uji aktivitas diuretik fraksi n

Upload: imut-mainah

Post on 14-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

I. JUDUL USULAN KTI Uji aktivitas diuretik fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) pada mencit putih jantan galur Swiss WebsterII. INTISARI USULAN KTI Salah satu tumbuhan yang diduga berkhasiat sebagai diuretik yaitu herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) pada mencit putih jantan galur Swiss Webster. Penapisan fitokimia terhadap fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) diperoleh bahan aktif yang terkandung adalah flavonoid. Senyawa flavonoid mempunyai aktivitas biologis yang bermacam-macam diantaranya sebagai antivirus, antihistamin, diuretik, antihipertensi, bakterisida, estrogenik, mengaktivasi enzim, dan lain-lain. Hewan uji sebanyak 20 ekor mencit putih jantan galur Swiss Webster dipuasakan selama 12-18 jam, hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: kelompok I kontrol negatif yang diberi suspensi Na CMC 0,5%; kelompok II kontrol positif yang diberi furosemid; kelompok III fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dosis I; kelompok IV dosis II; dan kelompok V dosis III. Hewan uji dimasukkan dalam kandang metabolisme individual dan diberi 0,8 ml air minum secara per oral setiap 3 jam selama perlakuan. Volume urin diukur pada jam ke- 3, 6, 9, dan 12. Data dianalisis dengan analisis varian (ANOVA) dan paired sample t-test.

III. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang didapat dalam penelitian ini adalah:1. Apakah fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) memiliki efek diuretik terhadap mencit putih jantan galur Swiss Webster?2. Berapakah dosis efektif fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) memiliki efek diuretik terhadap mencit putih jantan galur Swiss Webster?

IV. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui potensi efek diuretik fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) terhadap mencit putih jantan galur Swiss Webster.2. Mengetahui dosis efektif fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) yang dapat memberikan efek diuretik pada mencit putih jantan galur Swiss Webster.

V. PENTINGNYA KTI DIUSULKAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi penelitian lebih lanjut mengenai uji aktivitas diuretik fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) pada mencit putih jantan galur Swiss Webster. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan di bidang ilmu farmasi terutama dalam pengembangan dan penelitian obat-obat baru.

VI. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata [Burm.f.] Nees) 1. Sistematika tanaman sambiloto Dalam sistematika (taksonomi), tumbuhan sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom: PlantaeDivisi: SpermatophytaClass: Dicotyledoneae Ordo: Solanales Famili: Acanthaceae Genus: Andrographis Spesies: Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness. 2. Nama DaerahSumatra: Pepaitan (Melayu), Jawa: Ki oray, ki peurat, takilo (Sunda), bidara, sadilata, sambilata, takila (Jawa). Indonesia: Sambiloto (MMI, 1979). 3. Deskripsi tanaman Terna tumbuh tegak, tinggi 40 cm sampai 90 cm, percabangan banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau agak tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3 mm sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga berbibir berbentuk tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan warna kuning dibagian atasnya, ukuran 7 mm sampai 8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6 mm. Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm, bila tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (MMI, 1979).

4. Sifat dan kegunaan Daun dan batang tumbuhan ini rasanya sangat pahit karena mengandung senyawa yang disebut andrographolid yang merupakan senyawa keton diterpena. Kadarnya dalam daun antara 2,5 sampai 4,8% dari berat kering. Senyawa ini diduga merupakan salah satu zat aktif dari daun sambiloto yang juga banyak mengandung unsur-unsur mineral seperti kalium, kalsium, natrium dan asam kersik ( Sastrapradja, 1980). Daun sambiloto dapat digunakan untuk berbagai pengobatan yaitu peluruh air seni, penurun panas, obat penyakit kencing manis (DM), disentri basiler, influenza, radang, amandel, radang paru-paru, radang saluran pernafasan, radang ginjal, obat gatal, gigitan ular berbisa, bisul, luka bakar, luka karena infeksi, abses, dan kudis (Sudarsono, 2006).

