elinachrisniati

Upload: hanifa-bi-barito

Post on 20-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    1/53

    Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Kemampuan Perawat dalam

    Komunikasi Terapeutik pada Anak Usia Prasekolah di INSKA RSUP DR. Sardjito

    Elina Chrisniati1, Mariyono Sedyowinarso

    2, Fitri Haryanti

    2

    INTISARI

    Latar Belakang: Perawatan di rumah sakit menyebabkan anak menjadi cemas

    dan sering dipersepsikan oleh anak usia prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan

    merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan terhadap perlukaan muncul karena anak

    menganggap tindakan dan prosedur yang dilakukan padanya akan mengancam integritas

    tubuhnya sehingga akan menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, tidak

    mau bekerjasama dengan perawat dan ketergantungan pada orangtua. Oleh karena itu,

    penting sekali terbentuknya hubungan saling percaya antara perawat, anak dan keluarga

    melalui ketrampilan perawat dalam komunikasi terapeutik sehingga anak dan keluargabisa mengekspresikan perasaan dan pikirannya sehingga kecemasan selama proses

    perawatan bisa dikurangi.

    Tujuan penelitian: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara

    pengetahuan dan sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada

    anak usia prasekolah di INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

    Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik

    dengan rancangan cross sectionaldengan responden sebanyak 20 perawat. Penelitian ini

    dilaksanakan mulai 25 April sampai dengan 26 Mei 2006 di ruang Mawar, Matahari,

    Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito, dengan metode total sampling selama

    empat minggu dilakukan penelitian. Uji statistik dengan menggunakan rank Spearman

    dengan tingkat kepercayaan 95%.

    Hasil penelitian: Tujuh responden (35%) berpengetahuan baik, 13 responden(65%) memiliki sikap cukup baik, 18 responden (80%) memiliki kemampuan komunikasi

    cukup baik.

    Kesimpulan: Semakin tinggi pengetahuan perawat maka semakin tinggi

    kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah. Tidak ada

    hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada

    anak usia prasekolah.

    Kata kunci:pengetahuan, sikap, kemampuan, komunikasi terapeutik, prasekolah

    _______________________________

    1Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM2

    Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM

    x

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    2/53

    The Correlation Between Knowledge and Attitude with Nurses Therapeutic

    Communication Ability of Preschool Children

    In INSKA DR. Sardjito Hospital

    Elina Chrisniati1, Mariyono Sedyowinarso2, Fitri Haryanti2

    1Student of School of nursing, Medical Faculty of Gadjah Mada University2Lecturer of School of nursing, Medical Faculty of Gadjah Mada University

    ABSTRACT

    Background: Hospitalization causes anxiety in children and often be assumed by

    preschool children as a punishment, so they feel shy, guilty or terrible. They feel afraid

    about injury, because they assume that the intervention and procedure they receive willthreat their body integrity, so they give aggressive reaction like angry, rebellion,

    uncooperative and parent dependent. Therefore, it is important to create confidential

    relationship between nurses, children and parent, trough a nurse therapeutic

    communication ability, so the children and the family can express their feeling and

    opinion to decrease their anxiety during nursing process.

    Objectives: To describe the correlation between knowledge and attitude with nurses

    therapeutic communication ability of preschool children in INSKA DR. Sardjito Hospital

    Yogyakarta.

    Methods:This research was an analytic description which used cross sectionaldesign.

    This research began in April 25th

    up to May 26th

    2006. The subjects were 20 nurses of

    Mawar, Matahari, Menur and Melati room, INSKA DR. Sardjito Hospital. They were

    taken by total samplingmethod during four week of research. The statistic was tested byrank Spearmanusing Confidence Interval (CI) 95%.

    Results: Seven subjects (35%) have good knowledge, 13 subjects (65%) have good

    enough attitude, 18 subjects (80%) have good enough communication ability.

    Conclutions: The higher knowledge of nurses the higher nurses communication

    therapeutic ability. There was no correlation between attitude and nurses therapeutic

    communication ability of preschool children.

    Key word:Knowledge, attitude, therapeutic communication ability, preschool

    xi

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    3/53

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Seorang perawat yang merawat klien anak harus memiliki kemampuan

    melakukan pendekatan dan komunikasi kepada anak karena hal ini yang

    membedakannya dengan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dewasa

    (Supartini, 2004).

    Perawatan di rumah sakit menyebabkan anak menjadi cemas. Pada anak usia

    prasekolah, mereka berpikir secara egosentris, segala sesuatu berfokus pada

    aku, takut akan ketidaktahuan, komunikasi non verbal banyak digunakan, anak

    akan membuang benda yang tidak disukai dan menunjuk sesuatu bila

    menginginkannya (Sumarti, 1997). Menurut Supartini, 2004 bahwa perawatan

    anak di rumah sakit akan membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya

    karena adanya suatu pembatasan aktivitas sehingga anak merasa kehilangan

    kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit juga sering dipersepsikan anak usia

    prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau

    takut. Ketakutan terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan

    dan prosedur yang dilakukan padanya mengancam integritas tubuhnya sehingga

    akan menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal

    dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerjasama dengan perawat

    dan ketergantungan pada orang tua. Lain halnya dengan anak usia sekolah (6-12

    tahun), meskipun terjadi kehilangan kontrol tetapi reaksi terhadap perlukaan atau

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    4/53

    nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal

    karena anak usia ini sudah mampu mengkomunikasikannya. Anak usia sekolah

    juga sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri yaitu dengan

    menggigit bibir atau memegang sesuatu dengan erat.

    Hal-hal yang bisa mempengaruhi dalam proses komunikasi menurut Kariyoso,

    1994 antara lain kecakapan, pengetahuan, sikap perawat, saluran (pendengaran,

    penglihatan) perawat, dan lain-lain. Keberhasilan dari komunikasi sangat

    dipengaruhi oleh pengetahuan perawat, dimana semakin baik pengetahuan

    perawat dalam menguasai masalah akan semakin efektif komunikasi. Untuk

    mempunyai sikap yang positif dalam komunikasi terapeutik diperlukan

    pengetahuan yang baik, sebaliknya bila pengetahuan kurang, sikap yang

    ditampilkan juga kurang.

    Dari hasil penelitian yang sudah dikerjakan selama 30 tahun menunjukkan

    bahwa komunikasi yang jelek merupakan penyebab terbesar dari ketidakpuasan

    pasien (Meredith cit. Soenarto, 2000). Komunikasi terapeutik sangat penting

    sekali, antara lain pengguna layanan kesehatan merasa nyaman dan puas

    (Prabandari, 2000). Selain kepuasan pasien, komunikasi terapeutik yang efektif

    dalam praktek akan membuat pasien taat menjalankan pengobatan rasional

    (Soenarto, 2000). Teknik komunikasi juga dapat menghindarkan keluhan dan

    pengaduan atas pelayanan jasa kesehatan (Rahman et al., 2003). Perawat yang

    memiliki ketrampilan komunikasi terapeutik tidak saja akan mudah menjalin

    hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,

    memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akhirnya

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    5/53

    meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Hamid cit.Purba,

    2003).

    Lingkungan rumah sakit membangkitkan ketakutan yang tidak dapat

    dihindarkan secara total tetapi bagaimanapun harus dapat dihindarkan. Memang

    pada dasarnya kerja perawat dapat menimbulkan nyeri pada anak, misalnya

    karena suntikan (Sacharin, 1996). Pada anak usia prasekolah, reaksi terhadap

    hospitalisasi adalah regresi dan menolak untuk bekerjasama, ketakutan terhadap

    injuri tubuh seperti ketakutan terhadap pemasangan infus yang mereka anggap

    menyebabkan rusaknya kulit. Mereka menginterpretasikan hospitalisasi sebagai

    hukuman dan perpisahan dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang

    (Muscari, 1996). Oleh karena penyakit dan hospitalisasi dipandang sebagai

    hukuman, maka perawat perlu memperjelas mengapa prosedur tertentu dilakukan

    pada anak (Wong, 2003).

