laporan koasistensi kesehatan masyarakat veteriner

Upload: robye-rd-dimu

Post on 24-Feb-2018

285 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    1/82

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) adalah salah satu bagian dari

    bidang ilmu kedokteran hewan. Istilah Kesehatan Masyarakat Veteriner inidiperkenalkan pertama kali oleh World Health Organization (WHO) dan Food

    Agriculture Organization (FAO) pada laporannya The Joint WHO/FAO Expert

    Group on Zoonoses pada tahun 1951. Dalam laporan tersebut, Kesmavet

    didefinisikan sebagai seluruh usaha masyarakat yang mempengaruhi dan

    dipengaruhi oleh seni dan ilmu kedokteran hewan yang diterapkan untuk

    mencegah penyakit, melindungi kehidupan, dan mempromosikan kesejahteraan

    dan efisiensi manusia.

    Selanjutnya definisi Kesmavet dimodifikasi oleh WHO/FAO pada tahun

    1975. Kesmavet didefinisikan sebagai suatu komponen aktivitas kesehatan

    masyarakat yang mengarah kepada penerapan keterampilan, pengetahuan dan

    sumberdaya profesi kedokteran hewan untuk perlindungan dan perbaikan

    kesehatan masyarakat.

    Pada tahun 1999, WHO, FAO, OIE (Office Internationale Epizooticae) dan

    WHO/FAO Coloborating for Research and Training in Veterinary Epidemiology and

    Management mengusulkan definisi kesmavet dikaitkan dengan definisi sehat

    menurut WHO. Menurut WHO, health is the state of complete physical, mental, and

    social well-being and not merely the absence of disease or infirmity. Oleh sebab itu,

    pada tahun 1999, Kesmavet didefinisikan sebagai kontribusi terhadap

    kesejahteraan fisik, mental dan sosial melalui pemahaman dan penerapan ilmukedokteran hewan.

    Indonesia memasukkan istilah Kesmavet pada Undang-Undang (UU)

    Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan

    Kesehatan Hewan. Definisi Kesmavet dalam UU tersebut adalah segala urusan

    yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang

    secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

    Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Kesmavet

    merupakan penghubung antara bidang pertanian/peternakan dan kesehatan.

    Akibatnya peran Kesmavet sangatlah penting karena melaluinya dapat terjalinkomunikasi yang intens antara dua lingkup ilmu tersebut demi tercapainya

    kesejahteraan dan keberlangsungan hidup yang diharapkan, baik oleh hewan

    maupun oleh manusia.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    2/82

    2

    Secara garis besar, tugas dan fungsi Kesmavet ada dua yaitu menjamin

    keamanan dan kualitas produk-produk peternakan, serta mencegah terjadinya

    resiko bahaya akibat penyakit hewan/zoonosis dalam rangka menjamin

    kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai perwujudan dari usaha

    melaksanakan tugas dan fungsi Kesmavet maka ditetapkan beberapa hal yang

    menjadi ruang lingkup dari tugas dan fungsi Kesmavet itu sendiri, yaitu

    administrasi dan konsultasi, pencegahan penyakit zoonotik, higiene makanan,

    riset dan penyidikan penyakit hewan dan zoonosis, serta pendidikan Kesmavet.

    Tugas dan fungsi yang pertama diaplikasikan dengan cara pemeriksaan

    kualitas produk asal hewan maupun hasil olahan produk asal hewan seperti

    daging, ikan, susu dan telur di laboratorium. Pemeriksaan tersebut bertujuan agar

    dapat mengetahui tingkat kelayakan dan keamanan sebuah produk asal hewan

    ataupun olahannya untuk dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan tugas dan fungsi

    yang kedua diaplikasikan dengan cara membentuk instansi-instansi yangberwenang dalam mengatur lalu-lintas hewan/ternak dan produk asal hewan

    serta berperan melakukan pengawasan terhadap kesehatan hewan agar

    mencegah terjadinya penularan penyakit baik itu antar hewan maupun penularan

    ke manusia.

    Instansi yang telah terbentuk oleh pemerintah yang memiliki tugas dalam

    menangani masalah/isu Kesmavet beberapa diantaranya adalah Dinas

    Peternakan, Rumah Potong Hewan (dibawahi oleh Dinas Peternakan), Karantina

    Hewan dan Karantina Ikan. Tugas dari Dinas Peternakan adalah melakukan

    pengawasan dan program penanggulangan penyakit hewan (termasuk zoonosis)

    di daerah tempat Dinas itu berada, mengurusi rekomendasi/ijin hewan yang

    masuk ataupun keluar melalui daerah kerjanya, serta mengurusi segala kegiatan

    kemasyarakatan yang berkaitan dengan kesehatan hewan/ternak (depo obat

    hewan dan praktik dokter hewan). Tugas dari Rumah Potong Hewan (RPH)

    adalah mengawasi peredaran produk hewan berupa daging dengan cara

    melakukan pemeriksaan sebelum dan sesudah hewan dipotong agar memastikan

    daging yang diedarkan ke pasar adalah daging yang aman, sehat, utuh dan halal

    (ASUH) untuk dikonsumsi manusia. Tugas dari Karantina secara umum

    (Karantina Hewan maupun Karantina Ikan) yaitu mengawasi lalu-lintas

    hewan/ternak dan ikan serta produk-produknya agar tidak terjadi penyebaranpenyakit dari satu tempat ke tempat lainnya melalui hewan/ternak maupun ikan

    dan produk-produknya tersebut. Khusus untuk Karantina Hewan, wilayah

    kerjanya ada di setiap pelabuhan laut dan bandara di suatu pulau/daerah.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    3/82

    3

    Atas dasar tugas dan fungsi Kesmavet tersebutlah maka penting untuk

    dilakukan kegiatan koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner ini. Seluruh

    rangkaian kegiatan koasistensi Kesmavet secara umum berlangsung di dua

    tempat yaitu laboratorium Kesmavet dan instansi-instansi terkait Kesmavet

    (Dinas Peternakan, Rumah Potong Hewan, Karantina Hewan dan Karantina Ikan).

    Selain itu juga dilakukan kegiatan penyuluhan mengenai isu Kesmavet kepada

    masyarakat dalam kegiatan koasistensi ini demi mempraktikan salah satu ruang

    lingkup tugas dan fungsi Kesmavet yaitu pendidikan Kesmavet.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    4/82

    4

    BAB II

    MATERI DAN METODE KEGIATAN

    A.

    Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH Undana

    1.

    Pemeriksaan Cemaran Mikroba pada Daging, Susu, Telur dan Produk

    Olahannya.

    1.1.

    Pengujian Total Plate Count (TPC)

    Pembuatan media

    i. Persiapan alat dan bahan (sterilisasi alat dan bahan,

    pembuatan media Plate Count Agar/PCA dan larutan

    Butterfields Phosphate buffered/BPw).

    ii. Persiapan sampel (daging, ikan, telur dan susu).

    iii. Sampel daging, ikan dan telur ditimbang sebanyak masing-masing 12,5 gram dan susu ditakar sebanyak 12,5 ml.

    iv. Sampel yang sudah diukur dimasukkan ke dalam 112,5 ml

    larutan BPw dan dihomogenkan.

    Tahap analisis

    i.

    Dilakukan pengenceran kelipatan 10 dengan cara ambil

    masing-masing 1 ml larutan (daging, ikan, telur dan susu) dan

    dimasukkan ke dalam tabung pertama lalu dihomogenkan

    kemudian diambil lagi 1 ml dan dimasukkan ke tabung kedua

    dan seterusnya diulang hingga tabung keempat sehingga

    terbentuk suatu deret pengenceran 10-1, 10-2,10-3 dan 10-4.

    ii.

    Satu ml larutan dari masing-masing tabung 1 sampai 4 diambil

    dan dimasukkan ke cawan petri.

    iii.Media PCA ditambahkan ke cawan tersebut sebanyak 15 20

    ml kemudian dihomogenkan dengan cara menggerakkan

    cawan membentuk angka delapan.

    iv.

    Setelah membeku, media yang telah ditanam tersebut

    diinkubasi pada suhu 36 C selama 24 jam.

    v.

    Penghitungan dilakukan dengan memilih cawan petri yang

    jumlah angka koloninya antara 25 250, kemudian ditentukanrata-ratanya yang hasilnya merupakan jumlah kuman per 1

    gram (CFU/gram).

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    5/82

    5

    2. Pemeriksaan Susu

    2.1.

    Uji Alkohol

    i.Sampel susu sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung.

    ii.

    Ditambahkan 5 ml alkohol

    iii.

    Campuran tersebut dikocok dan diamati ada/tidaknya presipitasi.

    iv. Jika positif maka akan terbentuk presipitasi pada dinding tabung

    reaksi.

    2.2. Uji derajat keasaman (pH)

    i.

    Sampel susu dimasukkan ke dalam gelas ukur.

    ii.

    pH meter dikalibrasi lalu dicelupkan ke dalam sampel susu yang ada

    digelas ukur.

    iii.

    Angka yang tertera pada pH meter merupakan hasil dari

    pengukuran.

    2.3.

    Uji kekeruhani.Susu steril sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

    ii.

    Ditambahkan H2SO4 sebanyak 4 ml.

    iii.

    Campuran tersebut dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam

    penangas air mendidih selama 5 menit.

    iv.

    Perubahan yang terjadi diamati, jika larutan hasil pemanasan jernih

    berarti susu tersebut mengalami sterilisasi sempurna.

    2.4.

    Uji penetapan berat jenis (BJ)

    i.Susu dituangkan ke dalam tabung tanpa menimbulkan buih.

    ii.

    Lactodensimeter dimasukkan dengan hati-hati dan dibiarkan timbul

    sampai diam.

    iii.Skala yang ditunjukkan dibaca (angka yang terbaca menunjukkan

    angka ke-2 dan ke-3 di belakang koma).

    iv.Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.

    2.5.

    Uji kadar bahan kering (BK)

    i.Cawan dikeringkan di oven pada suhu 100 C selama 10 menit.

    ii.Setelah pengeringan, cawan didinginkan sampai mencapai suhu

    ruangan.

    iii.Cawan ditimbang (a gram).

    iv.

    Contoh susu dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 5 ml danditimbang (b gram).

    v.Cawan dipanaskan kembali di oven dengan suhu 100 C selama 1

    jam, lalu didinginkan, ditimbang dan dicatat bobot cawan tersebut.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    6/82

    6

    vi.Pemanasan berikutnya dilakukan dengan prosedur yang sama dan

    seterusnya sampai berat cawan + contoh susu menjadi stabil (c

    gram).

    vii.

    Penghitungan kadar BK dilakukan dengan rumus:()

    ()

    100%

    2.6.

    Pengujian mastitis

    Pembuatan preparat breed

    i.

    Susu sebanyak 0,1 ml diambil dan diteteskan pada gelas objek

    lalu diratakan segi empat.

    ii.Preparat tersebut dikeringkan.

    iii.

    Dilakukan pewarnaan dengan eter : alkohol = 1 : 1 selama 2

    menit.

    iv.

    Kemudian pewarnaan dengan metilen blue lofter selama 1

    menit.

    v.

    Preparat dicuci dengan air biasa.

    vi.Selanjutnya, preparat direndam dengan alkohol 95% selama 3

    menit.

    vii.

    Preparat diamati di mikroskop dan dihitung jumlah sel somatik

    sebanyak 20 kali pandang secara berurutan.

    viii.

    Hasil perhitungan dikali dengan 400.000.

    ix.Positif mastitis jika hasil akhir perhitungan di atas 3 juta sel.

    Reagen IPB 1

    i.Sampel susu dituangkan sebanyak 2 ml pada tiap paddle

    (berjumlah 4).ii.Reagen diteteskan secukupnya lalu dihomogenkan.

    iii.

