arsitektur tradisional palembang, jambi & riau - paper 2.pdf

Upload: nusantara-knowledge

Post on 20-Feb-2018

251 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    1/17

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar.............................................................................................................................i

    Daftar Isi......................................................................................................................................ii

    BAB I PENDAHULUAN...1

    1.1 Latar Belakang1

    1.2Rumusan Masalah...1

    1.3Tujuan ..2

    1.4 Manfaat...2

    1.5 Metode..2

    BAB II PEMBAHASAN...3

    2.1.Propinsi sumatera selatan (palembang)...3

    2.1.1Rumah Limas.....3

    2.2.Propinsi Riau.....5

    2.2.1Rumah lancing....5

    2.3Propinsi jambi.9

    2.3.1 Rumah kajang lako..9

    BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...12

    3.1 Kesimpulan.12

    3.2 Saran.............................................................................................................................................12

    Daftar Pustaka..13

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    2/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kekayaan nusantara sangatlah melimpah termasuk pula kekayaan akan keragaman

    budaya dan arsiektur. Setiap daerah di Indonesia memiliki cirri dan karakter arisektur

    masing masing yang membuat arsitektur di Indonesia sangat beragam. Pada satu pulau saj

    ada beragam langgam arsitektur seperti di pulau Sumatera. Propinsi Palembang, Jambi

    dan Riau tentu pula memiliki cirri arsitektur tersendiri dan maksud tertentu dari

    perwujudannya. Karena itu dalam penulisan paper ini akan dibahas mengenai arsitektur

    Palembang, Jambi dan Riau agar diperoleh pengetahuan yang lebih mendetail mengenai

    arsitektur nusantara itu sendiri.

    1.2 Rumusan Masalah

    Dari latar belakang tadi dalam penulisan paper ini dapat di rumuskan masalah yang

    akan di bahas yaitu:

    1. Bagaimana cirri atau karakter khas dari masing masing daerah yaitu Palembang,

    Jambi dan Riau.

    2. Dasar atau filosofi apa yang mendasari perwujudan arsitektur masingmasing daerah

    yaitu Palembang, Jambi dan Riau.

    1.3 Tujuan

    Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menambah pengetahuan

    mengenai arsitektur nusantara terutama arsitektur Palembang, Jambi dan Riau sehingga

    dapat dilestarikan dan dikembangkan selain untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

    Arsitektur Nusantara Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana Smester

    Ganjil Tahun 2008.

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    3/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    2

    1.4 Manfaat

    Dari penulisan ini diharapkan diperoleh manfaat yaitu untuk menambah pengetahuan di

    bidang arsitektur terutama Arsitektur Nusantara. Dengan demikian diharapkan agar tidak

    hanya diketahui saja tapi dapat di lestarikan dan dikembangkan.

    1.5 Metode

    Metode dalam penulisan ini adalah:

    Metode pengumpulan data atau telaah pustaka

    Dalam pembuatan paper ini penulis menggunakan metode telaah pustaka baik

    dari buku maupun dari internet. Dengan adanya literatur litertur yang sesuai

    dengan pokok bahasan pada paper ini, diharapkan penulisan paper ini dapat

    terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan.metode ini mengcu pada

    penggunaan buku dan jika ada kekurangan pada buku tersebut akan di

    lengkapi dengan literatur dari webwep di internet

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    4/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1.Propinsi Sumatera Selatan (Palembang)

    2.1.1Rumah Limas

    Gambar 1.1 Rumah limas Lokasi : Jl. Demang Lebar Daun

    Rumah Limas merupakan prototype rumah tradisional Palembang, selain ditandai denagn

    atapnya yang berbentuk limas, rumah limas ini memiliki ciri-ciri:

    - Atapnya berbentuk Limas

    - Badan rumah berdinding papan, dengan pembagian ruangan yang telah ditetapkan

    (standard) bertingkat-tingkat.(Kijing)

    - Keseluruhan atap dan dinding serta lantai rumah bertopang di atas tiang-tiang yang tertanamdi tanah

    - Mempunyai ornamen dan ukiran yang menampilkan kharisma dan identitas rumah tersebut.

