rehabilitasi medik pada ppok

Upload: pramadya-vardhani-mustafiza

Post on 10-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    1/31

    REFRAT

    TATA LAKSANA REHABILITASI

    PADA PPOK

    Oleh:

    Santy Ayu Puspita Perdhana G0006022

    Febryla Wahyu Ari N G0006080

    Berty Denny H G0006057

    Devi Amara G0006064

    Devi Nurul Baeti G0006065

    Firman Adi P G0006082

    Muhammad Arif Nur Syahid G0006120

    Winda Suryani G0006167

    Allivia Firdahana G0006176

    Achmad Gozali G0006173

    Sartika Sari G0006153

    Pembimbing :DR. Dr. Noer Rachma, Sp. RM

    KEPANITERAAN KLINIK SMF REHABILITASI MEDIK

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

    S U R A K A R T A

    2011

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    2/31

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) kini mulai diperhitungkan sebagai

    salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan,

    kecacatan pada paru dan meningkatnya biaya pengobatan dan tahun ke tahun.

    Pada tahun 1986 lebih dan 20 juta penduduk AS menderita emfisema dan sekitar

    11,2 juta menderita bronkitis kronis, terutama disebabkan oleh paparan asap

    rokok. Rerata angka kejadian PPOK di Jawa Timur 6,1%, perokok menunjukkan

    angka 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.

    Penderita PPOK kebanyakan berusia lanjut, terdapat gangguan mekanis

    dan pertukaran gas pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada

    kehidupan sehari-hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam

    saluran napas pada penderita emfisema akan meningkatkan kerja pernapasan.

    Penyakit ini bersifat kronis dan progresif, makin lama kemampuan penderita akan

    menurun bahkan penderita akan kehilangan stamina fisiknya..

    Dalam mengelola penderita PPOK, di samping pemberian obat-obatan dan

    penghentian merokok juga diperlukan terapi tambahan yang ditujukan untuk

    mengatasi masalah tersebut yakni rehabilitasi medis, khususnya fisioterapi

    pernapasan. Fisioterapi pernapasan adalah suatu tindakan dalam rehabilitasi medis

    yang bertujuan mengurangi cacat atau ketidakmampuan penderita, dan diharapkan

    penderita merasa terbantu untuk mengatasi ketidak mampuannya sehingga mereka

    dapat mengurus diri sendiri tanpa banyak tergantung pada orang 1ain. Namun

    sayangnya upaya ini kurang diminati oleh para dokter Bahkan seringkali

    dilupakan orang.

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    3/31

    BAB II

    PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

    A. Definisi

    PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang

    dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang

    signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada

    tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran

    udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat

    progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan

    oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan

    sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama

    PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya

    (GOLD, 2007).

    PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik

    ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak

    sepenuhnya reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat

    progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel

    atau gas yang beracun atau berbahaya (PDPI, 2003).

    B. Epidemiologi

    Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang

    berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih

    bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh

    iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran

    pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat

    memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung

    kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut ( PDPI,

    2006 ). Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada

    wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita

    (Aditama, 2005).

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    4/31

    C. Faktor Risiko

    Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari

    partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya

    (GOLD, 2007 ).

    1. Asap rokok

    Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami

    gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih

    tinggi daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK

    bergantung pada dosis merokok nya, seperti umur orang tersebut mulai

    merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang

    tersebut merokok.

    Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat

    mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-

    partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru

    terbakar.

    Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor

    resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-

    paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga

    dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.

    2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)

    3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan

    Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara,

    arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil

    energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga

    lainnya. Ini memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki

    angka kejadian yang tinggi terhadap kejadian PPOK (Hansel and Barnes,

    2003). Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan

    dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor.

    4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu

    jalanan.

    5. Infeksi saluran nafas berulang

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    5/31

    6. Jenis kelamin

    Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding

    wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita.

    Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini

    dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal

    tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan

    bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan

    perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan

    polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak ( Hansel and

    Bernes, 2003)

    7. Status sosioekonomi dan status nutrisi

    Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-

    kadang berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun

    banyak penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium

    memiliki prioritas utama (Hansel and Bernes, 2003)

    8. Asma

    9. Usia

    Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan

    10. Faktor Genetik

    Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu

    penyebab terjadinya PPOK (Sandford et al, 2002), meskipun penelitian

    Framingham pada populasi umum menyebutkan bahwa faktor genetik

    memberi kontribusi yang rendah dalam penurunan fungsi paru (Gottlieb et

    al, 2001).

    D. Patofisiologi

    Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran

    napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian

    paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil.

    Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti

    Leukotrien B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau

    mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    6/31

    yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan

    stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).

    Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas

    besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru

    dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel

    radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus

    membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan

    hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang

    menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas.

    Proses repair ini akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding

    saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan

    jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis

    saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi

    pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada

    kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga

    terjadi destruksi pulmonary capilary bed.

    Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding

    pembuluh darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan

    struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan

    otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika

    penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen

    bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk,

    2004).

    Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran

    napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan

    sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil ( 20 % dan

    minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal

    paru setelah pemberian kortikosteroid

    e. Analisis gas darah

    Terutama untuk menilai :

    - Gagal napas kronik stabil

    - Gagal napas akut pada gagal napas kronik

    f. Radiologi

    - CT - Scan resolusi tinggi

    Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema

    atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

    - Scan ventilasi perfusi

    Mengetahui fungsi respirasi paru

    g. Elektrokardiografi

    Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan

    hipertrofi ventrikel kanan.

    h. Ekokardiografi

    Menilai funfsi jantung kanan

    i. Bakteriologi

    Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

    diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik

    yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama

    eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

    j. Kadar alfa-1 antitripsin

    Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada

    usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

    riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    13/31

    PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk

    dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko.

    Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran

    udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004)

    G. Diagnosis Banding

    Asma

    SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) adalah penyakit obstruksi

    saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis denganlesi

    paru yang minimal.

    Pneumotoraks

    Gagal jantung kronik

    Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,

    destroyed lung.

    Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang

    sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus

    ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.

    H. Klasifikasi

    Klasifikasi

    Penyakit

    Gejala Spirometri

    Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila

    exercise

    - Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi

    gejala ringan pada latihan sedang (misal

    : berjalan cepat, naik tangga)

    VEP > 80% prediksi

    VEP/KVP < 75%

    Sedang- Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi

    mulai terasa pada latihan / kerja ringan

    (misal : berpakaian)

    - Gejala ringan pada istirahat

    VEP 30 - 80%

    prediksi VEP/KVP 30 ml/ hari), bronkluektasis, fibrosis kistik, dan atelektasis. Pada

    penderita dengan serangan asma akut, pneumonia akut, gagal napas,

    penderita yang memakai ventilator, dan penderita PPOK dengan produksi

    sputum yang minimal (

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    25/31

    - Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas

    tanpa meningkatkan kerja pernapasan

    - Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas

    lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.

    Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan

    yang paling penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat,

    pengaruh gerakan diafragma sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi

    meningkat barulah digunakan otot-otot bantu pernapasan (seperti

    skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang belakang); ini

    terjadi bila ventilasi melampaui 50 l/menit.

    Pada penderita PPOM sering kali terdapat pernapasan yang tidak

    sinkron gerakannya (panadoksal), yaitu pada waktu akhir inspinasi tiba-

    tiba dinding perut bergerak ke dalam dan kemudian bergerak keluar

    waktu ekspirasi. Penderita dengan keadaan demikian mempunyai

    prognosis yang kurang baik. Selain itu pada penderita PPOM tendapat

    hambatan aliran udara terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya

    letak diafragma rendah dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga

    secara mekanis otot-otot pernapasan bekerja kurang efektif. Pada

    umumnya fungsi diafragma penderita PPOM kurang dan 35% volume

    tidal, akibatnya penderita selalu menggunakan otot-otot bantu

    pernapasan.