    Dilakukan pengamatan, jika positif maka akan terbentuk massa

    berlendir.

    2.7. Uji conradi

    i.

    Resorcine sebanyak 0,1 gram dicampurkan dengan 25 ml susu dan

    2,5 ml HCl pekat lalu dihomogenkan.

    ii.

    Campuran tersebut dimasukkan ke dalam penangas air hingga

    campuran tersebut mendidih dan diamati setelah 5 menit

    mendidih.

    iii.Hasil positif jika terbentuk warna merah jambu di tepi/pinggiran

    susu.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    7/82

    7

    2.8. Uji penambahan santan

    i.

    Sebanyak satu tetes susu diteteskan ke gelas objek dan ditutup

    dengan cover glass.

    ii.

    Dilakukan pengamatan di mikroskop dengan perbesaran 100 dan

    400.

    iii. Jika ditemukan sel-sel yang heterogen maka hasil tersebut positif.

    2.9.

    Uji penambahan tepung

    Pemeriksaan mikroskopis

    i.

    Sebanyak 1 tetes susu diteteskan ke gelas objek, kemudian

    ditutup dengan cover glass.

    ii.

    Dilakukan pengamatan di mikroskop dengan perbesaran 400.

    iii.Hasil positif jika terdapat sel-sel asing selain butir-butir lemak

    yang ukurannya tidak teratur dan berwarna kebiru-biruan.

    Pengujian kimiawii.

    Susu sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

    ii.Ditambahkan 0,5 ml HCl.

    iii.

    Campuran tersebut dipanaskan di atas api hingga terjadi

    penggumpalan.

    iv.Sampel susu kemudian didinginkan, disaring dan

    ditambahkan lugol.

    v.

    Hasil reaksi yang terjadi diamati, jika terbentuk warna biru

    berarti sampel susu positif mengandung tepung.

    2.10. Pengujian residu antibiotik pada susu

    Penggunaan biakan media

    i.Persiapan alat dan bahan (sterilisasi alat dan bahan,

    pembuatan media Nurient Agar/NA dan larutan Butterfields

    Phosphate buffered/BPw).

    ii.

    Pengujian dilakukan dengan 2 metode:

    - Metode tuang

    Sebanyak 1 ml bakteri (Bacillus cereus) dituangkan

    ke cawan petri terlebih dahulu kemudian dituangkan

    larutan NA sebanyak 15 ml dan dihomogenkan lalu

    dibiarkan hingga media beku.- Metode sebar

    Larutan NA dituang sebanyak 15 ml pada cawan petri

    terlebih dahulu dan dibiarkan hingga beku

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    8/82

    8

    selanjutnya dituang bakteri (Bacillus cereus)

    sebanyak 1 ml dan diratakan dengan gelas bengkok.

    iii.Blank cakram dicelupkan ke dalam sampel susu, kontrol

    positif dan kontrol negatif, kemudian ditempelkan pada

    permukaan media NA baik metode tuang maupun sebar.

    iv.Media tersebut diinkubasi pada suhu 54 C selama 24 jam.

    v.

    Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan. Bila hasil positif maka

    akan terbentuk zona jernih di sekitar blank cakram.

    Uji yoghurt

    i.Diambil 10 ml sampel susu dan dimasukkan ke dalam tabung

    steril.

    ii.Susu kontrol juga diambil 10 ml dan dimasukkan dalam

    tabung steril lainnya.

    iii.

    Kedua tabung tersebut dipanaskan pada suhu 80 C selama 5menit.

    iv.

    Setelah itu didinginkan sampai suhu 40 46 C.

    v.Ditambahkan starter sebanyak 1 ml dan diinkubasi pada suhu

    37 C selama semalam.

    vi. Jika susu positif mengandung antibiotik maka konsistensi

    susu akan tetap encer.

    3. Pemeriksaan Daging

    3.1.

    Pemeriksaan kesempurnaan pengeluaran darah

    i.

    Daging ditimbang sebanyak 6 gram dan dimasukkan ke dalam

    gelas ukur.

    ii.Penambahan aquades sebanyak 14 ml dan didiamkan selama 15

    menit.

    iii.

    Disaring ekstrak dan diambil 0,7 ml filtrate untuk dimasukkan ke

    tabung reaksi.

    iv.

    Ke dalam tabung reaksi diteteskan 1 tetes malachite green 0,1%

    dan 1 tetes H2o23%.

    v.

    Didiamkan 20 menit dan dilakukan pengamatan pada perubahan

    warna yang terbentuk, jika pengeluaran darah tidak sempurnamaka akan terbentuk warna hijau/keruh.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    9/82

    9

    3.2. Pengukuran nilai pH daging

    i.

    Daging dipotong sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam gelas

    ukur.

    ii.

    Dicampurkan dengan aquades sebanyak 10 ml.

    iii.

    Kertas lakmus dicelupkan ke dalam campuran tersebut dan

    diamati perubahan yang terjadi.

    3.3.

    Uji drip loss

    i.Daging ditimbang sebanyak 5 gram.

    ii.

    Daging tersebut diikat dengan benang dan dimasukkan ke dalam

    plastik klip yang sudah penuh terisi udara. Diposisikan agar daging

    tidak menyentuh dinding plastik.

    iii.

    Disimpan di dalam kulkas selama 24 jam.

    iv.Setelah 24 jam, daging tersebut ditimbang untuk diketahui

    beratnya.v.

    Perhitungan drip loss daging menggunakan rumus:()

    100%

    3.4.

    Uji kadar bahan kering (BK)

    i.Cawan dikeringkan di oven pada suhu 110 C

    ii.

    Setelah kering, cawan didinginkan dan ditimbang (a gram).

    iii.Sampel (daging dan ikan) masing-masing ditimbang sebanyak 5

    gram dan dimasukkan ke dalam cawan petri dengan keadaan telah

    dicincang halus lalu ditimbang (b gram).

    iv.

    Cawan yang telah berisi sampel dipanaskan di oven dengan suhu

    110 C.v.Setiap jam sampel dikeluarkan dan ditimbang, diulangi

    seterusnya sampai didapat berat konstan (c gram).

    vi.

    Perhitungan berat kering menggunakan rumus:()

    () 100%

    3.5. Uji eber

    i.

    Persiapan alat dan bahan (pembuatan reagen eber= HCl 1 : alkohol

    3 : ether 1).

    ii.Reagen eber sebanyak 2 ml dituang ke dalam tabung.

    iii.

    Sampel daging dipotong sebesar biji kacang tanah lalu ditusukkan

    pada lidi yang telah ditancapkan pada sumbat tabung.iv.

    Daging yang telah ditusukkan pada lidi dimasukkan secara

    perlahan ke dalam tabung yang berisi reagen (diposisikan agar

    daging tidak menyentuh dinding tabung).

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    10/82

    10

    v.Pengamatan dilakukan sesegera mungkin terhadap reaksi yang

    terjadi di sekitar daging.

    vi.Hasil positif jika terbentuk awan putih di sekitar daging.

    3.6.

    Uji residu formalin

    i.

    Daging ditimbang sebanyak 10 gram.

    ii.Ditambahkan 10 ml aquades dan dihomogenkan.

    iii.

    Campuran tersebut disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm

    selama 5 menit.

    iv.

    Supernatannya diambil sebanyak 10 ml.

    v.

    Ditambahkan pelarut berturut-turut:

    -

    3 tetes phenylhidrazine

    -

    2 tetes nitroprusside

    - 3 tetes NaOH 0,4%

    vi.

    Langsung dilakukan pengamatan, jika terbentuk warna hijauemerald maka sampel tersebut positif mengandung formalin.

    3.7.

    Pengujian residu antibiotika

    i.

    Persiapan alat dan bahan (sterilisasi alat dan pembuatan media

    Nurient Agar/NA).

    ii.

    Daging ditimbang sebanyak 10 gram lalu dipotong kecil-kecil dan

    ditambahkan pelarut dapar fosfat nomor 2 sebanyak 20 ml,

    dihomogenkan kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit.

    iii.Supernatannya diambil dan digunakan sebagai larutan contoh uji.

    iv.

    Bakteri (Bacillus cereus) sebanyak 2 ml diambil dan dimasukkan

    ke dalam media NA yang sudah siap dituang ke cawan kemudian

    dihomogenkan.

    v.

    Penanaman bakteri dilakukan dengan metode tuang: media NA

    yang telah dicampurkan bakteri dituang ke dalam cawan petri

    sebanyak 15 ml tiap cawan.

    vi.

    Media dibiarkan beku.

    vii.Blank cakram dicelupkan pada larutan contoh uji (sampel daging)

    selama beberapa detik kemudian diangkat dan ditempelkan pada

    permukaan media NA yang telah ditanam bakteri, demikian juga

    dilakukan pada kontrol positif dan negatif.viii.Media tersebut diinkubasi pada suhu 36 1 C selama 16 18 jam.

    ix.

    Setelah itu, dilakukan pengamatan. Positif mengandung antibiotik

    jika terbentuk zona jernih di sekitar cakram.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    11/82

    11

    4. Pemeriksaan Telur

    4.1.

    Pengujian kualitas telur utuh

    Pemeriksaan kerabang telur

    i.

    Permukaan kerabang telur dilihat dan diraba mulai dari

    ujung tumpul sampai lancip untuk mengamati keutuhan,

    bentuk, warna, dan kebersihan serta kehalusan kerabang

    telur.

    ii.

    Hasil pengamatan dicatat.

    Peneropongan telur

    i.

    Telur diarahkan ke sinar candler dan diputar-putar

    kemudian dilihat kelainan yang mungkin terlihat, seperti

    tinggi kantung hawa, adanya bercak-bercak darah dan

    pertumbuhan embrio.

    ii.

    Hasil pengamatan dicatat. Pengukuran tinggi kantung hawa

    i.

    Telur diletakkan di depan candler dan diukur diameter dan

    tinggi kantung hawa menggunakan jangka sorong.

    ii.

    Berdasarkan tinggi kantung hawa, dapat dilakukan

    pengelompokkan umur.

    4.2. Pengujian kualitas di dalam telur

    Pemeriksaan putih dan kuning telur

    i.

    Kerabang telur dibersihkan lalu didesinfeksi dengan alkohol

    70%.

    ii.Kerabang telur dibuka tepat pada bagian tengah telur dan

    dituangkan ke atas meja praktikum.

    iii.Dilakukan pengamatan pada kebersihan dan kekentalan

    putih telur serta bentuk, posisi, dan kebersihan kuning telur.

    iv.

    Hasil pengamatan dicatat.

    Indeks Kuning Telur

    i.Tinggi dan diameter dari kuning telur diukur untuk

    penentuan indeks kuning telur.

    ii.Penentuan indeks kuning telur menggunakan rumus:

    () ()

    Indeks albumin

    i.Tinggi dari albumin tebal diukur.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    12/82

    12

    ii.Diameter diukur 2 kali dengan sisi yang berbeda untuk

    dirata-ratakan.

    iii.Indeks albumin diukur dengan menggunakan rumus: ()

    (+): ()

    4.3.

    Perendaman di air

    i.

    Air dimasukkan secukupnya ke dalam gelas piala.

    ii.Telur dimasukkan dan hasil yang didapat dicatat.

    iii.

    Kualitas telur dinilai berdasarkan keadaan telur dalam air

    (terapung, melayang atau tenggelam).

    4.4.

    Haugh unit

    i.Telur ditimbang.

    ii.

    Telur dibuka dan isinya (putih dan kuning) dituangkan ke atas

    meja praktikum.

    iii.

    Albumin tebal diukur tingginya.

    iv.

    Haugh unit dihitung dengan menggunakan rumus: 100 log

    (H+7.57-1.7W0.37).

    v.

