00-masalah pembelajaran mipa

Upload: agus-purwanto

Post on 10-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    1/27

    PERMASALAHAN POKOK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA SERTA

    ALTERNATIF SOLUSI

    Sebelum mengkaji lebih jauh tentang permasalahan pendidikan matematika di Indonesia, mari

    kita lebih dahulu mengkaji permasalahan pendidikan secara umum.

    Masalah Pendidikan Indonesia

    A. Paradigma Pendidikan Indonesia

    Diakui atau tidak sistem pendidikan yang dianut oleh Indonesia dalah Sekuler-Materialistis. Hal

    ini dibuktikan oleh UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis

    pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: jenis pendidikan mencakup

    pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus. Dari pasal ini

    tampak jelasa adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.

    Secara kelembagaan, pendidikan agama dibawah departemen agama sedangkan pendidikan

    umum berada di bawah departemen pendidikan nasional.

    Pendidikan Sekuler-Materialistis ini memang bisa melahirkan orang pandai yang menguasai

    sains dan teknologi, namun gagal dalam membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan

    agamanya. Sebaliknya peserta didik yang menempuh pendidikan agama, mereka berhasil

    menguasai ilmu agama serta berkepribadian baik, tetapi mereka buta akan perkembangan sains

    dan teknologi yang ada.

    Solusi:

    Mengubah asas pendidikan dari sekuler-materialistis ke pendidikan islam. Selanjutnya

    menentukan arah dan tujuan sistem pendidikan baru tersebut serta menerapkan kurikulum dan

    standar nasional pendidikan.

    B. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

    Banyak sekali lembaga pendidikan memiliki gedung rusak, kebermanfaatan gedung yang kurang,

    buku perpustakaan yang tidak memadai, serta laboratorium yang jarang terpakai dan tidak

    lengkap, bahkan banyak lembaga pendidikan yang tidak memiliki gedung sendiri.

    Solusi:

    Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya,

    tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    2/27

    pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa

    memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.

    C. Rendahnya Kualitas Guru

    Keadaan guru Indonesia sangat memprihatinkan, kebanyakan guru belum memiliki

    profesionalisme memadai untuk menjalankan tugasnya sebagai mana disebut dalam pasal 39 UU

    sisdiknas no 20 tahun 2003, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

    menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian pada masyarakat.

    Solusi:

    Untuk mengatasi rendahnya kualitas guru selain kesejahteraan mereka terpenuhi, diperlukan

    adanya bantuan pendidikan lanjutan untuk para guru demi meningkatkan keprofesionalitasnya

    serta mengikutsertakan mereka dalam pelatihan-pelatihan dan diklat sesuai mata pelajaran yang

    diampunya.

    D. Rendahnya Kesejahteraan Guru

    Rendahnya kualitas guru dipicu oleh rendahnya kesejahteraan guru, banyak dari mereka

    melakukan pekerjaan sampingan, seperti bekerja di lembaga bimbingan belajar dan lain-lain.

    Solusi:

    Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya,

    tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan

    pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa

    memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.

    E. Mahalnya Biaya Pendidikan

    Akibat dari sistem pendidikan yang salah, banyak anak-anak kurang mampu yang terpaksa putus

    sekolah/mengenyam pendidikan formal. Hal ini diakibatkan oleh mahalnya biasya pendidikan.

    Untuk tingkat TK saja, biaya masuknya mulai dari 1 juta bahkan sampai 5 juta untuk setiap calon

    paserta didik. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan formal hanya untuk orang kaya.

    Solusi:

    Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya,

    tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    3/27

    pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa

    memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.

    Masalah Pendidikan Matematika

    A. Rendahnya kemampuan siswa indonesia

    Hal ini ditandai oleh data TIMSS 2003 menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia (Rata-rata:

    411) agak jauh di bawah Malaysia (Rata-rata: 508) dan Singapura (Rata-rata: 605). Skala

    Matematika TIMSS Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada

    pada skala rendah (peringkat bawah), Malaysia pada skala antara menengah dan tinggi (di

    peringkat tengah), dan Singapura berada pada skala lanjut (peringkat atas). Namun siswa

    Indonesia (169 jam di Kelas 8) lebih banyak menggunakan waktu dibandingkan siswa Malaysia

    (120 jam di Kelas 8) dan Singapura (112 jam di Kelas 8).

    Solusi:

    Rendahnya kemampuan siswa Indonesia disebabkan oleh rendahnya mutu pendidikan di

    Indonesia, untuk mengatasi hal tersebut, terutama dalam pelajaran matematika perlu adanya

    kerjasama antar lembaga terkait, antara lain MGMP, LPMP, PPG dan Ditjen P4TK. Dalam

    segala kegiatannya harus dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat

    keberhasilan meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia.

