat
tradisi nenek moyang. Dalam perkembangannya sampai saat ini masyarakat
Tengger tersebar di empat Kabupaten di Propinsi Jawa Timur, yaitu: Lumajang,
Pasuruan, Malang dan Probolinggo, dimana salah satunya terletak Kecamatan
Sukapura.
1
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Pudjiwati Sajogyo (1985) dalam buku SosiologiPembangunan, bahwa arti tradisi yang paling mendasar adalah traditum, yaitu sesuatu yang
diteruskan (transmitted) dari masa lalu ke masa sekarang: bisa berupa benda atau tindak laku
sebagai unsur kebudayaan atau berupa nilai, norma, harapan dan cita-cita.
2Definisi masyarakat menurut Talcottt Parsons (1968) sebagaimana yang dikutip oleh Kamanto
Sunarto (2000) dalam buku Pengantar Sosiologi Edisi Kedua, bahwa masyarakat ialah suatu
sistem sosial yang swasembada (self-subsistent), melebihi masa hidup individu normal dan
merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi
berikutnya.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
17/186
2
Masyarakat Tengger yang berada di wilayah Kecamatan Sukapura
Kabupaten Probolinggo berjumlah sekitar 13.565 jiwa yang terdiri dari 3.646
kepala keluarga yang tersebar di beberapa desa, di antaranya Desa Ngadisari.
Sebagai salah satu desa yang didiami oleh masyarakat Tengger, Desa Ngadisari
saat ini memiliki penduduk sekitar 1536 jiwa dengan mayoritas penduduk
bermatapencaharian sebagai petani serta memiliki tata kehidupan masyarakat
yang teguh memegang tradisi.
Masyarakat desa ini sebagian besar beragama Hindu yang berbeda
dengan Hindu Dharma Bali. Perbedaan ini antara lain adalah adanya tradisi
Kasada yang merupakan pengungkapkan rasa syukur mereka dengan
membuang hasil pertanian dan peternakan ke dalam kawah Gunung Bromo di
bulan Kasada. Seiring dengan berjalannya waktu maka kehidupan masyarakatTengger juga mengalami perubahan, sebab tidak ada satupun dari masyarakat
yang tidak berubah.
Beberapa upacara yang masih sering dilakukan adalah upacara Entas-
Entas yang khusus dilakukan untuk menyucikan atman atau roh orang-orang yang
telah meninggal dunia. Biasanya dilakukan pada hari keseribu, walaupun
pelaksanaannya tidak harus tepat pada hari tersebut. Roh atau atman yang
disucikan itu dengan harapan agar dapat masuk surga. Selain itu dalam memasuki
kehidupan baru masyarakat Tengger juga masih teguh melakukan tradisiperkawinan yang dilakukan menurut adat budaya Tengger, yaitu upacara
Praswala Gara yang bertujuan untuk menghilangkan sangkala dan memohon
restu agar kehidupan pengantin baru selalu mendapat kebahagiaan. Selain itu juga
ada upacara pujan yang dilakukan oleh masyarakat Tengger yang bertujuan untuk
memohon keselamatan bagi seluruh desa, seperti acara Pujan Kapat yang
dilakukan setiap bulan keempat penanggalan Tengger.
Upacara Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat merupakan
contoh tradisi yang masih dilakukan masyarakat Tengger sampai saat ini,
sehingga penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana tradisi tersebut
dilaksanakan dan disosialisasikan.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
18/186
3
Rumusan Masalah
Entas-Entas , Praswala Gara, dan Pujan Kapatmerupakan tradisi yang
masih ditemui hingga saat ini, sebab selalu dilaksanakan. Pola komunikasi yang
terjadi dalam hal pelestarian tradisi tersebut menarik untuk dikaji. Sebagai
masyarakat yang dalam kehidupannya selalu berhubungan dengan banyak ritus
upacara, masyarakat Tengger memiliki pola-pola bersikap, pola kelakuan dan pola
sarana kebendaan yang berkaitan dengan sosialisasi tradisi Entas-Entas, Praswala
Gara, dan Pujan Kapat tersebut. Sehingga masalah penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Bagaimana proses berlangsungnya upacara Entas-Entas, Praswala Gara, dan
Pujan Kapatpada masyarakat Tengger?
2.
Bagaimana pola bersikap, pola kelakuan dan pola sarana/kebendaanmasyarakat Tengger dalam pelestarian tradisi Entas-entas, Praswala Gara,
dan Pujan Kapat?
3. Bagaimana pola komunikasi masyarakat Tengger dalam mensosialisasikan
tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat kepada warga
masyarakat dan generasi muda pada Masyarakat Tengger?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk:1. Mendeskripsikan proses berlangsungnya upacara Entas-Entas, Praswala
Gara, dan Pujan Kapatpada masyarakat Tengger.
2. Menganalisis pola bersikap, pola kelakuan dan pola sarana/kebendaan
masyarakat Tengger dalam pelestarian tradisi Entas-Entas, Praswala Gara,
danPujan Kapat.
3. Menganalisis pola komunikasi masyarakat Tengger dalam mensosialisasikan
tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat kepada warga
masyarakat dan generasi muda pada masyarakat Tengger.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
19/186
4
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah berupa kegunaan akademis, yaitu diharapkan
penelitian yang dilaksanakan ini mampu menyumbangkan kemajuan bagi
khasanah keilmuwan di bidang komunikasi, khususnya komunikasi etnografi.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
20/186
5
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi dan Perubahan Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang
merupakan bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Istilah
culture atau budaya kembali pada kumpulan pengetahuan, bahasa, perilaku,
ritual-ritual, adat kebiasaan, gaya hidup, sikap, kepercayaan dan adat istiadat yang
berhubungan dan menunjukkan suatu identitas khusus dari suatu kelompok
masyarakat dalam kurun waktu tertentu.
Ada beberapa definisi tentang kebudayaan menurut para ahli. Seorang
antropolog E.B. Tylor yang dikutip oleh Soekanto (1990) memberikan definisi
kebudayaan sebagai sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Dengan perkataan lain, kebudayaan mencakup kesemuanya
yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola -pola perilaku
yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola -pola berfikir,
merasakan atau bertindak.
Soemardjan dan Soemardi yang dikutip oleh Soekanto (1990)
merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala
kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk misalnya saja
agama, ideologi, kebatinan, kesenian dan semua unsur yang merupakan hasil
ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat
-
7/22/2019 Tesis Referensi
21/186
6
yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Cipta berwujud
teori murni, maupun yang telah disusun untuk langsung diamalkan dalam
kehidupan masyarakat. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah
(spiritualatau immaterial culture). Semua rasa, karya dan cipta dikuasai oleh
karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan
sebagian atau dengan seluruh masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (1994) kebudayaan berarti keseluruhan
gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Kebudayaan merupakan cara berlaku
yang dipelajari, kebudayaan tidak tergantung dari transmisi biologis atau
pewarisan melalui unsur genetis.