    Berdasarkan keadaan diatas, penting sekali terbentuknya hubungan saling

    percaya antara perawat, anak dan keluarga. Hubungan saling percaya akan

    terbentuk melalui ketrampilan perawat berkomunikasi secara efektif sehingga

    anak dan keluarga bisa mengekspresikan perasaan dan pikirannya sehingga

    kecemasan selama proses perawatan bisa dikurangi.

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2003) terdapat hubungan

    yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dalam komunikasi terapeutik pada

    anak usia prasekolah yang dirawat di ruang anak RSUD Dr. Soetomo. Sementara

    Sumarno (2003) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan dalam komunikasi

    terapeutik perawat adalah baik sekali, sementara tingkat ketrampilan komunikasi

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    6/53

    terapeutik perawat RSJ Daerah Propinsi DIY yang diukur dengan instrumen untuk

    mengukur interaksi pertama perawat dengan pasien adalah kurang. Penelitian

    Santosa (2005) didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang

    perkembangan anak usia prasekolah dengan tingkat kemampuan komunikasi

    terapeutik perawat pada anak usia prasekolah adalah tidak signifikan.

    Komunikasi merupakan kegiatan yang tidak boleh diabaikan karena

    komunikasi pasti dilakukan disetiap tindakan keperawatan yang dilakukan pada

    anak. Walaupun begitu, kadang masih ditemukan komunikasi yang kurang baik

    antara perawat-klien, terlebih lagi ketika pemantauan jarang dilakukan oleh pihak

    rumah sakit terkait. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu perawat di INSKA

    RSUP Dr. Sardjito bahwa jarang dilakukan pemantauan terhadap komunikasi

    perawat-klien. Sementara itu, mahasiswa profesi yang sedang praktek di ruang

    Matahari mengatakan bahwa perawat belum sepenuhnya melakukan komunikasi

    sesuai dengan tahapan komunikasi terapeutik, misalnya pada tahap orientasi

    perawat belum menjelaskan tujuan dilakukannya tindakan dan baru dijelaskan jika

    klien bertanya. Menurut keterangan salah seorang perawat di ruang Matahari

    bahwa sejak akhir tahun 2005 sampai sekarang pasien selalu penuh, bahkan

    antrian banyak. Ruang Mawar dan Matahari masing-masing memiliki satu ruang

    tindakan dan masing-masing terdapat tujuh kamar dengan tiap kamar ada tiga

    tempat tidur sehingga jumlah pasien tiap ruang ada 21 pasien dengan masing-

    masing terdapat satu anggota keluarga yang menunggui pasien. Sementara ruang

    Menur dan Melati terbagi dalam kelas I, II, dan VIP. Dengan melihat

    kondisi/situasi tersebut dimungkinkan akan mempengaruhi baik/tidaknya

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    7/53

    komunikasi yang dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mempelajari

    kembali hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kemampuan perawat

    dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah, dimana penelitian ini

    akan peneliti lakukan di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA

    RSUP DR. Sardjito Yogyakarta .

    B. Rumusan Masalah Penelitian

    Berdasar latar belakang yang ada, maka peneliti mengangkat masalah

    penelitian sebagai berikut:

    Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kemampuan

    perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah yang dirawat di

    ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito

    Yogyakarta ?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kemampuan

    perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah yang dirawat

    di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito

    Yogyakarta.

    2.

    Tujuan Khusus

    Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    8/53

    a.Tingkat pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia

    prasekolah yang dirawat di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati

    INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta .

    b.Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah yang

    dirawat di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR.

    Sardjito Yogyakarta .

    c.Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia

    prasekolah yang dirawat di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati

    INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta .

    D. Manfaat Penelitian

    1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

    Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kekayaan ilmu pengetahuan

    mengenai komunikasi terapeutik terutama pada anak usia prasekolah dan

    dapat digunakan untuk penelitian lanjutan.

    2. Bagi institusi rumah sakit

    Dapat digunakan sebagai bahan untuk mengambil kebijakan mengenai

    komunikasi terapeutik terutama dalam menghadapi klien anak dan keluarga.

    3. Bagi institusi pendidikan

    Sebagai masukan dalam proses belajar mengajar, terutama mengenai

    kemampuan komunikasi terapeutik yang harus dimiliki oleh mahasiswa.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    9/53

    4. Bagi pelaksana keperawatan.

    Dapat mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam

    komunikasi terapeutik dengan klien sehingga diharapkan dapat meningkatkan

    kemampuan dalam berkomunikasi.

    E. Keaslian Penelitian

    Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya

    adalah:

    1. Hidayat (2003) dengan judul Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap

    Perawat dalam Komunikasi Terapeutik pada anak usia Prasekolah di ruang

    anak RS Dr. Soetomo Surabaya. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti

    lakukan adalah tempat penelitian dan instrumen yang digunakan. Pada

    penelitian ini peneliti menambah dengan metode observasi, dimana pada

    penelitian sebelumnya, metode yang digunakan adalah dengan pemberian

    kuesioner tanpa observasi.

    2. Santosa (2005), melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan

    tentang Perkembangan dengan Kemampuan Komunikasi Terapeutik Perawat

    pada Anak Usia Prasekolah di Ruang Anggrek RSD Panembahan Senopati

    Bantul. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

    pengetahuan tentang perkembangan dengan kemampuan komunikasi

    terapeutik perawat pada anak usia prasekolah di ruang anggrek RSD

    Panembahan Senopati Bantul. Sampel yang digunakan adalah semua perawat

    di ruang anggrek yang berjumlah 12 orang. Jenis penelitian yang digunakan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    10/53

    adalah deskriptif analitik dengan instrumen berupa kuesioner dan observasi.

    Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada fokus utama

    penelitian, dimana pada penelitian tersebut fokus utamanya adalah

    pengetahuan perawat tentang perkembangan anak usia prasekolah, sedangkan

    pada penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi pada

    anak.

    3. Saptomo (2006), melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat

    Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik dengan Pelaksanaan

    Interaksi Perawat-Klien di IRNA III Wijaya Kusuma RS DR. Sardjito

    Yogyakarta. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada

    jenis penelitian dan uji korelasi yang digunakan. Sedangkan perbedaan dengan

    penelitian yang peneliti lakukan terletak pada populasi, tempat dan waktu

    pelaksanaan penelitian.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    11/53

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Telaah Pustaka

    1. Komunikasi terapeutik

    Komunikasi terapeutik menurut Prabandari, 2000 adalah pengiriman pesan

    antara pengirim dan penerima pesan dengan interaksi antara keduanya yang

    bertujuan untuk memberikan pengobatan atau menyembuhkan.

    Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan,

    penerima pesan, pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu

    (pengirim dan penerima) adalah komunikasi yang akan memberikan efek pada

    perilaku. Pesan yang disampaikan dapat verbal maupun nonverbal (Keliat,

    1996).

    2. Teknik komunikasi terapeutik

    Teknik komunikasi terapeutik yang diterapkan ke klien ada berbagai

    macam, menurut Stuart and Sundeen, 1995, antara lain:

    a.

    Mendengar (listening), beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk

    bicara, dengan mendengar secara aktif, perawat mengetahui perasaan

    klien.

    b.

