nilai nilai pada cerpen

17
Nilai nilai pada cerpen Menemukan Nilai-Nilai Sebuah Cerita Jika ingin menceritakan sebuah cerpen kepada orang lain, hal yang perlu kamu perhatikan  adalah unsur- unsur cerita itu, di antaranya tema, tokoh, alur, dan latar. Tentunya, kamu sudah paham maksud keempat tersebut.Cerita adalah cermin kehidupan. Dengan demikian, tentulah di dalam cerpen kamu dapatmenemukan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai kehidupan, misalnya : 1. Nilai Sosial 2. Nilai Budaya 3. Nilai Religi (agama), 4. dan Nilai Moral Setiap pengarang memiliki sudut pandang penceritaan yang berbeda. Ada yangmenggunakan sudut  pandang penceritaan orang pertama (aku dan saya); ada yang menggunakan sudut pandang kedua (kamu atau kau). Namun, tidak jarang orang menggunakan sudut pandangorang ketiga (ia, dia, atau nama orang  Contoh Nilai-nilai dalam Cerpen : 1. Nil ai Agama  Contoh: Waktu adz an kau tak melakuk an apa-apa tapi mematung menatap ce r min . Kadang kauk e ncangkan suar a tape karena tahu tak i ngin se mbahyang atau menangi s . Ji ka melintas bay angan pe nghu ni r umah yang lain di jendela kamarmu engkau mengambil s e buah buku be s ar dan berpur a-pur a telah me mbaca nya se jak lama. Agoni Pengantin, oleh Di na Oktaviani  Nilai agama yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah tokoh „engkauyang tidak baik da n tidak patut dicontoh. Ia tak peduli dengan suara adzan, lebih senang mengencangkan suara tape agar tak terdengar suara adzan, padahal seharusnya ia mendengar dan menjawab adzan dan segera menunaikan ibadah salat. 2. Ni lai S osial   Contoh: M aka, be gitu ia tu ru n dar i te mpat nya, aku iku tan menghambur untu k menyalaminya, mengucapkan s e lam at atas kes uk s e s ann ya s eb agai pembicar a, dan yang pali ng penti ng adalah memuaskan di ri, menghisap aroma ker in gatnya y ang tak jadi soal lagi walau berbaur de ngan bau kerak ni kotin yang s angat menye ngat i tu .  Cin cin Bernama, oleh Rini T. S  Nilai sosial yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah ketika tokoh „akumengucapkan  selamat atas kesuksesan seseorang. Secara sosial, kita dianjurkan untuk mengucapkan selamat atas keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi. 3. Ni lai Es te tika  Contoh: L e baran. T anah boleh basah. U dara boleh lembap. Angi n m e nye lu s up di s e la- sela daun gugur . Awan kelabu. M atahari sembunyi di bali knya. H ujan tiba-tiba rajin me mbasahi bumi. Kota menjadi bas ah. Teru s -menerus b as ah. Juga jal an-j alan dan h alaman r umah. Or ang-or ang be r ge gas menghin dari nya. Ge nteng-ge nteng co kl at di pe r umah an yang tumbuh merapat, be r ubah warna menjadi l e bih tua dari bias anya. Tamu yang Datang Me nj e lang Lebaran, oleh Rahmat H . Cahyono   Nilai estetika yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah penjelasan secara fisik bagaimana

Upload: baharudin-ali

Post on 14-Oct-2015

2.225 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

cerpen

TRANSCRIPT

Nilai nilai pada cerpen Menemukan Nilai-Nilai Sebuah CeritaJika ingin menceritakan sebuah cerpen kepada orang lain, hal yang perlu kamu perhatikan adalah unsur-unsur cerita itu, di antaranya tema, tokoh, alur, dan latar. Tentunya, kamu sudahpaham maksud keempat tersebut.Cerita adalah cermin kehidupan. Dengan demikian, tentulah di dalam cerpen kamu dapatmenemukan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai kehidupan, misalnya :1. Nilai Sosial2. Nilai Budaya3. Nilai Religi (agama),4. danNilai MoralSetiap pengarang memiliki sudut pandang penceritaan yang berbeda. Ada yangmenggunakan sudut pandang penceritaan orang pertama (aku dan saya); ada yang menggunakansudut pandang kedua (kamu atau kau). Namun, tidak jarang orang menggunakan sudut pandangorang ketiga (ia, dia, atau nama orangContoh Nilai-nilai dalam Cerpen :1. Nilai AgamaContoh:

Waktu adzan kau tak melakukan apa-apa tapi mematung menatap cermin. Kadang kaukencangkan suara tape karena tahu tak ingin sembahyang atau menangis. Jika melintas bayangan penghuni rumah yang lain di jendela kamarmu engkau mengambil sebuah buku besar dan berpura-pura telah membacanya sejak lama. Agoni Pengantin, oleh Dina Oktaviani

Nilai agama yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah tokoh engkau yang tidak baik dan tidak patut dicontoh. Ia tak peduli dengan suara adzan, lebih senang mengencangkan suara tape agar tak terdengar suara adzan, padahal seharusnya ia mendengar dan menjawab adzan dan segera menunaikan ibadah salat.