Geertz yang dikutip oleh Sobur (2004) mengatakan bahwa kebudayaanadalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang
diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep
yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana
manusia berkomunikasi, mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan
tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini. Rumusan kebudayaan
Geertz ini lebih menitikberatkan pada simbol, yaitu bagaimana manusia
berkomunikasi lewat simbol. Di satu sisi, simbol terbentuk melalui dinamisasi
interaksi sosial, merupakan realitas empiris, yang kemudian diwariskan secarahistoris, bermuatan nilai-nilai; dan di sisi lain simbol merupakan acuan wawasan,
memberi petunjuk bagaimana warga budaya tertentu menjalani hidup, media
sekaligus pesan komunikasi dan representasi realitas sosial.
Haviland (1985) yang dikutip oleh Endraswara (2003) bahwa ada empat
ciri khas kebudayaan. Pertama , kebudayaan adalah milik bersama. Ciri semacam
ini sering diteruskan sampai pemahaman bahwa kebudayaan adalah milik publik.
Kedua, kebudayaan adalah hasil belajar. Semua kebudayaan adalah hasil belajar,
bukan warisan biologis. Proses penerusan budaya dari generasi ke generasi
berikutnya melalui proses enkulturasi. Ketiga, kebudayaan didasarkan pada
lambang. Keempat, budaya merupakan kesatuan integratif. Kebudayaan tidak
berdiri sendiri-sendiri, melainkan sebuah paket makna.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
22/186
7
Menurut Mulyana (2001) budaya adalah suatu konsep yang
membangkitkan minat dan berkenaan dengan cara manusia hidup. Secara formal
budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya memiliki
beberapa karakteristik, yaitu: budaya itu kompleks dan bertahap, budaya itu
subjektif, budaya berubah sepanjang waktu serta budaya sebagian besar tidak
nyata dan abstrak.
Semua unit sosial membangun sebuah budaya. Dalam suatu hubungan
interpersonal antara dua orang, mereka memiliki sebuah kebiasaan bersama yang
dikembangkan dalam suatu waktu. Mereka membangun sebuah adat kebiasaan,pola bahasa, ritual-ritual dan adat istiadat yang dikembangkan dalam pola
hubungan yang memiliki sebuah karakter tersendiri.
Kelompok membangun sebuah budaya sendiri, demikian juga organisasi
juga memiliki budaya sendiri. Seringkali mereka punya pola-pola khusus, seperti
dalam hal berpakaian, tata ruang, gaya pertemuan, pola pikir, gaya bicara, gaya
kepemimpinan dan sebagainya. Budaya yang lebih beragam dan kompleks biasa
diasosiasikan dengan sebuah masyarakat atau negara. Sehingga istilah budaya
lebih umum dipakai untuk menyebut berbagai karakteristik yang meliputi ba hasa,ritual, pola perilaku dan adat istiadat. Budaya yang dibangun dari masing-masing
unit sosial tersebut sangat khas dan memiliki karakter yang spesifik. Budaya
memiliki beberapa fungsi yang sangat penting khususnya dalam perspektif
komunikasi, yaitu: menghubungkan individu yang satu dengan yang lain;
melengkapi identitas umum yang mendasar dan menciptakan konteks interaksi
dan negosiasi diantara para anggota.
Banyak pendapat para sarjana tentang unsur -unsur kebudayaan.
Herskovits yang dikutip oleh Soekanto (1990) mengajukan empat unsur pokok
kebudayaan, yaitu:
1. Alat-alat teknologi.
2. Sistem ekonomi.
3. Keluarga.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
23/186
8
4. Kekuasaan politik.
Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori fungsional
dalam antropologi, sebagaimana yang dikutip oleh Soekanto (1990) menyebut
unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut:
1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi.
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; dimana keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang utama.
4. Organisasi kekuatan.
Antropolog C Kluckhohn yang dikutip oleh Koentjaraningrat (1994)
menyimpulkan adanya tujuh unsur universal yang merupakan isi dari semuakebudayaan yang ada di dunia ini, yaitu:
1. Sistem religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem mata pencaharian hidup.
7.
Sistem teknologi dan peralatan.Ketujuh unsur universal tersebut mencakup seluruh kebudayaan makhluk manusia
dimanapun dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari
konsepnya. Setiap unsur universal kebudayaan tersebut memiliki tiga wujud,
yaitu:
1. Wujud idiil (pola bersikap), yaitu kompleks gagasan dan nilai-nilai.
2. Wujud aktivitas (pola kelakuan), yaitu suatu kompleks tindakan berpola
(terorganisasi, terstruktrur) dari manusia dalam masyarakat.
3.
Wujud fisik (pola sarana/kebendaan), yaitu benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah idiil dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak
dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala atau dengan
perkataan lain, dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan
yang bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi menyatakan gagasan
-
7/22/2019 Tesis Referensi
24/186
9
mereka itu dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan idiil sering berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat yang
bersangkutan.
Kebudayaan idiil dapat disebut adat tata-kelakuan, atau secara singkat
adatdalam arti khusus, atau adat-istiadat dalam bentuk jamaknya. Sebutan tata-
kelakuan itu, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan idiil itu biasanya juga
berfungsi sebagai tata-kelakuan yang mengatur, mengendali dan memberi arah
kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsi itu
secara lebih khusus lagi adat terdiri dari beberapa lapisan, yaitu dari yang paling
abstrak dan luas sampai yang paling konkret dan terbatas. Adat dapat dibagi lebih
khusus dalam empat tingkat, yaitu: (1) tingkat nilai-budaya; (2) tingkat norma-
norma; (3) tingkat hukum dan (4) tingkat aturan khusus.Tingkat adat yang pertama adalah lapisan yang paling abstrak dan luas
ruang lingkupnya. Tingkat ini adalah ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang
paling bernilai dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi-konsepsi serupa biasanya
bersifat kabur, tetapi walaupun demikian, atau justru karena kabur dan tidak
rasional, biasanya berakar dalam bagian emosional dari alam jiwa manusia.
Tingkat ini dapat disebut sistem nilai-budaya. Jumlah nilai-budaya tingkat
pertama dalam suatu kebudayaan biasanya tidak banyak.
Tingkat adat yang kedua dan lebih konkret adalah sistem norma. Norma-norma itu adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan-peranan
tertentu dari manusia dalam masyarakat. Tingkat adat yang ketiga dan yang lebih
konkret lagi adalah sistem hukum (baik hukum adat maupun hukum tertulis).
Selanjutnya tingkat adat yang keempat adalah aturan-aturan khusus yang
mengatur aktivitas-aktivitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam
kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya aturan-aturan khusus ini amat konkret
sifatnya dan banyak diantaranya terkait dalam sistem hukum. Contohnya adalah
peraturan lalu lintas. Contoh dari aturan khusus yang tidak tersangkut ke dalam
sistem hukum adalah aturan sopan-santun.
Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sistem sosial, mengenai
kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-
aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu sama lain,
-
7/22/2019 Tesis Referensi
25/186
10
yang dari detik ke detik, dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun selalu mengikuti
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata -kelakuan. Sebagai rangkaian
aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat
konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto dan
didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik dan memerlukan
keterangan banyak. Karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas,
perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling
konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.