5. Kandungan kimia Daun tumbuhan sambiloto yang memiliki sifat kimiawi berasa pahit, dingin, memiliki kandungan kimia sebagai berikut: daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid dan homoandrografolid. Terdapat juga flavonoid, alkane, ketone, aldehide, mineral (kalium, kalsium, natrium), akarnya mengandung flavonoid, dimana hasil isolasi terbanyaknya adalah polimetoksiflavon (5-hidroksi-2,3,7,8-tetrametoksiflavon, 5-hidroksi-27,8-trimetoksiflavon, 5-hidroksi-7,2,3-trimetoksiflavon, dan 2,5-dihidroksi-7,8-dimetoksiflavon) (Niranjan dkk, 2010)., andrografin, panikulin, mono-0-metilwithin dan apigenin-7,4-dimetileter (Dalimartha, 1999). Flavonoid polimetoksi flavon dilaporkan berkhasiat sebagai diuretik (Sriningsih dkk, 2002). Mekanisme flavonoid polimetoksi flavon dilaporkan bekerja sebagai diuretik dengan jalan menghambat ko-transpor dan menurunkan reabsorpsi ion natrium dan kalium kedalam urin dan mekanisme peningkatan natriuresis dan kaliuresis (Geurin dan Reveillere, 1989).

B. Diuretik Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002).Diuretik adalah sifat meluruhkan air seni. Pengertian lainnya yaitu sifat mengurangi jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah dengan cara dibuang sebagai urine. Plasma darah adalah bagian cairan dari darah. Komposisi plasma darah terdiri dari:1) 91-92% air,2) Protein plasma (albumin, globulin, fibrinogen, dan protombin),3) Kandungan anorganik (natrium, kalium, kalsium, magnesium, zat besi, yodium, dan lain-lain), serta4) Kandungan organik (urea, asam urat, kreatinin, glukosa, lipid, asam amino, enzim, dan hormon). Urine adalah hasil pembuangan dari metabolisme tubuh melalui ginjal. Pada keadaan normal, urine yang keluar antara 900-1.500 ml per 24 jam (bervariasi dengan asupan cairan dan jumlah kehilangan cairan melalui rute lain). Komposisi urine terdiri dari air, amonia, urea ( 20-30 g/24 jam), natrium klorida, asam urat (0,6 g/24 jam), kreatinin (1-2 g/24 jam), kalium sulfat, dan fosfat (Permadi, 2006). Air dalam tubuh mengandung dua kompartemen utama. Pertama cairan intraselular (CIS) yaitu air yang terdapat dalam sel tubuh. Yang kedua adalah cairan ekstraseluler (CES), yaitu air yang terletak di luar sel, jumlahnya sekitar 30% dari jumlah total air dalam tubuh. Air ini terdapat dalam cairan interstitial (ditemukan dalam ruang jaringan antarsel), plasma darah, dan cairan serebrosfinal, limfe, cairan dalam rongga serosa, serta sendi yang jumlahnya sedikit. CIS adalah medium tempat terjadinya aktivitas kimia sel. CES adalah medium untuk pengangkutan zat kimia dari satu sel ke sel lainnya. Mekanisme pembuangan air ada empat cara, yaitu sebagai berikut:1) Pembuangan sebagai urine atau air seni sebanyak 1,5 liter per hari.2) Pembuangan dalam udara ekspirasi dari paru-paru sekitar 400 ml per hari.3) Pembuangan dalam feses sekitar 100 cc per hari.4) Pembuangan melalui kulit dalam bentuk keringat atau penguapan tak terlihat. Jumlahnya bervariasi tergantung suhu, kelembapan, sirkulasi udara, pakaian yang dipakai, serta banyaknya kerja yang dilakukan. Dari keempat cara pengeluaran air, cara pengeluaran utama adalah melalui ginjal. Ginjal adalah organ eksresi utama tubuh. Agar dapat menjalani fungsi eksresi, ginjal harus menerima proporsi (sekitar seperempat ketika tubuh dalam keadaan instirahat) darah yang dipompa pada setiap denyut jantung. Ginjal mempunyai fungsi sebagai berikut:1) Mempertahankan batas pH normal cairan tubuh, jumlah, dan komposisinya; jumlah tertentu natrium dan kalium di dalam cairan tubuh.2) Eksresi beberapa produk akhir metabolisme.3) Sekresi hormon.4) Berperan dalam produksi vitamin D5) Sekresi beberapa obat. Dari uraian di atas diketahui mekanisme diuretik berhubungan dengan mempertahankan keseimbangan kimia serta elektrolit yang benar serta mempertahankan pH normal tubuh (Permadi,2005). Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat diuretika bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni di:

a. Tubuli Proksimal Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorpsi secara aktif untuk kurang lebih 70%, antara lain ion-Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbitol) bekerja disini dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.b. Lengkungan Henle Di bagian menaik dari Henles loop ini k.l. 25% dari semua ion-Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+ tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetanida dan etakrinat, bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- dan demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak. c. Tubuli Distal Di bagian pertama segmen ini, Na+ direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja ditempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Di bagian kedua segmen ini, ion-Na+ ditukarkan dengan ion-K+ atau -NH4+; proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bertitik kerja disini dengan mengakibatkan ekskresi Na+ (kurang dari 5%) dan retensi-K+.d. Saluran Pengumpul Hormon antidiuretika ADH ( vasopresin) dari hipofisis bertitik kerja di sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.Pada umumnya, diuretik dibagi dalam beberapa kelompok yaitu:a) Diuretik lengkunganObat-obat ini berkhasiat kuat tetapi agak singkat 4-6 jam (Tjay dan Rahardja, 2002). Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini ialah : furosemid, bumetanida dan etakrinat.b) Derivat thiazidEfeknya lebih lemah dan lambat (6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi hipertensi dan kelemahan jantung (Tjay dan Rahardja, 2002). Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini ialah: hidroklorothiazid, klortalidon, mefrusida, indapamida, xipamida (durexan) dan klopamida.c) Diuretik hemat KaliumEfek obat ini lemah dan khusus digunakan kombinasi dengan diuretik lainnya untuk menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na+ dan K+, proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis aldosteron (Tjay dan Rahardja, 2002). Efek samping berupa hiperkalemia. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini ialah: antagonis aldosteron ( spironolakton, kanrenoat), amilorida dan triamteren.d) Diuretik osmotikObat-obat ini hanya direabsorpsi sedikit oleh tubuli, hingga reabsorpsi air juga terbatas. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini ialah: manitol dan sorbitol.e) Inhibitor karbonik anhidraseZat ini berfungsi menghambat enzim karbonik anhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, Na+ dan K+ diekresikan lebih banyak bersamaan dengan air. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini ialah: asetazolamida.f) Golongan xantinGolongan ini digunakan pada kegagalan jantung, yang biasa dipakai aminofilin.

C. Furosemid Furosemid merupakan turunan yang merupakan diuretik kuat dan bertitik kerja dilengkungan Henle bagian menaik. Sangat efektif pada keadaan udema diotak dan paru-paru yang akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya. Reabsorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, t1/2 30-60 menit, eksresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga lewat empedu. Efek samping yang umum berupa hiponatremia, gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk) dan kolaps. Pada injeksi intravena terlalu cepat dan jarang terjadi ketulian (reversibel) dan hipotensi. Hipokalemia reversibel dapat pula terjadi (Tjay dan Rahardja, 2002). Waktu paruh furosemid tergantung pada fungsi ginjal. Karena agen ansa bekerja pada sisi luminal tubulus, respon diuretik berkaitan secara positif dengan ekskresi urin. Sebagai efek diuretiknya agen ansa mempunyai efek langsung pada peredaran darah melalui tatanan beberapa vaskuler. Furosemid meningkatkan aliran darah di dalam korteks ginjal (Katzung, 2001).Furosemid termasuk dalam golongan diuretik jerat Henle. Kerja diuretik golongan ini adalah selektif menghambat reabsorsinya dari NaCl pada cabang menaik yang tebal dari jerat Henle. Diuretik jerat Henle tipe furosemid sangat bermanfaat, jika diperlukan kerja yang cepat dan intensif, seperti misalnya pada udem paru-paru. Dalam klinis, furosemida biasanya digunakan untuk mengobati udem, paru-paru, gagal ginjal akut, dan hiperkalemia (Katzung, 2001). Efek samping berupa umum, pada injeksi i.v terlalu cepat, ada kalanya tapi jarang terjadi ketulian (reversibel) dan hipotensi. Hipokailemia reversibel dapat terjadi pula. Dosis yang biasa diberikan adalah 40-80 mg secara peroral untuk mengobati udema, pada insufisiensi ginjal sampai 250-4000 mg sehari dalam 2-3 dosis, injeksi intravena secara perlahan dengan dosis 20-40 mg dan pada keadaan hipertensi sampai 500 mg ( Tjay dan Rahardja, 2002).

D. Penyarian Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata simple berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk, kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan (DepKes RI, 1979b). zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope direndam dengan cairan penyari sampai menembus dinding sel dan meresap lalu melunakkan susunan sel sehingga zat aktif yang mudah larut akan melarut. Kemudian rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna dan dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu maserasi pada umumnya berkisar antara 4-10 hari (DepKes RI, 1986). Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, kemudian ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari, kemudian endapan dipisahkan (DepKes RI, 1986). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut yang diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (DepKes RI, 1995b).

VII. METODE PENELITIANA. Hipotesis Fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) mempunyai efek diuretik pada mencit putih jantan galur Swiss Webster.B. Rancangan Penelitian1. Jenis dan Variabel Penelitiana. Jenis penelitianPenelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola searah.b. Variabel penelitianVariabel bebas:dosis fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambilotoVariabel tergantung: volume urin tiap waktu pengamatanc. Variabel kendali :a) Hewan uji: umur, berat badan, jenis kelamin, galurb) Tanaman: asal tanaman, waktu panen, bagian yang diambil.c) Volume pemberian air minumd) Lingkungan laboratorium.

