analisis topografi dan curah hujan wilayah

Upload: iman-tochid

Post on 04-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    1/46

    ANALISIS TOPOGRAFI DAN CURAH HUJAN WILAYAH

    KELOMPOK 4

    Niken Andika Putri E14120045

    Iman Tochid E14120054

    Andi Yuniar A E14120080

    Dinda Piyan L E14120090

    M. Isa A E14120104

    Dosen :

    Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr

    Asisten :

    Endrawati, S.Hut

    Bayu Pradana, S.Hut

    M. Yanuar P E14100043

    Mawardah Nur H E14100039

    LABORATORIUM HIDROLOGI HUTAN DAN PENGELOLAAN DAS

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2015

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    2/46

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain

    seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Dalam

    pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan

    saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan

    bahkan kebudayaan lokal(Ilmu Pengetahuan Sosial). Kata topografi berasal

    dari bahasa Yunani yaitu topos yang berarti tempat, dan graphia yang berarti

    tulisan. Objek dari topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara

    umum menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan

    garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian.

    Topografi umumnya

    menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis

    lahan. Penggunaan kata topografi dimulai sejak zaman Yunani kuno dan

    berlanjut hingga Romawi kuno, sebagai detail dari suatu tempat.

    Hujan adalah titik-titik air di udara atau awan yang sudah terlalu berat

    karena kandungan airnya sudah sangat banyak, sehingga akan jatuh kembali

    ke permukaan bumi sebagai hujan (presipitasi). Alat untuk mengukur curah

    hujan adalah fluviometer. Garis khayal di peta yang menghubungkan tempat-

    tempat yang mendapatkan curah hujan yang sama disebut isohyet. Curah

    hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode

    tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal

    bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Curah hujan di suatu tempat

    antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran

    pertemuan arus udara. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan

    produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka

    produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.

    1.2Tujuan

    1. Untuk mengetahui curah hujan rata-rata wilayah Sub-DAS ALO

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    3/46

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    4/46

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Daerah Aliran Sungai/DAS dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang

    dibatasi oleh topografi alami (Suripin 2001). Topografi tersebut termasuk sisi

    punggung bukit. Hal tersebut mempengaruhi kemiringan lereng yang ada di

    sekeliling DAS tersebut. Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan

    adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan

    jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan (slope) (Aditya

    2011). Bentuk lereng juga mempengaruhi dalam penentuan wilayah suatu DAS.

    Bentuk Lereng tergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan.

    Morfomertri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang

    terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah. (Seyhan 1977). Morfometri DAS

    sangat ditentukan oleh kondisi fisioigrafi (topografi dan batuan) dan iklim, terutama

    curah hujan. Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar

    selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas

    permukaan horizontal.Curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan

    yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak

    mengalir (Anonim 2013).

    Dua unsur topografi yang berpengaruh adalah panjang lereng dan kemiringan

    lereng, unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keragaman, dan

    arah lereng. Kondisi topografi yang berat atau curam dan sistem jaringan sungai yang

    lebih padat pada umumnya akan mempercepat konsentrasi pada titik di wilayah DAS

    dibandingkan dengan kondisi topografi yang relatif datar (Sudarmadji 1997). Sistem

    klasifikasi kelas kelerengan lapangan menurut S.K Menteri Pertanian No.837 Tahun

    1980 dalam Sudarmadji (1997) adalah sebagai berikut:

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    5/46

    Tabel 1. Klasifikasi Kelas Kelerengan Lapangan

    No Kelas Persen (%) Penilaian

    1 1 0-8 Datar

    2 2 8-15 Landai

    3 3 15-25 Agak curam

    4 4 25-45 Curam

    5 5 >45 Sangat Curam

    Sumber: Sudarmadji (1997)

    Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume air larian. Semakin

    besar ukuran DAS, semakin besar air larian dan volume air larian. Tetapi, baik laju

    maupun volume air larian per satuan wilayah dalam DAS tersebut turun apabila luasdaerah tangkapan air (catchement area) bertambah besar. Sistem klasifikasi intensitas

    hujan menurut S.K Menteri Pertanian No.837 Tahun 1980 dalam Sudarmadji (1997)

    adalah sebagai berikut:

    Tabel 2. Klasifikasi Intensitas Hujan

    No Kelas Intensitas (mm/jam) Keterangan

    1 1 0-13,6 Sangat rendah

    2 2 13,6-20,7 Rendah

    3 3 20,7-27,7 Sedang

    4 4 27,7-34,8 Tinggi

    5 5 >34,8 Sangat Tinggi

    Sumber: Sudarmadji (1997)

    Beberapa pengaruh morfometri DAS, dalam hal ini terdiri atas luas,

    kemiringan lereng, bentuk DAS, dan kerapatan drainase DAS terhadap besaran dan

    timing dari hidrograf aliran yang dihasilkan (Asdak 2004). Analisa curah hujan rata-

    rata daerah dihitung dengan cara polygon Thiessen. Cara ini lazim digunakan dalam

    perhitungan curah hujan rata-rata daerah, namun dalam hal tertentu harus disesuaikan

    dengan kondisi topografi dan ketersediaan data yang ada (Buchari 2008). Cara ini

    memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa

    setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    6/46

    dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan.

    Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalaman

    hujan sebagai fungsi luas daerah yang (dianggap) diwakili. Akan tetapi cara ini

    dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak. Demikian

    pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar,

    masa poligon harus diubah (Buchari 2010).

    Dengan menggunakan software ArcGis kita mampu membuat interpolasi dan

    poligon Thiessen secara otomatis data-data sebaran titik yang mempunyai nilai dan

    koordinat proyeksi sesuai dengan lokasi tersebut, jika data titik (point) masih dalam

    bentuk attribut maka perlu dikonversikan dalam format shp terlebih dulu. Interpolasi

    adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah

    diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah

    yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-buatlah peta atau sebaran nilai pada

    selu-ruh wilayah (Gamma Design Software, 2005). Ada beberapa metode yang bisa

    digunakan untuk melakukan interpolasi seperti Natural Neighbor, Spline, Inverse

    Distance Weighted (IDW) dan Kriging (Pramono 2008). Setiap metode ini akan

    memberikan hasil interpolasi yang berbeda.

    Metode IDW dapat dikelompokkan dalam estimasi deterministic dimana

    interpolasi dilakukan berdasarkan perhitungan matematik. Metode Inverse Distance

    Weighted (IDW) merupakan metode deterministik yang sederhana dengan

    mempertimbangkan titik disekitarnya (NCGIA 1997). Asumsi dari metode ini adalah

    nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih

    jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data

    sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Metode ini

    biasanya digunakan dalam industri pertambangan karena mudah untuk digunakan.

    Metode Kriging dapat digolongkan kedalam estimasi stochastic dimana

    perhitungan secara statistik dilakukan untuk menghasilkan interpolasi. Metode

    Kriging adalah estimasi stochastic yang mirip dengan Inverse Distance Weighted

    (IDW) dimana menggunakan kombinasi linear dari weight untuk memperkirakan

    nilai diantara sampel data (Ctech Development Corporation 2004). Metode ini

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    7/46

    diketemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan tambang.

    Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data menunjukkan

    korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi (ESRI 1996). Metode Kriging

    sangat banyak menggunakan sistem komputer dalam perhitungan. Kecepatan

    perhitungan tergantung dari banyaknya sampel data yang digunakan dan cakupan dari

    wilayah yang diperhitungkan. Tidak seperti metode IDW, Kriging memberikan

    ukuran error dan confidence. Metode ini menggunakan semivariogram yang

    merepresentasikan perbedaan spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data.

    Semivariogram juga menunjukkan bobot (weight) yang digunakan dalam interpolasi.

    Metode Spline adalah metode interpolasi yang biasa digunakan untuk

    mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai input. Metoda ini baik

    digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi,

    ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. Metoda Spline kurang

    bagus untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang

    sangat dekat. Jika dipilih metoda Spline maka ada pilihan tipe Regularized dan

    Tension. Regularized membuat permukaan halus sedangkan Tension mempertegas

    bentuk permukaan sesuai dengan fenomena model. (Pramono 2008).

    Metoda Nearest Neighbor Interpolation adalah metode paling sederhana dan

    pada dasarnya membuat piksel lebih besar. Sebagian besar perangkat lunak untuk

    melihat dan mengedit gambar menggunakan interpolasi jenis ini untuk memperbesar

    gambar digital untuk keperluan pemeriksaan lebih dekat karena tidak mengubah

    informasi warna dari gambar dan tidak memperlihatkan anti-aliasing dan tidak cocok

    untuk memperbesar gambar foto karena meningkatkan visibilitas jaggies (Pramono

    2008). Metode natural neighbor memberikan hasil interpolasi yang lebih realistis

    dengan pola sebaran . Data hasil interpolasi dapat berupa raster dengan format grid

    dengan resolusi (Kumbara 2011).