Misalnya adalah pabrik baja, benda-benda yang besar dan indah seperti bangunan
candi atau pula benda-benda kecil seperti kain batik atau bahkan kancing baju.
Setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagisemua kebudayaan dimanapun juga. Sifat hakikat kebudayaan tersebut adalah:
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang
dan tindakan-tindakan yang diizinkan.Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, akan tetapi bila
seseorang hendak memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu harus
memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya, yaitu (Soekanto,
1990):
1. Di dalam pengalaman manusia, kebudayaan bersifat universal, akan tetapi
perwujudan kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
situasi maupun lokasinya.
2.
Kebudayaan bersifat stabil disamping juga dinamis dan setiap kebudayaan
mengalami perubahan-perubahan yang kontinyu. Setiap kebudayaan pasti
mengalami perubahan atau perkembangan-perkembangan, hanya kebudayaan
yang mati saja yang bersifat statis.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
26/186
11
3. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia,
walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia sendiri. Gejala tersebut secara
singkat dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa walaupun kebudayaan
merupakan atribut manusia, namun tidak mungkin seseorang mengetahui dan
meyakini seluruh unsur kebudayaannya.
Kebudayaan dimaksudkan sebagai hadirnya seperangkat nilai-nilai dan
norma yang menjadi pedoman atau acuan perilaku bagi warga pendukungnya.
Nilai secara umum berkaitan dengan segala sesuatu tentang yang baik atau yang
buruk. Nilai dalam kajian ilmu sosial (nilai sosial) dapat didefinisikan sebagai
suatu kesadaran dan emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek,
gagasan atau orang (dikutip oleh Sulaeman, 1998 dari Bertrand). Norma
merupakan standar-standar tingkah laku yang berfungsi sebagai kerangka patokan(frame of reference). Perangkat normatif ini ditanamkan pada individu-individu
(baru) pendukungnya melalui proses sosialisasi. Cara yang demikian ini pada
gilirannya mereka mampu menjalin dan mengembangkan interaksi dengan orang-
orang lain dalam suatu pola makna tertentu yang konstan. Kebudayaan semacam
ini biasa disebut sebagai kebudayaan non-material.
Kebudayaan juga dapat dilihat dari aspek material, dalam hal ini benda-
benda fisik buatan manusia. Benda -benda tersebut dibuat dengan tujuan dan
makna tertentu. Misalnya buku, artefak, pakaian, masjid, komputer dansebagainya adalah sebutan-sebutan yang mempunyai makna khusus.
Berdasarkan uraian di atas, kebudayaan dapat dipahami dalam beberapa
rumusan. Pertama, kebudayaan sebagai suatu kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain
kemampuan yang diperoleh manusia selaku anggota masyarakat, meliputi semua
pola berpikir, merasakan dan bertindak. Kedua, kebudayaan adalah sesuatu yang
superorganik, artinya berada di atas sesuatu badan. Kebudayaan diturunkan dari
generasi-generasi dan tetap akan hidup terus, walaupun orang-orang yang
menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kelahiran dan
kematian. Ketiga, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
manusia dengan cara mempelajarinya (Kolopaking, 2003).
-
7/22/2019 Tesis Referensi
27/186
12
Setiap kebudayaan pasti mengalami perubahan. Kingsley Davis yang
dikutip oleh Soekanto (1990) berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan
bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup
semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
seterusnya, bahkan perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.
Dalam kehidupan sehari-hari acapkali tidak mudah untuk menentukan letak garis
pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Sebab tidak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada
kebudayaan yang tidak menjelma dalam suatu masyarakat. Walaupun secara
teoritis dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat
dirumuskan, namun di dalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat
dipertahankan. Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satuaspek yang sama yaitu kedua -duanya bersangkut-paut dengan suatu penerimaan
cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat pada umumnya
menyangkut hal-hal yang kompleks, artinya perubahan-perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu mengenai: nilai-
nilai sosial, perikelakuan, organisasi susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dansebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan sosial
menunjukkan pada perubahan fenomena sosial di berbagai bidang tingkat
kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual, masyarakat hingga tingkat
dunia.
Perubahan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu:
a. Perubahan lambat dan perubahan cepat.
Perubahanperubahan yang memerlukan waktu lama dan rentetan-
rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan
evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau
kehendak tertentu. Perubahan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat
dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat
(yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan) lazimnya dinamakan revolusi.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
28/186
13
Unsur-unsur pokok revolusi adalah adanya perubahan yang cepat dan
perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan
masyarakat.
b. Perubahan kecil dan perubahan besar.
Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas,
karena batas-batas pembedaannya sangat relatif. Sebagai pegangan dapatlah
dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan
yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh
langsung atau berarti bagi masyarakat.
c. Perubahan yang dikehendaki ( intended-change) atau perubahan yang
direncanakan (planned-change) dan perubahan yang tidak dikehendaki
(unintended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change).
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan
yang diperkirakan atau yang direncanakan terlebih dahulu oleh fihak-fihak
yang hendak mengadakan perubahan masyarakat. Perubahan yang tidak
dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahan-perubahan
yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan
masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak
diharapkan masyarakat.Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kebudayaan dapat
bersumber dari dalam atau dari luar masyarakat. Sumber yang berasal dari dalam
masyarakat adalah: bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan
baru, pertentangan atau konflik masyarakat dan terjadinya pemberontakan atau
revolusi. Sedangkan sumber-sumber perubahan yang berasal dari luar masyarakat
tersebut adalah: sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di
sekitar manusia (gempa, bencana alam, banjir dan lain-lain), peperangan dan
pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi antara
lain (Soekanto, 1990):
a. Kontak dengan kebudayaan lain.
b. Sistem pendidikan formal yang maju.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
29/186
14
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang
bukan merupakan delik.
e. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification).
f. Penduduk yang heterogen.
g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
h. Orientasi ke masa depan.
i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki
hidupnya.
Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya perubahan adalah:
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
b.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.c. Sikap masya rakat yang sangat tradisional.
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau
vested interests.
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup.
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
h. Adat atau kebiasaan.
i.
Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki(Soekanto, 1990).
Saluran-saluran perubahan kebudayaan (avenue or channel of change)
merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya
saluran-saluran tersebut adalah lembaga -lembaga kemasyarakatan dalam bidang
pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi dan seterusnya. Lembaga
kemasyarakatan mana yang menjadi titik tolak, tergantung pada cultural focus
masyarakat pada suatu masa yang tertentu.
Semenjak dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup
berkawan. Hal ini disebabkan manusa mempunyai hasrat yang kuat dalam dirinya
untuk menjadi bagian dari manusia lainnya. Dalam bergaul dengan manusia
lainnya dikenal adanya komunikasi. Berbicara mengenai komunikasi, banyak
paradigma yang bisa kita maknai. Secara harfiahnya komunikasi merupakan
-
7/22/2019 Tesis Referensi
30/186
15
jalinan yang terjadi dalam sistem sosial dengan berbagai pendukungnya seperti
adanya media-media komunikasi yang berkembang saat ini (Soekartawi, 1988).