    B. Proses pembelajaran dikelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

    serta kuran dalam hal penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

    Hal ini ditandai dengan data TIMSS 2003 yang menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran di

    Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau

    sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-

    hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Pendapat Ashari, wakil

    Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI atau IndoMS) yang menyatakan karakteristik

    pembelajaran matematika saat ini adalah lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian

    sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan

    prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low order thinking skills,

    bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan pertanyaan tingkat rendah. Hasil

    Video Study menunjukkan juga bahwa: ceramah merupakan metode yang paling banyak

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    4/27

    digunakan selama mengajar, waktu yang digunakan siswa untuk problem solving 32% dari

    seluruh waktu di kelas, guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa, hampir semua

    guru memberikan soal rutin dan kurang menantang, kebanyakan guru sangat bergantung dan

    sangat mempercayai buku teks yang mereka pakai, dan sebagian besar guru belum menguasai

    keterampilan bertanya.

    Solusi:

    Perlunya penerapan pendekatan pembelajaran yang mendukung peningkatan berpikir tingkat

    tinggi, agar peserta didik tidak hanya menerima materi yang diajarkan guru, tetapi juga mereka

    mengerti tentang materi tersebut dan kaitannya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

    Diantara pendekatan pembelajaran yang mendukung yaitu, Contextual Teaching and Learning

    (CTL), Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif

    dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Kooperatif, dan Pembelajaran Berbasis Masalah

    (PBM).

    C. Paradigma Matematika di kalangan peserta didik

    Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah dengan

    presentase jam pelajaran yang paling banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lainya.

    Ironisnya, matematika termasuk pelajaran yang tidak disukai banyak siswa. Bagi mereka

    pelajaran matematika cenderung dipandang sebagai mata pelajaran yang kurang diminati dan

    kalau bisa dihindari. Ketakutan-ketakutan dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu

    sendiri, melainkan kurangnya kemampuan guru dalam menciptakan situasi yang dapat membawa

    siswa tertarik pada matematika. Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru harus

    mampu menerapkan suasana yang dapat membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada,

    sehingga mereka mampu mencoba memecahkan permasalahanya. Belajar matematika akan lebih

    bermakna jika anak mengalaminya dengan apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya

    Solusi:

    Untuk mengantisipasi masalah tersebut agar tidak berkelanjutan maka para guru terus berusaha

    menyusun dan menerapkan berbagai metode yang bervariasi. Salah satu metode yang diterapkan

    yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan Improve yang menggunakan metode

    pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah siswa dipusatkan pada cara menghadapi

    persoalan dengan langkah penyelesaian yang sistematis yaitu memahami masalah, menyusun

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    5/27

    rencana penyelesaian, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali sebagian persoalan yang

    dihadapi agar dapat diatasi.

    Sedangkan dengan pendekatan Improve siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan

    prestasi belajar matematika. Dengan demikian siswa dapat belajar matematika tidak hanya

    mendengarkan pelajaran yang diberikan guru saja namun diperlukan keaktifan siswa dalam

    pembelajaran matematika

    Permasalahan Pembelajaran Matematika di Sekolah6 Sep

    3 Votes

    Tulisan berikut saya ambil dari LBM skripsi saya yang berjudul: Pengaruh PembelajaranKooperatif Tipe Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif

    Matematika Siswa

    Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,

    mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.Ruseffendi (dalam Septiani, 2010:1) mengatakan bahwa, Matematika bukan hanya alat bantu

    untuk matematika itu sendiri, tetapi banyak konsep-konsepnya yang sangat diperlukan oleh ilmu

    lainnya, seperti kimia, fisika, biologi, teknik dan farmasi. Melihat begitu pentingnya

    matematika tidak mengherankan jika matematika dipelajari secara luas dan mendasar sejakjenjang pendidikan sekolah dasar.

    Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika

    (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentangstandar isi) bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

    dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,

    sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan ini dapat

    http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/permasalahan-pembelajaran-matematika-di-sekolah/
  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    6/27

    dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran matematika karena tujuan pembelajaran

    matematika di sekolah menurut Depdiknas (dalam Herman, 2010:1) adalah:

    1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

    penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingintahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba,

    3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan

    4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi danmengkomunikasikan gagasan.

    Dengan demikian, matematika sebagai bagian dari kurikulum pendidikan dasar, memainkanperanan strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

    Kemampuan berpikir matematika khususnya berpikir matematika tingkat tinggi sangat

    diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinyadalam kehidupan sehari-hari. Beberapa keterampilan berpikir yang dapat meningkatkankecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif,

    keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan analisis. Wijaya (dalam Radiansyah, 2010)

    mengatakan bahwa Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sebagai bagian dari keterampilanberpikir perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab banyak sekali persoalan-persoalan

    dalam kehidupan yang harus dikerjakan dan diselesaikan. Karena kemampuan berpikir kritis

    sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memecahkan permasalahan yangada dalam kehidupan di masyarakat, jelas bahwa siswa sebagai bagian dari masyarakat harus

    dibekali dengan kemampuan berpikir kritis yang baik. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir

    terutama yang menyangkut aktivitas matematika perlu mendapatkan perhatian khusus dalam

    proses pembelajaran matematika.