    Keterangan: H = tinggi albumin (mm) dan W = bobot telur (gram).

    B.Karantina Hewan

    1. Karantina Hewan PelabuhanSecara umum, di karantina pelabuhan dilakukan pengamatan

    terhadap segala kegiatan administratif yang menyangkut urusan

    perkarantinaan dan ditemukan tindakan-tindakan karantina. Tindakan

    yang dilakukan oleh karantina hewan sebagaimana yang tertera di Undang-

    Undang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan,

    yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan,

    penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Selain itu, didapat juga materi

    berupa pengenalan terhadap karantina dan kegiatan pengawasan dan

    penindakan (wasdak) di karantina. Ada beberapa kegiatan yang melibatkan

    mahasiswa baik di Instalasi Karantina Hewan maupun di laboratorium,

    yaitu:

    1.1.

    Instalasi Karantina Hewan (Pengambilan darah)i.

    Sapi diantar masuk ke Instalasi Karantina Hewan menggunakan

    truk.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    13/82

    13

    ii.Sapi dimasukkan ke kandang melalui jalur yang telah dibuat

    khusus.

    iii.Sapi diistirahatkan beberapa saat.

    iv.

    Setelah cukup tenang, sapi dibawa masuk ke kandang jepit dan

    dilakukan pengambilan darah.

    v.Pengambilan darah menggunakan tabung vacutainer tanpa

    antikoagulan agar mendapatkan serum untuk uji Rose Bengal

    Test/RBT Brucellosis.

    vi.

    Lokasi pengambilan darah adalah pada vena jugularis di leher,

    namun dapat juga dilakukan pada vena dorsalis nasidi hidung dan

    vena coccygea di ekor.

    vii.

    Darah yang telah diambil kemudian diantar ke laboratorium untuk

    dilakukan pemeriksaan.

    1.2.

    Laboratorium (uji Rose Bengal Test/RBT)i.Penerimaan sampel darah dari Instalasi Karantina Hewan.

    ii.

    Sampel darah yang telah terbentuk serumnya langsung dipakai

    untuk pemeriksaan, namun yang belum terbentuk serum

    dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit.

    iii.

    Serum sampel diambil menggunakan mikropipet sebanyak 0,25 ml

    dan diteteskan di atas cawan. Begitu juga dengan kontrol negatif

    dan positif 1 hingga 3.

    iv.Diteteskan antigen untuk uji RBT sebanyak 1 tetes di setiap serum.

    v.

    Campuran serum dan antigen pada cawan kemudian ditapping

    selama 4 menit pada kecepatan 200 400 rpm pada alat rotary

    aglutinator.

    vi.

    Reaksi yang terjadi dapat diamati dan disesuaikan hasilnya dengan

    kontrol.

    2.

    Karantina Hewan Bandara

    Karantina bandara merupakan pengatur lalu-lintas hewan yang

    keluar ataupun masuk melalui bandar udara El Tari kupang. Karantina

    bandara ini merupakan salah satu wilayah kerja dari Balai Karantina

    Pertanian Kelas 1 Kupang yang kantor pusatnya di pelabuhan Tenau.

    Tindakan-tindakan yang dilakukan di karantina bandara secara umumsama dengan karantina pelabuhan. Alur pelayanan yang ditetapkan pun

    sama. Karantina bandara ini lebih banyak mengurusi lalu-lintas hewan

    kesayangan dan ayam Day Old Chicks (DOC) dan hanya terbatas pada

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    14/82

    14

    pengecekan dokumen kesehatan hewan karena tidak memiliki

    laboratorium yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan kesehatan

    hewan.

    C.

    Dinas Peternakan

    1.

    Kantor Dinas Peternakan

    Kantor dinas peternakan kota Kupang dalam tugasnya melayani

    beberapa hal, diantaranya perijinan dan rekomendasi keluar masuk

    ternak/hewan dan hasil ikutan peternakan, perijinan pemeliharaan ternak,

    depo obat hewan dan depo daging, vaksinasi ternak besar dan kecil,

    pengobatan ternak besar dan kecil, pemberian obat cacing dan vitamin, dan

    Inseminasi Buatan (IB). Dalam pelaksanaan pelayanan tersebut, telah

    dibuatkan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar memudahkan proses

    pelayanan itu sendiri. Sebagai aplikasi dari pelayanan oleh dinas

    peternakan, sering dilakukan kunjungan lapangan baik atas laporan

    masyarakat ataupun oleh program dari dinas sendiri. Kunjungan lapangan

    yang dilakukan biasanya untuk pengobatan ternak/hewan (atas laporan

    masyarakat) dan vaksinasi, pemberian obat cacing atau vitamin dan

    kepentingan surveillance penyakit hewan (program dinas).

    Pada akhirnya, hasil dari kunjungan lapangan dan juga oleh laporan

    masyarakat, dinas peternakan merangkum dan menyimpulkan data

    mengenai sebaran dan kejadian penyakit hewan di kota Kupang untuk

    kepentingan data epidemiologi penyakit hewan. Rekapan data mengenaikejadian penyakit ini biasanya dilakukan/dikeluarkan setiap bulan.

    2.

    Rumah Potong Hewan (RPH)

    Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan instansi yang ada di bawah

    naungan Dinas Peternakan Kota Kupang, terletak di Oeba. Rumah Potong

    Hewan Oeba terdiri dari 2 bagian yaitu RPH sapi dan RPH babi yang

    bangunannya terpisah. Kegiatan yang wajib dilakukan di RPH yaitu

    pemeriksaan antemortem dan postmortem. Pemeriksaan antemortem

    biasanya dilakukan pada pukul 16.00 sore, namun di RPH sapi pada

    beberapa hari tertentu ketika banyak sapi yang dimasukkan maka

    pemeriksaan dapat dimulai sejak pukul 10.00. Sedangkan pemeriksaan

    postmortem dilakukan dinihari ketika sapi maupun babi mulai dipotong.

    Kegiatan antemortem yang dapat dilakukan di RPH adalah dengan

    pengamatan kondisi sapi/babi secara umum kemudian langsung memberi

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    15/82

    15

    penilaian. Hal-hal yang dapat diamati seperti luka, fraktur kaki, buta,

    edema, keluar leleran, infestasi parasit, hipersalivasi, dan lain-lain. Bagian

    dari kegiatan antemortem yang juga penting adalah pemeriksaan

    dokumen/surat jual beli hewan yang sah sebagai syarat hewan dapat

    diterima untuk proses pemotongan di RPH. Sedangkan postmortem

    dilakukan dengan pengamatan terhadap organ viseral (otak, jantung,

    pulmo, limpa, hepar, lambung dan usus) yang telah dipisahkan. Organ

    viseral tersebut juga dapat diinsisi untuk dilihat kelainannya, terlebih

    ketika ditemukan nodul. Namun dengan kondisi tanpa pendampingan dari

    petugas RPH maka hasil dari kegiatan pemeriksaan baik antemortem

    maupun postmortem tidak dapat diambil keputusan apapun.

    Dalam hal pengoperasian RPH, ada beberapa hal yang menjadi

    faktor penunjang yang cukup berpengaruh dalam usaha RPH untuk

    menghasilkan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) demikepentingan konsumsi (kecuali untuk babi tidak diberi label Halal).

    Beberapa hal di antaranya adalah penerapan prinsip kesejahteraan hewan,

    kelayakan bangunan RPH dan kegiatan pengolahan limbah. Untuk itu, maka

    dilakukan pengamatan dan penilaian terhadap keberhasilan penerapan

    beberapa item tersebut di RPH Oeba. Penilaian dimaksudkan agar dapat

    diketahui seberapa layak RPH Oeba mampu menjalankan fungsinya dalam

    hal penyediaan daging yang ASUH bagi konsumsi masyarakat di kota

    Kupang.

    D.

    Karantina Ikan

    Sebagaimana tugas karantina pada umumnya, karantina ikan adalah

    instansi yang ditugaskan untuk menjamin keamanan produk perikanan

    yang dilalu-lintaskan. Tindakan yang dilakukan oleh karantina ikan pun

    sama seperti karantina hewan sebagaimana yang tertera di Undang-

    Undang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan,

    yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan,

    penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Tindakan-tindakan tersebut

    yang diamati selama berada di karantina ikan.

    Selain pengamatan terhadap tindakan karantina, mahasiswa jugaikut terlibat dalam tindakan karantina yaitu melakukan identifikasi

    penyakit di laboratorium sebagai bagian dari tindakan pemeriksaan.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    16/82

    16

    Identifikasi yang dilakukan adalah identifikasi parasit pada produk

    perikanan. Prosedur identifikasi yang dikerjakan adalah sebagai berikut:

    i.Sampel diterima di laboratorium melalui ruangan nekropsi.

    ii.

    Sampel ikan, lobster atau kepiting dinekropsi dengan cara

    menusukkan benda tajam ke kepala untuk mengenai otak.

    iii.Tubuh sampel kemudian dibuka untuk diambil insangnya dan

    ditaruh ke wadah bersih.

    iv. Insang sampel dibawa ke laboratorium parasit.

    v.

    Insang sampel ditetesi dengan aquades secukupnya agar

    memudahkan proses identifikasi.

    vi.

    Identifikasi dilakukan dengan menempatkan insang langsung di

    bawah lensa objek mikroskop khusus yang dirancang untuk

    mencari parasit pada insang ikan.

    vii.

    Setelah ditemukan parasit, diambil menggunakan pinset danditempatkan di gelas objek yang sebelumnya telah ditetesi

    aquades.

    viii.

    Preparat parasit tersebut kemudian diamati di mikroskop yang

    telah terhubung dengan komputer sehingga gambaran di bawah

    lensa objek dapat langsung teramati di layar komputer.

    ix.Gambaran parasit yang jelas di layar komputer dapat membantu

    dalam hal identifikasi.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    17/82

    17

    BAB III

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A.

    Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH Undana

    1.

    Pemeriksaan Cemaran Mikroba pada Daging, Susu, Telur dan Produk

    Olahannya.

    1.1.Pengujian Total Plate Count (TPC)

    Hasil pengujian TPC dari sampel daging, ikan, susu dan telur

    dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Jenis

    sampel

    Koloni bakteri Hasil Keterangan

    Daging 4,22 x

    106Melebihi

    batas

    cemaran olehSNI (1 x 106)

    Ikan 3,27 x

    106Melebihi

    batas

    cemaran oleh

    SNI (1 x 106)

    Susu 0 Tidak ada

    cemaran

    mikroba

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    18/82

    18

    Telur 6 x 104 Di bawah

    batas

    cemaran oleh

    SNI (1 x 106)

    Dari hasil yang tertera pada tabel di atas, dapat disimpulkan

    bahwa tingkat cemaran mikroba pada telur dan susu masih berada

    dalam kategori aman untuk dikonsumsi (bahkan untuk susu tidak ada

    cemaran), sedangkan tingkat cemaran mikroba pada daging dan ikansudah melewati batas sehingga tidak layak untuk dikonsumsi lagi.

    Sampel daging dan ikan yang digunakan pada praktikum ini

    diambil dari pasar modern (supermarket) yang penyimpanannya

    pada lemari pendingin, sedangkan sampel telur diambil dari telur

    yang dijual tanpa perlakuan penyimpanan khusus. Untuk sampel susu

    dipakai susu steril yang dijual dalam bentuk kaleng sehingga wajar

    ketika pada pemeriksaan TPC tidak ditemukan adanya cemaran

    mikroba. Proses sterilisasi dilakukan dengan teknik pemanasan

    mencapai 155 C sehingga mengakibatkan semua bakteri pathogenmaupun non-pathogen mengalami kematian (Saleh, 2004).