Kata komunikasi atau dalam Bahasa Inggris communication berasal dari bahasa
latin communis yang berarti sama, communico, communicatio atau communicare
yang berarti membuat sama (to make common). Secara sederhana komunikasi
didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain.
Menurut Devito (1997) komunikasi mengacu pada pengertian akan suatu
tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang
terdistorsi oleh gangguan (noise ), terjadi dalam konteks tertentu dan ada
kesepakatan untuk melaksanakan umpan balik.
Rogers dan Kinchaid (1981) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu
proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaraninformasi dengan lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian
yang mendalam.
Menurut Mulyana (2003) terdapat tiga kerangka pemahaman mengenai
komunikasi, yaitu: (1) komunikasi sebagai tindakan satu arah, (2) komunikasi
sebagai interaksi, dan (3) komunikasi sebagai transaksi.
Komunikasi Sebagai Tindakan Satu Arah. Pemahaman komunikasi
sebagai proses satu arah disebutkan oleh Micheal Burgoon, sebagai definisi
berorientasi sumber (source oriented definition) yang mengisyaratkan
komunikasi sebagai kegiatan yang sengaja dilakukan seseorang untuk
meyampaikan rangsangan guna membangkitkan respons orang lain.
Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah ini mengisyaratkan bahwa
semua kegiatan komunikasi bersifat persuasif.
Model komunikasi linear merupakan konsep komunikasi yang paling
sederhana, yang dimaknai sebagai proses komunikasi sepihak. Pada model ini
komunikasi terjadi karena ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada
orang lain. Pengirim pesan menstimuli sehingga penerima pesan merespon sesuai
yang diharapkan tanpa melakukan proses seleksi dan intepretasi lebih lanjut.
Kejadian ini sesuai dengan ide dasar pembuatan model linear yang didesain
berdasar sistem telepon (model Claude Shanon dan Warren, 1949) dikutip oleh
Mulyana (2003), seperti Gambar 1.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
31/186
16
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa komunikasi yang terjadi bersifat
satu arah, yakni dari sumber pesan kepada penerima pesan. Model komunikasi ini
lebih tepat digunakan menyampaikan informasi yang lebih bersifat instruksi atau
indoktrinasi.
Komunikasi Sebagai Interaksi. Pandangan komunikasi sebagai interaksi
ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab akibat atau aksi reaksi
yang arahnya bergantian dan lebih dinamis. Komunikasi ini dianggap sedikit
lebih dinamis daripada komunikasi satu arah, meskipun masih membedakan parakomunikate sebagai komunikator dan komunikan, artinya masih tetap berorientasi
sumber, meskipun kedua peran itu dianggap bergantian. Sehingga proses interaksi
yang berlangsung pada dasarnya juga masih bersifat mekanis dan statis.
Model interaktif menganggap komunikasi sebagai suatu transaksi yang
terjadi antar komunikan yang saling berkontribusi pada terjadinya suatu transaksi
walaupun dalam beda peringkat intensitas. Teori ini digambarkan dalam tiga
bentuk yaitu: (1) lingkaran tumpang tindih, (2) heliks dan (3) Ziczac. Menurut
Schramm (1973) yang dikutip oleh Jahi (1993) lingkaran tumpang tindih
mengindikasikan bahwa dalam setiap kegiatan komunikasi akan selalu ditemukan
lebih dari dua komunikan dalam suatu situasi komunikasi. Dengan demikian akan
ada pada suatu saat sejumlah lingkaran komunikan atau ruang kehidupan yang
tumpang tindih.
Model heliks menurut Dance (1967) yang dikutip oleh Jahi (1993)
menunjukkan kegiatan komunikasi di kalangan komunikan yang menimbulkan
situasi konvergen. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa cara, yaitu (1) komunikanbergerak menuju ke suatu arah dalam arti saling memahami pesan yang
disampaikan, dan (2) seorang partisipan mungkin bergerak menuju arah berbeda.
Proses konvergen tidak selalu berarti harus ada komitmen terhadap persoalan atau
permasalahan yang dikomunikasikan, karena lebih merupakan suatu proses saling
memahami dengan lebih baik, tentang segala sesuatu yang dikomunikasikan.
Sumber Pesan Saluran Penerima
Gambar 1. Model Komunikasi Linear
-
7/22/2019 Tesis Referensi
32/186
17
Model ziczac menurut Schramm (1973) yang dikutip oleh Jahi (1993)
menunjukkan situasi kegiatan komunikasi sebagai proses interaktif melalui
pertukaran tanda-tanda informasi baik verbal, nonverbal, atau paralinguistik.
Dalam model ini diperlukan adanya waktu untuk meyakinkan diri bahwa
komunikan sedikit banyak telah memahami apa yang dimaksud yang
dimungkinkan oleh persoalan pemakaian iterasi. Dengan kata lain, peristiwa
komunikasi dalam model ziczac lebih mendekati dengan proses negosiasi.
Komunikasi Sebagai Transaksi. Dalam konteks komunikasi ini, proses
penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding) bersifat spontan dan
simultan diantara para komunikate. Semakin banyak orang yang berkomunikasi
semakin rumit transaksi komunikasi yang terjadi karena akan terdapat banyak
peran, hubungan yang lebih rumit, serta lebih banyak pesan verbal dan non verbal.
Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah komunikasi
tersebut tidak membatasi komunikate pada komunikasi yang disengaja atau respon
yang dapat diamati. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah
berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku
verbal maupun perilaku non verbal. Artinya konseptualisasi komunikasi ini lebih
sesuai untuk konteks komunikasi interpersonal karena lebih bersifat dinamis dan
para pelaku komunikasi tidak dibedakan antara sumber dan penerima, melainkan
semuanya saling berpartisipasi dalam interaksi sebagai partisipan komunikasi.
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan
secara sekunder (Effendy, 2003).
1. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran
dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
(simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses
komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya
yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan
komunikator kepada komunikan. Komunikasi berlangsung apabila terjadi
kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan
perkataan lain komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setala (tuned)
bagi komunikator dan komunikan.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
33/186
18
2. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana
sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan
komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang
relatif jauh atau jumlahnya banyak.
Terdapat dua macam bentuk komunikasi secara umum, yaitu komunikasi
verbal dan non verbal (Sobur, 2004):
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal secara sederhana adalah komunikasi dengan
menggunakan bahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa verbal adalahsarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal
menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual
kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu
menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili
kata-kata itu. Misalnya, kata rumah, kursi, mobil atau mahasiswa. Realitas apa
yang diwakili oleh setiap kata itu? Begitu banyak ragam rumah. Ada rumah
bertingkat, rumah mewah, rumah sederhana dan rumah sangat sederhana.
