desain pengolahan biologi

106
7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 1/106 i TUGAS BESAR DESAIN PENGOLAHAN BIOLOGI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BUANGAN SECARA BIOLOGI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Desain Pengolahan Biologi (KTL-445) Disusun Oleh :  Nama : Windi Indranoviyani  NRP : 25-2012-043 Dosen : Dr. Etih Hartati, Ir., M.T Asisten : Yulianti Pratama, S.T., M.T JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG 2015

Upload: windi-indranoviyani

Post on 26-Feb-2018

253 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 1/106

i

TUGAS BESAR

DESAIN PENGOLAHAN BIOLOGI

PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BUANGAN SECARA

BIOLOGI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah

Desain Pengolahan Biologi (KTL-445)

Disusun Oleh :

 Nama : Windi Indranoviyani

 NRP : 25-2012-043

Dosen : Dr. Etih Hartati, Ir., M.T

Asisten : Yulianti Pratama, S.T., M.T

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL

BANDUNG

2015

Page 2: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 2/106

ii

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya,

saya dapat menyelesaikan tugas besar Mata Kuliah Desain Pengolahan Biologi dengan

 judul Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Buangan. Penulisan tugas besar ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir

Semester 7. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tugas besar ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih kepada:

1)  Ibu Dr. Etih Hartati, Ir., M.T. selaku dosen mata kuliah Desain Pengolahan

Biologi yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengajarkan

saya ilmu yang terkait dengan tugas besar ini.

2)  Ibu Yulianti Pratama, S.T., M.T selaku asisten dosen yang telah mengarahkan

saya selama proses penyusunan tugas besar ini dan selalu memberikan

semangat yang sangat berarti bagi saya untuk menyelesaikan tugas besar ini.

3)  Orang tua dan keluarga saya yang selalu memberikan doa serta dukungan

materil dan moril.

4)  Seluruh rekan-rekan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Nasional Bandung

Angkatan 2012 yang selalu setia memberikan dukungan mental dan semangat

kepada saya untuk menyelesaikan tugas besar ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu. Semoga tugas besar ini membawa manfaat bagi semua pihak.

Bandung, 20 Desember 2015

Penulis

Page 3: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 3/106

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Tujuan Pengolahan Air Limbah Domestik/Air Buangan

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003

Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yang dimaksud dengan air limbah domestik

atau air buangan adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan

 permukiman (real estate), rumah makan (restaurant ), perkantoran, perniagaan dan

asrama.

Menurut Sugiharto (1987) limbah cair domestik merupakan buangan manusia

(tinja dan air seni) dan  sullage, yaitu air limbah yang dihasilkan kamar mandi,

 pencucian pakaian dan alat-alat dapur serta kegiatan rumah tangga lainnya. Air limbah

domestik ini berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak dikelola dengan

semestinya. Oleh karena itu dibutuhkan pengelolaan limbah domestik yang baik mulai

dari penyaluran limbah sampai kepada sistem pengolahan limbah domestik itu sendiri.

Tugas besar ini hanya akan membahas tentang pengolahan limbah domestik/air buangan

saja. Berikut beberapa uraian mengenai tujuan pengolahan limbah domestik.

Menurut Harold B. Gotaas (1956) tujuan dari pengolahan limbah domestik

adalah agar terhindar dari penyakit bawaan air yang disebabkan oleh tercemarnya air

 bersih dengan bakteri yang berasal dari buangan/ faecal  manusia. Sedangkan menurut

Qasim tahun 1989 tujuan pengolahan air buangan domestik adalah: (1) untuk menjaga

estetika, terhindar dari gangguan kesehatan dan bau yang ditimbulkan akibat limbah

domestik tersebut; (2) untuk mencegah kontaminasi air bersih secara fisik, kimia

maupun biologi; (3) untuk mencegah kerusakan biota laut; (4) untuk mencegah

 penurunan pemanfaatan terhadap perairan alami misal sebelumnya air tersebut

digunakan untuk rekreasi namun karena terkontaminasi atau tercemar oleh limbah

domestik maka air tersebut tidak lagi menjadi air untuk rekreasi; (4) untuk melindungi

Page 4: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 4/106

2

makhluk hidup dari penyakit akibat tanaman yang tumbuh berkembang di limbah

domestik.

1. 2 Faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas Air Buangan1.  Sumber air buangan

2.  Besarnya pemakaian air minum

3.  Besarnya curah hujan (Jujubandung,2012).

Menurut Moduto dalam bukunya peyaluran air buangan mengatakan bahwa

makin besar konsumsi air bersih per kapita, makin besar pula air limbahnya, studi di

uganda memberikan informasi bahwa 50-80% air bersih yang dikonsumsi setelah

dipakai menjadi air limbah sampai di riol. Angka 50-80% disebut faktor timbulan air

limbah ( generation factor of wastewater). Makin luas kota dan makin besar tingkat

ekonominya, makin kecil faktor tersebut. Menurut Tchobanoglous dan Burton (2004)

 jumlah air limbah yang dihasilkan berkisar antara 50%-80% dari pemakaian air bersih,

sedangkan menurut Departemen Pekerjan Umum (DPU) 80% dari air bersih akan

menjadi air buangan.

Besarnya curah hujan juga mempegaruhi kuantitas air buangan yang masuk

kedalam sistem perpipaan dan masuk ke IPAL, ini karena air hujan yang turun akan

masuk kedalam tanah yang disebut sebagai infiltrasi kemudian air hujan ini masuk

kedalam saluran atau riol air pembuangan melalui pipa-pipa yang retak, pipa joints yang

rusak dan melalui dinding manhole yang berlubang.

Sedangkan air hujan yang menjadi run off   / air larian yang berada di atas

 permukaan tanah akan masuk kedalam riol dan disebut dengan inflow, masuknya air

larian ini (inflow) dapat melalui penutup / atap manhole dan area drain, dan dari

 persimpangan saluran air hujan dan saluran campuran air hujan dan air buangan.

(Qasim, 1985)

Menurut Babbit (1969), kuantitas air limbah domestik dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu:

a.  Jumlah penduduk, semakin tinggi jumlah penduduk maka jumlah air limbah

yang dihasilkan semakin tinggi karena (60-80%) dari air bersih akan menjadi

air limbah.

Page 5: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 5/106

3

 b.  Jenis aktifitas, semakin tinggi penggunaan air bersih dalam suatu kegiatan maka

air limbah yang dihasilkan juga semakin banyak

c.  Iklim, Pada daerah beriklim tropis dan kuantitas hujannya tinggi cenderung

menghasilkan air limbah yang lebih tinggi.

d.  Ekonomi, pada tingkat ekonomi yang lebiih tinggi kecenderungan pemakaian air

 bersih akan lebih tinggi. Hal ini tentu saja akan menghasilkan air limbah yang

lebih tinggi pula.

e.  Infiltrasi, adanya infiltrasi baik dari air hujan ataupun air pemukaan lainnya akan

mempengaruhi jumlah air limbah yang ada pada suatu perkotaan.

f.  Jenis saluran pengumpul, bila saluran pengumpul yang digunakan saluran

terbuka maka jumlah air yang dihasilkan akan banyak karena kemungkinan

terjadi infiltrasi dari air hujan ataupun sumber lain lebih besar. Bila jenis saluran

 pengumpul yang digunakan adalah berupa jaringan perpipaan maka

kemungkinan terjadi infiltrasi lebih kecil.

1. 3 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Air Buangan

Kualitas dari air buangan/limbah domestik akan berbeda-beda tergantung dari beberapa

faktor seperti berikut ini:

1.  Karakteristik air buangan

2.  Volume air buangan

3.  Frekuensi pembuangan air buangan (Ibrahim Muthawali,2012)

menurut Babbit (1969) faktor yang memengaruhi kualitas air limbah adalah :

a.  Musim/cuaca, negara yang mengalami 4 musim debit maksimum terjadi

 biasanya pada musim dingin,karena penggelontoran yang cukup besar untuk

mencegah terjadinya pembekuan didalam pipa.

 b.  Waktu harian, konsumsi air bersih tiap jamnya dalam sehari sangat

 bervariasi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap debit air lmbah yang

diterima oleh bangunan pengolah. Konsumsi air ini mengalami puncak rata-

rata 06.00 –  08.00 dan jam 16.00 –  18.30.

Page 6: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 6/106

4

c.  Waktu perjalanan, waktu puncak air belum tentu sama dengan waktu puncak

timbulnya air limbah yang diterima oleh badan pengolahan, karena adanya

waktu perjalanan dari sumber ke unit pengolahan. Semakin dekat perjalanan,

maka semakin dekat perbedaan puncak konsumsi air dengan waktu puncak

timbulnya air limbah

d.  Jumlah penduduk, semakin banyak populasi yang akan dilayani semakin

 besar pula debit air limbah yang timbul

e.  Jenis aktifitas atau sumber penggunaan air bersih yang dihasilkan dari suatu

tempat memiliki kualitas yang bermacam-macam. Misalnya air limbah dari

 pasar memiiki kandungan organik lebih tinggi dari pada air limbah dari

 perkantoran.

f.  Jenis saluran pengunpul air limbah yang diunakan, jika menggunakan sistem

tercampur maka air limbah akan lebih buruk karena partikulat.

Dalam sistem terpisah kontaminan yang ada pada air limbah memiliki

konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tercampur kraena

adanya pengenceran oleh air hujan.

Kualitas air buangan dapat diketahui dari karakteristik fisik, karakteristik

kimia dan karakteristik biologi (Tchobanoglous dan Burton,1991)

a.  Karakteristik fisik

Beberapa karakteristik fisik air buangan adalah :

  Suhu air buangan biasanya lebih tinggi daripada suhu air bersih

  Tercium bau busuksaat air limbah terurai secara anaerob

  Zat padat yang menyebabkan kekeruhan berupa : zat padat

tersuspensi, terapung dan terlarut.

 

Warna air limbah dapat diguakan untuk memperkirakan umur air

limbah:

o  Cokelat muda, mengindikasikan air limbah berumur 6 jam.

o  Abu-abu tua, mengindikasikan air limbah sedang mengalami

 pembusukan.

o  Hitam, mengindikasikan air limbah yang telah membusuk oleh

 penguraian bakteri anaerob.

Page 7: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 7/106

5

 b.  Karakteristik kimia

  Zat organik

Zat organik Sumber utama zat organik berasal dari kotoran

limbah manusia yaitu 80-90 gram/orang/hari. Pada prinsipnya kategori

zat organik yang dapat terdegradasi dalam air limbah adalah protein,

karbohidrat, dan lipid (Sundstrom & Klei, 1979). Zat organik dalam air

limbah jumlahnya cukup dominan, karena 75% dari zat padat tersuspensi

dan 40% dari zat padat tersaring merupakan bahan organik. Selanjutnya

 bahan organik ini dikelompokkan menjadi 40-60% berupa protein, 25-

50% berupa karbohidrat, 10% berupa lemak/minyak dan urea. Urea

sebagai kandungan bahan terbanyak di dalam urine, merupakan bagian

lain yang penting dalam bahan organik (Hindarko, 2003) 

  Zat anorganik

Sumber dari zat anorganik meliputi : pH, Klorida, Nitrogen,

Phospor,Kebasaan (Alkalinitas) dan Belerang (Hindarko, 2003)

c.  Karakteristik biologi

Aspek biologi ini mencakup mikroorganisme yang ditemukan

 pada air limbah. Organisme ini digunakan sebagai indikator pencemaran

air akibat tinja manusia atau hewan dan untuk mengetahui metode

 pengolahan yang tepat. Setiap manusia mengeluarkan 100-400 milyar

coliform/hari. Coliform digunakan sebagai indikator mikroorganisme

 pathogen.

1. 4 Data yang Diperlukan Dalam Perencanaan IPAL

1.  Data desain awal sampai desain akhir

2. 

Wilayah pelayanan

3.  Pemilihan lokasi IPAL

4.  Proyeksi penduduk

5.  Peraturan dan baku mutu air buangan

6.  Karakteristik air buangan

7.  Tingkat pengolahan/derajat pengolahan

Page 8: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 8/106

6

8.  Pemilihan proses pengolahan yang akan digunakan

9.  Pemilihan peralatan atau unit yang akan digunakan dalam pengolahan

10. Plant layout dan profil hidrolis

11. Energi dan sumber yang dibutuhkan

12. Rencana anggaran biaya

13. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dari instalasi pengolahan air

limbah yang dibangun

1. 5 Pertimbangan Pemilihan Sistem Pengolahan Air Buangan

Faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sistem pengolahan

air buangan menurut Tchobanoglous dan Burton (1991) adalah :

1.  Penerapan Proses

Penerapan proses di evaluasi berdasarkan pengalaman masa lalu, data skala

 penuh dalam instalasi, data yang telah terpublikasi dan data dari  pilot-plant

 studies. Jika ditemukan kondisi baru atau tidak biasanya, pilot plant studies

sangatlah penting dan membantu.

2.   Range Debit Yang Dapat Diterapkan

Penetapan unit pengolahan air limbah domestik harus dicocokan dengan keadaan

debitnya, proses akan berlangsung apabila debit air limbah yang akan diolah

disesuaikan dengan unit pengolahannya, misal kolam stabilisasi tidak cocok

untuk air yang memiliki debit sangat besar pada area populasi yang tinggi.

3.  Variasi Debit Yang Dapat Diterapkan

Banyak unit operasi dan unit proses didesain untuk beroperasi melebihi range

debit yang besar. Banyak proses bekerja baik pada debit yang relatif konstan,

 jika debitnya bervariasi maka tangki aliran rata-rata sangat diperlukan untukmembuat debit relatif konstan.

4.  Karakteristik Air Limbah Domestik Yang Akan Diolah

Karakteristik dari limbah yang akan diolah menentukan jenis proses yang akan

digunakan (misalnya apakah secara biologi atau kimia) dan membutuhkan

 pengoperasian yang baik.

Page 9: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 9/106

Page 10: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 10/106

8

13. Keandalan

 pertimbangan atas keandalan unit IPAL dalam jangka panjang

14. Kompleksitas

15. Kecocokan

dapatkah unit proses atau unit operasi berjalan sukses di kondisi daerah

eksisting?dapatkah nantinya mengembangkan IPAL dengan mudah?