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    8/46

    BAB III

    METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat

    Praktikum Pengelolaan Ekositem Hutan dan Daerah Aliran Sungai dengan

    judul materi Analisi Topografi dan Curah Hujan Wilayah ini dilaksanakan pada hari

    Kamis tanggal 12 Maret 2015 mulai pukul 09.00-12.00 WIB yang bertempat di RK X

    3.01, Fakultas Kehutanan, IPB.

    3.2Alat dan Bahan

    Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah laptop, Software

    ARCGIS 10.1, Microsoft word dan excel. Sedangkan bahan yang digunakan pada

    praktikum ini adalah alat tulis dan data DAS Limboto.3.3Langkah Kerja

    Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah :

    1. Buka software arcMap 10.1

    2. Klik ikon lalu Add data Stasiun_CH, Sub_DAS_Alo, dan fill_ALO

    3. Klik kanan pada Layer Stasiun_CH klik Properties pilih Source untuk

    melihat sistem koordinat yang digunakan.

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    9/46

    4. Apabila sistem koordinantnya sudah UTM maka selanjutnya pada ArcToolbox

    pilih Analysis ToolsProximityCreate Thiessen Polygons

    5. Lalu isikan kolom Input dan Output pada Tabel Create Thiessen Polygons

    6. Klik EnvironmentsProcessing Extent

    7. Pada kolom Extent pilih same as Layer Sub_DAS_Aloklik Okklik OK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    10/46

    8. Lalu akan muncull

    9. Kemudian pada ArcToolbox pilih Analysis ToolsExtractClip

    10.

    Lalu isikan Input dan Output pada Tabel Clipklik OK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    11/46

    11.Sehingga akan muncul

    12.Lalu klik kanan pada Layer Thiessen_Clippilih Open Attributes Table

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    12/46

    13.Klik Add Fieldlalu isi tabel Add Fieldklik OK

    14.Maka akan muncul kolom luas

    15.Klik kanan pada kolom luaspilih Calculate Geometry

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    13/46

    16.Klik OKYesOK

    17.

    Sehingga akan muncul nilai luas

    18.Kemudian buka Ms ExcelOpen thiessen_clip.dbf

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    14/46

    19.Sehingga akan muncul seperti ini :

    20.

    Lalu buat tabel baruhitung curah hujan wilayah tahun 20092012

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    15/46

    21.Kemudian pada ArcToolbox pilih Spatial Analyst ToolsInterpolationIDW

    22.Isi tabel IDW

    23.Klik Environmentspilih Processing Extent

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    16/46

    24.Pada kolom Extent pilih same as Layer Sub_DAS_Aloklik Okklik OK

    25.

    Pada ArcTooolbox pilih Spatial Analyst ToolsExtractionExtract by Mask.Isi tabel Extract by Maskklik OK

    26.Maka akan diperoleh :

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    17/46

    27.Klik kanan pada layer IDW_aloclippilih PropertiesSymbology

    28.Pilih Color Range sesuai yang diinginkan, maka akan mucul :

    29.Kemudian lakukan langkah seperti pada nomor 21 sampai 30 untuk interpolation

    menggunakan Kriging, Natural Neighbor dan Spline

    30.Lalu klik kanan pada Layer fill_alopilih PropertiesSource untuk melihat

    format yang diguanakan

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    18/46

    31.Karena format tersebut GRID maka langkah selanjutnya pada ArcToolbox pilih

    Data Mangement ToolProjections and TransformationsRasterProjectRaster

    32.Isikan Input dan Output pada tabel Project Raster. Pada Output pilih Projected

    Coordinate Systems - UTM - WGS 1984 - Northern HemisphereWGS 1984

    UTM Zone 51Nklik OK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    19/46

    33.Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst ToolsRaster SurfaceSlope

    34.

    Lalu isi tabel Slope

    35.

    Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst ToolsRaster ReclassReclassify. Lalu isitabel Reclassifyklik Classifyklik OK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    20/46

    36.Klik kanan pada layer slope_polipilih Open Attribute Table

    37.Lalu klik ikon pilih Add Fieldisi tabel Add Fieldklik OK

    38.Klik kanan pada kolom Luaspilih Calculate Geometry. Klik OkYesOk

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    21/46

    39.