2. Komunikasi Non Verbal
Definisi harfiah komunikasi non verbal sebagai komunikasi tanpa kata,
merupakan suatu penyederhanaan berlebihan (oversimplification), karena kata
yang berbentuk tulisan tetap dianggap verbal meskipun tidak memiliki unsur
suara. Stewart dan DAngelo (1980) yang dikutip oleh Tubbs dan Moss (2001)
berpendapat bahwa bila kita membedakan verbal dari non verbal dan vokal dari
non vokal, kita mempunyai empat kategori atau jenis komunikasi. Komunikasi
verbal vokal merujuk pada komunikasi melalui kata yang diucapkan.
Komunikasi verbal non vokal, yaitu kata-kata digunakan tapi tidak diucapkan.
Komunikasi non verbal vokal be rupa vokalisasi, misalnya berupa gerutuan.
Komunikasi yang terakhir adalah komunikasi non verbal non vokal, yaitu hanya
mencakup sikap dan penampilan, komunikasi jenis ini membawa pesan-pesan
-
7/22/2019 Tesis Referensi
34/186
19
linguistik. Pesan-pesan tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kita dapat
mengacungkan tangan untuk memilih ya pada suatu pertemuan atau untuk
menghentikan taksi. Kita menyentuh dengan halus tangan seorang teman untuk
menghiburnya.
Komunikasi non verbal menurut Ekman (1965) dan Knapp (1978) yang
dikutip oleh DeVito (1997) memiliki enam fungsi, yaitu:
1. Untuk menekankan.
Komunikasi non verbal digunakan untuk menonjolkan atau menekankan
beberapa bagian dari pesan verbal. Misalnya, kita mungkin tersenyum untuk
menekankan atau ungkapan tertentu, atau memukulkan tangan ke meja untuk
menekankan suatu hal tertentu.
2.
Untuk melengkapi (complement).Komunikasi non verbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang
dikomunikasikan oleh pesan verbal. Jadi, mungkin kita tersenyum ketika
menceritakan kisah lucu atau menggeleng-gelengkan kepala ketika
menceritakan ketidak-jujuran.
3. Untuk menunjukkan kontradiksi.
Kita dapat juga secara sengaja mempertentangkan pesan verbal kita
dengan gerakan non verbal. Sebagai contoh, menyilangkan jari atau
mengedipkan mata untuk menunjukkan bahwa yang kita katakan adalah tidakbenar.
4. Untuk mengatur.
Gerak-gerik non verbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan
keinginan untuk mengatur arus pesan verbal. Mengerutkan bibir,
mencondongkan badan ke depan atau membuat gerakan tangan untuk
menunjukkan bahwa kita ingin mengatakan sesuatu merupakan contoh-contoh
dari fungsi mengatur ini. Kita mungkin mengangkat tangan atau menyuarakan
jenak (pause ) kita (misalnya, dengan menggumamkan umm) untuk
memperlihatkan bahwa kita belum selesai bicara.
5. Untuk mengulangi.
Kita dapat mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan verbal.
Misalnya, kita dapat menyertai pernyataan verbal Apa benar? dengan
-
7/22/2019 Tesis Referensi
35/186
20
mengangkat alis mata atau dapat menggerakkan kepala atau tangan untuk
mengulangi pesan verbal Ayo kita pergi.
6. Untuk Menggantikan.
Komunikasi non verbal juga dapat menggantikan pesan verbal kita,
misalnya, mengatakan oke dengan tangan tanpa berkata apa-apa. Kita dapat
menganggukkan kepala untuk mengatakan ya atau menggelengkan kepala
untuk mengatakan tidak.
Ada tiga tujuan komunikasi yang dikatakan oleh Berlo (1960) yaitu
untuk memberi informasi (informatif), untuk membujuk (persuasif) dan untuk
tujuan menghibur (entertainment). Gorden sebagaimana yang dikutip oleh
Mulyana (2001) menyatakan bahwa ada empat fungsi komunikasi yaitu
komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasiinstrumental.
1. Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa
komunikasi adalah penting dalam membangun konsep diri, untuk kelangsungan
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan tegangan,
antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk hubungan
dengan orang lain.
2. Komunikasi EkspresifErat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif
yang dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi
ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat
dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan
perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama
dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu,
simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat
kata-kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan
kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orangdapat menyalurkan
kemarahan dengan berkacak pinggang, mengepalkan tangan memelototkan
matanya.
3. Komunikasi Ritual
-
7/22/2019 Tesis Referensi
36/186
21
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual,
yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan
upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut
para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan,
ulang tahun (nyanyi Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan,
perkawinan hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan
kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik.
Ritus-ritus lain seperti berdoa (shalat, sembahyang, misa), membaca kitab suci,
naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara
wisuda, perayaan lebaran juga merupakan komunikasi ritual. Mereka yang
berpartisipasi dalam bentuk ritual tersebut menegaskan kembali komitmenmereka
kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam
seseorang3.
Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagai komitmen
emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian
kepada kelompok. Bukanlah substansi kegiatan ritual itu sendiri yang terpenting,
melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan bahwa
kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar daripada kita sendiri, yang bersifat
:abadi, dan bahwa kita diakui dan diterima dalam kelompok kita. Komunikasiritual ini kadang-kadang bersifat mistik
4.
4. Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu:
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan,
3
Contoh komunikasi ritual yang bersifat ekspresif ini adalah ketika orang menziarahi makam NabiMuhammad, bahkan menangis di dekatnya untuk menunjukkan kecintaan kepadanya. Selain itu
para siswa anggota Paskibraka mencium bend era merah putih, untuk menunjukkan rasa cinta
mereka kepada Nusa dan Bangsa, terlepas dari kita setuju terhadap perilaku mereka atau tidak.4
Contohnya adalah Suku Aborigin (penduduk asli Australia) yang mata pencaharian
tradisionalnya adalah berburu dan mengumpulkan makaanan, melakukan upacara tahunan untuk
memperoleh peningkatan rezeki. Upacara ini dimaksudkan untuk menghormati tanaman dan
hewan yang juga berbagi tanah air. Menurut kepercayaan mereka, upacara itu penting
dilaksanakan untuk menjamin kelestarian tanaman dan hewan yang menentukan kelestarian
hidup mereka.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
37/186
22
mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur. Bila
diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat
persuasif). Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk
menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan
hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai
strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik
dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai
instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan.
Hubungan antara komunikasi dan budaya sangat kompleks dan erat.
Budaya telah menciptakan sebuah komunikasi spesifik, artinya budaya dapat
diartikan sebagai sebuah interaksi manusia yang cukup cermat dimana
karakteristik-karakteristik budaya, apakah itu adat-istiadat, peranan, pola perilaku,ritual-ritual dan hukum diciptakan dan dipertukarkan. Dengan kata lain budaya
adalah hasil dari sebuah komunikasi sosial. Tanpa komunikasi budaya tidak akan
mungkin terpelihara dan bertahan dalam suatu tempat dan suatu waktu yang lain.
Budaya telah tercipta, terbentuk, dipindahkan/ditransmisikan dan dipelajari
melalui proses komunikasi.
