elinachrisniati
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 elinachrisniati
1/53
Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap dengan Kemampuan Perawat dalam
Komunikasi Terapeutik pada Anak Usia Prasekolah di INSKA RSUP DR. Sardjito
Elina Chrisniati1, Mariyono Sedyowinarso
2, Fitri Haryanti
2
INTISARI
Latar Belakang: Perawatan di rumah sakit menyebabkan anak menjadi cemas
dan sering dipersepsikan oleh anak usia prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan
merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan terhadap perlukaan muncul karena anak
menganggap tindakan dan prosedur yang dilakukan padanya akan mengancam integritas
tubuhnya sehingga akan menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, tidak
mau bekerjasama dengan perawat dan ketergantungan pada orangtua. Oleh karena itu,
penting sekali terbentuknya hubungan saling percaya antara perawat, anak dan keluarga
melalui ketrampilan perawat dalam komunikasi terapeutik sehingga anak dan keluargabisa mengekspresikan perasaan dan pikirannya sehingga kecemasan selama proses
perawatan bisa dikurangi.
Tujuan penelitian: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan dan sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada
anak usia prasekolah di INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik
dengan rancangan cross sectionaldengan responden sebanyak 20 perawat. Penelitian ini
dilaksanakan mulai 25 April sampai dengan 26 Mei 2006 di ruang Mawar, Matahari,
Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito, dengan metode total sampling selama
empat minggu dilakukan penelitian. Uji statistik dengan menggunakan rank Spearman
dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian: Tujuh responden (35%) berpengetahuan baik, 13 responden(65%) memiliki sikap cukup baik, 18 responden (80%) memiliki kemampuan komunikasi
cukup baik.
Kesimpulan: Semakin tinggi pengetahuan perawat maka semakin tinggi
kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah. Tidak ada
hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada
anak usia prasekolah.
Kata kunci:pengetahuan, sikap, kemampuan, komunikasi terapeutik, prasekolah
_______________________________
1Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM
x
-
7/24/2019 elinachrisniati
2/53
The Correlation Between Knowledge and Attitude with Nurses Therapeutic
Communication Ability of Preschool Children
In INSKA DR. Sardjito Hospital
Elina Chrisniati1, Mariyono Sedyowinarso2, Fitri Haryanti2
1Student of School of nursing, Medical Faculty of Gadjah Mada University2Lecturer of School of nursing, Medical Faculty of Gadjah Mada University
ABSTRACT
Background: Hospitalization causes anxiety in children and often be assumed by
preschool children as a punishment, so they feel shy, guilty or terrible. They feel afraid
about injury, because they assume that the intervention and procedure they receive willthreat their body integrity, so they give aggressive reaction like angry, rebellion,
uncooperative and parent dependent. Therefore, it is important to create confidential
relationship between nurses, children and parent, trough a nurse therapeutic
communication ability, so the children and the family can express their feeling and
opinion to decrease their anxiety during nursing process.
Objectives: To describe the correlation between knowledge and attitude with nurses
therapeutic communication ability of preschool children in INSKA DR. Sardjito Hospital
Yogyakarta.
Methods:This research was an analytic description which used cross sectionaldesign.
This research began in April 25th
up to May 26th
2006. The subjects were 20 nurses of
Mawar, Matahari, Menur and Melati room, INSKA DR. Sardjito Hospital. They were
taken by total samplingmethod during four week of research. The statistic was tested byrank Spearmanusing Confidence Interval (CI) 95%.
Results: Seven subjects (35%) have good knowledge, 13 subjects (65%) have good
enough attitude, 18 subjects (80%) have good enough communication ability.
Conclutions: The higher knowledge of nurses the higher nurses communication
therapeutic ability. There was no correlation between attitude and nurses therapeutic
communication ability of preschool children.
Key word:Knowledge, attitude, therapeutic communication ability, preschool
xi
-
7/24/2019 elinachrisniati
3/53
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang perawat yang merawat klien anak harus memiliki kemampuan
melakukan pendekatan dan komunikasi kepada anak karena hal ini yang
membedakannya dengan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dewasa
(Supartini, 2004).
Perawatan di rumah sakit menyebabkan anak menjadi cemas. Pada anak usia
prasekolah, mereka berpikir secara egosentris, segala sesuatu berfokus pada
aku, takut akan ketidaktahuan, komunikasi non verbal banyak digunakan, anak
akan membuang benda yang tidak disukai dan menunjuk sesuatu bila
menginginkannya (Sumarti, 1997). Menurut Supartini, 2004 bahwa perawatan
anak di rumah sakit akan membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya
karena adanya suatu pembatasan aktivitas sehingga anak merasa kehilangan
kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit juga sering dipersepsikan anak usia
prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau
takut. Ketakutan terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan
dan prosedur yang dilakukan padanya mengancam integritas tubuhnya sehingga
akan menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal
dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerjasama dengan perawat
dan ketergantungan pada orang tua. Lain halnya dengan anak usia sekolah (6-12
tahun), meskipun terjadi kehilangan kontrol tetapi reaksi terhadap perlukaan atau
-
7/24/2019 elinachrisniati
4/53
nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal
karena anak usia ini sudah mampu mengkomunikasikannya. Anak usia sekolah
juga sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri yaitu dengan
menggigit bibir atau memegang sesuatu dengan erat.
Hal-hal yang bisa mempengaruhi dalam proses komunikasi menurut Kariyoso,
1994 antara lain kecakapan, pengetahuan, sikap perawat, saluran (pendengaran,
penglihatan) perawat, dan lain-lain. Keberhasilan dari komunikasi sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan perawat, dimana semakin baik pengetahuan
perawat dalam menguasai masalah akan semakin efektif komunikasi. Untuk
mempunyai sikap yang positif dalam komunikasi terapeutik diperlukan
pengetahuan yang baik, sebaliknya bila pengetahuan kurang, sikap yang
ditampilkan juga kurang.
Dari hasil penelitian yang sudah dikerjakan selama 30 tahun menunjukkan
bahwa komunikasi yang jelek merupakan penyebab terbesar dari ketidakpuasan
pasien (Meredith cit. Soenarto, 2000). Komunikasi terapeutik sangat penting
sekali, antara lain pengguna layanan kesehatan merasa nyaman dan puas
(Prabandari, 2000). Selain kepuasan pasien, komunikasi terapeutik yang efektif
dalam praktek akan membuat pasien taat menjalankan pengobatan rasional
(Soenarto, 2000). Teknik komunikasi juga dapat menghindarkan keluhan dan
pengaduan atas pelayanan jasa kesehatan (Rahman et al., 2003). Perawat yang
memiliki ketrampilan komunikasi terapeutik tidak saja akan mudah menjalin
hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akhirnya
-
7/24/2019 elinachrisniati
5/53
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Hamid cit.Purba,
2003).
Lingkungan rumah sakit membangkitkan ketakutan yang tidak dapat
dihindarkan secara total tetapi bagaimanapun harus dapat dihindarkan. Memang
pada dasarnya kerja perawat dapat menimbulkan nyeri pada anak, misalnya
karena suntikan (Sacharin, 1996). Pada anak usia prasekolah, reaksi terhadap
hospitalisasi adalah regresi dan menolak untuk bekerjasama, ketakutan terhadap
injuri tubuh seperti ketakutan terhadap pemasangan infus yang mereka anggap
menyebabkan rusaknya kulit. Mereka menginterpretasikan hospitalisasi sebagai
hukuman dan perpisahan dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang
(Muscari, 1996). Oleh karena penyakit dan hospitalisasi dipandang sebagai
hukuman, maka perawat perlu memperjelas mengapa prosedur tertentu dilakukan
pada anak (Wong, 2003).
