ctm kita toloooooong print

49
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN NON-STERIL SEDIAAN SIRUP CHLORPHENIRAMINE MALEAT ( CTM ) SIPROMELT® Dosen I.G.N. Agung Dewantara S.Farm., M.Sc., Apt Asisten Made Surya Wedana J.S. Oleh : Lia Puspitasari (0908505025) Clarissa Puteri K (0908505026) A. A. Ayu Indrasuari (0908505027) Ni Putu Erikarnita Sari (0908505028) Made Gede Praditya Putra (0908505029) Indra Lesmana (0908505030) Ni Putu Asri Ramayati (0908505031)

Upload: aditya-putra

Post on 07-Dec-2014

215 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: CTM KITA Toloooooong Print

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN NON-STERIL

SEDIAAN SIRUP CHLORPHENIRAMINE MALEAT ( CTM )

SIPROMELT®

Dosen

I.G.N. Agung Dewantara S.Farm., M.Sc., Apt

Asisten

Made Surya Wedana J.S.

Oleh :

Lia Puspitasari (0908505025)

Clarissa Puteri K (0908505026)

A. A. Ayu Indrasuari (0908505027)

Ni Putu Erikarnita Sari (0908505028)

Made Gede Praditya Putra (0908505029)

Indra Lesmana (0908505030)

Ni Putu Asri Ramayati (0908505031)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2011

Page 2: CTM KITA Toloooooong Print

BAB I

TINJAUAN PRAFORMULASI

1.1 Indikasi

1.1.1 Pengertian

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain, kadar

sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0% (Depkes RI,

1979).

1.1.2 Golongan Obat

CTM (Chlorpheniramini Maleas) merupakan golongan antagonis reseptor-H1 (H1-

blokers atau antihistaminika) generasi pertama, bekerja mengantagonis histamin dengan

jalan memblok reseptor H1 di otot licin dari dinding pembuluh, bonchi, saluran cerna,

kandung kemih, dan rahim. Antihistamin H1 merupakan obat yang dapat menanggulangi

gejala hipersensitivitas secara efektif, terutama bersin dan gatal-gatal di mata (Tjay dan

Rahardja, 2007).

CTM (Chlorpheniramini Maleas) termasuk dalam golongan obat bebas terbatas,

yaitu obat-obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dari dokter di apotek sesuai dengan

batasan obat yang ditetapkan, memiliki tanda lingkaran biru pada kemasannya sesuai

dengan SK Menteri Kesehatan RI No : 2380/A/SK/VI/83, tanggal 15 juni 1983. Pada

sediaan obat ini juga harus dilengkapi dengan tanda peringatan P No.1 (awas obat keras,

bacalah aturan memakainya), yang ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.

6355/Dir.Jend/SK/1969, tanggal 28 Oktober 1969.

1.1.3 Reaksi – reaksi alergi :

Obat antihistamine H1 sering digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk mencegah

atau mengobati gejala reaksi alergi. Pada rhinitis alergi dan urtikaria dengan histamin

sebagai mediator utama, antagonis H1 adalah obat pilihan (drug of choice) dan sering

sangat efektif. Namun pada asma bronchial yang melibatkan beberapa antagonis H1 sangat

tidak efektif (Katzung, 2001).

Antihistamin H1 digunakan untuk pengobatan alergi seperti demam hay, dengan

pemilihan obat yang bertujuan untuk meminimilkan efek sedasinya; di Amerika Serikat,

obat yang paling banyak digunakan adalah golongan alkilamin. Bagaimanapun efek sedasi

dan efektivitas terapi dari berbagai obat sangat bervariasi pada orang yang berbeda,

Page 3: CTM KITA Toloooooong Print

sehingga lazim untuk memberikan pada pasien contoh dari masing – masing kelompok

besar untuk menentukan obat yang paling efektif dengan efek samping yang paling kecil

untuk pasien tersebut (Katzung, 2001).

Terjadinya angioderma diduga dikarenakan rilis histamine tetapi dipertahankan oleh

peptide kinin yang tidak dipengaruhi oleh obat antihistamine. Antihistamine H1 digunakan

untuk pengobatan alergi seperti hay fever, dengan pemilihan obat yang bertujuan untuk

meminimalkan efek sedasinya. Efek sedasi dan efektivitas terapi dari berbagai obat sangat

bervariasi pada orang yang berbeda, sehingga lazim untuk memberikan pasien contoh dari

masing – masing kelompok besar untuk menentukan obat yang paling efektif dengan efek

samping yang paling kecil pada pasien tersebut (Katzung, 2001).

Alergi (Lat. berlaku berlainan) yang disebut juga hipersensitivitas, pertama kali

dicetuskan oleh Von Pirquet yang menggambarkan reaktivitas khusus dari tuan rumah

(host) terhadap suatu unsur eksogen yang timbul pada kontak kedua kali atau berikutnya.

Reaksi hipersensitivitas ini meliputi sejumlah peristiwa auto-imun serta alergi serta

merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi.

Pada hakekatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat “merusak”, berfungsi melindungi

organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh (Tjay dan Rahardja, 2007).

Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulang kali ke dalam aliran darah seorang

yang berbakat hipersensitif, maka limfosit-B akan membentuk antibodies dari tipe IgE di

samping IgG dan IgM. IgE ini, yang juga disebut regain, mengikat diri pada membrane

mast cells tanpa menimbulkan gejala (Tjay dan Rahardja, 2007).

Apabila kemudian antigen (alergen) yang sama atau mirip rumus bangunnya

memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. Hasilnya adalah

suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran mast-cell (degranulasi). Sejumlah zat

perantara (mediator) dilepaskan yakni histamin bersama serotonin, bradikinin, dan asam

arachidonat, yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukonutrien. Zat-zat yang

menarik makrofag dan neutrofil ke dalam injeksi untuk memusnahkan penyerbu. Di

samping itu juga mengakibatkan beberapa gejala, seperti bronchokontriksi, vasodilatasi

dan pembekakan jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. Medulator tersebut

secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan berbagai macam

penyakit alergi penting, seperti asma, rhinitis allergic (hay fever) dan eksim (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Gejala reaksi alergi tergantung pada lokasi di mana reaksi allergen-antibodi

berlangsung, misalnya di hidung (rhinitis allergic), di kulit (eksim, urticaria=biduran,

Page 4: CTM KITA Toloooooong Print

kaligata), mukosa mata (conjunctivitis) atau di bronchi (serangan asma). Gejala tersebut

juga dapat timbul bersama waktu di berbagai tempat, misalnya pada asma, demam

merang, (hay fever, pollinosis) dan eksim (Tjay dan Rahardja, 2007).