    Pertanyaan terbuka (broad opening), yaitu dengan memberi kesempatan

    pada klien untuk memilih.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    12/53

    c. Mengulang (restating), berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan

    memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

    d. Klarifikasi, dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau

    informasi yang diperoleh tidak lengkap.

    e. Refleksi, yaitu dengan mengembalikan ide, perasaan dan pertanyaan

    kepada klien.

    f. Memfokuskan, yaitu menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih

    spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.

    g. Membagi persepsi, yaitu dengan meminta pendapat klien tentang hal yang

    perawat rasakan dan pikirkan.

    h. Identifikasi tema, berguna untuk meningkatkan pengertian dan

    mengeksplorasi latar belakang masalah yang dialami klien.

    i.

    Diam (silence), bertujuan untuk memberi kesempatan berpikir dan

    memotivasi klien untuk bicara.

    j. Informing, yaitu memberi informasi dan fakta untuk pendidikan

    kesehatan.

    k. Saran, yaitu memberi alternatif ide pemecahan masalah.

    3. Tahapan dalam komunikasi terapeutik dengan anak

    Menurut Hidayat, 2005 bahwa dalam berkomunikasi terapeutik pada anak

    meliputi tahapan:

    a.

    Tahap Preinteraksi. Pada tahap ini, perawat bertugas mengumpulkan data

    tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang tua

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    13/53

    tentang masalah atau latar belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan,

    dan membuat rencana pertemuan dengan klien.

    b. Tahap Orientasi / Perkenalan. Tugas perawat adalah memberikan salam

    dan tersenyum pada klien, melakukan validasi (kognitif, afektif,

    psikomotor), mencari kebenaran data yang ada dengan wawancara,

    memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama panggilan kesukaan

    klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan,

    menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan

    menjelaskan kerahasiaan.

    c.

    Tahap Kerja. Pada tahap ini perawat memberi kesempatan pada klien

    untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai dengan cara yang

    baik dan melakukan tindakan sesuai dengan rencana.

    d. Tahap Terminasi. Perawat menyimpulkan hasil wawancara (evaluasi proses

    dan hasil), memberi reinforcement positif, merencanakan tindak lanjut

    dengan klien, melakukan kontrak selanjutnya (waktu, tempat, topik) dan

    mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

    4. Definisi pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan

    penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

    pancaindera dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

    dan telinga.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    14/53

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

    membentuk tindakan seseorang (overt behavior)(Notoatmodjo, 2003).

    Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

    (Notoatmodjo, 2003), yakni:

    a. Tahu (Know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya. Termasuk dalam tingkat ini adalah mengingat kembali

    (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

    rangsangan yang telah diterima.

    b.

    Memahami (comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

    benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

    tersebut secara benar.

    c.

    Aplikasi (Application)

    Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

    dipelajari pada situasi dan kondisi riil.

    d. Analisis (Analysis)

    Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam

    komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut.

    e. Sintesis (Synthesis)

    Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di

    dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain adalah

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    15/53

    kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

    yang ada.

    f. Evaluasi (Evaluation)

    Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

    terhadap suatu materi atau objek.

    5. Sikap perawat dalam komunikasi

    Beberapa sikap dalam komunikasi antara lain:

    a. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah bahwa komunikator siap untuk

    berkomunikasi.

    b. Mempertahankan kontak mata. Kegiatan ini bertujuan untuk menghargai

    klien dan mengatakan adanya keinginan untuk tetap berkomunikasi.

    c.

    Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk

    mengatakan atau mendengar sesuatu.

    d. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan

    menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

    e. Tetap rileks. Sikap ini menunjukkan adanya keseimbangan antara

    ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien selama

    komunikasi (Hidayat, 2005).

    Sikap fisik klien dapat pula disebut sebagai perilaku nonverbal, yang perlu

    dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku nonverbal

    yang dikemukakan oleh Clunn, 1991 yang perlu diketahui dalam merawat

    anak adalah:

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    16/53

    a. Gerakan mata. Gerakan mata ini dipakai untuk memberikan perhatian.

    Gerakan mata merupakan cara interaksi ibu dan anak, dimana proses

    pendidikan dan sosialisasi untuk pertama kalinya diajarkan melalui kontak

    mata.

    b. Ekspresi muka, biasanya dipakai sebagai bahasa nonverbal dan banyak

    dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari

    ekspresi muka tanpa ia sadari.

    c. Sentuhan. Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar karena

    dengan sentuhan akan memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui.

    Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang

    menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perasaan dan

    kemandirian. Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi

    dalam memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari

    dapat mengembangkan hal yang sama baginya (Keliat, 1996).

    Disamping sikap seperti diatas, ada beberapa sikap terapeutik yang lain

    dalam komunikasi terapeutik diantaranya:

    a. Sikap kesejatian

    Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri

    kita yang sebenarnya (Smith, 1992). Penggunaan kesejatian yang efektif

    oleh perawat menurut Leddy dan Pepper cit.Nurjannah, 2001 adalah:

    1)

    Perawat harus menghindari membuka diri terlalu dini sampai dengan

    klien menunjukkan kesiapan untuk berespon positif terhadap

    keterbukaan.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    17/53

    2) Jika kepercayaan telah didapatkan, perawat dapat menjadi lebih

    terbuka dan spontan untuk dapat melakukan empati dan respek.

    3) Perawat harus menghindari membuka diri dalam rangka memanipulasi,

    memberikan nasehat atau mempengaruhi klien untuk mendapatkan apa

    yang menjadi tujuan perawat.

    b. Sikap empati

    Menurut Smith (1992), empati adalah kemampuan menempatkan diri kita

    pada posisi orang lain, serta memahami bagaimana perasaan orang lain

    dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam

    emosi orang lain.

    Dalam melakukan empati perawat hendaknya:

    1) Membersihkan pikiran kita dari agenda yang mengganggu

    (kekhawatiran, tekanan kerja, hutang, , atau apapun yang

    mengganggu pikiran kita).

    2) Mendengarkan apa yang disampaikan komunikan dengan maksud

    dimengerti.

    3) Mengkonsentrasikan pesan verbal dan non verbal untuk mengerti

    perasaan dan alasan reaksi klien.

    4) Mengatakan pada diri sendiri, klien ini ingin saya mendengar apa

    darinya.

    5)

    Menyampaikan respon empatik seperti keakuratan, kejelasan dan

    kehangatan.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    18/53

    c. Sikap Hormat / Respek

    Merupakan perilaku yang menunjukkan kepedulian / perhatian, rasa suka

    dan menghargai klien. Sikap hormat ditunjukkan dengan melihat ke arah

    klien, memberikan perhatian yang tidak terbagi, memelihara kontak mata,

    senyum pada saat yang tepat, bergerak ke arah klien, menentukan sapaan

    yang disukai dan jabat tangan atau sentuhan yang lembut.

    d. Sikap kongkrit

    Merupakan sikap dengan menggunakan terminologi yang spesifik dan

    bukan abstrak pada saat berdiskusi dengan klien mengenai perasaan,

    pengalaman dan tingkah lakunya. Sikap kongkrit dapat ditunjukkan

    dengan menggunakan sesuatu yang nyata melalui orang ketiga (orang tua)

    dan dapat menggunakan alat bantu seperti gambar, mainan, dan lain-lain

    (Hidayat, 2005).

    6. Cara komunikasi dengan anak secara umum

    Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak

    antara lain:

    a.

    Melalui orang lain atau pihak ketiga, dalam hal ini adalah orang tua

    dengan tujuan dapat menumbuhkan kepercayaan diri anak.

    b. Bercerita.

    Cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan

    disampaikan.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    19/53

    c. Memfasilitasi.

    Dalam memfasilitasi, perawat harus mampu mengekspresikan perasaan

    dan tidak boleh dominan dan anak harus diberi respon terhadap pesan yang

    disampaikan.

    d. Biblioterapi, yaitu dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai

    dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.

    e. Meminta untuk menyebutkan keinginan

    Dengan cara ini dapat diketahui keluhan dan keinginan anak yang dapat

    menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.

    f.