Berdasarkan keadaan diatas, penting sekali terbentuknya hubungan saling
percaya antara perawat, anak dan keluarga. Hubungan saling percaya akan
terbentuk melalui ketrampilan perawat berkomunikasi secara efektif sehingga
anak dan keluarga bisa mengekspresikan perasaan dan pikirannya sehingga
kecemasan selama proses perawatan bisa dikurangi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2003) terdapat hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dalam komunikasi terapeutik pada
anak usia prasekolah yang dirawat di ruang anak RSUD Dr. Soetomo. Sementara
Sumarno (2003) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan dalam komunikasi
terapeutik perawat adalah baik sekali, sementara tingkat ketrampilan komunikasi
-
7/24/2019 elinachrisniati
6/53
terapeutik perawat RSJ Daerah Propinsi DIY yang diukur dengan instrumen untuk
mengukur interaksi pertama perawat dengan pasien adalah kurang. Penelitian
Santosa (2005) didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang
perkembangan anak usia prasekolah dengan tingkat kemampuan komunikasi
terapeutik perawat pada anak usia prasekolah adalah tidak signifikan.
Komunikasi merupakan kegiatan yang tidak boleh diabaikan karena
komunikasi pasti dilakukan disetiap tindakan keperawatan yang dilakukan pada
anak. Walaupun begitu, kadang masih ditemukan komunikasi yang kurang baik
antara perawat-klien, terlebih lagi ketika pemantauan jarang dilakukan oleh pihak
rumah sakit terkait. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu perawat di INSKA
RSUP Dr. Sardjito bahwa jarang dilakukan pemantauan terhadap komunikasi
perawat-klien. Sementara itu, mahasiswa profesi yang sedang praktek di ruang
Matahari mengatakan bahwa perawat belum sepenuhnya melakukan komunikasi
sesuai dengan tahapan komunikasi terapeutik, misalnya pada tahap orientasi
perawat belum menjelaskan tujuan dilakukannya tindakan dan baru dijelaskan jika
klien bertanya. Menurut keterangan salah seorang perawat di ruang Matahari
bahwa sejak akhir tahun 2005 sampai sekarang pasien selalu penuh, bahkan
antrian banyak. Ruang Mawar dan Matahari masing-masing memiliki satu ruang
tindakan dan masing-masing terdapat tujuh kamar dengan tiap kamar ada tiga
tempat tidur sehingga jumlah pasien tiap ruang ada 21 pasien dengan masing-
masing terdapat satu anggota keluarga yang menunggui pasien. Sementara ruang
Menur dan Melati terbagi dalam kelas I, II, dan VIP. Dengan melihat
kondisi/situasi tersebut dimungkinkan akan mempengaruhi baik/tidaknya
-
7/24/2019 elinachrisniati
7/53
komunikasi yang dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mempelajari
kembali hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kemampuan perawat
dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah, dimana penelitian ini
akan peneliti lakukan di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA
RSUP DR. Sardjito Yogyakarta .
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasar latar belakang yang ada, maka peneliti mengangkat masalah
penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kemampuan
perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah yang dirawat di
ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito
Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kemampuan
perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah yang dirawat
di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito
Yogyakarta.
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
-
7/24/2019 elinachrisniati
8/53
a.Tingkat pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia
prasekolah yang dirawat di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati
INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta .
b.Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah yang
dirawat di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR.
Sardjito Yogyakarta .
c.Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia
prasekolah yang dirawat di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati
INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta .
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kekayaan ilmu pengetahuan
mengenai komunikasi terapeutik terutama pada anak usia prasekolah dan
dapat digunakan untuk penelitian lanjutan.
2. Bagi institusi rumah sakit
Dapat digunakan sebagai bahan untuk mengambil kebijakan mengenai
komunikasi terapeutik terutama dalam menghadapi klien anak dan keluarga.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai masukan dalam proses belajar mengajar, terutama mengenai
kemampuan komunikasi terapeutik yang harus dimiliki oleh mahasiswa.
-
7/24/2019 elinachrisniati
9/53
4. Bagi pelaksana keperawatan.
Dapat mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam
komunikasi terapeutik dengan klien sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan dalam berkomunikasi.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
adalah:
1. Hidayat (2003) dengan judul Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap
Perawat dalam Komunikasi Terapeutik pada anak usia Prasekolah di ruang
anak RS Dr. Soetomo Surabaya. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti
lakukan adalah tempat penelitian dan instrumen yang digunakan. Pada
penelitian ini peneliti menambah dengan metode observasi, dimana pada
penelitian sebelumnya, metode yang digunakan adalah dengan pemberian
kuesioner tanpa observasi.
2. Santosa (2005), melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan
tentang Perkembangan dengan Kemampuan Komunikasi Terapeutik Perawat
pada Anak Usia Prasekolah di Ruang Anggrek RSD Panembahan Senopati
Bantul. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
pengetahuan tentang perkembangan dengan kemampuan komunikasi
terapeutik perawat pada anak usia prasekolah di ruang anggrek RSD
Panembahan Senopati Bantul. Sampel yang digunakan adalah semua perawat
di ruang anggrek yang berjumlah 12 orang. Jenis penelitian yang digunakan
-
7/24/2019 elinachrisniati
10/53
adalah deskriptif analitik dengan instrumen berupa kuesioner dan observasi.
Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada fokus utama
penelitian, dimana pada penelitian tersebut fokus utamanya adalah
pengetahuan perawat tentang perkembangan anak usia prasekolah, sedangkan
pada penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi pada
anak.
3. Saptomo (2006), melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik dengan Pelaksanaan
Interaksi Perawat-Klien di IRNA III Wijaya Kusuma RS DR. Sardjito
Yogyakarta. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada
jenis penelitian dan uji korelasi yang digunakan. Sedangkan perbedaan dengan
penelitian yang peneliti lakukan terletak pada populasi, tempat dan waktu
pelaksanaan penelitian.
-
7/24/2019 elinachrisniati
11/53
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik menurut Prabandari, 2000 adalah pengiriman pesan
antara pengirim dan penerima pesan dengan interaksi antara keduanya yang
bertujuan untuk memberikan pengobatan atau menyembuhkan.
Elemen yang harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan,
penerima pesan, pesan, media dan umpan balik. Semua perilaku individu
(pengirim dan penerima) adalah komunikasi yang akan memberikan efek pada
perilaku. Pesan yang disampaikan dapat verbal maupun nonverbal (Keliat,
1996).
2. Teknik komunikasi terapeutik
Teknik komunikasi terapeutik yang diterapkan ke klien ada berbagai
macam, menurut Stuart and Sundeen, 1995, antara lain:
a.
Mendengar (listening), beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk
bicara, dengan mendengar secara aktif, perawat mengetahui perasaan
klien.
b.
Pertanyaan terbuka (broad opening), yaitu dengan memberi kesempatan
pada klien untuk memilih.