    Maka akan muncul nilai Luas

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    22/46

    40.Lalu klik ikon pilih Add Fieldisi tabel Add Fieldklik OK

    41.Klik ikon pilih Select by Attributesisi tabel Select by Attributes

    42.Klik kanan pada kolom Kelaspilih Field Calculator

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    23/46

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    24/46

    45.Buka Ms ExcelOpen slope_poli.dbf

    46.Klik ikon isi tabel Create PivotTableklik OK

    47.Beri tanda checklist untuk kelas dan luas

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    25/46

    48.Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst ToolsRaster SurfaceSlope

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    26/46

    49.Lalu isi tabel Slope

    50.Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst ToolsRaster ReclassReclassify

    51.Lalu isi tabel Reclassifyklik Classifyklik OK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    27/46

    52.Klik kanan pada layer tinggi_polipilih Open Attribute Table lalu akan muncul

    53.Lalu klik ikon pilih Add Fieldisi tabel Add Fieldklik OK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    28/46

    54.Klik kanan pada kolom Luaspilih Calculate Geometry

    55.Klik OKYesOK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    29/46

    56.Maka akan muncul nilai Luasnya

    57.Lalu klik ikon pilih Add Fieldisi tabel Add Fieldklik OK

    58.Klik ikon pilih Select by Attributesisi tabel Select by Attributes

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    30/46

    59.Klik kanan pada kolom Kelaspilih Field Calculator

    60.Klik Yesisi tabel Field Calculator sesuai kelas yang di inginkanklik OK

    61.Lalu ulangi langkah seperti pada nomor 64 sampai 66 untuk kelas tinggi ke 2

    sampai ke 5. Sehingga akan diperoleh nilai kelas :

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    31/46

    62. Buka Ms ExcelOpen tinggi_poli.dbf

    63.Klik ikon isi tabel Create PivotTableklik OK

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    32/46

    64.Beri tanda checklist untuk kelas dan luas

    65.Maka akan muncul :

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    33/46

    BAB III

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    3.1

    Hasil

    Gambar 1 Stasiun Curah Hujan Sub DAS Alo

    Gambar 2 Poligon Thiessen Sub DAS Alo

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    34/46

    Gambar 3 Kelerengan Sub DAS Alo

    Gambar 4 Slope Poligon Sub DAS Alo

    Gambar 5 Kelas Kelerengan Sub DAS Alo

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    35/46

    Gambar 6 Slope Sub DAS Alo

    Gambar 7 Slope Fill Sub DAS Alo

    Gambar 8 Fill Sub DAS Alo (UTM)

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    36/46

    Gambar 9 Fill Sub DAS Alo (raster)

    Gambar 10 MetodeInverse Distance Weighted (IDW)

    Gambar 11 Metode Kriging

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    37/46

    Gambar 12 Metode Natural Neighbor

    Gambar 13 Metode Spline

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    38/46

    Tabel 1 Kelerengan dan Ketinggian Sub DAS Alo

    KelasLereng

    Selang Luas (Km2)

    1 0-8% 28785415,882 8-15% 20727052,78

    3 15-25% 24292787,49

    4 25-40% 23241185,65

    5 >40% 13427128,62

    Total 110473570,4

    Tabel 2 Data Poligon Thiessen

    Id Input_FID No X Y E Keterangan (Stasiun)

    0 0 1 483586 70657 31 SCH Bandara Djalaludin

    0 1 2 484186 72234 34 SCH Alo0 2 3 484919 86586 19 SCH Molingkaputo

    0 3 4 482405 80885 92 CA. Tangale

    Tabel 3 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2009

    Stasiun LuasA/A

    totalCH_09 A X D

    CH

    2009

    SCH BandaraDjalaludin

    19,34 0,17 1244,00 24058,96

    SCH Alo 11,81 0,11 389,00 4594,09

    SCH Molingkaputo 36,42 0,33 1436,00 52299,12CA. Tangale 43,87 0,39 1278,00 56065,86

    Jumlah 111 137018,03 1229,52

    Tabel 4 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2010

    Stasiun LuasA/A

    totalCH_10 A X D CH 2010

    SCH Bandara

    Djalaludin19,34 0,17 2311,00 44694,74

    SCH Alo 11,81 0,11 2279,00 26914,99

    SCH Molingkaputo 36,42 0,33 2977,00 108422,34CA. Tangale 43,87 0,39 1968,00 86336,16