    Kebanyakan rumah Limas luasnya mencapai 400 sampai 1.000 meter persegi atau lebih, yang

    didirikan di atas tiang-tiang kayu Onglen dan pada rangka digunakan kayu tembesu. Pengaruh Islam

    nampak pada ornamen maupun ukiran yang terdapat pada rumah limas. Simbas (Platy Cerium

    Coronarium) menjadi symbol utama dalam ukiran tersebut. Filosofi tempat tertinggi adalah suci dan

    terhormat terdapat pada arsitektur rumah limas. Ruang utama dianggap terhormat adalah ruang gajah

    (bahasa kawi= balairung) terletak ditingkat teratas dan tepat di bawah atap limas yang di topang oleh

    Alang Sunan dan Sako Sunan. Diruang gajah terdapat Amben (Balai/tempat Musyawarah) yang

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    5/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    4

    terletak tinggi dari ruang gajah (+/- 75 cm). Ruangan ini merupakan pusat dari Rumah Limas baik

    untuk adat, kehidupan serta dekorasi. Sebagai pembatas ruang terdapat lemari yang dihiasi sehingga

    show/etlege dari kekayaan pemiliki rumah. Pangkeng (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik

    dikanan maupun dikiri. Untuk memasuki bilik atau Pangkeng ini, kita harus melalui dampar (kotak)

    yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan peralatan rumah tangga. Pada

    ruang belakang dari segala terdapat pawon (dapur) yang lantainya sama tingkat dengan lantai Gegajah

    tetapi tidak lagi dibawah naungan atap pisang sesisir. Dengan bentuk ruangan dan lantai berkijing-

    kijing tersebut, maka rumah Limas adalah rumah secara alami mengatur keprotokolan yang rapi,

    tempat duduk para tamu disaat sedekah sudah ditentukan berdasarkan status tersebut di masyarakat

    Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai

    bertingkat tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti

    hajatan. Para tamu biasanya diterima diteras atau lantai kedua. Kebanyakan rumah limas luasnya

    mencapai 400 sampai 1000 meter persegi atau lebih, yang didirikan diatas tiang-tiang dari kayu

    unglen atau ulin yang kuat dan tanah air. Dinding, pintu dan lantai umumnya terbuat dari kayu

    tembesu. Sedang untuk rangka digunakan kayu seru. Setiap rumah terutama dinding dan pintu diberi

    ukiran. Saat ini rumah limas sudah mulai jarang dibangun karena biaya pembuatannya lebih besar

    dibandingkan membangun rumah biasa.

    Gambar 1.2 Contoh rumah limas

    Tangga rumah Limas

    Rumah limas menurut bentuknya merupakan rumah tradisional khas Palembang dengan

    sisinya berbentuk piramid, tetapi atapnya bercorak sama, beratap piramid pula. Sedangkan dinding

    bagian dalam dibagi dalam beberapa bentuk, bentuk yang standar berupa kijing.

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    6/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    5

    Rumah limas memiliki berbagai ornamen atau pun ukiran yang sangat identik dengan ciri

    aslinya. Kebanyakan rumah limas berukuran antara 400 meter persegi dengan penyanggah tiang darikayu unglen dan tembesu, bingkai rumah limas tidak hanya penuh dengan ornamen dan ukiran tetapi

    juga dipengaruhi dengan budaya islam. Tempat yang sangat diagungkan pada rumah limas bernama

    ruangan gajah, dianggap sebagai ruangan utama bertempat diatas alang sunan dan sako sunan.

    Disamping itu dalam ruangan ini terdapat amben, merupakan ruangan pertemuan, bertempat lebih

    tinggi dari ruangan utama (+75cm). Ruangan ini adalah pusat untuk tempat pertemuan, terdapat

    dinding disisi kanan dan kiri Pangken (ruang kamar). Orang harus membuka Damopar, suatu kotak

    untuk menaruh atau menyimpan perlengkapan rumah didalam kamar. Disamping ruangan gajah ada

    pula dapur,lantainya sama seperti pada ruangan gajah. Rumah limas dijaga oleh beberapa orang

    protokol, khususnya pada ruangan tamu yang disiapkan khusus bagi orang-orang bangsawan yang

    ingin mengadakan perayaan.

    2.2.Propinsi Riau

    2.2.1 Rumah lancang

    Gambar 2.1 Contoh Rumah Lancang

    Awal peradaban Riau sangat langka sumber-sumbernya, karena sangat sedikit fosil-fosil

    purba manusia Riau yang dapat ditemukan di kawasan ini. Para ahli purbakala memperkirakanpenduduk penghuni kawasan ini tergolong ras Wedoide dan Austroloid. Mereka menduga bahwa

    bangsa berikutnya yang menghuni memiliki kebudayaan yang lebih maju, yaitu kebudayaan

    neolitikum dan megalitikum. Mereka dinyatakan sebagai asal mula ras rumpun bangsa Melayu yang

    disebut sebagai Proto Melayu. Sekitar 300 tahun SM datang pula gelombang suku bangsa Deutro

    Melayu, yang sudah mendapat pengaruh Hindu. Mereka datang dan mendesak orang-orang Proto

    Melayu. Yang belum berbaur bermigrasi ke hutan-hutan dan laut (Ishak, 2001: 37-40).

