contoh quasi eksp.pdf

Upload: rizkyoktaviani

Post on 27-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    1/143

    PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

    TERHADAP PEMAHAMAN SISWAPADA KONSEP BUNYI

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjanapada Program Studi Pendidikan Fisika

    Oleh:

    LIA MARDIANTI

    106016300655

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

    JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1432 H/2011 M

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    2/143

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    3/143

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    4/143

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    5/143

    ABSTRAK

    Lia Mardianti, Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Pemahaman

    Siswa pada Konsep Bunyi. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika,

    Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemahaman

    siswa pada konsep bunyi dalam pembelajaran kontekstual. Pengambilan data telah

    dilaksanakan pada Maret sampai April 2011 di SMP Negeri 1 Kosambi

    Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan

    sampel 80 siswa kelas VIII yang diambil dari 2 kelas yang berbeda dengan tekniksampling Cluster Random Sampling. Kelas eksperimen diberi perlakuan

    pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri dan kelas kontrol yang diberi

    perlakuan pembelajaran kontekstual dengan metode konvensional. Instrumen

    yang digunakan adalah tes pilihan ganda sebanyak 18 butir soal dengan 4

    alternatif pilihan jawaban. Berdasarakn uji statistik ( = 0,05) diperoleh thitung(6,39) > ttabel (1,999), sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

    kontekstual dengan metode inkuiri memberikan pengaruh pemahaman siswa yang

    signifikan dalam mempelajari konsep bunyi dibandingkan siswa yang diajarkan

    dengan menggunakan metode demonstrasi.

    Kata kunci : Kontekstual, Pemahaman siswa

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    6/143

    ABSTRAC

    Lia Mardianti, The Inf luence of Contextual Learn ing to Student

    Understanding on The Concept of Sound. Skri psi , Program Study of Physic,

    Major Education of Natural Science, Faculty of Tarbiya and Teacher

    Traini ng, Syari f H idayatul lah I slamic State University, Jakarta. 2011.

    This aim of this research to know the influence of student understanding in the

    concept of sound by Contextual Learning. The data was taken in March to April

    2011 at state Junior High School 1 Kosambi Tangerang. The research method

    was quasi experiment, with 80 students from class VIII as sample, that was taken

    by Cluster Random Sampling. Experiment was that given contextual learningtreatment with inquiry method and control class that given contextual learning

    treatment with conventional method. The instrument is used multiple choice test

    with 18 question and 4 alternative answer. Based on statistical analysis ( =

    0,05), obtained that score (6,39) > ttabel (1,999). So, it can be conclued that

    contextual learning with inquiry method can be influence significantly students

    understanding.

    Keyword : Contextual learning, Students Understanding

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    7/143

    KATA PENGANTAR

    Assalaamualaikum. Wr.Wb.

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, serta hidayah-

    Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh

    Pembelajaran Kontekstual terhadap Pemahaman Siswa pada Konsep Bunyi.

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

    Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat

    serta salam teriring kepada Baginda Rasulullah SAW, sebagai pembawa

    peradaban yang membawa manusia keluar dari masa kegelapan dan kebodohan

    menuju masa yang penuh cahaya dan semoga salam tetap tercurah pada keluarga

    dan para sahabatnya.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan

    dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada

    kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3.Nengsih Juanengsih, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Fakultas

    Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4. Iwan Permana S, M.Pd., selaku selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika.

    5.

    Nurlena Rifai, MA., Ph.D., selaku pembimbing I yang dengan sabar, tulus, dan

    ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan

    dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    6.

    Kinkin Suartini, M.Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar, tulus, dan

    ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan

    dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    7. Sudradjat Ardyana, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 1 Kosambi Tangerang.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    8/143

    8.

    Wahab, S.Pd., selaku guru IPA SMP Negeri 1 Kosambi Tangerang.

    9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan

    satu persatu.

    Secara khusus penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada Ayah, Ibu dan kakak tercinta (Madiya, S.Pd, Mariyam,

    dan Didi Sarmadi, S.P.), yang telah melimpahkan segenap kasih sayang yang tak

    terhingga dan tak henti-hentinya memberikan doa yang tulus.

    Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, sehingga

    penulis dengan terbuka menerima segala bentuk kritik dan saran yang bersifat

    membangun untuk lebih sempurna skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat bagi para pembaca.

    Wassalaamualaikum.Wr.Wb.

    Ciputat, Juni 2011

    Penulis

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    9/143

    DAFTAR ISI

    Halaman

    LEMBAR PENGESAHAN

    ABSTRAK ........................................................................................................ i

    ABSTRAC.......................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR....................................................................................... iii

    DAFTAR ISI..................................................................................................... v

    DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vii

    DAFTAR TABEL............................................................................................. viii

    DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A.Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

    B.Identifikasi Masalah ................................................................... 4

    C.

    Perumusan Masalah ..................................................................... 4

    D.Pembatasan Masalah ................................................................... 4

    E.Tujuan Penelitian ......................................................................... 5

    F.

    Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

    BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

    HIPOTESIS

    A.

    Pendekatan Contextual Teaching and Learning .......................... 6

    1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ............................... 8

    2. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran ...................................... 9

    3. Urgensi Pembelajaran Kontekstual ......................................... 12

    4.

    Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual ............. 13

    5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan

    Pendekatan Tradisional ........................................................... 18

    6.

    Aplikasi Pembelajaran Kontekstual ........................................ 19

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    10/143

    B.

    Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri ..................... 20

    1. Siklus Inkuiri .......................................................................... 22

    2. Proses Pembelajaran dengan Metode Inkuiri ......................... 24

    3.

    Karakter Inkuiri ...................................................................... 25

    C.Pemahaman Konsep .................................................................... 27

    D.Bunyi ........................................................................................... 30

    E.

    Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................... 36

    F.Kerangka Berpikir ....................................................................... 39

    G.Hipotesis Penelitian ..................................................................... 40

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    A.Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 41

    B.

    Metode Penelitian ........................................................................ 41

    C.Desain Penelitian ......................................................................... 41

    D.Prosedur Penelitian ...................................................................... 42

    E.Variabel Penelitian ...................................................................... 43

    F.

    Populasi dan Sampel.................................................................... 43

    G.Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 44

    H.

    Instrumen Penelitian .................................................................... 44

    I. Teknik Analisis Data Tes ........................................................... 47

    J. Teknik Analisis Data Non Tes .................................................... 50

    K.

    Hipotesis Statistik ........................................................................ 50

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANA.Hasil Penelitian ............................................................................ 51

    B.Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................... 56

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    A.Kesimpulan .................................................................................. 59

    B.

    Saran ............................................................................................ 59

    DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 60

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    11/143

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Antar Komponen .......................................... 14

    Gambar 2.2 Bentuk Pembelajaran Kontekstual .............................................. 20

    Gambar 2.3 Bagan Siklus Inkuiri .................................................................... 23

    Gambar 2.4 Proses Inkuiri ............................................................................... 24

    Gambar 2.5 Peta Konsep Bunyi ...................................................................... 31

    Gambar 2.6 Resonansi pada Ayunan Bandul .................................................. 34

    Gambar 2.7 Hukum Pemantulan Bunyi .......................................................... 35

    Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................ 40

    Gambar 3.1 Bagan Alur Prosedur Penelitian .................................................. 43

    Gambar 4.1 Grafik Persentase Respon Positif dan

    Respon Negatif Siswa.................................................................. 55

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    12/143

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan

    Pendekatan Tradisional .................................................................... 18

    Tabel 3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 41

    Tabel 4.1 Rekapitulasi Ukuran Pemusatan dan Penyebaran

    Data HasilPretest-PosttestKelompok Eksperimen dan

    Kelompok Kontrol............................................................................ 51

    Tabel 4.2 Hasil Uji NormalitasPretest-Posttest

    Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 52

    Tabel 4.3 Hasil Uji HomogenitasPretest-Posttest

    Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 53

    Tabel 4.4 Hasil Uji tPretest danPosttest

    Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 54

    Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Angket ................................................................ 54