2. Metode pengumpulan data Data yang dikumpulkan diperoleh dari pengamatan langsung pada hewan uji yaitu data kuantitatif volume urin pada jam ke- 3, 6, 9 dan 12, setelah perlakuan. Volume urin yang diukur adalah volume urin kumulatif dari awal pengamatan.

3. Jalannya Penelitiana. Determinasi tanaman Determinasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa tumbuhan yang akan digunakan benar-benar merupakan tumbuhan yang dimaksud sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) dan menghindari terjadinya kesalahan pengambilan sempel. Kebenaran dan deskripsi morfologi herba sambiloto dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.b. Pengumpulan bahan uji Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) yang digunakan diambil dan dikumpulkan. Diperoleh dari desa Girimulyo, kecamatan Nanggula, Kabupaten Kulonprogo pada bulan Juli 2011.c. Pengeringan bahan uji Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel dengan cara dicuci di bawah air mengalir, kemudian dipotong kecil-kecil agar mempermudah pengeringan. Pengeringan dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan menggunakan oven pada suhu 400 C selama 2 hari. d. Pembuatan serbukTanaman sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) yang sudah kering diserbukkan dengan blender, lalu diayak dengan ayakan no.16 dan disimpan.e. Pembuatan ekstrak etanol Maserasi dilakukan dengan perbandingan 1:5 selama 2 hari, sedangkan untuk remaserasi menggunakan perbandingan 1:2 selama 1 hari. Selama proses maserasi dilakukan beberapa kali pengadukan untuk mempercepat proses penarikan zat aktif kedalam larutan penyari. Remaserasi dilakukan untuk menarik kembali zat aktif yang mungkin masih tersisa dalam serbuk simplisia.f. Ekstrak etanolikPembuatan Fraksi n-Heksan

Ekstrak kentaldiuapkan

+ pelarut n-heksan (1:2),Diulang hingga warna hijau pada pelarut hilang

disaring

filtratresidu

Diuapkan lalu dibuat seri dosis

Ekstraksi dilanjutkan untuk memisahkan senyawa nonpolar menggunakan pelarut heksan. Sebanyak 50 g ekstrak etanol dilarutkan dalam 100 mL pelarut n-heksan, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Dilakukan pengadukan selama 10 menit menggunakan alat pengaduk vortex hingga terjadi lapisan dua warna yaitu lapisan hijau dan lapisan jernih. Pencampuran dan pengocokan dilakukan berulang hingga larutan yang menggunakan pelarut heksan tampak jernih. Filtrat yang didapat diuapkan hingga menjadi fraksi heksan dalam bentuk kental.g. Skrining FitokimiaUji Flavonoid; Sebanyak 0.1 gram fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) ditambah metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah NaOH 10% atau H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH 10% menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukan adanya flavonoid.h. Pemilihan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan galur swiss webster umur 40-60 hari, berat 20-30 gram.

i. Perhitungan dosis furosemid Dosis furosemid yang diberikan adalah dosis yang meliputi dosis terapi manusia yaitu 80 mg (Katzung, 2001) dengan faktor konversi dari manusia (70 kg) ke mencit (20 g) sebesar 0,0026 (Ngatidjan, 1990).Dosis terapi manusia = 80 mgFaktor konversi manusia ke mencit 20 g = 0,0026Maka dosis terapi pada mencit = 80 mg 0,0026 = 0,208 mg /20 g BB = 10,4 mg/kg BB Furosemid tidak larut dalam air, maka sediaan dibuat dengan melarutkan furosemid pada larutan Na CMC 0,5% sebagai suspending agent.Larutan stok furosemid = x= x= 0,416 mg/40 gFurosemid yang tersedia 40 mg = = 0,4 mg/mlLarutan yang diberikan untuk mencit 40 g = = 1,04 ml 1 ml/40 gj. Uji efek diuretik Hewan uji di adaptasikan di laboratorium dan dipuasakan selama 18 jam namun tetap diberi minum. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, masing-masing terdiri dari 4 ekor mencit jantan putih galur Swiss Webster. Kelompok Uji pendahuluan : Untuk mengetahui dosis I, II dan III fraksi n-heksan yang akan diberikan.Kelompok 1 (kontrol negatif) : diberi suspensi Na CMC 0,5%Kelompok 2 (kontrol positif) : diberi suspensi furosemid Kelompok 3 :diberi fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dosis I.Kelompok 4 :diberi fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dosis II.Kelompok 5 :diberi fraksi n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dosis III. Setelah diberi perlakuan, hewan uji dimasukkan dalam kandang metabolisme untuk ditampung urinnya. Pengukuran volume urin dilakukan pada jam ke- 3, 6, 9 dan 12. Volume urin yang diukur adalah volume urin tiap waktu pengamatan dan volume urin kumulatif. Air minum pada jam ke-1 sampai ke-12 dikontrol sebanyak 0,8 ml tiap 3 jam untuk tiap hewan uji secara per oral yaitu pada jam ke- 3, 6, 9 dan 12. Rumus yang digunakan untuk menghitung % daya diuretik adalah:% daya diuretik = 100%