16.  Adaptable

dapat kah proses dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan dimasa mendatang?

17. 

 Economic Life Cycle-Analysis

evaluasi biaya harus diperhatikan. Bukan hanya biaya untuk membangun

Instalasi nya saja melainkan biaya untuk operasional dan pemeliharaannya

kelak. Instalasi yang menggunakan modal awal rendah tidak akan efektif karena

tidak memperhitungkan biaya operasional dan pemeliharaan. Ketersediaan dana

/ modal awal akan menentukan unit pada instalasi pengolah air limbah yang

akan dibangun.

18. Ketersediaan Lahan

lahan yang akan digunakan harus mempertimbangkan perkembangan instalasi

dimasa mendatang. Juga harus mempertimbangkan berapa banyak buffer zone

yang akan digunakan untuk mencegah dampak visual dan dampak lainnya yang

akan terjadi di lokasi tersebut. (Tchobanoglous, G. dan F.L Burton. 1991)

Page 11: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 11/106

9

BAB II

STANDAR DAN KARAKTERISTIK AIR BUANGAN

2. 1 Baku Mutu

Baku mutu air adalah persyaratan mutu air yang sudah disiapkan oleh suatu negara

atau daerah. pengelolaan mutu air bagi sumber air menurut Sudarmadji (2002) dibagi

menjadi dua macam baku mutu air, yaitu sebagai berikut:

1. 

Stream Standard

Persyaratan mutu air bagi sumber air seperti sungai, danau, air tanah yang

disusun dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber air tersebut,

kemampuan mengencerkan serta faktor ekonomis.

2.   Effluent Standard

Persyaratan mutu air limbah yang dialirkan ke sumber air, sawah, tanah dan

lokasi lainnya dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber air yang

 bersangkutan dan faktor ekonomis pengolahan air buangan.

Standard kualitas air biasanya didasarkan atas satu dari dua kriteria utama yaitu

Stream Standard  atau  Effluent Standard . Stream Standard  didasarkan pada persyaratan

 pengenceran atau kualitas badan air penerima air didasarkan pada nilai ambang batas

kontaminan tertentu yang sesuai peruntukkan airnya.  Effluent standard  didasarkan pada

konsentrasi zat pencemar yang berasal dari hasil pengolahan IPAL (Eckenfelder, 1980).

Berdasarkan PP 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan

 pengendalian pencemaran, baku mutu perairan ( stream standard ) didefinisikan sebagai

 batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lainnya yang ada atau harus

ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air

tertentu sesuai peruntukannya.  Effluent standard  (baku mutu limbah cair) adalah batas

kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk

dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu.  Effluent Standard   untuk limbah domestik

mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 Tentang

Page 12: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 12/106

10

Baku Mutu Air Limbah Domestik dimana berdasarkan KepMen LH tersebut baku mutu

air limbah domestik (effluent standard) untuk limbah domestik adalah ukuran batas atau

kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya

dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan.

2. 2 Karakteristik Limbah Domestik

Konstituen air limbah domestik berasal dari tinja manusia dan urin, air cucian air

 bekas mandi, limbah sisa makan, hasil pemeliharaan suatu produk rumah tangga dll

yang didalamnya juga mengandung bahan organik dan anorganik. Semua konstituen

tersebut akan mempengaruhi kualitas air buangan. Menurut Tchobanoglous dan Burton

(1991) Kualitas air buangan dapat diketahui dari karakteristik fisik, karakteristik kimia

dan karakteristik biologi.

Berikut uraian mengenai karakteristik air limbah domestik :

a.  Karakteristik fisika limbah domestik umumnya dilihat dari temperatur, warna

limbah, bau dan kekeruhan. Berikut penjelasan mengenai karakteristik fisika dalam

limbah domestik

1.  Temperatur : temperatur air limbah domestik biasanya lebih besar dibanding

temperatur air bersih. Variasi temperatur limbah domestik dipengaruhi oleh

musim.suhu air akan rendah ketika suhu udara nya sangat panas atau memasuki

musim kemarau (Qasim, 1985).

Efek:  temperatur air meupakan parameter yang sangat penting karena efeknya

 berupa reaksi kimia dan tingkat reaksi, kehidupan aquatik dan kesesuaian air

dengan peruntukannya. Meningkatnya temperatur, dapat menyebabkan

 perubahan pada spesies ikan yang berada di badan air penerima. (Tchobanoglous

dan Burton, 1991) 

2.  Warna : air limbah domestik yang baru berwarna abu-abu sedangkan yang sudah

dalam keadaan septic akan berwarna hitam. (Tchobanoglous dan Burton, 1991)

3.  Bau : air limbah domestik yang masih baru mempunyai bau sabun dan minyak.

Bau berhubungan dengan fasilitas pengolahan. Menurut Tchobanoglous dan

Burton (1991) bau dalam limbah domestik biasanya disebabkan oleh gas yang

Page 13: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 13/106

11

dihasilkan oleh dekomposisi organik atau oleh zat yang ditambahkan ke limbah

tersebut.

4.  Kekeruhan : kekeruhan alam air limbah isebabkan oleh suspended solid.

Umumnya air limbah yang kuat mempunyai kekeruhan yang besar. (Qasim,

1985)

 b.  Karakteristik kimia

Karakteristik kimia suatu limbah ditunjukkan dengan zat organik dan zat

anorganik. Limbah domestik pada umumnya mengandung 50% organik dan

50% materi anorganik.

Karakteristik kimia limbah domestik meliputi:

1. 

Total Solids : total solid dalam air limbah domestik dapat berupa bahan

organik dan anorganik, bahan/materi yang dapat terendapkan,

tersuspensi dan yang terlarut. Total solid dibagi lagi menjadi 2 yaitu

TDS dan TSS.

  TSS (Total Suspended Solid ) adalah bagian dari total solid yang

dapat berupa bahan organik atau anorganik tetapi materi yang

termasuk TSS tidak terlarut dalam air (tersuspensi) menurut

Qasim (1985) biasanya nilai TSS dalam air limbah domestik

 berkisar antara 120-360 mg/L dan typical   230 mg/L. TSS ini

terbagi lagi menjadi 2 klasifikasi berdasarkan mudah tidaknya

menguap yaitu suspended solid yang tidak mudah menguap

( Fixed suspended solid ) dan suspended solid yang mudah

menguap (volatile suspended solids)

o  FSS ( fixed suspended solid ) adalah total suspended solid

yang tidak mudah menguap / tidak mudah terbakar meskidibakar pada suhu 5000C biasanya yang termasuk materi

dalam fss adalah unsur mineral yang sukar untuk dibakar

(noncombustible). Dalam limbah domestik nilai FSS

 berkisar antara 30 -80 mg/L dan typical nya adalah 55

mg/L

Page 14: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 14/106

Page 15: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 15/106

13

BOD digunakan sebagai indikator jumlah bahan/zat organik

biodegradable yang terkandung dalam air limbah domestik, juga

digunakan untuk menentukan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan

mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik tersebut. Biasanya

nilai BOD5 dalam limbah domestik brkisar antara 110-400 mg/L dengan

ttypical 210 mg/L. (Qasim,1985)

3.  COD : (Chemical Oxygen Demand)  merupakan nilai yang digunakan

untuk menentukan jumlah bahan organik yang didegradasi dengan

 pengoksidasi kuat dari suatu bahan kimia seperti (potasium dikromat)

dalam kondisi air limbah yang basa. Nilai COD dalam limbah domestik

 berkisar antara 200-780 mg/L dengan typical 400 mg/L.

4.  TOC : Total Organic Carbon  adalah suatu pengukuran untuk

menentukan bahan orrganik dalam air limbah. TOC ditentuan dengan

mengonversi karbon organic menjadi karbondioksida. Proses tersebut

dapat berlangsung pada tenperatur tinggi dalam  furnace dengan bantuan

katalis. Dengan mengubah karbon organik menjadi karbondioksida

maka jumlah karbon organik total dapat ditentukan. Menurut Qasim

(1985) konsentrasi TOC dalam limbah domestik berkisar antara 80-290

mg/L dengan typical 150 mg/l

5.  Total nitrogen: total nitrogen termasuk nitrogen organik, ammonia, nitrit

dan nitrat. Nitrogen dan fosfor bersama dengan karbon dan elemen lain

sebagai nutrien untuk mempercepat perkembangan tumbuhan akuatik.

Konsentrasi total nitrogen dalam limbah domestik berkisar antara 20-85

mg/L dengan typical 40 mg/L.

 

 Nitrogen organik (ON) sebagai N: Nitrogen organik (N) terikatdalam protein, asam amino dan urea. Konsentrasinya dalam air

limbah domestik berkisar antara 8-35 mg/L.

  Ammonia (NH3-N) sebaagai N : nitrogen dalam amonia sebagi

 produk pertama hasil dari dekomposisi nitrogen organik.

Konsentrasinya dalam limbah dmestik berkisarantara 12-50

mg/L.

Page 16: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 16/106

14

   Nitrit dan nitrat (sebagai N): nitrit dan nitrat nitrogen adalah

 bentuk oksidasi terbesar dari nitrogen. Keduanya absen dalam air

limbah domestik

6.  Total fosfor : total fosfor ada dalam dua bentuk, organik atau anorganik.

Fosfor dalam perairan alami bersumber dari eutrofkasi

7.   pH : pH digunakan untuk menentukan keadaan basa atau normalnya

suatu limbah. Larutan yang netral memiliki ph 7

8.  Alkalinitas (CaCo3) alkalinitas dalam air limbah domestik hadir dalam

 bentuk bikarbonat, karbonat dan ion hidroksida.

9.  Kesadahan (CaCo3) komponen utama kesadahan dalam air limbah

 berasal dari ion kalsium dan magnesium kesdahanini bergantung pada

kesadahan dalam air bersih yang digunakan.

10. Klorida : klorida dalam air limbah berasal dari air bersih, buangan

manusia dan pelunak airr domestik.

11. Minyak dan lemak: adalah bagian soluble dari bahan organik dalam

heksana. Sumber minyak dan lemak adalah fats dan oils dalam makanan.

c.  Karakteristik biologi

Limbah domestik mengandung mikroorganisme yang berperan penting

dalam proses pengolahan biologi. Mikroorganisme yang dimaksud adalah bakteri,

fungi, protozoa dan algae (Qasim, 1985).

Menurut Tchobanoglous dan Burton (1991) karakteristik biologi air limbah

menjadi bagian penting dalam kontrol pnyakit yang disebabkan oleh organisme

 pathogen dari kotoran /faeces manusia.organisme patogen ditemukan dalam excreta

manusia yang terinfeksi penyakit atau yang membawa penyakit infeksius. Berikut

tabel tentang mikroorganisme yang ada dalam air limbah domestik menurutTchobanoglous dan Burton (1991).

Data beban pencemar harian atau tahunan per kapita merupakan data dasar

yang digunakan untuk mengetahui komposisi dari air limbah domestik. Komposisi

air limbah domestik sangat tergantung waktu dan lokasi/tempat. berikut data

komposisi limbah domestik di berbagai negara (Mogen. 1996).

Page 17: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 17/106

15

Tabel 2. 1 Komposisi Limbah Domestik Di Berbagai Negara

Komposisi typical air limbah domestik menurut Mogen (1996) di tunjukkan pada

tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2. 2 Konten Rata-Rata Typical Bahan Organik Dalam Limbah Domestik

Page 18: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 18/106

16

Tabel 2. 3 Komposisi Nutrient Dalam Air Limbah Domestik

Tabel 2. 4 Komposisi Logam Berat Dalam Air Limbah Domestik

menurut Harold. B gotaas (1956) komposisi  faeces  manusia tanpa urin adalah

sebagai berikut:

o  kandungan air .......................................................... 66-80%

o   bahan organik (dry basis)......................................... 88-97%

o  nitrogen (dry basis).................................................. 5,0-7,0%

o   phosporus sebagai (P2O5) (dry basis)...................... 3,0-5,4%

o   potassium (dry basis)............................................... 1,0-2,5%

o  karbon (dry basis)..................................................... 40-55%

o  kalsium sebagai (CaO) (dry basis)............................. 4-5%

o  C/N Ratio (dry basis) ................................................ 5-10%

Komposisi urin manusia:

Page 19: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 19/106

Page 20: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 20/106

18

2. 3 Unsur Pencemar Dalam Air Limbah Domestik, Sumber Dan Arti Pentingnya

1.  TSS

Sumber : lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. (Effendi,2003)Menurut Tarigan dan Edward (2003) Zat padat tersuspensi (Total

Suspended Solids) adalah semua zat padat atau partikelpartikel yang tersuspensi

dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton,

zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus

dan partikel-partikel anorganik.

Zat padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi

kimia yang heterogen dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang

 paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu

 perairan. Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam

tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga

fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Sehingga organisme yang butuh

cahaya akan mat, kematian organisme ini akan mengganggu ekosistem akuatik.

Apabila jumlah materi tersuspensi ini akan mengendap, maka pembentukan

lumpur dapat sangat mengganggu aliran dalam badan air penerima misalnya

sungai, maka pendangkalan akan cepat terjadi.(Soemirat, 2004)

2.  TDS

Sumber: Total dissolved solids disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa

ion-ion yang terdapat dalam limbah domestik. Ion-ion yang terkandung dalam

limbah domestik dapat dilihat pada tabel 2.4.

Dampak : menurut Effendy (2003) nilai TDS yang tinggi karena mengandung

 banyak senyawa kimia, akan menyebabkan tingginya nilai salinitas dan daya

hantar listrik.

3.  BOD (Kebutuhan Oksigen Biokimiawi)

Sumber: BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat

didekomposisi secara biologi (biodegradable) oleh mikroorganisme. Bahan

organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji ( starch), glukosa, aldehida, ester

dan sebagainya. (Effendy 2003)

Page 21: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 21/106

19

Menurut Qasim (1985) Komponen utama bahan organik dalam air limbah

domestik adalah karbohidrat, protein dan lemak, minyak dan gemuk.

Menurut Tchobanoglous dan Burton (1991) bahan organik tersusun atas

kombinasi dari karbon, hydrogen dan oksigen dan dalam beberapa kasus

 bergabung juga dengan nitrogen. Bahan organik dalam air limbah domestik

 biasanya mengandung 40-60% protein, 25-50% karbohidrat dan minyak dan

lemak 8-12%. Urea adalah konstituen terbesar dalam urin dengan kata lain urea

merupakan penyumbang organik terbesar dalam fresh wastewater .