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    13/143

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ............................................ 62

    Lampiran 2 Lembar Kegiatan Siswa ............................................................... 74

    Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ..................................................... 80

    Lampiran 4 lnstrumen Tes .............................................................................. 81

    Lampiran 5 Kisi-kisi Angket........................................................................... 87

    Lampiran 6 Instrumen Angket ........................................................................ 88

    Lampiran 7 Hasil Analisis Angket .................................................................. 89

    Lampiran 8 Rekap Analisis Butir.................................................................... 90

    Lampiran 9 Hasil Butir SoalPretest- PosttestKelas Eksperimen .................. 92

    Lampiran 10 Hasil Butir SoalPretest-PosttestKelas Kontrol ......................... 94

    Lampiran11 Rekapitulasi HasilPretest-Posttest

    Kelompok Eksperimen dan Kontrol ............................................ 96

    Lampiran 12 Perhitungan Data StatistikPretest danPosttest

    Kelompok Eksperimen ................................................................ 98

    Lampiran 13 Perhitungan Data StatistikPretest danPosttest

    Kelompok Kontrol ....................................................................... 104

    Lampiran 14 Uji NormalitasPretest-Posttest Kelompok Eksperimen ............. 110

    Lampiran 15 Uji NormalitasPretest-Posttest Kelompok Kontrol.................... 112

    Lampiran 16 Uji HomogenitasPretestdanPosttest ......................................... 114

    Lampiran 17 Uji HipotesisPretestdanPosttest ............................................... 116

    Lampiran 18 Perhitungan Tabel ........................................................................ 118

    Lampiran 19 Uji Referensi ................................................................................ 123

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    14/143

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam,

    khususnya untuk mata pelajaran fisika yaitu rendahnya tingkat pemahaman

    konsep fisika. Banyak siswa yang merasa tidak menyukai pelajaran fisika karena

    mereka beranggapan bahwa pelajaran fisika sulit, menakutkan dan tidak

    bermanfaat dalam kehidupannya.1 Agar pembelajaran fisika disukai oleh siswa

    maka pelaksanaan pembelajaran haruslah menyenangkan dan menantang. Untuk

    itu proses kegiatan belajar mengajar sangatlah dominan dalam melaksanakan

    skenario pembelajaran.

    Pada saat proses pembelajaran berlangsung, nampak beberapa atau

    sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran

    guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar

    siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti

    pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat

    pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori,

    dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat

    menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah

    sehari-hari yang kontekstual.

    Fisika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan fenomena alam

    secara sistematis. Selain itu pembelajaran fisika juga melibatkan siswa secaraaktif untuk berinteraksi dengan objek konkrit. Dilihat dari pembelajaran yang

    diterapkan oleh pendidik di lapangan terdapat kecenderungan bahwa proses

    belajar mengajar di kelas berlangsung secara klasikal dan hanya bergantung pada

    buku teks dengan metode pengajaran yang menitikberatkan proses menghafal dari

    1

    Elok Sudibyo, dkk, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil BelajarFisika Siswa SMPN 3 Porong, Jurnal Pendidikan Dasar.Vol.9 No.1, Maret 2008, h. 7.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    15/143

    pada pemahaman konsep, sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi

    siswa.

    Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep bunyi.

    Pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banyak dijumpai dalam

    kehidupan sehari-hari, namun sering siswa mengalami kesulitan dalam memahami

    fenomena-fenomena yang berkaitan dengan bunyi. Pembelajaran berbasis

    kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari

    dapat membantu siswa memahami konsep-konsep bunyi dan meningkatkan

    kemampuan pemecahan masalah siswa supaya hasil belajar yang diperoleh lebih

    baik.

    Aspek yang mendasar yang dimiliki fisika adalah eksistensinya sebagai

    pengetahuan yang lahir dari pengamatan dan fakta-fakta. Artinya, dalam

    memahami sesuatu tentang gejala alam, fisika selalu mendasarkan kegiatan

    pengamatan atau observasi dan memperoleh kebenarannya secara empiris melalui

    panca indera. Dari pengamatan dan fakta-fakta inilah terbentuk konsep-konsep

    fisika yang mendasar terbangunnya ilmu fisika.2 Oleh karena itu untuk

    mentransfer konsep-konsep fisika dari guru ke siswa seharusnya juga diberikan

    penekanan pada kegiatan pengamatan secara langsung. Hal ini dimaksudkan agar

    terbentuk konsepsi yang jelas dan benar secara keseluruhan. Disamping itu,

    pengamatan secara langsung mempunyai manfaat bagi penataan struktur kognitif

    siswa. Sebelum memasuki pelajaran fisika, siswa sudah memiliki pengetahuan

    dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan fisika. Pemenuhan

    komponen-komponen pokok pengajaran sebagai tuntutan yang mendasar harus

    mengacu kepada hakikat sains yakni bersifat eksperimental.

    Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam

    aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan

    konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya,

    siswa melihat makna di dalam tugas sekolah. Ketika siswa menyusun proyek atau

    menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan,

    menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika

    2Ibid, h. 56

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    16/143

    mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan,

    menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi

    akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dengan cara ini mereka

    menemukan makna.3

    Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual

    diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini lebih banyak

    bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan

    terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep

    materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa akan

    lebih baik. Salah satu tindakan pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru yaitu

    dengan memperbaiki metode pembelajaran yang digunakan. Metode yang tepat

    pada pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini yaitu metode inkuiri.

    Metode inkuiri memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih

    membangun sendiri konsep fisik melalui pengamatan langsung, yaitu melalui

    percobaan. Melalui metode inkuiri, siswa dilatih untuk melakukan kegiatan ilmiah

    dan berpikir ilmiah. Metode ini dapat dilaksanakan dalam bentuk percobaan

    maupun demonstrasi. Bentuk percobaan dalam prakteknya juga banyak bervariasi,

    satu diantaranya adalah menggunakan lembar kegiatan siswa. Percobaan dengan

    menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) akan memberikan kesempatan

    kepada siswa untuk melakukan setiap langkah yang ada dalam proses berpikir

    ilmiah.

    Pendekatan kontekstual dengan metode inkuiri dimana guru dapat

    mengkaitkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata dan mendorong siswa

    membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya

    dalam kehidupan sehari-hari.

    Menurut Elok Sudibyo, dkk dalam jurnal pendidikan dasar bahwa

    penerapan pembelajaran kontekstual ternyata dapat memotivasi siswa dalam

    menuntaskan hasil belajar fisika pada siswa kelas VIII-A SMP N 3 Porong yaitu

    siswa telah menunjukkan sikap positif terhadap pelajaran fisika. Mereka senang

    3

    Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, terjemahan Ibnu Setiawan, (Bandung:MLC, 2007), h. 35

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    17/143

    dan puas mengikuti pelajaran fisika dengan cara penerapan pembelajaran

    kontekstual.4

    Menyadari begitu pentingnya proses pembelajaran untuk meningkatkan

    pemahaman siswa, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam

    suatu penelitian yang diberi judul Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap

    Pemahaman Siswa pada Konsep Bunyi.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat

    diidentifikasi masalah sebagai berikut.

    1. Rendahnya tingkat pemahaman siswa.

    2.

    Siswa belum mampu menerapkan pembelajaran dalam pemecahan masalah

    sehari-hari yang kontekstual

    3. Metode yang digunakan tidak bersifat eksperimen

    .

    C. Perumusan Masalah

    Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka perumusan

    masalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat pengaruh pembelajaran

    kontekstual terhadap pemahaman siswa pada konsep bunyi?

    D. Pembatasan Masalah

    Mengacu pada masalah-masalah yang muncul di atas, maka demi

    terarahnya penelitian ini penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti yaitu:

    1. Pendekatan pembelajaran kontekstual yang digunakan merujuk pada

    pandangan Elaine B. Johnson yaitu pembelajaran bermakna.

    2.

    Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode inkuiri.