    Latihan otot-otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan otot

    pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi (PEmax) sekitar 37%.

    Latihan pernapasan meliputi:

    a. Latihan pernapasan diafragma

    Tujuan latihan pernapasan diafragma adalah menggunakan

    diafragma sebagai usaha pernapasan, sementara otot-otot bantu

    pernapasan mengalami relaksasi.

    Manfaat pernapasan diafragma:

    - Mengatur pernapasan pada waktu serangan sesak napas dan

    waktu melakukan pekerjaan/latihan.

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    26/31

    - Memperbaiki ventilasi ke arah basal paru.

    - Melepaskan sekret yang melalui saluran napas.

    Dengan pernapasan diafragma maka akan terjadi peningkatan

    volume tidal, penununan kapasitas residu fungsional dan peningkatan

    ambilan oksigen optimal.

    Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut

    1) Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas

    yang reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat

    hipersekresi mukus dilakukan drainase postural dan latihan batuk.

    Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di

    rumah.

    2) Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur

    miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.

    3) Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian

    tengah, tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut

    bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah

    membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang

    turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi) dada minimal.

    Dinding dada dan otot bantu napas relaksasi.

    4) Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-

    pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi,

    diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi

    (pengembangan) perut. Otot perut bagian depan dibuat

    berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan

    diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian

    bawah.

    5) Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot

    perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat

    0,51 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu

    aktivitas ini.

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    27/31

    Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan

    bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga. Selama latihan,

    penderita harus diawasi untuk mencegah kesalahan yang sering terjadi

    seperti :

    - Ekspirasi paksa

    Hal ini akan memperberat obstruksi saluran napas, meningkatkan

    tekanan intrapleura dan terjadi air trappingjika saluran napas yang

    rusak dan mudah kolaps ditekan oleh tekanan intrapleura.

    - Perpanjangan ekspirasi:

    Menyebabkan pernapasan berikutnya tidak teratur dan tidak

    efisien, pola pernapasan kembali ke pernapasan dada bagian atas

    yang tidak teratur disertai dengan aktifnya otot bantu pernapasan.

    - Gerakan tipuan abdomen

    Otot perut berkontraksi dan relaksasi tetapi tidak ada perbaikan dan

    ventilasi.

    - Penggunaan dada bagian atas secara berlebihan

    Hal ini dapat mengganggu gerakan diafragma, kebutuhan O2

    meningkat karena otot bantu pernapasan bekerja lebih keras.

    b. Pursed lips breathing

    Pursed lips breathing(PLB) dilakukan dengan cara menarik

    napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan

    menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian

    mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan

    posisi seperti bersiul, lamanya ekspirasi 23 kali lamanya inspirasi,

    sekitar 46 detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas

    terlalu keras. PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot

    abdomen selama ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi

    yang mengalir melalui hidung, karena terjadi elevasi involunter dari

    palatum molle yang menutup lubang nasofaring. Dengan pursedlips

    breathing(PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut,

    kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    28/31

    sehingga dapat mencegah air trappingdan kolaps saluran napas kecil

    pada waktu ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu,

    kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru

    sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveoli. Selain itu PLB

    dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan

    volume tidal, PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan

    memberikan keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak

    napas pada penderita. Pursed lips breathing akan menjadi lebih

    efektif bila dilakukan bersama-sama dengan pernapasan diafragma.

    Ventilasi alveoler yang efektif terlihat setelah latihan berlangsung

    lebih dari 10 menit.

    c. Latihan batuk

    Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan

    benda asing atau sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif

    harus memenuhui kriteria:

    1) Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret.

    2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal

    yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi.

    Cara melakukan batuk yang baik:

    Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga

    memberi kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk

    berkontraksi sehingga menimbulkan tekanan intrathorak. Tungkai

    bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan perut.