Arti penting: Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban

 pencemaran akibat air limbah domestik dan untuk mendesain sistem-sistem

 pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.

Dampak : ketika bahan organik dalam suatu badan perairan besar maka

kebutuhan oksigen dalam perairan tersebut akan berkurang karena digunakan

oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik sebagai sumber

makanannya. Ketika oksigen terlarut dalam suatu badan perairan itu rendah,

maka biota akuatik dalam air pun akan mati karena sumber oksigen yang

digunakan sebagai sumber respirasi telah menurun konsentrasinya.

4. 

COD

Pengertian:

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara

 biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis

(nonbiodegradable) menjadi CO2 dan H2O.

Sumber : selulosa, tanin, lignin, polisakarida, benzena dan sebagainya.

5. 

TOCTOC mengukur jumlah karbon yang berasal dari senyawa organik.

Sumber :karbon organik dan karbon anorganik total (karbonat, bikarbonat dan

asam karbonat) (Effendy, 2003).

Arti penting: nilai TOC digunakan untuk mengetahui pencemaran akibat

senyawa organik dalam suatu perairan/ untuk menilai pencemaran air limbah

akibat senyawa organik.

Page 22: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 22/106

20

6.  Hubungan Antar Parameter

Menurut Moegen Henze (2000) ratio nilai antara berbagai substances

(parameter) dalam air buangan digunakan untuk menentukan proses pengolahan

yang akan dilakukan tabel 2.6 berikut ini menunjukkan rasio yang sering

digunakan. Misal jika nilai rasio COD/BOD besar berarti mengindikasikan

 bahwa air limbah domestik tersebut memiliki bahan organik yang sulit

terdegradasi secara biokimia berarti pemilihan unit yang teapat adalah bukan

dengan menggunakan proses biologi saja.

Tabel 2. 6 Rasio Parameter Dalam Air Limbah Domestik

Rasio Low Typical High

COD/BOD 1,5-2 2,0-2,5 2,5-3,5

COD/TN 6-8 8-12 12-16

COD/TP 20-35 35-45 45-60

BOD/TN 3-4 4-6 6-8

BOD/TP 10-15 15-20 20-30

COD/VSS 1,2-1,4 1,4-1,6 1,6-2,0

VSS/SS 0,4-0,6 0,6-0,8 0,8-0,9

COD/TOC 2-2,5 1,5-3 3-3,5

7.   Nitrogen

Sumber  : pada urine  manusia terkandung nitrogen sebesar 15-19% dan pada

tinja manusia terkandung nitrogen sebesar 5-7%.

Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen

anorganik terdiri atas amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3)

dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein,

asam amino dan urea.

Dampak  : nitrogen dalam air (ditemukan dalam bentuk ammonium) merupakan

nutrisi penting untuk ganggang, namun apabila jumlahnya berlebih maka akan

terjadi eutrofikasi  sungai, danau dan badan air penerima lainnya. Eutrofikasi 

tersebut terjadi karena kelebihan ammonium, sehingga amonium akan

teroksidasi secara mikrobiologi menghasilkan nitrat. Adanya nitrat ini dapat

merangsang pertumbuhan ganggang menjadi tak terbatas sehingga kandungan

Page 23: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 23/106

21

oksigen dalam perairan berkurang (Prasetya,1992) , ketika oksigen terlarut

dalam suatu perairan berkurang maka akan perairan tersebut toksisitas amonia

terhadap organisme akuatik akan meningkat dan menyebabkan perairan berada

dalam kondisi anoxic (tanpa oksigen) (Effendy,2003).

8.   Fats, minyak dan lemak ( fats, oils and grease) FOG

FOG dalam effluent   instalasi dapat dihasilkan dalam bentuk material yang

melayang diatas permukaan air. FOG dapat memasuki instalasi sebagai partikel

diskret yang melayang sebagai material emulsi atau sebagai zat terlarut. FOG

 juga diklasifikasikan menjadi FOG polar dan non polar. FOG polar biasanya

biodegradable, sedangkan FOG non polar kurang biodegradable.

Sumber: FOG polar bersumber dari hewan sedangkan FOG non polar berasal

dari pretoleum product  

Arti penting: pengukuran FOG pada upstream  dan downstream  pada unit

 pengolahan digunakan untuk mengetahui efisiensi penyisihan. (WEF. 2008)

9.  Fosfor

Pengertian : fosfor memiliki kesamaan dengan nitrogen hanya berbeda bentuk.

Fosfor digunakan sebagai element essensial untuk perkembangan biological  dan

reproduksi mikroorganisme.

Sumber: fosfor dapat berupa ortofosfat, polyfosfat dan organic fosfat. Berbagai

 jenis fosfat tersebut dihitung sebagai fosfat total.

Page 24: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 24/106

22

BAB III

PERENCANAAN UNIT INSTALASI PENGOLAHAN AIR BUANGAN

3. 1 Data-Data Untuk Perencanaan

1.  Jenis sungai (kelas II)

Tabel 3. 1 Karakteristik Sungai X Kelas II

Parameter Nilai

Debit sungai minimum (L/detik) 2530

Debit sungai rata-rata (L/detik) 3700Debit sungai maksimum (L/detik) 4680BOD (mg/L) 25COD (mg/L) 35

TDS (mg/L) 30 NH4

+(mg/L)   0,24 NO2

- (mg/L)  0,1

TSS (mg/L) 55 NO3

-(mg/L)  6,3SO4

- (mg/L)  19

2.  Stream standard   yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah No 82 Tahun

2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.

Tabel 3. 2 Perbandingan Kualitas Air Sungai X Dengan Stream Standard  PP 82 Tahun

2001

 No Parameter analisis Satuan standar Kualitas badan air

 penerima kelas II

A FISIKA Nilai eksisting Cek

1 Residu Terlarut (TDS) Mg/L 1000 30 √ 

2 Residu tersuspensi (TSS) Mg/L 50 55 X

B KIMIA ANORGANIK

1 BOD Mg/L 3 25 X

2 COD Mg/L 25 35 X

3 NH4+

  Mg/L -- 0,24 -4 NO2

-  Mg/L 0,06 0,1 X

6 NO3-  Mg/L 10 6,3 √ 

7 SO4-  Mg/L - 19 -

Keterangan

√  parameter memenuhi baku mutu

X parameter tidak mmenuhi baku mutu

Arti (-) diatas menyatakan bahwa untuk kelas II parameter tersebut tidak dipersyaratkan

(--) tidak tercantum dalam baku mutu

Page 25: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 25/106

23

3. 2 Analisa Kualitas Air Sungai Kelas II

Berdasarkan  stream standard  PP 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas

Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, badan air yang termasuk kelas II merupakan airyang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,

air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu

air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Berdasarkan Tabel 3.2 diatas ada beberapa parameter air sungai yang melebihi

nilai baku mutu PP 82 Tahun 2001 untuk air kelas II. Parameter-parameter yang

melebihi baku mutu tersebut diantaranya adalah BOD, COD, NO2- dan TSS. Maka

 berdasarkan perbandingan tersebut air sungai x yang tergolong air kelas II tidak dapat

langsung dimanfaatkan sebagaimana mestinya peruntukkan air kelas II karena ada

 beberapa parameter yang melebihi baku mutu.

Air Limbah Domestik

1.  Data karakteristik air limbah domestik perumahan X

Tabel 3. 3Karakteristik Air Limbah Domestik

Parameter Nilai

Debit rata-rata (m3/detik) 0,55

Debit maksimum (m /detik) 0,83

BOD in (SO) 161COD in (mg/L) 240

TSS in (mg/L) 242TSS out (mg/L) 20Konsentrasi MLVSS (Xc) (mg/L) 3445Konsentrasi lumpur resirkulasi (XRES) (mg/L ss) 9847Berat jenis udara (kg/m ) 1,2

2.  Effluent standard  yang digunakan untuk limbah domestik adalah Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air

Limbah Domestik.

Page 26: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 26/106

24

Tabel 3. 4 Perbandingan Kualitas Air Limbah Domestik perumahan X Dengan Standard

Kulitas Air Limbah Domestik

 No Parameteranalisis

Satuan standar Kualitas badan air penerima kelas II

 Nilai eksisting Cek

1 BOD mg/L 100 161 X

2 COD mg/L -- 240 -

3 TSS mg/L 100 242 X

Keterangan

(--) tidak tercantum dalam baku mutu

Diasumsikan air limbah domestik tersebut akan dibuang ke badan air penerima kelas II

sehingga untuk membandingkan konsentrasi tiap parameter di badan air penerima

dengan stream standard  PP 82 Tahun 2001 Tentang Tentang Pengelolaan Kualitas Air

Dan Pengendalian Pencemaran Air harus dicari terlebih dahulu konsentrasi

campurannya dengan menggunakan rumus berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup No. 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban

Pencemaran Air Pada Sumber Air sebagai berikut :

Konsentrasi campuran (Co) =  

Dimana:

Qa = Debit air limbah domestik maksimum L/detik

Qs = debit air sungai minimum L/detik

Cs = konsentrasi air limbah domestik (mg/L)

Ca = konsentrasi badan air penerima (mg/L)

Konsentrasi campuran tiap parameter dapat dilihat pada tabel 3.4

Page 27: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 27/106

25

Tabel 3. 5 Konsentrasi Campuran Tiap Parameter

Sumber: hasil perhitungan, 2015

√  parameter memenuhi baku mutu

X parameter tidak mmenuhi baku mutu

Arti (-) diatas menyatakan bahwa untuk kelas II parameter tersebut tidak dipersyaratkan

(--)tidak tercantum dalam baku mutu

NO Parameter

Qa

(effluent)

(l/s)

Ca

(konsentrasi

effluent)(mg/l)

Qs

(debit

min)(l/s)

Cs

(konsentrasi

stream)(mg/l)

Co

(konsentrasi

campuran)(mg/l)

satuanbaku

mutu*Tinjauan

1 TDS 830 - 2530 30 22,58929 mg/l 1000 √ 

2 TSS 830 100 2530 55 66,1161 mg/l 50 X

3 BOD 830 161 2530 25 58,5952 mg/l 3 X

4 COD 830 240 2530 35 85,6399 mg/l 25 X

5  NH4 830 2530 0,24 0,180714 mg/l --

6  Nitrat (NO3-) 830 2530 6,3 4,74375 mg/l 10 √ 

7 nitrit (NO2-) 830 2530 0,1 0,075298 mg/l 0,06 X

8 Sulfat 830 2530 19 14,30655 mg/l -

Page 28: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 28/106

26

3. 3 Efisiensi Minimum Unit Pengolahan Air Limbah Domestik

Unit pengolahan limbah domestik yang akan digunakan harus memenuhi efisiensi

minimum yang diharapkan, efisiensi minimum ini adalah penyisihan minimumkontaminan dalam air limbah yang harus dicapai unit IPAL. Berikut ini tabel efisiensi

unit removal yang harus dicapai oleh unit pengolahan rencana

Tabel 3. 6 Efisiensi Unit Removal Minimum

Parameter Konsentrasi Awal Konsentrasi Akhir

(sesuai baku mutu)

Efisiensi

(%)

TSS 242 20 91,7

BOD 161 100 37,89

Analisa

karakteristik air limbah domestik dibandingkan dengan baku mutu effluent standard  dan

hasilnya BOD serta TSS dari limbah domestik tersebut tidak memenuhi baku mutu

KepMenLH No 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, sehingga

diperlukan suatu pengolahan dengan menggunakan unit yang dapat menyisihkan

 parameter tersebut. efisiensi unit yang dibutuhkan untuk menyisihkan TSS adalah

sebesar 91,7% dan efisiensi minimum unit yang dibutuhkan untuk menyisihkan BOD

adalah 37,89%.

Contoh perhitungan efisiensi minimum

TSS

 Nilai TSS dalam air limbah domestik melebihi baku mutu yaitu 242 mg/l

 padahal menurut baku mutu KepMenLH No 112 tahun 2003 tentang baku mutu

limbah domestik, konsentrasi maksimum yang diperbolehkan adalah 100 mg/l

namun konsentrasi TSS yang diinginkan setelah melalui proses engolahan

limbah adalah sebesar 20 mg/L. maka agar nilai TSS sesuai dengan yang

diharapkan harus menggunakan unit pengolahan yang dapat menyisihkan

konsentrasi TSS sebanyak 242 mg/l –  20 mg/l = 222 mg/l.

Efisiensi =    

=     = 91,7 % 

Page 29: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 29/106

27

BAB IV

INVENTARISASI UNIT PENGOLAHAN

4. 1 Umum

Pemilihan unit instalasi pengolah air limbah domestik harus berdasarkan

karakteristik air limbah domestik yang akan diolah. Dari sub bab sebelumnya diketahui

 bahwa parameter TSS dan BOD dari air limbah domestik melebihi baku mutu KepMen

LH no 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Limbah Domestik. Untuk menyisihkan

 parameter tersebut agar konsentrasinya memenuhi baku mutu maka harus dipilih unit pengolahan yang tepat dan memenuhi efisiensi yang dibutuhkan.

Berikut tabel tentang unit-unit yang dapat digunakan untuk menyisihkan konsentrasi

TSS dan BOD

Tabel 4. 1 Unit Operasi dan Unit Proses yang Dapat Digunakan untuk Menyisihkan

Konstituen TSS dan BOD dalam Air Limbah Domestik

Konstituen Unit operasi atau unit prosesSS   Screening

  comminution

  Grit removal

  Sedimentation

   High-rate clarification

   Floation

  Chemical precipitation

   Depth filtration

  Surface filtration

BOD    Activated sludge

   Fixed-film: trickling filter

   Fixed-film :rotating biologicval

contactors   Lagoon variations

   Physical-chemical systems

  Chemical oxidation

   Advanced oxidation

   Membrane filtration

Sumber : Peavy, Howard S. et.al., 1985.