    3. Pemahaman konsep yang digunakan merujuk pada taksonomi Bloom yang

    sudah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl.

    4Elok Sudibyo, Op.Cit., h.14

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    18/143

    E. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

    pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman siswa pada konsep bunyi.

    F. Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini antara lain:

    1.

    Memberikan pengalaman melakukan penelitian dan wawasan khususnya

    mengenai pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri.

    2.

    Memudahkan siswa dalam memahami dan menguasai fisika melalui

    pengalaman nyata dalam pembelajaran.

    3. Memberikan alternatif pendekatan pembelajaran yang bersifat kontekstual

    untuk memperoleh pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi

    siswa.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    19/143

    BAB II

    KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

    A. Pendekatan Contextual Teaching and Learning

    Menurut Kubi (2002 dalam buku Dharma Kusuma) kata kontekstual

    (contextual) berasal dari kata context yang berarti hubungan, konteks, suasana

    dan keadaan (konteks). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL)

    dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana

    tertentu.5 Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi

    pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh

    untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan

    situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya

    dalam kehidupan mereka.6

    Menurut Elaine B. Johnson (2009) Contextual Teaching and Learning

    (CTL) adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang

    menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks

    dari kehidupan sehari-hari siswa.7

    Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah

    konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan

    mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

    dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.8

    Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam

    akivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengankonteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para

    siswa melihat makna di dalam tugas sekolah.

    5 Dharma Kusuma, Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam

    Pengembangan PBM,(Yogyakarta: Rahayasa, 2010), h. 576 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:

    Kencana, 2006), h. 2537 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, terjemahan Ibnu Setiawan, (Bandung:

    MLC, 2009), h. 578

    Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) danPenerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 13

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    20/143

    Pada pembelajaran kontekstual ada tiga hal yang harus dipahami, bahwa

    kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,

    mendorong siswa untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari

    dengan situasi kehidupan nyata, dan juga mendorong siswa untuk menerapkannya

    dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar

    yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan

    secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak bekerja dan

    mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya.9

    Menurut Diknas (2002) dalam Jurnal Guru No. 2 Vol. 3 Desember 2006

    menyatakan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

    antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

    siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

    penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.10

    Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan satu konsepsi yang

    membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan

    memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya

    dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga

    kerja. Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan

    pembelajaran kontekstual di kelas Amerika pertama-tama diusulkan oleh John

    Dewey. Pada tahun 1916, Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodelogi

    pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.

    Perkembangan pemahaman yang diperoleh selama mengadakan telaah

    pustaka menjadi semakin jelas bahwa CTL merupakan suatu perpaduan dari

    banyak praktek yang baik dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang

    dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan penggunaan fungsional

    pendidikan untuk semua siswa. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang

    memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan,

    9Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan

    Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 29310

    Sumiati, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa dengan

    Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Di Kelas IV MI Rahman El-YunusiyyahPadang Panjang,(Jurnal Guru No. 2 Vol. 3 Desember 2006), h.18

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    21/143

    memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka

    dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat

    memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang

    disimulasikan.11

    Dalam pembelajaran kontekstual, guru hanya menjadi fasilitator bagi

    siswa, dengan demikian pembelajaran akan mendorong ke arah belajar aktif, yang

    menekankan keaktifan siswa baik secara fisik maupun intelektual guna

    memperoleh hasil belajar yang baik.

    Dari uraian-uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan

    kontekstual merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan

    membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya

    terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari, dimana guru mengaitkan antara

    materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan membuat

    hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam

    kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

    1.

    Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

    Menurut Johnson (2002 dalam buku Nurhadi, dkk) ada delapan komponen

    utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut:12

    a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)

    Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif

    dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja

    sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil

    berbuat (learning by doing).b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work)

    Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang

    ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota

    masyarakat.

    11 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:

    Prestasi Pustaka, 2007), h. 101-10212 Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 13-14

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    22/143

    c.

    Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)

    Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya

    dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada

    produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.

    d. Bekerja sama (callaborating)

    Siswa dapat bekerjasama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam

    kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling

    mempengaruhi dan saling berkomunikasi.

    e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thingking)

    Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan

    kreatif: dapat menganalisis membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat

    keputusan dan bukti-bukti.

    f.

    Mengasuh atau memilihara pribadi siswa (nurturing the individual)

    Siswa memilihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memotivasi dan

    memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang

    dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.

    g.

    Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)

    Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan

    dan memotivasi siswa untuk mencapainya.

    h. Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment)

    Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk

    suatu tujuan yang bermakna.

    2.

    Konsep Dasar Strategi Pembelajaran KontekstualContextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pembelajaran yang

    menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

    menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

    kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

    kehidupan mereka.

    Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama,CTL

    menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    23/143

    proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses

    belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima

    pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

    Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara

    materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan siswa, artinya siswa dituntut

    untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan

    kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan

    materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu

    akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan

    tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

    Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

    kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami

    materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat

    mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam

    konteks CTL bukan hanya untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan

    tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

    Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam

    proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.13

    a.

    Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang

    sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak

    terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan

    yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki

    keterkaitan satu sama lain.

    b.

    Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan

    menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu

    diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan

    mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

    c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan

    yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.

    13 Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 253-254

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    24/143

    d.

    Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),

    artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat

    diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku

    siswa.

    e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

    pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan

    dan penyempurnaan strategi.

    Banyak cara efektif untuk mengaitkan pengajaran dan pembelajaran

    dengan konteks situasi sehari-hari siswa. Oleh sebab itu menurut Elaine B. Johnson,

    ada enam strategi dalam mengaitkan pengajaran dan pembelajaran kontekstual

    yaitu:14

    1. Ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan konteks siswa.

    2.

    Memasukkan materi dari bidang lain dalam kelas.

    3. Mata pelajaran yang tetap terpisah, tetapi mencakup topik-topik yang saling

    berhubungan.

    4. Mata pelajaran yang menyatukan dua atau lebih disiplin.

    5.

    Menggabungkan sekolah dan pekerjaan:

    a. Pembelajaran berbasis pekerjaan

    b.

    Jalur karier

    c. Pengalaman kerja berbasis sekolah

    6. Model kuliah kerja nyata atau penerapan terhadap hal-hal yang dipelajari di

    sekolah ke masyarakat.

    Dalam proses pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan metode

    belajar yang yang membantu semua guru mempraktikkan dan mengaitkan antara

    materi yang diajarkan dengan situasi yang ada di lingkungan siswa dan menuntut

    siswa membuat hubungan beberapa pengetahuan yang pernah dialami siswa

    dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

    masyarakat.15

    14 Elaine B. Johnson, Op.Cit,,h. 99

    15

    Sofan Amri,Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas, (Jakarta: Prestasi Pusaka,2010), h.21.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    25/143

    3. Urgensi Pembelajaran Kontekstual

    Pembelajaran kontekstual bukan sebuah model dalam pembelajaran.

    Pembelajaran kontekstual lebih dimaksudkan suatu kemampuan guru dalam

    melaksanakan proses pembelajaran yang lebih mengedepankan idealitas

    pendidikan sehingga benar-benar akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang

    efektif dan efisien. Idealitas pembelajaran dimaksudkan melaksanakan proses

    pembelajaran yang lebih menitik beratkan pada upaya pemberdayaan siswa bukan

    penindasan terhadap siswa baik penindasan secara intelektual, sosial maupun

    budaya.

    Guru kadang kala terjebak kepada sifat atau karakter penindasan daripada

    pemberdayaan siswa pada waktu melaksanakan proses pembelajaran. Persepsi

    guru yang merasa paling pintar, menganggap siswa tidak mengerti apa-apa, siswa

    sosok manusia yang bodoh sedangkan guru sosok manusia yang paling cerdas.

    Implikasi dari asumsi seperti itu akhirnya guru cenderung melakukan tindakan

    yang tidak edukatif, sehingga siswa merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam

    proses pembelajaran.