2. Nilai SosialContoh:

Maka, begitu ia turun dari tempatnya, aku ikutan menghambur untuk menyalaminya, mengucapkan selamat atas kesuksesannya sebagai pembicara, dan yang paling penting adalah memuaskan diri, menghisap aroma keringatnya yang tak jadi soal lagi walau berbaur dengan bau kerak nikotin yang sangat menyengat itu.Cincin Bernama, oleh Rini T. S

Nilai sosial yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah ketika tokoh aku mengucapkan selamat atas kesuksesan seseorang. Secara sosial, kita dianjurkan untuk mengucapkan selamat atas keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi.

3. Nilai EstetikaContoh:Lebaran. Tanah boleh basah. Udara boleh lembap. Angin menyelusup di sela-sela daun gugur. Awan kelabu. Matahari sembunyi di baliknya. Hujan tiba-tiba rajin membasahi bumi. Kota menjadi basah. Terus-menerus basah. Juga jalan-jalan dan halaman rumah. Orang-orang bergegas menghindarinya. Genteng-genteng coklat di perumahan yang tumbuh merapat, berubah warna menjadi lebih tua dari biasanya.Tamu yang Datang Menjelang Lebaran, oleh Rahmat H. Cahyono

Nilai estetika yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah penjelasan secara fisik bagaimana struktur tanah, suhu udara, angin yang berhembus, warna awan, keadaan matahari, dan turunnya hujan 4. Nilai PendidikanContoh:Jakarta terkurung dalam kutukan karena kejahatan kemanusiaan yang didewakannya selama lebih dari tiga dasawarsa menjelang akhir abad keduapuluh. Ingatan kolektif penduduknya bisa lenyap. Tetapi, zaman tak pernah akan lupa bahwa pada waktu itu ratusan ribu orang dibunuh seperti tikus comberan. Anak-anak muda yang ganteng dan manis-manis, yang bercita-cita sangat sederhana, hanya sekedar untuk bisa meludah karena tak tahan mencium bau amis para penguasa yang durjana, diculik dan dilenyapkan rezim bersenjata. Jakarta 3030, oleh Martin Aleida

Nilai pendidikan yang terkandung pada kutipan cerpen di atas adalah pada zaman penjajahan, para pemuda benar-benar bersemangat melawan para penjajah. Hal ini merupakan nilai pendidikan yang perlu diteladani. Sebagai para pemuda yang kini telah bebas dari penjajahan, kita harus lebih bersemangat dari para pemuda yang dulu berjuang keras untuk kita.

2. Nilai BudayaContoh:Malam itu warga Ibu Kota digemparkan oleh tidak bundarnya lagi Bulan di atas langit Jakarta. "Pasti aksi teroris!" kata seorang bapak RT. "Kali ntu ade ubungannye ama tukang nasgor nyang ilang di depan rume Pondok Indah!" kata seorang abang ojek yang konon pernah mencoba minta nomer togel di rumah hantu itu. Bulan Setengah, oleh Eve

Nilai budaya yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas terlihat pada penggunaan kalimat "Kali ntu ade ubungannye ama tukang nasgor nyang ilang di depan rume Pondok Indah!". Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Betawi, yang merupakan cirri khas dari budaya Jakarta.

6. Nilai Moral Contoh:

Dengan cermat Martini memperhatikan sekeliling, akan tetapi ia tidak melihat seorang saudara atau kerabatpun yang ia kenal. Sempat terbersit rasa iri dan kecewa ketika ia menyaksikan beberapa rekanannya yang dijemput dan disambut kedatangannya oleh orang tua, anak atau suami mereka. Namun dengan segera ia membuang jauh jauh pikiran tersebut. Ia tidak ingin suuzon dengan suaminya. Percayalah Pada Niat Baikmu, Martini oleh Kurniawan Lastanto

Nilai moral yang terkandung dalam kutipan cerpen di atas adalah ketika Martini membuang jauh-jauh prasangka buruk terhadap suaminya. Ia tidak ingin suuzon pada suaminya karena suuzon merupakan perbuatan tidak baik. 3. Nilai PolitikContoh: Hai, pendeta yang bijaksana, kata Raja Dabsyalim. Kalau benar yang dimaksud tak akan tercapai, melainkan dengan akal pikiran yang sempurna,mengapakah kerap kali kelihatan orang yang bodoh beroleh ketinggian dan kemuliaan, lebih daripada orang yang pandai?Ampun Tuanku, Jawab Baidaba. Hikayat Anak Raja dan Teman-temannya

Nilai politik yang terkandung dalam kutipan hikayat tersebut adalah ketika Sang Raja berbicara pada seorang pendeta. Apapun yang ditanyakan Raja, pasti akan dijawab oleh pendeta, karena Raja lah yang paling berkuasa di suatu daerah tersebut.

Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami

BAB IPENDAHULUAN A. Latar BelakangCerita pendek merupakan salah satu jenis karya sastra yang dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman-pengalaman yang didapat tersebut tentunya sangat berkaitan dengan kehidupan manusia. Contohnya seperti masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi seorang pembaca cerpen, seperti sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Hal ini berakibat, seorang pembaca tersebut ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Sehingga seorang pembaca itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.Oleh karena itu, cerita yang ada di dalam cerpen yang penuh dengan segala permasalahan yang universal tersebut ternyata menarik untuk dianalisis. Bahkan banyak orang yang tertarik untuk mengkajinya, apalagi jika cerpen tersebut dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Seperti halnya kelompok kami mencoba untuk menganalisis cerpen yang dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Cerpen yang kami analisis itu adalah sebuah cerpen karya A.A. Navis yang berjudul Robohnya Surau Kami. Kami memilih cerpen karya A.A. Navis ini berdasarkan pertimbangan bahwa cerpen ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan cerpen-cerpen yang lainnya. Keunggulannya yaitu terletak pada teknik penceritaan yang tidak biasa pada saat itu, karena Navis menceritakan suatu peristiwa yang terjadi di alam lain. Bahkan di sana terjadi dialog antara tokoh manusia dengan Sang Maha Pencipta. Dengan menganalisis cerpen berarti kami diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungan. Jadi, berangkat dari permasalahan yang sudah diuraikan di atas, kami mencoba menganalisis isi cerpen tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Landasan Teoristis a. Nilai-nilai kehidupan apa saja yang terkandung dalam cerpen Robohnya Surau Kami? Jelaskan! 2. Pembahasan a. Apa saja unsur-unsur instrinsik yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami?

C. Tujuan 1. Landasan teoristis a. Untuk mengkaji dan menjelaskan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen Robohnya Surau Kami. 2. Pembahasan a. Untuk menganalisis unsur-unsur instrinsik yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami

D. Kegunaan 1. Bagi penyusun a. Dapat mendalami hubungan antara manusia dengan lingkungan dalam cerpen Robohnya Surau Kami b. Dapat menerapkan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Bagi pembaca a. Dapat dijadikan referensi untuk penulisan makalah dengan tema yang sama. b. Dapat menambah wawasan yang baru tentang analisis cerpen.

E. Prosedur 1. Mencari dan menentukan tema cerpen 2. Mengkaji landasan teoristis dari isi cerpen Robohnya Surau Kami berdasarkan referensi yang ada. 3. Menganalisis unsur-unsur intrinsic yang terkandung di dalam cerpen Robohnya Surau Kami. 4. Menyimpulkan hasil keseluruhan analisis cerpen Robohnya Surau Kami.

