trisniyati

Upload: vikaseptideyani

Post on 19-Oct-2015

132 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

trisniyati, S.Farm1360Senin, 10 Oktober 2011ekstrak mahkota dewa sebagai tabir surya1.Judul ProgramTabir Surya Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.)sebagai Antioksidan Alami2.Latar Belakang MasalahMahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.)adalahsalah satu tanaman obat yang sudah dikenal dan semakin diminati masyarakat. Tanaman yang berasal dari Papua ini berkhasiat untuk mengobati luka, diabetes, kanker, lever, diabetes melitus, darah tinggi, beberapa penyakit kulit, dan berbagai penyakit lain.Kanker adalah suatu penyakit sel dengan ciri-ciri kegagalan mekanisme pengatur multifikasi dan fungsi nomeostatis lain pada organisme multiseluler. Selain satu mekanisme yang dapat menanggulangi kemungkinan terjadinya kanker adalah melalui mekanisme antioksidan (Mueller et al, 2001; Muray, dkk, 1997; Prajatmo dkk, 1999; Setiawan, 2000).Golongan senyawa kimia dalam tanaman yang berkaitan dengan aktifitas antikanker dan antioksidan antara lain adalah golonganalkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin(Mills et. al, 2000; Wiryowidagdo, 2000). Penelitian awal terhadap ekstrak daging buah dan kulit biji Phaleria Macrocarpa menunjukan adanyaalkaloid, terpenoid, saponin dan senyawa polifenol(Lisdawati, 2002). Kenyataan tersebut memperkuat dugaan terhadap aktifitas antikanker dan antioksidan yang ada pada tanaman selain pembuktian empiris yang telah ada. Salah satu senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak metanol daging buahnya merupakan senyawa flavonoid yang berkhasiat sebagai antioksidan.Antioksidan merupakan bahan kimia yang diperlukan tubuh untuk menetralkanradikal bebasdan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Bahan ini menstabilkanradikal bebasdengan melengkapkan kekuranganelektronyang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkantekanan oksidatif.Peranan antioksidan sangat penting dalam menetralkan dan menghancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan juga merusak biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh yang akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif, seperti kanker, jantung, artritis, katarak, diabetes dan hati (Silalahi, 2002).Untuk menghindari hal tersebut, dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen seperti Vitamin E, Vitamin C, komponen flavonoid, maupun obat kimiawi.Selama ini masih banyak masyarakat yang gemar mengkonsumsi zat antioksidan yang terbuat dari bahan sintetik karena memiliki efek yang lebih cepat daripada antioksidan yang bersifat alami. Namun demikian, penggunaan obat sintetik yang berlebihan cukup mengkhawatirkan karenaberpotensi menimbulkan efek samping berbahaya. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis bermaksud memberikan alternatif baru kepada masyarakat dalam penggunaan antioksidan topikal alami berupa tabir surya yang terbuat dari ekstrak daging buah mahkota dewa. Sediaan topikal ini diharapkan dapat memberikan efektivitas yang baik sebagai antioksidan karena tabir surya akan melindungi kulit dari paparan sinar UV sehingga dapat menahan frekuensi terjadinya kanker kulit.3. Perumusan MasalahBerdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain :a. Apakah ekstrak daging buah mahkota dewa dapat dibuat tabir surya?b. Berapa konsentrasi ekstrak mahkota dewa dalam tabir surya yang efektif sebagai antioksidan?c. Apakah tabir surya dari ekstrak daging buah mahkota dewa dapat digunakan sebagai alternatif antioksidan topikal?

4. Tujuan Programa. Membuat inovasi sediaan tabir surya alami dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa sebagai alternatif antioksidan alami.b. Membuktikan bahwa sediaan tabir surya dari ekstrak metanol daging buah mahkota dewa dapat berkhasiat sebagai antioksidan5.Luaran yang diharapkanLuaran yang diharapkan dari program ini adalah diperoleh sediaan tabir surya alami dengan kemampuan antioksidan sehingga mahkota dewa dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik.6.Kegunaan ProgramAdapun kegunaan dari program ini secara rinci, manfaatnya meliputi:a. Memberikan alternatif baru kepada masyarakat dalam penggunaan antioksidan alami berupa tabir surya yang terbuat dari ekstrak daging buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)b.Mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap obat kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping berbahaya.c. Membudidayakan tanaman mahkota dewa sebagai tanaman obat antioksidan.d. Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia bahwa tanaman mahkota dewa dapat berpotensi sebagai kosmetika bahan alami.7. Tinjauan PustakaTinjauan pustaka yang dibutuhkan guna mendukung program penelitian ini antara lain :7.1. Tumbuhan Mahkota Dewa7.1. 1.SistematikaKedudukan tumbuhan mahkota dewa dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut :DivisiSpermathophyta

SubdivisiAngiosperamae

KelasDicotyledoneae

BangsaThymelaeales

SukuThymelaeaceae

MargaPhaleria

Spesies(Phaleria macrocarpa (Sheff)Boerl.) @Phaleria papuana Warb. Var. Wichnnii (Val)Back.

(Anonim, 1999)

7.1. 2.Morfologi TumbuhanMahkota dewa merupakan tanaman perdu yang berkembang dan tumbuh sepanjang tahun,dan mempunyai ketinggian 1-2,5 m. Batangnya bulat, permukaannya kasar, warnanya cokelat, berkayu dan bergetah, percabangan simpodial. Daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek, bentuknya lanset atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin, warna hijau tua, panjang 7-10 cm, lebar 2-5 cm. Bunga keluar sepanjang tahun, letaknya tersebar di batang atau ketiak daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih dan harum. Sedangkan buahnya berbentuk bulat, diameter 3-5 cm, permukaan licin, beralur, ketika muda warnanya hijau, dan merah setelah masak.Daging buah berwarna putih, berserat, dan berair. Biji bulat, keras, berwarna cokelat. Berakar tunggang dan berwarna kuning kecoklatan. Perbanyakan dengan cangkok dan bijinya(Anonim, 1999).7.1. 2.Nama DaerahDi daerah Melayu mahkota dewa dikenal dengan sebutan simalakama, sedangkan di dataran Jawa dikenal dengan namamakutadewa, makuto mewo, makuto ratu, ataumakuto rojo(Anonim, 1999).7.1. 2.Kandungan Kimiaa.Daun: alkaloid, saponin, dan polifenolb.Kulit buah: alkaloid, saponin, dan flavonoidc.Daging buah: alkaloid, tanin, flavonoid, fenol, saponin, polifenol, minyak atsiri,dan sterol(Anonim, 1999).7.1. 