1.1.4 Motion Sickness dan Gangguan Vestibular

Scopolamine dan antagonis H1 generasi pertama tertentu adalah obat paling efektif

untuk mencegah motion sickness. Obat antihistamin dengan efektivitas yang paling besar

pada penggunaan tersebut di muka adalah diphenhydramine dan promethazine. Piperazine

(cyclizine dan meclinize) juga mempunyai aktivitas yang bermakna dalam mencegah

terjadi motion sickness dengan sedikit efek sedatif pada sebagian besar pasien. Dosis yang

digunakan adalah dosis yang digunakan untuk pengobatan alergi. Keduanya scopolamine

dan antagonis H1 lebih efektif untuk mencegah motion sickness apabila dikombinasikan

dengan ephedrine dan amphetamin (Katzung, 2001).

Telah dinyatakan bahwa obat antihistamin yang efektif untuk mencegah terjadinya

motion sickness ternyata berguna pada sindroma meniere, tetapi efektivitasnya terhadap

sindroma tersebut tidak diterangkan dengan baik (Katzung, 2001).

1.2 Farmakokinetika

1. Absorbsi

Chlorpeniramine maleat diabsorpsi baik melalui pemakaian oral, walaupun

obat ini mengalami metabolisme substansial pada mukosa gastrointestinal sebelum

diabsorpsi dan mengalami reaksi first pass metabolisme di hati. Data menunjukkan

sebesar 25 – 45% dan 35 – 60% dosis tunggal peroral Chlorpeniramine maleat tablet

dan sediaan cair berturut – turut melewati sirkulasi sistemik sebagai obat tak berubah

(parent drug). Bioavaibilitas sediaan lepas lambat dari obat ini dikurangi dengan

membandingkan bioavaibilitas pada sediaan tablet dan cair Chlorpeniramine maleat

(Mc Evoy, 2002). Chlorpeniramine maleat diabsorpsi relatif lambat dari saluaran

pencernaan, konsentrasi puncak plasma diketahui sekitar 2,5 sampai 6 jam setelah

dosis per oral (Sweetman, 2002).

Pada pemakaian oral tablet dan sediaan cair Chlorpeniramin maleat,

keberadaannya di plasma selama 30 – 60 menit dan waktu puncak plasmanya

mencapai 2 – 6 jam. Pada pemakaian oral dengan dosis tunggal 4 mg pada tablet atau

sediaan cair pada keadaan puasa, orang dewasa sehat, menunjukkan konsentrasi

puncak plasmanya berturut – turut yaitu 11 dan 5,9 mg/mL. Pada pemakaian oral

Page 5: CTM KITA Toloooooong Print

dengan dosis tunggal 0,12 mg/kg pada sediaan cair dalam keadaan puasa anak kecil

yang menderita rhinitis alergi, menunjukkan konsentrasi puncak plasmanya terdapat

pada rentang 8 sampai 18,5 mg/mL. Efek antihistaminnya menekan wheal and flare

respon yang diinduksi oleh pemakaian histamine secara intrakutan, secara nyata

dalam 6 jam setelah pemakaian dosis tunggal peroral dan bertahan selama 24 jam

(McEvoy, 2002).

2. Distribusi

Distribusi Chlorpeniramine maleat pada jaringan dan cairan tubuh manusia

belum dapat dikarakterisasi secara lengkap. Pada pemakaian secara intravena pada

kelinci, konsentrasi tertinggi obat ini dijumpai pada paru – paru, jantung, ginjal, otak

usus halus, dan limpa sedangkan konsentrasi terendah dijumpai pada usus besar, otot,

lambung, kelenjar adrenal, lemak, hati dan mesentery (McEvoy, 2002).

Pada manusia pemakaian secara intavena menunjukkan Chlorpeniramine

maleat terdistribusi secara cepat dan luas. Keadaan steady state pada apperent volume

distribusi pemakaian obat secara intravena berada pada rentang 2,5 – 3,2 L/kg pada

orang dewasa dan 3,8 L/kg pada anak – anak. Chlorpeniramine maleat terdistribusi

pada saliva dan sejumlah kecil obat maupun metabolitnya terdistribusi ke empedu.

Secara invitro, chlorpeniramine maleat kira – kira terikat pada protein plasma sebesar

69 – 72% (McEvoy, 2002).

3. Eliminasi

Pemakaian secara intravena chlorpeniramine maleat, konsentrasi plasma

obatnya menunjukkan penundaan dalam dua fase, bagaimanapun salah satu

menunjukkan bahwa obat dapat memperlihatkan tiga fase eliminasi dan permulaan

fase distribusi yang cepat (McEvoy, 2002).

Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal dan hati yang normal, waktu paruh

eliminasi chlorpeniramine maleat yaitu 12 – 43 jam, meskipun penelitian sebelumnya

telah menduga waktu paruhnya antara 2 – 4 jam, hasil ini kemungkinan diambil dari

waktu sampling yang pendek dan metode pengujian yang berbeda. Pada anak – anak

dengan fungsi hati dan ginjal yang normal, waktu paruh eliminasinya antara 9,6 –

13,1 jam. Pada pasien dengan kerusakan ginjal kronis dengan hemodialisis, waktu

paruh chlorpeniramine maleat antara 280 – 330 jam (McEvoy, 2002).

Page 6: CTM KITA Toloooooong Print

Chlorpeniramine maleat termetabolisme secara cepat dan luas dan mengalami

metabolisme substansial pada mukosa gastro intestinal sebelum diabsorpsi dan

mengalami first pass metabolisme di hati setelah pemakaian secara oral.