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    7/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    6

    Ragam hias rumah lancang

    Filosofi

    Rumah adalah salah satu dari sekian banyak inskripsi sosial, pengejawantahan suatu sistem

    sosial. Hal ini cukup nyata pada rumah lontik yang merupakan salah satu tipe rumah tinggal Suku

    Melayu di Riau. Istilah "lontik" dipakai mereka untuk menunjukkan bentuk perabung (bubungan) atap

    yang melentik keatas. Menurut tradisi, garis melentik ini menunjukkan penghormatan kepada Allah.

    Ada sebutan lain untuk rumah ini, yaitu pencalang atau rumah lancang, yaitu perahu layar tradisional

    Riau lancang yang disebut pula pencalang

    Rumah Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk

    menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu, ada kebiasaan

    masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu,

    tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan

    puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus

    menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk

    ekspresi keyakinan masyarakat.

    Dinding luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang

    tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang, disambung

    dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding

    juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkungsisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan

    sayok lalangan merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada

    yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.

    Keberadaan Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur

    asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu

    merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontik) merupakan ciri khas

    arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar merupakan alur

    pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh,

    Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang,

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    8/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    7

    Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses

    akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak

    dari keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah

    Riau Daratan dan Riau Kepulauan.

    Istilah koto sendiri menunjukkan suatu tempat (place) bermukim terkait dengan suatu konsep

    ruang budaya, sebagaimana yang lazim ditemukan di seantero Nusantara. Perkampungan mereka

    sebut koto. Koto yang dikelilingi pagar bambu atau tanah, terdiri dari kelompok rumah tinggal, masjid

    dan balai adat yang disebut balai godang. Awalnya koto dibangun menyusur kaki bukit dengan bentuk

    persegi panjang, tetapi secara berangsur-angsur pindah ke daratan tepi Sungai Kampar dengan bentuk

    menurut tebing sungai, memanjang ke hulu. Dalam proses perkembangan desa, koto hanya tinggal

    nama saja karena pagar batas tidak ada lagi. Jarak antar koto berjauhan. Rumah didirikan sejajar di

    tepi sungai. Jarak rumah diatur dengan aturan adat: rumah keluarga muda berada di belakang yang

    lebih tua.Hal yang paling jelas pada rumah lontik Sebagai inskripsi sosial ialah bahwa rumah tersebutterbagi menjadi tiga bagian, yaitu ruang bawah, ruang tengah dan ruang belakang. Pembagian ini

    menyesuaikan dengan alam nan tigo (berkawan, bersamak dan semalu), yaitu konsep tata pergaulan

    dalam kehidupan masyarakat (Suwondo, 1984: 122-126).

    Berakhirnya kerajaan Sriwijaya pada tahun 1377 mengakibatkan kembali berdirinya kerajaan-

    kerajan kecil yang dulu dikuasainya, termasuk Kerajaan Bintan di Kepulauan Riau. Kejayaan Bintan

    terwujud pada Abad XIV saat pemerintahan Sang Nila Utama (Sri Tri Buana). Kepindahan pusat

    Kerajaan ke Tumasik (sekarang Singapura) menyebabkan keberadaan Bintan merosot. Serangan

    Majapahit ke Singapura membuat raja menyingkir ke Malaka, yang kelak membangun wilayah itu

    menjadi pusat imperium Melayu sampai ditaklukan Portugis 1511 (Suwondo, 1984:8-9). Di kemudian

    hari, ada beberapa dinasti kesultanan Melayu: Riau Melayu, Melayu Malaka, Melayu Johor, Melayu

    Bintan, Melayu Lingga hingga Melayu Deli: kawasan yang cukup luas ini menjadi kawasan budaya

    Melayu. Meski Malaka lebih dikenal karena letak strategisnya, namun Riau merupakan negeri

    gurindam ini menempati posisi sebagai pusat sastra dan bahasa Melayu. Demikianlah, meskipun

    banyak persamaan karakter, orang Riau mengidentifikasi dirinya sebagai orang Melayu penghuni

    pantai Timur Sumatera dan Malaka, yang berbeda dengan orang Minangkabau.

    .