2.Khasiat dan KegunaanAktivitas sebagai antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika bereaksi dengan radikal bebas, senyawa tersebut membentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik. Dengan demikian, fase propagasi yang meliputi reaksi radikal akan dihambat (Cuvelier dkk., 1991citSugihartini, 2004).7.2. Metode PenyarianSenyawa flavonoid yang terkandung dalam daging buah mahkota dewa dipisahkan dengan metode ekstraksi soxhlet. Ekstraksi dilakukan dalam dua langkah, yaitu ekstraksi menggunakan pelarut n-heksana dan ekstraksi menggunakan pelarut metanol 80%. Pelarut n-heksana digunakan untuk memisahkan senyawa non polar dan pelarut metanol digunakan untuk menyari senyawa flavonoid.7.2.FlavonoidFlavonoid merupakan senyawa penangkap radikal superoksid yang kuat,singlet oxygen (O2) quenchersdan dapat bereaksi dengan radikal peroksi yang menyebabkan terminasi reaksi berantai pada autooksidasi asam lemak tak jenuh anda. Selain itu, flavonoid dapat berfungsi sebagai penangkap radikal OH yang merupakan radikal bebas yang paling reaktif (Hussain dkk, 1987. cit Sugihartini 2004).Studi hubungan struktur aktivitas flavonoid sebagai antioksidan menunjukkan bahwa cincin B lebih reaktif sebagai antioksidan daripada pada cincin A. Aktivitas antioksidan sangat dipengaruhi oleh jumlah gugus OH pada flavonoid dan lokasi pada cincin A atau B. Adanya sistem ortho-hidroksi fenolik pada senyawa tersebut akan meningkatkan aktivitasnya sebagai antioksidan (Foti dkk., 1996 cit Sugihartini, 2004).8. Metode Pelaksanaan ProgramMetode pelaksanaan programdalam penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan dan membutuhkan beberapa bagian. Tahapan dan bagian yang dibutuhkan tersebut terdiri atas :1. Pembuatan ekstrak daging buah mahkota dewa2. Uji khasiat antioksidan krim ekstrak daging buah mahkota dewa3. Pembuatan krim ekstrak daging buah mahkota dewa8.1. Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian akan dilaksanakan selama 4 bulan di LaboratoriumFormulasi dan Teknologi Sediaan Cair dan Semipadat di Fakultas Farmasi UAD.Pemilihan tempat penelitian didasarkan dari pengalaman dan ketersediaan alat yang dimiliki laboratorium tersebut.8.2. Subyek PenelitianSubyek penelitian yang digunakan adalahsediaan tabir surya ekstrak metanol daging buah mahkota dewa. Sediaan tersebut dibuat di Laboratorium Formulasi dan Teknologi Sediaan Cair dan Semipadat di Fakultas Farmasi UAD. Bahan baku daun mahkota dewa diperoleh dari Desa Mutihan, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.8.3. Obyek PenelitianObyek penelitian adalah daya penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas menggunakan metode soxhlet.8.4. Variabel PenelitianVariabel penelitian terdiri dari variabel terkendali, variabel bebas. Variabel terkendali dalam penelitian, yaitu warna, tingkat kematangan daging buah mahkota dewa, dan daya penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas. Variabel bebas dalam penelitian, yaitu variasi kadar ekstrak metanol daging buah mahkota dewa yaitu 0,01%, 0 %, 2,5 %, dan 1,25 %.8.5. Bahan dan Alat PenelitianBahan yang dibutuhkan dalam penelitian, meliputi serbuk daun mahkota dewa yang diperoleh dariDesa Gunung Gebang, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Bahan yang lain yaitupelarut n-heksana dan metanol.Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian, meliputi pisau anti karat, neraca analitik, blender, seperangkat alat soxhlet, alat kromatografi lapis tipis, chamber KLT, lampu UV 366 nm, spektrofotometer UV-Vis serta peralatan gelas laboratorium.8.6. Jalannya PenelitianPenelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, dimana tahapan-tahapan tersebut antara lain :8.6.1.Pembuatan Ekstrak Daging Buah Mahkota DewaBahan yang dibutuhkan dalam penelitian, meliputi buah mahkota dewa yang masih mentah, segar, dan baru dipetik dari pohon mahkota dewa yang ditanam diDesa Gunung Gebang, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pengambilan buah dilakukan pada 1 pohon yang telah berusia 4 tahun.Pemilihan sampel harus diperhatikan dengan cermat untuk menghindari komposisi kimia sampel yang tidak representatif. Buah yang tidak utuh (cacat) telah mengalami kerusakan pada sel sehingga komposisinya akan berbeda dengan komposisi buah yang utuh.a.Preparasi BahanPemanfaatan senyawa antioksidan pada daging buah mahkota dewa sebaiknya menggunakan buah yang masih mentah dengan kandungan senyawa flavonoid yang lebih banyak. Buah mahkota dewa yang digunakan adalah buah mahkota dewa yang tidak cacat. Buah dipetik pada sore hari saat tidak berlangsung fotosintesis sehingga buah tampak segar sebelum preparasi. Selanjutnya, buah didiamkan selama 2 hari untuk mengurangi kandungan getah dalam buah yang cukup tinggi hingga getah mengering. Bagian kulit, cangkang, dan biji dipisahkan dari dagingnya. Bagian kulit dipisahkan dengan cara dikupas dengan pisau anti karat steril. Buah dibelah agar bagian cangkang dan bijinya mudah dipisahkan. Bagain daging dipotong kecil-kecil untuk mempercepat proses pengeringan dan mempermudah penggilingan.Daging buah mahkota dewa yang telah diiris dikeringkan sampai diperoleh perbandingan segar dengan bahan kering sebanyak 10:3. Bahan kering yang diperoleh kemudian diblender sehingga diperoleh serat halus daging buah mahkota dewab.Pembuatan EkstrakSerbuk kering daging buah mahkota dewa sebanyak 20 gram dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian dikemas dengan menggunakan kertas saring sedemikian rupa sehingga ukurannya sesuai dengan kapasitas esktraktor. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet melalui 2 tahap. Tahap pertama dengan pelarut n-hexana sebanyak 250 ml untuk menghilangkan komponen yang bersifat non polar. Ektraksi dilakukan terus menerus selama 5-7 jam sampai fraksi n-heksana menjadi tidak berwarna. Agar pemisahan lebih optimal, ekstrak (residu) didiamkan selama 1 malam dalam keadaan terendam n-heksana. Senyawa flavonoid kemudian dipisahkan dari pelarut metanol dengan cara mengambil fraksi n-heksana dan residu yang telah terbebas dari senyawa non polar diekstraksi dengan metanol 80% sebanyak 250 ml selama 5-7 jam. Untuk emndapatkan flavonoid yang optimal, ekstrak (residu) didiamkan selama 1 malam dalam keadaan terendam dalam metanol. Ekstrak metanol selanjutnya diidentifikasi adanya senyawa flavonoid yang diduga merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan.c.Fraksinasi menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.Kromatografi lapis tipis merupakan cara sederhana pada identifikasi pendahuluan senyawa flavonoid. Data yang diperoleh berupa harga Rf dan warna bercak kromatogram yang diperoleh dari pengembangan bercak pada plat kromatografi lapis tipis. Metode ini juga bermanfaat pada pemisahan flavonoid, baik menggunakan KLT preparatif maupun kromatografi kolom. Fase diam yang diguankan adlah silika gel G yang dilekatkan pada plat aluminium.Pengembangan dilakukan pada plat KLT dengan ukuran 3 x 10 cm dengan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengan perbandingan BAA, 9 : 2 : 6 (v/v). Penotolan dilakukan 1 cm dari batas bawah plat KLT dengan menggunakan pipet mikro. Noda dikeringkan dengan diletakkan di bawah kipas angin. Eluen dimasukkan dalam bejana pengembang setinggi 0,5 cm. Bejana yang digunakan harus tertutup rapat dan didiamkan selama sekitar 10 menit agar terjadi kesetimbangan