    Melihat hasil pemeriksaan TPC bahwa sampel daging dan ikan

    memiliki jumlah cemaran mikroba yang melebihi batas maka

    sebenarnya faktor penyimpanan bukan menjadi satu-satunya

    penentu kualitas bahan pangan asal hewan, tetapi juga ada faktor lain

    seperti perlakuan pada saat pemotongan dan lamanya masa

    penyimpanan. Kemungkinan daging dan ikan tersebut telah disimpan

    dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga mikroba mampu

    tumbuh dalam jumlah yang banyak.

    Telur dengan nilai cemaran mikroba yang minim atau di

    bawah batas cemaran menunjukkan bahwa kemungkinan telur

    tersebut masih baru sehingga mikroba belum banyak berkembang.

    Ditambah lagi dengan pertahanan yang baik dari telur melalui

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    19/82

    19

    kerabangnya, membuat telur agak susah dicemari oleh mikroba

    walaupun penyimpanannya tidak pada kondisi yang ideal.

    2.

    Pemeriksaan Susu

    2.1.

    Uji alkoholTujuan dari uji alkohol adalah untuk mengetahui kualitas susu

    secara cepat. Kualitas susu yang baik dan yang asam dapat diketahui

    melalui uji alkohol. Prinsipnya adalah dengan melihat ada/tidaknya

    presipitasi yang terbentuk pada dinding tabung reaksi yang telah diisi

    susu yang dicampur alkohol. Perubahan keasaman susu (pH)

    disebabkan oleh terbentuknya asam laktat sebagai akibat daya kerja

    bakteri asam laktat yang banyak ditemukan dalam susu yang

    pemerahannya dilakukan secara tidak higienis (Sudarwanto, 1999).

    Hasil dari uji alkohol yang dilakukan pada praktikum iniadalah tidak terjadi presipitasi pada dinding tabung reaksi, sehingga

    kesimpulannya adalah kualitas susu yang digunakan masih baik.

    Presipitasi tidak terjadi karena pada susu yang baik kualitasnya,

    partikel-partikel casein terikat dengan gara-garam Ca dan Mg

    sehingga keadaannya stabil. Hal itu membuat alkohol tidak mampu

    mendehidrasi micelle casein phosphate untuk membentuk presipitasi.

    Presipitasi dapat terjadi karena ketika susu menjadi asam, keasaman

    akan mempengaruhi kestabilan dari micelle sehingga garam-garam Ca

    dan Mg akan melepaskan diri dari ikatannya secara perlahan dan

    masuk ke dalam larutan. Pelepasan garam-garam ini menyebabkan

    pengikatan air berkurang sehingga jika diberi alkohol akan

    mendehidrasi micelle casein phosphate untuk mengakibatkan

    terjadinya presipitasi.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    20/82

    20

    Gambar. Hasil uji alkohol

    2.2.

    Uji derajat keasaman (pH)Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui tingkat keasaman

    susu, karena tingkat keasaman merupakan salah satu indikator

    penting untuk mengetahui kualitas air susu. Susu segar mempunyai

    pH 6,6 6,7. Bila terjadi fermentasi spontan akibat aktivitas bakteri,

    pH susu dapat turun secara nyata sekitar 4 5. Sebaliknya pH susu

    dapat naik diatas 6,7 bila sapi menderita penyakit mastitis

    (Hadiwiyoto, 1994).

    Pada praktikum ini dipakai susu steril untuk pengukuran pH

    karena ketiadaan susu segar. Hasil yang didapat adalah nilai pH susuyang diuji sebesar 7,0 baik pada pengkuran menggunakan pH meter

    maupun kertas lakmus. Menurut Rahman, dkk. (1992), penyimpanan

    susu pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat penurunan pH

    susu. Pendapat tersebut berlawanan dengan hasil yang didapat pada

    praktikum ini, kemungkinan akibat susu steril tersebut telah

    terkontaminasi bakteri sebelum dilakukan pengukuran pH.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    21/82

    21

    Gambar. Hasil uji pH susu dengan pH meter (kiri) dan kertas lakmus (kanan)

    2.3.Uji kekeruhan

    Tujuan dari uji kekeruhan adalah untuk mengetahui

    kesempurnaan proses sterilisasi. Sesuai tujuannya, uji ini hanya

    dilakukan pada susu steril (UHT) yang dijual di pasar. Prinsip uji ini

    adalah mengamati hasil pemanasan susu yang telah dicampur

    ammonium sulfat. Jika hasilnya jernih maka susu mengalami

    sterilisasi sempurna. Seperti hasil uji yang dilakukan pada praktikum

    ini, didapat cairan yang jernih sehingga kesimpulannya susu yang diuji

    mengalami sterilisasi sempurna.

    Gambar. Hasil uji kekeruhan

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    22/82

    22

    2.4.Uji penetapan berat jenis (BJ)

    Prinsip dari BJ adalah bahwa benda padat yang dicelupkan ke

    dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat

    volume cairan yang dipindahkan. Alat untuk mengukur BJ adalah

    lactodensimeter. Pada praktikum ini tidak benar-benar dilakukan

    pengukuran BJ karena tidak tersedianya lactodensimeter, namun

    simulasi perhitungan BJ tetap dilakukan dengan permisalan skala

    yang terbaca pada lactodensimeter adalah 28.

    Melalui skala yang terbaca, secara otomatis bisa langsung

    diketahui nilai BJ suatu larutan karena skala tersebut menunjukkan

    angka ke-2 dan ke-3 di belakang koma dari nilai BJ. Artinya dengan

    contoh skala 28 yang diberikan, BJ susu adalah 1,0280. Nilai itu dapat

    dibuktikan dengan proses hitung seperti di bawah ini.

    Diketahui:

    Skala lactodensimeter = 28

    Suhu lingkungan = 24 CSuhu susu = 22 C

    Ditanya:

    BJ setara 27,5 C (suhu lingkungan standar) = ?

    Penyelesaian:

    =

    = 1,0280

    (Suhu Susu Suhu Lingkungan) x Tetapan BJ x Hasil oleh skala= (22 24 C) x 0,0002 x 1,0280= 1, 0276 (BJ sementara)

    = 1,0276 ,993

    ,99

    =1,0285

    = 1,0280 (BJ akhir)

    Susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air,

    karena pada susu selain ada kandungan air (87,90%) terkandung juga

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    23/82

    23

    bahan kering/padatan (protein, lemak, mineral, vitamin) yaitu antara

    12,10% (Saleh, 2004). Menurut codex dan SNI, BJ air susu adalah

    1,0280 sehingga hasil yang didapat sesuai dengan nilai standar BJ

    yang ditetapkan. Nilai BJ air susu segar dapat dipengaruhi oleh

    beberapa faktor, antara lain makanan, perubahan kondisi dan kadar

    lemak, adanya gas di dalam susu, protein, laktosa, jenis ternak, usia

    ternak dan kondisi lingkungan. Berat jenis susu sangat tergantung

    pada senyawa penyusunnya. Biasanya makin besar atau makin

    banyak senyawa-senyawa yang terlarut dalam suatu larutan maka

    semakin besar pula BJ-nya.

    Dengan nilai BJ yang didapat, disimpulkan bahwa susu

    tersebut tidak mengalami penambahan atau pengurangan bahan

    apapun sehingga kualitasnya berdasarkan BJ masih baik.

    2.5.

    Uji kadar bahan kering (BK)

    Bahan kering adalah bahan padatan (non air) yang terkandung

    dalam susu sebagai bagian dari komposisi susu, seperti lemak,

    protein, laktosa, vitamin, dan lain-lain. Uji kadar BK ini dilakukan

    karena kadar BK dapat menjadi gambaran kualitas dari susu. Kadar

    BK susu segar menurut Saleh (2004) adalah 12,10% (lemak 3,45%,

    protein 3,20%, laktosa 4,60%, vitamin dan lain-lain 0,85%). Kadar BK

    yang lebih ataupun kurang dari kandungan normal dapat dicurigai

    sebagai susu yang kualitasnya sudah tidak baik.

    Berdasarkan hasil uji yang didapat, dilakukan perhitungankadar bahan kering sebagai berikut:

    BK =()

    () 100%

    =(53, 5,)

    (5,5 5,) 100%

    = 10,2%

    Dari hasil yang didapat, ternyata kadar BK susu berada di

    bawah kadar BK normal. Namun hal ini bukan karena sampel susu

    tersebut sudah tidak baik kualitasnya, melainkan sampel susu

    tersebut merupakan susu steril sehingga normal jika kadar BK-nya

    hanya 10,2%. Pemanasan suhu tinggi yang merusak banyak

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    24/82

    24

    komponen padat dari susu mengakibatkan kadar BK susu pun ikut

    menurun.

    Gambar. Berat akhir susu yang telah dipanaskan berulang-ulang (c gram)

    2.6.

    Pengujian mastitis Pembuatan preparat breed

    Tujuan dari pembuatan preparat breed adalah untuk dapat

    melakukan pengamatan dan penghitungan terhadap jumlah sel

    somatik (JSS) dalam air susu. Peradangan atau perlukaan pada

    ambing menyebabkan pelepasan sel somatik dalam susu sehingga

    perhitungan JSS merupakan alat diagnostik yang baik dalam

    mendeteksi secara dini kejadian mastitis baik subklinis maupun

    mastitis akut (Green et al., 2004; de Haas et al., 2004).

    Sampel susu yang dipakai pada praktikum ini adalah susu

    kambing. Hasil pengamatan dan penghitungan preparat breed

    menunjukkan sampel susu tersebut negatif mastitis. Jumlah sel

    somatik pada pengamatan 20 kali pandang adalah 10 sel sehingga

    jumlah rata-ratanya dikali 400.000 adalah 200.000 sel somatik.

    Ternak dapat dikategorikan mastitis hanya jika JSS-nya di atas 3

    juta sel.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    25/82

    25

    Gambar. Penampakan sel somatik pada preparat breed

    Reagen IPB-1

    Reagen IPB-1 adalah larutan uji cepat untuk mendeteksi

    mastitis pada ternak. Sesuai dengan namanya, reagen ini

    merupakan hasil penemuan dari fakultas kedokteran hewan IPB.Prinsip dari uji ini adalah akan terbentuk massa berlendir pada

    susu jika ditambahkan reagen IPB-1. Reaksi positif ditandai dengan

    terbentuknya lendir pada dasar padlle. Lendir terbentuk akibat

    koagulasi mikroba dalam susu dengan reagen IPB-1. Penilaian

    reaksi dibagi dalam 4 kategori yaitu: negatif (tidak terjadi

    perubahan konsistensi atau suspensi bersifat homogen positif),

    positif 1 (suspensi sedikit kental atau tidak homogen), positif 2

    (suspensi mengumpal) dan positif 3 (terjadi pengumpalan yang

    membentuk lendir) (Sudarwanto dan Sudarnika, 2008).

    Gambar. Hasil uji mastitis dengan reagen IPB-1

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    26/82

    26

    2.7.Uji conradi

    Tujuan dari uji conradi adalah untuk mendeteksi adanya

    pemalsuan susu dengan gula. Gula yang ada pada susu adalah laktosa

    (galaktosa + glukosa) sehingga jika ditambahkan gula lain maka gula

    tersebut akan bereaksi dengan resorcine dan membentuk warna

    merah jambu setelah pemanasan pada pinggiran susu yang ada di

    wadah.

    Hasil uji menunjukkan tidak terbentuk warna merah jambu pada

    susu. Hal ini bukan dikarenakan susu tersebut adalah susu murni

    (tanpa pemalsuan dengan gula), namun kemungkinan akibat

    resorcine yang digunakan telah rusak. Kesimpulan tersebut diambil

    karena susu telah ditambahkan gula dengan sengaja sebelumnya.