Chlorpeniramine maleat mengalami N-dealkilasi menjadi bentuk

monodesmetilchlorpeniramine dan didesmetilchlorpeniramine dan terutama

termetabolisme menjadi metabolit yang belum diketahui. Chlorpeniramine dan

metabolit – metabolitnya diekskresi secara lengkap melalui urin. Ekskresi melalui

urin dari chlorpeniramine dan metabolit – metabolitnya yang merupakan hasil dari N-

dealkilasi bervariasi terhadap pH urin dan aliran urin. Penurunan substansial terjadi

karena peningkatan pH urin dan penurunan aliran urin. Pemakaian dosis tunggal oral

dan intravena pada orang sehat dengan fungsi ginjal dan hati yang normal

menunjukkan 20% dari dosis terekskresi melalui urin dalam 24 jam dan 35% dalam

48 jam dan hanya 1% yang diekskresi melalui feses dalam 48 jam, 3 – 7% dari dosis

diekskresi melalui urin dalam bentuk tidak berubah dalam waktu 48 jam, 2-4%

sebagai monodesmetilchlorpeniramine, 1-2% sebagai didesmetilchlorpeniramine dan

sisanya sebagai metabolit yang belum diketahui. Pada penelitian lain menunjukkan

pada orang sehat dengan fungsi ginjal dan hati yang normal menunjukkan 20% dari

dosis tunggal peroral diekskresikan melalui urin dalam bentuk tak berubah, 20%

sebagai monodesmetilchlorpeniramine, dan 5% sebagai didesmetilchlorpeniramin

(McEvoy, 2002).

1.3 Mekanisme

Chlorpheniramine mengikat reseptor H1 dengan cara antagonis kompetitif reversible

pada sel efektor di saluran gastrointestinal, pembuluh darah dan saluran pernapasan

(Katzung, 2001).

1.4 Efek Samping

Pada sistem pencernaan dapat menyebabkan mual, muntah, diare, anoreksia. Pada

sistem pernapasan, obat ini dapat menekan sistem pernapasan dan mengentalkan sekresi

bronkial.. Pada saluran kencing, menimbulkan penurunan sekresi urin. Pada ginjal dapat

menyebabkan poliuria dan pada sistem sirkulasi sitemik dapat mengakibatkan

Page 7: CTM KITA Toloooooong Print

bradikardia (Katzung, 2001). Menyebabkan sedatif ringan yang disebabkan oleh depresi

SSP dan daya anti kolinergis (Tjay dan Rahardja, 2007).

1.5 Kontra Indikasi

a. Pada pasien dengan hipersensitif terhadap antihistamin.

b. Pada pasien dengan glaukoma sudut sempit.

c. Pada pasien dengan riwayat asma .

d. Pada pasien dengan terapi obat golongan MAOIs.

e. Pada neonatal dan ibu menyusui. (McEvoy, 2002)

1.6 Peringatan

Kehamilan dan Ibu Menyusui

Merupakan kontraindikasi dan tidak digunakan sebelum trimester I,

kontraindikasi pada saat menyusui.

Geriatri

Digunakan dengan perhatian karena menyebabkan peningkatan terjadinya efek

samping karena penurunan fungsi organ terutama hati dan ginjal.

Pasien dengan keadaan khusus

Pada pasien dengan sirosis hati ataupun penyakit kerusakan hati lainnya,

penderita asma, hipertensi dan penyakit jantung iskemik.

(McEvoy, 2002)

1.7 Interaksi Obat

Alkohol, CNS depressan, dan tricyclic antidepressant

Menyebabkan terjadinya penekanan sistem saraf seperti mengantuk, pusing,

penurunan koordinasi motorik.

Obat – obat golongan MAOIs

Menyebabkan peningkatan efek antikolinergik dari Chlorpheniramine.

(McEvoy, 2002)

1.8 Penyimpanan

Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995).

BAB II

Page 8: CTM KITA Toloooooong Print

SIFAT FISIKOKIMIA BAHAN

2.1 Bahan Obat/ Bahan Aktif

Chlorpheniramine Maleat

Rumus kimia : C16H19ClN2.C4H4O4

Struktur kimia :

2-[p-kloro,α-(2-dimetilamino-etil)-benzil]-piridina maleat

Berat molekul : 390,87 gram/mol.

Kandungan : Chlorpheniramini Maleat mengandung tidak kurang

dari 98,0% dan tidak lebih dari 100,5%

C16H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan.

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya

(Depkes RI, 1995).

Kelarutan : Mudah larut dalam air (1:4) ; larut dalam etanol (1:10);

larut dalam kloroform (1:10) ; sukar larut dalam eter

dan benzena.

Stabilitas

Terhadap cahaya : Tidak stabil terhadap cahaya

Terhadap suhu : Chlorpheniramini maleas umumnya disimpan pada

temperatur kurang dari 40oC, lebih baik lagi pada suhu

15-30oC.

Terhadap pH : Didapar pada pH 2, 4, 6, dan 8

(McEvoy, 2002).

Inkompatibilitas : Inkompatibilitas telah dilaporkan dengan kalsium

klorida, kanamisin sulfat, noradrenaline

Page 9: CTM KITA Toloooooong Print

(norephineprine) asam tartat, pentobarbital natrium dan

meglumin antipioden (Reynolds, 1989).

Titik lebur : 1300 C sampai 1350 C (Depkes RI, 1995).

Keasaman kebasaan pH larutan : 1,0% b/v 4,0 – 5,0 (Depkes RI, 1979).

2.2 Bahan Tambahan

1. Gliserin

Pemerian : cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya

boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak).

Higroskopik : netral terhadap lakmus.

Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan ethanol; tidak larut

dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam

minyak menguap.

Bobot jenis : tidak kurang dari 1,249 gram/mL

(Depkes RI, 1995)

2. Sirupus Simplek

Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari Saccharum officinarum Linn. (Famili

Gramineae), Beta vulgaris Linn. (Famili Chenopodiaceae) dan sumber-sumber

lain.

Pemerian : hablur putih atau tidak berwarna; masa hablur atau berbentuk

kubus, atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa manis, stabil

di udara. Larutannya netral terhadap lakmus.

Kelarutan : sangat mudah larut dalm air; lebih mudah larut dalam alr

mendidih; sukar larut dalam ethanol; tidak larut dalam kloroform

dan dalam eter.

Titik lebur : 160 - 186C

(Depkes RI, 1995)

3. Sorbitol

Pemerian : serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih; rasa

manis (Depkes RI, 1995)

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam ethanol, dalam

metanol dan dalam asam asetat (Depkes RI, 1995).

Page 10: CTM KITA Toloooooong Print

Keasaman kebasaan pH larutan : 10% b/v 4,5 – 7,0 (Kibbe, 2000).