Implisit dalam komunikasi sosial adalah fungsi komunikasi kultural. Para
ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai
hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya merupakan bagian dariperilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasipun turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Sesuai pendapat Hall
yang dikutip oleh Mulyana (2001) bahwa budaya adalah komunikasi dan
komunikasi adalah budaya. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu
mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik
secara horisontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun
secara vertikal, dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Pada sisi lain,
budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk suatu
kelompok tertentu, misalnya jangan melawan orang tua, bersikaplah ramah
pada tamu, dan sebagainya. Budaya bahkan mempengaruhi manusia setelah
manusia mati. Mengurus orang meninggal apakah mayatnya dikafani atau dalam
-
7/22/2019 Tesis Referensi
38/186
23
peti mati, setelah itu apakah mengadakan tahlilan atau tidak, juga bergantung
pada norma-norma budaya yang berlaku pada komunitas kita (Mulyana, 2001).
Upacara Religi
Durkheim dikutip oleh Koentjaraningrat (1987) mendefinisikan suatu
religi sebagai suatu sistem yang berkaitan dari keyakinan-keyakinan dan upacara-
upacara yang keramat, artinya yang terpisah dan pantang, keyakinan-keyakinan
dan upacara yang berorientasi kepada suatu komunitas moral yang disebut Umat.
Banyak para ahli yang melahirkan teori-teori yang berorientasi kepada upacara
religi, antara lain Smith dikutip oleh Koentjaraningrat (1987) tentang upacara
bersaji, dimana inti teorinya yang menganalisis azas-azas religi tidak berpangkal
pada analisa sistem keyakinan atau pelajaran doktrin dari religi, tetapi berpangkal
pada upacaranya. Dia menemukakan tiga gagasan penting yang menambah
pengertian mengenai azas-azas religi dan agama pada umumnya. Gagasan yang
pertama , mengenai soal bahwa di samping sistem keyakinan dan doktrin, sistem
upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang
memerlukan studi dan analisa yang khusus. Gagasan yang kedua, adalah bahwa
upacara religi atau agama yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga
masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama
mempunyai fungsi sosial. Para pemeluk suatu religi atau agama memang ada
menjalankan kewajiban mereka untuk melakukan upacara itu dengan sungguh-
sungguh, tetapi tidak sedikit pula yang hanya melakukannya setengah-setengah
saja. Motivasi mereka tidak terutama untuk berbakti kepada dewa atau Tuhannya,
atau untuk mengalami kepuasan keagamaan secara pribadi, tetapi juga karena
mereka mengangap bahwa melakukan upacara adalah suatu kewajiban sosial.
Sedangkan gagasan ketiga , adalah teorinya mengenai fungsi upacara bersaji. Pada
pokoknya upacara seperti itu, dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor
binatang, terutama darahnya, kepada dewa kemudian memakan sendiri sisa daging
dan darahnya, oleh Smith (1889) yang dikutip oleh Koentjaraningrat (1987) juga
dianggap sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengan dewa
atau para dewa. Dalam hal itu dewa atau para dewa dipandang juga sebagai
warga komunitas, walaupun sebagai warga yang istimewa.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
39/186
24
Preusz yang dikutip oleh Koentjaraningrat (1987) mengemukakan
konsep-konsepnya mengenai azas-azas religi yang mendekati masalahnya dari
sudut upacara. Anggapannya adalah bahwa rangkaian ritus yang paling penting
dalam banyak religi di dunia adalah ritus kematian. Menurutnya ritus atau upacara
religi aka n bersifat kosong tak bermakna, apabila tingkah laku manusia di
dalamnya didasarkan pada akal rasional dan logika. Namun secara naluri manusia
memiliki suatu emosi mistikal yang mendorongnya untuk berbakti kepada
kekuatan tinggi yang olehnya tampak konkret di sekitarnya, dalam keteraturan
dari alam, serta proses pergantian musim dan kedahsyatan alam dalam
hubungannya dengan masalah hidup dan maut.
Hertz yang dikutip oleh Koentjaraningrat (1987) juga mengemukakan
analisanya tentang azas religi yang berorientasi kepada upacara dan khususnya
upacara kematian. Dia menganggap bahwa upacara kematian selalu dilakukan
manusia dalam rangka adat-istiadat dan struktur sosial dari masyarakatnya, yang
berwujud sebagai gagasan kolektif. Dengan demikian analisa terhadap upacara
kematian harus lepas dari segala perasaan pribadi para pelaku upacara terhadap
orang yang meninggal dan harus dipandang dari sudut gagasan kolektif dalam
masyarakat tadi. Di sini Hertz melihat bahwa gagasan kolektif mengenai gejala
kematian yang terdapat pada banyak suku-bangsa di dunia adalah gagasan bahwa
mati itu berarti suatu proses peralihan dari suatu kedudukan sosial yang tertentu
ke kedudukan sosial yang lain, yaitu kedudukan sosial dalam dunia ini ke suatu
kedudukan sosial dalam dunia makhluk halus. Pada berbagai suku-bangsa di
Indonesia upacara kematian itu terdiri dari tiga tingkat, yaitu: (1) Sepulture
privisoire, (2) Periode intermediare dan (3) Ceremonie finale. Mula-mula mayat
diberi suatu sepulture privisoire , yaitu pemakaman sementara. Kemudian ada
suatu periode intermediaer atau masa antara yang biasanya berlangsung tiga
hingga lima tahun, dalam waktu mana para kerabat dekat orang yang meninggal
itu hidup dalam keadaan keramat. Kedudukan yang baru untuk roh yang
meninggal itu dicapai pada ceremonie finale, yaitu pada upacara di mana tulang
belulang dan sisa-sisa jasmani orang yang meninggal itu digali lagi (dan kadang-
kadang setelah itu dibakar), lalu ditempatkan di pemakaman yang tetap. Sesudah
analisa yang dalam tentang berbagai unsur dalam upacara-upacara kematian pada
-
7/22/2019 Tesis Referensi
40/186
25
berbagai suku bangsa di Indonesia, yang memberi kesimpulan kepadanya bahwa
upacara kematian itu tidak lain daripada suatu upacara inisiasi , Hertz
menunjukkan bahwa ada persamaan yang besar antara unsur-unsur upacara
kematian manusia dengan unsur -unsur upacara kelahiran dan pernikahannya. Pada
kelahiran, seorang individu beralih dari alam gaib ke alam hidup, pada kematian
ia beralih dari alam hidup ke alam gaib.
Seorang ahli folklor Van Gennep (1908) yang dikutip oleh
Koentjaraningrat (1987) berpendirian bahwa ritus dan upacara religi secara
universal pada azasnya berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan kembali
semangat kehidupan sosial antara warga masyarakat. Serupa dengan Hertz dalam
kaitan dengan upacara kematian, Van Gennep menyatakan bahwa semua ritus dan
upacara itu dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) perpisahan atau
separation , (2) peralihan atau merge dan (3) integrasi kembali atau agregation.