4. Cara analisis Data volume urin hewan uji yang didapat setelah 3, 6, 9 dan 12 jam dikumpulkan, berdasarkan hasil tersebut dilakukan uji statistik dengan menggunakan ANOVA dan paired sample t-test.

VIII. FASILITAS YANG DIPERLUKAN

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Terpadu II Farmakologi Akademi Farmasi Samarinda Jl. A.W. Syahranie No.226 Kelurahan Air Hitam Samarinda. A. Bahan dan alat1. BahanBahan-bahan yang digunakan dalam eksperimen adalah :1) Aquades2) Etanol 70%3) Furosemid4) Herba sambiloto (Andrographis paniculata [Burm.f.] Nees) 5) Mencit putih jantan umur 2-3 bulan dengan berat 20-30 gram.6) Na CMC 0,5%7) NaOH 10%2. AlatAlat-alat yang digunakan dalam eksperimen adalah :1) Alat-alat gelas2) Alat pengaduk Vortex3) Jarum oral4) Kandang metabolisme5) Kompor listrik 6) Panci maserasi7) Timbangan analitik

IX. JADWAL PELAKSANAAN

No.TAHAPWAKTUKEGIATAN

1.Persiapan04 Mei 2012 s/d19 Mei 201225 mei 2012Studi pustakaKomsultasi Proposal KTIPembelian bahan kimiaOptimasi alat

2.Pelaksanaan21-24 Mei 201226 Mei 29 Juni 2012

Seminar proposal KTIPenelitian laboratorium, Pengumpulan data, pembuatan naskah KTI,

3.Penyelesaian03 - 07 Juli 2012

12 - 17 Juli 2012Ujian terbuka ( seminar hasil ) KTIUjian tertutu KTI

X. DAFTAR PUSTAKAChao, W.W., and Lin, B.F., 2010, Isolation and Identification of Bioactive compounds in Andrographis paniculata (Chuanxinlian), Chin. Med. J.

Dalimartha. S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, Cetakan III, Trubus Ariwidya, Jakarta.

DepKes RI, 1979a, Farmakope Indonesia Edisi , Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

DepKes RI, 1979b, Materia Medika Indonesia Jilid III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

DepKes RI, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

DepKes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi keempat. II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Geurin J.C., and Reveillere H.P., 1989, Orthosiphone stamineus as a potent source of methylripario chromene A, J. Nat. Prod.

Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, 433-444, Diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta.

Ngatidjan, 1990, Metode Laboratorium Dalam Toksikologi,94 Reviewer: Lukman H., 1994, Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Niranjan, A., Tewari, S.K., Lehry, A., 2010, Biological activities Of Kalmegh (A. paniculata Ness) and its active principles, Ind. J. Nat. Prod. Res.

Permadi, A., 2006, Tanaman Obat Pelancar Air Seni, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sari, S. Y., 2006, Uji Efek Diuretik Infusa Daun Gandarusa (Gendarussa vulgaris Nees) pada Tikus Putih Jantan Wistar, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Sastrapradja. S., Asyari, M., Djajasukma, E., Kasim, E., Lubis, I., 1980, Tumbuhan Obat, Rora Karya Offset, Jakarta.

Sriningsih, A.S.W., Sumaryono, W., Wibowo, A.E., Caidir, Firdayani, Kusumaningrum, S., Kartakusuma, P., 2002, Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.), JSTF.Sudarsono, Pudjoarinto, A., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I.A., Drajad, M., Wibowo, S., Ngatidjan, 2006, Tumbuhan Obat I. Pusat Penelitian Obat Tradisional, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting (Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Samping), Edisi V 372-381 Ditjen PCM RI, Jakarta.

Wijayakusuma, H., Dalimartha, S., dan Wirian, A., 1996, Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia, Edisi II, Cetakan II, 114-116, Pustaka Kartini, Jakarta