Titik lebur : 110 - 112C untuk bentuk anhidrat; 97,7C untuk bentuk gamma

polymorph

(Kibbe, 2000).

4. Sodium Benzoat

Pemerian : butiran atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau hampir tidak

berbau. Bersifat higroskopis.

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%)P

(Depkes RI,

1995).

Digunakan sebanyak 0,02-0,5 % dalam sediaan obat oral

Penggunaan : Pengawet

(Kibbe, 2000)

5. Asam Sitrat

Pemerian : hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai

halus, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat

asam. Berbentuk hidrat mekar dalam udara kering (Depkes RI,

1995).

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam ethanol; agak

sukar larut dalam eter (Depkes RI, 1995)

Keasaman kebasaan pH larutan : 1% b/v 2,2 (Kibbe, 2000).

Titik lebur : 100C (Kibbe, 2000).

6. Aquadest

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai

rasa.

Kegunaan : Pelarut.

Stabilitas dan kondisi penyimpanan: Dalam wadah tetutup baik.

(Depkes RI, 1979)

BAB III

BENTUK BAHAN, DOSIS DAN CARA PEMAKAIAN

Page 11: CTM KITA Toloooooong Print

3.1 Bentuk Sediaan

Bentuk sediaan : sirup 2 mg / 5 mL (@60ml = 120 ml)

3.2 Dosis

Umur Dosis oral

< 2 tahun 0,3 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap 4-6 jam

2-6 tahun 1 mg tiap 4-6 jam (maksimum 6 mg sehari)

6-12 tahun 2 mg tiap 4-6 jam (maksimum 12 mg sehari)

> 12 tahun dan dewasa 4 mg tiap 4-6 jam (maksimum 24 mg sehari)

Orang tua 4 mg 1x atau 2x sehari

(Reynolds, 1989)

3.3 Cara Pemberian

Aturan pakai sirup CTM :

2 – 6 tahun : ½ sendok teh 4-6 kali sehari

6 – 12 tahun : 1 sendok teh 4-6 kali sehari

> 12 tahun & dewasa : 2 sendok teh 4-6 kali sehari

Geriatri (lansia) : 2 sendok teh 1-2 kali sehari

(McEvoy, 2002)

BAB IV

MACAM-MACAM FORMULASI

Page 12: CTM KITA Toloooooong Print

4.1 Macam-macam Formula (Baku/Standar)

Formulasi Standar I

Chlorpeniramini Maleat 0,4 g

Glyserin 25 mL

Sirupus Simpleks 83 mL

Larutan Sorbitol 282 mL

Sodium Benzoat 1 g

alkohol 60,0 mL

Pewarna dan perasa qs

Air yang sudah masak ad 1000 mL

(Reynolds, 1989)

Formula Standar II

Bill of materials

Scale (mg/5 mL) Item Material Name Quantity/L (g)

2.00 1 Chlorpheniramine maleate 0.40

3000.00 2 Sucrose 600.00

4.50 3 Methyl paraben 0.90

1.50 4 Propyl paraben 0.30

1.00 5 Citric acid (monohydrate) 0.20

2.40 6 Sodium citrate 0.48

2.00 7 Banana green flavor 0.40

- 8 Water, purified q.s. to 1 L

(Niazi, 2004)

Formula Standar III

Sirup Antihistamin :

Chlorpheniramine Maleate, USP 0,4 g

Glycerin, USP 25,0 mL

Sirup, NF 83,0 mL

Sorbitol Solution, USP 282,0 mL

Sodium Benzoate, NF 1,0 g

Page 13: CTM KITA Toloooooong Print

Alcohol, USP 60,0 mL

Pewarna dan Pemberi Rasa q.s

Purified Water, USP 1000,0 mL

(Ansel, 2008)

4.2 Formula yang Akan Dibuat

Formulasi yang digunakan :

Chlorpeniramini Maleat 24 mg

Glyserin 1,5 mL

Asam sitrat 1%

Sirupus Simpleks 5 mL

Larutan Sorbitol 17 mL

Sodium Benzoat 60 mg

Pewarna Perasa Jeruk qs

Aquadest ad 60 mL

4.3 Permasalahan

Chlorpeniramini Maleat mempunyai rasa yang pahit dalam sediaan

Penggunaan sirupus simpleks dapat menyebabkan caplocking pada sediaan

Pada formulasi sirup CTM, digunakan air sebagai pelarut, sehingga kemungkinan

besar sirup dapat ditumbuhi mikroba.

CTM memiliki pH 4-5 dan mempunyai kestabilan pada larutan dengan pH 2, 4, 6,

dan 8.

4.4. Penyelesaian Permasalahan

Digunakan sorbitol dan perasa untuk menutupi rasa pahit dari CTM.

Digunakan gliserin dan sorbitol sebagai anticaplocking.

Ditambahkan sodium benzoat sebagai pengawet.

Untuk menjaga kestabilan CTM, maka sediaan ditambahkan dapar asam sitrat

sejumlah tertentu, yang akan mendapar sediaan pada pH 4 .

4.5 Perhitungan Formulasi dan Penimbangan

Page 14: CTM KITA Toloooooong Print

4.5.1 Perhitungan Formulasi

Adapun perhitungan formulasi bahan serta tabel penimbangan dalam

praktikum ini adalah sebagai berikut.