    Pilihan pro dan kontra, yaitu dengan menunjukkan pada situasi yang

    menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat

    anak.

    g.

    Penggunaan skala, digunakan dalam mengungkapkan perasaan nyeri,

    cemas, sedih dan lain-lain dengan menganjurkan anak mengekspresikan

    perasaan sakitnya.

    h. Menulis, biasanya digunakan untuk mengekspresikan perasaan sedih,

    marah dan jengkel.

    i.

    Menggambar. Perasaan sedih, marah juga bisa diungkapkan oleh anak

    dengan menggambar.

    j. Bermain

    Bermain adalah alat yang efektif dalam komunikasi dengan anak, melalui

    ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan keluarga bisa terjalin

    (Hidayat, 2005).

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    20/53

    7. Cara komunikasi pada anak usia prasekolah

    Pada usia ini, anak memiliki sifat egosentris, rasa ingin tahunya sangat

    tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah

    merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi

    harus berpusat pada dirinya, takut pada ketidaktahuan dan masih belum fasih

    berbicara (Behrman et al., 1996).

    Adapun cara berkomunikasi dengan anak usia prasekolah menurut

    Hidayat, 2005 adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya,

    memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang

    akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lembut, jika tidak dijawab

    harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap

    mendesak untuk dijawab seperti kata-kata jawab dong, mengalihkan

    aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan

    maksud anak mudah diajak komunikasi, mengatur jarak interaksi dimana

    perawat dalam berkomunikasi dengan anak hendaknya mengatur jarak, adanya

    kesadaran diri dimana perawat harus menghindari konfrontasi langsung,

    duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara nonverbal perawat selalu

    memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh

    anak tanpa disetujui anak, berjabat tangan dengan anak merupakan cara untuk

    menghilangkan perasaan cemas, dalam menggali perasaan dan pikiran anak

    dapat dilakukan dengan mengungkapkan melalui menggambar, bercerita,

    menulis, dan lain-lain.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    21/53

    Sedangkan menurut Keliat (1996), perawat juga perlu mempelajari tanda

    kontrol perilaku yang rendah pada anak untuk mencegah temper tantrum

    (suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol). Perawat

    menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika

    rangsangan meningkat dan jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka

    kontak mata di mulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.

    8. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi

    Menurut Hidayat (2005), komunikasi dapat dipengaruhi oleh:

    a. Pendidikan

    Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi

    dan makin bagus pengetahuan yang dimiliki sehingga penggunaan

    komunikasi dengan anak dapat efektif dilaksanakan.

    b. Pengetahuan

    Apabila pengetahuan seseorang cukup, maka informasi yang disampaikan

    akan jelas dan mudah diterima oleh penerima tetapi apabila pengetahuan

    kurang maka akan menghasilkan informasi yang kurang. Kariyoso (1994)

    juga mengungkapkan bahwa semakin dalam komunikator menguasai

    masalah akan semakin baik dalam memberikan uraian-uraiannya.

    c. Sikap

    Seseorang yang memiliki sikap yang kurang baik akan menyebabkan

    pendengar kurang percaya terhadap komunikator, demikian sebaliknya

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    22/53

    apabila dalam komunikasi memperlihatkan sikap yang baik maka dapat

    menunjukkan kepercayaan dari penerima pesan atau informasi.

    d. Usia tumbuh kembang

    Semakin tinggi usia perkembangan anak, kemampuan dalam komunikasi

    semakin kompleks dan sempurna.

    e. Status kesehatan anak

    Anak dengan kondisi sakit atau gangguan psikologis akan cenderung pasif

    dan kurang komunikatif.

    f. Sistem sosial

    Budaya yang berbeda akan mempengaruhi proses komunikasi.

    g. Saluran

    Intonasi suara, sikap tubuh, dan sebagainya akan mempengaruhi proses

    komunikasi.

    h. Lingkungan

    Lingkungan yang baik atau tenang akan berdampak berhasilnya tujuan

    komunikasi, demikian sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan

    memberikan dampak yang kurang.

    Ada juga hal-hal lain yang mempengaruhi komunikasi terapeutik, seperti

    emosi perawat, Jenis kelamin, nilai, perbedaan persepsi, peran dan hubungan,

    dan sebagainya ( Potter and Perry, 1993).

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    23/53

    B. Landasan Teori

    Komunikasi merupakan alat utama bagi perawat dalam memberikan

    asuhan keperawatan untuk membentuk hubungan saling percaya dengan anak dan

    keluarga sehingga pelayanan kesehatan anak dapat berhasil secara keseluruhan

    (Sumarti, 1997).

    Komunikasi pada anak dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain

    pendidikan, pengetahuan, sikap, usia tumbuh kembang, status kesehatan anak,

    sistem sosial, saluran, dan lingkungan (Hidayat, 2005).

    Menurut Kariyoso (1994), bahwa keberhasilan komunikasi sangat

    dipengaruhi oleh pengetahuan perawat, dimana semakin baik pengetahuan

    perawat dalam menguasai masalah akan semakin efektif komunikasi. Untuk

    mempunyai sikap positif dalam komunikasi terapeutik diperlukan pengetahuan

    yang baik, sebaliknya bila pengetahuan kurang sikap yang ditampilkan juga

    kurang. Oleh karena itu perawat perlu memahami dan mempunyai ketrampilan

    (kemampuan) dalam komunikasi terapeutik dengan anak dan keluarga sehingga

    mereka mampu mengekspresikan perasaan dan pikirannya sehingga kecemasan

    selama proses perawatan bisa dikurangi (Sumarti, 1997).

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    24/53

    C. Kerangka Teori

    Komunikan

    (anak)

    - Usia

    - Status

    kesehatan

    Faktor

    Internal

    - Lingkungan

    - Saluran

    - Sistem sosial

    Faktor

    Eksternal

    Faktor-faktor yang

    mempengaruhi

    komunikasi

    terapeutik

    Komunikator

    (perawat)

    - Pengetahuan

    -

    Sikap: kesejatian,empati, hormat,

    kongkrit.

    - Lama bekerja

    (pengalaman)

    - Kondisi psikologis

    (emosi)

    - Jenis kelamin

    - Nilai

    Kemampuan

    komunikasi dengan

    anak prasekolah

    Gambar 1. Skema Kerangka Teori

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    25/53

    D. Kerangka Konsep Penelitian

    Pengetahuan perawat dalam

    komunikasi terapeutik

    Sikap perawat dalam

    komunikasi terapeutik

    Kemampuan

    komunikasi terapeutik

    perawat pada anak

    prasekolah

    Perawat

    Gambar 2. Skema Kerangka Konsep Penelitian

    E.

    Hipotesis Penelitian

    1. Semakin tinggi pengetahuan perawat maka semakin tinggi kemampuan

    perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah.

    2.

    Semakin baik sikap perawat maka kemampuan perawat dalam komunikasi

    terapeutik pada anak prasekolah semakin tinggi.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    26/53

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan rancangan

    penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, artinya pengamatan atau

    pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat, pada tempat dan waktu

    yang telah ditentukan.

    B.

    Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi dan sampel penelitian pada penelitian ini adalah:

    1. Populasi penelitian.

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang

    Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

    2. Sampel penelitian.

    Pengambilan sampel dengan menggunakan metode total samplingselama

    empat minggu dilakukan penelitian, yaitu perawat yang bekerja di ruang

    Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta

    dengan kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan

    atau layak untuk diteliti.

    a.

    Kriteria inklusi dalam penelitian ini:

    1)

    Perawat tetap yang bekerja di ruang Mawar, Matahari, Menur dan

    Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    27/53

    2) Perawat yang merawat anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat

    di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR.