    Pendidikan adalah sektor yang sangat menentukan kualitas hidup suatu

    bangsa. Kegagalan pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa,

    keberhasilan pendidikan juga secara otomatis membawa keberhasilan sebuah

    bangsa. Kegagalan pendidikan bisa disebabkan oleh kegagalan dalam proses

    pembelajaran. Pembelajaran yang statis dan konvensional akan memperlambat

    terwujudnya kualitas pendidikan. Sebaliknya pembelajaran yang dinamis,

    progresif dan kontekstual akan mempercepat terwujudnya kualitas pembelajaran.

    Paulo Freire mengkritik secara tegas dan pedas dengan istilah

    pembelajaran sistem bank (banking sistem paedagogis), yang memuat pertanyaan

    antagonis antara peran guru dan siswa, antara lain:16

    a.

    Guru mengajar, siswa belajar.

    b. Guru tahu segalanya, siswa tidak tahu apa-apa.

    c.

    Guru berpikir, siswa dipikirkan.

    d. Guru bicara, siswa mendengarkan.

    16

    M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008),h. 2-5

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    26/143

    e.

    Guru mengatur, siswa diatur.

    f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, siswa menuruti.

    g.

    Guru bertindak, siswa membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengangurunya.

    h. Guru memilih apa yang diajarkan, siswa menyesuaikan diri.

    i. Guru sebagai subyek proses pembelajaran, siswa sebagai obyek pembelajaran.

    4. Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

    Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan

    kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme

    (Construktivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat

    belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection),

    penilaian sebenarnya (Authentic Assement). Sebuah kelas dikatakan menggunakan

    pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam

    pembelajarannya.

    Keterkaitan ketujuh komponen tersebut digambarkan dalam bagan

    berikut.17

    Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Antar Komponen Pembelajaran Kontekstual

    17 Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 31

    Bertanya

    (Questioning)

    Masyarakat belajar

    (Learning Community)

    Refleksi

    (Reflection)

    Menemukan

    (Inquiry)

    Pemodelan

    (Modeling)

    Penilaian sebenarnya

    (Authentic Assement)

    Konstruktivisme

    (Construktivism)

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    27/143

    Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai

    berikut.18

    a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan

    cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri

    pengetahuan dan keterampilan barunya.

    b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

    c.

    Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

    d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

    e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

    f.

    Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

    g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

    Tujuh komponen utama pendekatan pembelajaran CTL yaitu:

    1. Konstruktivisme (Constructivism)

    Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL dalah teori

    konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa

    membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar

    mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada

    teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung

    dengan berbasis pada aktivitas siswa.Inquiry Based Learning danProblem Based

    Learning yang disebut sebagai strategi CTL diwarnai Student Centered dan

    aktivitas siswa.

    Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi)

    pendekatan konstekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikitdemi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan

    bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil

    dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna

    melalui pengalaman nyata.

    18 Trianto, Op.Cit., h. 105-115.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    28/143

    2.

    Inkuiri (Inquiry)

    Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis

    konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan

    bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan

    sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan

    menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri atas:

    a.

    Observasi (Observation)

    b. Bertanya (Questioning)

    c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis)

    d.

    Pengumpulan data (Data gathering)

    e. Penyimpulan (Conclussion)

    3.

    Bertanya (Questioning)

    Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya.

    Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.

    Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,

    membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatanbertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang

    berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah

    diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

    Hampir pada semua aktivitas belajar, dapat menerapkan questioning

    (bertanya): antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dengan orang

    lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga

    ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui

    kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan

    ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,

    ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan

    dorongan untuk bertanya.

    4. Masyarakat belajar (Learning Community)

    Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran

    diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    29/143

    menimbang massa benda dengan menggunakan neraca Ohaus, ia bertanya kepada

    temannya. Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara menggunakan

    alat itu. Maka dua orang anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar

    (Learning Community).

    Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran

    dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok

    yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu

    memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang

    lambat, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik

    keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru

    melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas.

    Masyarakat belajar apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru

    yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi

    hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru kearah siswa, tidak

    ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam

    contoh ini yang belajar hanya siswa, bukan guru. Dalam belajar masyarakat, dua

    kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar

    satu sama lain. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar

    memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga

    meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

    5.

    Pemodelan (Modeling)

    Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada

    model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah-

    langkah cara menggunakan neraca Ohaus dengan demonstrasi sebelum siswanya

    melakukan suatu tugas tertentu.

    Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.

    Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk

    untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    30/143

    Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli dibidangnya, misalnya

    mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara menggunakan

    termometer untuk mengukur suhu tubuh pasiennya.

    6. Refleksi (Reflection)

    Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir

    ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa

    mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang

    baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.

    Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang

    baru diterima.

    Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang

    dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas

    sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara

    pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang

    baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi

    dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalahbagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang

    sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

    Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa

    melakukan refleksi. Realisasinya berupa:

    a.

    Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu

    b. Catatan atau jurnal di buku siswa

    c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu

    d. Diskusi

    e. Hasil karya

    7.

    Penilaian autentik (Authentic Assement)

    Assementadalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan

    gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa

    perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses

    pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    31/143

    mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka

    guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari

    kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di

    sepanjang proses pembelajaran, maka assemen tidak dilakukan di akhir periode

    pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan

    bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.

    Assementmenekankan proses pembelajaran maka data yang dikumpulkan

    harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan

    proses pembelajaran. Guru ingin mengetahui perkembangan belajar fisika bagi

    para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata di kehidupan sehari-

    harinya yang berkaitan dengan fisika, tidak hanya saat siswa mengerjakan tes

    fisika saja. Pengumpulan data yang demikian merupakan data autentik.

    5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

    Perbedaan perbedaan kontekstual dengan pendekatan tradisional dapat

    dilihat pada tabel di bawah ini.19

    Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual denganPendekatan Tradisional

    No Kontekstual Tradisional

    1.Menyesuaikan pada memori spasial

    (pemahaman makna)

    Menyesuaikan pada hapalan

    2.Siswa terlibat secara aktif dalam

    proses pembelajaran

    Siswa secara pasif menerima

    informasi

    3.Pembelajaran dikaitkan dengankehidupan nyata/masalah yang

    disimulasikan

    Pembelajaran sangat abstrak danteoritis

    4

    Siswa menggunakan waktu

    belajarnya untuk menemukan,

    menggali, berdiskusi, berpikir kritis,

    Waktu belajar siswa sebagian

    besar dipergunakan untuk

    mengerjakan buku tugas,

    19

    Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) danPersiapan Menghadapi Sertifikasi Guru...., h. 296

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    32/143

    atau mengerjakan proyek dan

    pemecahan masalah (melalui kerja

    kelompok)

    mendengar ceramah, dan mengisi

    latihan yang membosankan

    (melalui kerja individu)

    5

    Hasil belajar diukur melalui

    penerapan penilaian autentik

    Hasil belajar diukur melalui

    kegiatan akademik dalam bentuk

    tes/ujian/ulangan

    6

    Siswa diminta bertanggung jawab

    memonitor dan mengembangkan

    pembelajaran mereka masing-

    masing

    Guru adalah penentu jalannya

    proses pembelajaran

    Dengan melihat tabel tersebut, dalam pembelajaran yang menggunakan

    CTL akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih

    menyenangkan, dan lebih bermakna. Proses belajar mengajar CTL ini diharapkan

    dapat meningkatkan hasil belajar (kualitas, kreativitas, produktifitas, efesiensi,

    dan efektifitas) siswa.