    Resorcine yang menjadi pereaksi kemungkinan telah kadaluarsa atau

    mengalami kesalahan dalam penyimpanan sehingga kehilanganfungsinya.

    Gambar. Hasil uji conradi

    2.8.

    Uji penambahan santan

    Susu yang ditambahkan santan secara kasat mata agak susah

    dibedakan dengan susu murni, namun melalu pemeriksaan

    mikroskopik dapat diketahui dengan mudah. Hal yang membedakan

    adalah bentuk butir-butir lemak yang berbeda antara susu dan santan.

    Susu murni bentuk lemaknya homogen, kecil dan teratur, sedangkan

    lemak santan bentuknya tidak homogen. Efek negatif dari

    penambahan santan pada susu adalah memperpendek masa

    penyimpanan susu karena mudah menjadi tengik dan tidak bisa

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    27/82

    27

    diperoleh hasil yang baik jika susu diolah menjadi yoghurt, kefir atau

    keju.

    Gambar. Butir-butir lemak susu yang ditambahkan santan. Perbesaran 100 (kiri);Perbesaran 400 (kanan)

    2.9.Uji penambahan tepung

    Pemalsuan susu dengan tepung akan meningkatkan konsistensi

    susu sehingga dapat diamati secara organoleptik. Selain itu, secara

    kimiawi akan meningkatkan bahan kering tanpa lemak (BKTL) dan

    juga berat jenis susu. Pengujian dilakukan dengan 2 metode yaitu

    kimiawi dan mikroskopis. Kedua metode ini dapat saling mendukung

    maupun saling menggantikan karena sama-sama dapat memberikan

    hasil yang akurat. Prinsip pada pengujian kimiawi adalah susuberubah warna menjadi biru dengan pereaksi lugol, dan pada

    pemeriksaan mikroskopis dapat teramati sel-sel asing selain butir

    lemak yang ukurannya tidak teratur dan berwarna kebiru-biruan.

    Hasil uji dapat dilihat pada gambar di bawah. Pengujian kimiawi

    yang menghasilkan warna biru dan pemeriksan mikroskopis terlihat

    sel asing sehingga sampel susu dikatakan positif mengandung tepung.

    Warna biru pada susu akibat ditetesi lugol karena reaksi antara ion

    lugol iodine (I3- dan I5-) dengan struktur kompleks ikatan polisakarida

    dari amilum (tepung) yang teramati sebagai sel asing pada

    pemeriksaan mikroskopis. Mekanisme reaksinya belum diketahui

    secara pasti, namun kekuatan warna biru yang dihasilkan tergantung

    pada jumlah amilum yang ada sehingga jika hasil uji semakin

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    28/82

    28

    memperlihatkan warna biru yang pekat maka kandungan amilum

    yang ditambahkan ke susu pun semakin banyak.

    Gambar. Hasil uji penambahan tepung. Kimiawi (kiri); Mikroskopis (kanan)

    2.10. Pengujian residu antibiotik pada susu

    Penggunaan biakan media

    Pengujian residu antibiotik dengan metode penggunaan

    biakan media disebut metode bioassay. Prinsip dari pengujian ini

    adalah menggunakan mikroorganisme untuk mendeteksi

    senyawa antibiotika yang masih aktif. Antibiotik akan

    menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.

    Zona hambat akan terbentuk di sekitar kertas cakram yang telah

    dicelupkan ke sampel. Besarnya diameter daerah hambatanmenunjukkan konsentrasi residu antibiotik. Menurut SNI No. 01-

    6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba dan

    batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan,

    Batas Maksimum Residu untuk antibiotik pada produk pangan

    adalah 0,1 ppm (diameter zona hambat 10 mm pada media agar).

    Metode ini berlaku untuk antibiotika golongan penisilin,

    tetrasiklin, aminoglikosida dan makrolida.

    Pengujian yang menggunakan 2 metode penanaman, yaitu

    tuang dan sebar memberikan hasil yang berbeda karena kontrol

    positif pada metode tuang membentuk zona hambat namun

    tidak pada metode sebar. Hal itu kemungkinan karena kesalahan

    prosedur ketika penanaman sehingga kontrol positif pada

    metode sebar tidak membentuk zona hambat. Antibiotik yang

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    29/82

    29

    digunakan adalah amoksisilin dari golongan penisilin. Hasil dari

    sampel susu yang diuji pada kedua metode ini tidak membentuk

    zona hambat, yang dapat disimpulkan bahwa sampel susu yang

    diuji tidak mengandung antibiotik.

    Gambar. Hasil uji residu antibitotika: metode tuang (kiri) dan metode sebar

    (kanan) yang tampak tidak ada pertumbuhan bakteri

    Uji yoghurt

    Prinsip dari pembuatan yoghurt adalah dengan

    menggunakan bakteri starter Streptococcus termophilus dan

    Lactobacillus bulgaris untuk memfermentasi gula susu (laktosa)

    menghasilkan asam laktat yang berperan dalam protein susu

    untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan aroma unik pada

    yoghurt (Saleh, 2004). Karena pembuatan yoghurt mutlakmembutuhkan bakteri maka ketika susu yang dipakai

    mengandung antibiotik, bakteri akan mati sehingga tidak dapat

    memfermentasi laktosa. Hal tersebutlah yang dijadikan dasar

    untuk uji residu antibiotik menggunakan yoghurt.

    Pada praktikum ini, sampel susu sengaja ditambahkan

    antibiotik untuk membuktikan teori tentang uji yoghurt.

    Antibiotik yang dipakai adalah amoksisilin. Hasil yang didapat

    setelah melalui proses pembuatan yoghurt, sampel susu ternyata

    tetap encer sehingga memberikan bukti bahwa uji ini efektifuntuk mendeteksi keberadaan antibiotik pada susu.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Laktosahttps://id.wikipedia.org/wiki/Asam_laktathttps://id.wikipedia.org/wiki/Proteinhttps://id.wikipedia.org/wiki/Proteinhttps://id.wikipedia.org/wiki/Asam_laktathttps://id.wikipedia.org/wiki/Laktosa
  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    30/82

    30

    Gambar. Hasil uji yoghurt

    3.

    Pemeriksaan Daging

    3.1.

    Pemeriksaan kesempurnaan pengeluaran darahSalah satu syarat pemotongan hewan yang baik adalah dengan

    mengeluarkan darah hewan secara sempurna. Darah yang tidak

    dikeluarkan dengan sempurna akan mengakibatkan cepat terjadi

    pembusukan pada daging karena keberadaan darah di jaringan

    menyebabkan tidak terjadinya proses glikolisis anaerob yang

    merupakan syarat terentuknya asam laktat. Ketika tidak terbentuk

    asam laktat di jaringan maka pH daging menjadi tinggi sehingga

    mudah ditumbuhi bakteri pembusuk (Lawrie, 1995).

    Oleh karena itu, untuk mendeteksi kesempurnaanpengeluaran darah maka dilakukan uji yang menggunakan larutan

    H2O23% dan malachite green 0,1%. Prinsip dari uji ini adalah ketika

    ada hemoglobin (Hb) pada sampel daging akibat pengeluaran darah

    tidak sempurna maka Hb akan diikat oleh O2 (H2O2) sehingga

    malachite green tidak dioksidasi dan tetap berwarna hijau.

    Sebaliknya, ketika tidak ada Hb maka malachite green akan dioksiasi

    oleh O2sehingga berubah warna menjadi biru.

    Pengujian ini menggunakan 5 sampel daging yaitu 2 daging

    sapi, 2 daging babi, dan 1 daging anjing serta 1 kontrol positif (daging

    ayam. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa semua sampel negatif

    (warna menjadi biru) sehingga disimpulkan bahwa kelima daging

    tersebut sebelumnya disembelih dengan pengeluaran darah yang

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    31/82

    31

    sempurna. Sedangkan untuk kontrol positif, warna malachite green

    tidak mengalami perubahan akibat tidak dioksidasi oleh O2.

    Gambar. Hasil pengujian kesempurnaan pengeluaran darah. Tabung paling kiri

    adalah kontrol positif, sedangkan sisanya adalah sampel daging yang diuji

    3.2.

    Pengukuran nilai pH daging

    Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan

    kualitas daging. Otot daging hewan hidup mempunyai pH kira-kira

    7,2. Penurunan pH setelah dipotong sebagai akibat dari akumulasi

    asam laktat merupakan salah satu perubahan postmortem paling

    signifikan yang terjadi di dalam otot selama perubahannya menjadi

    daging. Asam laktat dihasilkan oleh proses glikolisis anaerob dijaringan otot. Nilai pH ultimat normal daging postmortem adalah

    sekitar 5,5 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar

    protein daging termasuk protein miofibril (Lawrie, 1995).

    Pengukuran nilai pH daging dapat dilakukan dengan beberapa

    metode, salah satunya dengan menggunakan pH meter. Penggunaan

    pH meter dapat memberikan hasil yang akurat, namun sebelum

    digunakan pH meter harus dikalibrasi ke pH standar terlebih dahulu

    (7,0). Akibat tidak tersedianya larutan kalibrasi, maka uji ini

    dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus, yang jugamerupakan alat ukur pH. Penggunaan kertas lakmus cukup praktis

    dan murah, tetapi lemah dalam hal akurasi sehingga tidak disarankan

    untuk pengukuran nilai pH daging.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    32/82

    32

    Pengujian ini menggunakan 6 sampel daging yaitu 2 daging

    sapi, 2 daging babi, 1 daging ayam dan 1 daging sapi. Hasil uji yang

    didapat, semua sampel daging sapi dan babi memiliki nilai pH 6,0 dan

    daging ayam serta anjing memiliki pH 5,0. Hasil yang didapat

    sebenarnya tidak memberikan satu kepastian mengenai nilai akhir

    pH dari semua sampel daging tersebut karena skala pengukuran

    kertas lakmus sangat besar. Jika dilakukan pengukuran dengan pH

    meter, masih ada kemungkinan nilai pH semua sampel mencapai

    angka normal karena kisarannya dari 5,0 ke 6,0 menempatkan nilai

    pH normal berada di tengah-tengah. Untuk dapat menarik

    kesimpulan mengenai pH akhir, harus dilakukan pengukuran

    menggunakan pH meter.

    Gambar. Hasil pengukuran nilai pH menggunakan kertas lakmus pada salah

    satu sampel daging

    3.3.

    Uji drip loss

    Drip lossberasal dari dua kata yaitu dripdan loss. Dripyaitu

    nutrien yang ikut bersama cairan daging keluar, sedangkan loss yaitu

    kehilangan. Jadi, drip loss dapat diartikan sebagai hilangnya

    beberapa komponen nutrien daging yang ikut bersama keluarnya

    cairan daging. Ini biasanya terjadi setelah daging dibekukan dandiletakkan bukan ditempat yang dingin. Sedangkan menurut

    Soeparno (2005), drip yaitu cairan yang keluar dan tidak terserap

    kembali oleh serabut otot selama penyegaran. Dua faktor yang

    mempengaruhi jumlah drip yaitu besarnya cairan yang keluar dari

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    33/82

    33

    daging dan faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh

    protein daging.

    Hasil perhitungan drip loss pada sampel daging yang dipakai

    adalah sebesar 8%. Namun kemungkinan hasil ini belum akurat

    karena penyimpanan di kulkas hanya dilakukan selama 24 jam. Pada

    aturannya harus disimpan selama 48 jam.

    Gambar. Sampel daging setelah 24 jam penyimpanan pada uji drip loss

    3.4.

    Uji kadar bahan kering (BK)

    Uji kadar bahan kering dilakukan agar dapat diketahui

    kandungan komponen padat penyusun daging (protein, lemak,

    vitamin dan mineral). Namun dalam uji ini tidak dapat diketahuisecara rinci kandungan setiap komponen, hanya untuk mengetahui

    keberadaannya secara keseluruhan. Prinsip dari uji ini adalah

    pemanasan daging pada suhu tinggi dalam jangka waktu tertentu

    agar kandungan airnya menguap dan hanya komponen padat daging

    yang tertinggal.