-
7/24/2019 elinachrisniati
12/53
c. Mengulang (restating), berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.
d. Klarifikasi, dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
informasi yang diperoleh tidak lengkap.
e. Refleksi, yaitu dengan mengembalikan ide, perasaan dan pertanyaan
kepada klien.
f. Memfokuskan, yaitu menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih
spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.
g. Membagi persepsi, yaitu dengan meminta pendapat klien tentang hal yang
perawat rasakan dan pikirkan.
h. Identifikasi tema, berguna untuk meningkatkan pengertian dan
mengeksplorasi latar belakang masalah yang dialami klien.
i.
Diam (silence), bertujuan untuk memberi kesempatan berpikir dan
memotivasi klien untuk bicara.
j. Informing, yaitu memberi informasi dan fakta untuk pendidikan
kesehatan.
k. Saran, yaitu memberi alternatif ide pemecahan masalah.
3. Tahapan dalam komunikasi terapeutik dengan anak
Menurut Hidayat, 2005 bahwa dalam berkomunikasi terapeutik pada anak
meliputi tahapan:
a.
Tahap Preinteraksi. Pada tahap ini, perawat bertugas mengumpulkan data
tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang tua
-
7/24/2019 elinachrisniati
13/53
tentang masalah atau latar belakang yang ada, mengeksplorasi perasaan,
dan membuat rencana pertemuan dengan klien.
b. Tahap Orientasi / Perkenalan. Tugas perawat adalah memberikan salam
dan tersenyum pada klien, melakukan validasi (kognitif, afektif,
psikomotor), mencari kebenaran data yang ada dengan wawancara,
memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama panggilan kesukaan
klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan,
menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan
menjelaskan kerahasiaan.
c.
Tahap Kerja. Pada tahap ini perawat memberi kesempatan pada klien
untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai dengan cara yang
baik dan melakukan tindakan sesuai dengan rencana.
d. Tahap Terminasi. Perawat menyimpulkan hasil wawancara (evaluasi proses
dan hasil), memberi reinforcement positif, merencanakan tindak lanjut
dengan klien, melakukan kontrak selanjutnya (waktu, tempat, topik) dan
mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.
4. Definisi pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga.
-
7/24/2019 elinachrisniati
14/53
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior)(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
(Notoatmodjo, 2003), yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
b.
Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
c.
Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi riil.
d. Analisis (Analysis)
Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain adalah
-
7/24/2019 elinachrisniati
15/53
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
5. Sikap perawat dalam komunikasi
Beberapa sikap dalam komunikasi antara lain:
a. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah bahwa komunikator siap untuk
berkomunikasi.
b. Mempertahankan kontak mata. Kegiatan ini bertujuan untuk menghargai
klien dan mengatakan adanya keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c.
Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks. Sikap ini menunjukkan adanya keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien selama
komunikasi (Hidayat, 2005).
Sikap fisik klien dapat pula disebut sebagai perilaku nonverbal, yang perlu
dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku nonverbal
yang dikemukakan oleh Clunn, 1991 yang perlu diketahui dalam merawat
anak adalah:
-
7/24/2019 elinachrisniati
16/53
a. Gerakan mata. Gerakan mata ini dipakai untuk memberikan perhatian.
Gerakan mata merupakan cara interaksi ibu dan anak, dimana proses
pendidikan dan sosialisasi untuk pertama kalinya diajarkan melalui kontak
mata.
b. Ekspresi muka, biasanya dipakai sebagai bahasa nonverbal dan banyak
dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari
ekspresi muka tanpa ia sadari.
c. Sentuhan. Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar karena
dengan sentuhan akan memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui.
Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang
menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perasaan dan
kemandirian. Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi
dalam memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari
dapat mengembangkan hal yang sama baginya (Keliat, 1996).
Disamping sikap seperti diatas, ada beberapa sikap terapeutik yang lain
dalam komunikasi terapeutik diantaranya:
a. Sikap kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri
kita yang sebenarnya (Smith, 1992). Penggunaan kesejatian yang efektif
oleh perawat menurut Leddy dan Pepper cit.Nurjannah, 2001 adalah:
1)
Perawat harus menghindari membuka diri terlalu dini sampai dengan
klien menunjukkan kesiapan untuk berespon positif terhadap
keterbukaan.
-
7/24/2019 elinachrisniati
17/53
2) Jika kepercayaan telah didapatkan, perawat dapat menjadi lebih
terbuka dan spontan untuk dapat melakukan empati dan respek.
3) Perawat harus menghindari membuka diri dalam rangka memanipulasi,
memberikan nasehat atau mempengaruhi klien untuk mendapatkan apa
yang menjadi tujuan perawat.
b. Sikap empati
Menurut Smith (1992), empati adalah kemampuan menempatkan diri kita
pada posisi orang lain, serta memahami bagaimana perasaan orang lain
dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam
emosi orang lain.
Dalam melakukan empati perawat hendaknya:
1) Membersihkan pikiran kita dari agenda yang mengganggu
(kekhawatiran, tekanan kerja, hutang, , atau apapun yang
mengganggu pikiran kita).
2) Mendengarkan apa yang disampaikan komunikan dengan maksud
dimengerti.
3) Mengkonsentrasikan pesan verbal dan non verbal untuk mengerti
perasaan dan alasan reaksi klien.
4) Mengatakan pada diri sendiri, klien ini ingin saya mendengar apa
darinya.
5)
Menyampaikan respon empatik seperti keakuratan, kejelasan dan
kehangatan.
-
7/24/2019 elinachrisniati
18/53
c. Sikap Hormat / Respek
Merupakan perilaku yang menunjukkan kepedulian / perhatian, rasa suka
dan menghargai klien. Sikap hormat ditunjukkan dengan melihat ke arah
klien, memberikan perhatian yang tidak terbagi, memelihara kontak mata,
senyum pada saat yang tepat, bergerak ke arah klien, menentukan sapaan
yang disukai dan jabat tangan atau sentuhan yang lembut.
d. Sikap kongkrit
Merupakan sikap dengan menggunakan terminologi yang spesifik dan
bukan abstrak pada saat berdiskusi dengan klien mengenai perasaan,
pengalaman dan tingkah lakunya. Sikap kongkrit dapat ditunjukkan
dengan menggunakan sesuatu yang nyata melalui orang ketiga (orang tua)
dan dapat menggunakan alat bantu seperti gambar, mainan, dan lain-lain
(Hidayat, 2005).
6. Cara komunikasi dengan anak secara umum
Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak
antara lain:
a.
Melalui orang lain atau pihak ketiga, dalam hal ini adalah orang tua
dengan tujuan dapat menumbuhkan kepercayaan diri anak.
b. Bercerita.
Cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan.
-
7/24/2019 elinachrisniati
19/53
c. Memfasilitasi.
Dalam memfasilitasi, perawat harus mampu mengekspresikan perasaan
dan tidak boleh dominan dan anak harus diberi respon terhadap pesan yang
disampaikan.
d. Biblioterapi, yaitu dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai
dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.
e. Meminta untuk menyebutkan keinginan
Dengan cara ini dapat diketahui keluhan dan keinginan anak yang dapat
menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.
f.
Pilihan pro dan kontra, yaitu dengan menunjukkan pada situasi yang
menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat
anak.
g.