uap eluen. Pengembangan dilakukan dalam bejana penuh uap eluen dan tertutup rapat agar pemisahan berlangsung lebih sempurna. Bercak yang diperoleh dikeringkan di bawah kipas angin. Bercak dideteksi dengan lampu UV 366 nm dan diberi tanda dengan pensil.8.6.1Pembuatan Tabir Surya Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota DewaFormula tabir surya dari ekstrak daging buah mahkota dewa adalah sebagai berikut :R/Ekstrak metanol daging buah mahkota dewa1gAsam stearat15gCera alba1,5 gVaselin alba8gTEA1,5 gPropilen glikol8 gAquadest65 gm.f. Ungt.Cara pembuatan :Cera alba, vaselin alba, dan asam stearat dileburkan diatas waterbath pada suhu 65 C. Sementara itu, TEA dan propilen glikol dilarutkan dalam air hangat lalu dicampurkan pada bahan yang sudah dileburkan tersebut hingga homogen. Setelah dingin ditambahkan serbuk ekstrak daging buah mahkota dewa.8.6.1. Uji Sifat Fisik Tabir Surya Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewaa. Uji Daya SebarSampel tabir surya sebanyak 0,5 g diletakkan ditengah kaca bulat. Timbang dahulu kaca penutup lalu diletakkan diatas massa sampel dan biarkan selama 1 menit. Diameter sampel yang menyebar diukur dengan mengambil panjang rata-rata dari beberapa sisi. Tambahkan 50 g beban tambahan dan dicatat diameter sampel yang menyebar. Kemudian dilakukan hal sama pada penambahan 100 dan 150 g beban. Gambar dalam grafik antara beban dan lugs sampel yang menyebar.b. Uji Daya LekatSampel diletakkan diatas obyek glass yang telah ditentukan luasnya. Kemudian obyek glass yang lain diletakkan diatas sampel tersebut, dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Obyek glass alat uji dipasang lalu beban seberat 80 g dilepaskan dan dicatat waktunya hingga kedua obyek glass tersebut terlepas.c. Uji Daya ProteksiSepotong kertas saring I (10x10 cm) dibasahi dengan larutan fenolptalein untuk indikator lalu dikeringkan. Kemudian kertas tersebut diolesi dengan sampel. Sementara itu, pada kertas saring IIdibuat area (3x3 cm) dengan parafin padat yang dilelehkan dan dikeringkan. Kertas saring II ditempelkan pada kertas saring I. Area tersebut ditetesi larutan KOH lalu kertas yang dibasahi dengan larutan fenolptalein tersebut diamati apakah terdapat noda merah pada selang waktu 15; 30; 60 detik serta 3 dan 5 menit. Bila tidak ada noda berarti sampel dapat memberikan proteksi terhadap cairan (larutan KOH).8.6.2.Uji Antioksidan Ekstrak Daging Buah Mahkota Dewaa. Pembuatan Larutan UjiDaging buah dihaluskan dengan blender dan ditimbang 2 g dalam erlenmeyer bertutup, kemudian ditambahkan 20 ml metanol dan didiamkan sehari semalam sambil sering divorteks untuk mendapatkan ekstrak metanol. Selanjutnya filtrat dipisahkan dari ampas. Untuk ekstrak air dibuat dekok daging buah dengan kadar yang sama dengan ekstrak metanol. Ekstrak 10 % ini mempunyai kesetaraan 100 mg buah/ml. Selanjutnya ekstrak diencerkan sehingga didapatkan larutan uji dengan konsentrasi 10 %, 5 %, 2,5 % dan 1,25 %.b. Pembuatan Larutan DPPHDitimbang DPPH kristal untuk dilarutkan dalam etanol tepat pada konsentrasi 0,004 % untuk segera digunakan dan dijaga dalam temperatur rendah dan terlindung dari cahaya.c. Pengujian Antiradikal Bebas DPPH1. Disiapkan larutan DPPH 0,004 %. Dipipet 200l pelarut (metanol atau air) ke dalam kuvet, ditambah larutan DPPH ad 3 ml, dihomogenkan dan segera dibuat spektra sinar tampak (360-720 nm). Selanjutnya dicatat absorban pada 497-517-537 nm.2. Pengukuran antiradikal bebas untuk bahan uji : dipipet 200l ekstrak ke dalam kuvet, ditambah larutan DPPH ad 3 ml dan segera dibuat spektra sinar tampak (360-720 nm) di kertas yang sama untuk dianalisis apakah masih ada jelas kurva puncak normal (sigmoid) antara 497-537 nm.Pada menit ke-5 setelah pereaksian dibaca absorban pada 497-517-537 nm dan sekali lagi pada menit ke-60. Dilakukan prosedur yang sama untuk ekstrak air.3. Perhitungan kapasitas antiradikal bebas DPPH diukur dari peredaman warna ungu merah DPPH, yaitu puncak 517 nm dengan perhitungan sebagai berikut :Absorban hitung 517 nm................(1)4.Perhitungan kapasitas antiradikal bebas sebagai prosen peredaman absorban pada puncak 517 nm menggunakan perhitungan sebagai berikut :% peredaman DPPH.................................(2)Nilai 0 % berarti tidak mempunyai aktivitas antiradikal bebas, sedangkan nilai 100 % berarti peredaman total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran bahan uji untuk melihat batas konsentrasi aktivitasnya

PEMANFAATAN LIMBAH BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN EKSTRAK LIDAH BUAYA SEBAGAI BAHAN AKTIF LOSIO TABIR SURYAIka Yuni Astuti, Didik Setiawan Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO BOX 202 Purwokerto 53182 Email: [email protected] Ekstrak biji alpukat dan lidah buaya memiliki aktivitas antioksidan. Namun aktivitasnya sebagai tabir surya belum diketahui. Dalam penelitian ini kedua jenis ekstrak diformulasikan menjadi sediaan losio. Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui formula losio yang memiliki aktivitas antioksidan dan tabir surya secara in vitro serta sifat fisik yang baik. Ekstrak biji alpukat dibuat dengan metode maserasi menggunakan pelarut isopropil alkohol. Sedangkan ekstrak lidah buaya dibuat dari jus lendir lidah buaya yang dikeringkan dengan metode pengeringan beku. Ekstrak diformulasikan dengan 3 variasi kombinasi konsentrasi ekstrak, yaitu ekstrak alpukat 100% (FI), ekstrak alpukat:ekstrak lidah buaya 50%:50% (F II) dan ekstrak lidah buaya 100% (F III). Losio diuji sifat fisiknya meliputi uji pH, viskositas, homogenitas, kestabilan dan daya sebarnya. Losio kemudian diuji aktivitas antioksidan secara in vitrodengan metode FTC (Feri tiosianat) dan diukur nilai SPF-nya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode simplex lattice design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa losio yang mengandung ekstrak alpukat 100% mempunyai sifat fotoprotektif terhadap sinar UVC dengan kategori perlindungan yang minimal. Dilihat dari karakteristik fisik, nilai SPF dan aktivitas antioksidan maka formula yang optimum adalah formula losio yang mengandung ekstrak alpukat 100%. Kata kunci: ekstrak biji alpukat, ekstrak lidah buaya, antioksidan, tabir surya, losio. SUMMARY The avocado and aloe vera extract have antioxidant activity. However, their activity as sunscreen agent was not known. In this study, both of the extracts was preparated as lotion. One of the lotion base was lanolin, which contain cholesterol so it stabilized by antioxidant adding. The aim of this research was to know the lotion formulation which have in vitro antioxidant and sunscreen activity and good physical characteristic. The avocado kernel was extracted with maceration method using isopropyl alcohol as solvent. Whereas aloe vera juice was dried with freeze drying method. The extracts was formulated in three combination of extract concentration, i.e the avocado kernel extract 100% (F I), avocado kernel extract:aloe vera extract 50%:50% (F II) and aloe vera extract100% (F III). The physical characteristics of the lotions were studied, i.e pH, viscosity, homogenity, stability and spreading property. Then the in vitro antioxidant activity of the lotions were studied with FTC (Ferric Thiocyanate)method and their SPF was measured. The result analized by simplex lattice design method. The result showed that the antioxidant activity of F I has a photoprotection characteristic from UVC rays with protection category was minimal. From the physical characteristic, the SPF value and antioxidant activity, the optimum formulation was FI. Keywords: avocado kernel extract, aloe vera extrac,antioxidant, sunscreen, lotion. Pendahuluan Pada benda yang diterpa sinar ultraviolet secara terus-menerus, elektron atom benda tersebut akan meloncat dari orbitnya, dan terciptalah radikal bebas.Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini. Lipid yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal bebas sehingga mempercepat penuaan. Kanker kulit pun disebabkan oleh oksigen reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik, sebagai faktor utama kanker kulit. Untuk menetralisir radikal bebas ini, tubuh kita memerlukan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya. Antioksidan menstabilkan radikal bebasdengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebasdan menghambat terjadinya reaksi berantai pembentukan radikal bebas.Kita dapat melindungi diri kita secara alami dari efek merugikan sinar matahari dengan menghindari senyawa kimia toksik dalam tabir surya,menggunakan senyawa alami. Dalam sediaan tabir surya, disamping senyawa yang bersifat fotoprotektif, diperlukan juga senyawa antioksidan dan pelembab. Tabir surya adalah suatu sediaan yang mengandung senyawa yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan sinar matahari yang mengenai kulit sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya. (Depkes RI, 1979: 19). Dalam formulasi sediaan tabir surya, dapat digunakan kombinasi senyawa tabir surya untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal. Biji alpukat merupakan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan. Menurut Soong, ekstrak etanol biji alpukat mempunyai aktivitas antioksidan secara in vitro. Zat aktif yang paling berperan dalam aktivitas antioksidan ekstraketanol biji alpukat adalah senyawa fenolatnya (Soong, 2004). Beberapa tanaman yang mempunyai manfaat sebagai antioksidan juga diketahui mempunyai khasiat sebagai tabir surya, misalnya tanaman lidah buaya (Heinrich et all, 2010; Ismail, 2010). Sedangkan ekstrak etanol biji alpukat belum diketahui aktivitasnya sebagai tabir surya. Salah satu bentuk sediaan tabir surya yang banyak digunakan adalah losio, yaitu sediaan cair berupa suspensi atau emulsi minyak dalam air, digunakan sebagai obat luar. Sediaan losio mempunyai keuntungan antara lain kemampuan sebarnyasecara cepat dan merata pada daerah kulit yang luas, serta meninggalkan selapis tipis bahan aktif setelah mengering. Dalam formulasi sediaan tabir surya, umumnya senyawa tabir surya dikombinasikan untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal. Demikian juga dalam penelitian ini, untuk mengetahui formula yang paling potensial sebagai antioksidan dan tabir surya, maka perlu dilakukan optimasi formula ekstrak tersebut yang dikombinasikan dengan ekstrak tanaman lidah buaya. Parameter optimasi meliputi sifat antioksidan dan sifat fotoprotektif. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1.Mengetahui sifat fotoprotektif ekstrak etanol biji alpukat dan ektrak lidah buaya. 2.Mengetahui komposisi optimum ekstrak etanol biji alpukat yang dikombinasikan dengan ekstrak lidah buaya. 3.Mengetahui formulasi ekstrak etanol biji biji alpukat sebagai losio tabir surya yang mempunyai karakteristik fisik, nilai SPF, aktivitas antioksidan dan stabilitas losio yang baik.Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan nilai ekonomi biji alpukat yang banyak terdapat di Indonesia sepanjang tahun dan yang selama ini terbuang. Disamping itu juga bermanfaat bagi pengembangan teknologi farmasi khususnya kosmetika yang berbahan baku tanaman. Tinjauan Pustaka Uraian tentang Tanaman Alpukat 1.Morfologi tanaman AlpukatKlasifikasi tanaman Alpukat adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranunculales Suku : Lauraceae Marga : Persea Jenis : Persea gratissimaGaertn Sinonim : Persea americanaMill (Depkes RI, 2001) Di Indonesia dikenal dengan nama apokat. Secara umum, tanaman alpukat berupa pohon dengan tinggi kurang lebih 10 meter, batangnya berkayu, daunnya tunggal, bulat telur, bertangkai, berbulu, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm dan berwarna hijau. Bunganya majemuk, bentuk malai, tumbuh di ujung ranting, warna putih kekuningan. Buahnya berbentuk buni, bulat telur, panjang 5-20 cm, berbintik-bintik, daging buah jika sudah masak akan lunak, warnanya hijau atau kuning keunguan. Bijinya bulat dengan diameter 2,5-5 cm, keping biji putih kemerahan (Depkes RI, 2001). 2.Kandungan kimiaBuah dan daun P. Gratissima mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Di samping itu buahnya mengandung tannin, asam oleat dan asam linoleat serta daunnya mengandung polifenol (Depkes RI, 2001; Retief, 2009). Biji alpukat mengandung senyawa fenolat (Soong, 2004), vitamin A, B, D dan lesitin (anonim,http://www.cranberrylane.com/soapmaking.html). 3.KhasiatBuah alpukat berkhasiat sebagai sebagai obat sariawan, sedangkan daunnya berkhasiat sebagai peluruh air seni. Untuk obat sariawan, dipakai kurang lebih 100 gram buah masak P. Gratissima, diambil daging buahnya dan dimakan (Depkes RI, 2001). Biji alpukat berkhasiat sebagai antioksidan (Soong, 2004) sedangkan minyak biji alpukat berkhasiat sebagai nutrisi kulit dan antijerawat, serta mengurangi penguapan air dari kulit atau sebagai pelembab (Pramono, 2010 dan Subakat, 2010). Tanaman Lidah Buaya Tanaman lidah buaya (Aloe vera(L) Burm.f) memiliki daun berair dan tanpa serat dengan panjang 30-40 cm, beridameter hingga 5 cm dan membentuk roset terminal yang tidak memiliki tangkai. Ekstrak daun berdaging mengandungpolisakarida yang terutama terdiri atas glukomanan, glikoprotein seperti aloktin, enzim-enzim seperti karboksipeptidase dan glikosida antrakuinon dalam jumlah yang bervariasi (Heinrich,2010). Untuk sediaan dermatologi, diperoleh beberapa bukti adanya efek antibakteri, antiradang, emolien dan melembabkan. Polisakaridanya berperan penting sebagai bahan pelembut dan imonostimulan. Beberapa glikoprotein memiliki efek serupa, sedangkan turunan antrakuinonnya bersifat antibakteri. Enzim yang diekstraksi dari gel lidah buaya terbukti bersifat analgesik serta menghambat kerusakan termal dan permeabilitas vaskular pada tikus. Bubur daun segar bersifat antioksidan (Heinrich, 2010). Tabir Surya Tabir surya adalah suatu sediaan yang mengandung