Page 30: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 30/106

28

4. 2 Sistem Pengolahan Air Limbah

Metode pengolahan air limbah domestik yang akan diterapkan dibagi menjadi

dua yaitu unit operasi dan unit proses. Unit operasi adalah pengolahan yang dilakukansecara fisik, sedangkan unit proses adalah pengolahan yang dilakukan secara kimia atau

 biologi. Saat ini unit proses dan unit operasi digabung dalam suatu rangkaian

 pengolahan, rangkaian pengolahan ini terbagi menjadi beberapa tingkatan yaitu

 preliminary,  primary, advanced primary,  secondary  (dengan atau tanpa penyisihan

nutrient) dan pengolahan lanjut atau advanced (tertiary) treatment . Unit pengolahan

yang termasuk preliminary treatment  merupakan pengolahan awal yang bertujuan untuk

menyisihkan material besar seperti ranting, kayu dan benda-benda lainnya yang dapat

merusak unit pengolahani selanjutnya.

 Primary treatment  adalah pengolahan secara fisik biasanya berupa sedimentasi

yang bertujuan untuk mengendapkan materi/bahan yang mengapung dan tersuspensi

dalam air limbah. Untuk pengolahan primer tingkat lanjut (advanced primary treatment) 

ada penambahan bahan kimia untuk menghilangkan/menyisihkan padatan tersuspensi

dan padatan terlarut. Dalam pengolahan sekunder proses secara biologi dan kimia biasa

digunakan untuk menyisihkan bahan organik yang terkandung dalam air limbah yang

tidak dapat disisihkan dengan unit pengolahan pada tingkatan sebelumnya. Dalam

 pengolahan tingkat lanjut (advanced treatment) biasanya menggunakan kombinasi unit

operasi dan unit proses yang bertujuan untuk menyisihkan resdiu padatan tersuspensi

dan konstituen lain yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan pengolahan sekunder

konvensional. Deskripsi dari tiap tingkatan pengolahan menurut Tchobanoglous dan

Burton (2004) dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4. 2 Tingkatan Pengolahan Air Limbah

Tingkatan pengolahan Deskripsi

 Preliminary Menyisihkan konstituen dalam air limbah seperti ranting, kayu,

materi terapung (floatables), pasir, dan lemak yang disebabkan

masalah pemeliharaan atau masalah operasional dengan pengolahan

operasi, proses dan tambahan sistem 

 Primary Menyisihkan sebagian padatan tersuspensi dan bahan organik dari

air limbah

 Advanced primary Peningkatan penyisihan padatan tersuspensi dan bahan organik dari

Page 31: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 31/106

29

Tingkatan pengolahan Deskripsi

air limbah dengan penambahan bahan kimia atau dengan filtrasi

Secondary treatment Menyisihkn bahan organik biodegradable (dalam bentuk terlarut

atau tersuspensi) dan  suspended solids. Desinfeksi juga biasanya

digunakan dalam pengolahan konvensional sekunder

Secondary treatment   dengan penyisihan

nutrient

Menyisihkan bahan organik biodegradable,  suspended solids  dan

nutrient seperti fosfor,nitrogen atau fosfor dan nitrogen

Tertiery treatment Menyisihkan residu  suspended solids  (setelah pengolahan

sekunder), biasanya disishkan dengan unit  granular medium

 filtration  atau microscreens. Desinfeksi juga biasanya termasuk

dalam pengolahan tersier

 Advanced Menyisihkan materi terlarut dan tersuspensi dalam air limbah yang

telah melewati tahapan pengolahan secara biologi, pengolahan ini

dilakukan ketika akan ada pemanfaatan kembali dari effluent nya

Sumber : Tchobanoglous dan Burton (2004) 

4.2. 1 Unit Pengolahan Tingkat I (Primary Treatment)  

Menurut Peavy, Howard s. et.al., (1985)  biasanya sistem pengolahan limbah pada tahap

 primary adalah sebagai berikut:

Gambar 4. 1 Diagram Alir Pengolahan Air Limbah Pada Tahap Primary

Menurut Tchobanoglous dan Burton (2004) unit pengolahan air limbah umumnya

adalah sebagai berkut:

Page 32: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 32/106

30

Gambar 4. 2 Typical Instalasi Pengolah Air Dengan Tambahan Tangki Aliran Rata-Rata

Menurut Eckenfelder (1980) Unit-unit pengolahan tingkat I meliputi screening,

comminutor, pra sedimentasi. Berikut uraian mengenai unit-unit tersebut.

4.2.1. 1 Screening  

Screening digunakan untuk menyisihkan padatan besar seperti ranting, kain,

 papan dan objek atau bahan besar lainnya yang dapat mengganggu jalannya proses di

unit pengolahan beriktunya. Tujuan utama screening adalah untuk melindungi pompa

dan peralatan mekanikal lainny dan untuk mencegah clogging pada valve dan

 perlengkpan lainnya dalam instalasi. Screening biasanya digunakan pada proses awal

ketika limbah masuk ke dalam instalasi pengolahan air limbah ( Peavy, Howard S. et.al.,

1985).

Page 33: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 33/106

31

Gambar 4. 3 A) Screen Dengan Pembersihan Manual; B) Screen Dengan Pembersihan

Mekanik

Desain Kriteria :

Lebar bukaan = 1,5 –  2,5 in

Macam-Macam Screen  

a)  Bar Racks  Dengan Cara Pembersihan Manual Atau Mekanik

Bar racks biasanya digunakan dalam instalasi pengolah air limbah

kota/domestik dan dapat juga digunakan untuk mengolah air limbah industri

ketika didalam limbah industri tersebut memiliki material besar.

Desain kriteria :

Kemiringan = 0o  –  30o vertikal (mechanical cleaned )

30o  –  45

o (manually cleaned )

Jarak antar batang = 0,25-3 in (0,64- 7,62 cm)

b)  Static Screen  

Dengan menggunakan static screen, air limbah akan mengalir secara gravitasi

atau dibawah tekanan permukaan yang cekung dari static screen tersebut. Air

limbah melewati screen ketika padatan bergulir ke bawah menuju hopper.

Unit ini efektif untuk proses dewatering slurry yang mengandung lemak atau

Page 34: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 34/106

32

suspended solid yang lengket. Screen ini biasanya terbuat dari stainless steel

V-bars, diposisikan secara horizontal, tegak lurus dengan airah aliran.

Desain kriteria:

Lebar bukaan / bar spasi = 0,01-0,10 in

Kapasitas debit = 25-25000 gpm

Loading rate = 2-10 gpm/ft2 

c)   Rotary Drum Screeens

Rotary drum screens menggunakan kain sintetik sebagai mdia penyaringnya.

Kain dipasang pada drum terbuka yang berputar pada poros horizontal.limbah

memasuki drum dan engikuti putaran drum sampai akhir dan melewati screen

ke dalam bak penampung material yang tidak lolos saringn.

Desain kriteria: (Eckenfelder,1980)

Lebar bukaan = 0,01-0,75 in

Kecepatan rotasi drum = 1-5 rpm

4.2.1. 2 Comminutor

Comminutor banyak digunakan dalam pengolahan air limbah, kurang dari 0,2

m3

/s (5 Mgal/day). Comminutors dipasang dalam aliran air limbah untuk menyaring dan

mencacah zat padat secara fisik ke ukuran 6  –   20 mm (0,25  –   0,77 in) tanpa

menghilangkan zat padat yang sudah dicacah sebelumnya, Typical comminutor

menggunakan saringan horizontal.

Tabel 4. 3 Jenis Comminutor Serta Ukuran Motornya

 NoUkuranMotor

Kapasitas (MGD)Controlled Discharge

Kapasitas (MGD)Free Discharge

7B ¼ 0-0,38 0-0,30

10A ½ 0,17-1,1 0,17-0,82

15A ¾ 0,4-2,3 0,4-1,4

Page 35: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 35/106

33

25A 1 ½ 1,0-11,0 1,0-6,5

36A 2 15-25,0 1,6-9,6

54A Ditentukan oleh jenis pekerjaannya

Sumber :  Elwyn E. Seelye, Design 3rd ,John Wiley&Sons Inc.,NY. 1980

Contoh perhitungan:

diketahui debit maksimum air limbah yang akan masuk ke IPAL adalah 0,83 m3/detik

1 mgd = 22,824 m /s

Qmax = 0,83 m3/detik

= 0,83 m3/s x (1 mgd/22,824 m3/s)

= 0,0364 mgd

Berdasarkan Tabel 4.3. Jenis comminutor yang digunakan adalah comminutor no 7 b

dengan ukuran motor ¼.

4.2.1. 3 Gri t Removal /Gri t Chamber  

Limbah domestik/limbah kota mengandung berbagai macam padatan anorganik

seperti kerikil, pasir, lanau, kulit telur dan potongan logam. Grit removal bertujuan

untuk menyisihkan anorganik tersebut dan dapat jga menyisihkan materi yang lebih,

 bahan organik berat seperti potongan tulang, biji-bijian dan bubuk kopi atau teh.

Selanjutnya bahan-bahan tersebut di sebut sebagai grit dalam air limbah ( Peavy,

 Howard S. et.al., 1985.) 

Menurut Tchobanoglous dan Burton (2004) Grit chamber berfungsi untuk

memisahkan grit yang terdiri dari pasir, kerikil, partikel padat lain, partikel padat yang

mempunyai kecepatan/ specifik gravity lebih besar daripada partikel organik yang dapat

membusuk. Grit chamber dipasang setelah unit bar screen dan sebelum prasedimentasi.

Tipe grit chamber

1.  Horizontal flow (rectangular atau square)

2.  Aerated

3.  vortex

1.  Horizontal Flow (Rectangular dan Square)

Page 36: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 36/106

34

Tabel 4. 4 Desain Kriteria Horizontal-Flow Grit Chamber

SI Units

Unit Range Typical

detention time S 45-90 60horizontal velocity m/s 0,25-0.4 0,3

 settling velocity for

removal of

0,21 mm (65-mesh)material

m/menit 1,0-1,3 1,15

0,15 mm (65-mesh)material

m/menit 0,6-0,9 0,75

headloss in a control

 section as percent ofdepth in channel

% 30-40 36

added lengthallowance for inlet andoutlet turbulence

% 25-50 30

Sumber: Tchobanoglous dan Burton 2004 

A.  Rectangular horizontal-flow grit chamber

Tipe lama yang digunakan dari grit chamber adalah Rectangular

Horisontal flow Grit chamber, tipe berdasarkan kontrol kecepatan.

Bangunan ini dirancang dengan kecepatan aliran hingga 0,3 m/det (1

ft/sec), sehingga partikel  –   partikel kasar dapat diendapkan di dasar

 bangunan. Ukuran normal partikel  –   partikel yang diendapkan di grit

chamber dengan diameter 0,1 mm (65 mesh), meskipun ada beberapa

 bangunan grit chamber yang dirancang untuk meremoval partikel yang

 berdiameter 0,15 mm (100 mesh). Aliran yang ada dalam bak grit chamber

haruslah dibuat turbulen. Endapan yang terjadi pada bangunan ini biasanya

di buang dengan menggunakan scrapper ataupun  screw conveyor . Pada

umumnya pembersihan grit yang mengendap dilakukan secara manual.

B.  Square Hori zontal-F low Gri t Chamber

Pada tipe ini influent melalui pintu air dan terdapat weir di akhir

 bangunan. Bangunan ini biasanya digunakan 2 unit. Pada bangunan ini 95

Page 37: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 37/106

35

% bahan –  bahan kasar teremoval dengan diameter partikel 0.15 mm (100

mesh) Adapun gambarnya dapat anda lihat pada gambar 2.3 dibawah ini :

Gambar 4. 4 Horizontal Grit Chamber

 sumber: Tchobanoglous dan Burton 2004 

2.  Aerated Grit Chamber

Pada bangunan ini udara dimasukkan untuk mendapatkan aliran yang

spiral, dimana bahan  –  bahan kasar dapat mengendap di dasar bangunan. Jika

kecepatan aliran terlalu besar maka bahan  –   bahan kasar akan terikut keluar

melalui saluran outlet grit chamber, tapi jika aliran terlalu lemah maka bahan  –  

 bahan organik akan ikut terendapkan. Sehingga kuantitas udara yang digunakan

 juga harus diperhitungkan. Pada bangunan ini 100 % bahan  –   bahan kasar

terendapkan. Bangunan ini biasanya meremoval bahan  –   bahan kasar dengan

diameter 0.21 mm (65 mesh) atau lebih besar, dengan waktu detensi yang

dibutuhkan adalah 2  –   5 menit, dengan kedalaman grit storage 0.9 m (3 ft).

Sedangkan alat penginjeksi udara diletakkan 0.45  –  0.6 m (1.5  –  2ft) dari dasar

(Tchobanoglous dan Burton. 2004). Kriteria perencanaan dan gambarnya adalah

sebagai berikut :

Tabel 4. 5 Desain Kriteria Aerated Grit Chamber  

Page 38: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 38/106

36

Item U. S Customary Unit S.I Unit

Unit Range typical Unit Range Typical

waktu detensi S 2-5 3 S 2-5 3

Dimensi

Kedalaman ft 7-16 m 2-5

Panjang ft 25-65 m 7.5- 20

Lebar ft 8-23 m 2.5-7

llebar : kedalaman Rasio 1:1 - 5:1 1.5:1 Rasio 1:1 - 5:1 1.5:1

 panjang : lebar Rasio 3:1 - 5:1 4:1 Rasio 3:1 - 5:1 4:1

supply udara per unit

 panjang

Ft3/ft min 3-8 m3/m.min 0.2 - 0.5

kuantitas pasir Ft3/Mgal 0,5-27 2 m3/103.m3 25-50 30

Sumber : Tchobanoglous dan Burton 2004

Gambar 4. 5 Aerated Grit Chamber (A) Potongan Membujur (B) Pola Aliran DalamAerated Grit Chamber

3.  Vortex grit chamber

Bahan  –   bahan kasar juga dapat diremoval denganmenggunakan aliran

vortex. Ada dua tipe dari bangunan ini. Turbin yang berputar menjaga kecepatan

aliran tetap konstan dan ada blade yang memisahkan grit dari air limbah, dimana

Page 39: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 39/106

37

 partikel mengendap secara gravitasi. Bahan  –   bahan kasar (grit) yang

mengendap diambil dengan pompa penguras. Biasanya bangunan ini digunakan

lebih dari dua unit. Dengan kapasitas setiap unit untuk tipe vortex ini hingga 0.3

m3/det. Dibawah ini adalah vortex dengan dua tipe.