    Penderita diminta menarik napas melalui hidung kemudian menahan

    napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan otot-otot

    dinding perut serta badan sedikit membungkuk kedepan. Cara ini

    diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi.

    Latihan diulang sampai penderita menguasai.

    Penderita yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk,

    diistirahatkan dengan melakukan Iatihan pernapasan diantara dim

    latihan batuk. Bila penderita tidak mampu batuk secara efektif,

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    29/31

    dilakukan rangsangan dengan alat penghisap (refleks batuk akan

    terangsang oleh kateter yang masuk trakea) atau menekan trakea dari

    satu sisi ke sisi yang 1ain.

    1.4. Latihan meningkatkan kemampuan fisik

    Bertujuan meningkatkan toleransi penderita terhadap aktivitas

    dan meningkatkan kemampuan fisik, sehingga penderita hidup lebih aktif

    dan lebih produktif. Pengaturan tingkat latihan dimulai dengan tingkat

    berjalan yang disesuaikan dengan kemampuan awal tiap penderita secara

    individual, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan ke tingkat

    toleransi yang paling besar. Jarak maksimum dalam latihan berjalan yang

    dicapai oleh penderita merupakan batas untuk mulai meningkatkan

    latihan dengan menaiki tangga. Selama latihan penderita harus dibantu

    dengan pemberian oksigen untuk menghindari penununan saturasi

    oksigen secara drastis yang dapat membahayakan jantung. Penderita

    harus diawasi dengan baik, secara berkala gas darah arteri diukur

    tenutama pada penderita dengan hipoventilasi alveoler, untuk mencegah

    retensi CO2 yang berlebihan. Pemberian oksigen selama latihan harus

    diteruskan sampai penderita mendapat manfaat yang maksimal, setelah

    itu lambat laun dapat disapih.

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    30/31

    PENUTUP

    Rehabilitasi medik paru (rehabilitasi pulmonal) merupakan salah satu

    tindakan penting dalam pengelolaan penderita PPOM, di samping pemberian

    obat-obatan. Penderita yang berusia lanjut dengan gangguan pernapasan akibat

    obstruksi saluran napas karena sekret atau kolaps saluran napas bagian tepi serta

    pola napas paradoksal semuanya akan membuat pernapasan tidak efektif. Terapi

    fisik (fisioterapi) dada dilakukan pada semua penderita PPOM dengan harapan

    dapat mengurangi rasa cemas, membersihkan saluran napas dan sekret, dan

    menggunakan otot- otot pernapasan secara optimal. Dengan demikian penderita

    akan terlatih untuk bernapas secara efektif dan tidak cemas pada saat terjadi

    serangan akut serta dapat melakukan tugasnya tanpa tergantung pada orang lain.

    Sehingga tercapai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.

  • 7/22/2019 Rehabilitasi Medik pada PPOK

    31/31

    DAFTAR PUSTAKA

    Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit

    Paru FK Unair. Surabaya.

    Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.

    Garisson Susan J. 2001.Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement

    of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas

    Pauwels, R.Et al.,2003. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease,

    Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention (Update,

    July 2003).

    Petty, Thomas L. 2006, The History of COPD. International Journal of COPD.

    Vol 1(1). Pp:3-14

    Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine,

    Department of Internal Medicine, University of Manitoba.

    www.emedicine.com

    Sheety, Sachin, et al. 2006. A Low Cost Pulmonary Rehabilitation Programme for

    COPD Patients : Is it any Good? . IJPMR. Vol 17(2). Pp: 26-32.

    Stoller, J.K.,2004.Overview of Management of Acut Exacerbation of Chronic

    Obstructive Pulmonary Disease. In Rose, B.D., Up To Date 12.1

    Sutherland, E.P. & Cherniak, R.M., 2004. Current Consepts : management of

    Chronic Obstructive Pulmonary Disease. N Engl J Med2004:350: 2689-

    97.

    http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/