Penggunaan skala, digunakan dalam mengungkapkan perasaan nyeri,
cemas, sedih dan lain-lain dengan menganjurkan anak mengekspresikan
perasaan sakitnya.
h. Menulis, biasanya digunakan untuk mengekspresikan perasaan sedih,
marah dan jengkel.
i.
Menggambar. Perasaan sedih, marah juga bisa diungkapkan oleh anak
dengan menggambar.
j. Bermain
Bermain adalah alat yang efektif dalam komunikasi dengan anak, melalui
ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan keluarga bisa terjalin
(Hidayat, 2005).
-
7/24/2019 elinachrisniati
20/53
7. Cara komunikasi pada anak usia prasekolah
Pada usia ini, anak memiliki sifat egosentris, rasa ingin tahunya sangat
tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah
merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi
harus berpusat pada dirinya, takut pada ketidaktahuan dan masih belum fasih
berbicara (Behrman et al., 1996).
Adapun cara berkomunikasi dengan anak usia prasekolah menurut
Hidayat, 2005 adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya,
memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang
akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lembut, jika tidak dijawab
harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap
mendesak untuk dijawab seperti kata-kata jawab dong, mengalihkan
aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan
maksud anak mudah diajak komunikasi, mengatur jarak interaksi dimana
perawat dalam berkomunikasi dengan anak hendaknya mengatur jarak, adanya
kesadaran diri dimana perawat harus menghindari konfrontasi langsung,
duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara nonverbal perawat selalu
memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh
anak tanpa disetujui anak, berjabat tangan dengan anak merupakan cara untuk
menghilangkan perasaan cemas, dalam menggali perasaan dan pikiran anak
dapat dilakukan dengan mengungkapkan melalui menggambar, bercerita,
menulis, dan lain-lain.
-
7/24/2019 elinachrisniati
21/53
Sedangkan menurut Keliat (1996), perawat juga perlu mempelajari tanda
kontrol perilaku yang rendah pada anak untuk mencegah temper tantrum
(suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol). Perawat
menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika
rangsangan meningkat dan jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka
kontak mata di mulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi
Menurut Hidayat (2005), komunikasi dapat dipengaruhi oleh:
a. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
dan makin bagus pengetahuan yang dimiliki sehingga penggunaan
komunikasi dengan anak dapat efektif dilaksanakan.
b. Pengetahuan
Apabila pengetahuan seseorang cukup, maka informasi yang disampaikan
akan jelas dan mudah diterima oleh penerima tetapi apabila pengetahuan
kurang maka akan menghasilkan informasi yang kurang. Kariyoso (1994)
juga mengungkapkan bahwa semakin dalam komunikator menguasai
masalah akan semakin baik dalam memberikan uraian-uraiannya.
c. Sikap
Seseorang yang memiliki sikap yang kurang baik akan menyebabkan
pendengar kurang percaya terhadap komunikator, demikian sebaliknya
-
7/24/2019 elinachrisniati
22/53
apabila dalam komunikasi memperlihatkan sikap yang baik maka dapat
menunjukkan kepercayaan dari penerima pesan atau informasi.
d. Usia tumbuh kembang
Semakin tinggi usia perkembangan anak, kemampuan dalam komunikasi
semakin kompleks dan sempurna.
e. Status kesehatan anak
Anak dengan kondisi sakit atau gangguan psikologis akan cenderung pasif
dan kurang komunikatif.
f. Sistem sosial
Budaya yang berbeda akan mempengaruhi proses komunikasi.
g. Saluran
Intonasi suara, sikap tubuh, dan sebagainya akan mempengaruhi proses
komunikasi.
h. Lingkungan
Lingkungan yang baik atau tenang akan berdampak berhasilnya tujuan
komunikasi, demikian sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan
memberikan dampak yang kurang.
Ada juga hal-hal lain yang mempengaruhi komunikasi terapeutik, seperti
emosi perawat, Jenis kelamin, nilai, perbedaan persepsi, peran dan hubungan,
dan sebagainya ( Potter and Perry, 1993).
-
7/24/2019 elinachrisniati
23/53
B. Landasan Teori
Komunikasi merupakan alat utama bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan untuk membentuk hubungan saling percaya dengan anak dan
keluarga sehingga pelayanan kesehatan anak dapat berhasil secara keseluruhan
(Sumarti, 1997).
Komunikasi pada anak dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain
pendidikan, pengetahuan, sikap, usia tumbuh kembang, status kesehatan anak,
sistem sosial, saluran, dan lingkungan (Hidayat, 2005).
Menurut Kariyoso (1994), bahwa keberhasilan komunikasi sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan perawat, dimana semakin baik pengetahuan
perawat dalam menguasai masalah akan semakin efektif komunikasi. Untuk
mempunyai sikap positif dalam komunikasi terapeutik diperlukan pengetahuan
yang baik, sebaliknya bila pengetahuan kurang sikap yang ditampilkan juga
kurang. Oleh karena itu perawat perlu memahami dan mempunyai ketrampilan
(kemampuan) dalam komunikasi terapeutik dengan anak dan keluarga sehingga
mereka mampu mengekspresikan perasaan dan pikirannya sehingga kecemasan
selama proses perawatan bisa dikurangi (Sumarti, 1997).
-
7/24/2019 elinachrisniati
24/53
C. Kerangka Teori
Komunikan
(anak)
- Usia
- Status
kesehatan
Faktor
Internal
- Lingkungan
- Saluran
- Sistem sosial
Faktor
Eksternal
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
komunikasi
terapeutik
Komunikator
(perawat)
- Pengetahuan
-
Sikap: kesejatian,empati, hormat,
kongkrit.
- Lama bekerja
(pengalaman)
- Kondisi psikologis
(emosi)
- Jenis kelamin
- Nilai
Kemampuan
komunikasi dengan
anak prasekolah
Gambar 1. Skema Kerangka Teori
-
7/24/2019 elinachrisniati
25/53
D. Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan perawat dalam
komunikasi terapeutik
Sikap perawat dalam
komunikasi terapeutik
Kemampuan
komunikasi terapeutik
perawat pada anak
prasekolah
Perawat
Gambar 2. Skema Kerangka Konsep Penelitian
E.
Hipotesis Penelitian
1. Semakin tinggi pengetahuan perawat maka semakin tinggi kemampuan
perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah.
2.
Semakin baik sikap perawat maka kemampuan perawat dalam komunikasi
terapeutik pada anak prasekolah semakin tinggi.
-
7/24/2019 elinachrisniati
26/53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan rancangan
penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, artinya pengamatan atau
pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat, pada tempat dan waktu
yang telah ditentukan.
B.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dan sampel penelitian pada penelitian ini adalah:
1. Populasi penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di ruang
Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.
2. Sampel penelitian.
Pengambilan sampel dengan menggunakan metode total samplingselama
empat minggu dilakukan penelitian, yaitu perawat yang bekerja di ruang
Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta
dengan kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan
atau layak untuk diteliti.
a.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini:
1)
Perawat tetap yang bekerja di ruang Mawar, Matahari, Menur dan
Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta
-
7/24/2019 elinachrisniati
27/53
2) Perawat yang merawat anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat
di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR.