BAB IIPEMBAHASANA. Kajian Teori 1. Analisis Nilai Ketuhanan Dalam CerpenDalam Karya Robohnya Surau Kami pengarang juga mencerminkan perspektif pemikiran ini. Yang roboh itu bukan dalam pengertian fisik tapi tata nilai. Pada kenyataannya, judul kisah ini hanya bersifat simbolis, karen amemang tidak ada surau yang dikisahkan roboh, tetapi roboh di sini adalah nilai-nilai agama yang disalah artikan oleh beberapa orang, terutama di Indonesia.Cerpen ini mengisahkan bahwa adanya sekelompok orang yang menghadap Tuhan dan ingin mengajukan protes kepada Tuhan karena telah memasukkan mereka ke dalam neraka, padahal selama di dunia mereka selalu taat beribadah kepada Yang Maha Kuasa. Setelah mereka melakukan protes, teenyata Tuhan tetap memasukkan mereka ke dalam neraka. Dalam kutipan ini pengarang menggambarkan bahwa latar belakang suasana yang sedang berlangsung, kemudian menunjukkan bahwa mereka berjumpa dengan Tuhan bahkan mereka berdialog dengan Tuhan, sementara berbicara dengan Tuhan itu adalah suatu hal yang sangat luar bisa dan tidak biasanya ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun semmua ini dilatar belakangi oleh kehidupan akhirat pada saat manusia akan menghadap Tuhan dan menerima keputusanNya, berdasarkan apa yang diperbuat selama di dunia. Walaupun sang pengarang belum prnah berada dalam situasi yang sama.Dalam kisah ini pengarang menyampaikan pesan dan moral melalui dialog antara Tuhan dan manusia, seperti halnya Tuhan bertanya kepada mereka tentang apa yang mereka lakukan di dunia, kemudian Tuhan menjatuhkan keputusanNya untuk memasukkan mereka ke dalam neraka. Tentu hal itu mempunyai alasan, mengapa sampai dimasukkan ke neraka,dan alasan-alasan itu tersirat dalam dialog yang mereka lakukan.Selanjutnya, dari segi pemilihan nama pemimpim kelompok yang melakukan protes kepada Tuhan, menurut saya pengarang menunjukkan bahwa nama yang agamis sekalipun seperti Haji Saleh tidak mejamin akan kebaikan akhlak yang akhirnya dapat mengantarkan dia ke dalam surga. Karena kata Haji berarti orang yabg sudah pernah melakukan ibadah ke Mekkah, sedangkan Saleh berarti seseorang yang taat dan patuh beribadah serta beriman dan bertakwa kepadaNya. Sehingga betapa ironisnya jika seorang Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka.Kemudian Tuhan pun menanyakan keberadaan atau asal mereka, dan keadaan penduduk serta hasil atau kekayaan alam asal mereka yakni Indonesia. Di sini pengarang menggambarkan bahwa ketaatan beribadah yang dilakukan oleh Haji Saleh dari kelompoknya sudah mengesampingkan urusan duniawi seperti halnya terlihat pada dialog antara mereka yang menyatakan bahwa walaupun negerinya sudah melarat dan hasil kekayaan alamnya telah dikeruk oleh negara lain, maka mereka tidak peduli, yang penting mereka terus beribadah kepada Tuhan.Dalam kisah ini, melalui perkataan Tuhan yang terakhir bahwa mereka diputuskan untuk masuk neraka karena Tuhan menjelaskan jika memang benar mereka telah membaca kitab suciNya, maka tentulah mereka tidak hanya akan beribadah tapi juga beramal, bekerja sehingga nasib mereka bisa membaik. Maka di sini sang pengarang mencoba menyindir presepsi bahwa agama itu hanya tentang menyembah dan memuji Tuhan saja. Padahal ada keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan rohani yang harus di jaga.Di akhir cerita, dikisahkan bahwa Tuhanpun akhirnya menjelaskan mengapa dia memutuskan untuk melemparkan mereka ke dalam neraka. Tuhan mengatakan bahwa mereka lebih suka beribadat saja karena beribadah tidak mengeluarkan pelkuh dan tidak perlu membanting tulang. Tuhan juga mengatakan bahwa mereka hanya bisa membaca kitabNya tanpa menjelaskan isinya. Melalui kutipan ini, pengarang meminjam kacamata Tuhan untuk untuk menyampaikan idenya.Dalam cerita ini, pengarang menyampaikan beberapa pesan dan moral sebagai berikut. : Amal ibadah kita harus berdasar pada keinginan untuk menjalankan agama Tuhan bukan hanya untuk menghindari kehidupan dunia yang jauh lebih melelahkan Jika kita telah mengaku menjadi hambaNya, tentu kita tidak akan saling menipu dan saling memeras Pembacaan kitab suci tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada aplikasi lebih lanjut dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan telah menciptakan manusia bukan untuk menyembahNya sajakarena seperti yang Tuhan katakan. Dia tidak mabuk pujian dan sembahandari manusia. Dia memang seharusnya Yang Maha Agung walaupun tak ada yang menyembahnya. Oleh karena itu,manusialah yang seharusnya sensitif ke keadaan sekitarnya dan berusaha untuk menjadi lebih efektif dalam merubah keadaan dirinya. Dari teknik penceritaan pengarang, tidak biasanya terjadi pada kehidupan sehari-hari karena A.A. Navis menceritakan suatu peristiwa yang terjadi di alam lain dengan menampilkantokoh Tuhan, bahklan dalam peristiws ini terjadi dialog antara tokoh manusia dengan Tuhan Yang maha Tinggi, Maha Pencipta, sehingga teknik penceritaannya terkesan unik. Dan cerpen ini lahir dalam atmosfer so an yang kembali lagi memunculkan karakter Tuhan, di mana hal semacam ini pernah tercantum pada cerpen sebelum Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis yaitu cerpen Langit Semakin Mendung karya Kipanjikorsim.

2. Analisis Nilai Sosial Dalam CerpenNilai social yang terkandung dalam kumpulan cerepen Robohnya Surau Kami dikelompokkan ke dalam dua sifat, yaitu nilai sosial positif dan negatif. Nilai social positif meliputi nilai tolong menolong, nilai menasihati, nilai kasih sayang, nilai meminta maaf, nilai kasih sayang, nilai keikhlasan, nilai bekerja keras, nilai tanggungjawab, nilai bijaksana, nilai saling menghormati, nilai berbakti, nilai kesabaran, nilai belas kasihan, dan nilai tabah.Nilai social negative meliputi egois, prasangka, kekerasan keluarga, sombong,ach tak acuh, tidak menghargai orang lain, memaki, merasa paling tahu, licik, berbohong, dan dendam.B. Pembahasan a. Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. NavisCerpen karya A.A. Novis yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh diri akibat dari mendengar cerita bualan seseorang yang sudah dikenalnya, ternyata cukup memikat siapapun yang membacanya. Karena daya pikat itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian ini, khususnya bab ini mudah dipahami agaknya perlu juga memaparkan sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami tesebut. Sinopsisnya itu seperti yang dipaparkan di bawah ini. Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok.Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja.