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    9/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    8

    Gambar 2.2 Rumah Lancang

    Atas: Rumah Lontik. Citra perahunya (lancang) selain dari bentuk atapadalah dinding luar

    yang miring Bawah: Bentuk dasar skematik struktur atap lontik. Perhatikan pemakaian dua

    lapis gording dan kasau (Sumber: www.jakarta-tourism.go.id; Modifiksi dari Suwondo,

    1984)

    Ruang bawah dan ruang tengah yang dipisahkan oleh dinding kayu, merupakan rumah

    induk. Ruang bawah melambangkan alam berkawan (pergaulan sesama warga

    kampung) terbagi menjadi dua bagian, ujung bawah dan pangkal rumah. Ujung bawah

    berfungsi sebagai ruang duduk ninik mamak dan undangan dalam upacara tertentu.

    Dalam kondisi sehari-hari ruang ini dipakai sebagai tempat sembahyang. Pangkal

    rumah merupakan ruang dudukninik mamakpemilik rumah. (ninik mamak nan punyo

    soko). Sehari-hari dipakai sebagai ruang tidur mereka.

    Alam bersamak(kaum kerabat dan keluarga) dilambangkan oleh ruang tengah. Ruangini juga terbagi dua,poserekdan ujung tengah. Poserekmerupakan ruang berkumpul

    orang tua perempuan dan anak-anak. Jika terpaksa dapat berubah fungsi menjadi

    ruang tidur keluarga wanita dan anak. Ujung tengah sehari-hari dipakai sebagai ruang

    tidur pemilik rumah, tetapi pada upacara perkawinan gerai pelaminan diletakan di

    situ.

    Ruang belakang terbagi menjadi dua, sulo pandan dan pedapuan. Sulo Pandan

    merupakan ruang penyimpanan ruang keperluan sehari-hari dan peralatan dapur.

    Sedangkan pedapuan berfungsi sebagai dapur, ruang makan keluarga, dan tempat

    kaum ibu bertamu. Kadang dipakai pula sebagai ruang tidur anak gadis. Ruang ini

    merupakan cerminan dari keberadaan alam semalu yaitu kehidupan pribadi dan rumah

    tangga, tempat menyimpan segala rahasia.

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    10/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    9

    Gambar 2.3Rumah tiang dua belas Negeri Sembilan, merupakan satu-satunya rumah

    tradisional pada Semenanjung Melayu yang bentuk atapnya melengkung (Sumber. Gibbs,

    1987)

    Gambar 2.4 Atas dari kiri ke kanan:bentuk atap perahu dari Minangkabau, Yulong (Vietnam,

    dan Sepik Bawah: rumah Yap, Mikronesia yang mirip dengan rumah Mentawai (Sumber:

    Guidoni, 1980)

    Jejak megalitikum atap perahu

    Bentuk atap perahu jelas bukan monopoli lontik.. Atap perapu juga dijumpai

    Minangkabau, Yulong (Vietnam) dan Sepik atau rumah Yap, Mikronesia. Di budaya Malaka

    Melayu, ada rumah tiang dua belas Negeri Sembilan, yang merupakan satu-satunya rumah

    tradisional pada Semenanjung Melayu yang bentuk atapnya melengkung (Gibbs, 1987).

    Bentuk yang mirip dengan atap rumah Minangkabau atau lontik di Riau, ternyata ada padarumah-rumah era megalitikum Dongson dari abad II SM yang berciri mempunyai awalan dan

    akhiran atap yang berjuntai sebagai "counter weight" untuk mengurangi momen lapangandari nok di sepanjang balok bubungan pada arah memanjang bangunan. Juga ada pada

    bangunan lumbung Jawa Tengah abad VIII seperti yang direliefkan pada Candi Borobudur

    atau pada tongkonan Toraja tahun 1970-an. Ternyata bentuk atap perahu, terkait dengan

    kesejarahan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, sejak zamanproto-malayan.

    Demikianlah maka mengkaji sejarah suatu fenomena arsitektur di Nusantara ibarat

    melihat gugusan bintang-bintang di atas bumi Nusantara pula, sehingga secara metodologis

    mesti memakai teleskop antropologi-historis. Meskipun jarak waktu cahaya informasi antara

    satu gugus bintang dengan gugus bintang yang lain berjauhan sebagaimana jarak antara lontik

    Lima Koto Riau dengan peradaban megalitikum proto-malayan, namun ternyata gugusan-

    gugusan bintang peradanban itu ada dalam satu ciri struktural dan sistemik yang sama, yang

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    11/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    10

    boleh jadi melewati jarak ribuan "tahun cahaya" kesejarahan. Studi kontemporer tentang

    bentuk atap ini masih sangat diperlukan, jika mengingat urgensi tema ini dalam kajian

    Arsitektur Nusantara. Atap rumah lontik, hanya sebagian kecil daripadanya.