Sardjito Yogyakarta
3) Perawat dengan latar belakang pendidikan D III keperawatan
4) Perawat yang melakukan tindakan infus pada anak dengan kriteria
sadar, tidak mempunyai gangguan panca indera dan tidak dalam
keadaan kritis
5) Perawat yang bersedia untuk diteliti
b.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini:
1) Kepala ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati
2) Perawat yang sedang sakit atau cuti.
3)
Mahasiswa praktek yang melakukan tindakan infus dengan teknik
komunikasi terapeutik
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 April 2006 - 26 Mei 2006 di ruang
Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.
-
7/24/2019 elinachrisniati
28/53
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.
Variabel penelitian
Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu:
a. Variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan perawat dan sikap perawat
b. Variabel tergantung yaitu kemampuan perawat dalam komunikasi
terapeutik pada anak prasekolah
2. Definisi Operasional
a. Pengetahuan adalah ilmu atau pengetahuan tentang cara komunikasi
terapeutik yang dimiliki oleh perawat di ruang Mawar, Matahari, Menur
dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, diukur dengan
kuesioner, menggunakan skala ordinal.
b. Sikap adalah cara berperilaku dalam komunikasi terapeutik pada anak usia
prasekolah yang dimiliki oleh perawat di ruang Mawar, Matahari, Menur
dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, diukur dengan
kuesioner, menggunakan skala ordinal.
c. Kemampuan komunikasi terapeutik adalah kesanggupan melakukan
tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam mempraktekkan prosedur
komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah di ruang Mawar,
Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta,
diukur dengan check listobservasi, menggunakan skala ordinal.
d.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh perawat
terhadap anak usia prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan
Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta dengan menggunakan
-
7/24/2019 elinachrisniati
29/53
langkah proses komunikasi terapeutik terdiri dari preinteraksi, orientasi,
kerja, dan terminasi.
E. Alat Ukur Penelitian
1. Lembar observasi
Untuk mengetahui kemampuan komunikasi perawat dalam menerapkan
teknik komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah dengan mengadakan
observasi. Instrumen observasi diambil dari check list panduan interaksi
perawat-klien (Nurjannah, 2001), yang berisi tahap-tahap komunikasi
terapeutik mulai dari tahap pre interaksi sampai terminasi.
Pemberian skor adalah sebagai berikut: Dilakukan dengan sempurna
skor 2, Dilakukan tidak sempurna skor 1, dan Tidak dilakukan skor 0.
Kemudian hasil tersebut digolongkan menjadi 76100% (Baik), nilai 56-75%
(Cukup), nilai 4055% ( Kurang baik) dan
-
7/24/2019 elinachrisniati
30/53
Untuk mengukur tingkat pengetahuan perawat, responden diberikan soal
sebanyak 40 pertanyaan dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang
dianggap paling benar pada pilihan jawaban A, B, C, D.
Pemberian skor untuk jawaban benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban
salah diberi nilai 0 (nol). Nilainya adalah prosentase benar dari seluruh soal.
Hasil tersebut kemudian digolongkan menjadi 76100% (Baik), nilai 56-75%
(Cukup), nilai 4055% ( Kurang baik) dan
-
7/24/2019 elinachrisniati
31/53
Untuk mengukur sikap digunakan skala model Likert. Responden
diberikan kuesioner yang terdiri dari 34 pernyataan, yaitu 19 pernyataan
favorable dan 15 pernyataan un favorable. Pernyataan favorable diberikan
skor 1 untuk STS, 2 untuk jawaban TS, skor 3 untuk jawaban S dan skor 4
untuk jawaban SS. Untuk pernyataan un favorable pemberian skor 4 untuk
STS, 3 untuk TS, skor 2 untuk S dan skor 1 untuk jawaban SS, kemudian hasil
yang diperoleh digolongkan menjadi 76100% (Baik), nilai 56-75% (Cukup),
nilai 4055% (Kurang baik) dan
-
7/24/2019 elinachrisniati
32/53
F. Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan pada sampel
sebanyak 20 responden perawat yang dipilih sekaligus sebagai sampel penelitian
dikarenakan terbatasnya sampel sehingga memakai uji terpakai.Uji ini dilakukan
pada tanggal 25 April 26 Mei 2006 di ruang Mawar, Matahari, Menur dan
Melati INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta.
Instrumen kuesioner akan di uji validitasnya dengan analisis butir dengan
rumus korelasi Product-Moment dari Pearson (Arikunto, 2002), dengan rumus:
rxy=)}()}{({
))((
2222
YYNXXN
YXXYN
rxy : koefisien validitas
N : jumlah responden
X : skor butir tiap nomor
Y : skor total
Analisa butir dengan mengkorelasikan nilai X dengan nilai Y. Dengan
diperolehnya indeks validitas setiap butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir
manakah yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya (Arikunto, 2002).
Sebagai kriteria pemilihan item berdasar korelasi item-total, peneliti gunakan
batasan menurut Azwar, 2003 yaitu rix > 0,30.
Hasil uji korelasi dari 40 pertanyaan pengetahuan, didapatkan 18 soal valid
dengan rentang nilai koefisien korelasi 0,301 sampai 0,740 dan 22 soal tidak
valid, kemudian soal yang tidak valid tidak dipakai. Dari 18 soal pertanyaan telah
mewakili keseluruhan komponen soal. Sementara untuk pernyataan sikap, dari 34
-
7/24/2019 elinachrisniati
33/53
pernyataan didapatkan 17 soal valid dengan rentang nilai koefisien korelasi 0,308
sampai 0,670 dan 17 soal tidak valid, kemudian soal yang tidak valid dibuang.
Dari 17 pernyataan sikap telah mewakili keseluruhan komponen soal.
Sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2002), atau bisa
dikatakan sebuah instrumen reliabel jika instrumen itu dapat melakukan apa yang
seharusnya dilakukan dengan cara yang sama (Dempsey cit. Sastroasmoro &
Ismail, 1995).
Pada penelitian ini, untuk menguji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan
akan digunakan rumus Spearman-Brown (teknik belah dua), yaitu:
=11r)1(
2
2/12/1
2/12/1
r
r
+
Keterangan:
11r : reliabilitas instrumen
2/21/1r : indeks korelasi antara dua belahan instrumen )( xyr
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan uji dengan menggunakan rumus
diatas yaitu r = 0,738 sehingga kuesioner tersebut reliabel.
Untuk reliabilitas kuesioner sikap akan digunakan rumus Alpha, yaitu:
=
2
1
2
11 11
b
k
kr
Keterangan:
11r : reliabilitas instrumen
banyaknya butir pertanyaan/banyaknya soal:k
-
7/24/2019 elinachrisniati
34/53
jumlah varians butir:2 b
varians total:21
Hasil yang diperoleh setelah dilakukan uji dengan menggunakan rumus diatas
yaitu r = 0,8587 sehingga kuesioner tersebut reliabel.