senyawa kimia yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan sinar surya yang mengenai kulit sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya (FDA, 2003). Mekanisme tabir surya sebagai penyerap adalah sebagai berikut: Molekul bahan kimia tabir surya menyerap energi dari sinar UV, kemudian mengalami eksitasi dari ground state ketingkat energi yang lebih tinggi. Sewaktu molekul yang tereksitasi kembali ke kedudukan yang lebih rendah akan melepaskan energi yang lebih rendah dari energi yang semula diserap untuk menyebabkan eksitasi. Maka sinar UV dari energi yang lebih tinggi, setelah diserap energinya oleh bahan kimia maka akan mempunyai energi yang lebih rendah Sinar UV dengan energi yang lebih rendah akan kurang atau tidak menyebabkan efek sunburn pada kulit (FDA, 2003). Sinar UV terdiri dari: 1.Sinar UV-A: disebut juga radiasi UV gelombang panjang, yang mempunyai panjang gelombang 320 400 nm dengan puncak pada 340 nm. Daerah UV ini bertanggung jawab terhadap perubahan warna kulit secara langsung menjadi lebih gelap tanpa diawali oleh inflamasi, yang disebabkan karena fotooksidasi bentuk leucodari melanin yang ada di lapisan kulit yang lebih luar; tetapi sinar ini menyebabkan eritema. 2.Sinar UV-B: juga disebut sebagai radiasi sengatan matahari (sunburn) atau radiasi UV sedang, mempunyai daerah panjang gelombang 290 320 nm dengan puncak efektif pada 297,6 nm. Ini adalah daerah UV eritemogenik yang bertanggung jawab terhadap reaksi sengatan seperti iritasi yang menyebabkan pembentukan melanin sehingga kulit menjadi lebih gelap. 3.Sinar UV-C: juga disebut gelombang radiasi UV pendek atau radiasi germisidal, mempunyai panjang gelombang dari 200 290 nm. Meskipun merusak jaringan, sinar ini sebagian besar disaring oleh ozon di atmosfer. Tetapi sinar ini dapat dipancarkan oleh sumber UV buatan. Meskipun tidak merangsang pencoklatan kulit, tetapidapat menyebabkan eritema. Losio Losio adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi, digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk serbuk halus dengan bahan pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang cocok (Depkes RI, 1979: 19). Pada umumnya pembawa dari losio adalah air. Losio dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas. Losio dimaksudkan segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Howard C Ansel,1989: 519). Kriteria Kosmetik Tabir Surya Yang Baik1. Mudah digunakan 2. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan 3. Bahan aktif kompatibel dengan bahan tambahan lain. 4. Bahan dasar dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (FDA, 2003). METODE PENELITIAN Metode Penelitian Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah biji alpukat, daun lidah buaya; bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96% p.a, isopropil alkohol, asam linoleat, bufer fosfat, air suling, amonium tiosianat p.a., besi (II) klorida p.a., asam klorida p.a., lanolin, malam putih, asam stearat, propilparaben, trietanolamin, metil paraben, propilen glikol, dinatrii edetat Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu type 1601), alat-alat gelas (Iwaki pyrex), mortir dan stemper, magnetik stirer timbangan analitik (Shimadzu type AY220), seperangkat alat maserasi, pH meter (Metrohm 744), alat uji titik leleh (Stuart Scientific R000103280), Rotary evaporator,(Hanna Instrument type 300N), oven (Memmert), viskometer Rion VT-04E.. Batasan variabel operasional Variabel bebas : konsentrasi ekstrak isopropil alkohol biji alpukat dan ekstrak lidah buaya. Variabel tergantung : nilai SPF, viskositas, pH, kestabilan, homogenitas, daya sebar, daya lengket, aktivitas antioksidan losio. Variabel terkendali : Suhu penyimpanan, pelarut dan waktu, panjang gelombang pada spektrofotometer. Cara kerja 1.Determinasi tanaman Determinasi tanaman alpukat dan lidah buaya dilakukan dilaboratorium Morfologi dan Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 2.Pengumpulan dan pengeringan bahan Bahan dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Biji alpukat diiris-iris tipis kemudian dikeringkan dengan lemari pengering. 3.Pembuatan ekstrak Daun lidah buaya disayat, dikeluarkan gel dari daging daunnya, lalu diblender sehingga menjadi jus lidah buaya. Jus tersebut disaring dengan menggunakan corong buchner, kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode freeze drying hingga menjadi serbuk. Sedangkan simplisia biji alpukat diserbuk. Serbuk diekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan isopropil alkohol. Maserat diuapkan penyarinya hingga diperoleh ekstrak kental isopropil alkohol. 4.Pembuatan losio Tabel 1. Formula losio antioksidan Bahan Komposisi I II III Kn Kp Bahan A : Ekstrak biji alpukat Ekstrak lidah buaya4% - 2% 2% - 4 % - 0,2% (Vit E) Lanolin 3% 3% 3% 3% 3% Malam Putih 2.5% 2.5% 2.5% 2.5% 2.5% Asam Stearat 4% 4% 4% 4% 4% Propil Paraben 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% Bahan B : Metil Paraben 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% Disodium Edetat 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% 0,05% Propilen Glycol 5% 5% 5% 5% 5% Trietanolamin 1% 1% 1% 1% 1% Aquadest 80,3% 80,3% 80,3% 80,3% 80,3% Oleum Rose qs Qs qs qs qs Jumlah 100ml 100ml 100ml 100ml 100ml Bahan-bahan A dan bahan-bahan B dipanaskan secara terpisah pada suhu 70- 82oC, dengan pengadukan, hingga tiap bagian isi dapat dilarutkan. Tambahkan bahan A ke bahan B secara perlahan sambil diaduk. Lanjutkanpengadukan sampai terbentuk emulsi pada suhu ruangan (15-30oC). Lalu tambahkan aquabidest secukupnya untuk mendapatkan 100 g dari losio (FDA, 2003) 5.Evaluasi sediaan a. Pengukuran pH Pengukuran pH menggunakan alat pH stick. pH stick dicelupkan kedalam sediaan losio. di diamkam sesaat warna yang timbul sesuaikan dengan warna pada alat. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang selama 4 minggu setiap 1 minggu sekali (Jufri et al, 2006). b. Pengukuran viskositas losio Pengukuran dilakukan dengan Viscotester Rion VT-04E. Pengamatan viskositas dilakukan selama 1 bulan pada minggu 1 dan minggu ke IV (Afidah, 2008). c. Uji kestabilan losio Losio diuji kestabilanya dengan cara penyimpanan pada suhu kamar (27oC), suhu rendah/freeze-thaw(4oC) dan amati creaming, kejernihan, bau, warna. Pengamatan kestabilan dilakukan selama 4 minggu setiap 1 minggu sekali (Jufri et al, 2006). d. Uji homogenitas losio Diambil losio pada masing - masing formula secukupnya dan oleskan pada plat kaca, diraba dan digosokkan massa losio harus menunjukkansusunan homogen yaitu tidak terasa adanya bahan padat pada kaca (Trilestari, 2002). e. Uji daya sebar Sebanyak 0,5 g losio letakkan ditengah alat dengan diameter 15 cm kaca yang satu diletakkan diatasnya dibiarkan selama 1 menit. Ukurdiameter losio yang menyebar, kemudian tambahkan 50 g beban tambahan diamkan selama 1 menit dan ukur diameter losio yang menyebar. Hal tersebut dilakukan berulang sampai didapat diameter sebar yang konstan. Dilakukan dengan replikasi 3 kali (Trilestari, 2002). f. Uji daya lekat Losio diambil sebanyak 1 mg kemudian dioleskan padasebuah plat kaca, Tempelkan kedua plat sampai plat menyatu tekan dengan beban seberat 1 kg selama 5 menit setelah itu beban dilepas, lalu diberi beban pelepasan 80 r untuk pengujian. dicatat waktu sampai kedua plat saling lepas. dilakukan replikasi 3 kali (Trilestari, 2002). 