    Namun, kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil studi menyebutkan

    bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun fokus

    dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa masih jarangdikembangkan. Aisyah (2008:4) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa rendahnya

    kemampuan berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di

    sekolah-sekolah jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematika

    siswa juga dapat dilihat dari hasil jawaban siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika disekolah yang masih belum memuaskan.

    Utomo dan Ruijter (Suparno, 2000:31) memaparkan bahwa pada latihan pemecahan soal ternyata

    hanya sebagian kecil siswa yang dapat mengerjakannya dengan baik, sebagian besar tidak tahuapa yang harus dikerjakan. Setelah diberi petunjuk pun, mereka masih juga tidak dapat

    menyelesaikan soal-soal tersebut, sehingga guru menerangkan seluruh penyelesaiannya. Menurut

    Herman (2010:1) salah satu penyebab rendahnya penguasaan matematika siswa adalah guru

    tidak memberi kesempatan yang cukup kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya.Matematika dipelajari oleh kebanyakan siswa secara langsung dalam bentuk yang sudah jadi

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    7/27

    (formal), karena matematika dipandang oleh kebanyakan guru sebagai suatu proses yang

    prosedural dan mekanistis.

    Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan Rohmayasari (2010:68) didapat bahwa sikap dankemampuan berpikir matematika siswa masih rendah dan belum memuaskan, diantaranya:

    1. Para siswa masih merasa malas untuk mempelajari matematika karenaterlalu banyak rumus.

    2. Para siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yangmembosankan.

    3. Matematika masih sulit dipahami oleh siswa.

    4. Soal matematika yang diberikan sulit untuk dikerjakan.

    5. Siswa masih merasa bingung dalam mengaplikasikan konsep matematikadalam kehidupan sehari-hari.

    6. Soal yang diberikan adalah soal-soal rutin yang kurang meningkatkankemampuan berpikir matematika siswa.

    7. Soal yang diberikan tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dansiswa belum terbiasa diberikan soal-soal tidak rutin.

    Sehingga tidak hanya rendah pada kemampuan aspek mengerti matematika sebagai pengetahuan

    (cognitive) tetapi juga aspek sikap (attitude) terhadap matematika juga masih belum memuaskan.Sebagian besar siswa masih menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sukar

    dipelajari dan menakutkan bagi mereka. Hal ini disampaikan oleh Ruseffendi (dalam Puspita,

    2009), Pelajaran matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan matapelajaran yang tidak disenangi. Anggapan tersebut sudah melekat pada anak-anak, sehingga

    berdampak negatif terhadap proses pembelajaran siswa dalam matematika. Siswa menganggap

    bahwa pembelajaran matematika yang diikuti di sekolah kurang menarik dan kurangmenyenangkan. Mereka merasa tidak termotivasi untuk belajar matematika dan sulit untuk bisa

    meyenangi matematika sehingga pada akhirnya mengakibatkan hasil belajar matematika menjadi

    kurang memuaskan.

    Direktorat PLP (dalam Widdiharto, 2004:1) mengungkapkan bahwa kebanyakan guru dalammengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak

    melakukan pembelajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai

    akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderungmenghafal dan mekanistis. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik

    dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untukbertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

    Walaupun matematika dikenal sebagai ilmu yang sukar dipahami, akan tetapi banyak faktor yangdapat membantu memudahkan pemahaman matematika, salah satunya adalah cara penyampaian

    materi, misalnya saja dengan menekankan kepada keterlibatan siswa secara aktif dalam proses

    belajar mengajar sehingga potensi siswa dapat berkembang dengan baik.

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    8/27

    Proses pendidikan mencakup proses belajar, proses mengajar dan proses berpikir kreatif. Syah

    (2008:248) mengungkapkan bahwa, Dalam setiap proses belajar mengajar di sekolah sekurang-

    kurangnya melibatkan empat komponen pokok, yaitu: individu siswa, guru, ruang kelas dankelompok siswa. Semua komponen ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang unik dan

    berpengaruh terhadap jalannya proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar,

    pendukung keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran tidak hanya dari kemampuannyadalam menguasai materi akan tetapi faktor lain pun dapat mendukung, seperti penggunaan

    metode yang tepat dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini harus diperhatikan karena akan

    berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

    Pandangan umum yang masih dianut oleh guru dan masih berlaku sampai sekarang ialah bahwadalam proses belajar mengajar, pengetahuan dialihkan dari guru kepada siswa. Guru masih

    menggunakan model pembelajaran konvensional yang berlangsung satu arah yaitu guru

    menerangkan dan siswa mendengarkan, mencatat lalu menghafalnya sehingga tujuanpembelajaran akan cepat selesai. Dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya terlalu

    berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis

    daripada menanamkan pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran guru biasanya menjelaskankonsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan soal-soal latihan.