b. Tinjauan atas Unsur Intrinsik Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami itu sebagai berikut:TemaPengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada halaman 10 berikut ini.Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu Wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca KitabNya. Alahamdulillah kataku bila aku menerima karuniaNya. Astaghfirullah kataku bila aku terkejut. Masa Allah bila aku kagum. Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.Kemudian pada halaman 16 gambaran itu ditegaskan kembali, yaitu :Tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri mu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kaum mu sendiri, melupakan kehidupan anak istimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahan mu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah kelalaiannya itu akhirnya mampu membunuh dirinya. Dan simpulan temanya itu ternyata bersifat universal. Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya A.A. Navis ini diteima oleh setiap orang.Amanat Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya.Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis adalah: Pelihara, jaga, dan jangan bermasabodoh terhadap apa yang kau miliki. Hal ini terdapat pada paragraf kelima halaman delapan kalimat yang terakhir. Amanat pokok/utama ini kemudian diperjelas atau diuraikan dalam ceritanya. Akibatnya muncullah amanat-amanat lain yang mempertegas amanat utama itu. Amanat-amanat yang dimaksud itu di antaranya: (a) Jangan cepat marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita karena ada perbuatan kita yang kurang layak di hadapan orang lain. Amanat ini dimunculkan melalui ucapan kakek Garin pada halaman 9.Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadahku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadah bertawakkal kepada Tuhan .dari ucapan kakek Garin itu jelas tegambar pandangan hidup/cita-cita pengarangnya mengenai karangan untuk cepat marah.(b) Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja baik di hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan itu. Coba saja tengok pengalaman tokoh yang bernama Haji Saleh ketika dia disidang di akhirat sana:Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di Neraka itu banyak teman-temannya didunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang-orang yang dilihatnya di Neraka itu tak kurang ibadahnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai 14 kali ke Mekkah dan bergelar Syekh pula ( Hlm. 12 13 ). Tidak hanya itu saja. Dari gambaran ini terpapar pula amanat lain, yaitu:(c) Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan diri pemakainya.(d) Jangan menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, untuk itu cermati sabda Tuhan dalam cerpen ini:, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya beramal disamping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin . (hlm. 15).(e) Jangan mementingkan diri sendiri, seperti yang disabdakan Tuhan dalam cerpen ini halaman 16.. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau didunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka sedikitpun.Dan akhirnya amanat (d) dan (e) menjadi kunci amanat yang diinginkan pengarang untuk pembacanya. Kedua amanat itu kemudian dirumuskan, seperti yang sudah dituliskan pada bagian awal tentang amanat di atas.Latar Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar sosial.Latar Tempat Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya :Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. (hlm. 1 )Latar Waktu Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut :Pada suatu waktu, kata Ajo Sidi memulai, ..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang . (hlm. 10)Meskipun begitu, ada juga yang juga yang jelas-jelas menyebutkan soal waktu, misalnya:Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kebencian yang bakal roboh Sekali hari aku datang pula mengupah kepada kakek (hlm. 8)Sedari mudaku aku di sini, bukan ?. (hlm.10)Latar SosialDi dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut :Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia sebagai Garim, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek (hlm. 7)Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya. Namun demikian, contoh latar sosial yang menggambarkan kebiasaan yang lainnya yaitu :Kalau Tuhan akan mau mengakui kehilapan Nya bagaimana ? suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu. Kita protes. Kita resolusikan, kata Haji Soleh.cocok sekali, di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh, sebuah suara menyela.Setuju. Setuju. Setuju. Mereka bersorak beramai-ramai (hlm. 13)Kebiasaan ini tentunya mengisyaratkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh yang terlibat dalam dialog ini (hlm.13), termasuk kelompok orang yang sangat kritis, vokal, dan berani. Karena kritik, vokalnya, dan beraninya Dia sering menganggap enteng orang lain dan akhirnya terjebak dalam kesombongan. Tokoh-tokoh ini menjadi sombong di hadapan Tuhannya padahal apa yang dilakukannya belum ada apa-apanya. Perhatikan pada berikut ini.Haji soleh yang jadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama indah, Ia memulai pidatonya: O, Tuhan kami yang Mahabesar, kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnyaAkhirnya ada latar sosial lain yang digambarkan dalam cerpen ini meskipun hanya sepintas saja gambaranya itu. Latar sosial ini menunjukkan bahwa salah satu tokoh dalam cerita ini termasuk kedalam kelompok sosial pekerja. Datanya seperti ini.Dan sekarang, tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikitpun bertanggung jawab, dan sekarang ke mana dia ?KerjaKerja?tanyaku mengulangi hampa.ya.Dia pergi kerja.Alur (plot)Alur menurut Suminto A. Sayuti (2000:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut.Bagian AwalPada bagian awal cerita ini yang terdapat dalam cerpen ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam cerpen ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang kakek yang menjadi garim di sebuah surau tua beberapa tahun yang lalu, seperti yang diungkapkan pada data berikut :Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku . akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di surau dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garim, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek.Sebagai penjaga surau, kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali sejumat. Sekali enam bulan Ia mendapat seperempat dari hasil pemunggahan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id, tapi sebagai Garim ia tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena Ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tidak pernah meminta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum (hlm. 7).Dan yang kedua adalah sebagai instabilitas (ketidakstabilan), yaitu bagian yang didalamnya terdapat keterbukaan.Yang dimaksud di sini adalah cerita mulai bergerak dan terbuka dengan segala permasalahannya. Perhatikan data berikut :Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya .Jika Tuan datang sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya . (hlm. 8)Berdasarkan data ini tampak jelas bahwa yang dimaksud cerita mulai bergerak dan tebuka adalah karena informasi ini belum tuntas bahkan menimbulkan pertanyaan, mengapa si Kakek wafat dan bagaimana hal itu bisa terjadi ? sehingga ketidakstabilan ini memunculkan suatu pengembangan suatu cerita.Bagian Tengah Meskipun ketidakstabilan dalam cerita memunculkan suatu pengembangan cerita tetapi bagian tengah tidak dimulai dari ketidakstabilan itu. Justru, bagian tengah dimulai dengan jawaban atas pertanyaan yang muncul, seperti yang disebutkan dalam bagian awal. Jawaban itu sedikitnya menggambarkan suatu konplik, bahwa si Kakek wafat karena dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Data untuk ini seperti berikut:Dan biang keladi dari kecerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. (hlm . 8)Data konflik ini kemudian diperkuat dengan pemunculan tokoh alur yang berniat hendak mengupah si Kakek. Akan tetapi begitu tokoh atau bertemu dengan si Kakek suasananya sangat tidak diharapkan. Kakek begitu muram. Di sudut benar dia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu kedepan, seolah-olah ada sesuatu yang mengamuk pikirannya. Sebuah blek susu yang berisi minyak kelapa sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. (hlm. 8)Rupanya si Kakek sedang dicekam konplikKonplik ini berkembang menjadi konplikasi manakala tokoh aku menanyakan sesuatu yang berupa pisau kepada si Kakek. Penyebab munculnya konplikasi ini bukan karena pisau itu melainkan pemilih pisau itu. Hal ini terbukti ketika si Kakek menyebutkan nama pemilik pisau itu, dia begitu geramnya bahkan mengancam.Kurang ajar dia. Kakek menjawab. Kenapa ? Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggorok tenggorokannya. (hlm. 9)Kemarahannya ini demikian hebat, makanya dia mau saja melepaskan kekesalannya dengan menceritakan apa yang dilakukan Ajo Sidi terhadapnya di hadapan tokoh aku. Dia bercerita karena desakan dari dalam batinnya. Begitu kuat dan hebat. Dia sendiri tak mampu menahannya untuk menyembunyikan apa yang diceritakan Ajo Sidi. Namun, segala apa yang diungkapkannya di depan tokoh Aku ini tidak membuatnya merasa ringan. Bahkan mungkin semakin berat dan menekan dada dan batinnya. Akibatnya, klimaks kekecewaan si Kakek berakhir dengan cara yang tragis. Dia nekat membunuh dirinya sendiri dengan cara menggorok lehernya.Bagian AkhirBagian terakhir cerita ini ternyata menarik. Menarik karena adanya kejutan (surprise). Kejutannya itu terletak pemecahan masalahnya, yaitu ketika orang-orang terkejut mendapatkan si Kakek garin itu meninggal dengan cara mengenaskan, justru Ajo Sidi menganggap hal itu biasa saja bahkan dia berusaha untuk membelikan kain kafan meskipun hal ini dia pesankan melalui istrinya. Data berikut menggambarkan hal ini.Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia. Ia sudah pergi, jawab istri Ajo Sidi.Tidak ia tahu Kakek meninggal ?Sudah. Dan ia meniggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.Dan sekarang, tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikitpun bertanggung jawab, dan sekarang ke mana Dia ?Kerja.Kerja ? Tanyaku mengulang hampaYa. Dia pergi kerja. (hlm. 16-17).Penyelesaian yang penuh kejutan ini agaknya menyisakan pertanyaan, benarkah Ajo Sidi orang yang tidak bertanggung jawab? Bukankah perilaku Ajo Sidi yang berusaha menyuruh istrrinya untuk membeli kain kafan itu merupakan suatu bentuk tanggung jawab? Lalu di mana salahnya?Jika struktur alurnya seperti di atas maka alur cerpen ini dikelompokkan ke dalam alur regresif atau alur flash back (sorot balik). Dikatakan demikian karena benar-benar bertumpu pada kisah sebelumnya, yang oleh tokoh Aku kisah itu diceritakan.Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis. Dan di ujung jalan itu nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang Tua. Orang-orang memanggilnya kakek Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya (hlm.7-8). Dan besoknya, ketika Aku mau turun rumah pagi-pagi istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk. Siapa yang meninggal? Tanyaku kaget.Kakek.Kakek? (hlm.16).PenokohanYang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. A.A. Navis menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut.a. Tokoh AkuTokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Datanya seperti berikut.Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi: Apa ceritanya, kek ?Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi kakek : Bagaimana katanya, kek ?.(hlm.9).Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara, kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Aku cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia.(hlm.16).b. Ajo SidiTokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini . Secara jelas tokoh ini disebut sebagai si tukang bual. Sebutan ini muncul melalui mulut tokoh Aku. Menurut si tokoh Aku, Ajo Sidi disebutkan sebagai si tukang bual yang hebat karena siapa pun yang mendengarnya pasti terpikat. Selain itu bualannya selalu mengena. Data untuk ini seperti berikut..Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya.(hlm.8-9).Dari data ini pula ternyata disebutkan pula bahwa Ajo Sidi orang yang cinta kerja.c. Si KakekTokoh ini agaknya menjadi tokoh sentral. Dia menjadi pusat cerita. Oleh si pengarang tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan gampang mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu mementingkan diri sendiri dan lemah imannya.Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cecrita Ajo Sidi. Padahal yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu seperti menelanjangi kehidupannya. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan bersyukur kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia segera mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa yang lebih besar.Sedangkan gambaran untuk tokoh si Kakek yang terlalu mementingkan diri sendiri digambarkan melalui ucapanya sendiri, seperti data berikut: Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak terpikirkan hidupku sendiri(hlm.10).d. Haji Saleh Tokoh ini adalah ciptaan Ajo Sidi. Pemunculannya sengaja untuk mengejek atau menyindir orang lain. Dengan begitu wataknya sudah dipersiapkan oleh penciptanya dan karena kemahirannya Ajo Sidi tokoh ini demikian hidup. Secara jelas dan gamblang watak tokoh ini digambarkan sebagai orang terlalu mementingkan diri sendiri.

