cr epistaksis.docx

Upload: revita262

Post on 05-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSEPISTAKSIS POSTERIOR

disusun oleh :Dian Revita Sari1018011052

Perceptoran:dr. Hadjiman Y, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKANRUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI METROFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG2015

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Epistaksis berasal dari bahasa Yunani epistazo yang berarti hidung berdarah. Penanganan epistaksis dengan menekan ala nasi telah diperkenalkan sejak zaman Hipokrates. Cave Michael (1871), James Little (1879) dan Wilhelm Kiesselbach merupakan ahli-ahli yang pertama kali mengidentifikasi cabang-cabang pembuluh darah yang berada di bagian anterior septum nasi sebagai sumber epistaksis. Dikutip dari Dewar, Mitchell menemukan 4,5% dari 374 orang yang dirawat dengan hipertensi, memiliki riwayat epistaksis. Sedangkan Herkner dkk melaporkan dari 213 orang pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan epistaksis, ditemukan 33 orang pasien (15,5%) dengan peningkatan tekanan darah.

epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.TujuanTujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dokter muda di SMF Ilmu THT RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro.

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PASIENNama: Ny. SUmur: 58 tahunAgama: IslamJenis kelamin: PerempuanPekerjaan : PetaniAlamat: Batang hari 50, Metro.

II. ANAMNESISAnamnesis: Autoanamnesis Keluhan Utama : Keluar darah dari lubang hidung kiriRiwayat Penyakit SekarangOs mengeluh keluar darah dari lubang hidung kiri sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini dirasakan saat pasien ingin tidur, tiba-tiba darah mengalir dari lubang hidung kanan tanpa henti. Perdarahan tersebut diperkirakan Os sebanyak setengah gelas belimbing, berwarna merah kehitaman. Os akhirnya menyumbat lubang hidung kanannya dengan menggunakan tissue untuk menghentikan perdarahan. Lalu os memeriksakan dirinya ke mantri dan diberikan obat berupa 2 jenis tablet, setelah mengkonsumsi obat tersebut, keluhan menghilang, namun satu hari yang lalu keluhan perdarahan dari lubang hidung kiri tersebut muncul kembali dan os juga mengatakan bahwa pada tenggorokan nya juga terasa ada darah yang mengalir Akhirnya Os datang ke poli RSAY. Riwayat nyeri pada hidung disangkal. Riwayat trauma disangkal. Riwayat panas badan disertai batuk pilek disangkal. Nyeri pada saat menelan disangkal begitupun dengan adanya benjolan pada leher juga disangkal.Riwayat Penyakit Dahulu Os pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya, yaitu sekitar 1 tahun yang lalu. Os mengaku memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu, riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat gangguan pembekuan darah disangkal.Riwayat Penyakit KeluargaOs mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini. Riwayat alergi dan asma pada keluarga disangkal penderita.Riwayat AlergiRiwayat alergi seperti bersin-bersin dan gatal-gatal ketika terkena debu, atau setelah memakan makanan tertentu disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan umum: Baik Kesadaran: Compos Mentis Vital Sign:Tekanan darah: 150/100 mmHgSuhu: 36,4oCNafas: 21 x/ menitNadi: 94 x/ menit

Status lokalis TelingaBagianKelainanAuris

Dextra Sinistra

Preaurikula Kelainan kongenitalRadang dan tumorTrauma ------

AurikulaKelainan kongenitalRadang dan tumorTrauma ------

RetroaurikulaEdemaHiperemisNyeri tekan SikatriksFistula Fluktuasi ------------

PalpasiNyeri pergerakan aurikulaNyeri tekan tragus-

--

-

Canalis Acustikus Externa Kelainan kongenitalKulit SekretSerumen EdemaJaringan granulasiMassa Cholesteatoma-Tenang-------Tenang------

Membrana TimpaniWarna

Intak RetraksiRefleks cahayaPerforasiputih keabu- abuan

(+)(+)(-)

putih keabu- abuan

(+)(+)(-)

HidungRhinoskopi anteriorCavum nasi kananCavum nasi kiri

Mukosa hidungHiperemis (-), sekret (-), massa (-)Hiperemis (-), sekret (-), massa (-), Pin point bleeding sulit dilihat.