Gambar 4. 6 Dua Tipe Vortex Grit Chamber

Sumber : Tchobanoglous dan Burton. 2004

Tabel 3.5. Desain Kriteria Vortex Grit Chamber  

Item U.S. Customary units SI Units

Unit Range Typical unit Range Typical

waktu detensi S 20-30 30 20-30 30

Page 40: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 40/106

38

Diameter

upper chamber Ft 4,0-24,0 1,2-7,2

lower chamber Ft 3,0-6,0 0,9-1,8

Height Ft 9,0-16,0 2,7-4,8

rasio penyisihan

0,30 mm (50 mesh) % 92-98 95+ 92-98 95

0,24 mm (70 mesh) % 80-90 85+ 80-90 85

0,15 mm (100 mesh) % 60-70 65+ 60-70 65

Sumber: Tchobanoglous dan Burton 2004

Karakteristik Grit Chamber

Bahan  –  bahan kasar terdiri dari pasir, kerikil dan bahan  –   bahan lain yang

mempunyai berat atau spesifik grafity lebih besar dari bahan  –  bahan organik. Bahan  –   bahan kasar itu misalnya : kulit telor, kulit kopi dan bahan –  bahan kasar lainnya yang

lebih besar dari partikel –  partikel organik.

Pada umumnya apa yang diremoval sebagai grit adalah bahan  –  bahan yang inert

dan kering. Dimana spesifik gravity untuk bahan  –   bahan yang inert adalah 2.7

meskipun bisa rendah sampai 1.3 dan densitas Bulk yang digunakan untuk grit adalah

1600 kg/m3 (100 lb/ft3). Dan bahan –  bahan kasar yang berdiameter 0.2 mm merupakan

suatu masalah di badan air. Biasanya bahan  –  bahan kasar yang berdiameter 0.15 mm

dapat diremoval hingga 100 % (Tchobanoglous dan Burton. 2004).

Perhitungan Unit Grit Chamber

Perhitungan unit grit chamber menurut  Peavy, Howard S. et.al., (1985) adalah sebagai

 berikut:

Page 41: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 41/106

39

o  Luas permukaan, A = Q/vh 

o  Waktu detensi, td = Hunit/vt 

o  Panjang, P = td x vh 

Keterangan: Hunit = kedalaman unit grit chamber

vh = kecepatan horizontal (m/detik)

vt = kecepatan mengendap (m/detik)

Q = debit (m3/detik)

4.2.1. 4 Tangki Aliran Rata-Rata (F low Equalization)  

 Flow equalization/aliran ekualisasi adalah peredam variasi aliran untuk mencapai

aliran konstan atau hampir konstan dan dapat diterapkan dalam beberapa situasi yang

 berbeda, tergantung pada karakteristik dari sistem pengumpulannya (Tchobanoglous

dan Burton. 2004).

Penerapan yang penting pada equalisasi adalah :

  Debit cuaca kering (debit kering selama 24 jam)

  Debit cuaca basah (hujan)dari sistem drainase terpisah

  Kombinasi debit air hujan dan debit air buangan saluran sanitasi

Penerapan aliran ekualisasai dalam pengolohan limbah cair di ilustrasikan dalam

gambar 4.2. equalisasi in-line (gambar 4.2 a semua aliran melewati bak equalisasi, in

line dapat mencapai sejumlah konsentrasi yang besar dan dapat meredam aliran. Pada

ekualisasi off line, aliran dialihkan, hanya aliran yang telah ditentukan yang dialihkan

kedalam bak ekualisasi (Tchobanoglous dan Burton. 2004). Keuntungan dari penerapan

aliran ekualisasi adalah : 1) meningkatkan pengolohan biologi karena sudah tidak ada

 shock loading atau sudah diminimasi dan pH dapat distabilkan; 2) meratakan

kandungan padatan (ss, koloidal, dsb) untuk meminimalkan kebutuhan chemical pada

 proses koagulasi flokulasi, sehingga dilihat dari fungsinya tersebut, unit bak equalisasi

sebaiknya dilengkapi dengan mixer, atau secara sederhana konstruksi/peletakkan dari

 pipa inlet dan outlet diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek turbulensi

(Tchobanoglous dan Burton. 2004).

Cara Menghitung Volume Tangki Aliran Rata-Rata 

Page 42: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 42/106

40

Volume tangki ekualisasi dapat dihitung menggunakan dua pendekatan, yaitu

 berdasarkan pola dbit harian ( flow balance) serta berdasarkan pola beban massa untuk

 polutan tertentu (composition balance).  Flow balance  digunakan saat komposisi air

limbah yang masuk relatif konstan namun debit air limbah berfluktuasi sering dengan

waktu. Sementara itu pada composition balance berlaku sebaliknya. Metode  flow

balance adalah yang paling sering digunakan. Perhitungannya dilakukan menggunakan

diagram Rippl dimanna volume kumulatif di plot terhadap waktu.

Gambar 4. 7 Diagram Rippl (Teori)

Berdasarkan diagram diatas, volume tangki ekualisasi yang diperlukan adalah hasil

 penjumlahan antara AB dan CD. Hal penting dalam penentuan volume tangki ekualisasi

adalah penambahan  safety factor   yang biasanya sebesar 10-20% dari volume tangki

(Tchobanoglous dan Burton. 1991).

Efisiensi Pengolahan: Menurut Tchobanoglous (1991), sistem aerasi pada tangki

ekualisasi akan menyisihkan BOD sebanyak 10 sampai 20%.

4.2.1. 5 Pra sedimentasi

Bak pengendap awal (pra sedimentasi) berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi

(Suspended Solids) sekitar 40-60%, serta BOD sekitar 20% - 35% (Monod, 1991)

4.2.1. 6 Secondary clarifiers

Page 43: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 43/106

41

Efisiensi penyisihan BOD biasanya dari 65% sampai 85% tergantung pada beban BOD,

rasio resirkulasi, jenis media yang digunakan (Arceivala, 1998). Menurut

Tchobanoglous (2014), efisiensi penyisihan BOD oleh trickling filter   tergantung pada

 jenis trickling filter  itu sendiri, untuk jenis trickling filter  dengan laju penyisihan BOD

rendah efisiensi penyisihan BOD mencapai 80-90%, untuk laju penyisihan BOD yang

tinggi efisiensi dapat mencapai 80-90% dengan media batu dan mencapai 70-90%

dengan media plastik, untuk jenis trickling filter  berupa penyisihan BOD dan nitrifikasi

efisiensi penyisihan BOD mencapai 85-90% dan untuk jenis trickling filter   dengan

 penyisihan BOD sebagian mencapai efisiensi sebesar 40-70%.

4.2. 2 Secondary Treatment (Pengolahan Sekunder)

 Effluent   dari pengolahan primer masih mengandung 40-50% SS dan organik

terlarut dan anorganik. Agar memenuhi standard baku mutu, zat organik baik yang

terlarut maupun yang tersuspensi harus disisihkan. Penyisihan zat atau bahan organik

ini disebut dengan pengolahan tingkat dua atau pengolahan sekunder yang prosesnya

dilakukan secara kimia atau biologi. Kombinasi proses fisika-kimia misalnya koagulasi,

microscreening, filtrasi, oksidasi kimia, karbon adsorpsi dan pengolahan lain yang dapat

digunakan untuk menyisihkan SS dan mengurangi BOD namun saat ini unit-unittersebut menghabiskan modal dan biaya operasi yang besar oleh karenanya kini jarang

digunakan.

Proses biologilah yang digunakan untuk menyisihkan konstituen tersebut dalam

tingkat pengolahan sekunder. Dalam pengolahan air limbah secara biologi

mikroorganisme menggunakan bahan organik yang terkandung dalam air limbah

sebagai supply makanan dan mengubahnya sebagai sel biologis atau biomassa. Karena

air limbah mengandung berbagai macam jenis bahan organik, berbagai macam

organisme atau campuran kultur, sehingga sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan

 pengolahan secara biologi ( Peavy, Howard S. et.al., 1985)

Tipe pengolahan air limbah secara biologi terbagi menjadi bebrapa klasifikasi yaitu

1. Berdasarkan Kebutuhan Oksigen

  Proses aerobik (membutuhkan oksigen dalam proses pengolahannya)

Page 44: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 44/106

42

  Proses anaerobik (pengolahan biologi yang tidak membutuhkan oksigen)

  Proses anoxic (proses oleh nitrat nitrogen yang dikonversi secara biologi

menjadi gas nitrogen dalam keadaaan tanpa oksigen. Proses ini disebut proses

denitrifikasi).

2. Berdasarkan Pola Pertumbuhan Mikroba

  Suspended growth processes  (sistem dengan pola pertumbuhan mikroorganisme

tersuspensi) Dalam suspended growth process, mikroorganimse berperan dalam

 pengolahan dan dipelihara dalam limbah secara tersuspensi.

   Attached growth processes  (pengolahan limbah secara biologi diamana

mikroorganisme yang akan memanfaatkan bahan organik dalam air limbah

dilekatkan pada suatu medium)

Berikut contoh unit pengolahan yang dapat diterapkan, klasifikasi unit-unit berdasarkan

kebutuhan oksigen dan pola pertumbuhan mikroba

Tabel 4. 6 Macam-Macam Unit Pengolahan Sekunder Secara Biologi

Type Unit

Proses aerobik

Suspended growth

 Attached growth

 Activated sludge process

 Aerated lagoons

 Aerobic digestion

Trickling filters

 Rotating biological contactors

 Packed-bed reactors 

Proses anaerobik

Suspended growth

 Attached growth

 Anaerobic contact processes

 Anaerobic digestion

 Anaerobic packed and fluidized bed  

Sumber : Tchobanoglous dan Burton. 2004

Page 45: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 45/106

43

4.2.2. 1 Acti vated sludge

Pengertian :

Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensiyang pertama kali dilakukan di Inggris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi

seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini

 pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik

menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa

 blower (diffused ) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan

mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).

Menurut  Peavy, Howard S. et.al., (1985) Proses pengolahan activated sludge

adalah suatu sistem kontinyu dimana pada sistem pengolahan biologi ini memenafaatkn

mikroorganisme aerob yang ada dalam air limbah domestik dan diberikan supply

oksigen baik dari udara ataupun dengan cara injeksi oksigen murni dan flok yang

terbentuk dari proses ini selanjutnya akan dipisahkan di unit clarifier. Sebagian dari

lumpur hasil pengendapan di clarifier tersebut dikembalikan lagi ke tangki aerasi dan

akan bercampur dengan influent limbah baru.

Mekanisme Proses Lumpur Aktif: 

Menurut Sholichin (2012) pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif

konvensional/ standar scara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak

 pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri pathogen. Secara umum

 proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari sumber

 pencemar ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini

 berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar

untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian air limbah didalam bak penampunhg

dipompa ke bak pengendap awal. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan

udara sehingga mikro organime yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam

air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat organik tersebut digunakan

oleh mikroorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak

aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomassa dalam jumlah cukup besar.

Page 46: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 46/106

44

Biomassa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang

ada dalam air limbah.

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Didalam bak ini lumpur

aktif yang massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembalu ke bagian inlet bak

aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (over flow)  dari bak pengendap

akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Didalam bak kontaktor klor ini air limbah dikontakkan

dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen.

Air olahan, yakni air yang keluar setelag proses khlorinasi dapat langsung

dibung ke sungai atau saluran umum. Dengan proses ini air limbah dengan konsentrasi

250 –  300 mg/lt dapat diturunkan kadar BOD nya menjadi 20-30 mg/lt berarti efisiensi

 penyisihan BOD nya sebesar 90-92%. Skema proses pengolahan air limbah dengan

sistem lumpur aktif standar/konvensional dapat dilihat pada gambar 4.8

Gambar 4. 8 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif

Standar (Konvensional)

Variabel Operasional Di Dalam Proses Lumpur Aktif :

Variabel perencanaan (design  variabel) yang umum digunakan dalam proses

 pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif (Davis dan Cornweell, 1985) adalah

sebagai berikut:

1.  Beban BOD (BOD  Loading rate atau volumetric loading rate). Beban BOD

adalah jumlah massa BOD didalam air limbah yang masuk (influent) dibagi

dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan rumus sebagai

 berikut:

Beban BOD (Vl) (kg/m3.hari) = (Q x So)/V

Page 47: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 47/106

45

Dimana Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)

So = konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk (kg/m3)

V = volume reaktor (m3)

2.  Mixed liquor suspended solids  (MLSS). Isi didalam bak aerasi pada proses

 pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour

yang merupakan campuran antara air limbah dengan biomassa mikroorganisme

serta padatan tersuspemsi lainnya. MLSS adalah jumlah total dan padatan

tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamnya

adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur

campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada

temperatur 105o C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.

3.  Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada

MLSS diwakili oleh MLVSS yang berisi material organik bukan mikroba,

mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel ( Nelson dan Lowrence, 1980).

MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering Pada

600-6500OC dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.

4.   Food-to-mikroorganism ratio  atau  food-to-mass ratio  disingkat F/M ratio.

Parameter ini menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi

dengan jumlah massa mikroorganisme didalam bak aerasi atau reaktor.

Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan dalam kilogram BOD per

kilogram MLSS per hari (Curd dan Hautkes, 1983; Nathanson, 1986). F/M

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut ( Peavy, Howard S.

et.al., (1985)

F/M =

 

  (Qasim, 1985)

Dimana :

Q = laju air limbah m3/hari

So = konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ke bak aerasi (kg/m3)

S = konsentrasi BOD di dalam effluent (Kg/m3)

V = volume reactor atau bak aerasi

X = mixed liqour volatille suspended solids dalam reaktor (kg/m3)

Page 48: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 48/106

46

Ks = konsentrasi substrat pada setengah tingkat pertumbuhan maksimum,

mg/L (g/m3)

k = nilai maksimum pemanfaatan substrat per unit massa mikroorganisme

Rasio F/M dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif dari

 bak pengendapan akhir yang disirkulasi ke bak aerasi. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur

aktif lebih tinggi pula rasio F/M nya.