* Chlorpeniramine Maleat

Untuk pembuatan 2 formulasi = 24 mg x 2 = 48 mg

* Glyserin =

Untuk pembuatan 2 formulasi = 1,5 mL x 2 = 3,0 mL

* Sirupus Simpleks =

Untuk pembuatan 2 formulasi = 5 mL x 2 = 10 mL

Pembuatan sirupus simpleks :

Sukrosa =

Air =

Untuk pembuatan 2 formulasi

Sukrosa = 3,2 gr x 2 = 6,4 gr

Air = 1,8 mL x 2 = 3,6 mL

* Larutan sorbitol =

Pembuatan larutan sorbitol :

Sorbitol =

Page 15: CTM KITA Toloooooong Print

Air ad 17 ml

Untuk pembuatan 2 formulasi

Sorbitol = 81,6 mg x 2 = 173,2 mg

Air = ad 17 mL x 2 = ad 34 mg

* Sodium benzoat =

Untuk pembuatan 2 formulasi = 60 mg x 2 = 120 mg

* Asam sitrat

Perhitungan asam sitrat sebagai dapar atau buffer

Persamaaan Henderson-Haselbach

Persamaan ini digunakan untuk mengetahui perbandingan asam dan garamnya,

dimana rumus yang digunakan untuk buffer asam lemah dengan garamnya adalah:

pH = pKa +

pada praktikum kali ini, pH yang diinginkan adalah pH 4 dan asam sitrat memiliki

pKa sebesar 6,40 sehingga perbandingannya menjadi:

pH = pKa +

4 = 6,40 +

-2,40 =

Antilog -2,40 = antilog (

Page 16: CTM KITA Toloooooong Print

0,398 x 10-3 =

0,398 x 10-3 [a] = [g]

Sehingga perbandingan konsentrasi asam : garam = 0,398 x 10-3 : 1

Setelah diketahui perbandingan tersebut, dilakukan perhitungan untuk mencari

volume dapar yang dibutuhkan dengan menggunakan Persamaan Koppel Spiro Van

Styke

Persamaan ini dituliskan sebagai berikut:

Persamaan Koppel-Spiro-Van Slyke untuk Kapasitas Dapar:

Ka = antilog (-pKa) = antilog (-6,4) = 3,98. 10 -7

H = antilog (-pH) = antilog ( -4) = 1.10 -4

β = 2,3 C 

0,01 = 2,3 C

0,01 = 2,3 C

0,01 = 2,3 C (3,9485 x 10-3)

C = 1,1 mol/L

C = [g] + [a]

berdasarkan data yang diperoleh pada persamaan ,maka,

1,1 = [g] + [a]

1,1 = 0,398 x 10-3[a] + [a]

1,1 = 1,000398[a]

[a] = 1,099

[g] = (1,099 x 0,398 x 10-3) = 4,374 x 10-4

Diketahui: BM C6H8O7 = 192,12

Sehingga:

Dapar yang diperlukan untuk 1 L sediaan:

[a] = 1,099 ; [g] = 4,374 x 10-4

Page 17: CTM KITA Toloooooong Print

[a] = 1,099 x 192,12 = 211,13 gram/L

Dapar yang diperlukan untuk 120ml sediaan:

= 25,33 gr

= 12,67 gr dalam 60 ml sediaan

4.5.2 Penimbangan

No. Nama BahanFungsi dalam

Formulasi

Rentang

Dosis

% yang

digunakan

Jumlah

untuk 2

sediaan

1.Chlorpeniramini

Maleat

Zat aktif

(antihistamin)

2g/5ml 24g/60ml 48 mg

2.

Larutan Sorbitol :

- Sorbitol

- Aquadest

Anticaplocking

dan pemanis

Pelarut

20%-35%

4,8 mg

Sorbitol/ml

28,33% 34 ml

163,2 mg

Ad 34 ml

3. Glyserin Anticaplocking <20% 2,5% 3 ml

4. Sodium Benzoat Pengawet 0,1%-0,2% 0,1% 120 mg

5. Asam sitrat Dapar 1% b/v 4 1% 25,33 g

6.

Syrupus Simplex :

- Sukrosa

- Aquadest

Pemanis 64%

36%

64%

36%

10 ml

6,4 gr

3,6 ml

7. Aquadest Pelarut - Ad 120 ml

8.Pewarna dan perasa Pewarna dan

Perasa

q.s. q.s.

Page 18: CTM KITA Toloooooong Print

BAB V

PROSEDUR KERJA

5.1 Alat dan Bahan

Alat

Timbangan

Gelas ukur

Penangas air

Sendok tanduk

Pipet tetes

Pipet ukur

Batang pengaduk

Beker glass

Botol 60 ml (2 buah)

Bahan

Chlorpeniramini Maleat

glycerin

Sukrosa

Sorbitol

Page 19: CTM KITA Toloooooong Print

Sodium benzoate

Asam sitrat

Perisa dan pewarna jeruk

Aquadest

5.2 Cara Kerja

1. Ditera dua buah botol yang akan digunakan dengan menggunakan air sebanyak 60 mL

dan diberi tanda, lalu air dikeluarkan.

2. Kemudian ditimbang zat aktif dan zat tambahan dengan seksama, sementara itu air

dididihkan terlebih dahulu

3. Dibuat syrupus simpleks dengan cara dimasukkan 3,2 gram sukrosa ke dalam beaker

glass, ditambahkan 1,8 mL air yang sudah mendidih sambil diaduk hingga larut.

4. Natrium benzoat sebanyak 60 mg dilarutkan ke dalam sebagian air.

5. Asam sitrat ditambahkan air secukupnya, diaduk sampai larut kemudian ditambahkan

Chlorpheniramine maleat diaduk sampai larut (campuran 1)

6. Sirup simpleks, gliserin, larutan sorbitol, dan larutan natrium benzoat dicampur

dalam campuran 1 dan diaduk hingga homogen

7. Perasa nanas dan pewarna kuning dilarutkan dalam sedikit air, ditambahkan ke dalam

campuran tadi, dan diaduk hingga homogen.

8. Larutan dimasukkan ke dalam botol yang telah ditera dan kemudian larutan dalam

botol ditambahkan air sampai tanda batas botol 60 mL. Botol dikap, diberi etiket,

brosur dan dikemas dalam kemasan yang telah disediakan

5.3 Skema Kerja

Ditera dua buah botol yang akan digunakan dengan menggunakan air sebanyak 60 mL dan

diberi tanda, lalu air dikeluarkan.

Ditimbang zat aktif dan zat tambahan dengan seksama, sementara itu air dididihkan

Dibuat syrupus simpleks dengan cara dimasukkan 3,2 gram sukrosa ke dalam beaker glass,

ditambahkan 1,8 mL air yang sudah mendidih sambil diaduk hingga larut.

Natrium benzoat sebanyak 60 mg dilarutkan ke dalam sebagian air.

Page 20: CTM KITA Toloooooong Print

Asam sitrat ditambahkan air secukupnya, diaduk sampai larut kemudian ditambahkan

Chlorpheniramine maleat diaduk sampai larut (campuran 1)

Sirup simpleks, gliserin, larutan sorbitol, dan larutan natrium benzoat dicampur dalam

campuran 1 dan diaduk hingga homogen

Perasa nanas dan pewarna kuning dilarutkan dalam sedikit air, ditambahkan ke dalam

campuran tadi, dan diaduk hingga homogen

Larutan dimasukkan ke dalam botol yang telah ditera.