Instrumen observasi diuji cobakan dengan melakukan pengamatan bersama
antara peneliti dengan observer pada saat responden berinteraksi dengan klien saat
pemasangan infus. Hasil pengamatan tersebut kemudian dilakukan uji reliabilitas
pengamatan (toleransi perbedaan). Untuk menentukan toleransi perbedaan
pengamatan digunakan teknik pengetesan reliabilitas pengamatan dengan
menggunakan rumus H.J.X Fernandes dimodifikasi oleh Arikunto (Arikunto,
2002)
Rumus:21
2
NN
S
KK +=
Keterangan:
KK: koefisien kesepakatan
S : sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama
: jumlah kode yang dibuat oleh pengamat I1N
: jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II2N
Sebagai patokan kasar dapat ditentukan ukuran indeks reliabilitas, yaitu 0,59
merupakan reliabilitas rendah, 0,600,89 merupakan reliabilitas sedang, 0,901,00
merupakan reliabilitas tinggi (Danim, 2000). Dari pengolahan data diperoleh
koefisien kesepakatan observer I sebesar 0,823 dan koefisien kesepakatan dengan
-
7/24/2019 elinachrisniati
35/53
observer II sebesar 0,94 sehingga observer dinyatakan layak untuk melakukan
observasi.
G. Cara Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi terhadap komunikasi terapeutik oleh perawat dilakukan oleh
peneliti bersama observer yang telah dilatih sebelumnya dan memiliki nilai
koefisien kesepakatan yang memadai. Observer adalah mahasiswa ilmu
keperawatan yang sudah pernah mendapatkan mata ajar Komunikasi
Keperawatan, yang masing-masing melakukan pengamatan secara langsung
terhadap komunikasi perawat-klien saat melakukan pemasangan infus.
Observasi dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali pengamatan untuk tiap
responden yang diamati dengan menggunakan check listpanduan komunikasi
terapeutik. Hasil observasi dicatat dalam check list yang disediakan segera
setelah dilaksanakan pengamatan untuk menghindari lupa.
2. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan adalah untuk mengukur tingkat pengetahuan
perawat dan sikap perawat dalam komunikasi terapeutik. Kuesioner dibagikan
kepada responden yang sudah diobservasi. Kuesioner yang telah terisi
kemudian dikumpulkan kembali oleh peneliti.
-
7/24/2019 elinachrisniati
36/53
H. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian ini melalui beberapa tahapan pelaksanaan yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan studi pendahuluan yang dilanjutkan
dengan penyusunan proposal guna memberikan rencana dan arah penelitian.
Kemudian proposal penelitian diseminarkan pada tanggal 14 Maret 2006 dan
selanjutnya diadakan perbaikan. Setelah proposal disetujui kemudian
dilakukan pengurusan ijin untuk melakukan penelitian dari fakultas yang
dilanjutkan ke RSUP DR. Sardjito.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian dimulai dengan pengumpulan data yang
dilaksanakan tanggal 25 April 26 Mei 2006. Pengumpulan data dibantu oleh
dua orang observer yang sebelumnya diberikan pelatihan dan penjelasan
mengenai tujuan, prosedur pengumpulan data dan persamaan persepsi. Dari
hasil uji kesepakatan observer didapatkan hasil bahwa observer reliabel
dengan angka koefisien kesepakatan observer I sebesar 0,823 dan koefisien
kesepakatan dengan observer II sebesar 0,94 sehingga observer dinyatakan
layak untuk melakukan observasi. Setelah lembar observasi dibagikan
kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data berupa observasi kemampuan
perawat dalam komunikasi terapeutik. Lembar observasi yang
berisi tahap-tahap komunikasi terapeutik diamati tanpa memperhatikan urutan
yang dilakukan responden. Perawat dalam melakukan tindakan pemasangan
-
7/24/2019 elinachrisniati
37/53
infus bekerja secara bersama-sama sehingga penilaian terhadap satu responden
adalah diambil dari keseluruhan yang dilakukan oleh tim. Observasi ada yang
hanya berhasil dilakukan sebanyak dua kali pengamatan sehingga
kemungkinan akan mempengaruhi hasil. Kuesioner kemudian dibagikan
kepada responden yang sudah diobservasi. Pembagian kuesioner dilakukan
oleh peneliti sendiri dengan cara ditunggui dan sebagian lagi berkeberatan
untuk ditunggui dengan alasan terlalu sibuk. Kuesioner yang telah terisi
kemudian dikumpulkan kembali oleh peneliti.
Setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan editing dan pengolahan
data dengan bantuan komputer.
3. Tahap penyelesaian
Setelah dilakukan pengolahan data secara statistik, kemudian dilakukan
penyusunan laporan keseluruhan karya tulis ilmiah.
I. Analisis Data
Analisis statistik yang digunakan adalah:
1. Analisis Univariat
Analisis dilakukan terhadap masing-masing variabel hasil penelitian,
penyajian dalam bentuk tabel dan prosentase dari tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis dilakukan dengan menggunakan rumusRank Spearman.Analisis
ini dilakukan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara dua variabel
-
7/24/2019 elinachrisniati
38/53
dari data berskala ordinal (Danapriatna & Setiawan, 2005). Rumus yang
digunakan adalah:
)1(
61
2
2
=
nn
drs
Keterangan:
:rs nilai korelasi rank Spearman
:n jumlah pasangan data
:d selisih setiap pasangan rangking.
Untuk mengetahui keeratan hubungan tersebut peneliti menggunakan
pedoman interpretasi koefisien korelasi menurut Sugiono, 2005 yang dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.
Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasiInterval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
J. Kelemahan Dan Kesulitan Penelitian
1. Kelemahan :
a. Sampel yang digunakan sangat terbatas karena jumlah perawat sebagai
subyek yang terbatas pula sehingga hasilnya tidak bisa digunakan untuk
mewakili populasi yang lain diluar lokasi penelitian.
-
7/24/2019 elinachrisniati
39/53
b. Keterbatasan jumlah pasien yang masuk dalam kriteria inklusi sehingga
observasi yang rencananya dilakukan tiga kali, ada yang hanya berhasil
dua kali saja sehingga kemungkinan mempengaruhi hasil.
c. Kemungkinan terjadi bias sangat besar mengingat ada responden yang
mengisi kuesioner tanpa ditunggu oleh peneliti.
2. Kesulitan :
a. Jumlah item soal cukup banyak sehingga membuat responden jenuh dan
merasa agak keberatan untuk menyelesaikannya.
b. Karena tenaga observer yang sangat terbatas, observasi hanya dilakukan
pada pagi hingga sore hari, sehingga kemungkinan ada calon responden
yang lolos tidak teramati pada malam hari.
-
7/24/2019 elinachrisniati
40/53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta,
meliputi ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati. Jenis penyakit yang dirawat
meliputi penyakit infeksi dan non infeksi. Masing-masing ruang memiliki ruang
tindakan. Pelaksanaan tindakan infus bisa dilaksanakan di ruang tindakan maupun
ditempat tidur pasien. INSKA sudah dilengkapi dengan ruang bermain dan ruang
siaran radio untuk anak.
1. Karakteristik Responden Perawat
Karakteristik responden perawat yang menjadi sampel dalam penelitian
akan dipaparkan dalam tabel 5 berikut ini.
Tabel 5.
Karakteristik responden
No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)
1. Jenis Kelamin
Laki-laki
Wanita
0
20
0
100
2. Umur
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun>50 tahun
7
6
43
35
30
2015
3. Masa Kerja
10 tahun
3
8
9
15
40
45
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)
-
7/24/2019 elinachrisniati
41/53
Berdasar tabel 5 dapat dilihat bahwa semua responden yaitu 20 orang
responden adalah berjenis kelamin wanita (100%). Umur dari responden
bervariasi antara 22 tahun sampai 53 tahun. Dari tabel didapatkan responden
sebagian besar pada rentang umur 21- 30 tahun sebanyak tujuh orang (35%).