    Jumlah 111 266368,23 2390,24

    Kelas

    KetinggianSelang Luas (m

    2)

    1 0-150 mdpl 43033575,332 150-250 mdpl 33496174,04

    3 250-350 mdpl 23238703,4

    4 350-450 mdpl 5642366,94

    5 >450 mdpl 816470,73

    Total 106227290,4

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    39/46

    Tabel 5 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2011

    Stasiun LuasA/A

    totalCH_11 A X D

    CH

    2011

    SCH Bandara

    Djalaludin

    19,34 0,17 1644,00 31794,96

    SCH Alo 11,81 0,11 1338,00 15801,78

    SCH Molingkaputo 36,42 0,33 2540,00 92506,80

    CA. Tangale 43,87 0,39 1581,00 69358,47

    Jumlah 111 209462,01 1879,59

    Tabel 6 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2012

    Stasiun LuasA/A

    totalCH_12 A X D

    CH

    2012

    SCH Bandara

    Djalaludin19,34 0,17 1734,00 33535,56

    SCH Alo 11,81 0,11 1570,00 18541,70

    SCH Molingkaputo 36,42 0,33 2222,00 80925,24

    CA. Tangale 43,87 0,39 1735,00 76114,45

    Jumlah 111 209116,95 1876,50

    Tabel 7 Perhitungan Curah Hujan Rata-rata Tahun 2009-2012

    Stasiun LuasA/A

    total

    RATA-

    RATAA X D

    RATA-

    RATA

    SCH Bandara

    Djalaludin19,34 0,17 1733,00 33516,22

    SCH Alo 11,81 0,11 1394,00 16463,14

    SCHMolingkaputo

    36,42 0,33 2294,00 83547,48

    CA. Tangale 43,87 0,39 1640,00 71946,80

    Jumlah 111 205473,64 0,77

    3.2Pembahasan

    Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama

    periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas permukaan

    horizontal.Curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang

    terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir

    Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data

    yang telah diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    40/46

    wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga terbentuk peta atau sebaran nilai

    pada seluruh wilayah. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan

    interpolasi sepertinatural neighbor, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW)

    dan Kriging (Pramono 2008). Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi

    nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-buatlah peta atau

    sebaran nilai pada selu-ruh wilayah (Gamma Design Software, 2005).

    Pengamatan dan pendataan curah hujan dapat dilakukan dengana berbagai

    macam metode yang ada. Pengukuran dengan metode tersebut di lakukan berdasarkan

    data yang telah terekan pada masing masing stasiun curah hujan di daerah DAS

    tertentu. Pengolahan data dengan metode tersebut saat ini dapat dilakukan dengan

    menggunakan software yang kemudian data akan di olah oleh komputer. Masing-

    masing dari metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pengolahan

    dan hasil data yang dihasilkan. Metode tersebut terdiri dari, Polygon Thiessen,

    Metode interpolasi yang terdiri dari, Spline, Kriging, Neighbor, dan IDW.

    Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministik

    yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini

    adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang

    lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan

    data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel (Pramono

    2008). Kelebihannya yaitu sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya

    (NCGIA, 1997), keakuratan data baik dikarenakan semua hasil dengan metode IDW

    memberikan nilai mendekati nilai minimum dan maksimum dari sampel data, nilai

    interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh,

    bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel

    digunakan dalam industri pertambangan karena mudah untuk digunakan.

    Sedangkan kekurangan dari metode IDW yaitu nilai hasil interpolasi terbatas

    pada nilai yang ada pada data sampel (isotropic terbatas), puncak bukit atau lembah

    terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson & Philip,

    1985), agar mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan harus rapat

    yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika tidak merata, hasilnya kemungkinan

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    41/46

    besar tidak sesuai dengan yang diinginkan. Secara keseluruhan metode ini lebih

    unggul jika dibandingkan dengan metode Kriging.

    Metode kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai

    spasial pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain

    yang belum atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada

    kedekatannya terhadap lokasi tersampel. Pada semua metode analisis data non spatial

    (crosssectional, time series, panel, dll.), kriging juga dapat menghasilkan nilai

    prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier).

    Outlier didefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan lainnya yang

    kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat yang tidak

    tepat atau kemungkinan lainnya. Kriging sebagai interpolasi spasial optimum dapat

    menghasilkan nilai prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat

    pencilan (outlier) (Pramono 2008).