    Hasil uji yang dilakukan pada sampel daging ayam dan ikan

    tongkol, masing-masing kadar BK yang didapat adalah 30% dan 24%.

    Kadar air daging ayam adalah 65 80% (Forest et al., 1975), sehingga

    sisanya sekitar 20 35% adalah kadar BK. Sedangkan menurut

    Nurwayuningsih (2010), kadar BK ikan tongkol adalah 29,6%.Hasil

    yang didapat untuk kadar BK daging ayam sudah sama seperti teori.

    Namun untuk ikan tongkol tidak persis sama dengan kadar BK

    menurut teori, kemungkinan akibat pengukuran berat yang tidak

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    34/82

    34

    menggunakan timbangan analitik sehingga tidak didapat berat akhir

    yang diharapkan. Penggunaan timbangan analitik penting karena

    perubahan berat dapat terjadi sampai 4 angka di belakang koma.

    Gambar. Pengukuran berat sampel daging ayam (kiri) dan ikan tongkol (kanan) sebelum

    pemanasan (atas) dan setelah pemanasan (bawah)

    3.5.

    Uji eber

    Uji eber adalah salah satu jenis uji untuk mengetahui awal

    pembusukan daging. Prinsipnya adalah dengan melihat ada atau

    tidaknya pembentukan awan putih di sekitar daging yang

    dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi reagen. Reagen dibuat

    menggunakan larutan HCl, eter alkohol dan alkohol 96% dengan

    komposisi 1:1:3.

    Hasil uji menunjukkan bahwa ketiga sampel yang diuji yaitu

    daging ayam, babi dan ikan sama-sama terjadi pembentukan awan

    putih. Pembentukan awan putih tersebut terjadi akibat gas NH3yang

    keluar dari potongan daging akan berikatan dengan HCl dari reagen

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    35/82

    35

    eber dan akan membentuk kabut NH4Cl. Hasil positif (+) dinyatakan

    dengan terbentuknya kabut NH4Cl, yang berarti terjadi awal

    pembusukan. Sedangkan hasil negatif (-) dinyatakan dengan tidak

    terbentuknya kabut NH4Cl (Prawesthrini dkk, 2009).

    Gambar. Hasil uji eber pada sampel daging ayam (kiri), daging babi (tengah) dan

    ikan (kanan)

    3.6. Uji residu formalin

    Praktikum uji residu formalin ini penting karena dewasa ini

    banyak praktik penjualan bahan pangan di pasar yang menambahkan

    bahan tambahan berupa formalin. Formalin adalah suatu larutan

    yang mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, dan biasanya

    ditambahkan metanol sampai 15% sebagai pengawet. Fungsi

    formalin sebagai pengawet didapat dari aktivitas antimikroba-nya,sehingga hal tersebutlah yang menjadi alasan penambahan formalin

    pada bahan pangan. Bahaya dari formalin bila masuk melalui saluran

    pencernaan dapat menyebabkan nyeri hebat disertai inflamasi,

    ulserasi, dan nekrosis membran mukosa. Selain itu, dapat terjadi

    muntah, hematemesis, diare, hematuria, anuria, vertigo, kejang, serta

    kematian (Susilo S, 1979).

    Praktikum ini menggunakan sampal daging ayam yang tebagi

    dalam 4 kelompok, yaitu kontrol negatif, daging ayam ditambahkan

    formalin 1%, daging ayam ditambahkan formalin 5% dan daging

    ayam ditambahkan formalin 10%. Hasil untuk sampel yang

    ditambahkan formalin semuanya adalah positif (terbentuk warna

    biru setelah diteteskan larutan uji), namun perubahan warna tidak

    berlangsung lama sehingga tidak dapat didokumentasikan. Hal

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    36/82

    36

    tersebut terjadi kemungkinan akibat konsentrasi larutan NaOH yang

    digunakan hanya 0,4%. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa

    metode uji ini efektif untuk mendeteksi keberadaan formalin

    berapapun dalam bahan pangan, tetapi untuk mendapatkan hasil

    yang maksimal harus menggunakan metode (kelengkapan larutan

    uji) yang sesuai.

    Gambar. Hasil uji residu formalin (warna biru yang terbentuk tidak

    terdokumentasikan karena pembentukannya tidak lama)

    3.7. Pengujian residu antibiotika

    Residu antibiotika didefinisikan dengan adanya zat antibiotika

    termasuk metabolitnya yang terkandung dalam daging sebagai

    akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan antibiotika.Pengujian residu antibiotika yang tujuannya hanya untuk

    mengetahui keberadaan antibiotika disebut metode bioassay. Metode

    bioassay yang dipakai pada pengujian ini adalah dengan penggunaan

    biakan media. Prinsip dari pengujian ini adalah menggunakan

    mikroorganisme untuk mendeteksi senyawa antibiotika yang masih

    aktif. Antibiotik akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme

    pada media agar. Zona hambat akan terbentuk di sekitar kertas

    cakram yang telah dicelupkan ke sampel. Besarnya diameter daerah

    hambatan menunjukkan konsentrasi residu antibiotik. Menurut SNI

    No. 01-6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba dan

    batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan, Batas

    Maksimum Residu untuk antibiotik pada produk pangan adalah 0,1

    ppm (diameter zona hambat 10 mm pada media agar). Metode ini

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    37/82

    37

    berlaku untuk antibiotika golongan penisilin, tetrasiklin,

    aminoglikosida dan makrolida.

    Praktikum ini menggunakan sampel daging dari ayam broiler

    yang sehari sebelumnya telah diinjeksikan antibiotik oxytetrasiklin

    (Medoxy) overdosis secara intramuskular di otot paha. Sampel

    daging yang dipakai untuk pengujian diambil dari 3 bagian otot ayam,

    yaitu paha, dada dan sayap. Hasil yang didapat menunjukkan terjadi

    pembentukan zona pada sampel daging ayam dari otot dada dan

    paha, sedangkan pada sampel daging dari otot sayap tidak terjadi

    pembentukan zona. Pada kontrol positif, zona yang terbentuk

    sebesar diameter 3 cm (30 mm), sedangkan diameter zona yang

    terbentuk pada otot paha dan dada berturut-turut adalah 1 cm (10

    mm) dan 1,4 cm (14 mm). Hasil tersebut menunjukkan bahwa residu

    pada otot paha berada di atas BMR antibiotik yang disarankan yaitu

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    38/82

    38

    secara organoleptik. Sampel yang digunakan adalah 2 butir telur

    ayam ras yang diberi kode sampel D1 dan D2. Hasil pemeriksaan

    dapat diamati pada tabel di bawah ini.

    Jenis pemeriksaan HasilD1 D2

    Keutuhan Sangat utuh Sangat utuh

    Bentuk Oval Oval

    Warna Coklat muda Coklat tua

    Kelicinan Ada bintik-bintik Licin

    Kebersihan Bersih Bersih

    Peneropongan telur

    Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengamati

    bagian dalam telur seperti kantung hawa, kuning telur, keretakanpada kutikula, adanya bercak-bercak darah dan pertumbuhan

    embrio. Sampel yang dipakai sama dengan sampel pada

    pemeriksaan kerabang telur yaitu sampel D1 dan D2. Hasil

    pemeriksaan dijabarkan pada tabel di bawah.

    Sampel Hasil

    D1 Pori-pori kutikula

    membesardan ada titik hitam

    yang bergerak

    D2 Pori-pori kutikula membesar,albumin berwarna lebih gelap,

    kantung hawa menghitam dan

    mencemari albumin.

    Pengukuran tinggi kantung hawa

    Prinsip pengukuran kantung hawa adalah bahwa semakin

    tua umur telur semakin besar kantung hawa. Mutu telur jika diukur

    dari tinggi kantung hawa adalah kelas AA (0,30 cm), kelas A (0,60

    cm), kelas B (0,75 cm) dan kelas C (0,90 cm). Hasil pengukuran

    sampel telur D1 berturut-turut untuk tinggi dan diameter kantunghawa adalah 1,15 cm dan 3,7 cm. Sedangkan untuk telur D2, tinggi

    dan diameter kantung hawa berturut-turut adalah 0,9 cm dan 3,3

    cm.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    39/82

    39

    4.2.

    Pengujian kualitas di dalam telur

    Pemeriksaan putih dan kuning telur

    Prinsip pengujian ini yaitu melihat kebersihan dan

    kekentalan kuning telur dan putih telur sacara organoleptik. Ujiorganoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan

    indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya

    penerimaan terhadapproduk.Prinsip uji organoleptik telur adalah

    pengamatan terhadap kebersihan, kekentalan dan bau putih telur

    seta kebersihan, bau, bentuk, dan posisi kuning telur dengan

    pancaindra (Standar Nasional Indonesia, 2008). Hasil pengujian

    tertera pada tabel di bawah ini.

    Objekpemeriksaan

    HasilD1 D2

    Kuning telur Bentuk: bulat agak

    pipih

    Posisi: agak ke pinggir

    Kebersihan: bersih

    Bau: khas

    Bentuk: tidak teratur

    Posisi: terintegrasi

    Kebersihan: keruh

    Bau: busuk

    Albumin Kebersihan: bersih

    Kekentalan: semi-

    encer

    Bau: khas

    Kebersihan: keruh

    Kekentalan: semi-

    encer

    Bau: busuk

    Berdasarkan hasil uji yang didapat, maka dilakukan

    pengkategorian kualitas telur berdasarkan Standar Nasional

    Indonesia (SNI). Telur D2 tidak masuk dalam tingkatan mutu I, II

    ataupun III sehingga dapat disimpulkan telur I sudah rusak/tidak

    layak konsumsi lagi. Sedangkan telur D1 masuk dalam tingkatan

    mutu II sehingga berdasarkan uji organoleptik terhadap kondisi

    putih dan kuning telur, telur tersebut masih layak untuk

    dikonsumsi.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Manusiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Produkhttp://id.wikipedia.org/wiki/Produkhttp://id.wikipedia.org/wiki/Manusia
  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    40/82

    40

    Gambar. Keadaan putih dan kuning telur yang diperiksa

    Indeks Kuning Telur (IKT)

    Prinsip pemeriksaan ini adalah bahwa semakin tua telur,

    semakin lebar kuning telur dan semakin kecil IKT. Telur yang baru

    memiliki IKT antara 0,33 0,52 dengan rata-rata 0,42. Hasil

    pemeriksaan pada telur D1 adalah 0,2 dan pada telur D2 sudah

    tidak dapat dihitung lagi IKT-nya karena posisi kuning telur sudah

    terintegrasi. Jika dikategorikan berdasarkan standar SNI, IKT telur

    D1 tidak masuk dalam tingkatan mutu I, II ataupun III sehingga

    kesimpulannya telur tersebut sudah lama/tua umurnya.

    Indeks albumin

    Prinsip dari pemeriksaan ini adalah semakin tua telur maka

    semakin lebar diameter putih telur sehingga makin kecil indeks

    putih telur. Telur yang baru memiliki indeks albumin antara 0,050

    0,174. Angka normalnya sebesar 0,090 0120. Hasil pemeriksaan

    pada telur D1 dan D2 berturut-turut adalah 0,0086 dan 0,004.

    Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa indeks albumin

    kedua telur sampel berada jauh di bawah normal sehingga telur

    tersebut sudah lama/tua umurnya.

    4.3.Perendaman di airUji perendaman dalam air merupakan cara pengujian

    kualitas telur dengan melakukan perendaman telur ke dalam air

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    41/82

    41

    pada sebuah wadah. Prinsip uji ini adalah dengan melihat keadaan

    telur yang tenggelam, melayang ataupun mengapung di dalam air.