    Menurut Armanto (dalam Herman, 2010:3) tradisi mengajar seperti ini merupakan karakteristik

    umum bagaimana guru melaksanakan pembelajaran di Indonesia. Pembelajaran matematika

    konvensional bercirikan: berpusat pada guru, guru menjelaskan matematika melalui metodeceramah (chalk-and-talk), siswa pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada

    satu jawaban yang benar, dan aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat atau

    menyalin. Akibatnya siswa menjadi kurang aktif dan pembelajaran merupakan suatu hal yang

    membosankan bagi siswa, sehingga dapat menurunkan motivasi belajar dan inisiatif siswa untukbertanya dan mengungkapkan ide. Karenanya kemampuan guru dalam memilih metode

    mengajar merupakan hal penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kekurangan guru dalammemilih metode mengajar bisa menjadi salah satu penyebab kurang baiknya hasil belajar siswa.

    Menyikapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika di sekolah,

    terutama yang berkaitan dengan prestasi belajar siswa, praktek pembelajaran di kelas, pentingnya

    meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, salah satu solusinya adalah dengan

    meningkatkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, penulis berpendapat bahwauntuk membuat pelajaran matematika menjadi bermakna, efektif serta banyak disukai oleh siswa

    maka perlu digunakannya model pembelajaran yang menarik. Salah satunya adalah model

    pembelajaran kooperatif.

    Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dalam kelompok kecil, yangmemungkinkan siswa saling membantu dalam memahami suatu konsep, memeriksa dan

    memperbaiki jawaban teman sebagai masukan serta kegiatan lain yang bertujuan untuk mencapai

    hasil belajar yang optimal. Aktivitas pembelajaran kooperatif disamping menekankan padakesadaran siswa belajar, memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan, konsep serta

    keterampilan kepada teman lain, siswa akan merasa senang menyumbangkan pengetahuannya

    kepada teman atau anggota lain dalam kelompoknya. Oleh karena itu belajar kooperatif adalah

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    9/27

    saling menguntungkan antar siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan siswa yang

    berkemampuan tinggi. Suparno (2000:131) menyatakan bahwa:

    Struktur kooperatif dibandingkan dengan struktur kompetisi dan usaha individual, lebihmenunjang komunikasi yang lebih efektif dan pertukaran informasi diantara siswa, saling

    membantu tercapainya hasil belajar yang baik, lebih banyak bimbingan perorangan, berbagisumber diantara siswa, perasaan terlibat yang lebih besar, berkurangnya rasa takut akan gagal

    dan berkembangnya sikap saling mempercayai diantara para siswa.

    Dalam pembelajaran yang dilakukan secara kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok

    kecil dua sampai empat orang, guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah.

    Dalam hal ini Herman (2010:8) berpendapat bahwa, Guru dituntut terampil menerapkan teknik

    scaffoldingyaitu membantu kelompok secara tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan

    teknikprobingyang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya.

    Sebagian guru berpikir bahwa mereka sudah menerapkan pembelajaran kooperatif tiap kali

    menyuruh siswa bekerja di dalam kelompok-kelompok kecil. Tetapi guru belum memperlihatkanadanya aktivitas kelas yang terstruktur sehingga peran setiap anggota kelompok belum terlihat.

    Dalam pembelajaran kooperatif dikenal berbagai tipe, salah satunya adalah pembelajaran Two

    Stay Two Stray (TS-TS). Dalam model pembelajaran Two Stay Two Stray ini siswa dapat

    memperoleh banyak informasi sekaligus dalam kelompok yang berbeda. Selain itu, siswa belajaruntuk mengungkapkan pendapat dan meningkatkan hubungan persahabatan. Sehingga dapat

    meningkatkan kreatifitas dan keaktifan siswa dalam belajar matematika.

    Adapun pada pembelajaran Two Stay Two Stray ini, siswa dikelompokkan denganpengelompokan secara heterogen, dalam hal ini heterogen kemampuan akademiknya. Walaupun

    menurut Gordon (dalam Ati, 2008:16), Pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan

    sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun pengelompokan dengan orang lainyang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompoknya untukmemperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok homogen tidak dapat

    banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegosiasi, berargumentasi dan

    berkembang. Selain itu, pengelompokan secara homogen mempunyai dampak negatif,diantaranya praktik ini jelas bertentangan dengan misi pendidikan. Pengelompokan berdasarkan

    kemampuan, sama dengan memberikan cap atau label pada tiap-tiap peserta didik. Label ini bisa

    menjadi vonis yang diberikan terlalu dini, terutama bagi peserta didik yang dimasukkan dalamkelompok yang lemah. Seorang siswa bisa merasa tidak mampu, patah semangat dan tidak mau

    berusaha lagi.