    Menurut teori pembelajaran kontekstual, belajar hanya akan terjadi jika

    siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian sehingga dirasakan

    masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Dalam CTL guru

    berperan sebagai fasilitator tanpa henti (reinforcing), yakni membantu siswa

    menemukan makna (pengetahuan). Siswa memiliki response potentiality yang

    bersifat kodrati. Tugas utama pendidik adalah memberdayakan kodrati ini

    sehingga siswa terlatih dalam menangkap makna dari materi yang diajarkan.20

    6. Aplikasi Pembelajaran Kontekstual

    Pembelajaran kontekstual adalah kaidah pembelajaran yang

    menggabungkan isi kandungan dengan pengalaman harian individu, masyarakat,

    dan alam pekerjaan. Kaidah ini menyediakan pembelajaran secara konkret yang

    melibatkan hands-on dan minds-on. Pembelajaran akan berlangsung dengan baik

    20 Elaine B. Johnson, Op.Cit., h.20

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    33/143

    apabila peserta didik dapat memproses pembelajaran atau pengetahuan dengan

    cara bermakna dan disampaikan dengan berbagai cara yang bervariasi.

    Dalam proses pembelajaran secara kontekstual, peserta didik akan melalui

    satu atau lebih daripada bentuk pembelajaran sebagai berikut.

    Contoh pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.21

    Gambar 2.2 Bentuk Pembelajaran Kontekstual

    B. Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri

    Inkuiri berasal dari bahasa inggris inquiry yang secara harfiah berarti

    penyelidikan. Piaget mengemukakan bahwa metode inkuiri merupakan metode

    yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen

    sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu,

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta

    21 Ella Yulaelawati,Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Pakar Raya, 2007), h. 141

    RRelating

    (Mengaitkan)

    Eksperiencing

    (Mengalami)

    Applying

    (Mengaplikasikan)

    Cooperating

    (Bekerja Sama)

    Transferring

    (Memindahkan)

    E

    A

    C

    T

    Belajar dalam konteks

    menghubungkaitkan pengetahuan

    baru dengan pengalaman hidup

    Belajar dalam konteks penemuan

    dan daya cipta

    Belajar dalam konteks bagaimana

    pengetahuan atau informasi dapat

    digunakan dalam berbagai situasi

    Belajar dalam konteks

    menghubungkaitkan pengetahuan

    baru dengan pengalaman hidup

    Belajar dalam konteks

    pengetahuan yang ada atau

    membina dari apa yang sudah

    diketahui

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    34/143

    menghubungkan penemuan yang satu dengan yang lain, membandingkan apa

    yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.22

    Inkuiri pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks, yang berarti

    banyak hal, bagi banyak hal, bagi banyak orang, dalam banyak konteks (a

    complex idea that means many things to many people in many contexts ). Inkuiri

    adalah bertanya. Bertanya yang baik, bukan asal bertanya. Pertanyaan harus

    berhubungan dengan apa yang dibicarakan. Pertanyaan yang harus diajukan harus

    dapat dijawab sebagian atau keseluruhannya. Pertanyaan harus dapat diuji dan

    disilidiki secara bermakna.23

    Pembelajaran inkuiri adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa

    didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-

    konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki

    pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan

    prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.24

    Inkuiri memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang

    nyata dan aktif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif. Mereka dilatih bagaimana

    memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan.

    Inkuiri memungkinkan siswa dalam berbagai tahap perkembangannnya bekerja

    dengan masalah-masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari

    solusi terhadap masalah-masalah. Setiap siswa harus memainkan dan

    memfungsikan talentanya masing-masing.

    Berdasarkan urain di atas dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri adalah

    suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa

    untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga

    mereka dapat menemukan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

    22 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

    Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 10823

    Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 4324 Kunandar, Op.Cit., h. 371.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    35/143

    1. Siklus Inkuiri

    Pembelajaran inkuiri dilakukan melalui beberapa siklus berikut.25

    a. Observasi (Observation). Dalam siklus ini siswa melakukan observasi terhadap

    objek atau bahan yang akan dijadikan sumber belajar.

    b. Bertanya (Questioning). Setelah melakukan observasi, siswa mengajukan

    pertanyaan-pertanyaan berdasarkan hasil observasi.

    c.

    Mengajukan hipotesis (Hyphotesis). Kegiatan pembuatan prediksi atau

    jawaban-jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan di atas.

    d. Pengumpulan data (Data gathering). Kegiatan mengumpulkan data atau

    informasi yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam masalah di atas

    melalui berbagai sumber yang ada.

    e. Pembahasan, yaitu kegiatan menganalisis dan membahas data atau bahan yang

    telah berhasil dikumpulkan oleh siswa.

    f. Penyimpulan (Conclussion). Kegiatan menyimpulkan atas apa yang sudah

    dibahas dan ditemukan terhadap suatu masalah.

    Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut.

    1. Merumuskan masalah

    2.

    Mengamati atau melakukan observasi

    3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,

    tabel, dan karya lainnya.

    4.

    Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

    sekelas, guru, atau audien yang lain.

    Jika digambarkan dalam sebuah bagan, siklus inkuiri tampak sebagai

    berikut.26

    25

    Ibid, h. 373-37426 Nurhadi, dkk,Op.Cit., h. 44

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    36/143

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    37/143

    2)

    Guided Inquiry

    Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru ialah mengajukan

    permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian masalah.

    3)

    Open Inquiry

    Tindakan utama pada open inquiry ialah guru memaparkan konteks

    penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan

    masalah.

    2. Proses Pembelajaran dengan Metode Inkuiri

    Metode pembelajaran inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan

    intelekual tetapi seluruh potensi siswa yang ada, termasuk pengembangan

    emosional dan pengembangan keterampilannya. Pada hakikatnya, metode

    pembelajaran inkuiri ini merupakan suatu proses. Proses ini bermula dari

    merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji

    hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan

    yang pada taraf tertentu diyakini oleh siswa yang bersangkutan.28

    Gambar 2.4 Proses Inkuiri

    28 Gulo, W, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 94

    Merumuskan

    masalah

    Merumuskan

    hipotesis

    Menarik kesimpulan

    sementara

    Menguji

    hipotesis

    Mengumpulakan

    bukti

    Siswa

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    38/143

    Semua tahap proses pembelajaran dengan metode inkuiri tersebut di atas

    merupakan kegiatan belajar dari siswa. Guru berperan untuk mengoptimalkan

    kegiatan tersebut pada proses belajar sebagai motivator, fasilitator, dan pengarah.

    Keberhasilan proses pembelajaran dengan metode inkuiri sangat

    bergantung pada tahap pendahuluan. Permasalahan yang diketengahkan pada

    tahap awal ini harus mampu dipertanyakan oleh siswa. Tahap pendahuluan ini

    disebut juga tahap apersepsi atau advanced organizer. Hal tersebut demikian,

    karena materi yang disajikan harus terkait dengan apa yang telah diketahui siswa

    sebelumnya.

    3. Karakter Inkuiri

    Hinrichsen dan Jarret dalam Program Report The Northwest Regional

    Educational Laboratory menyatakan empat karakter inkuiri, yaitu:29

    a. Koneksi

    Pada tahap ini:

    1. Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan konsep

    komunitas sains.

    2. Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena

    3.

    Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan pemahaman

    mereka bagaimana suatu fenomena bekerja, menggunakan contoh dari

    pengalaman pribadi, menemukan hubungan dengan literatur.

    4.

    Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi.

    b. Desain

    Pada tahap ini:

    1. Proses melalui prosedur-materi.

    2. Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna yang

    ditujukan pada pertanyaan.

    3. Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi,

    menentukan variabel kontrol, pengukuran.

    4. Guru memantau ketepatan aktivitas siswa.

    29 Ibid, h. 122-123

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    39/143

    c.

    Investigasi

    Pada tahap ini:

    1. Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data.

    2.

    Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data dalam cara

    yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil penyelidikan.

    d. Membangun Pengetahuan

    Pada tahap ini:

    1. Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi.

    2. Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti yang lebih

    bermakna dan mampu berpikir kritis.

    3. Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang

    mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.

    4.

    Guru melakukansharing pemahaman siswa.

    Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual dengan

    metode inkuiri diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini

    lebih banyak bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang

    bermakna. Dengan terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan

    sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil

    belajar siswa akan lebih baik dengan mengaitkan pembelajaran dengan konteks

    kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, strategi pembelajaran kontekstual yang

    paling efektif untuk menyatukan pembelajaran dan konteks pengalaman pribadi

    siswa yaitu strategi ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan

    konteks siswa.Guru adalah pemimpin di ruang kelas. Sebagai pemimpin, guru di sebuah

    ruang kelas tradisional dapat menghubungkan informasi baru dengan kehidupan

    siswa melalui banyak cara yang penuh dengan makna.30 Salah satu contoh

    mengaitkan pembelajaran kontekstual di kelas yaitu dengan cara guru mendorong

    siswa untuk membaca, menulis, dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka

    untuk fokus pada permasalahan yang diberikan oleh guru. Kelompok dibagi

    30Elaine B. Johnson, Op.Cit,,h. 100

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    40/143

    menjadi empat atau lima kelompok. Setiap kelompok diberikan LKS yang

    bertujuan untuk mempermudah membangun keterkaitan pembelajaran,

    menemukan makna, meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan

    siswa.

    C. Pemahaman Konsep

    Ranah kognitif merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan

    mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari

    tingkatan yang rendah sampai tinggi, yakni pengetahuan/ingatan (knowledge),

    pemahaman (comprehension),penerapan (application), analisis (analyze), sintesis

    (synthesis), evaluasi (evaluation).31

    Pada tahun 2001, Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl melakukan

    revisi terhadap taksonomi Bloom (teori kognitif) menjadi:

    1. Mengingat (remember), adalah kemampuan menyatakan kembali fakta,

    konsep, prinsip dan prosedur yang telah dipelajari dan tersimpan dalam

    memori jangka panjang (long term memory)

    2.

    Memahami (understand), adalah membangun pengertian dari pesan

    instruksional termasuk pesan secara lisan, tulisan dan komunikasi secara grafis.

    3.

    Menerapkan (apply) adalah kemampuan untuk menyelesaikan atau

    menggunakan prosedur yang dipelajarinya pada suatu keadaan.

    4. Menganalisis (analyze) adalah kemampuan untuk menganalisa suatu informasi

    atau suatu situasi tertentu menjadi komponen-komponen sehingga informasi

    tersebut menjadi jelas.

    5.

    Mengevaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk membuat pertimbangan

    suatu penilaian terhadap sesuatu berdasarkan ukuran-ukuran atau standar yang

    diterapkan.

    6. Menghasilkan karya (create) adalah kemampuan untuk menyusun kembali

    unsur-unsur ke dalam suatu pola atau struktur baru.32

    31 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika dan Burhanudin Milama,Evaluasi PembelajaranIPA Berbasis

    Kompetensi,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006),h. 1432

    Lorin W. Anderson., Davis R Krathwohl; with Peter W. Airasian (et.al.), A Taxonomy forLearning, Teaching and Assessing,(NewYork: Longman, 2001), h. 67-68

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    41/143

    Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah

    pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu

    yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan,

    atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,

    kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun,

    tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat

    memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.33

    Pemahaman berkaitan dengan intisari segala sesuatu, yaitu suatu bentuk

    pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang

    sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang

    dikomunikasikan tersebut tanpa harus menghubung-hubungkan dengan bahan

    atau ide yang lain. Pemahaman dibedakan menjadi:34

    1)

    Translasi, yaitu kemampun untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan

    cara lain daripada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya.

    2)Interpolasi, yaitu kemampuan untuk memahami bahan atau ide yang direkam,

    diubah, atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik, tabel, diagram, dan

    sebagainya.

    3)Ekstrapolasi, yaitu keterampilan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan

    yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan akibat, konsekuensi,

    implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang digambarkan dalam

    komunikasi yang asli.

    Menurut Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl ada tujuh proses

    kognitif yang tergabung dalam proses pemahaman, yaitu:35

    a)

    Menafsirkan

    Menafsirkan terjadi ketika murid mampu menkonversikan informasi dari

    satu bentuk ke bentuk yang lain, seperti informasi gambar

    diterjemahkan/ditafsirkan ke dalam kata-kata, kata-kata ke dalam gambar,

    angka ke dalam kata-kata maupun sebaliknya dan lain-lain.

    33 Nana Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

    2009), h. 2434

    Zulfiani, dkk, Op.Cit., h. 64-6535 Lorin W. Anderson., Davis R Krathwohl; with Peter W. Airasian (et.al.), Op.Cit,h. 70-75

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    42/143

    b)

    Menggunakan Contoh

    Pemahaman terjadi ketika konsep yang disajikan disertai dengan contoh-

    contoh yang sesuai atau dengan membuat gambaran (ilustrasi).

    c)

    Mengklasifikasikan (mengelompokkan)

    Pengetahuan atau informasi yang dijelaskan (konsep umum beserta

    contoh) dikelompokkan atau dikategorikan.

    d)

    Meringkas (rangkuman)

    Memahami dengan cara menuliskan kembali atau merangkum informasi

    yang telah dijelaskan. Isi rangkumannya adalah hal-hal yang dianggap penting

    seputar informasi atau pengetahuan tersebut.

    e)Menyimpulkan

    Membuat kesimpulan sendiri dari materi yang disampaikan secara ringkas

    sesuai dengan pemahaman siswa.

    f) Membandingkan

    Cara membandingkan ini digunakan untuk mengetahui perbedaan dan

    persamaan dari suatu konsep, masalah, peristiwa dan lain-lain.

    g)

    Menjelaskan

    Terjadi ketika siswa mampu membangun hubungan sebab akibat dari

    konsep atau meteri yang telah dijelaskan.

    Dengan demikian pemahaman adalah kemampuan memaknai suatu materi

    atau informasi yang dipelajari lebih dari sekedar mengingat sehingga dapat

    memperkirakan konsekuensi dan akibat dari suatu peristiwa.

    Konsep menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelas atau kategori stimuli

    yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang-orang. 36

    Konsep selalu diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dn

    berpikir abstrak. Fungsi konsep tidak lain untuk memberikan penjelasan dan

    meramalkan suatu peristiwa.

    36

    Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: BumiAksara, 2005), h. 162

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    43/143

    Flavell (1970) menyatakan bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep

    dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu:37

    a. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contoh-contoh konsep

    harus mempunyai atribut-atribut yang relevan.

    b. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut.

    c. Keabstrakan, yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret, atau konsep-

    konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain.

    d. Keinklusifan, yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam

    konsep itu.

    e.

    Generalitas atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat

    berbeda dalam posisi superordinate atau subordinatnya.

    f. Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-

    aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu

    konsep.

    g. Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju

    bahwa konsep itu penting.

    Beberapa penelitian menunjukan bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh

    faktor-faktor berikut.

    1)

    Pola reinforcementatau umpan balik.

    2)Jumlah contoh-contoh baik positif maupun negatif.

    3)Jumlah atribut, semakin banyak atribut relevan dimiliki konsep akan semakin

    sulit konsep itu dipelajari.

    Dengan demikian, konsep adalah suatu definisi dari suatu kumpulan atau

    rangkaian yang memiliki sifat seluruh anggota.

    D. Bunyi

    Bunyi adalah suara yang dihasilkan oleh benda bergetar. Bunyi termasuk

    gelombang longitudinal karena perambatannya berbentuk rapatan dan renggangan

    dari molekul-molekul udara yang bergetar maju mundur.38 Materi bunyi yang

    37

    Syaiful Sagala,Konsep dan Makna Pembelajaran,(Bandung: ALFABETA, 2010), h. 72-7338Kinkin Suartini,Rangkuman Fisika SMP,(Jakarta: GagasMedia, 2010), h. 213

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    44/143

    dipelajari pada tingkat SMP kelas VIII yaitu tentang pengertian bunyi, frekuensi

    bunyi, cepat rambat bunyi, resonansi dan pemantulan gelombang. Seperti yang

    ditunjukkan pada gambar 2.4 peta konsep bunyi dibawah ini.