Larutan dalam botol ditambahkan air sampai tanda batas botol 60 mL. botol dikap, diberi

etiket, brosur dan dikemas dalam kemasan yang telah disediakan

Page 21: CTM KITA Toloooooong Print

BAB VI

EVALUASI SEDIAAN

6.1 Evaluasi Fisika

6.1.1 Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Hoeppler.

Sampel dan bola diletakkan dalam tabung gelas dalam, dan dibiarkan mencapai

temperatur keseimbangan dengan air yang berada dalam jaket di sekelilingnya pada

temperatur konstan. Tabung dan jaket air tersebut kemudian dibalik, yang akan

menyebabkan bola berada dalam puncak tabung gelas dalam. Waktu bagi bola tersebut

untuk jatuh antara dua tanda diukur dengan teliti dan diulangi beberapa kali. Kemudian

viskositas suatu cairan Newton dihitung dengan rumus:

Dimana:

t adalah waktu interval dalam detik, lamanya bola jatuh antara kedua titik tersebut.

Sb adalah gravitasi jenis dari bola

Sf adalah gravitasi jenis dari cairan

B adalah konstanta untuk bola tertentu

6.1.2 Berat Jenis

η = t ( Sb-Sf ) B

Page 22: CTM KITA Toloooooong Print

Berat jenis sediaan diukur dengan menggunakan piknometer. Piknometer bersih,

kering, yang telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang

baru dididihkan pada suhu 25o. Atur hingga suhu eliksir yang diuji lebih kurang 20o,

kemudian dimasukkan ke dalam piknometer. Piknometer yang telah diisi diatur suhunya

hingga 25o, kelebihan zat uji dibuang dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer

kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis suatu larutan eliksir adalah

hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer.

Keduanya ditetapkan pada suhu 25o (Depkes RI, 1995).

6.1.3 Volume Terpindahkan

Tuang isi sirup perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah

dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan

telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara

pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 3 menit. Jika telah bebas dari

gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata larutan, suspensi,

atau sirup yang diperoleh dari sepuluh wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak satu pun

volume wadah yang kurang dari 90% dari volume yang dinyatakan pada etiket (Depkes

RI, 1995).

6.1.4 Uji Organoleptis

Evaluasi organoleptis meliputi evaluasi terhadap bau, rasa, warna, kejernihan,

kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada kemasan.

6.2 Kimia

6.2.1 Identifikasi

Pada sejumlah zat uji tambahkan metanol P secukupnya hingga kadar kurang lebih

dua setengah mg/ml aduk selama 30 menit. Setrifuge campuran dan gunakan supernatan

dari larutan tersebut. Larutan baku adaah eritromosin etilsuksinat BPFI dalam metanol

hingga kadar kurang lebih 3 mg /ml kemudian totolkan secara terpisah masing-masing 10

ml larutan uji dan larutan baku pada lempeng kromatografi silika gel setebal 0,25 mm.

Elusi dengan campuran fase gerak metanol P : kloroform P (85 : 15) jarak

pengembangan 9 cm. Keringkan, semprot dengan campuran etanol mutlak P : P-

Page 23: CTM KITA Toloooooong Print

metoksibenzaldehida : Asam sulfat P (90 : 5 : 5). Panaskan lempeng pada suhu 100oC

selama 10 menit. Chlorpheniramine Maleat (CTM) tampak sebagai bercak berwarna

hitam hingga lembayung. Harga Rf larutan uji sesuai dengan Rf larutan baku (Depkes

RI, 1995).

6.2.2 Penetapan kadar

Pada 200 ml sirup yang diukur secara seksama tambahkan larutan natrium

hidroksida p50 % b/v secukupnya hingga pH kurang 11. Pindahkan kedalam corong

pisah 500 ml, bilas 3 kali, tiap kali dengan 10 ml larutan jenuh natrium klorida P. Sari

berturut-turut dengan 70 ml, 40 ml, 40 ml, 40 ml,dan 40 ml heksana P, dengan

pengocokan perlahan – lahan untuk mencegah terjadinya emulsi. Cuci kumpulan sari 2

kali, tiap kali dengan 10 ml air, kocok cairan cucian 2 kali, tiap kali dengan 20 ml

heksana P. Saring kumpulan sari melalui kapas, cuci corong pisah dan penyaring dengan

heksana P. Uapkan filtrat di atas penangas air dengan mengalirkan udara hingga kering.

Pada sisa tambahkan 5 ml anhidra asetat P dan 25 ml asam asetat glasial P, biarkan

selama 15 menit titrasi dengan asam perkolat 0,1 N menggunakan indikator 2 tetes

larutan kristal violet P (Depkes RI, 1979).

6.3 Biologi

6.3.1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba

Mikroba Uji : gunakan biakan mikroba berikut : Candida albicans,

Aspergillus niger, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan

Staphylococcus aureus.

Media untuk biakan awal mikroba uji : pilih media agar yang sesuai ntuk

pertumbuhan yang subur mikroba uji, seperti Soybean-Casein Digest Agar

Medium.

Pembuatan inokulat : sebelum pengujian dilakukan inokulasi permukaan

media agar bervolume yang sesuai, dengan biakan persedian segar mikroba

yang akan digunakan. Inkubasi pada suhu 300-350 selama 18-24 jam. Gunakan

larutan natrium klorida P 0,9% steril untuk memanen biakan bakteri dengan

mencuci permukaan pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam

wadah yang sesuai dan tambahkan larutan natrium klorida P 0,9% steril

secukupnya untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih kurang 100 juta

Page 24: CTM KITA Toloooooong Print

per mL. Tetapkan jumlah satuan pembentuk koloni tiap mL dari setiap

suspensi, dan angka ini digunakan untuk menetapkan banyaknya inokula yang

digunakan pada pengujian.