6.Penentuan Sifat Fotoprotektif Pengukuran AbsorbansiSetelah itu serapannya dibaca pada spektrofotometriUV dan dicari panjang gelombang yang menghasilkan absorbansi 0,05. Pemeriksaan dilakukan dalam pelarut etanol dan pengukuran diawali dengan panjang gelombang 290 nm kemudian secara bertahap ditingkatkan hingga diatas 320 nm dimana mempunyai nilai serapanminimal 0,05. Perhitungan Nilai SPFMetode Petro mempersyaratkan bahwa untuk menghitungSPF kadar sampel dalam kuvet harus ekuivalen dengan 0,001% atau 0,01 g/L atau 10 mg/L bahan aktif. Dengan demikian nilai serapan yang diperoleh diubah ke dalam bentuk serapan dalam 10 mg/L. Selanjutnya angka dimasukkan dalam rumus AUC, yaitu jumlah serapan pdn dan serapan 1 dibagi 2. Nilai SPF dihitung dengan rumus seperti pada persamaan: 1nAUClogSPF=x 2 Keterangan : AUC : Jumlah serapan pd n dan serapan n-1 dibagi 2. n : Panjang gelombang yang menghasilkan serapan 0,05 1 : 290 nm Yaitu membagi jumlah seluruh area dibawah kurva dengan selisih panjang gelombang terbesar dan terkecil lalu dikalikan dua, selanjutnya nilai log SPF diubah menjadi nilai SPF (Petro, 1981). c. Penentuan Aktivitas Antioksidan Pembuatan natrium tiosianat 30%Sebanyak 3 g amonium tiosianat larutkan dalam etanol 70% secukupnya, pindahkan pada labu ukur 10 mL dan tambahkan etanol 70% hingga batas tanda. Pembuatan FeCl30.02 M dalam HCl 3.5%Sebanyak 0,03244 g FeCl3.4H2O larutkan dalam HCl 3,5% secukupnya, pindahkan pada labu ukur 10 mL, tambahkan dengan HCl 3,5% hingga batas tanda. Penetapan panjang gelombang maksimumLarutan vitamin E 4 mL ditambahkan etanol 5 mL homogenkan masukkan dalam kuvet dibaca absorbansinya pada 400 800nm. 7.Uji Antioksidan Dalam penelitian ini digunakan metode besi tiosianat (ferric thiocyanate, FTC) dariKikuzaki dan Nakatani (1993). Metode ini mengukur jumlah peroksida pada tahap awal peroksidasi lemak. Peroksida bereaksi dengan besi (III) klorida membentuk besi (II) klorida yang berwarna merah. Dalam hal ini, konsentrasi peroksida berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidan sampel. Dari masing-masing larutan sampel diambil 4 mL, tambahkan 4,1 asam linoleat 2,52% dalam etanol absolut, 8 mL bufer fosfat 0,05 M (pH 7.0) dan 3.9 mL air diletakan dalam vial bertutup, kemudian ditempatkan dalam oven bersuhu 40oC yang terlindung dari cahaya. Pada 0,1 mL campuran tersebut ditambahkan 9.7 mL etanol 75% dan 0,1 mL amonium tiosianat 30%. Tepat 3 menit setelah penambahan 0,1 mL besi (II) klorida 0,02 M dalam asam klorida 3,5% kedalam campuran, ukur absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Pengukuran absorbansi ini dilakukan setiap 24 jam sekali sampai larutan kontrol memberikan absorbansi konstan. 8.Analisis Data Untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu parameter digunakan metode simplex lattice design. Metode ini dapat diterapkan pada pembuatan formula dengan menggunakan dua campuran atau lebih, campuran yang paling sederhanamenggunakan dua komponen bahan. Prinsip dasar simplex lattice designadalah untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu parameter. Dasar dari metode ini adalah adanya dua variabel bebas, A dan B. Rancangan ini dibuat dengan memilih tiga kombinasi dari campuran dua variabel tersebut dan dari setiap kombinasi diamati respon yang didapat. Respon yang diharapkan haruslah yang paling mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimum atau minimum (Bolton, S. 1997 dan Amstrong andJames, 1996). Hasil Dan PembahasanDeterminasi Setelah dideterminasi dengan menggunakan buku Floraof Java (Backer dan Bakhuizen van den Brink, volume II tahun 1963 dan volume III,tahun 1968), benar bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah lidah buaya (Aloe barbadensis Mill sinonim Aloe vera (L.) Webb dan alpukat (Persea americana Mill). Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, dan hasil determinasi menyatakan benar bahwa tanaman yang diteliti adalah benar alpukat (Persea americana) (lampiran 1). Pengumpulan Bahan Biji alpukat yang telah dipanen kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel dalam tanaman, tiriskan sampai semua sisa-sisa air pencucian tidak ada lagi pada tanaman. Biji dirajang setebal 3 mm untuk mempermudah pengeringan. Proses pengeringan dilakukan selama 3 hari atau sampai biji alpukat benar-benar kering. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air yang dikandung dalam tanaman sehingga kandungan bahan aktif dapat terjaga dari kerusakan, mencegah reaksi enzimatis yang ada pada tanaman danpenjamuran yang dikarenakan adanya bakteri serta mencegah perubahan kimia. Setelah didapatkan simplisia biji alpukat yang kering kemudian diblender dan diayak dengan pengayak no 40untuk mendapatkan serbuk simplisia. Dari 1,5 kg biji alpukat, dihasilkan 507 gram serbuk kering biji alpukat. Pembuatan Ekstrak Isopropil Alkohol Biji Alpukat Sebelum maserasi, simplisia diserbuk untuk memperkecil ukuran partikel dan meningkatkan efektifitas penyarian. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaannya dan akan semakin luas pula permukaan yang kontak dengan cairan penyari sehingga penyarian akan lebih efektif. Ukuran partikel yang semakin kecil juga akan mengurangi tebal lapisan batas dari cairan penyari. Semakin kecil tebal lapisan batas maka cairan penyari akan mempunyai jarak yang lebih kecil untuk menariksenyawa aktif yang ada dalam sel keluar sel dan terlarut dalam cairan penyari. Keluarnya zat aktif dalam sel tersebut karena perbedaan konsentrasi di dalam sel dan diluar sel. Pembuatan ekstrak isopropil alkohol biji alpukat dilakukan dengan metode maserasi. Metode ini dipilih karena alat yang digunakan sederhana dan baik untuk senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan. Pertama kali, dilakukan pembasahan serbuk agar zat aktif dapat dengan mudah tersari. Pembasahan dilakukan selama satu jam, lalu dilakukan perendaman selama lima hari dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000) supaya zat aktif yeng terlarut bisa dalam jumlah yang banyak. Setelah maserasi, rendaman diperas dan diuapkan sampai terbentuk ekstrak yang kental. Ekstrak isopropil alkohol biji alpukat yang didapatkan berwarna cokelat kemerahan dengan rendemen 2,46 %. Pembuatan Ekstrak Kering Lidah Buaya Lidah buaya dikeringkan dengan menggunakan metode freeze drying dari gel lidah buaya yang berada di bagian bawah kulit daun lidah buaya.Metode freeze drying dipilih karena jika dikeringkan dengan pengovenan, ekstrak lidah buaya yang terbentuk