    Metode Kriging adalah estimasi stochastic yang mirip dengan Inverse

    Distance Weighted (IDW) dimana menggunakan kombinasi linear dari weight untuk

    memperkirakan nilai diantara sampel data (Ctech Development Corporation, 2004).

    Metode ini ditemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan

    tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data

    menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi ESRI, 1996).

    Jenis Kriging yang bisa dilakukan adalah dengan cara spherical, circular,

    exponential, gaussian dan linear (ESRI, 1999).Metode Kriging sangat banyak

    menggunakan sistem komputer dalam perhitungannya. Kelebihan metode krigging

    yaitu sudah banyak menggunakan sistem komputer dalam perhitungan, sering

    digunakan dalam bidang ketanahan dan geologi, memberikan ukuran error dan

    confidence dan menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan

    spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Sedangkan kekurangannya

    yaitu tidak dapat menampilkan puncak, lembah atau nilai yang berubah drastis dalam

    jarak yang dekat (Bancroft & Hobbs. 1986) atau (Siska P.P. 2001). Kriging terkadang

    memberikan hasil interpolasi dengan kisaran yang rendah. Opsi power dan jumlah

    sampel tidak memberikan perubahan yang signifikan pada hasil interpolasi.

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    42/46

    Metode Spline adalah metode interpolasi yang biasa digunakan untuk

    mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai input. Metoda ini baik

    digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi,

    ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. Metoda Spline kurang

    bagus untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang

    sangat dekat (Pramono 2008). Kelebihan metode ini yaitu baik digunakan dalam

    membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi, ketinggian muka air tanah,

    ataupun konsentrasi polusi udara dan hanya menggunakan input 4 poin data untuk

    interpolasi setiap sel output. Sedangkan kekurangannya adalah kurang baik jika

    digunakan untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak

    yang sangat dekat.

    Metoda Nearest Neighbor Interpolation adalah metode paling sederhana dan

    pada dasarnya membuat piksel lebih besar. Sebagian besar perangkat lunak untuk

    melihat dan mengedit gambar menggunakan interpolasi jenis ini untuk memperbesar

    gambar digital untuk keperluan pemeriksaan lebih dekat karena tidak mengubah

    informasi warna dari gambar dan tidak memperlihatkan anti-aliasing dan tidak cocok

    untuk memperbesar gambar foto karena meningkatkan visibilitas jaggies (Pramono

    2008). Kelebihan metode ini yaitu memberikan hasil interpolasi yang lebih realistis

    dengan pola sebar dan menghasilkan permukaan yang halus. Sedangkan

    kekurangannya adalah nilai minimum ketinggian yang diperoleh dengan

    menggunakan metode natural neighbor ini lebih rendah dibandingkan nilai minimum

    ketinggian interpolasi IDW dan menghasilkan permukaan dengan topografi yang

    lebih landai dibandingkan dengan kenampakan permukaan bumi.

    Perhitungan curah hujan wilayah menggunakan rumus poligon thiessen pada

    sub DAS Alo dilakukan pada Stasiun Curah Hujan (SCH) Bandara Djalaludin, SCH

    Alo, SCH Molingkaputo dan CA Tangale pada tahun 2009 sampai tahun 2012. Luas

    seluruh stasiun curah hujan tersebut sebesar 111 Ha dengan CA Tangale sebagai

    stasiun curah hujan terluas yaitu 43,87 Ha. Pada tahun 2009, curah hujan wilayah

    pada keempat stasiun tersebut sebesar 1229,52 mm/tahun. Pada tahun 2010, curah

    hujan wilayah pada keempat stasiun tersebut sebesar 2390,24 mm/tahun. Pada tahun

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    43/46

    2011, curah hujan wilayah pada keempat stasiun tersebut sebesar 1879,59 mm/tahun.

    Pada tahun 2012, curah hujan wilayah pada keempat stasiun tersebut sebesar 1876,50

    mm/tahun. Curah hujan wilayah rata-rata tertinggi pada tahun 2011 sedangkan

    terendah pada tahun 2009. Semakin besar ukuran DAS, semakin besar air larian dan

    volume air larian. Tetapi, baik laju maupun volume air larian per satuan wilayah

    dalam DAS tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (catchement area)

    bertambah besar

    Kondisi topografi yang berat atau curam dan sistem jaringan sungai yang

    lebih padat pada umumnya akan mempercepat konsentrasi pada titik di wilayah DAS

    dibandingkan dengan kondisi topografi yang relatif datar . Berdasarkan pada tabel

    kelerengan, sub DAS Alo didominasi pada kelas sedang yaitu antara 15-25% seluas

    24.292.787,49 Km2. sedangkan untuk kelas ketinggian, sub DAS Alo pada ketinggian

    antara 0-150 mdpl memiliki area paling luas yaitu 43.033.575,33 m2. Hal tersebut

    menandakan bahwa kondisi topografi pada sub DAS Alo didominasi pada ketinggian

    0-150 mdpl dengan kelerengan 15-25%.