Septum nasiDeviasi (+), dislokasi (-)Deviasi (+), dislokasi (-)

Konka inferior dan mediaEdema (-), hiperemis (+)Edema (-), hiperemis (-)

Meatus inferior dan mediaPolip (-)Polip (-)

Mulut Dan Orofaring

Bagian Kelainan Keterangan

Mulut Mukosa mulutLidah

Palatum molleGigi geligiUvula Halitosis Tenang Bersih, basah,gerakan normal kesegala arahTenang, simetris Caries (-)Simetris (-)

Tonsil Mukosa BesarKripta : Detritus :PerlengketanTenangT1 T1Normal - Normal(-/-)(-/-)

Faring Mukosa Granula Post nasal drip DarahTenang(-)(-)(+)

Maksilofasial Bentuk :Simetris Nyeri tekan: - LeherKelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGBMassa: Tidak ada

IV. DIAGNOSIS BANDINGKeganasan cavum nasi

V. DIAGNOSISEpistaksis posterior ec hipertensi.VI. PENGELOLAAN DAN TERAPI Pemberian tampon anterior dalam. Debridement Bed rest Pemberian obat oral: Amlodipin 5 mg tab 1x1 (anti hipertensi)

VII. PROGNOSISQuo ad vitam: ad bonamQuo ad functionam:dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

EPISTAKSISA. DefinisiEpistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung. 1. Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri. 2. Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya harus cepat dilakukan. Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan modalitas pengobatan yang terbaik.Anatomi vasculerSuplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui 1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung. 2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang men darahi septum dan dinding lateral superior

B. EtiologiBeberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.Etiologi local 1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofasia lainnya. 2. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan remaja. Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.Eiologi lainnya yaitu1. iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;2. Keadaan lingkungan yang sangat dingin3. Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba4. Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama5. Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau busuk.

Etiologi sistemik 1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yang disertai atau tanpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.Termasuk etiologi sistemik lain 1. Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke dan menopause2. kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-Weber;3. Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung4. pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.

Sumber perdarahan Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.Epistaksis anterior Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri. Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab hampir semua epistaksis pada anak.Epistaksis posterior umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.

C. Patofisiologi

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

D. PemeriksaanPemeriksaan meliputi pemeriksaan anamnesis,keadaan umum, dan pemeriksaan fisik hidung.

Anamnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan : apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah kapan terakhir lerjadinya. jumlah perdarahan Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah yang keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah jjga perlu dilanyakan, Apakah satu sisi yang sama atau keduanya; Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus apakah ada hipertensi keadaan mudah berdarah Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis; apakah sering makan obat-obatan seperti aspirinn atau produk antikoagjlansiaPemeriksaan keadaan umum. Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital, adanya riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung, stroke atau pada orang tua.Pemeriksaan hidung.Pemeriksaan yang diperlukan berupa :1. Rinoskopi anteriorPemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dindng lateral hidung dan konkha inferior harus diperiksa dengan cermat2. Rinoskopi posteriorPemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma3. Pengukuran tekanan darah Tekana darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang4. Rontgen sinus Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi 5. Skrinning terhadap koagulopatiTes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin parsial, jumlah platlet dan waktu perdarahan6. Riwayat penyakitRiwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang mendasari epistaksis

E. Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul :1. sinusitis 2. septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung) 3. deformitas (kelainan bentuk) hidung 4. aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah) 5. kerusakan jaringan hidung 6. infeksi F. Penatalaksanaan3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis : Menghentikan perdarahan Mencegah komplikasi Mencegah berulang nya epistaksisPenaganan awal1. Siapkan alat dan bahan2. Keadaan umum penderita: presyok/syok anemis3. berusaha menentukan sumber perdarahan Beberapa cara untuk menghentikan perdarahan :1. Metode trotter2. Tampon efedrin 1% atau adrenalin 1/100.0003. Kaustik (PERAK NITRAS ATAU TRICHLOR ACETIC ACID)4. Tampon anterior5. Tampon bellocq6. Usaha paling akhir : ligasi arteriTampon Belloque Perdarahan posterior yang berat biasanya baru dapat diatasi setelah dipasang tampon posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat dari kasa dan berukuran 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi lain. Tampon ini harus memenuhi koana. Cara memasangnya adalah sebagai berikut: Dimasukkan kateter terlebih dahulu ke lubang hidung, gunanya untuk menarik tampon Belloque ke koana. Ujung kateter yang tampak di orofaring ditarik keluar rongga mulut dengan pinset dan diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi tampon, kateter kemudian ditarik meluar melalui rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam rongga mulut dan dengan ujung jari telunjuk tampon didorong masuk ke koana. Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kedua benang yang keluar dari lubang hidung diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque tadi akan terfiksasi dengan baik di koana. Benang yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut dan difiksasi pada pipi dengan plaster, guna benang ini adalah untuk menarik tampon keluar melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien dengan Belloque tampon harus dirawat.Sebagai pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air. Pada setiap pemasangan tampon, harus selalu diberi antibiotik untuk mencegah terjadinya otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat penenang atau terapi suportif dapat diberikan. Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun manfaatnya masih diragukan.