berupa lembaran yang sangat sulit diserbuk. Hasil pengeringan dengan metode freeze drying berupa ekstrak berbentuk mirip serat-serat kecil yang sangat higroskopis danmudah menggumpal, berwarna krem kekuningan dan berbau khas. Rendemen ekstrak keringlidah buaya adalah 0,25%. Pembuatan Losio Dari hasil pembuatan losio biji alpukat diperoleh suatu bentuk emulsi minyak dalam air dengan emulgator sabun trietanolamin stearat. Sabuntrietanolamin stearat terbentuk sebagai hasil reaksi antara Trietanolamin dan Asam stearat.Evaluasi Sediaan 1. Organoleptis Tabel 5.1. Data sifat organoleptis sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buaya FormulaWarna Bau Konsistensi I Coklat kemerahan Khas ekstrak alpukat Kental II Agak coklat kemerahan Kurang tercium bau ekstrak Lebih kental III Krem kekuningan Khas ekstrak lidah buaya Sangat kental KN Putih Tidak berbau Agak encer KP Putih kekuningan Tidak berbau Agak encer 2. Pengukuran pH Pengukuran pH dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat pH sediaan yang berpengaruh terhadap sifat iritasi kulit. Idealnya,pH sediaan topikal adalah sesuai dengan pH kulit, yaitu 5,0 7,0. Jika pH sediaan terlalu basa atau terlalu asam maka bisa menyebabkan iritasi kulit. Hasil pengukuran pH adalah sebagai berikut: Tabel 5.2. Hasil pengukuran pH sediaan losio ektrakalpukat-ekstrak lidah buaya FormulapH I 7 II 7 III 7 KN 8 KP 8 Berdasarkan tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa pH tiga formula yang berisi ekstrak adalah netral, sedangkan dua formula yang tidak berisi ekstrak cenderung basa. pH basis losio tanpa ekstrak cenderung basa karena basis ini ditambah dengan trietanolamin yang bersifat basa. Sedangkan ekstrak alpukat maupun lidah buaya mengandung senyawa yang bersifat asam yaitu asam fenolat dan asam-asamamino, yang menyebabkan turunnya pH menjadi netral. 3. Viskositas Losio Pengujian terhadap viskositas dimaksudkan agar sediaan yang telah dibuat mudah dituang sehingga memudahkan dalam pemakaiannya. Viskositas tersebut diuji dengan menggunakan Viskotester Rion VT-04E, kecepatan putar 100 rpm dan menggunakan spindel no. 4. Data yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada tabel3.Tabel 5.3. Hasil pengukuran viskositas sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buayaFormulaViskositas (Poise) I 39,5 II 28 III 45,5 KN 19 KP 18,5 Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak dapat mempengaruhi viskositas losio. Jadi semakin tinggi konsentrasi ekstrak lidah buaya maka losio akan semakin kental. Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut: Yviskositas= 39,5 (A) + 45,5 (B) 228 (A) (B) Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak lidah buaya lebih tinggi daripada ekstrak alpukat. Hal ini berarti ekstrak lidah buaya lebih dominan dalam meningkatkan viskositas dibandingkan dengan ekstrak alpukat. Sedangkan kombinasi kedua ekstrak mempunyai koefisien persamaan negatif, yang artinya akan menurunkan viskositas sediaan. 4. Homogenitas losio Uji homogenitas losio dilakukan untuk mengetahui apakah pencampuran masing masing komponen dalam pembuatan losio setelah tercampur merata. Hal tersebut untuk menjamin bahwa zat aktif yang terkandung didalamnyatelah terdistribusi secara merata. Data yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 5.4. Hasil uji homogenitas sediaan losio ektrak alpukat-ekstrak lidah buayaFormulaHomogenitasI Homogen II Homogen III Homogen KN Homogen KP Homogen Masing masing formula telah tercampur dengan baiksehingga losio terlihat homogen dan teksturnya tidak kasar. 5. Kestabilan losio Penyimpanan pada suhu kamar (27C) dan suhu rendah (4oC) menunjukkan bahwa kelima formula sediaan losio tersebut tetap stabil dan tidak menunjukkan perubahan fisik yang berarti. Kelima formula losio tersebut tetap homogen, tidak terjadi creaming, bau dan warnanya juga tidak berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan losio yang terbentuk stabil secara termodinamik. 6. Daya sebar losio Uji daya menyebar losio dilakukan untuk mengetahui kualitas losio yang dapat menyebar pada kulit dan dengan cepat pula memberikan efek terapinya dengan asumsi bahwa semakin luas daya sebar suatu formula losio maka dengan cepat melepaskan efek terapi yang diinginkan di kulit. Daya sebar yang baik dapat menjamin pelepasan bahan obat yang memuaskan (Voight, 1989:313). Data yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5.5. Hasil uji daya sebar losio sediaan losioektrak alpukat-ekstrak lidah buayaFormula Diameter rata-rata (cm) SD I 7,75 0,21 II 6,13 0,30 III 5,95 0,16 KN 7,93 0,11 KP 9,15 0,23 Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut: Ykoefisien sebar= 7,75 (A) + 5,95 (B) 30,28 (A) (B) Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak alpukat lebih tinggi daripada ekstrak lidahbuaya. Hal ini berarti ekstrak alpukat lebih dominan dalam meningkatkan daya sebar dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya. Dari viskositas dan daya sebar ini, dapat dilihat bahwa ekstrak lidah buaya yang mempunyai viskositas lebih tinggi, mempunyai daya sebar yang lebih kecil. Hal ini berarti, semakin tinggi viskositas (kekentalan) sediaan, semakin kecil daya sebarnya. Daya sebar formula yang mengandung ekstrak ini lebih kecil dibandingkan dengan formula kontro positif maupun negatif, karena konsentrasi zat aktifnya yang lebih kecil atau nol. Penetapan panjang gelombang maksimum Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi maksimum. Penetapan panjang gelombang maksimum ini bertujuan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapakah larutan vitamin E dapat menghasilkan absorbansi maksimum pada spektrofotometer Ultraviolet-Visibel. Setiap pengukuran harus dilakukan pada panjang gelombang maksimum. Hal ini berkenaan dengan kepekaan analisis, dimana perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar pada panjang gelombang maksimum sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum. Pada penetapan panjang gelombang maksimum ini, digunakan larutan yang mengandung vitamin E dan dibaca pada spektrofotometer Ultraviolet Visibel. Dari scanning ini, didapatkan panjang gelombang maksimum untuk vitamin E pada panjang gelombang 483nm dengan absorban 0,3042 dan hasil spektrumnya dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5.1 Scaning panjang gelombang maksimal Panjang gelombang yang dihasilkan tidak termasuk dalam range (490-500nm) perbedaan tersebut dikarenakan etanol 96% yang dapat menyebabkan pergeseran hipsokromik atau pergeseran biru. Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran serapan kearah panjang gelombang yang lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh pelarut (Sastrohamidjojo, 2007) Aktivitas Antioksidan dengan Metode Ferri Tiosianat. Pengukuran absorbansi dilakukan selama 7 hari pada semua seri kadar konsentrasi dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada 500nm. Metode ini adanya aktivitas antioksidan ditandai penurunan absorbansi, kontrolpositif yang digunakan adalah vitamin E karena vitamin E sudah terbukti aktivitas antioksidannya. Kerja antioksidan dari vitamin E yaitu sebagai pendonor ion hidrogen yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak (Winarsi, 2007). Hidroperoksida yang terbentuk mengalami dekomposisimembentuk radikal lain seperti radikal peroksil, alkoksida, dan peroksil. Radikal peroksil akan mengalami dekomposisi yang manghasilkan O2dan akan mangoksidasi ion ferro (Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) yang selanjutnya dengan amonium tiosianat (NH4SCN) membentuk ferritiosianat [Fe(SCN)3] yang berwarna merah dan dapat dibaca pada spektrofotometer UVberikut : ROO RO + OROOH ROH + OOn+ Fe 2+Fe3++ OO + O O2Fe3++ NH4SCN Warna merah dari pembentukan mana menunjukan adanya senyawa radikal. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk maka semakin tinggi radikal yang terbentuk. Dengan pedoman ini maka efektifitas antioksidan dapat diukur. Pada metode tiosianat ini sampel di inkubasi (pada oven) pada suhu 40berfungsi untuk mempercepat terbentuknya radikal, dan juga untuk menyesuaikan dengan suhu tubuh yaitu 37oC dan dapat sesuai dengan kondisi yang ada pada tubuh manusia (Muzamilah, 2006). Data absorbansi dari masingGambar 5.2. Histogram daya aBerdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:Grafik Daya Antioksidan Losio Ekstrak Alpukat - 16,9205101520253035401Persen daya antioksidanmerah dan dapat dibaca pada spektrofotometer UV-Vis. Adapun reaksinya adalah sebagai RO + OROH + On+ O[Fe(SCN)3] (warna merah) Warna merah dari pembentukan kompleks warna Fe3+dengan tiosianat pada sampel yang mana menunjukan adanya senyawa radikal. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk maka semakin tinggi radikal yang terbentuk. Dengan pedoman ini maka efektifitas antioksidan de tiosianat ini sampel di inkubasi (pada oven) pada suhu 40berfungsi untuk mempercepat terbentuknya radikal, dan juga untuk menyesuaikan dengan suhu C dan dapat sesuai dengan kondisi yang ada pada tubuh manusia (Muzamilah, Data absorbansi dari masing-masing formula dapat ditunjukan pada gambarGambar 5.2. Histogram daya antioksidan losio biji alpukat- lidah buayaBerdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:Grafik Daya Antioksidan Losio Ekstrak Alpukat - Lidah Buaya16,9211,288,34012 3 4FormulaVis. Adapun reaksinya adalah sebagai dengan tiosianat pada sampel yang mana menunjukan adanya senyawa radikal. Semakin tinggi intensitas warna yang terbentuk maka semakin tinggi radikal yang terbentuk. Dengan pedoman ini maka efektifitas antioksidan de tiosianat ini sampel di inkubasi (pada oven) pada suhu 40oC yang mana berfungsi untuk mempercepat terbentuknya radikal, dan juga untuk menyesuaikan dengan suhu C dan dapat sesuai dengan kondisi yang ada pada tubuh manusia (Muzamilah, dapat ditunjukan pada gambar2. lidah buayaBerdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut:Grafik Daya Antioksidan Losio Ekstrak Alpukat - 37,685Ydaya antioksidan= 16,92 (A) + 8,34 (B) 55,92 (A) (B) Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak alpukat lebih tinggi daripada ekstrak lidah buaya. Hal ini berarti ekstrak alpukat lebih dominan dalam meningkatkan daya antioksidan dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya. Uji SPF Sediaan Dari uji SPF, kesemua formula hanya menunjukkan serapan di daerah panjang gelombang 200 222 nm yang merupakan daerah serapan sinar UV C. Dari perhitungan, didapatkan SPF Formula I sebesar 2,00, sedangkan Formula II sebesar 1,32 dan Formula III sebesar 1,11. Berdasarkan data uji sifat fisik di atas, maka didapatkan persamaan SLD sebagai berikut: YSPF= 2 (A) + 1,11 (B) 7,16 (A) (B) Dari persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa koefisien persamaan dari fraksi ekstrak alpukat lebih tinggi daripada ekstrak lidah buaya. Hal ini berarti ekstrak alpukat lebih dominan dalam meningkatkan SPF dibandingkan dengan ekstrak lidah buaya. Nilai SPF yang lebih kecil dibandingkan dengan 2 tergolong dalam efek perlindungan yang sangat kecil, sehingga hanya Formula I yang mempunyai efek tabir surya. Namun efek protektifnya terhadap sinar UVC tergolong minimal. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Losio yang mengandung ekstrak alpukat tanpa ekstraklidah buaya mempunyai sifat fotoprotektif terhadap sinar UVC dengan kategori perlindungan yang minimal. Dilihat dari karakteristik fisik, nilai SPF dan aktivitas antioksidan maka formula yang optimum adalah formula losio yang mengandung ekstrak alpukat tanpaekstrak lidah buaya. Saran Perlu dilakukan penyempurnaan terhadap formula losio yang memberikan karakteristik fisik yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Making Natural Soap from Scratch, diakses dari http://www.cranberrylane.com/soapmaking.htmpada tanggal 30 Oktober 2010 Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV.Jakarta : Universitas Indonesia Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia ed III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III), Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal 139-140 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I)Jilid 2, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal 265-266 Food and Drug Administration (FDA). 2003. Guidance for Industry Photosafety Testing, Pharmacology Toxycology Coordinating Committee in the Centre for Drug Evaluation and Research (CDER) at the FDA. Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons. S., and Williamson, E.M., 2010, Farmakognosi dan Fitoterapi, diterjemahkan oleh Winnie R. Syarief, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal. 305-306 Ismail, Z and Sidiqi, J., 2010, Developing Herbs for Cosmetics, Makalah dalam Seminar Nasional Kosmetika Alami dan Presentasi Hasil Penelitian, Yogyakarta, 12 Juni 2010 Petro, A. J. 1981. Correlation of Spectrophotometric Data With Sunscreen Protection Factors.International Journal.Cos. Sci. Pramono, S., 2010, Khasanah dan Kekayaan Ramuan Tradisional Indonesia untuk Kecantikan, Makalah dalam Seminar Nasional Kosmetika Alami dan Presentasi Hasil Penelitian,Yogyakarta, 12 Juni 2010 Retief, L., McKenzie, J. M. and Koch, K. R., 2009, A Novel Approach to The Rapid Assignment of 13C NMR Spectra of Major Components of Vegetable OilsSuch As Avocado, Mango Kernel and Macadamia Nut Oils, Magnetic Resonance in Chemistry Journal, 47: 771781. doi: 10.1002/mrc.2463 Rowe RC, Paul JS dan Paul JW. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 4thedition. London: Chicago Pharmaceutical Press. Soong, Y.Y and Barlow, P. J., Antioxidant activity and phenolic content of selected fruit seeds, Food Chemistry Journal,Volume 88, Issue 3, December 2004, Pages 411-417 Subakat, N., 2010, Teknologi Formulasi dan Pengembangan Produk Kosmetika, Makalah dalam Seminar Nasional Kosmetika Alami dan Presentasi Hasil Penelitian Yogyakarta, 12 Juni 2010