5.  Hydraulic detention time (θ) 

Θ = V.Qo 

Dimana V = volume reaktor atau bak aerasi (m3)

Q = debit air limbah yang masuk ke dalam tangki aerasi (m3/jam)

Θ = waktu detensi hidraulik (jam) 

6.  Rasio resirkulasi adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan

ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk kedalam bak aerasi ( Peavy,

 Howard S. et.al., (1985).

Rasio Resirkulasi (R) = Qr/Qo

=

 

Dimana Qr =jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi (m3/jam)

Qo = jumlah air limbah yang masuk kedalam bak aerasi (m3/jam)

Xu = konsentrasi bahan organik dalam lumpur resirkulasi (kg/m3)

X = biomass atau bahan organik yang dinyatakan dalam MLVSS

yang terdapat dalam reaktor (kg/m3)

7.  Umur lumpur (sludge age)atau sering disebut waktu tinggal rata-rata sel (mean

cell residence time). Parameter ini menunjukkan waktu tinggal rata-rata

mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Jika huydraulic detention time

memerlukan waktu dalam jam,maka waktu tinggal sel mkroba dalam bak aerasi

dapat dalam hitungan hari. parameter ini berbnding terbalik dengan laju

 pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dapat dihitung dengan rumus berikut ini

( Peavy, Howard S. et.al., (1985).

Θc =  

Page 49: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 49/106

47

Menurut Qasim (1985) umur lumpur dapat dihitung dengan cara:

Θc = 

 

1/ Θc = Y . (F/M) –  k d

Dimana V = reaktor atau bak aerasi (m3)

Qw = debit lumpur yang dibuang (m3/hari)

Θc = umur lumpur (hari)

Qwa = debit lumpur dari tangki aerasi (m3/hari)

Qe = debit effluent (debit air limbah yang telah diolah)

(m3

/hari)

Xe = konsentrasi VSS dalam limbah terolah/ limbah yang

sudah diolah, mg/l (g/m3)

Y = koefisien yield

k d  = koefisien endogenous decay,1/hari

8.  Produksi Lumpur (Qasim. 1985)

Yobs =

Px = Yobs Q (So  – S)

Dimana Px = produksi lumpur (VSS), kg/hari

Y obs = obseved yield

So = konsentrasi BOD5 dalam influent, mg/l (g/m3)

S = konsentrasi BOD5 dalam effluent, mg/l (g/m3)

9.  Volume aeration basin 

V =  

 

10.  Nilai koefisien proses pada bioreaktor lumpur aktif

Tabel 4. 7 Nilai Koefisien Kinetik Pada Bioreaktor Lumpur Aktif

koefisien Satuan Nilai

range Typical

k Hari-1  2-8 4

k d Hari-1

  0,03-0,07 0,05

Page 50: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 50/106

48

koefisien Satuan Nilai

range Typical

K s mg/l, BOD5

mg/l, COD 

40-120

20-80

80

40Y VSS/BOD5

VSS/COD

0,3-0,7

0,2-0,5

0,5

0,4

Sumber : Qasim, 1985

Modifikasi Lumpur Aktif Konvensional

Selain sistem lumpur aktif konvensional, ada beberapa modifikasi dari proses

lumpur aktif yang banyak digunakan di lapangan yakni antara lain sistem serasi

 berlanjut (extended aeration system), sistem aerasi bertahap ( step aeration), sistem

aerasi berjenjang (tappered aeration), sistem stabilisasi kontak (contact stabilization

 system), sistem oksidasi parit (oxydation ditch), sistem lumpur aktif dengan oksigen

murni ( pure oxygen activated sludge). beberapa pertimbangan untuk pemilihan proses

tersebut antara lain jumlah air limbah yang akan diolah, beban organik kualitas air

olahan yang diharapkan, lahan yang diperlukan serta kemudahan operasi dan lainnya.

Menurut Tchobanoglous dan Burton (2004) bioreaktor lumpr aktif mampu menyisihkan

TSS sebesar 99 % dan juga mampu menyisihkan BOD . Efisiensi penyisihan BOD berbeda-beda tergantung tipe activated sludge  yang digunakan. Berikut efisiensi

removal dari tiap jenis unit menurut Tchobanoglous dan Burton, dan Steele dan

McGhee dalam Peavy, Howard S. et.al., (1985).

Tabel 4. 8 Efisiensi Penyisihan BOD5 Berdasarkan Tipe Unit Activated Sludge yang

digunakan

Type Activated Sludge Efisiensi Penyisihan BOD5 

Tapered aeration 85-95

Conventional 85-95

Step aeration 85-95

Completely mixed 85-95

Contact stabilization

Contact basin

Stabilization basin

80-90

Page 51: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 51/106

49

Type Activated Sludge Efisiensi Penyisihan BOD5 

High-rate aeration 75-90

Pure oxygen 85-95

Extended aeration 75-90

Sumber : Peavy, Howard S. et.al., 1985.

Berikut akan dijabarkan pengertian, kelebihan dan kekurangan serta desain kriteria dari

tiap unit pengolahan modifikasi lumpur aktif menurut Solichin (2012).

1.  Sistem aerasi berlanjut (extended aeration system)

Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket

( package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain:  Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem

konvensional . usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang

sampai 15 hari.

  Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam

 pengendapan primer.

  Sistem beroperasi dengan F/M ratio yang lebih rendah (umumnya <0,1

kg BOD/per kg MLSS per hari).  Sistem ini membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan pengolahan

konvensionasl terutama cocok untuk komunitas yang kecil yang

menggunakan paket pengolahan.

2.  Proses dengan sistem oksidasi parit (oxidation ditch)

Sistem oksidasi parit terdiri dari bak aerasi berupa parit atau saluran yang

 berbentuk oval yang dilengkapi dengan satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi

limbah. Saluran atau parit tersebut menerima limbah yang telah disaring dan

mempunyai waktu tinggal hidraulik (hidraulic retention time) mendekati 24 jam.

Proses ini umumnya digunakan untuk pengolahan air limbah domestik untuk

komuditas yang relatif lebih kecil dan memerlukan lahan yang cukup besar.

Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses oksidasi parit ditunjukan

 pada gambar 4.9

Page 52: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 52/106

50

Gambar 4. 9 Proses Oxidation Ditch

Mekanisme Proses Oxidation D itch:  

Air limbah yang akan diolah harus melalui unit pengolahan primer terlebih

dahulu seperti unit  screen, comminutor, grit chamber   dan pra sedimentasi. Setelah

melalui unit prasedimentasi effluent nya kemudian masuk ke parit oksidasi. Pada setiap

unitnya air limbah selalu mengalami pengenceran (dilusi) otomatis ketika kembali

mengalir melewati bagian inlet. Faktor dilusi ini bisa mencapai nilai 20 s/d 30 sehingga

nyaris teraduk sempurna meskipun bengtuk baknya mendukung aliran plug flow, yakni

hanya teraduk pada arah radial saja dengan aliran yang serah (unidirectional ).

Influennya serta merta bercampur dengan air limbah yang sudah dioksigenasi danmengalami fase kekurangan oksigen. Pengulanagn ini berlangsung terus menerus

selama pengoperasian parit oksidasi (Solichin. 2012).

Tabel 4. 9 Desain kriteria bioreactor activated sludge

Type Activated Sludge Jenis aliran

Umur

lumpur

(hari)

(θc) 

F/M

Aerator

loading

(kg/m3 

hari)

MLSS (mg/l)

Periode

aerasi

(jam)

Rasio

resirkulasi

Tapered aeration Plug 5 - 15 0,2-0,4 0,3-0,6 1500-3000 4-8 0,22-0,5

Conventional Plug 5 - 15 0,2-0,4 0,3-0,6 1500-3000 4-8 0,22-0,5

Step aeration Plug 5 –  15 0,2-0,4 0,6-0,10 2000-3500 3-5 0,25-0,75

Completely mixed Complete mix 5 –  15 0,2-0,6 0,8-2,0 3000-6000 3-5 0,25-1,00

Page 53: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 53/106

51

Type Activated Sludge Jenis aliran

Umur

lumpur

(hari)

(θc) 

F/M

Aerator

loading

(kg/m3 

hari)

MLSS (mg/l)

Periode

aerasi

(jam)

Rasio

resirkulasi

Contact stabilization

Contact basin

Stabilization basinPlug 5-15 0,2-0,6 1,0-1,2

1000-4000d 

4000-10000d 

0,5-1,0 d

3,0-6,0d0,5-1,0

Pure oxygen Complete mix 8-20 0,25-1,0 1,6-3,3 6000-8000 2-5 0,25-0,5

Extended aerationComplete mix

atau plug20-30 0,05-0,15 0,1-0,4 3000-6000 18-36 0,5-2,0

Sumber : Qasim, 1985

Keterangan:dcontact tank

4.2.2. 2 RBC (Rotating Biological Contactors)  

 Rotating biological contactor (RBC) adalah suatu proses pengolahan air limbah

ecara biologis yang terduru atas disc mlingnar yang diputar oleh poros dengan kcepatan

tertentu. Unit pengolahan in berotasi dengan puast pada sumbu atau as yang digerakkan

oleh motor drive system dari diffusese yang dibenam dalam air limbah dibawah media.

Gambar 4. 10 Rotating Biological Contactor

Mekanisme Proses RBC

Mekasnisme aerasi terjadi ketika mikroba terpapar okesigen diluar air limbah sehingga

terjadi pelarutan oksigen akibat difusi. Sesaat kemudian, mikroba ini tercelup lagi

Page 54: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 54/106

52

kedalam air limbah sekaligus memberikan oksigen, kepada reintake material organik

dan anorganik yang merekat didalam biofilm. Tetesan air berbutir-butir yang jatuh dari

media plastik dan bagian biofilm yang merekat dipermudah secara kontinyu 24 jam

sehari, ada yang bagian terendamada bagian yang terpapar oksigen. 

4.2.2. 3 Tri ckling fi lter

Trickling filter terdiri dari bed yang memiliki kedalaman rendah dan

diadalamnya terdapat pecahan bebatuan atau media sintetis. Air limbah domestik

disebar di atas permukaan media penyebaran ini dilakukan dengan menggunakan pipa

 berlubang yang berputar sehingga diharapkan penyebaran air limbah terhadap media

 penyaringnya adalah rata. Bahan organik disisihkan oleh lapisan miktoorganisme yang

terbentuk atau disebut lapisan biofilm yang melapisi media. Sistem underdrain dibuat

untuk mengumpulkan tetesan air dan juga padatan biologi yang mungkin terbawa oleh

tetesan air tersebut Qasim, 1985)

Menurut Eckenfelder (1980) trickling filter adalah susunan media yang dilapisi

oleh slime growth dimana nantinya media yang dilapisi slime growth tersebut akan

dilewati media yang akan diolah. Karen air limbah dilewatkan melalui media tersebut

yang berfungsi sebagai filter, bahan organik dalam air limbah akan tersisihkan oleh

lapisan mikroorganisme yang disebut biofilm atau ( slime growth).

Tabel 4. 10 Desain Kriteria Trickling Filter

Page 55: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 55/106

53

Sumber: Peavy, Howard S. et.al., (1985)..

Contoh perhitungan (Eckenfelder, 1980)

Diketahui data sebagai berikut:

Ditanya:

Surface area untuk trickling filter dengan dan tanpa resirkulasi untuk kondisi sebagai

 berikut:

Sinf = 350 mg/l

S eff = 40 mg/lQ = 2,5 MGD

 N = 1,3

D = 20 ft

Penyelesaian

Page 56: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 56/106

54

1. berdasarkan hydraulic loading bahan organik dari pilot plant study di atas

 berhubungan dengan:

Dimana Q = hydraulic loading rate .

(1) Plot (s/so) vs. Kedalaman ke dalam gambar 4.11 dan negatif slop hasil dari

garis tersebut adalah :

Gambar 4. 11 Efek Hidraulik Loading Dan Kedalaman Pada BOD Removal

(2) Plot slope dan Q So kemudian cari nilai n membagi nilai slope dengan So

Seperti pada gambar 4.12 berikut ini

Page 57: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 57/106

55

Gambar 4. 12 penentuan koefisien n

(3) plot (S/So) terhadap D/(QnSo) dan cari slpoe nya (Ks) lihat gambar 4.12

hanya saja sumbu y diganti dengan nilai prosentase penyisihan BOD dan

sumbu x digangi dengan nilai D/( QnSo)

kemudian persamaan nya berubah menjadi

S/So = e-111,7D/(Q^0,751 . So)

2. kemudian diperoleh nilai A (cross area)3. sistem dengan resirkulasi

So =  

Kemudian diperoleh cross area yang dibutuhkan.

4.2. 3 Sludge Treatment

4.2.3. 1 Karakteristik Lumpur 

A. 

FISIK

1.  Suhu

Suhu merupakan ukuran derajat panas atau dingin suatu benda. Kelarutan

oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu di dalam air maka

kelarutan oksigen akan semakin kecil (Sawyer, 2003).

Page 58: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 58/106

56

2.  Kandungan padatan

Kandungan padatan pada residual berbeda-beda, tergantung pada beberapa

faktor, yaitu dari karakteristik air baku, tipe dan dosis koagulan, mekanisme koagulasi,

dan pH (AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996). Kandungan padatan pada aliran residual akan

memberikan efek yang signifikan terhadap daya tahan tertentu dan proses dewatering .

Tabel 4. 11 Karakteristik Lumpur Koagulan Alum/Besi

Sumber : AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996.

  Total Solid (TS)

Alearts dan Santika (1987) menyatakan total solid atau zat padat total adalah

semua zat yang tersisa sebagai residu setelah dikeringkan pada suhu 105oC, terdiri dari

zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi. Padatan di dalam air terdiri dari materi

anorganik maupun materi organik yang larut, mengendap, maupun tersuspensi.

  Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) atau total padatan tersuspensi adalah bagian dari

 padatan total (TS) yang tertahan oleh saringan yang diukur setelah dibakar pada suhu ±

105°C. Umumnya ukuran pori-pori yang digunakan untuk pengukuran  TSS adalah

sebesar 0,45 - 2,0 μm. Zat padatan tersuspensi diklasifikasikan menjadi partikel koloid

dan  partikel biasa. Sedimentasi pada residual padatan dapat memberikan efek terhadap

komunitas perairan, alga, aquatic macrophytes, dan keampuan ikan untuk bertelur.