Dalam bagian pertama dari ritus, yaitu bagian separation , manusia melepaskan
kedudukannya yang semula. Acara ritus biasanya terdiri dari tindakan-tindakan
yang melambangkan perpisahan itu. Bagian kedua dari ritus, yaitu bagian merge,
manusia dianggap mati atau tidak ada lagi dan dalam keadaan seperti tidak
tergolong dalam lingkungan sosial manapun. Sedangkan bagian ketiga dari
upacara, yaitu bagian agregation , yaitu mereka diresmikan ke dalam tahap
kehidupannya serta lingkungan sosialnya yang baru.
Dalam banyak kehidupan ritus peralihan sangat penting, misalnya dalam
upacara hamil tua, upacara saat-saat anak-anak tumbuh (upacara memotong
rambut yang pertama, upacara keluar gigi yang pertama, upacara penyentuhan si
bayi dengan tanah untuk pertama kali dan sebagainya) dan dalam upacara inisiasi .
Data etnografi Van Gennep menunjukkan bahwa ritus perpisahan itu sering
berkaitan dengan ritus peralihan, sedangkan upacara integrasi dan pengukuhan
lebih sering berdiri sendiri, lepas dari kedua macam ritus tersebut. Upacara religi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) yang bersifat perpisahan menjadi
satu dengan yang bersifat peralihan, diistilahkan sebagai ritus dan (2) yang
bersifat integrasi dan pengukuhan, distilahkan sebagai upacara.
Religi menurut Koentjaraningrat (1987) memiliki lima komponen, yaitu:
-
7/22/2019 Tesis Referensi
41/186
-
7/22/2019 Tesis Referensi
42/186
27
tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa, roh
atau makhluk halus lain dengan tujuan untuk berkomunikasi. Ritus atau upacara
religi itu biasanya berlangsung berulang-ulang baik setiap hari, setiap musim atau
kadang-kadang saja. Tergantung dari isi acaranya, suatu ritus atau upacara religi
biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu-dua atau beberapa
tindakan, seperti: berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, menari
dan menyanyi, berprosesi, berseni-drama suci, berpuasa, bertapa dan bersamadi.
Dalam ritus dan upacara religi biasanya dipergunakan bermacam-macam sarana
dan peralatan, seperti: tempat atau gedung pemujaan, payung dewa, alat bunyi-
bunyian suci (orgel, genderang suci, gong, seruling suci, gamelan suci, lonceng
dan lain-lain). Selain itu para pelaku upacara seringkali harus mengenakan
pakaian yang juga dianggap mempunyai sifat suci, seperti jubah pendeta, jubahbiksu da n lain-lain).
Komponen kelima dari sistem religi adalah umatnya atau kesatuan sosial
yang menganut sistem keyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus serta
upacara itu. Kesatuan sosial yang bersifat umat agama itu dapat berwujud sebagai:
(1) keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatan yang lain, (2) kelompok
kekerabatan yang lebih besar, seperti keluarga -luas, klen, gabungan klen, suku,
marga dan lain-lain, (3) kesatuan komunitas seperti desa, gabungan desa dan lain-
lain, (4) organisasi atau gerakan religi, seperti organisasi penyiaran agama,
organisasi sangha, organisasi gereja, partai politik yang berideologi agama,
gerakan agama, orde-orde rahasia dan lain-lain (Koentjaraningrat, 1987).
Masyarakat Tengger dan Berbagai Upacaranya
-
7/22/2019 Tesis Referensi
43/186
28
Masyarakat Tengger dalam kesehariannya tidak terlepas dari berbagai
ritual upacara yang selalu dilakukan dalam rangka pemanjatan doa kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar diberikan keselamatan maupun sebagai ungkapan rasa
syukur atas rejeki yang telah mereka terima. Ritual upacara mereka secara garis
besar dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu5:
1. Upacara Lingkup Keluarga.
Upacara jenis ini terdiri dari upacara kelahiran, upacara perkawinan dan
upacara kematian. Upacara ini biasanya dilakukan dalam lingkup keluarga,
sehingga penanggung jawab pelaksanaan adalah keluarga yang punya hajat.
Berbagai macam upacara yang berkaitan dengan jenis ini antara lain:
a. Upacara sesayut/ upacara mitoni, yaitu upacara yang dilakukan saat bayi
berumur tujuh bulan. Upacara ini menggunakan sarana berupa: tumpeng,panggang ayam, bunga di dalam air cepel/ kuwali, lawe. Tujuan mitoni ini
adalah agar bayi tersebut mudah saat lahir dan selamat beserta ibunya.
Pelaksanaan upacara ini yaitu: bunga di dalam kuwali dimandikan kepada
ibunya, sedangkan la wenya disabukkan ke perut ibu. Mandi dengan bunga
bermakna agar ibu dan bayinya dalam kandungan tetap harum dan suci.
Sedangkan lawe yang disabukkan bermakna agar ibu dan bayi tetap menyatu
dan lahir dengan selamat.
b.
Upacara kekerik/ membersihkan, dilaksanakan setelah bayi dilahirkan dancuplak pusernya. Maknanya adalah membersihkan ibu dan anak setelah
melahirkan. Sebab sebelum upacara kekerik/pembersihan dilaksanakan, masih
ada saja gangguan-gangguan kepada ibu dan anak yang baru dilahirkan.
c. Upacara among-among, dilakukan bersama upacara kekerik. Upacara ini ini
dilakukan untuk mengamongi keluarga atau saudara-saudara tertua dan orang
tua dari ibu dan bapak yang baru melahirkan. Tujuannya adalah agar nantinya
orang tua dan saudara-saudaranya serta para sesepuh bisa ngemong/ memberi
petunjuk yang baik kepada anak yang dilahirkan supaya setelah dewasa
menjadi orang yang berguna.
d. Upacara tanam ari-ari, dilakukan setelah ari-ari sudah keluar dan dilakukan
oleh dukun bayi.
5 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Koordinator Dukun Sekawasan Tengger (Bapak
Mudjono) dan juga merupakan dokumentasi pribadi yang tidak dipublikasikan.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
44/186
29
e. Upacara setelah bayi berumur 44 hari. Upacara ini dilakukan agar bayi dapat
diajak keluar. Sebelum berumur 44 hari bayi tidak boleh dibawa keluar dari
rumah atau halaman rumah termasuk ibunya.
f. Upacara tugel gombak/ tugel kuncung. Upacara ini dilakukan dengan
memotong sedikit rambut, tugel kuncung adalah sebutan untuk laki-laki,
sedangkan tugel gombak adalah sebutan untuk perempuan. Tujuannya adalah
untuk menghilangkan sengkala.
g. Upacara Ngruwat/ Ruwatan, dilaksanakan setelah anak menginjak dewasa.