Titik Pengisahan Yang dimaksud dengan titik pengisahan yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Maksudnya apakah, pengarang ikut terlibat langsung dalam cerita iu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita.Di dalam cerpen Robonya Surau Kami agaknya A.A. Navis memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita.Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar.(hlm.7).Sekali hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang.(hlm.8).Akan tetapi, ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh Aku, dan cerita ini diperolehnya dari Ajo Sidi, maka pengarang sudah memposisikan dirinya sebagai tokoh bawahan. Artinya, pengarang tetap melibatkan diri dalam cerita akan tetapi yang sebenarnya ia sedang mengangkat tokoh utama atau berusaha ingin menceritakan tokoh utamanya. Di sini pengarang tetap mengunakan kata Aku. Walaupun begitu kata Aku ini merupakan kata ganti orang pertama pasif.Engkau ?Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.lalu, setelah si Kakek menceritakan tentang Haji Saleh tokoh dongengan Ajo Sidi- ,pengarang kembali ke posisi sebagai tokoh Aku seperti pada bagian awal cerita.GayaDi dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan majas alegori, dan sinisme.

BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULAN Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Nvis ini memang sebuah sastra (cerpen) yang menarik dan baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik dan kesesuaiannya sebagai bahan pembelajaran. Adapun hasil analisisnya sebagai berikut.1. Unsur-unsur Intrinsika. TemaTema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi keluarganya.b. AmanatAmanat cerpen ini adalah :1) jangan cepat marah kalau diejek orang, 2) jangan cepat bangga kalau berbuat baik,3) jangan terpesona oleh gelar dan nama besar, 4) jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan 5) jangan egois.c. LatarLatar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.d. AlurAlur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir.e. PenokohanTokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh. 1) Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain. 2) Ajo Sidi adalah orang yang suka membual 3) Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain. 4) Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri.f. Titik PengisahanTitik pengisahan cerpen ini yaitu pengarang berperan sebagai tokoh utama (akuan sertaan) sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita. Selain itu pengarang pun berperan sebagai tokoh bawahan ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku.g. GayaDi dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan majas alegori, dan sinisme.