    Sardjito Yogyakarta

    3) Perawat dengan latar belakang pendidikan D III keperawatan

    4) Perawat yang melakukan tindakan infus pada anak dengan kriteria

    sadar, tidak mempunyai gangguan panca indera dan tidak dalam

    keadaan kritis

    5) Perawat yang bersedia untuk diteliti

    b.

    Kriteria eksklusi dalam penelitian ini:

    1) Kepala ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati

    2) Perawat yang sedang sakit atau cuti.

    3)

    Mahasiswa praktek yang melakukan tindakan infus dengan teknik

    komunikasi terapeutik

    C. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 April 2006 - 26 Mei 2006 di ruang

    Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    28/53

    D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

    1.

    Variabel penelitian

    Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu:

    a. Variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan perawat dan sikap perawat

    b. Variabel tergantung yaitu kemampuan perawat dalam komunikasi

    terapeutik pada anak prasekolah

    2. Definisi Operasional

    a. Pengetahuan adalah ilmu atau pengetahuan tentang cara komunikasi

    terapeutik yang dimiliki oleh perawat di ruang Mawar, Matahari, Menur

    dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, diukur dengan

    kuesioner, menggunakan skala ordinal.

    b. Sikap adalah cara berperilaku dalam komunikasi terapeutik pada anak usia

    prasekolah yang dimiliki oleh perawat di ruang Mawar, Matahari, Menur

    dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, diukur dengan

    kuesioner, menggunakan skala ordinal.

    c. Kemampuan komunikasi terapeutik adalah kesanggupan melakukan

    tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam mempraktekkan prosedur

    komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah di ruang Mawar,

    Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta,

    diukur dengan check listobservasi, menggunakan skala ordinal.

    d.

    Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh perawat

    terhadap anak usia prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan

    Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta dengan menggunakan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    29/53

    langkah proses komunikasi terapeutik terdiri dari preinteraksi, orientasi,

    kerja, dan terminasi.

    E. Alat Ukur Penelitian

    1. Lembar observasi

    Untuk mengetahui kemampuan komunikasi perawat dalam menerapkan

    teknik komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah dengan mengadakan

    observasi. Instrumen observasi diambil dari check list panduan interaksi

    perawat-klien (Nurjannah, 2001), yang berisi tahap-tahap komunikasi

    terapeutik mulai dari tahap pre interaksi sampai terminasi.

    Pemberian skor adalah sebagai berikut: Dilakukan dengan sempurna

    skor 2, Dilakukan tidak sempurna skor 1, dan Tidak dilakukan skor 0.

    Kemudian hasil tersebut digolongkan menjadi 76100% (Baik), nilai 56-75%

    (Cukup), nilai 4055% ( Kurang baik) dan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    30/53

    Untuk mengukur tingkat pengetahuan perawat, responden diberikan soal

    sebanyak 40 pertanyaan dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang

    dianggap paling benar pada pilihan jawaban A, B, C, D.

    Pemberian skor untuk jawaban benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban

    salah diberi nilai 0 (nol). Nilainya adalah prosentase benar dari seluruh soal.

    Hasil tersebut kemudian digolongkan menjadi 76100% (Baik), nilai 56-75%

    (Cukup), nilai 4055% ( Kurang baik) dan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    31/53

    Untuk mengukur sikap digunakan skala model Likert. Responden

    diberikan kuesioner yang terdiri dari 34 pernyataan, yaitu 19 pernyataan

    favorable dan 15 pernyataan un favorable. Pernyataan favorable diberikan

    skor 1 untuk STS, 2 untuk jawaban TS, skor 3 untuk jawaban S dan skor 4

    untuk jawaban SS. Untuk pernyataan un favorable pemberian skor 4 untuk

    STS, 3 untuk TS, skor 2 untuk S dan skor 1 untuk jawaban SS, kemudian hasil

    yang diperoleh digolongkan menjadi 76100% (Baik), nilai 56-75% (Cukup),

    nilai 4055% (Kurang baik) dan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    32/53

    F. Validitas dan Reliabilitas

    Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan pada sampel

    sebanyak 20 responden perawat yang dipilih sekaligus sebagai sampel penelitian

    dikarenakan terbatasnya sampel sehingga memakai uji terpakai.Uji ini dilakukan

    pada tanggal 25 April 26 Mei 2006 di ruang Mawar, Matahari, Menur dan

    Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.

    Instrumen kuesioner akan di uji validitasnya dengan analisis butir dengan

    rumus korelasi Product-Moment dari Pearson (Arikunto, 2002), dengan rumus:

    rxy=)}()}{({

    ))((

    2222

    YYNXXN

    YXXYN

    rxy : koefisien validitas

    N : jumlah responden

    X : skor butir tiap nomor

    Y : skor total

    Analisa butir dengan mengkorelasikan nilai X dengan nilai Y. Dengan

    diperolehnya indeks validitas setiap butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir

    manakah yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya (Arikunto, 2002).

    Sebagai kriteria pemilihan item berdasar korelasi item-total, peneliti gunakan

    batasan menurut Azwar, 2003 yaitu rix > 0,30.

    Hasil uji korelasi dari 40 pertanyaan pengetahuan, didapatkan 18 soal valid

    dengan rentang nilai koefisien korelasi 0,301 sampai 0,740 dan 22 soal tidak

    valid, kemudian soal yang tidak valid tidak dipakai. Dari 18 soal pertanyaan telah

    mewakili keseluruhan komponen soal. Sementara untuk pernyataan sikap, dari 34

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    33/53

    pernyataan didapatkan 17 soal valid dengan rentang nilai koefisien korelasi 0,308

    sampai 0,670 dan 17 soal tidak valid, kemudian soal yang tidak valid dibuang.

    Dari 17 pernyataan sikap telah mewakili keseluruhan komponen soal.

    Sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

    pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2002), atau bisa

    dikatakan sebuah instrumen reliabel jika instrumen itu dapat melakukan apa yang

    seharusnya dilakukan dengan cara yang sama (Dempsey cit. Sastroasmoro &

    Ismail, 1995).

    Pada penelitian ini, untuk menguji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan

    akan digunakan rumus Spearman-Brown (teknik belah dua), yaitu:

    =11r)1(

    2

    2/12/1

    2/12/1

    r

    r

    +

    Keterangan:

    11r : reliabilitas instrumen

    2/21/1r : indeks korelasi antara dua belahan instrumen )( xyr

    Hasil yang diperoleh setelah dilakukan uji dengan menggunakan rumus

    diatas yaitu r = 0,738 sehingga kuesioner tersebut reliabel.

    Untuk reliabilitas kuesioner sikap akan digunakan rumus Alpha, yaitu:

    =

    2

    1

    2

    11 11

    b

    k

    kr

    Keterangan:

    11r : reliabilitas instrumen

    banyaknya butir pertanyaan/banyaknya soal:k

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    34/53

    jumlah varians butir:2 b

    varians total:21

    Hasil yang diperoleh setelah dilakukan uji dengan menggunakan rumus diatas

    yaitu r = 0,8587 sehingga kuesioner tersebut reliabel.

    Instrumen observasi diuji cobakan dengan melakukan pengamatan bersama

    antara peneliti dengan observer pada saat responden berinteraksi dengan klien saat

    pemasangan infus. Hasil pengamatan tersebut kemudian dilakukan uji reliabilitas

    pengamatan (toleransi perbedaan). Untuk menentukan toleransi perbedaan

    pengamatan digunakan teknik pengetesan reliabilitas pengamatan dengan

    menggunakan rumus H.J.X Fernandes dimodifikasi oleh Arikunto (Arikunto,

    2002)

    Rumus:21

    2

    NN

    S

    KK +=

    Keterangan:

    KK: koefisien kesepakatan

    S : sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama

    : jumlah kode yang dibuat oleh pengamat I1N

    : jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II2N

    Sebagai patokan kasar dapat ditentukan ukuran indeks reliabilitas, yaitu 0,59

    merupakan reliabilitas rendah, 0,600,89 merupakan reliabilitas sedang, 0,901,00

    merupakan reliabilitas tinggi (Danim, 2000). Dari pengolahan data diperoleh

    koefisien kesepakatan observer I sebesar 0,823 dan koefisien kesepakatan dengan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    35/53

    observer II sebesar 0,94 sehingga observer dinyatakan layak untuk melakukan

    observasi.