Dilakukan bagi anak-anak yang tidak punya saudara sama sekali. Tujuannya
adalah untuk menjaga keselamatan agar tidak diganggu oleh butakala.
h. Upacara pernikahan/ Praswala Gara, yaitu upacara pernikahan yang
dilakukan menurut tradisi Tengger. Secara lengkap akan diterangkan padabagian pembahasan Upacara Praswala Gara.
i. Upacara Kematian, rangkaian upacara kematian ini dilakukan pada saat
upacara penguburan di pemakaman, upacara yang dilakukan di rumah duka
dan upacara Entas-Entas yang dilakukan minimal 44 hari setelah kematian.
UpacaraEntas-Entas ini diterangkan secara lebih lengkap pada pembahasan
upacara tersebut.
2.
Upacara Lingkup Desa.Upacara jenis ini biasanya memiliki cakupan yang luas karena dilakukan
oleh seluruh warga desa bahkan juga seluruh warga masyarakat Tengger.
Penanggung jawab pelaksanaan biasanya adalah Petinggi (Kepala Desa) sebagai
pemangku adat beserta para perangkatnya serta Dukun dan para kerabatnya
(Legen dan Wong Sepuh) sebagai pelaksananya. Beberapa upacara jenis ini antara
lain:
a. Upacara Kasada , berupa ungkapan syukur yang dilakukan dengan
membuang hasil pertanian ke kawah Gunung Bromo pada bulan ke- dua
belas (bulan Kasada) waktu bulan purnama. Upacara ini diikuti oleh seluruh
masyarakat Tengger yang berpusat di Pura Agung Poten di lautan pasir
Gunung Bromo dan merupakan upacara terbesar dalam kehidupan
masyarakat Tengger.
-
7/22/2019 Tesis Referensi
45/186
30
b. Upacara Karo, dilakukan dengan mengadakan upacara di Pura dan di desa,
merupakan upacara terbesar kedua setelah Kasada.Upacara ini dilakukan
pada tanggal 15 bulan kedua penanggalan Tengger (bulan Karo).
c. Upacara Unan-Unan , yaitu upacara bersih desa yang dilakukan setiap lima
tahun sekali. Tujuannya adalah untuk menjauhkan desa dari mara bahaya.
Rangkaian upacaranya adalah:Banten Kayopan Agung, Yatnya Nguna Sasi/
korban maesa (berupa kerbau yang dikorbankan dalam upacara tersebut) dan
Yatnya Tandur Tuwuh.
d. Upacara Pujan, yaitu tradisi pemujaan yang dilakukan pada bulan-bulan
tertentu untuk meminta keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh warga
masyarakat. Pujan ini macamnya adalah Pujan Kapat(bulan keempat),Pujan
Kapitu (bulan ketujuh), Pujan Kawolu (bulan kedelapan), Pujan Kesanga (bulan ke sembilan) dan Pujan Kasada (bulan kedua belas).
Sebagaimana hasil penelitian dari Soemanto dalam buku Agama
Tradisional menyatakan bahwa nilai budaya masyarakat Tengger terwujud dalam
aturan-aturan adat yang benar-benar dipedomani oleh masyarakatnya dan hal ini
didukung pula oleh pandangan agama dan kepercayaannya yang menjadi kesatuan
dalam sikap kehidupan sehari-hari. Berdasarkan agama dan kepercayaan yang
mereka anut, masyarakat adat Tengger selalu berusaha untuk mendekatkan diri
pada Sang Hyang Agung.Banyak hal yang ikut menentukan kepatuhan warga Tengger terhadap
keberadaan nilai-nilai sosial budaya. Selain hal di atas adalah melekatnya budaya
paternalistik dalam masyarakat. Pemimpin atau tokoh adat merupakan panutan
sentral bagi warga, sehingga kemungkinan kecil terdapat perilaku-perilaku sosial
budaya masyarakat yang menyimpang dari kebiasaan yang ada. Hasil penelitian
terdahulu yang terhimpun dalam buku yang berjudul Agama Tradisional
menjelaskan dalam sistem sosial budaya Tengger selama ini, belum pernah terjadi
peristiwa sosial baru atau bentuk-bentuk budaya baru, baik yang dilakukan oleh
individu atau kelompok sosial dalam masyarakat. Masyarakat (terutama generasi
baru) cenderung ingin mengetahui, memahami, melaksanakan dan menghargai
terhadap sistem sosial budaya yang lama. Nilai-nilai sosial budaya Tengger sudah
-
7/22/2019 Tesis Referensi
46/186
31
melembaga sedemikian kuat dalam masyarakat Tengger sehingga
ketradisionalannya tetap terpelihara.
Daerah Tengger adalah daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh para
wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Para wisatawan sedikit
banyak akan membawa perubahan sosial dalam kehidupan yang belum diketahui
oleh masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat Tengger yang banyak melakukan
interaksi dengan wisatawan lambat laun juga akan mengalami perubahan karena
pengaruh modernisasi yang dibawa oleh wisatawan. Dengan demikian, mereka
banyak menyerap pengetahuan dan pengalaman dari orang luar Tengger. Memang
dalam beberapa hal interaksi tersebut perlu untuk dilakukan, namun dalam kasus
lain perlu adanya benteng dari masyarakat terhadap pengaruh budaya asing. Hal
ini perlu dilakukan mengingat interaksi dengan orang asing, baik dalam negerimaupun luar negeri tidak selamanya membawa pengaruh yang positif (Anwar,
2003).
Pada akhir abad 20-an kehadiran lembaga sekolah tidak diterima secara
mulus oleh masyarakat Tengger. Oleh karena itu cara penanamannya melalui
penyadaran, perintah, bahkan terkadang dengan cara memaksa. Seperti adanya
aturan dari pemerintah desa tentang ijin menikah yang bisa diberikan jika
pasangan calon pengantin sudah lulus sekolah menengah pertama. Penerimaan
pembaruan dan inovasi untuk saat sekarang ini disamping dilakukan melaluipendidikan formal atau lembaga sekolah, juga dilakukan dengan cara
menghimpun kelompok-kelompok masyarakat melalui jalur-jalur nonformal,
seperti Pramuka. Selain itu penerimaan pembaruan dan inovasi juga banyak
dipengaruhi oleh para pendatang yang berasal dari luar Tengger dan tamu
wisatawan, baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke Gunung
Bromo.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran lembaga pendidikan,
baik yang formal maupun nonformal di daerah Tengger, sedikit demi sedikit telah
banyak membantu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat Tengger.
Keterbukaan dalam hal pembaruan di daerah Tengger ini sedikit demi sedikit juga
mengalami peningkatan, dalam artian masyarakat Tengger dapat menerima
-
7/22/2019 Tesis Referensi
47/186
32
pembaruan tersebut. Akibatnya, orang Tengger dapat dikatakan sudah mulai
berubah dan telah mengalami kemajuan (Machmud, 2003).
Pergeseran atau perubahan nilai yang terjadi pada masyarakat Tengger
adalah pergeseran atau perubahan nilai-nilai yang bersifat instrumental dan bukan
nilai-nilai hakikinya. Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
sampai sekarang kepatuhan dan ketaatan terhadap kepercayaan, rasa kekeluargaan
yang masih cukup kental, rasa toleransi terhadap sesama dan orang lain masih