    Atas dasar uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pembelajaran kooperatif tipe Two

    Stay Two Stray dapat dijadikan salah satu model pembelajaran matematika di sekolah.

    Referensi:

    Ati, N.R.M. (2008).Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

    terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan

    Matematika FKIP UNPAS: tidak diterbitkan

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    10/27

    Aisyah, T.S. (2008).Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Matematika

    untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika

    FKIP UNPAS: tidak diterbitkan

    Herman, T. (2011).Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.

    Radiansyah, I. (2010).Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis.

    http://lkpk.org/2010/12/01/mengembangkan-kemampuan-berpikir-kritis/

    Diakses 5 mei 2011

    Puspita, D.R. (2009).Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Multimedia

    Interaktif Tipe Tutorial terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa SMP di Jawa Barat.

    http://dewiratri.blog.com/2009/05/30/proposal-skripsi/

    Diakses 22 April 2011

    Rohmayasari, N. (2010).Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual

    (CTL) terhadap peningkatan Kemampuan Berpikir Analitis dan Kreatif Siswa SMA di Jawa

    Barat. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNPAS: tidak diterbitkan

    Septiani, I. (2010).Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

    terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan

    Matematika FKIP UNPAS: tidak diterbitkan

    Suparno, A.S. (2000).Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dirjen Pendidikan TinggiDepdiknas

    Syah, M. (2008).Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

    Widdiharto, R. (2004).Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Depdiknas

    Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah PPPG Matematika Yogyakarta

    Problem Dasar Pembelajaran Sains

    Hakikat pembelajaran Sains (Puskur, 2003) adalah pembelajaran yang mampu merangsang

    kemampuan berfikir siswa meliputi empat unsur utama (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda,fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru

    yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; (2) proses:

    prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunanhipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan

    http://lkpk.org/2010/12/01/mengembangkan-kemampuan-berpikir-kritis/http://dewiratri.blog.com/2009/05/30/proposal-skripsi/http://hafismuaddab.wordpress.com/2010/02/14/problem-dasar-pembelajaran-sains/http://lkpk.org/2010/12/01/mengembangkan-kemampuan-berpikir-kritis/http://dewiratri.blog.com/2009/05/30/proposal-skripsi/http://hafismuaddab.wordpress.com/2010/02/14/problem-dasar-pembelajaran-sains/
  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    11/27

    kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (4) aplikasi: penerapan metode

    ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajaran IPA

    keterlibatan keempat unsur ini, diharapkan dapat membentuk peserta didik memiliki kemampuanpemecahan masalah dengan metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan

    fakta baru

    Namun pembelajaran sains yang selama ini terjadi di sekolah belum mengembangkan kecakapan

    berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Padahal pengajaran sains dalamKurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah pengajaran yang mengajarkan siswa bagaimana

    belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka (Nur,

    2005). Pengajaran sains merupakan proses aktif yang berlandaskan konsep konstruktivisme yangberarti bahwa sifat pengajaran sains adalah pengajaran yang berpusat pada siswa (student

    centered instruction).

    Untuk menilai apakah IPA diimplementasikan di Indonesia, kita dapat melihat hasil literasi IPA

    anak-anak Indonesia. Hal ini mengingat arti literasi sains/IPA (scientific literacy) itu sendiri yang

    ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA,yaitu konten IPA, proses IPA, dan konteks IPA. Hasil penelitian PISA tahun 2000 dan tahun

    2003 menunjukkan bahwa literasi sains anak-anak Indonesia usia 15 tahun masing-masingberada pada peringkat ke 38 (dari 41 negara) dan peringkat ke 38 dari (40 negara) (Bastari

    Purwadi, 2006). Skor rata-rata pencapaian siswa ditetapkan sekitar nilai 500 dengan simpangan

    baku 100 point. Hal ini disebabkan kira-kira dua per tiga siswa di negara-negara pesertamemperoleh skor antara 400 dan 600 pada PISA 2003. Ini artinya skor yang dicapai oleh siswa-

    siswa Indonesia kurang lebih terletak di sekitar angka 400. Ini artinya bahwa siswa-siswa

    Indonesia tersebut diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta

    sederhana (Puskur, 2007)

    Dalam prioritas pembangunan pendidikan nasional ditekankan juga pengembangan kemampuanbelajar. Dalam prinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi hal ini berkaitan dengan

    pengembangan keterampilan hidup, yang kemudian diterjemahkan dalam pendidikan kecakapanhidup. Oleh sebab itu perlu diberikan pengajaran strategi belajar kepada siswa sebab

    keberhasilan siswa sebagian besar bergantung pada kemahiran untuk mengajar secara mandiri

    dan memonitor belajar mereka sendiri (Nur, 2005). Dalam peristilahan lain hal ini dapat disebut

    sebagai kesadaran diri (self awareness). Konsep tentang bagaimana belajar, bagaimanamengingat, bagaimana berfikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka dan sekaligus kesadaran

    diri adalah konsep dasar pengajaran metakognitif (teaching metacognitive) yang ingin diangkat

    dalam penelitian ini.

    Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua hasil penelitian, pertama hasil penelitian RowanHollingworth dan Catherine McLoughlin berjudul The Development of Metacognitive Skill

    Among First Year Science Student yang menyebutkan kemampuan metacognitive perlu

    diberikan guna meningkatkan keteraturan belajar sains dan kemampuan siswa dalammenyelesaikan masalah yang dihadapi. Kedua, hasil penelitian Dra. Endang Susantini, M.Pd

    berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi Dengan Strategi Metakognitif Untuk

    Memberdayakan Kecakapan Berfikir Pada Siswa SMU. Penggunaan lembar penilaianpemahaman diri (LPPD) oleh guru dalam penelitian tersebut diketahui dapat memberikan

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    12/27

    kecakapan berfikir bagi siswa dan meningkatkan kemandirian siswa. Hal positif lain yang dapat

    dicapai oleh guru adalah membentuk siswa untuk memiliki sikap jujur, berani mengakui

    kesalahan dan menilai pemahamannya sendiri atau dengan kata lain strategi metakognitif mampumemunculkan kemandirian siswa dalam belajar. Namun penggunaan konsep metakognitif sejauh

    ini masih sebatas strategi belajar yang bersifat khusus dan belum sebagai pendekatan yang

    berlaku umum.

    Padahal menurut Prof. Zainuddin Maliki (Jawa Pos, 3 Januari 2009) dalam gagasan pendidikankonstruktivistik untuk menghadapi kehidupan yang kompleks ini siswa harus memiliki

    kecerdasan metakognitif, meliputi kecerdasan kognitif, kecerdasan afektif dan kecerdasan

    motorik yang sejauh ini belum mampu dilakukan oleh guru. Guru sejauh ini cenderungmerencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang lebih berorientasi kognitif (pengetahuan),

    dan kurang mengembangkan aspek kecerdasan lain yang dimiliki siswa. Idealnya seorang guru

    harus mampu melahirkan resilence behaviour dari pembelajaran yang dilaksanakannya yangterbentuk dari kecerdasan metakognitif yang merupakan perpaduan antara kecerdasan kognitif,

    afektif dan motorik. Resilence behaviour sendiri merupakan perilaku cerdas siswa dalam

    membangun keseimbangan menghadapi hidup dan kehidupan.

    Ditambahkan juga oleh Beyer (1998) bahwa kemampuan metakognitif merupakan pijakan dasarperilaku berfikir (habit of mind) yang merupakan hasil dari proses belajar. Namun, sejauh ini

    belum pelatihan metakognitif yang ditujukan kepada para guru untuk mampu

    mengimplementasikan metode metakognitif dalam pembelajaran. Berangkat dari argumentasidiatas maka perlu dilakukan pengembangan model pelatihan pengajaran metakognitif (teaching

    metacognitive) yang ditujukan untuk membekalkan ketrampilan metakognitif kepada guru-guru

    sains. Dengan pengembangan model pelatihan ini diharapkan dapat memberi dampak kepada

    guru sehingga menjadi pribadi guru yang mandiri (self regulated teacher), dan juga memilikidampak bagi siswa sehingga menjadi pelajar yang mandiri (self regulated learner). Sehingga

    diharapkan dapat terbentuk konsep belajar sepanjang hayat (long life education) yang terintegrasipada pribadi guru dan siswa dan pembelajaran yang dilaksanakan.

    Lebih jauh hal ini juga merupakan bagian dari upaya peneliti selaku widyaiswara memiliki peran

    sebagai inovator dan peneliti dengan harapan mampu memberikan masukan dalam kebijakan

    terkait dengan kegiatan penjaminan mutu pendidikan. Disisi lain hal ini juga merupakan

    implementasi dari upaya mewujudkan empat pilar belajar yang dianjurkan UNESCO untukPendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.

    Konsekuensi bahwa guru harus kreatif, bekerja secara tekun dan mau meningkatkan

    kemampuannya

    Kurikulum dan Sejarahnya di Indonesia

    Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri

    Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu

    yang jelas dan mantap.Tahun 1950 ada kurikulum SD yang disebut Rencana Pelajaran Terurai. Pada tahun 1960

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    13/27

    muncul

    Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar. Tahun 1968 dikenal Kurikulum 1968

    pengganti Kurikulum 1950. Lalu tahun 1970 muncul Kurikulum Berhitung diganti denganpelajaran matematika modern.