    Gambar 2.5 Peta Konsep Bunyi

    Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat di

    dalam medium (perantara), contoh perantara gelombang bunyi adalah udara.

    Gerak molekul-molekul pada gelombang bunyi longitudinal bergetar (berosilasi)

    searah dengan arah gerak merambat gelombang bunyi.

    a.Cepat Rambat Bunyi

    Cepat rambat bunyi didefinisikan sebagai hasil bagi antara jarak sumber

    bunyi ke pendengar dan selang waktu yang dibutuhkan bunyi untuk merambat

    sampai ke pendengar. Secara sistematis:39

    39

    Bob Foster, Seribu Pena Fisika, (Jakarta: Erlangga, 1999), h. 38

    Am litudo

    Bun i

    Frekuensigelombang bunyi

    Cepat rambatbunyi

    Zat perantara ResonansiPemantulangelombang

    Frekuensiteratur

    Frekuensitidak teratur

    Zat cair Zat adat Zat as

    Bandul, dan

    senar gitar

    Kelelawar,kapal

    penangkapikan, gaung

    dan gema

    Nada Desah

    parameter

    merambat

    melalui

    gejala yang

    diamati

    terdiri atasterdiri atas

    contoh contoh

    contoh

    dipengaruhi oleh

    contoh

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    45/143

    ........................................................................... (2.1)

    dengan:

    v = cepat rambat bunyi (m/s)

    s = jarak yang ditempuh (m)

    t = waktu tempuh (s)

    Seperti halnya berlaku untuk gelombang lain, pada gelombang bunyi pun

    berlaku rumus :

    .................................................................................. (2.2)

    dengan:

    v = cepat rambat bunyi (m/s)

    = panjang gelombang bunyi (m)

    f = frekuensi (Hz)

    b.Frekuensi Gelombang Bunyi

    Gelombang bunyi dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan perbedaan

    frekuensi:1.

    Gelombang audiosonik merupakan gelombang longitudinal yang dapat

    didengar manusia. Gelombang ini berada pada interval frekuensi 20 sampai

    20.000 Hz.

    2.

    Gelombang infrasonik merupakan gelombang longitudinal dengan frekuensi di

    bawah 20 Hz, sebagai contoh gelombang gempa bumi.

    3. Gelombang ultrasonik merupakan gelombang longitudinal dengan frekuensi di

    atas 20.000 Hz. Gelombang bunyi ini dapat didengar oleh anjing.

    Nada adalah bunyi yang frekuensi getaran tertentu atau jumlah getaran tiap

    detik selalu sama atau tetap. Nada biasa dihasilkan oleh alat-alat musik, sebagai

    contoh: gitar, piano, seruling, biola, dan gamelan. Desah adalah bunyi yang

    frekuensinya tidak teratur. Contoh desah adalah suara daun yang ditiup angin.

    Tinggi rendah bunyi dipengaruhi oleh frekuensi bunyi. Semakin besar

    frekuensi, semakin tinggi bunyi. Sebaliknya, semakin kecil frekuensi, semakin

    rendah bunyi.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    46/143

    Kuat lemah bunyi bergantung pada amplitudo. Semakin besar amplitudo

    bunyi, semakin kuat atau keras bunyinya. Sebaliknya, semakin kecil

    amplitudonya, semakin lemah pula bunyinya.40

    c.Warna Bunyi

    Pada saat seorang wanita dan seorang pria menyanyi dengan frekuensi

    yang sama, maka kita masih dapat mendengar perbedaan antara suara wanita dan

    pria tersebut. Gabungan nada bunyi antara nada dasar dan nada atas yang

    menyertainya disebut warna bunyi (timbre). Warna bunyi merupakan gabungan

    dari dua bunyi yang memiliki frekuensi yang sama tetapi terdengar berbeda.

    d.Hukum Marsenne

    Marsenne melakukan percobaan dengan menggunakan alat sanometer

    untuk menyelidiki hubungan antara frekuensi denganpanjang senar, luas

    penampang, tegangan, dan bahan senar. Berdasarkan percobaannya, Marsenne

    menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi frekuensi

    senar/kawat/dawai/, yaitu sebagai berikut.

    1.Panjang senar: semakin pendek senar, semakin tinggi frekuensinya.

    2.Luas penampang senar: semakin tipis senar, semakin tinggi frekuensinya.

    3. Tegangan senar: semakin tegang senar, semakin tinggi frekuensinya.

    4.Massa jenis bahan senar: semakin kecil massa jenis bahan senar, semakin

    tinggi frekuensinya.

    e.Resonansi

    Resonansi adalah ikut bergetarnya suatu benda karena pengaruh getaran

    benda lain yang berfrekuensi sama. Dalam kehidupan sehari-hari resonansi

    memegang peranan penting. Suara dawai gitar terdengar keras, karena adanya

    peristiwa resonansi.

    Resonansi sebuah benda akan terjadi jika benda tersebut memiliki

    frekuensi sama dengan benda yang lain yang sedang bergetar. Resonansi benda-

    40 Agus Katono, Seribu Pena Fisika SMP Kelas VIII Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 77

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    47/143

    benda yang mempunyai frekuensi sama ini juga dapat terjadi pada dua garpu tala

    yang frekuensinya sama.

    Gambar 2.6 Resonansi pada Ayunan Bandul

    f .Pemantulan Bunyi

    Bunyi yang mengenai dinding pemantul, akan dapat dipantulkan. Sebagian

    dari bunyi itu akan diserap oleh dinding pemantul. Kemampuan suatu permukaan

    memantulkan bunyi bergantung pada keras atau lembeknya permukaan tadi.

    Makin keras permukaan dinding pemantul, makin baik kemampuannya

    memantulkan bunyi. Pemantulan bunyi ini akan dapat mengakibatkan terjadinya

    gaung/kerdam dan gema. Pemantulan bunyi dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1. Gema

    Gema adalah bunyi pantul terdengar setelah bunyi asli selesai dikatakan.

    Gema terjadi apabila sumber bunyi dan permukaan pemantul jaraknya sangat

    jauh. Gema biasa terjadi di dalam ruangan terbuka atau jarak antara sumber bunyi

    dan dinding ruangan jauh. Gema sering terjadi di lereng gunung.

    2. Gaung

    Gaung aalah bunyi pantul yang berbaur dengan bunyi asli sehingga bunyi

    asli terdengar tidak jelas. Gaung biasa terjadi di dalam ruangan yang tertutup atau

    jarak antara sumber bunyi dan dinding ruangan dekat. Gaung sering terjadi di

    dalam gedung pertunjukan, bioskop, dan studio rekaman. Untuk menghidari

    gaung, biasanya gedung pertunjukan, bioskop, dan studio rekaman dipasang

    peredam bunyi. Peredam bunyi adalah bahan-bahan yang dapat menyerap bunyi

    A E

    B

    C

    D

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    48/143

    yang diterima. Contoh peredam bunyi adalah karpet, karet, busa, wol, karton, tirai,

    dan gabus.

    Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan untuk mengukur kedalaman

    kolam/danau/laut. Kedalaman kolam/danau/laut dapat diperhitungkan dengan cara

    mengukur cepat rambat bunyi dalam air dengan waktu terdengar pantulan bunyi.

    Gelombang bunyi bergerak bolak-balik sehingga kedalaman kolam/danau/laut

    dinyatakan persamaan:

    ............................................................... (2.3)

    dengan:

    h = kedalaman kolam/danau/laut (m)

    v = cepat rambat bunyi dalam air (m/s)

    t = waktu terdengar pantulan bunyi (s)

    g.Hukum Pemantulan Bunyi

    Bunyi yang datang tegak lurus pada dinding pemantul akan dipantulkan

    kembali. Namun bunyi yang datangnya pada dinding pemantul yang membuat

    sudut tertentu, akan dipantulkan dengan membuat sudut tertentu. Dalam

    pemantulan bunyi ini berlaku hukum pemantulan bunyi:

    1. Bunyi datang, bunyi pantul, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.

    2. Sudut datang sama dengan sudut pantul.

    Gambar 2.7 Hukum Pemantulan Bunyi

    i r

    Dinding pemantul

    n

    i = sudut datangr = sudut pantul

    n = garis normal

    i = r

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    49/143

    h.Manfaat Pemantulan Bunyi

    Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan antara lain untuk:

    1. Menentukan cepat rambat bunyi di udara.

    2.