Dari tabel tersebut juga didapatkan karakteristik responden menurut masa
kerja masing-masing responden. Dari data diperoleh sebagian besar responden
mempunyai masa kerja >10 tahun ada sembilan orang (45%).
Dari 20 responden, hanya lima orang (20%) yang secara tertulis
menyatakan telah mendapatkan pelatihan komunikasi terapeutik.
2.
Tingkat pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik
Dari data yang diperoleh didapatkan hasil tingkat pengetahuan perawat
dalam komunikasi terapeutik di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati
INSKA RSUP DR. Sardjito Yogyakarta yang akan dipaparkan dalam tabel
berikut.
Tabel 6.
Tingkat pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik
No. Kategori Jumlah Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
7
5
4
4
35
25
20
20Jumlah 20 100
Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa variasi skor tingkat pengetahuan
tersebar pada semua kategori. Namun jumlah terbanyak yaitu sejumlah tujuh
orang (35%) mempunyai pengetahuan yang baik.
-
7/24/2019 elinachrisniati
42/53
3. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik
Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik di ruang Mawar, Matahari,
Menur dan Melati INSKA RSUP DR. Sardjito dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7.
Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik
No. Kategori Jumlah Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Baik
7
13
0
0
35
65
0
0
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)
Dari tabel 7 diatas ditampilkan perolehan nilai sikap perawat dalam
komunikasi terapeutik dimana sebagian besar yaitu 13 orang (65%) memiliki
sikap cukup baik.
4. Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik
Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia
prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati INSKA RSUP DR.
Sardjito dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8.
Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah
No. Kategori Jumlah Persentase (%)
1.
2.3.
4.
Baik
CukupKurang
Tidak Baik
1
163
0
5
8015
0
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer (INSKA RSUP DR. Sardjito, April - Mei 2006)
Berdasar tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yaitu
16 orang (80%) mempunyai kemampuan komunikasi terapeutik yang cukup
baik.
-
7/24/2019 elinachrisniati
43/53
5. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan kemampuan perawat dalam
komunikasi terapeutik
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan rank
Spearmansehingga didapatkan hasil berikut.
Tabel 9.
Hubungan tingkat pengetahuan dengan kemampuan perawat dalam
komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah (Mei, 2006)
Pengetahuan
perawat
Kemampuan
perawatPengetahuan
perawat
Kemampuan
perawat
Koefisien korelasi
Sig.(2-tailed)
N
Koefisien korelasi
Sig.(2-tailed)
N
1,000
,
20
,464*
,039
20
,464*
,039
20
1,000
,
20
*korelasi signifikan pada level p
-
7/24/2019 elinachrisniati
44/53
6. Hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi
terapeutik
Setelah data diperoleh kemudian diolah dengan rumus rank Spearman,
sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 10.
Hubungan antara Sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi
terapeutik pada anak usia prasekolah
Sikap
perawat
Kemampuan
perawatSikap perawat
Kemampuan
perawat
Koefisien korelasi
Sig.(2-tailed)
N
Koefisien korelasi
Sig.(2-tailed)
N
1,000
,
20
,157
,510
20
,157
,510
20
1,000
,
20
*korelasi signifikan pada level p
-
7/24/2019 elinachrisniati
45/53
cenderung langsung dan asertif, sedangkan perempuan terlalu sopan dan pasif.
Tannen (1992) cit. Ellis (1999) mengatakan bahwa komunikasi antara perempuan
dan laki-laki adalah sama terhambatnya seperti komunikasi antara dua orang dari
budaya yang berbeda. Menurut Potter & Perry (1993), jenis kelamin berpengaruh
pada pelaksanaan komunikasi terapeutik tetapi dalam penelitian ini distribusi
tidak merata sehingga tidak memberikan dampak yang berarti. Umur responden
yang bervariasi akan berpengaruh pada pelaksanaan komunikasi terapeutik karena
akan mendukung proses sosialisasi dan lebih memahami proses perkembangan
(Nurjannah, 2001). Masa kerja yang lama dengan pengalaman yang banyak akan
mengalami kecenderungan untuk bertindak lebih baik dari yang baru
(Notoatmodjo, 2003).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa responden memiliki
tingkat pengetahuan yang bervariasi yaitu tujuh orang (35%) berpengetahuan
baik, lima orang (25%) berpengetahuan cukup, empat orang (20%)
berpengetahuan kurang baik dan empat orang berpengetahuan tidak baik (20%).
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap objek dan adanya stimulus (Notoatmodjo, 2003).
Penginderaan terhadap objek tersebut dapat diperoleh melalui berbagai cara antara
lain dengan pendidikan formal, pengalaman, kursus atau latihan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum semua responden mendapat
pelatihan komunikasi terapeutik sehingga didapatkan hasil yang bervariasi. Hal ini
juga berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang bersifat teoritis dan
-
7/24/2019 elinachrisniati
46/53
sudah berlalu sekian lama. Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa untuk merubah
pengetahuan, sikap dan perilaku adalah dengan pendidikan dan pelatihan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perawat dalam komunikasi
terapeutik pada anak prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati
RSUP DR. Sardjito sebagian besar yaitu 13 orang (65%) adalah cukup baik.
Dalam membina hubungan terapeutik dengan anak, perawat perlu mengetahui
proses komunikasi dalam hal ini adalah pengetahuan tentang cara dan sikap dalam
komunikasi terapeutik, mengingat dengan pengetahuan akan memudahkan
ketrampilan berkomunikasi sehingga tujuan untuk memecahkan berbagai
permasalahan dapat teratasi (Keliat, 1996). Sikap dalam komunikasi merupakan
salah satu unsur penting dalam membangun efektivitas dari proses komunikasi,
dengan sikap yang baik proses komunikasi dapat berjalan sesuai dengan sasaran
dan tujuan yang ada (Hidayat, 2005).
Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak prasekolah di
ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati RSUP DR. Sardjito sebagian besar
yaitu 16 orang (80%) adalah cukup baik. Hasil observasi kemampuan perawat
dalam komunikasi terapeutik yang didapatkan mempunyai kategori yang berbeda-
beda, meskipun responden memiliki latar belakang pendidikan yang sama dan
telah mendapatkan konsep komunikasi terapeutik. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat
berkomunikasi dengan baik. Hidayat (2005), menyatakan bahwa kemampuan
komunikasi pada anak dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, sikap, usia
tumbuh kembang, status kesehatan anak, sistem sosial, saluran dan lingkungan.
-
7/24/2019 elinachrisniati
47/53
Hal ini juga dinyatakan oleh Potter & Perry (1993) bahwa proses komunikasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perkembangan, persepsi, nilai, latar
belakang sosial budaya, emosi, jenis kelamin, pengetahuan, peran dan hubungan,
lingkungan dan jarak.
Hubungan tingkat pengetahuan dengan kemampuan perawat dalam
komunikasi terapeutik pada anak prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur
dan Melati RSUP DR. Sardjito memiliki hubungan yang signifikan, sehingga
hipotesis semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki maka semakin tinggi
kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik, hubungan antar variabel
sedang, sehingga hipotesis pertama diterima. Hal ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Saptomo (2006) dimana terdapat hubungan yang
signifikan (bermakna) antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik
dengan pelaksanaan interaksi perawat-klien di IRNA III Wijaya Kusuma RSUP
DR. Sardjito Yogyakata dengan nilai korelasi sedang. Green (Notoatmodjo, 2003)
menyatakan perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi.