    Tahun 1975 disebut Kurikulum 1975 yang fokus pada pelajaran matematika dan Pendidikan

    Moral Pancasila serta Pendidikan Kewarnegaraan. Pada tahun 1984 menyempurnakanKurikulum 1975 dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

    Tahun 1991 CBSA dihentikan lalu muncul Kurikulum 1994. Tahun 2004 dikenal Kurikulum

    Berbasis Kompetensi (KBK), yang dipelesetkan jadi Kurikulum Berbasis Kebingungan.Terakhir tahun 2006 muncul Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), entah berapa

    tahun lagi ada kurikulum baru yang membuat bingung semua pihak. Siswa kita jangan dijadikan

    kelinci percobaan. Majulah pendidikan Indonesia.

    Sejarah Kurikulum Indonesia

    Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri

    Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu

    yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikannasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,

    1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinyaperubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan

    bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan

    secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semuakurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,

    perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam

    merealisasikannya.

    a. Rencana Pelajaran 1947

    Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa

    Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris).Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke

    kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.

    Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalanganmenyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat

    dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.

    Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak,

    kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

    b. Rencana Pelajaran Terurai 1952Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.

    Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, kata

    Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.

    Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964.

    Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata

    pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    14/27

    emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih

    menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

    c. Kurikulum 1968

    Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem

    kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikirankurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai

    keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,

    sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitupengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

    Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan

    struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,

    pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dariperubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

    Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada

    upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi

    kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isipendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta

    mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan

    sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum

    1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

    Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran

    pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan

    permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikankepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

    d. Kurikulum 1975Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang

    melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by

    objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SDDepdiknas.

    Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem

    Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap

    satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975

    banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan

    pembelajaran.

    e. Kurikulum 1984

    Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang

    disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,

    mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa

    Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    15/27

    Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,

    Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta

    sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secarateoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan

    reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan

    CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-siniada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan

    CBSA bermunculan.

    f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

    Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.

    Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara

    pendekatan proses, kata Mudjito menjelaskan.Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar

    siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan

    dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan

    daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkanagar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi

    kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran SuplemenKurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

    g. Kurikulum 2004Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar

    kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan

    dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih

    berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebihbanyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan

    kompetensi siswa.

    Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luarPulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul

    apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

    h. KTSP 2006

    Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

    Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi

    pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan

    pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini

    disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dankompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan

    oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti

    silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawahkoordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    16/27

    Sejarah Perkembangan Kurikulum

    A. Latar Belakang

    Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga

    penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta

    belajar dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini

    disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan

    pendidikannya.

    Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari

    sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan

    pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secaramenyeluruh.

    Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami

    perubahan dua kali dengan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,

    1984, 1994, 2004, dan sekarang KTSP. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari

    terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat

    berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu

    dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

    Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD

    1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam

    merealisasikannya.

    B. Kurikulum yang Mewarnai Pendidikan di Indonesia

    1. Kurikulum 1968 dan sebelumnya

    Awalnya tahun 1947, kurikulum saat itu diberi namaRentjana Pelajaran 1947. Pada saat

    itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda

    dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana

    Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena

    suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    17/27

    pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter

    manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

    Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami

    penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi namaRentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum

    ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus

    ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran

    yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

    Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem

    kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran

    kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai

    keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,

    sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu

    pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik dan jasmani.

    Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya

    perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa

    pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan

    dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

    Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan

    pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi

    kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi

    pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta

    mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

    2. Kurikulum 1975

    Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.

    Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO

    (management by objective) yang terkenal saat itu, kata Mudjito, Direktur Pembinaan TK dan

    SD Depdiknas.

    Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-

    pendekatan di antaranya sebagai berikut:

    Berorientasi pada tujuan

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    18/27

    Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan

    yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.

    Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.

    Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur PengembanganSistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang

    spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.

    Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-

    jawab) dan latihan (drill).

    Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi

    memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang

    umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik

    yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah

    pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984.

    3. Kurikulum 1984

    Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan

    proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang

    disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,

    mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa

    Aktif (CBSA) atau Student Active Learning(SAL).

    Secara umum, dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah

    sebagai berikut:

    Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum

    pendidikan dasar dan menengah

    Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan

    anak didik

    Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah Terlalu

    padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang. Pelaksanaan Pendidikan

    Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari

    tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    19/27

    Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan

    lapangan kerja.

    Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan

    masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975

    dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984

    tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri

    sebagai berikut:

    Berorientasi kepada tujuan instruksional.

    Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu

    belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu,

    sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa

    yang harus dicapai siswa.

    Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).

    CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif

    terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh

    pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

    Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan

    yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi

    pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran

    yang diberikan.

    Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.

    Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian

    diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pemahaman, alat peraga sebagai media

    digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.

    Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi

    pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah

    dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan

    menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju

    ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.

    Menggunakan pendekatan keterampilan proses.

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    20/27

    Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada

    proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengomunikasikan

    perolehannya. Pendekatan keterampilan proses dilakukan secara efektif dan efesien dalam upaya

    mencapai tujuan pelajaran.