B. SARANBerdasarkan uraian di atas, maka cerpen Robohnya Surau Kami sangat cocok jika dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra di SMU, karena bahasa yang digunakannya bisa dipahami oleh siswa SMU. Konflik psikologis, tokoh-tokohnya pun tidak terlalu sulit untuk dipelajari. Selain itu konflik-konflik psikologis yang dimunculkan masih sesuai dengan perkembangan psikologis dan pemikiran siswa SMU. Latar budaya yang ditampilkannya pun masih tampak umum, sehinga siswa yang berlatar belakang budaya Islam, Kristen, Hindu, dan Budha pun dapat menerimanya. Selain kriteria ini, guru pun harus membaca terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai begitu pula dengan siswanya. Namun, jangan sekali-kali membaca ringkasan cerpen tersebut tanpa pernah membaca cerita itu seluruhnya. Juga, guru harus kreatif ketika sedang membelajarkan siswanya. Misalnya, guru harus mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa akan isi cerpen tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi.1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.1994. Metode Penelitian Seni Budaya Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Haryati, A. dan Winarto Adiwardoyo.1990. Latihan Apresiasi dan Sastra. Malang: Yayasan A3 Malang. Hoerip, Satyagraha.1984. Cerita Pendek Indonesia 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat, edisi ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Prima. Sayuti, Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media. Sukada, Made.1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia: Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung : Angkasa. Suroto.1989. Teori dan Pembimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta : Erlangga.Tarigan, Henri Guntur.1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Menentukan Nilai-nilai dalam Cerpen "Sandal Jepit Merah" Karya S.Rais

Selain dapat dijadikan sebagai salah satu media hiburan, kegiatan membaca cerpen pun dapat memberikan pelajaran berharga bagi kita. Hal tersebut dapat kita petik melalui nilai-nilai yang disampaikan oleh pengarang.Dalam sebuah karya sastra, pengarang seringkali mengekspresikanberbagai fenomena kehidupan. Melalui karya sastra, pengarang dapat mengemukakan pandangan-pandangannya tentang suatu hal dan menyampaikan berbagai nilai kehidupan, seperti nilai moral, nilai budaya, dan nilai sosial.

Berikut nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen "Sandal Jepit Merah" Karya S.Rais:

1. Nilai MoralDalam cerpen tersebut dikisahkan tentang seorang perempuan tua yang memiliki masa lalu yang sangat menyedihkan. Awalnya, perempuan itu hidup bahagia. Akan tetapi, setelah kematian anak semata wayangnya, hidupnya berubah menjadi sebuah kesedihan yang berkepanjangan. Akan tetapi, perempuan itu tidak pernah putus asa. Dia terus berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Bahkan, perempuan tersebut tetap tegar dengan pendiriannya saat dirinya hampir terjerumus ke dalam lembah hitam. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

"Berkali-kali majikannya, seorang bandar narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar barang haram tersebut sekaligus sebagai wanita tuna susila. Tetapi, ia bersikeras walau sebagai pembantu gajinya sangat kecil. Ia tidak tertarik sedikit pun pada penghasilan yang lumayan besar seperti yang didapat oleh perempuan-perempuan cantik yang sering berkumpul di rumah majikannya itu.Lama-lama ia tidak tahan juga, apalagi setelah sang majikan memaksanya untuk mengikuti keinginannya, yaitu menjadikannya seorang wanita tunasusila. Ia bertahan pada pendiriannya dan pergi meninggalkan istana penuh dosa itu."

Dari kutipan tersebut, ada sebuah nilai moral yang hendak disampaikan oleh pengarang. Pengarang hendak mengemukakan bahwa meskipun kita didera kesulitan hidup, kita tidak boleh terjebak oleh nafsu dunia. Kita harus berpegang teguh pada pendirian kita dan pada ajaran agama.

2. Nilai BudayaNilai budaya merupakan nilai-nilai yang bertolak dari perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Nilai budaya tersebut dapat mencakup berbagai masalah, di antaranya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap.Dalam cerpen "Sandal Jepit Merah" tersebut, masyarakat yang digambarkan adalah sekelompok orang yang tinggal di kawasan pinggiran kota. Mereka tergolong ke dalam strata sosial menengah ke bawah. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.

"Dengan berbekal keterampilan di bidang bangunan, Mamat mampu membiayai hidupnya dan menyewa sepetak kamar di pinggiran kota. Kebahagiaannya makin lengkap setelah dari rahimnya lahir seorang anak sehat walaupun saat itu usianya baru enam belas."

3. Nilai SosialDalam cerpen tersebut terdapat beberapa nilai sosial yang dikemukakan oleh pengarang. Di antaranya adalah mengenai sulitnya menjalani kehidupan sebagai seseorang yang miskin. Hal tersebut dapat diamati dalam kutipan berikut.

"Baginya tak ada jalan lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa kaki."

Dalam cerpen ini, juga ditampilkan gambaran sosial kehidupan perkotaan yang suram. Dalam cerpen tersebut diceritakan mengenai kehidupan tokoh utama yang menyambung hidup di tengah-tengah kezaliman. Ia terpaksa menjadi seorang pembantu rumah tangga di sebuah tempat jual beli narkoba dan tempat lokalisasi wanita tunasusila. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

"Bertahun-tahun, ia hidup dalam dunia hitam yang dikutukinya dalam hati. Baginya tak ada jalan lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal bagai mendaki gunung tanpa kaki. Mungkin keajaiban Tuhan pulalah yang telah menghantarkannya pada pekerjaannya saat ini. Berkali-kali majikannya, seorang bandar narkoba, menawarinya untuk bekerja sebagai pengedar barang haram tersebut sekaligus sebagai wanita tunasusila."