    Melakukan survei geofisika untuk mendeteksi lapisan-lapisan batuan yang

    mengandung minyak bumi.

    3. Mendeteksi cacat dan retak pada logam.

    4.

    Mengukur ketebalan pelat logam.

    i .Efek Doppler

    Efek Doppler adalah efek berubahnya frekuensi yang didengar oleh

    pendengar karena sumber bunyi atau pendengar yang bergerak. Jika sumber bunyi

    mendekati pendengar, maka pendengar akan menerima frekuensi bunyi yang lebih

    tinggi. Sebaliknya, jika sumber bunyi menjauhi pendengar, maka pendengar akan

    menerima frekuensi bunyi yang lebih rendah.

    E. Hasil Penelitian yang Relevan

    Elok Sudibyo, dkk (2008) pada jurnal pendidikan dasar Vol. 9 No. 1 yang

    berjudul, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil

    Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong. Banyak siswa yang merasa tidak

    memerlukan pelajaran fisika karena mereka beranggapan bahwa pelajaran itu

    tidak bermanfaat dalam kehidupannya. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan

    untuk meningkatkan motivasi siswa yaitu dengan mengaitkan materi fisika dalam

    kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

    pembelajaran kontekstual tersebut dapat menuntaskan hasil belajar fisika siswaSMPN 3 Porong, yaitu siswa VIII-A telah mencapai ketuntasan belajar fisika

    mencapai 87,2%, dari batas ketuntasan sebesar 75%. Dengan demikian dapat

    disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat motivasi siswa

    SMPN 3 Porong dalam belajar fisika, antara lain: (1) siswa menunjukkan siswa

    positif terhadap pelajaran fisika, (2) antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran

    fisika dapat dikategorikan tinggi, (3) siswa percaya bahwa keberhasilan atau

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    50/143

    kegagalan bergantung pada mereka sendiri, dan mereka juga terlihat berusaha

    untuk memperoleh nilai yang tinggi.41

    Wasis (1993) pada media pembelajaran dan ilmu pengetahuan No. 68 th.

    XV/9/1993 yang berjudul, Pendekatan Inkuiri Terpimpin, Sebuah Alternatif

    Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika dalam Proses Belajar Mengajar Fisika

    di SMA. Nilai rata-rata pada pelajaran Fisika. Nilai rata-rata pada pelajaran

    fisika selalu paling rendah dan tidak pernah mencapai 6,00 tiap tahun. Oleh

    karena itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika

    dalam proses belajar mengajar yaitu dengan pendekatan inkuiri terpimpin. Dengan

    demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan inkuiri murni masih terasa berat

    bagi siswa SMA. Hal ini terbentur pada keterbatasan alat-alat laboratorium,

    kemampuan dan pengetahuan siswa yang belum memadai serta terbatasnya

    alokasi waktu yang tersedia.42

    Lasma Br Hotang, dkk (2010) pada prosiding seminar nasional fisika yang

    berjudul Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk

    Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP. Hasil belajar sains lebih rendah

    dari bidang lain, hal ini karena fisika dianggap salah satu mata pelajaran yang

    sukar dipahami oleh sebagian siswa sehingga siswa kurang berminat belajar

    fisika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperoleh rata-rata N-gain

    pemahaman konsep kelas eksperimen 0,55 dan kelas kontrol 0,22 kemudian untuk

    N-gain pemahaman konsep diperoleh thitung (8,239) > ttabel (1,664). Dengan

    demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan pemahaman konsep kalor siswa

    yang menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena secara signifikan

    lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

    model pembelajaran konvensioanal.43

    41 Elok Sudibyo, dkk, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil

    Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong, Jurnal Pendidikan Dasar.Vol.9 No.1, Maret 2008, h. 1442

    Wasis, Pendekatan Inkuari Terpimpin, Sebuah Alternatif Meningkatkan Pemahaman Konsep

    Fisika dalam Proses Belajar Mengajar, Media Pembelajaran dan Ilmu Pengetahuan No. 68 th.

    XV/9/1993, h. 5743

    Lasma Br Hotang, dkk, Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk

    Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP, Prosiding Seminar Nasioanal Fisika 2010, h.402

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    51/143

    Siti Farida Ulfah (2009) pada skripsi yang berjudul Pendekatan

    Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri terhadap Hasil Belajar Fisika

    Siswa pada Materi Pokok Kalor. Metode pembelajaran yang kurang tepat

    sehingga materi pelajaran yang disampaikan tidak efektif dan efisien. Upaya yang

    dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar fisika yaitu dengan pendekatan

    kontekstual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai rata-rata N-

    gain yang cukup tinggi pada kelompok eksperimen yaitu 0,83 tergolong kategori

    tinggi sedangkan nilai rata-rata N-gain kelompok kontrol 0,70 yang tergolong

    sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode

    pembelajaran sangat berperan dalam penguasaan materi fisika siswa. Hal ini dapat

    dibuktikan berdasarkan hasil analisis data rata-rata skor akhir dan uji hipotesis tes

    akhir, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

    akhir kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.44

    Encih Suwarsih (2009) pada skripsi yang berjudul Pengaruh Penerapan

    Pendekatan Kontekstual dengan Bernuansa Nilai terhadap Hasil Belajar Fisika.

    Kurangnya keterampilan guru untuk menggali nilai religius yang terkandung

    dalam materi pelajaran yang sedang dipelajari. Hasil penelitian ini didapatkan

    perbedaan antara mean kelas eksperimen 71,56 (pretest 42,88) dengan mean kelas

    kontrol yaitu 61,13 (pretest 41,05) dan uji statistik didapatkan thitung(4,18) > ttabel

    (2,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa respon siswa yang diajar

    menggunakan pendekatan kontekstual pada materi pokok energi bernuansa nilai

    religius, yang menjawab baik ada 40%, hal ini, menunjukkan bahwa sebagian

    besar siswa memberikan respon yang baik/positif terhadap penerapan pendekatan

    kontekstual pada materi pokok energi dengan bernuansa nilai religius.45

    44 Siti Farida Ulfah, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri Terhadap

    Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Kalor, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 5445

    Encih Suwarsih, Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Bernuansa Nilai

    Terhadap Hasil Belajar, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 69

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    52/143

    F. Kerangka Berpikir

    Pada saat proses pembelajaran berlangsung, nampak beberapa atau

    sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran

    guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar

    siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti

    pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat

    pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori,

    dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat

    menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah

    sehari-hari yang kontekstual. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk

    meningkatkan pemahaman siswa dengan cara membuat pembelajaran menjadi

    bermakna, yaitu pembelajaran kontekstual.

    Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep bunyi.

    Pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banyak dijumpai dalam

    kehidupan sehari-hari, namun sering siswa mengalami kesulitan dalam memahami

    fenomena-fenomena yang berkaitan dengan bunyi. Pembelajaran berbasis

    kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari

    dapat membantu siswa memahami konsep-konsep bunyi dan meningkatkan

    kemampuan pemecahan masalah siswa supaya hasil belajar yang diperoleh lebih

    baik.

    Pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu siswa dalam

    mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan

    membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya

    dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual diharapkan dapat

    membantu proses belajar mengajar agar lebih efektif, menarik dan bermakna

    sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa khususnya pada

    materi bunyi.

  • 7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf

    53/143

    Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berpikir

    G. Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir yang

    telah dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis terhadap masalah yang dikaji,

    yakni terdapat pengaruh pembelajaran fisika pada konsep bunyi dengan

    menggunakan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman siswa.

    Minat belajar fisika rendah karena sis