    4. Kurikulum 1994

    Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan

    pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang

    memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian dengan suasana

    pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori

    tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang

    salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa

    materi (isi) pelajaran yang diberikan kepada siswa harus banyak, sehingga pada saat siswa

    selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang

    banyak.

    Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum

    sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,

    antara pendekatan proses, kata Mudjito.

    Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai

    dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini

    berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem

    semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun

    menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima

    materi pelajaran yang banyak.

    Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai

    berikut:

    Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan

    Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi

    kepada materi pelajaran/isi)

    Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk

    semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    21/27

    khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan

    masyarakat sekitar.

    Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang

    melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan

    siswa, guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen

    (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.

    Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan

    konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat

    keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang

    menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah, seperti:

    Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan

    dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

    Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan

    pemahaman siswa.

    Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama

    sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di

    antaranya sebagai berikut:

    Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya

    materi/substansi setiap mata pelajaran.

    Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan

    berpikir siswa dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

    Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.

    Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.

    Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan

    kurikulum, yaitu:

    Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulumdengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.

    Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan

    yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana

    pendukungnya.

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    22/27

    Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran

    dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.

    Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi,

    pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.

    Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap

    dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di

    sekolah.

    Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap,

    yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.

    5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Versi Tahun 2002 dan 2004

    Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan

    terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus

    dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini

    sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran

    matematika dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan

    merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat

    sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.

    Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum yang

    mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum

    ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari

    kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas. Dalam kurikulum

    terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan, sedangkan dalam kurikulum baru

    ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu, para murid hanya belajar pada isi

    materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para

    murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan Iptek tanpa meninggalkan

    kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antarsiswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru

    hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan

    untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, tetapi subjek dan setiap

    kegiatan siswa ada nilainya.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum
  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    23/27

    Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu

    bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah

    melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai

    respons terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi

    desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU Nomor 22 dan 25 tahun 1999

    tentang Otonomi Daerah.

    Kurikukum yang dikembangkan tersebut diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi

    (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan

    untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standarperformance yang

    telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing

    indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini

    mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu

    melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu

    dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

    Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarah pada dua pengembangan, yaitu untuk

    memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang maka pendidikan di sekolah dititipi

    seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.

    Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang

    direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara

    konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam

    arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur,

    2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah

    sebagai berikut:

    1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.

    2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.

    3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang

    dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.

    4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas

    dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.

    Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan

    tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    24/27

    mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

    Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan

    muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2)

    keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.

    Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa

    yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas

    dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan

    berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

    Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,

    yaitu:

    pemilihan kompetensi yang sesuai

    spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi

    pengembangan sistem pembelajaran

    Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur

    edukatif.

    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian

    suatu kompetensi.

    Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran

    memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan

    dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika, Kompetensi dasar

    matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang pengetahuan, keterampilan,sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak setelah siswa

    menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata pelajaran matematika. Kompetensi Dasar Mata

    Pelajaran Matematika merupakan gambaran kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui,

    dan dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    25/27

    tersebut dirumuskan untuk mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup

    kemampuan penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai

    kegunaan matematika.

    Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen

    aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun

    dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.

    Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.

    Perumusan hasil belajaradalah untuk menjawab pertanyaan, Apa yang harus siswa ketahui dan

    mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?. Hasil belajar mencerminkan

    keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat

    diukur dengan berbagai teknik penilaian.

    Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk

    menjawab pertanyaan, Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar

    yang diharapkan?. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa

    telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan

    rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran

    siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian.

    Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan

    tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja

    atau melakukan tugas lainnya.

    6. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan

    Pendidikan)

    Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

    peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan

    pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan

    diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir,

    olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.

    Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan

    tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    26/27

    manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan

    pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

    Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

    tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang

    perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasionalpendidikan, yaitu: (1)standar isi,

    (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan,

    (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar

    penilaian pendidikan.

    Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

    dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

    pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan

    Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk

    mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu

    kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.

    Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

    (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan

    tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-

    paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuahsubject matter), yaitu:

    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.

    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur

    edukatif.

    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian

    suatu kompetensi.

    Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi

    sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana

    pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan,

    visi misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga

    pengembangan silabusnya.

  • 7/22/2019 00-MASALAH PEMBELAJARAN MIPA

    27/27

    c. Kesimpulan

    Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga

    penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta

    pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini

    disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan

    pendidikan tersebut.

    Kurikulum yang mewarnai pendidikan Indonesia:

    1. Kurikulum 1968 dan sebelumnya

    2. Kurikulum 1975

    3. Kurikulum 1984

    4. Kurikulum 1994

    5. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi tahun 2002 dan 2004

    6. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP)

    Perubahan-perubahan kurikulum tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya

    perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan Iptek dalam masyarakat berbangsa dan

    bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan

    secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

    Daftar Pustaka

    Hamalik, Oemar. 2009.Dasar Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: P.T Rosdakarya