    2.3Propinsi jambi

    2.3.1 Rumah kajang lako

    Gambar 3.1

    Orang Batin adalah salah satu suku bangsa yang ada di Provinsi Jambi. Sampai sekarang

    orang Batin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka,

    bahkan peninggalan bangunan tua pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan

    hingga kini.

    Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo.

    Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V, dengan 5 dusun asal. Jadi daerah

    Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun

    tersebut adalah Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun

    Muara Jernih. Daerah Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan Tabir, dengan ibukotanya di

    Rantau Panjang, Kabupaten Sorolangun Bangko.

    Awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok asal yang membentuk 5dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di

    Rantau Panjang. Rumah-rumah di sana dibangun memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m,

    menghadap ke jalan. Di belakang rumah dibangun lumbung tempat menyimpan padi.

    Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di

    sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas, dan mencari ikan di

    sungai.

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    12/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    11

    Bentuk Rumah

    Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atauRumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo

    seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo

    berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat

    persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan

    dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.

    Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu

    bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban, dan

    tangga.

    Bubungan/atap biasa juga disebut dengan 'gajah mabuk,' diambil dari nama pembuat rumah

    yang kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya. Bentuk bubungandisebut juga lipat kajang, ataupotong jerambah. Atap dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam

    kemudian dilipat dua. Dari samping, atap rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap

    seperti itu dimaksudkan untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi

    udara, dan menyimpan barang.

    Kasau Bentuk adalah atap yang berada di ujung atas sebelah atas. Kasau bentuk berada di

    depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air masuk bila hujan. Kasou

    bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan.

    Dinding/masinding rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam.Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang. Pintu tegak

    berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu masuk. Pintu tegak dibuat rendah

    sehingga setiap orang yang masuk ke rumah harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada

    si empunya rumah. Pintu masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat

    digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu berlangsung upacara adat,

    dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat sudah

    dimulai atau belum. Pintu balik melintang adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu

    itu digunakan oleh pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai.

    Adapun jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban.

    Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing 4,25 m. Tiang utama

    berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan.

    Lantai rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bartingkat. Tingkatan

    pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik melintang. Dalam upacara adat,

    ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat.

    Lantai utama dibuat dari belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut

    lantai biasa. Lantai biasa di ruang balik menalam, ruang tamu biasa, ruang gaho, danpelamban.Tebar

    layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias air hujan, terdapat

    di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan yang digunakan adalah papan.Penteh,

    adalah tempat untuk menyimpan terletak di bagian atas bangunan.

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    13/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    12

    Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di

    ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat,

    pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan masuk.

    Sebagai ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang

    pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan pelamban. Yang kedua

    adalah tanggapenteh, digunakan untuk naik kepenteh.

    Bentuk rumah kajang lako

    Susunan ruangan

    Kajang Lako terdiri dari 8 ruangan, meliputipelamban, ruang gaho, ruang masinding, ruang

    tengah, ruang balik melintang, ruang balik menalam, ruang atas/penteh, dan ruang bawah/bauman.

    Yang disebutpelamban adalah bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan induk.

    Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan dan dipasang agak jarang untuk

    mempermudah air mengalir ke bawah.

    Ruang gaho adalah ruang yang terdapat di ujung sebelah kiri bangunan dengan arah

    memanjang. Pada ruang gaho terdapat ruang dapur, ruang tempat air dan ruang tempat menyimpan.

    Ruang masinding adalah ruang depan yang berkaitan dengan masinding. Dalam musyawarah

    adat, ruangan ini dipergunakan untuk tempat duduk orang biasa. Ruang ini khusus untuk kaum laki-

    laki.

    Ruang tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah bangunan. Antara ruang tengah

    dengan ruang masinding tidak memakai dinding. Pada saat pelaksanaan upacara adat, ruang tengah

    ini ditempati oleh para wanita.

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    14/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    13

    Ruangan lain dalam rumah tinggal orang Batin adalah ruang balik menalam atau ruang

    dalam. Bagian-bagian dari ruang ini adalah ruang makan, ruang tidur orang tua, dan ruang tidur anak

    gadis.

    Selanjutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini berada di ujung sebelah kanan bangunan

    menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini dibuat lebih tinggi daripada

    ruangan lainnya, karena dianggap sebagai ruang utama. Ruangan ini tidak boleh ditempati oleh

    sembarang orang. Besarnya ruang balik melintang adalah 2x9 m, sama dengan ruang gaho.

    Rumah lamo juga mempunyai ruang atas yang disebut penteh. Ruangan ini berada di atas

    bangunan, dipergunakan untuk menyimpan barang. Selain ruang atas, juga ada ruang bawah atau

    bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan, memasak

    pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya.

    Ragam Hias

    Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang

    berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora (tumbuh-tumbuhan) dan fauna

    (binatang).

    Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung, motif

    tampuk manggis, dan motifbungo jeruk.

    Motif bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk manggis juga di

    depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo jeruk di luar rasuk (belandar) dan di atas pintu.

    Ragam hias dengan motif flora dibuat berwarna.

    Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan

    sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan.Adapun motif fauna yang

    digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan. Ragam hias yang berbentuk ikan sudah distilir ke

    dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan dibuat tidak

    berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho serta balik melintang.

    Sumber:

    Dewi Indrawati (Asdep Pemberdayaan Masyarakat/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)

    www.hupelita.com

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    15/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    14

    BAB III

    KESIMPULAN DAN SARAN

    3.1 Kesimpulan

    Berdasarkan uraianurain pada bab sebelumnya maka diperoleh dua buah kesimpulan yaitu :

    1. secara umum rumah rumah tradisional di Sumatra khususnya di Riau, Jambi, dan Sumatra

    Selatan memiliki banyak ciriciri yang sama seperti konstruksi rumah berbentuk rumah

    panggung, bentuk atap mengambil bentuk limasan, penggunaan material bangunan alami

    serta penggunaan ornament ornament tradisional untuk memperindah bangunan.

    2. pembangunan rumah adat didasari oleh adanya kebiasaan kebiasaan nenek moyang yang

    merupakan pelaut sehingga mewujudkan struktur bangunan rumah panggung dengan

    mengambil bentuk dasar perahu. Pengambilan bentuk dasar perahu ini telah dilakukan secara

    turun temurun sdari zaman prasejarah.

    3.2 Saran

    Rumah tradisional merupakan harta budaya yang tak ternilai harganya. Namun seiring

    berkembangnya zaman keberadaan rumah tradisional ini mulai ditinggalkan. Untuk itu perlu

    dilakukan pemeliharaan serta pemerhatian terhadap keberadaan rumah adat ini seperti dengan

    mempelajari dari literature literatur agar kita menjadi paham fungsi serta nilai budaya tradisional

    tersebut.

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    16/17

    Arsitektur

    NusantaraARSITEKTUR TRADISIONAL PALEMBANG, JAMBI & RIAU

    15

    Daftar Pustaka

    Dewi Indrawati (Asdep Pemberdayaan Masyarakat/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)

    www.hupelita.com

    asalehudin.wordpress.com/.../30/rumah-lancang/

    www.penyengatisland.com/wisatasejarah.html

    www.palembang.go.id/2007/?mod=12&id=35

    wisata.sumsel.info/db/index.php?option=com_fr...

  • 7/24/2019 Arsitektur Tradisional Palembang, Jambi & Riau - Paper 2.pdf

    17/17

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

    beliaulah paper ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini berjudul Arsitektur

    Tradisional Palembang, Jambi dan Riau. Paper ini merupakan tugas dari Mata Kuliah

    Arsitektur Nusantara Program Studi Teknik Arsitektur Fakulatas Teknik UniversitaUdayana

    pada semester Ganjil Tahun 2008. Diharapkan papeer ini bermanfaat bagi pembaca untuk

    menambah pegetahuan sekeligus melestarikan warisan Arsitektur Nusantara. Siapa lagi yang

    menjaga warisan budaya arsitektur Indonesia kalau bukan generasi muda Indonesiaterutama

    yang bergelut di bidang arsitektur baik profesional maupun akademis. Karena saat ini

    arsitektur nusantara sudah banyak ditinggalkan sehingga Indonesia kehilangan identitas dan

    ciri khas. Karena itu diharapka generasi muda arsitektur dapat menjaga dan mengembangkan

    warisan budaya arsitektur nusantara.

    Penulis sadar penulisan paper ini tidaklah sempurna dan mungkin ada kekurangan.Karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga penulis

    dapat memperbaiki diri.

    Denpasar, 29 Oktober 2008

    Penulis