Jika pengetahuan baik maka diharapkan pula perilakunya juga baik.
Hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi
terapeutik memiliki korelasi yang sangat lemah sehingga bisa diartikan tidak ada
hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik
pada anak prasekolah di ruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati RSUP DR.
Sardjito. Jadi hipotesis kedua ditolak. Hal ini didukung oleh postulat variasi
independen yang dikemukakan oleh Warner & De Fleur (1969) cit.Azwar (2005)
yaitu tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku
-
7/24/2019 elinachrisniati
48/53
berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam
diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap tidak
berarti dapat memprediksi perilaku.
Kemudian Mann (1969) cit. Azwar (2005) mengatakan bahwa sekalipun
diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak
menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata
seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya
ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal lainnya.
Hal ini juga didukung oleh postulat konsistensi tergantung yang dikemukakan
oleh Allen, Guy & Edgley (1980) cit. Azwar (2005) yang menyatakan bahwa
hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional
tertentu seperti norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan, dan
sebagainya. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung antara lain fasilitas. Dalam penentuan sikap yang utuh,
pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi juga memegang peranan penting
untuk membentuk perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Dari uraian diatas jelas bahwa sikap seseorang tidak selalu berhubungan
dengan perilakunya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap perawat
dalam komunikasi terapeutik tidak selalu berhubungan dengan kemampuan
perawat dalam menjalankan komunikasi terapeutik.
-
7/24/2019 elinachrisniati
49/53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diruang Mawar, Matahari,
Menur dan Melati RSUP DR. Sardjito dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak
prasekolah sebagian besar adalah baik.
2.
Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak prasekolah
sebagian besar adalah cukup baik.
3. Kemampuan perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak
prasekolah sebagian besar cukup baik.
4.
Semakin tinggi pengetahuan perawat maka semakin tinggi kemampuan
perawat dalam komunikasi terapeutik pada anak usia prasekolah.
5. Tidak ada hubungan antara sikap dengan kemampuan perawat dalam
komunikasi terapeutik pada anak prasekolah.
-
7/24/2019 elinachrisniati
50/53
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan beberapa hal
seperti di bawah ini :
1. Bagi institusi rumah sakit
a. Perawat diruang Mawar, Matahari, Menur dan Melati RSUP DR. Sardjito
supaya meningkatkan kemampuannya dalam komunikasi terapeutik
terutama dalam menghadapi klien anak dengan cara ikut serta menjadi
peserta dalam seminar atau pelatihan yang diadakan baik didalam atau luar
rumah sakit sehingga wawasan yang dimiliki mengenai komunikasi
semakin berkembang.
b. Perlu terus dilakukan pemantauan dan himbauan oleh Kepala Ruang
masing-masing kepada para perawat untuk melakukan komunikasi
terapeutik dengan baik.
c.
Perlu ditempelnya pedoman dalam komunikasi terapeutik diruang
perawatan atau area yang strategis.
2. Bagi peneliti lain
Penelitian lanjutan dianjurkan untuk melakukan penelitian secara kualitatif
untuk meneliti tiap komponen dari komunikasi terapeutik, bagian apa yang
sering tidak dilakukan dan mengapa tidak dilakukan, terutama dalam
menghadapi klien anak.
-
7/24/2019 elinachrisniati
51/53
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi
IV. Rineka Cipta. Jakarta.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi
V. Rineka Cipta. Jakarta.
Azwar, S. 2005. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Behrnman, Kliegman and Arvin. 1996. Principles and Practice of Psychiatric
Nursing - Fifth edition.W.B Saunders company. Philadelphia.
Danapriatna & Setiawan. 2005. Pengantar Statistik. Edisi Pertama. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Danim, S. 2000. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Bumi aksara.
Jakarta.
Ellis, Gates & Kenworthy. 1995. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan.
EGC. Jakarta.
Hidayat, A.A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi
Pertama. Salemba medika. Jakarta.
Hidayat, A.A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba medika.
Jakarta.
Kariyoso. 1994. Pengantar Komunikasi bagi Siswa Perawat. EGC. Jakarta.
Keliat, B.A. 1996.Hubungan Terapeutik Perawat Klien. EGC. Jakarta.
Muscari, Mary. 1996. Pediatric Nursing second edition. Lippincot company.
Philadelphia.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Nurjannah, I. 2001. Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien, Kualitas Pribadi
sebagai Sarana. Bagian Penerbitan Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta.
-
7/24/2019 elinachrisniati
52/53
Potter & Perry. 1993. Fundamentals of Nursing, Concept, Process & Practice 3rd
Edition. Mosby Year. Inc. USA.
Prabandari, Y.S. 2000. Komunikasi Terapeutik Efektif sebagai Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Kepuasan Pasien. Makalah
dipresentasikan pada Seminar Strategi Komunikasi Terapeutik Menuju
Pelayanan Prima Kesehatan, 28 Oktober 2000, Yogyakarta.
Purba, J. M. 2003. Komunikasi dalam Keperawatan. http://
library.usu.ac.id/modules.php?. Diakses tanggal 25 Januari 2006.
Rahman, Werdati, dan Dewi. 2003. Pengaruh Pelatihan Komunikasi terapeutik
Perawat terhadap Tindakan Keperawatan di Perusahaan Jawatan RS Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Berita Kedokteran Masyarakat: XIX(2), 135-140.
Sacharin, R. M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta
Santosa, N.B. 2005. Hubungan Pengetahuan tentang Perkembangan dengan
Kemampuan Komunikasi Terapeutik Perawat pada Anak Usia Prasekolah
di Ruang Anggrek RSD Panembahan Senopati Bantul. Yogyakarta:
Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.
Saptomo, H.H. 2006. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang
Komunikasi Terapeutik dengan Pelaksanaan Interaksi PerawatKlien di
IRNA III Wijaya Kusuma RS DR. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.
Sastroasmoro & Ismail. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Binarupa Aksara. Jakarta.
Smith, Susan. 1992. Communications in Nursing. St. Louis. Mosby Year Book,
Inc. USA.
Soenarto, S.Y. 2000. Komunikasi Terapeutik yang Efektif dalam Praktek.
Makalah dipresentasikan pada Seminar Strategi Komunikasi Terapeutik
Menuju Pelayanan Prima Kesehatan, 28 Oktober 2000, Yogyakarta.
.
Stuart and Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing - Fifth
edition. Mosby Year Book. Missouri.
Sugiono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Alfa Beta. Bandung.
-
7/24/2019 elinachrisniati
53/53
Sumarno. 2003. Tingkat Kemampuan Komunikasi Terapeutik Perawat di RS Jiwa
Daerah Propinsi DIY.Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan FK
UGM. Skripsi. Tidak dipublikasikan.
Sumarti, E. 1997. Komunikasi dalam Asuhan Keperawatan Anak. Makalah
dipresentasikan pada seminar Keperawatan Anak Perawatan Anak
Menyongsong Abad ke XXI, 21 Juni 1997, Semarang.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC.
Jakarta.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik edisi 4. EGC.
Jakarta.