Ligasi ArteriLigasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan. Jika berasal dari bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang merupakan cabang a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila (di belakang dinding belakang sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika tidak berhasil dilakukan ligasi a.karotis eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal dari bagian atas rongga hidung biasanya dari a.etmoidalis anterior atau posterior, ligasi dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di daerah medial orbita.EmbolisasiEmbolisasi pembuluh darah juga dapat dilakukan dengan panduan arteriografi dengan memasukkan gel sponge atau lainnya, namun terdapat risiko terjadi emboli otak.Mencegah epistaksis1. Jangan mengorek hidung, terutama bila kuku panjang 2. Jangan terlalu keras bila sisih (mengeluarkan lendir dari hidung)3. Menggunakan humidifier dalam ruangan selama winter4. Menggunakan semprot hidung berisi saline (over the counter) sebelum tidur5. Oleskan Vaseline/petroleum jelly dekat lubang hidung sebelum tidur6. Menghindari trauma pada wajah 7. Menggunakan masker bila bekerja di laboratorium untuk menghindari menghirup zat-zat kimia secara langsung8. Hindari asap rokok karena asap dapat mengeringkan dan mengiritasi mukosa 9. Jika menderita alergi berikan obat antialergi untuk mengurangi gatal pada hidung10. Stop pemakaian aspirin karena akan memudahkan terjadinya mimisan dan membuat mimisan berkepanjangan

KESIMPULANBermacam-macam cara mengatasi epistaksis tergantung dari asal perdarahan dan berat ringannya perdarahan telah dikemukakan. Namun dalam penatalaksanaannya, pertu pula dicari faktor penyebab sistemik jika dicurigai keberadaannya melalui berbagai pemeriksaan termasuk konsultasi ke ahli penyakit dalam. Pasien/orang tua pasien biasanya dalam keadaan panik sehingga terapi suportif juga penting untuk dilaksanakan.Jika penyebabnya suatu tumor, diagnosis dini merupakan suatu tindakan yang harus dilaksanakan agar perluasan tumor dapat dihindarkan, namun tindakan ini dapat berbahaya jika tumor tersebut merupakan tumor pembuluh darah. Umumnya semua tindakan harus dilaksanakan dengan cermat, cepat dan tepat dengan memikirkan semua kemungkinan penyebab epistaksis.

PEMBAHASAN

Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat?Ya, diagnosa pasien ini sudah tepat, karena berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa, perdarahan yang dialami pasien bersifat mengalir dan dengan jumlah yang cukup banyak, selain itu pasien juga berusia 58 tahun dan memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Pasien juga menyangkal adanya nyei menelan maupun adanya benjolan pada daerah leher mapun hidung. Hal tersebut sesuai dengan ciri ciri diagnosa epistaksis posterior yang didapatkan yaitu Perdarahan bersifat profuse dan mengalir Umumnya berat dan sulit untuk berhenti sendiri dengan jumlah perdarahan yang cukup banyak Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.(pasien berusia 61 tahun) Sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Tidak ada gangguan pernapasan/ napas lancar

Pemeriksaan FisikUntuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan Rinoskopi anterior ataupun Rinoskopi posterior. Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior harus diperiksa dengan cermat. Pada pasien ini belum ditemukan adanya pint point bleeding karena letak perdarahan yang jauh didalam dan pada saat melakukan pemeriksaan faring, terlihat adanya darah yang megalir pada faring pasien.

Apakah penatalaksaan pasien tersebut sudah tepat?Ya, penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah tepat sesuai dengan 3 prinsip utama penatalaksaan epistaksis.Pada kasus diatas penatalaksanaan adalah dengan 3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis : menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, mencegah berulang nya epistaksis. Pada pasien ini dipergunakan tampon anterior untuk menghentikan perdarahan disertai pemeberian obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah pada pasien yang diduga sebagai sumber penyebab terjadinya epistaksis.Bagaimanakah prognosis pasien tersebut ?Pada pasien ini prognosis secara keseluruhan adalah ad bonam, karena pada pasien ini sudah diberikan tatalaksana yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boeis.et al. 1997. BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC.2. Djafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan kepala dan Leher. Balai penerbit FKUI, Jakarta; 2007.3. Roland NJ, McRae RDR dan Mc.Cobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios Scientific Publisher Limited, 1995.4. Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William & Wilkins, Baltimore, 1996.