    Berdasarkan hasil uji yang didapat, telur berada dalam

    kondisi terapung. Hal ini mendukung pemeriksaan pengukuran

    tinggi kantung hawa yang mengartikan bahwa kedua sampel telur

    tersebut sudah lama/tua umurnya. Prinsipnya, telur yang baru

    dikeluarkan mempunyai kantung hawa yang relatif kecil sehingga

    telur akan tenggelam bila dimasukkan ke dalam larutan garam 10%

    atau air biasa. Dengan bertambahnya umur telur, maka kantung

    udara telur akan membesar dan telur akan melayang sampai

    mengambang di permukaan larutan air garam 10% atau air biasa.

    Gambar. Hasil uji perendaman di air pada telur D1 (kiri) dan D2 (kanan)

    4.4.

    Haugh Unit

    Haugh Unit merupakan perhitungan untuk mengetahui

    korelasi antara bobot telur dengan tinggi albumin tebal. Telur yang

    kualitasnya baik mempunyai bobot telur yang berat dan albumin tebal

    yang tinggi. Kategori kualitas telur berdasarkan Haugh Unit adalah

    kelas AA (>72), kelas A (61 72), kelas B (31 61) dan kelas C (

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    42/82

    42

    Wahju (1988) juga mengatakan bahwa salah satu protein telur yang

    lain, metionin merupakan asam amino pembatas pertama atau asam

    amino kritis pertama yang sering mempengaruhi pembentukan

    struktur albumin dan mempengaruhi pemantapan jala-jala ovomusin

    sehingga semakin terpenuhinya metionin maka semakin mantap

    pembentukan ovomusin. Ovomusin sangat berperan dalam

    pengikatan air untuk membentuk struktur gel albumin, jika jala-jala

    ovomusin banyak dan kuat maka albumin akan semakin kental yang

    berarti viskositas albumen tinggi seperti yang diperlihatkan dari

    indikator Haugh Unit. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai

    Haugh Unit berarti semakin tebal albumin dan artinya kandungan

    protein pun semakin tinggi sehingga fungsi telur sebagai penyedia

    protein bagi manusia akan semakin terpenuhi.

    B. Karantina Hewan

    1.

    Karantina Hewan Pelabuhan

    1.1.Instalasi Karantina Hewan (IKH)

    Instalasi Karantina Hewan yang selanjutnya disebut

    Instalasi Karantina adalah suatu bangunan berikut peralatan dan

    lahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat

    untuk melakukan tindakan karantina (Karantina Pertanian, 2014).

    Tindakan karantina yang dimaksud adalah tindakan

    perkarantinaan yang dilakukan oleh petugas karantina, terdiridari 8 jenis, yaitu: pemeriksaan, pengasingan, pengamatan,

    perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.

    Kedelapan jenis tindakan karantina tersebut dilakukan secara

    bertahap dalam rangka pengaturan lalu-lintas hewan/ternak yang

    masuk maupun keluar.

    Tindakan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui

    kelengkapan dan kebenaran isi dokumen serta mendeteksi hama

    dan penyakit hewan karantina. Dalam rangka pemeriksaan, demi

    keperluan mendeteksi lebih lanjut terhadap hama dan penyakithewan karantina (HPHK), maka terhadap media pembawa dapat

    dilakukan pengasingan untuk diadakan pengamatan. Apabila

    dalam masa pengasingan dan pengamatan media pembawa

    tertular atau diduga tertular HPHK maka diberi perlakuan agar

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    43/82

    43

    menyucihamakan media pembawa tersebut. Sementara untuk 4

    tindakan terakhir merupakan respon dari tindakan pemeriksaan.

    Untuk tindakan penahanan, dilakukan apabila setelah

    dilakukan pemeriksaan ternyata persyaratan karantina untuk

    pemasukan ke dalam atau dari suatu area ke area lain belum

    seluruhnya terpenuhi. Penolakan dilakukan apabila: 1) Setelah

    pemeriksaan diketahui bahwa media pembawa tertular HPHK,

    busuk/rusak, atau merupakan jenis-jenis yang dilarang

    pemasukannya, 2) Persyaratan karantina tidak dipenuhi

    seluruhnya, 3) Keseluruhan persyaratan tidak dilengkapi dalam

    batas waktu yang ditentukan, dan 4) Setelah perlakuan, HPHK

    tidak dapat disembuhkan, disucihamakan atau dibebaskan.

    Pemusnahan dilakukan apabila: 1) Setelah pemeriksaan diketahui

    bahwa media pembawa tertular HPHK, busuk/rusak, ataumerupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya, 2) Setelah

    dilakukan penolakan, media pembawa tidak segera dibawa keluar

    dari tempat tersebut dalam batas waktu yang ditetapkan, 3)

    Setelah dilakukan pengamatan dan pengasingan, media pembawa

    tidak bebas dari HPHK yang ditetapkan pemerintah, dan 4) Setelah

    perlakuan, HPHK tidak dapat disembuhkan, disucihamakan atau

    dibebaskan. Tindakan pembebasan dilakukan apabila: 1) Setelah

    pemeriksaan, media pembawa tidak tertular atau bebas HPHK, 2)

    Setelah pengamatan dalam pengasingan, media pembawa tidak

    tertular atau bebas HPHK, 3) Setelah perlakuan, media pembawa

    dapat dibebaskan dari HPHK, dan 4) Setelah dilakukan penahanan,

    seluruh persyaratan dapat dipenuhi.

    Adapun persyaratan yang harus dipenuhi bagi lalu-lintas

    hewan/bahan asal hewan yang melalui karantina hewan adalah:

    1)

    Dilengkapi sertifikat kesehatan yang diterbitkan oleh

    pejabat berwenang dari tempat asal;

    2)

    Dilengkapi surat keterangan asal dari tempat asalnya

    bagi media pembawa yang tergolong benda lain;

    3)

    Melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaranyang telah ditetapkan.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    44/82

    44

    4) Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di

    tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk

    keperluan tindakan karantina.

    Dari keseluruhan tindakan karantina tersebut, ada 5 yang

    teramati ketika mahasiswa melakukan kegiatan koasistensi di IKH,

    yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, penolakan dan

    pembebasan. Bagian dari tindakan pemeriksaan yang teramati

    adalah pemeriksaan dokumen sebagai persyaratan

    pengiriman/penerimaan hewan/bahan asal hewan dan

    pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi HPHK. Tindakan

    pengasingan dan pengamatan dilakukan selama beberapa hari

    dalam rangka pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi HPHK

    pada hewan/bahan asal hewan yang akan dikirim/diterima.

    Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium dan ditemukanadanya hewan/bahan asal hewan yang tertular HPHK maka

    dilakukan penolakan, dan hewan/bahan asal hewan yang tidak

    tertular HPHK dibebaskan.

    Gambar. Rekomendasi pemasukan karkas ayam KFC (tindakan pemeriksaan)

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    45/82

    45

    Gambar. Sapi di tempatkan di kandang (tindakan pengasingan dan

    pengamatan)

    Gambar. Sapi yang positif brucellosis (tindakan penolakan)

    Gambar. Sapi dipindahkan dari truk ke kapal (tindakan pembebasan)

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    46/82

    46

    1.2.Laboratorium

    Sebagai bentuk aplikasi tindakan pemeriksaan, maka

    diperlukan laboratorium untuk dijadikan tempat pemeriksaan

    guna mendeteksi HPHK dari media pembawa baik hewan maupun

    bahan asal hewan. Laboratorium yang tersedia di karantina

    pelabuhan ada 2 bagian yaitu laboratorium virologi dan

    bakteriologi. Laboratorium virologi untuk pemeriksaan Rose

    Bengal Test (RBT) brucellosis dan laboratorium bakteriologi untuk

    pemeriksaan Total Plate Count (TPC). Kedua bagian laboratorium

    tersebut ditujukan untuk kepentingan yang berbeda yaitu

    laboratorium virologi untuk deteksi HPHK pada hewan dan

    bakteriologi untuk deteksi HPHK pada bahan asal hewan.

    Metode identifikasi HPHK di karantina pelabuhan memang

    sangat sedikit sekali karena hanya 2 jenis pemeriksaanlaboratorium yang dapat dilakukan. Namun alasan keberadaan

    dan kondisi laboratorium yang terbatas cukup menjadi jawaban

    atas keadaan tersebut. Peralatan yang mampu disediakan di

    laboratorium hanya mampu untuk mendeteksi brucellosis dan

    TPC. Bahkan selama kegiatan koasistensi di karantina pelabuhan,

    mahasiswa hanya ikut terlibat dalam kegiatan pemeriksaan RBT

    brucellosis karena tidak dilakukannya pemeriksaan TPC.

    Hasil dari pemeriksaan RBT yang dilakukan, tidak

    ditemukan sampel serum darah sapi yang positif sehingga hewan-

    hewan tersebut dapat dibebaskan untuk proses pengiriman.

    Brucellosis merupakan penyakit hewan yang termasuk dalam

    HPHK golongan II dan menular ke manusia (zoonosis) sehingga

    sangat penting untuk dicegah penyebarannya. Ditambah lagi

    dengan beberapa daerah di pulau Timor yang masih merupakan

    daerah endemik brucellosis menjadikan alasan untuk

    dilakukannya pemeriksaan HPHK tersebut di laboratorium

    karantina.

    Uji RBT yang dilakukan biasanya dilakukan sebanyak 2 kali

    untuk mendapatkan hasil yang akurat. Jika pada uji kedua tetappositif maka dilanjutkan dengan uji Complemen Fixation Test (CFT)

    untuk konfirmasi brucellosis. Namun karena uji CFT tidak dapat

    dilakukan di laboratorium karantina maka akan dirujuk ke tempat

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    47/82

    47

    yang tersedia fasilitas pengujian CFT. Sambil menunggu hasil

    pengujian CFT, dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan

    pada hewan. Jika positif pada uji CFT, dilakukan tindakan

    penolakan pada hewan yang bersangkutan. Di sisi lain, ketika hasil

    uji RBT adalah negatif maka laboratorium menerbitkan Surat Hasil

    Pengujian Laboratorium Karantina Hewan untuk diterbitkannya

    sertifikat KH-12 sebagai tanda pembebasan.

    Gambar. Uji RBT Brucellosis di labotatorium

    Gambar. Contoh Surat Hasil Pengujian Laboratorium Karantina Hewan

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    48/82

    48

    2. Karantina Hewan Bandara

    Karantina bandara merupakan wilayah kerja dari Balai

    Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang yang kantor pusatnya adalah

    karantina hewan pelabuhan. Beberapa tindakan karantina yang

    ditemukan di karantina hewan bandara adalah tindakan pemeriksaan

    dan pembebasan. Pemeriksaan dilakukan terhadap kelengkapan

    dokumen pengiriman/penerimaan hewan/bahan asal hewan dan

    ketika dokumen dianggap lengkap maka dilakukan tindakan

    pembebasan.

    Satu-satunya kegiatan yang ditemui ketika mengikuti kegiatan

    selama 2 hari di karantina hewan bandara adalah pemasukan Day Old

    Chicks (DOC). Dokumen yang diperiksa adalah sertifikat kesehatan

    hewan. Ketika sertifikat kesehatan hewan dapat ditunjukkan maka

    DOC dibebaskan untuk dibawa oleh pemilik. Sebaliknya, ketikasertifikat kesehatan hewan tidak dapat ditunjukkan maka akan

    dilakukan penahanan untuk selanjutnya diberikan kesempatan kepada

    pengguna jasa untuk melengkapi dokumen. Jika sampai batas waktu

    yang ditentukan, dokumen tidak dapat dilengkapi maka dilakukan

    penolakan.