Prosedur : jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptis menggunakan

jarum suntik melalui sumbat karet lakukan pengujian pada lima wadah asli

sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik pindahkan 20

mL sampel ke dalam 5 tabung bakteriologik bertutup berukuran sesuai dan

steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu tabung

suspensi mikroba baku menggunakan perbandingan 0.10 mL inokula setara

dengan 20 mL sediaan dan campur. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam

tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL sediaan yang

diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah di

inokulasi pada suhu 20-250. Amati wadah atau tabung pada hari ke 7, ke 14, ke

21, dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang terlihat dan

tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan

metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal

pengujian, hitung perubahan kadar dalam % tiap mikroba selama pengujian.

Penafsiran hasil : suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang

diuji jika :

a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih 0,1%

dari jumlah awal.

b. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau

kurang dari jumlah awal.

c. Jumlah mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap

atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b.

(Depkes RI, 1995).

6.3.2 Uji Cemaran Mikroba

Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua

jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk

menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen

uji biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas

aeruginosa dan Salmonella. Pengujian dilakukan dengan menambahkan 1 mL dari tidak

kurang enceran 10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen

Page 25: CTM KITA Toloooooong Print

uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose

Medium) dan diuji sesuai prosedur (Depkes RI, 1995).\

BAB VII

HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1 Hasil

Evaluasi fisika yang dilakukan yaitu

A. Uji Organoleptis

1. Warna : kuning

2. Bau : aroma buah nanas

3. Rasa : agak manis

4. Capcloking : tidak ada

B. Penetapan pH

pH sediaan : 3,88

C. Pengukuran Volume Terpindahkan

V1 : 59 mL

V2 : 59 mL

V3 : 59 mL

V4 : 58,5 mL

Page 26: CTM KITA Toloooooong Print

V5 : 58,5 mL

D. Uji Viskositas

t1 : 2 s

t2 : 1s 70’

t3 : 1s 76’

t4 : 1s 73’

t5 : 1s 65’

t6 : 1s 84’

7.2 Perhitungan

- Volume terpindahkan1 = 59 mL x 100%

60 mL

= 98,3%

- Volume terpindahkan2 = 59 mL x 100%

60 mL

= 98,3%

- Volume terpindahkan3 = 59 mL x 100%

60 mL

= 98,3%

- Volume terpindahkan4 = 58,5 mL x 100%

60 mL

= 97,5%

- Volume terpindahkan5 = 58,5 mL x 100%

60 mL

= 97,5%

- Volume terpindahkan rata – rata = 98,3% + 98,3% + 98,3% + 97,5% + 97,5%

5

= 97,98%

Viskositas (η)

Page 27: CTM KITA Toloooooong Print

Dik : B = 0,650 mPa. cm3/g

ρ bola = 7,7064 g/ cm3

ρ air = 1,214 g/mL

t1 : 2 s

t2 : 1s 70’

t3 : 1s 76’

t4 : 1s 73’

t5 : 1s 65’

t6 : 1s 84’

Dit : η...?

Jawab :

η 1 = t1 ( ρ bola - ρ air ) B

= 2 s (7,7064 g/ cm3 – 1,214 g/mL) 0,650 mPa. cm3/g

= 8,44 mPa. s

η2 = t2 ( ρ bola - ρ air ) B

= 1,70 s (7,7064 g/ cm3 – 1,214 g/mL) 0,650 mPa. cm3/g

= 7,174 mPa. s

η3 = t3 ( ρ bola - ρ air ) B

= 1,76 s (7,7064 g/ cm3 – 1,214 g/mL) 0,650 mPa. cm3/g

= 7,42 mPa. s

η4 = t4 ( ρ bola - ρ air ) B

= 1,73 s (7,7064 g/ cm3 – 1,214 g/mL) 0,650 mPa. cm3/g

= 7,30 mPa. s

η 5 = t5 ( ρ bola - ρ air ) B

= 1,65 s (7,7064 g/ cm3 – 1,214 g/mL) 0,650 mPa. cm3/g

= 6,96 mPa. s

η 6 = t6 ( ρ bola - ρ air ) B

= 1,84 s (7,7064 g/ cm3 – 1,214 g/mL) 0,650 mPa. cm3/g

Page 28: CTM KITA Toloooooong Print

= 7,76 mPa. s

η rata-rata = ( 8,44 + 7,174 + 7,42 + 7,30 + 6,96 + 7,76 ) mPa.s = 6,27 mPa .s

6

7.3 Pembahasan

Praktikum ini bertujuan untuk memformulasi sediaan sirup chlorpheniramine maleat.

Formulasi sirup Chlorpheniramini maleat ini mengacu pada formula-formula standar yang

ada pada literatur, tetapi praktikan merancang formulasi baru dengan mengganti bahan yang

ada pada formula standar dengan bahan-bahan baru dengan fungsi yang masih sama.

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain, kadar

sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0% Pada sediaan ini,

untuk memenuhi kadar sakarosa minimal yang terdapat pada suatu sediaan sirup

dtambahkanlah sirupus simplex. Selain itu, sirupus simplex pada formula ini juga berfungsi

sebagai corrigen saporis untuk menutupi rasa pahit dari bahan obat Chlorpheniramini maleat.

Pertama-tama, praktikan membuat sirupus simplex yang merupakan larutan sukrosa dalam air

dengan perbandingan sukrosa dan air yaitu 64 : 36. Sejumlah sukrosa ditimbang kemudian

dilarutkan dalam sejumlah air panas agar sukrosa cepat larut. Pada sediaan ini, kandungan

sakarosa atau gula yang tinggi dapat mengakibatkan terbentuknya caplocking sehingga untuk

mengantisipasi terjadinya caplocking dibutuhkan anti capcloking agent yaitu sorbitol.

Selanjutnya, pada beaker dimasukkan asam sitrat yang berfungsi sebagai dapar pada

pH 4 dan ditambahkan air. Lalu ditambahkan Chlorpheniramini maleat sebagai zat aktif ke

dalam campuran tersebut. Sorbitol yang telah dicampurkan dengan metil paraben dimasukkan

ke dalam campuran Chlorpheniramini maleat dan asam sitrat. Selanjutnya, ditambahkan

Page 29: CTM KITA Toloooooong Print

larutan sirupus simplex. Lalu ditambahkan perasa nanas dan pewarna kuning dan

ditambahkan air hingga volume 120 ml di dalam gelas ukur.