    G. Cara Pengumpulan Data

    1. Observasi

    Observasi terhadap komunikasi terapeutik oleh perawat dilakukan oleh

    peneliti bersama observer yang telah dilatih sebelumnya dan memiliki nilai

    koefisien kesepakatan yang memadai. Observer adalah mahasiswa ilmu

    keperawatan yang sudah pernah mendapatkan mata ajar Komunikasi

    Keperawatan, yang masing-masing melakukan pengamatan secara langsung

    terhadap komunikasi perawat-klien saat melakukan pemasangan infus.

    Observasi dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali pengamatan untuk tiap

    responden yang diamati dengan menggunakan check listpanduan komunikasi

    terapeutik. Hasil observasi dicatat dalam check list yang disediakan segera

    setelah dilaksanakan pengamatan untuk menghindari lupa.

    2. Kuesioner

    Kuesioner yang digunakan adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan

    perawat dan sikap perawat dalam komunikasi terapeutik. Kuesioner dibagikan

    kepada responden yang sudah diobservasi. Kuesioner yang telah terisi

    kemudian dikumpulkan kembali oleh peneliti.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    36/53

    H. Jalannya Penelitian

    Jalannya penelitian ini melalui beberapa tahapan pelaksanaan yang dapat

    diuraikan sebagai berikut:

    1. Tahap persiapan

    Tahap persiapan dimulai dengan studi pendahuluan yang dilanjutkan

    dengan penyusunan proposal guna memberikan rencana dan arah penelitian.

    Kemudian proposal penelitian diseminarkan pada tanggal 14 Maret 2006 dan

    selanjutnya diadakan perbaikan. Setelah proposal disetujui kemudian

    dilakukan pengurusan ijin untuk melakukan penelitian dari fakultas yang

    dilanjutkan ke RSUP DR. Sardjito.

    2. Tahap pelaksanaan

    Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dengan pengumpulan data yang

    dilaksanakan tanggal 25 April 26 Mei 2006. Pengumpulan data dibantu oleh

    dua orang observer yang sebelumnya diberikan pelatihan dan penjelasan

    mengenai tujuan, prosedur pengumpulan data dan persamaan persepsi. Dari

    hasil uji kesepakatan observer didapatkan hasil bahwa observer reliabel

    dengan angka koefisien kesepakatan observer I sebesar 0,823 dan koefisien

    kesepakatan dengan observer II sebesar 0,94 sehingga observer dinyatakan

    layak untuk melakukan observasi. Setelah lembar observasi dibagikan

    kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data berupa observasi kemampuan

    perawat dalam komunikasi terapeutik. Lembar observasi yang

    berisi tahap-tahap komunikasi terapeutik diamati tanpa memperhatikan urutan

    yang dilakukan responden. Perawat dalam melakukan tindakan pemasangan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    37/53

    infus bekerja secara bersama-sama sehingga penilaian terhadap satu responden

    adalah diambil dari keseluruhan yang dilakukan oleh tim. Observasi ada yang

    hanya berhasil dilakukan sebanyak dua kali pengamatan sehingga

    kemungkinan akan mempengaruhi hasil. Kuesioner kemudian dibagikan

    kepada responden yang sudah diobservasi. Pembagian kuesioner dilakukan

    oleh peneliti sendiri dengan cara ditunggui dan sebagian lagi berkeberatan

    untuk ditunggui dengan alasan terlalu sibuk. Kuesioner yang telah terisi

    kemudian dikumpulkan kembali oleh peneliti.

    Setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan editing dan pengolahan

    data dengan bantuan komputer.

    3. Tahap penyelesaian

    Setelah dilakukan pengolahan data secara statistik, kemudian dilakukan

    penyusunan laporan keseluruhan karya tulis ilmiah.

    I. Analisis Data

    Analisis statistik yang digunakan adalah:

    1. Analisis Univariat

    Analisis dilakukan terhadap masing-masing variabel hasil penelitian,

    penyajian dalam bentuk tabel dan prosentase dari tiap variabel.

    2. Analisis Bivariat

    Analisis dilakukan dengan menggunakan rumusRank Spearman.Analisis

    ini dilakukan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara dua variabel

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    38/53

    dari data berskala ordinal (Danapriatna & Setiawan, 2005). Rumus yang

    digunakan adalah:

    )1(

    61

    2

    2

    =

    nn

    drs

    Keterangan:

    :rs nilai korelasi rank Spearman

    :n jumlah pasangan data

    :d selisih setiap pasangan rangking.

    Untuk mengetahui keeratan hubungan tersebut peneliti menggunakan

    pedoman interpretasi koefisien korelasi menurut Sugiono, 2005 yang dapat

    dilihat pada tabel dibawah ini.

    Tabel 4.

    Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasiInterval Koefisien Tingkat Hubungan

    0,00 - 0,199

    0,20 - 0,399

    0,40 - 0,599

    0,60 - 0,799

    0,80 - 1,000

    Sangat rendah

    Rendah

    Sedang

    Kuat

    Sangat kuat

    J. Kelemahan Dan Kesulitan Penelitian

    1. Kelemahan :

    a. Sampel yang digunakan sangat terbatas karena jumlah perawat sebagai

    subyek yang terbatas pula sehingga hasilnya tidak bisa digunakan untuk

    mewakili populasi yang lain diluar lokasi penelitian.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    39/53

    b. Keterbatasan jumlah pasien yang masuk dalam kriteria inklusi sehingga

    observasi yang rencananya dilakukan tiga kali, ada yang hanya berhasil

    dua kali saja sehingga kemungkinan mempengaruhi hasil.

    c. Kemungkinan terjadi bias sangat besar mengingat ada responden yang

    mengisi kuesioner tanpa ditunggu oleh peneliti.

    2. Kesulitan :

    a. Jumlah item soal cukup banyak sehingga membuat responden jenuh dan

    merasa agak keberatan untuk menyelesaikannya.

    b. Karena tenaga observer yang sangat terbatas, observasi hanya dilakukan

    pada pagi hingga sore hari, sehingga kemungkinan ada calon responden

    yang lolos tidak teramati pada malam hari.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    40/53

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta,

    meliputi ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati. Jenis penyakit yang dirawat

    meliputi penyakit infeksi dan non infeksi. Masing-masing ruang memiliki ruang

    tindakan. Pelaksanaan tindakan infus bisa dilaksanakan di ruang tindakan maupun

    ditempat tidur pasien. INSKA sudah dilengkapi dengan ruang bermain dan ruang

    siaran radio untuk anak.

    1. Karakteristik Responden Perawat

    Karakteristik responden perawat yang menjadi sampel dalam penelitian

    akan dipaparkan dalam tabel 5 berikut ini.

    Tabel 5.

    Karakteristik responden

    No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)

    1. Jenis Kelamin

    Laki-laki

    Wanita

    0

    20

    0

    100

    2. Umur

    21-30 tahun

    31-40 tahun

    41-50 tahun>50 tahun

    7

    6

    43

    35

    30

    2015

    3. Masa Kerja

    10 tahun

    3

    8

    9

    15

    40

    45

    Jumlah 20 100

    Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    41/53

    Berdasar tabel 5 dapat dilihat bahwa semua responden yaitu 20 orang

    responden adalah berjenis kelamin wanita (100%). Umur dari responden

    bervariasi antara 22 tahun sampai 53 tahun. Dari tabel didapatkan responden

    sebagian besar pada rentang umur 21- 30 tahun sebanyak tujuh orang (35%).