    Gambar. Sertfikat kesehatan hewan DOC

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    49/82

    49

    Gambar. Tindakan pemeriksaan

    Gambar. Tindakan pembebasan

    C.

    Dinas Peternakan

    1.

    Kantor Dinas Peternakan

    Beberapa kegiatan administratif yang dilakukan oleh dinas dan

    memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah ijin usaha saranakesehatan ternak (termasuk depo obat hewan dan praktik dokter hewan)

    dan pelayanan kesehatan hewan (pendataan penyakit dan

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    50/82

    50

    penanggulangan/pencegahan penyakit). Alur administrasi dari kedua

    jenis kegiatan tersebut dijabarkan sebagai berikut:

    1.1.Ijin usaha sarana kesehatan ternak

    Pemohon yang ingin mengajukan ijin untuk mendirikanusaha yang berkaitan dengan sarana kesehatan ternak dapat

    melengkapi berkas yang disyaratkan yaitu surat permohonan,

    fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), pas foto dan surat

    persetujuan tetangga. Uraian kegiatan/alur yang akan dilalui

    adalah sebagai berikut:

    - Pemohon mengajukan permohonan kepada kepala Dinas.

    -

    Kepala dinas mendisposisikan permohonan ke bidang

    peternakan.

    -

    Kepala bidang peternakan mendisposisikan ke seksi yang

    menangani depo obat, toko obat, praktik dokter hewan,

    tempat pemotongan hewan, rumah potong unggas, klinik

    hewan dan laboratorium keswan (seksi Keswan dan

    Karantina)

    -

    Dilakukan identifikasi tempat usaha dan persyaratan

    sesuai permohonan.

    -

    Pemrosesan sertifikat/ijin sesuai permohonan oleh seksi

    Keswan dan Karantina.

    - Penyerahan sertifikat/ijin kepada pemohon.

    -

    Penyelesaian administrasi sesuai Perda no. 16 tahun 2002ke bendahara penerima/penyetor.

    1.2.Pelayanan kesehatan hewan

    Pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan keswan

    cukup memberikan laporan lisan, dengan alur administrasinya

    sebagai berikut:

    -

    Pemohon melapor ke kelurahan atau dapat langsung

    melapor ke dinas.

    -

    Jika melalui kelurahan maka kelurahan akan melapor ke

    dinas.

    - Pemohon yang langsung melapor ke dinas akan diarahkan

    di bidang peternakan.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    51/82

    51

    - Pencatatan laporan kasus penyakit atau permintaan

    pelayanan keswan oleh seksi Keswan dan Karantina.

    - Petugas melaksanakan pelayanan sesuai laporan kasus di

    lapangan atau permintaan pelayanan.

    -

    Pemohon membayar biaya pelayanan sesuai Perda no. 17

    tahun 2001 kepada seksi Keswan dan Karantina.

    Merujuk pada kegiatan pelayanan kesehatan hewan yang menjadi

    tugas dari dinas peternakan, maka petugas dinas menjalankannya dengan

    melakukan kunjungan lapangan. Kunjungan dilakukan kebanyakan oleh

    laporan langsung dari masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan

    keswan. Permintaan masyarakat biasanya untuk mengobati

    hewan/ternak yang sakit dan kadang juga untuk pencegahan terhadap

    penyakit (vaksinasi). Satu-satunya kasus penyakit yang ditemukan selama

    kegiatan koasistensi di dinas pada kunjungan lapangan adalah pada hewan

    babi dengan kasus terduga/suspect hog cholera.

    Kasus tersebut terjadi di daerah kelurahan naikoten I, kecamatan

    Kota Raja. Populasi babi dalam kandang adalah 5 ekor dengan 2 ekor yang

    mati, 1 sementara sakit dan 2 lainnya masih sehat. Gejala klinis yang

    dialami adalah batuk, diare, muntah, lemas, sempoyongan (tidak bisa

    berdiri) dan anoreksia. Oleh karena itu dilakukan pengobatan pada 2 ekor

    babi yang sakit dengan dinjeksikan antibiotik oxytetrasiklin (Vet-Oxy)

    dan enrofloksasin (Roxine Inj). Selain itu juga diinjeksikan multivitamin

    (Injectamin).

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    52/82

    52

    Gambar. Babi yang terduga terinfeksi hog cholera

    Berdasarkan hasil kunjungan lapangan dan laporan dari

    masyarakat, dinas melakukan rekap data untuk mengetahui

    epidemiologi/penyebaran penyakit hewan menular di kota Kupang.

    Rekapan data selalu dikeluarkan setiap bulan dengan hasil rekapan data

    epidemiologi terbaru yang dikeluarkan adalah bulan juni 2015. Data

    epidemiologi yang dikeluarkan adalah kejadian penyakit berdasarkan

    tempat (kecamatan) dan jenis penyakit. Kecamatan yang ada di kotakupang yaitu kecamatan Oebobo, Kelapa Lima, Kota Lama, Kota Raja,

    Maulafa dan Alak. Sedangkan jenis penyakit menular yang ditetapkan oleh

    dinas untuk didata yaitu anaplasmos, anthrax, brucellosis, fasciolosis, hog

    cholera, newcastle disease, pneumonia akut, malignant catarrhal fever,

    rabies, surra, leptospirosis, septicaemia epizootica, tuberculosis, scabies,

    thelaziasis dan orf. Hasil rekapan terlampir dan dapat dilihat di bagian

    lampiran namun berikut disajikan data ringkas mengenai kejadian

    penyakit hasil rekapan dinas terhitung 1 tahun sebelumnya sampai hasil

    rekapan terbaru.

    Juni 2014

    - Tidak ada kejadian penyakit

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    53/82

    53

    Juli 2014

    - Kec. Kelapa Lima: 1 kasus hog cholera, 2 kasus pneumonia

    akut, 1 kasus scabies dan 1 kasus thelaziasis.

    -

    Kec. Maulafa: 5 kasus pneumonia akut dan 7 kasus scabies.

    -

    Kec. Alak: 1 kasus hog cholera.

    -

    Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

    Agustus 2014

    - Kec. Kelapa Lima: 1 kasus hog cholera, 4 kasus SE dan 1

    kasus thelaziasis.

    - Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

    September 2014

    -

    Tidak ada kejadian penyakit.

    Oktober 2014

    - Tidak ada kejadian penyakit.

    Nopember 2014

    -

    Kec. Oebobo: 5 kasus hog cholera, 1 kasus ND dan 4 kasus

    scabies.

    -

    Kec. Kelapa Lima: 1 kasus ND dan 1 kasus pneumonia akut.

    - Kec. Maulafa: 12 kasus scabies.

    -

    Kec. Kota Lama: 1 kasus scabies.

    - Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

    Desember 2014

    -

    Kec. Oebobo: 4 kasus hog cholera.

    - Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

    Januari 2015

    - Tidak ada kejadian penyakit.

    Februari 2015

    - Kec. Alak: 49 kasus hog cholera.

    -

    Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    54/82

    54

    Maret 2015

    - Kec. Alak: 12 kasus hog cholera.

    -

    Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

    April 2015

    - Kec. Kota Lama: 37 kasus hog cholera.

    - Kec. Maulafa: 4 kasus scabies.

    -

    Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

    Mei 2015

    -

    Tidak ada kejadian penyakit.

    Juni 2015

    -

    Kec. Kelapa Lima: 3 kasus hog cholera.-

    Kec. Maulafa: 1 kasus ND dan 1 kasus pneumonia akut.

    - Kec. Alak: 3 kasus hog cholera.

    - Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.

    Dari penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa 3 penyakit yang

    sering terjadi di kota Kupang yaitu hog cholera, scabies dan pneumonia

    akut. Oleh karena itu, di bawah ini disajikan grafik epidemiologi

    /penyebaran ketiga penyakit tersebut berdarkan waktu dan tempat

    kejadian.

    Grafik 1

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    Oebobo Kelapa Lima Maulafa Kota Lama Kota Raja Alak

    Kejadian hog cholera berdasarkan tempat

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    55/82

    55

    Grafik 2

    Grafik 3

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    Kejadian hog cholera berdasarkan waktu

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    Oebobo Kelapa Lima Maulafa Kota Lama Kota Raja Alak

    Kejadian scabies berdasarkan tempat

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    56/82

    56

    Grafik 4

    Grafik 5

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    1214

    16

    18

    Kejadian scabies berdasarkan waktu

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    Oebobo Kelapa Lima Maulafa Kota Lama Kota Raja Alak

    Kejadian pneumonia akut berdasarkan

    tempat

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    57/82

    57

    Grafik 6

    Dari grafik 1 dan 2 tentang hog cholera, dapat diambil kesimpulan

    bahwa kejadian hog cholera paling banyak di kecamatan Alak dan Kota

    Lama yang cenderung tinggi pada periode februari hingga april. Periode

    tingginya kejadian hog cholera akhir musim penghujan ini menunjukkan

    bahwa peralihan musim menjadi faktor yang berperan penting dalam hal

    munculnya penyakit. Sanitasi kandang yang kurang baik serta pengaruh

    suhu lingkungan yang tidak stabil menjadi penyebab hewan mengalami

    stress sehingga mudah terserang hog cholera.Dari grafik 3 dan 4 tentang scabies, dapat diambil kesimpulan

    bahwa kejadian penyakit scabies paling tinggi di kecamatan Maulafa dan

    waktu puncaknya adalah bulan nopember. Nopember yang merupakan

    masa peralihan musim dari kemarau ke penghujan mungkin menjadi

    faktor utama penyebab penyakit ini. Akibat keadaan lingkungan yang

    menjadi lembab maka parasit bisa dengan gampang bertahan hidup di

    lingkungan dan kemudian menginfestasi tubuh hewan jika berkontak

    langsung.

    Dari grafik 5 dan 6, dapat diketahui bahwa kejadian penyakit

    pneumonia akut hanya terjadi di 2 kecamatan yaitu Maulafa dan Kelapa

    Lima. Kejadiannya paling tinggi pada bulan juli. Seperti yang diketahui

    bahwa bulan juli merupakan musim kemarau dengan intensitas tiupan

    angin yang cukup kencang, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    Kejadian pneumonia akut berdasarkan waktu

  • 7/24/2019 Laporan Koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner

    58/82

    58

    debu dan partikel-partikel kecil lainnya dapat terbawa angin dan terhirup

    oleh hewan. Akhirnya kejadian tersebut dapat menyebabkan pneumonia

    akut.

    2.

    Rumah Potong Hewan (RPH)2.1.Pemeriksaan antemortem dan postmortem

    Hasil pemeriksaan terlampir pada bagian lampiran.

    2.2.

    Penerapan kesejahteraan hewan (kesrawan)

    Berdasarkan UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan

    Kesehatan Hewan, kesrawan adalah segala urusan yang

    berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut

    ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan

    ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan orang yang

    tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.Kesejahteraan hewan berkaitan erat dengan kesehatan hewan dan

    keamanan pangan (asal hewan), sehingga penerapannya dalam

    kegiatan pemotongan di RPH dirasa sangat perlu. Penerapan

    prinsip kesejahteraan hewan di RPH adalah dalam rangka

    menghasilkan produk hewan yang aman, sehat, utuh dan halal

    (ASUH). Secara umum, prinsipnya adalah penerapan kesrawan

    adalah untuk kesejahteraan manusia juga. Lima prinsip kesrawan

    adalah:

    Bebas dari rasa haus dan lapar Bebas dari rasa takut dan stress

    Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit

    Bebas mengekspesikan tingkah laku alami

    Bebas dari ketidaknyamanan fisik dan suhu udara

    Kesrawan di RPH dilakukan di tempat penerimaan hewan,

    tempat penampungan/pengistirahatan