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    44/46

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Analisa curah hujan rata-rata daerah dihitung dengan cara polygon Thiessen.

    Cara ini lazim digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata daerah, namun

    dalam hal tertentu harus disesuaikan dengan kondisi topografi dan ketersediaan data

    yang ada. Curah hujan rata-rata wilayah pada sub DAS Alo tahun 2009 sampai tahun

    2010 sebesar 0, 77. Semakin besar ukuran DAS, semakin besar air larian dan volume

    air larian. Tetapi, baik laju maupun volume air larian per satuan wilayah dalam DAS

    tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (catchement area) bertambah besar

    Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan interpolasi seperti

    Natural Neighbor, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging Setiap

    metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda. Dua unsur topografi

    yang berpengaruh adalah panjang lereng dan kemiringan lereng. Kelas lereng pada

    sub DAS Alo didominasi 15-25% yang tergolong pada kelas sedang (agak curam).

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    45/46

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2013. Pengertian Curah Hujan. [terhubung berkala]. http://reposito

    ry.usu.ac.id/bitstream/1234566789/19244/4/Chapter%2011.pdf//. [16 Maret

    2015].

    Asdak C. 2004.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID) :

    Gadjah Mada University Press.

    Bancroft, B.A. & Hobbs, G.R. 1986. Distribution of Kriging Error and Stationarity of

    the Variogram in a Coal Property. Mathematical Geology 8(7): 635-651.

    Bukhari S. 2008. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Kapasitas dan

    Desain Banjir Kanal Timur [skripsi]. Jakarta (ID) : Fakultas Teknik

    Universitas Indonesia.

    ESRI. 1996. Using the ArcView Spatial Analyst. Redlands, Environmental Systems

    Research Institute, Inc.

    Gamma Design Software. 2005. Interpolation in GS+. http://www.geostatistics.com/

    OverviewInterpolation.html(23 Juni 2008).

    Haryanto. 2004. Bahaya Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Semarang. Forum

    Geografi, Vol. 18, No. 2, Desember 2006. Hlm. 152-160.

    Kumbara B. 2011. ArcGIS. [terhubung berkala].

    http://pendekarbramakumbara.blogspot.com.[16 Maret 2015].

    NCGIA. 2007. Interpolation: Inverse Distance Weighting [terhubung berkala].

    http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/ spherekit/inverse.html(23 Juni 2008).

    Pramono G. 2008, Akurasi Metode IDW dan Krigging untuk Interpolasi Sebaran

    Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan, Forum Geografi, Vol. 22,

    No. 1, pp.145-158.

    Pramono G. 2005. Perbandingan Metode Trend dan Spline untuk Interpolasi Sebaran

    Sedimen Tersuspensi Di Kabubaten Maros, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah

    Geomatika 11(1): 20-32.

    Siska P.P. & Hung I.K. 2001. Assesment of Kriging Accuracy in the GIS

    Environment[terhubungberkala].http://gis.esri.com/library/userconf/proc01/p

    rofessional/ papers/pap280/p280.html(23 Juni 2008).

  • 7/21/2019 Analisis Topografi dan Curah Hujan Wilayah

    46/46

    Sudarmadji T. 1997. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Watershed Management).

    Samarinda (ID) : Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.

    Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta (ID) : Andi

    Yogyakarta.

    Watson, D. F., and G. M. Philip, 1985, A Refinement of Inverse Distance Weighted

    Interpolation, Geoprocessing, Vol.2, pp.315327.

    Wiradisastra, U.S. dkk. (2004a). Laporan Akhir Analisis Tingkat Kesesuaian

    Marine Culture Wilayah ALKI II, Buku II (Kajian ilmiah). Bogor, Lembaga

    Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB.

    Wiradisastra, U.S. dkk. (2004b). Laporan Akhir Analisis Tingkat Kesesuaian

    Marine Culture Wilayah ALKI II, Buku I.