Penggunaan pengukuran TSS umumnya dilakukan pada lumpur, didalam desain  sludge

digestion, vacuum-filter , dan unit insenerasi.

  Total Dissoved Solid (TDS)

Total Dissolved Solids (TDS) atau total padatan terlarut adalah semua material

 padat dalam suatu sampel air yang dapat melewati saringan 2 μm atau kurang dan 

kemudian diuapkan dan dikeringkan melalui pemanasan dengan temperatur spesifik

180oC selama 1 jam (Standard Methods, 1998).

Page 59: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 59/106

57

  Volatile Suspended Solids (VSS)

Volatile Suspended Solids (VSS) atau padatan tersuspensi mudah menguap

adalah jumlah padatan yang menguap dari TSS jika dipanaskan pada suhu 500± 50°C.

TSS biasanya mengandung 80% dari bahan yang mudah menguap. Umumnya VSS

diasumsikan sebagai bahan organik, walaupun beberapa bahan organik tidak akan

terbakar dan beberapa bahan anorganik padat rusak pada suhu tinggi.

Dalam unit pengolahan, VSS digunakan untuk mengontrol keberadaan padatan

 biologis (biological solids), serta perkiraan kasar dari jumlah bahan organik yang hadir

dalam fraksi padatan air limbah dalam proses lumpur aktif.

  Kekeruhan

Menurut Vesillind (1980), kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang

menyebabkan pembiasan cahaya kedalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya

 partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10nm sampai 10μm. Kekeruhan

merupakan sifat optis dari suatu larutan, yaitu hamburan dan absorpsi cahaya  yang

melaluinya, kekeruhan berhubungan dengan kadar zat, ukuran dan bentuk   butir zat

tersuspensi (Alaerts dan Santika, 1987). 

  Specif ic gravity Lumpur (Ssl)

Specific gravity merupakan properti yang penting yang menyediakan petunjuk

 penting tentang karakteristik fisik dan kimia bahan mineral dari lumpur. Kandungan

materi organik dapat menurunkan nilai specific gravity, sedangkan kandungan logam

 berat dapat meningkatkan nilai specific gravity (Basim, 1999).

 Nilai  specific gravity  padatan lumpur dapat dihitung dengan menggunakan

 persamaan berikut.

(4.1)

Dimana

Ss = Specific gravity padatan lumpur

Wst = Fraksi berat padatan kering total; 1

Wf = Fraksi berat padatan tetap (bahan mineral)

Wv =Specific gravity padatan volatile (bahan organic)

Ss =Wst

(wf/sf + Wv/Sv)

Page 60: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 60/106

58

Sf = Specific fravity padatan padatan tetap

Sv = Specific fravity padatan volatile

Sumber: Tchobanoglous dan Burton, 2004

4.2.3. 2 Jumlah Lumpur

Perhitungan berat lumpur

Banyaknya jumlah lumpur yang dihasilkan dapat menggunakan perhitungan dari

 produksi lumpur dari koagulan alum dan besi dengan menggunakan persamaan berikut

(Cornwell et al ., 1987).

S= (8,34 Q) (0,44 Al + SS + A) (4. 2)

Dimana,

S = Produksi lumpur (lb/day)

Al = Dosis alum (mg/L as 17,1% AL2O3)

SS = Kekeruhan air baku (NTU)

Q = Debit instlasi (mgd)

A = Padatan bahan kimia tambahan ditambahkan seperti polimer/PAC (mg/L)

Dari persamaan rumus 4.1 diatas menunjukkan bahwa kuantitas lumpur dipengaruhi

oleh debit, dosis koagulan, bahan kimia tambahan, serta kualitas air baku. Persamaan

diatas digunakan untuk koagulan alum, dimana konstanta 0,44 digunakan apabila

konsentrasi Al2O3 dalam koagulan sebesar 17,1%. Berikut persamaan untuk menghitung

 produksi lumpur dari koagulan besi.

S= (8,34 Q) (2,9 Fe + SS + A) (4.3)

Dimana,

Fe = Dosis koagulan besi (mg/L)

  Hubungan Volume Dan Massa Lumpur

Page 61: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 61/106

59

Volume lumpur tergantung pada kandungan air serta karakteristik padatan yang

ada didalamnya. Hubungan volume serta massa lumpur ini ditulis dalam persamaan

 berikut.

(4. 4)

Dimana,

V = volume (m3)

Ms = Berat lumpur kering

ρw = Berat jenis air

Ssl = Specific gravity lumpur

Ps = persen padatan kering dalam decimal.

Sumber: Tchobanoglous dan Burton (2004)

4.2.3. 3 Jenis Pengolahan Lumpur

Penanganan lumpur koagulan termasuk didalamnya pengangkutan, pengolahan

serta pembuangan dari lumpur alum. Persyaratan ekonomi, dan peraturan serta faktor

lain perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pengolahan sebelum pembuangan akhir.

Tujuan dari pengolahan lumpur adalah untuk mengurangi kandungan air dan dalam

 beberapa kasus dapat digunakan untuk memulihkan coagulant chemical (Hosain, 2006).

Berikut konsentrasi kandungan padatan pada lumpur koagulan dari berbagai proses

 pengolahan lumpur.

Gambar 4. 13 Konsentrasi kandungan padatan pada lumpur dari berbagai pengolahan

Sumber: ASCE/AWWA, 1998

1.  Thickening

Thickening

(sampai 8%)

Dewatering

8% - 35%

Drying

Lebih dari 35%

Page 62: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 62/106

60

Merupakan proses pengolahan untuk meningkatkan konsentrasi padatan

dalam lumpur dengan memisahkannya dari air (Tchobanoglous dan Burton,

2004). Proses konsentrasi lumpur merupakan proses yang penting untuk

mendapatkan efisiensi penghilangan kandungan padatan dalam proses

 pengolahan. Proses pemadatan ini memiliki efek yang langsung terhadap proses

setelahnya seperti conditioning dan dewatering , selain itu dapat memberikan

efisiensi dan penghematan yang sangat berbeda dalam hal operasi dan

 pembiayaan (AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996).

i. Gravity thickening

Teknik ini merupakan cara yang paling mudah dan murah dalam

 pengoperasiannya. Prinsip kerjanya adalah dengan mengendapkan padatan

yang memiliki nilai  specific gravity yang lebih besar dari air. Thickener

dapat dioperasikan dengan aliran kontinu, pembebanan hidraulik, dan

konsentrasi padatan harus dikontrol (Aldeeb, 2000).

Dalam mendesain, karakteristik residu harus diperhatikan variasinya

dalam setiap musim (Montgomery, 1985). Menurut Reynold dan Richard

(1996),  gravity thickener umumnya memadatkan lumpur dua kali dari

kandungan padatan sebelumnya sekaligus mengurangi volume lumpur

setengah dari volume asalnya. Dalam aplikasinya, overflow rate  grafity

thickener  berkisar antara 107  –   1.739 gpd/ft2 dan menghasilkan lumpur

dengan konsentrasi padatan sebesar 1-20%, dengan ratarata sebesar 7,1 +

5,9 % padatan (McCormick et al., 2009).

ii. Flotation Thickening

Teknik ini menggunakan gelembung udara untuk mengangkan

 partikel padatan. Udara ditambahkan dengan tekanan ke aliran residu dariWTP. Gelembung udara akan mengapung ke permukaan air dan membawa

 partikel-partikel padat yang dapat dihilangkan dengan skimming (Aldeeb,

A.A., 2000). Teknik ini ideal untuk padatan yang memiliki densitas yang

rendah. Menurut Tchobanoglous dan Burton (2004) operasi metode ini

akan menjadi masalah ketika beban padatan melebihi 10 kg/m3  hari.

Page 63: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 63/106

61

Terdapat tiga metode yang digunakan yakni dissolved air flotation, 

dispersed air flotation, dan vacuum flotation.

iii. Gravity Belt Thickeners

Teknik ini menggunakan sabuk horizontal berporos yang bergerak.

Residu yang berasal dari WTP akan mulai mengeluarkan air ketika sabuk

digerakkan. Konsentrasi padatan akan meningkat dan residu akan

dikumpulkan kedalam wadah pada akhir sabuk (Aldeeb, A.A., 2000).

Berikut perbandingan kelebihan serta kekurangan dari beberapa metode

thickening .

Tabel 4. 12 perbandingan kelebihan dan kekurangan beberapa metode thickening  

Sumber: Turovskiy & Mathai, 2006

2.  Conditioning

Proses ini berguna untuk memudahkan lumpur untuk mengurangi

kandungan airnya sehingga dapat membantu proses selanjutnya (Qasim, 1992).

Proses ini dilakukan sebelum proses dewatering secara mekanis. Conditioning

dapat dilakukan dengan  freezing dan thawling , serta dengan penambahan bahan

kimia.

Bahan kimia yang umumnya digunakan untuk proses ini adalah kapur,

FeCl3, alum, dan polimer (AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996).

Page 64: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 64/106

62

i. Chemical conditioni ng

Chemical conditioning merupakan pengkondisian dengan

menambahkan senyawa kimia sehingga meningkatkan performa proses

dewatering . Proses ini melibatkan penambahan  ferric klorida,  fly ash,

kapur, atau polimer. Tipe dan dosis bahan kimia yang digunakan berbeda

tergantung kualitas bahan baku, tipe lumpur, dan konsentrasi padatan yang

diinginkan pada proses thickening dan dewatering   (AWWA/ASCE/U.S.

EPA, 1996). Montgomery (1985) mengungkapkan bahwa  polymer

umumnya digunakan sebagai bahan kimia dalam proses ini, kapur

umumnya digunakan untuk lumpur alum (alum sludge). Dosis bahan kimia

optimum yang dibutuhkan dalam proses conditioning umumnya didapat

dari penelitian lapangan.

ii. Physical Conditioning

Teknik ini cenderung meningkatkan properti fisik dari residu WTP.

Prosesnya dapat berupa  freeze-thaw atau thermal conditioning  pada

temperatur yang tinggi (EPA, 1996).

3.  Dewatering

Merupakan proses penghilangan kandungan air sehingga lumpur dapat di

angkut ke tempat pembuangan akhir (Qasim, 1992). Tchobanoglous dan Burton

(2004) mengungkapkan bahwa pemilihan proses dewatering ditentukan

 berdasarkan tipe lumpur, karakteristik, dan luas lahan yang tersedia.

i. Mechanical Dewatering

Konsentrasi padatan hasil mechanical dewatering  berbeda-beda

tergantung pada karakteristik lumpur serta jenis pengolahan yang

digunakan. Untuk Aluminium memiliki Ss (specific gravity padatan)

sebesar 1,03.(Novak,1989)

 Belt f i l ter presses

Prinsip kerja belt filter press adalah dengan melewatkan lumpur

diantara dua poros sabuk yang digulung dan dipasang dengan diameter

Page 65: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 65/106

63

 poros yang berbeda.  Belt filter press terdiri dari empat zona, yaitu zona

 polymer   conditioning , zona drainase dengan grafitasi, zona tekanan

rendah, dan zona tekanan tinggi (Aldeeb, A.A., 2000).

Tipe dan karakteristik dari residu memegang peranan penting dalam

 performa belt filter press. Faktor lain yang mempengaruhi diantaranya

adalah  sludge conditioning , belt pressure, kecepatan, tegangan, tipe,

dan perforasi dari sabuk (AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996).

Qasim et al. (2000) menjelaskan bahwa belt filter press

memiliki keunggulan untuk digunakan bila kondisi lumpur yang

dihasilkan memiliki kadar padatan yang tinggi, dan relatif memerlukan

sumber daya energi yang kecil. Agar bisa mendapatkan performa

dewatering yang baik, alum residual harus di kondisikan terlebih

dahulu dengan polimer untuk menghasilkan flok yang besar dan kuat

sehingga mudah dikeringkan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

(McCormick,N et al ., 2009) menunjukkan bahwa dari enam instalasi

yang menggunakan belt filter   press sebagai unit dewatering , memiliki

kapasitas loading rate antara 876- 2,244 lbs//jam (kg/jam). Sedangkan

untuk monitoring persentase padatan pada cake lumpur dari 7 instalasi,

 berkisar antara 24,6 + 10 %.

  Centrifugal

Metode ini menggunakan tenaga sentrifugal untuk proses

dewatering , yaitu dengan membuat putaran rotasi yang cepat pada

silindernya sehingga memisahkan padatan dari air (Aldeeb, A.A.,

2000).

Terdapat dua tipe sentrifugal yang umum digunakan, yaitubasket bowl dan  solid bowl  centrifugal . Untuk menaikkan performa,

maka diperlukan chemical   conditioning . Menurut Cornwell dan

Westerhoff (1981) kelemahan cara ini adalah diperlukannya tenaga

listrik dan biaya perawatan yang besar, selain itu performa metode ini

sangat sensitif dan bergantung pada komposisi dan chemical

conditioning pada lumpur.

Page 66: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 66/106

64

Dalam penelitian yang dilakukan oleh McCormick et al.

(2009) menunjukkan bahwa dari enam instalasi yang menggunakan

belt filter   press sebagai unit dewatering , memiliki kapasitas loading

rate antara 750- 3200 lbs//jam ( kg/jam). Sedangkan untuk monitoring

 persentase padatan pada cake lumpur dari delapan instalasi, berkisar

antara 25,2 + 5,5 %.

  Pressure Filter

Teknik ini mulanya digunakan untuk residu hasil industri,

namun kini digunakan juga untuk dewatering lumpur dari WTP.

Residu dari WTP akan dipompa diantara dua piringan dengan tekanan

yang tinggi (350- 1575 kN/m2). Air akan melewati filter dan padatan

akan tertahan. Tekanan akan bertahan hingga kandungan padatan teah

mencapai kadar yang diperlukan (Aldeeb, A.A., 2000). Filtrat air

tersebut akan memiliki kandungan padatan tersuspensi kurang dari 10

mg/L (Montgomery, 1985). Teknik ini memerlukan biaya operasi dan

 perawatan yang tinggi bila dibandingkan dengan sistem mekanikal

dewatering lainnya.