    Dari tabel tersebut juga didapatkan karakteristik responden menurut masa

    kerja masing-masing responden. Dari data diperoleh sebagian besar responden

    mempunyai masa kerja >10 tahun ada sembilan orang (45%).

    Dari 20 responden, hanya lima orang (20%) yang secara tertulis

    menyatakan telah mendapatkan pelatihan komunikasi terapeutik.

    2.

    Tingkat pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik

    Dari data yang diperoleh didapatkan hasil tingkat pengetahuan perawat

    dalam komunikasi terapeutik di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati

    INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta yang akan dipaparkan dalam tabel

    berikut.

    Tabel 6.

    Tingkat pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik

    No. Kategori Jumlah Persentase (%)

    1.

    2.

    3.

    4.

    Baik

    Cukup

    Kurang

    Tidak Baik

    7

    5

    4

    4

    35

    25

    20

    20Jumlah 20 100

    Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)

    Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa variasi skor tingkat pengetahuan

    tersebar pada semua kategori. Namun jumlah terbanyak yaitu sejumlah tujuh

    orang (35%) mempunyai pengetahuan yang baik.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    42/53

    3. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik

    Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik di ruang Mawar, Matahari,

    Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 7.

    Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik

    No. Kategori Jumlah Persentase (%)

    1.

    2.

    3.

    4.

    Baik

    Cukup

    Kurang

    Tidak Baik

    7

    13

    0

    0

    35

    65

    0

    0

    Jumlah 20 100

    Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)

    Dari tabel 7 diatas ditampilkan perolehan nilai sikap perawat dalam

    komunikasi terapeutik dimana sebagian besar yaitu 13 orang (65%) memiliki

    sikap cukup baik.

    4. Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik

    Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia

    prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR.

    Sardjito dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.

    Tabel 8.

    Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah

    No. Kategori Jumlah Persentase (%)

    1.

    2.3.

    4.

    Baik

    CukupKurang

    Tidak Baik

    1

    163

    0

    5

    8015

    0

    Jumlah 20 100

    Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)

    Berdasar tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yaitu

    16 orang (80%) mempunyai kemampuan komunikasi terapeutik yang cukup

    baik.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    43/53

    5. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan kemampuan perawat dalam

    komunikasi terapeutik

    Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan rank

    Spearmansehingga didapatkan hasil berikut.

    Tabel 9.

    Hubungan tingkat pengetahuan dengan kemampuan perawat dalam

    komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah (Mei, 2006)

    Pengetahuan

    perawat

    Kemampuan

    perawatPengetahuan

    perawat

    Kemampuan

    perawat

    Koefisien korelasi

    Sig.(2-tailed)

    N

    Koefisien korelasi

    Sig.(2-tailed)

    N

    1,000

    ,

    20

    ,464*

    ,039

    20

    ,464*

    ,039

    20

    1,000

    ,

    20

    *korelasi signifikan pada level p

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    44/53

    6. Hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi

    terapeutik

    Setelah data diperoleh kemudian diolah dengan rumus rank Spearman,

    sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.

    Tabel 10.

    Hubungan antara Sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi

    terapeutik pada anak usia prasekolah

    Sikap

    perawat

    Kemampuan

    perawatSikap perawat

    Kemampuan

    perawat

    Koefisien korelasi

    Sig.(2-tailed)

    N

    Koefisien korelasi

    Sig.(2-tailed)

    N

    1,000

    ,

    20

    ,157

    ,510

    20

    ,157

    ,510

    20

    1,000

    ,

    20

    *korelasi signifikan pada level p

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    45/53

    cenderung langsung dan asertif, sedangkan perempuan terlalu sopan dan pasif.

    Tannen (1992) cit. Ellis (1999) mengatakan bahwa komunikasi antara perempuan

    dan laki-laki adalah sama terhambatnya seperti komunikasi antara dua orang dari

    budaya yang berbeda. Menurut Potter & Perry (1993), jenis kelamin berpengaruh

    pada pelaksanaan komunikasi terapeutik tetapi dalam penelitian ini distribusi

    tidak merata sehingga tidak memberikan dampak yang berarti. Umur responden

    yang bervariasi akan berpengaruh pada pelaksanaan komunikasi terapeutik karena

    akan mendukung proses sosialisasi dan lebih memahami proses perkembangan

    (Nurjannah, 2001). Masa kerja yang lama dengan pengalaman yang banyak akan

    mengalami kecenderungan untuk bertindak lebih baik dari yang baru

    (Notoatmodjo, 2003).

    Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa responden memiliki

    tingkat pengetahuan yang bervariasi yaitu tujuh orang (35%) berpengetahuan

    baik, lima orang (25%) berpengetahuan cukup, empat orang (20%)

    berpengetahuan kurang baik dan empat orang berpengetahuan tidak baik (20%).

    Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan

    penginderaan terhadap objek dan adanya stimulus (Notoatmodjo, 2003).

    Penginderaan terhadap objek tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara antara

    lain dengan pendidikan formal, pengalaman, kursus atau latihan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum semua responden mendapat

    pelatihan komunikasi terapeutik sehingga didapatkan hasil yang bervariasi. Hal ini

    juga berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang bersifat teoritis dan

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    46/53

    sudah berlalu sekian lama. Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa untuk merubah

    pengetahuan, sikap dan perilaku adalah dengan pendidikan dan pelatihan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perawat dalam komunikasi

    terapeutik pada anak prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati

    RSUP DR. Sardjito sebagian besar yaitu 13 orang (65%) adalah cukup baik.

    Dalam membina hubungan terapeutik dengan anak, perawat perlu mengetahui

    proses komunikasi dalam hal ini adalah pengetahuan tentang cara dan sikap dalam

    komunikasi terapeutik, mengingat dengan pengetahuan akan memudahkan

    ketrampilan berkomunikasi sehingga tujuan untuk memecahkan berbagai

    permasalahan dapat teratasi (Keliat, 1996). Sikap dalam komunikasi merupakan

    salah satu unsur penting dalam membangun efektivitas dari proses komunikasi,

    dengan sikap yang baik proses komunikasi dapat berjalan sesuai dengan sasaran

    dan tujuan yang ada (Hidayat, 2005).

    Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak prasekolah di

    ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati RSUP DR. Sardjito sebagian besar

    yaitu 16 orang (80%) adalah cukup baik. Hasil observasi kemampuan perawat

    dalam komunikasi terapeutik yang didapatkan mempunyai kategori yang berbeda-

    beda, meskipun responden memiliki latar belakang pendidikan yang sama dan

    telah mendapatkan konsep komunikasi terapeutik. Hal ini disebabkan oleh

    banyaknya faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat

    berkomunikasi dengan baik. Hidayat (2005), menyatakan bahwa kemampuan

    komunikasi pada anak dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, sikap, usia

    tumbuh kembang, status kesehatan anak, sistem sosial, saluran dan lingkungan.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    47/53

    Hal ini juga dinyatakan oleh Potter & Perry (1993) bahwa proses komunikasi

    dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perkembangan, persepsi, nilai, latar

    belakang sosial budaya, emosi, jenis kelamin, pengetahuan, peran dan hubungan,

    lingkungan dan jarak.

    Hubungan tingkat pengetahuan dengan kemampuan perawat dalam

    komunikasi terapeutik pada anak prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur

    dan Melati RSUP DR. Sardjito memiliki hubungan yang signifikan, sehingga

    hipotesis semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki maka semakin tinggi

    kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik, hubungan antar variabel

    sedang, sehingga hipotesis pertama diterima. Hal ini juga didukung oleh

    penelitian yang dilakukan oleh Saptomo (2006) dimana terdapat hubungan yang

    signifikan (bermakna) antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik

    dengan pelaksanaan interaksi perawat-klien di IRNA III Wijaya Kusuma RSUP

    DR. Sardjito Yogyakata dengan nilai korelasi sedang. Green (Notoatmodjo, 2003)

    menyatakan perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi.