Pada formulasi ini ditambahkan flavouring agent nanas. Adapun fungsi penambahan

perasa dan pewarna pada sediaan ini adalah untuk menutupi rasa CTM yang pahit sehingga

anak-anak bisa tertarik mengkonsumsi sirup CTM ini. Perasa nanas yang digunakan sekaligus

memberikan warna kuning pada sediaan sirup sehingga warna yang dihasilkan sesuai dengan

rasa nanas. Pada formulasi ini menggunakan air sebagai pelarut dimana air merupakan media

pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, digunakan metil paraben sebagai pengawet.

Pengawet ini akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada sediaan selama

penyimpanan dan pemakaian.

Sediaan sirup CTM dibuat sebanyak 60 mL karena dengan volume 60 mL ini sudah

cukup memenuhi dosis yang ditentukan dan sudah mampu memberikan efek terapi yaitu 4-6

kali sehari sebanyak 5 mL dengan kandungan CTM 2 mg setiap 5 mL. Sirup CTM

merupakan sediaan untuk mengobati alergi (anti alergi) yang dapat dikonsumsi oleh anan-

anak dari umur 2 tahun sampai dewasa. CTM merupakan golongan obat bebas terbatas yaitu

obat-obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dari dokter di apotek sesuai dengan batasan

obat yang ditetapkan, yang memiliki tanda lingkaran biru pada kemasannya.

Dilakukan evaluasi terhadap sirup CTM sebanyak 2 kali yaitu saat hari I dan II setelah

pembuatan sirup. Pada pengujian hari pertama, sirup CTM dievaluasi secara fisika meliputi

uji organoleptis, penetapan pH, pengukuran volume terpindahkan, pengukuran bobot jenis,

serta uji viskositas. Pengamatan organoleptis meliputi : warna, bau, rasa, dan ada tidaknya

caplocking. Warna dari sirup CTM yaitu kuning dengan rasa manis dan aroma nanas, hal ini

menunjukkan bahwa sirup CTM yang dibuat stabil karena tetap menunjukkan warna, bau

rasa yang sama dengan saat peracikan. Sediaan tidak mengalami capcloking ditandai dengan

tidak adanya gumpalan yang terdapat pada tutup botol yang dapat menyebabkan kesukaran

dalam membuka botol, berarti sorbitol (28,33%) yang digunakan efektif sebagai anti

capcloking agent.

Uji pH sediaan menunjukkan pH 3,97. Hasil uji pH yang diperoleh telah mendekati

dengan literatur dimana asam sitrat sebagai dapar sebesar 1% mampu mendapar sediaan pada

pH 4. Namun kekurangtepatan pH yang diperoleh disebabkan karena adanya pengaruh

kandungan asam sitrat pada perasa yang digunakan.

Volume terpindahkan rata – rata setelah diukur yaitu sebesar 97,98%. Jika diamati

dari segi viskositas, dihasilkan viskositas sebesar 6,27mPa.s. Nilai viskositas yang dihasilkan

sudah cukup baik ditunjukkan dengan kemampuan memberikan volume terpindahkan sebesar

Page 30: CTM KITA Toloooooong Print

97,98% dimana persentasenya telah mendekati nilai 100% yang berarti sediaan sirup mudah

dituang. Viskosimeter yang dipergunakan untuk uji viskositas adalah viskosimeter bola jatuh

karena sirup mengikuti hukum Newton, dimana viskositasnya tetap pada suhu dan tekanan

tertentu dan tidak tergantung kepada kecepatan geser. Oleh karena itu, viskositasnya cukup

ditentukan pada satu kecepatan geser. (Martin,1993)

BAB VIII

PENUTUP

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain :

1. Formulasi sediaan sirup CTM “SIPROMELT” terdiri dari zat aktif Chlorpheniramini

maleat; sukrosa sebagai pemanis untuk menutupi rasa pahit dari CTM yang dibuat

sebagai sirupus simplex; metil paraben sebagai pengawet karena digunakan pelarut

air; asam sitrat sebagai pendapar; sorbitol sebagai anticaplocking agent karena

digunakan sukrosa dalam jumlah besar; essence nanas sebagai pemberi warna, rasa,

serta aroma nanas; dan air sebagai pelarut.

2. Tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan sirup CTM “SIPROMELT” yaitu :

pembuatan sirupus simplex, pencampuran bahan-bahan sesuai formulasi, dan

pengemasan sediaan termasuk didalamnya pemberian etiket, brosur, serta sendok

sebagai kelengkapan sediaan.

3. Sediaan sirup yang dihasilkan secara organoleptis memiliki warna kuning, rasa agak

manis, bau buah nanas, dan tidak terdapat caplocking; volume terpindahkan rata - rata

sebesar 97,98%, viskositas sebesar 6,70 mPa.s, dan pH sediaan 3,97. Penurunan pH

Page 31: CTM KITA Toloooooong Print

dari yang seharusnya dapat disebabkan oleh penambahan asam sitrat yang berlebih

dari perasa nanas yang digunakan.

BAB IX

PENGEMASAN

9.1 Kemasan Primer

Terlampir

9.2 Etiket

Terlampir

9.3 Brosur

Terlampir

Page 32: CTM KITA Toloooooong Print

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta : Universitas Indonesia.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceuticals Excipients. London-United Kingdom: Pharmaceutical Press.

Evoy, Mc and Gerald K. 2002. AHFS Drug Book 4, American Society of Health System Pharmacist.

Niazi, Sarfaraz K. 2004. Hand book of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Over-The-Counter Products. United States of America : CRC Press.

Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty-Ninth Edition. London : The Pharmaceutical Press.

Page 33: CTM KITA Toloooooong Print

Sweetman, Sean C. 2002. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third Edition. London Chicago: Pharmaceutical Press.

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Computindo.

JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN NON-STERIL

SEDIAAN SIRUP CHLORPHENIRAMINE MALEAT ( CTM )

SIPROMELT®

Dosen

I.G.N. Agung Dewantara S.Farm., M.Sc., Apt

Asisten

Made Surya Wedana J.S.

Page 34: CTM KITA Toloooooong Print

Oleh :

Lia Puspitasari (0908505025)

Clarissa Puteri K (0908505026)

A. A. Ayu Indrasuari (0908505027)

Ni Putu Erikarnita Sari (0908505028)

Made Gede Praditya Putra (0908505029)

Indra Lesmana (0908505030)

Ni Putu Asri Ramayati (0908505031)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2011