    Jika pengetahuan baik maka diharapkan pula perilakunya juga baik.

    Hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi

    terapeutik memiliki korelasi yang sangat lemah sehingga bisa diartikan tidak ada

    hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik

    pada anak prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati RSUP DR.

    Sardjito. Jadi hipotesis kedua ditolak. Hal ini didukung oleh postulat variasi

    independen yang dikemukakan oleh Warner & De Fleur (1969) cit.Azwar (2005)

    yaitu tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    48/53

    berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam

    diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap tidak

    berarti dapat memprediksi perilaku.

    Kemudian Mann (1969) cit. Azwar (2005) mengatakan bahwa sekalipun

    diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak

    menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata

    seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya

    ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal lainnya.

    Hal ini juga didukung oleh postulat konsistensi tergantung yang dikemukakan

    oleh Allen, Guy & Edgley (1980) cit. Azwar (2005) yang menyatakan bahwa

    hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional

    tertentu seperti norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan, dan

    sebagainya. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

    faktor pendukung antara lain fasilitas. Dalam penentuan sikap yang utuh,

    pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi juga memegang peranan penting

    untuk membentuk perilaku (Notoatmodjo, 2003).

    Dari uraian diatas jelas bahwa sikap seseorang tidak selalu berhubungan

    dengan perilakunya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap perawat

    dalam komunikasi terapeutik tidak selalu berhubungan dengan kemampuan

    perawat dalam menjalankan komunikasi terapeutik.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    49/53

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diruang Mawar, Matahari,

    Menur dan Melati RSUP DR. Sardjito dan pembahasan yang telah diuraikan

    sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

    1. Pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak

    prasekolah sebagian besar adalah baik.

    2.

    Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak prasekolah

    sebagian besar adalah cukup baik.

    3. Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak

    prasekolah sebagian besar cukup baik.

    4.

    Semakin tinggi pengetahuan perawat maka semakin tinggi kemampuan

    perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah.

    5. Tidak ada hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam

    komunikasi terapeutik pada anak prasekolah.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    50/53

    B. Saran

    Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan beberapa hal

    seperti di bawah ini :

    1. Bagi institusi rumah sakit

    a. Perawat diruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati RSUP DR. Sardjito

    supaya meningkatkan kemampuannya dalam komunikasi terapeutik

    terutama dalam menghadapi klien anak dengan cara ikut serta menjadi

    peserta dalam seminar atau pelatihan yang diadakan baik didalam atau luar

    rumah sakit sehingga wawasan yang dimiliki mengenai komunikasi

    semakin berkembang.

    b. Perlu terus dilakukan pemantauan dan himbauan oleh Kepala Ruang

    masing-masing kepada para perawat untuk melakukan komunikasi

    terapeutik dengan baik.

    c.

    Perlu ditempelnya pedoman dalam komunikasi terapeutik diruang

    perawatan atau area yang strategis.

    2. Bagi peneliti lain

    Penelitian lanjutan dianjurkan untuk melakukan penelitian secara kualitatif

    untuk meneliti tiap komponen dari komunikasi terapeutik, bagian apa yang

    sering tidak dilakukan dan mengapa tidak dilakukan, terutama dalam

    menghadapi klien anak.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    51/53

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi

    IV. Rineka Cipta. Jakarta.

    Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi

    V. Rineka Cipta. Jakarta.

    Azwar, S. 2005. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.

    Yogyakarta.

    Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

    Behrnman, Kliegman and Arvin. 1996. Principles and Practice of Psychiatric

    Nursing - Fifth edition.W.B Saunders company. Philadelphia.

    Danapriatna & Setiawan. 2005. Pengantar Statistik. Edisi Pertama. Graha Ilmu.

    Yogyakarta.

    Danim, S. 2000. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Bumi aksara.

    Jakarta.

    Ellis, Gates & Kenworthy. 1995. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan.

    EGC. Jakarta.

    Hidayat, A.A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi

    Pertama. Salemba medika. Jakarta.

    Hidayat, A.A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba medika.

    Jakarta.

    Kariyoso. 1994. Pengantar Komunikasi bagi Siswa Perawat. EGC. Jakarta.

    Keliat, B.A. 1996.Hubungan Terapeutik Perawat Klien. EGC. Jakarta.

    Muscari, Mary. 1996. Pediatric Nursing second edition. Lippincot company.

    Philadelphia.

    Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.

    Jakarta.

    Nurjannah, I. 2001. Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien, Kualitas Pribadi

    sebagai Sarana. Bagian Penerbitan Program Studi Ilmu Keperawatan

    Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    52/53

    Potter & Perry. 1993. Fundamentals of Nursing, Concept, Process & Practice 3rd

    Edition. Mosby Year. Inc. USA.

    Prabandari, Y.S. 2000. Komunikasi Terapeutik Efektif sebagai Upaya

    Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Kepuasan Pasien. Makalah

    dipresentasikan pada Seminar Strategi Komunikasi Terapeutik Menuju

    Pelayanan Prima Kesehatan, 28 Oktober 2000, Yogyakarta.

    Purba, J. M. 2003. Komunikasi dalam Keperawatan. http://

    library.usu.ac.id/modules.php?. Diakses tanggal 25 Januari 2006.

    Rahman, Werdati, dan Dewi. 2003. Pengaruh Pelatihan Komunikasi terapeutik

    Perawat terhadap Tindakan Keperawatan di Perusahaan Jawatan RS Dr.

    Wahidin Sudirohusodo Makassar. Berita Kedokteran Masyarakat: XIX(2), 135-140.

    Sacharin, R. M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta

    Santosa, N.B. 2005. Hubungan Pengetahuan tentang Perkembangan dengan

    Kemampuan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Prasekolah

    di Ruang Anggrek RSD Panembahan Senopati Bantul. Yogyakarta:

    Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM. Skripsi. Tidak

    dipublikasikan.

    Saptomo, H.H. 2006. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang

    Komunikasi Terapeutik dengan Pelaksanaan Interaksi PerawatKlien di

    IRNA III Wijaya Kusuma RS DR. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:

    Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM. Skripsi. Tidak

    dipublikasikan.

    Sastroasmoro & Ismail. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.

    Binarupa Aksara. Jakarta.

    Smith, Susan. 1992. Communications in Nursing. St. Louis. Mosby Year Book,

    Inc. USA.

    Soenarto, S.Y. 2000. Komunikasi Terapeutik yang Efektif dalam Praktek.

    Makalah dipresentasikan pada Seminar Strategi Komunikasi Terapeutik

    Menuju Pelayanan Prima Kesehatan, 28 Oktober 2000, Yogyakarta.

    .

    Stuart and Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing - Fifth

    edition. Mosby Year Book. Missouri.

    Sugiono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Alfa Beta. Bandung.

  • 7/24/2019 elinachrisniati

    53/53

    Sumarno. 2003. Tingkat Kemampuan Komunikasi Terapeutik Perawat di RS Jiwa

    Daerah Propinsi DIY.Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan FK

    UGM. Skripsi. Tidak dipublikasikan.

    Sumarti, E. 1997. Komunikasi dalam Asuhan Keperawatan Anak. Makalah

    dipresentasikan pada seminar Keperawatan Anak Perawatan Anak

    Menyongsong Abad ke XXI, 21 Juni 1997, Semarang.

    Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC.

    Jakarta.

    Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik edisi 4. EGC.

    Jakarta.