 

Vacuum filter

Teknik ini umum digunakan pada residu WTP dan baik untuk

dewatering residu dari kapur pada proses pelunakan, namun tidak

 pada alum residuals. Performa vacuum filter dipengaruhi oleh media

filter, level vacuum, siklus  waktu, dan  sludge conditioning

(AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996). 

ii. Non-Mechanical Dewatering

Metode ini menggunakan prinsip evaporasi secara alami serta

 perkolasi (Qasim, 1992). Keunggulan dari proses ini adalah kemudahan

dalam operasi dan perawatan, operasional energy yang murah bila

dibandingkan dengan sistem mekanik. Namun kelemahan dari sistem ini

adalah diperlukannya area yang luas, bergantung pada kondisi iklim

Page 67: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 67/106

65

(AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996). Metode ini dapat berupa  sand drying

beds, freeze assisted sand beds, dan Lagoons. 

4. 3 Alternatif Unit PengolahanUnit pengolahan yang akan dipilih harus memenuhi efisiensi yang diharapkan

 berdasarkan kualitas air limbah domestik yang akan diolah. Efisiensi pengolahan untuk

menyisihkan TSS yang diharapkan sebesar 91,7% sedangkan efisiensi penyisihan BOD

yang diharapkan sebesar 37,89%.

Tabel 4. 13 Efisiensi Pengolahan Limbah Domestik

Sumber : Monod.1991

Dari hasil analisis kualitas air limbah domestik yang tercantum pada sub bab

sebelumnya dan juga berdasarkan hasil  study literatur, maka dapat ditentukan alternatif

unit pengolahan limbah domestik sebagai berikut:

Alternatif I Alternatif II Alternatif III

 Bar screen Bar screen Bar screen

Comminutor Comminutor Comminutor

Grit chamber Grit chamber Grit chamber

 Bak ekualisasi Bak ekualisasi Bak equalisasi

 Primary clarifier Primary clarifier Primary clarifier

 Activated sludge RBC Trickling filter

Page 68: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 68/106

66

Secondary clarifiers Secondary Clarifier Secondary clarifier

Thickening Thickening Thickening

ALTERNATIF 1

Unit pengolahan Removal BOD Removal TSS

 Bar screen (primary treatment)

40-65% 80-95%Comminutor(primary treatment) 

Grit chamber(primary treatment) 

 Bak ekualisasi(primary treatment)  10-20 % -

 Primary clarifier   20-35% 40-60%

 Activated sludge (CSTR)  85-95% -

Secondary clarifiers  65% - 85% -

Thickening

Gambar 4. 14 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Activated Sludge

Keunggulan dan kelemahan

Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air limbah dengan beban

BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Sedangkan

kelemahannya antara lain yakni kemungkinan dapat terjadi bulking  pada lumpur

aktifnya, terjadi buih serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar. (Idaman Said,

 Nusa. 2014)

ALTERNATIF 2

Unit pengolahan Removal BOD Removal TSS

 Bar screen (primary treatment)

40-65% 80-95%Comminutor(primary treatment) 

Grit chamber(primary treatment) 

 Bak ekualisasi(primary treatment)  10-20 % -

 Primary clarifier   20-35% 40-60%

Trickling filter   80% 85%

Secondary clarifiers  80-90% -

Ke Thickening 

Effluent primary

treatment

Page 69: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 69/106

67

Thickening - -

Keunggulan Dan Kelemahan

Kelebihan dari reaktor ini adalah tidak memerlukan lahan yang luas serta mudah

 pengoperasiannya (Khurriyatul,2012). Menurut Idaman (2014) masalah yang sering

timbul pada pengoperasian trickling filter adalah sering timbul lalat dan bau yang

 berasal dari reaktor. Sering terjadi pengelupasan lapisan biofilm dalam jumlah yang

 besar. Pengelupasan lapisan biofilm ini disebabkan karena perubahan beban hidrolik

atau beban organik secara mendadak. Oleh karena itu alat ini tidak bisa diisi dengan

 beban volume yang tinggi mengingat masa biologi pada filter akan bertambah banyak

sehingga bisa menyebabkan penyumbatan filter.

Alternatif 3

Unit pengolahan Removal BOD Removal TSS Bar screen (primary treatment)

40-65% 80-95%Comminutor(primary treatment) 

Grit chamber(primary treatment) 

 Bak ekualisasi(primary treatment)  10-20 % -

 Primary clarifier   20-35% 40-60%

 RBC   Effluent mengandung BOD

yang tinggi

-

Secondary clarifiers  80-90% -

Thickening - -

Effluent primary

treatment

Thickening (gravity thickener)

Gambar 4. 15 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan

trickling filter

Page 70: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 70/106

68

Gambar 4. 16 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan RBC

Keunggulan dan Kelemahan Reaktor RBC

Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC antara lain:

  Pengoperasian alat serta perawtannya mudah

  Untuk kapasitas kecil atau paket, dibandingkan dengan proses lumpur aktif

konsumsi energi lebih rendah

  Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi

 beban pengolahan

  Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan amonium

lebih besar

  Tidak terjadi bulking ataupun buih seperti pada proses lumpur aktif

Sedangkan beberapa kelemahannya yaitu:

  Pengontrolan jumlah mikroorganisme sulit dilakukan

  Sensitif terhadap perubahan temperatur

  Kadang-kadang konsentrasi BOD air olahan masih tinggi.

Pemilihan Alternatif Unit Pengolahan

Page 71: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 71/106

69

Untuk memilih unit mana yang akan dipilih pertama pastikan efisiensi unit tersebut

memenuhi efisiensi unit pengolahan yang kita harapkan mampu mentisihkan konstituen

dalam limbah sesuai dengan baku mutu. Dari bab sebelumnya diketahui bahwa

 parameter BOD dan TSS melebihi baku mutu, untuk mengolah kedua parameter

tersebut agar sesuai baku mutu maka perlu suatu unit yang mampu menyisihkan BOD

sebesar 37,89% dan TSS sebesar 91,7% . dari ke-3 alternatif diatas yang memenuhi

efisiensi rencana hanya activated sludge dan trickling filter. Kemudian jika

dibandingkan antara keunggulan dan kelemahan 2 reaktor (activated sludge)  dan

trickling filter   keunggulan terutama untuk operasional dan pemeliharaan lebih unggul

activated sludge oleh karena itu dipilihlah alternatif pertama untuk dijadikan unit

Instalasi Pengolahan Air Buangan.

Page 72: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 72/106

70

Page 73: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 73/106

71

BAB V

PERHITUNGAN DESAIN PERENCANAAN

5. 1 Bak Aerasi Lumpur Aktif (Complete Mix)

Sebelum menghitung desain bak aerasi lumpur aktif maka perlu dikatuhi desain kriteria

 berdasarkan beberapa literatur, agar perencanaan desain unit bak aerasi dapat optimum

kinerjanya. Berikut ini nilai dari tiap parameter yang dijadikan sebagai desain kriteria

dalam perhitungan bak aerasi dari berbagai literatur.

Tabel 5. 1 Desain Kriteria Bak Aerasi Lumpur Aktif (Complete Mix)

Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber

Umur sel lumpur Θc  5-154-15

Hari Qasim, 1985Peavy, 1985

Volumetric loading VL 0,8-2,0 Kg/m hari Qasim, 1985

Rasio makanan terhadapmikroorganisme

F/M 0,2-0,60,2-0,4

Kg BOD/KgMLVSS hari

Qasim,1985Peavy, 1985

Mixed liquor volatilesuspended solid (MLVSS)

X 3000 - 6000 Mg/l Qasim, 1985

Koefisien resirkulasi R(Qr/Q)

0,25-1 Qasim, 1985

Waktu detensi Td 3-5 Jam Tchobanoglous, 2004

Koefisien pertumbuhan Y 0,3-0,7 Kg sel/kg BOD Qasim,1985

Koefisien kerusakan sel Kd 0,03-0,07 Hari-

  Tchobanoglous, 2004

Kedalaman tangki aerasi H 3-6 Meter Tchobanoglous, 2004

Freeboard H’  0,3-0,6 Meter Tchobanoglous, 2004

Konsentrasi O2 Ro 1,5-2 Mg/l Tchobanoglous, 2004

Volume udara Vu 1,5-4,5 M /menit 

Tchobanoglous, 2004

Efisiensi penyisihan BOD ȠBOD  85-95 % Tchobanoglous, 2004

Efisiensi Penyisihan SS ȠSS  85 % Tchobanoglous, 2004

Data perencanaan

Berikut ini data perencanaan air buangan yang masuk ke dalam bak lumpur aktif :

Tabel 5. 2 Data Perencanaan Air Buangan Yang Masuk Ke Dalam Bak Lumpur Aktif

Parameter Nilai

Debit rata-rata (m3/detik)

(m3/hari)0,55

47.520

Debit maksimum (m3/detik) 0,83

BOD5 in, mg/l(SO)BOD5 out, mg/l (Se)

161100

Page 74: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 74/106

72

Parameter Nilai

COD in (mg/L)TSS in

240

TSS out (mg/L) 20

Koefisien pertumbuhan, mg VSS/mg BOD (Y)Koefisien kerusakan sel, mg VSS/mg BOD (k d)

Umur lumpur  

0,70,03/hari

15 hari

Konsentrasi MLVSS (Xc) (mg/L) 3445

Konsentrasi lumpur resirkulasi (XRES) (mg/L ss) 9847Berat jenis udara (kg/m ) 1,2

Perhitungan:

1.  Volume tangki aerasi menurut Peavy (1985)

     

Dimana Vr = volume reaktor (m3)

Q = debit air limbah influent (m3/detik)

So = konsentrasi BOD5 dalam influent, mg/l (g/m3)

S = konsentrasi BOD5 dalam effluent, mg/l (g/m3)

Kd= koefisien kerusakan sel

x = konsentrasi MLVSS (mg/L)

umur lumpur (hari)

Vr =  

     

Direncanakan akan membangun unit tangki aerasi sebanyak empat unit ditambah

1 stand by maka volume tiap bak adalah:

 Kedalaman bak (H) adalah = 5 m

Maka luas permukaan bak adalah

Page 75: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 75/106

73

   Direncanakan P:L adalah 4:3, maka P = 4/3 L

P x L = 304,66m2  4/3 L x L =304,66 m2 

Maka 4/3 L2

= 304,66m2 

L2   ¾ X 304,66m2 

L =      = 15 m

P = 15 x 4/3 = 21 m

Dibulatkan menjadi L= 15m , P = 21m

Setelah nilai dimensi p dan l dibulatkan maka volume total bak aerasi menjadi

15 m x 21m x 5m =1.575 m3 untuk 1 reaktor atau tangki

Vr total = 1.575 m3 x 4 = 6.300m

Jadi volume reaktor sebesar 6300 m3 dengan panjang per bak sebesar 21 m dan

lebar per bak 15 m.

2.  Lumpur yang harus dibuang setiap hari

a) 

(observed yield coeffisient ), Yobs

Yobs =  

   

 b)  Pertambahan massa Mixed-Liqour Volatille Suspended Solids (MLVSS), Px 

Px = Q Yobs (So – Se)= ..kg/hari

= 47.520   x 0,48 x (161-100)  x  x  

= 1.391,4 

c)  Pertambahan massa MLSS, Px(ss)

Dari 100 % SS, 80% adalah VSS   

Page 76: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 76/106

74

Maka lumpur yang harus dibuang :

Px(SS) –  SS terbuang di effluent

 

 

o   o     

Di dapat lumpur yang harus dibuang setiap harinya adalah 788,83 kg/hari

3.  Laju pertumbuhan sludge (debit lumpur)

Diasumsikan Q = Qe, VSS effluent = 80% TSS

   

       Maka didapat laju pembuangan sludge atau lumpur ialah 140,79 m3/hari.

4.  Rasio resirkulasi     

Substitusi dari dua persamaan di atas, di dapat :   

   

   

 

 

   

Page 77: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 77/106

75

1= 1,29 R

R = 0,78

Maka di dapat rasio resirkulasi adalah 0,78.

5.  Waktu retensi hidrolis bagi reaktor

 

 = 3,18 jam

Maka di dapat waktu retensi hidrolis bagi reaktor adalah 3,18 jam

6.  Kebutuhan O2 berdasarkan BODL 

 

Faktor Konversi BOD5= 0,68 BODL 

  BOD5 inf = 161 mg/l : 0,68 = 236,76 mg/l BODL 

  BOD5 eff = 100 mg/l : 0,68 = 147,06 mg/l BODL     

 

   Kebutuhan O2 

   

  Kg . o2/d]hari = 1.391,4 

  = 2286,7 kg O2/hari

Maka di dapat kebutuhan oksigen berdasarkan BODL adalah 2.286,7 kg O2/hari.

7.  Rasio F/M dan volumetric loading factor  

a) 

Perhitungan rasio F/M  

Page 78: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 78/106

76

 

   b)  Volumetric loading factor

 

   

 

Maka di peroleh rasio F/M dan volumetric loading factor   adalah 0,35 kg

BOD/kg VSS.hari dan 1,80 kg BOD5/m3.hari. Keduanya memenuhi kriteria

desain yaitu 0,2-0,6 kg BOD/kg VSS.hari dan 0,8-2,0 kg BOD5/m3.hari.

8.  Perhitungan kebutuhan udara, efisiensi transfer oksigen bagi peralatan aerasi yang

akan digunakan diasumsikan 8%. Safety factor sebesar 2 digunakan untuk

menghitung volume desain sebenarnya untuk menghitung blower :

a)  Kebutuhan udara teoritis, dengan asumsi bahwa udara mengandung 23,2%

 berat oksigen.

 

  b)  Kebutuhan udara sebenarnya pada efisiensi transfer 8%.

   c)  Kebutuhan desain udara

=2 x kebutuhan udara sebenarnya pada efisiensi transfer 8%

=2 x 71,30 m3/menit = 142,60 m

3/menit

Page 79: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 79/106

77

Maka di dapat kebutuhan udara adalah 142,60 m3/menit.

9.  Periksa volume kebutuhan udara dengan menggunakan nilai sebenarnya

a)  Kebutuhan udara per unit volume

 

 

 b)  Kebutuhan udara per kilogram BOD5 yang disisihkan

 

 

Maka di peroleh kebutuhan udara berdasarkan per unit volume dan per kilogram

BOD yang disisihkan adalah 2,16 m3/m3 dan35,4 m3/kg BOD5 yang disisihkan.

10.  Perhitungan system surface aerator  

Lihat Tabel 5-33 buku Tchobanoglous dan Burton, 1991 untuk dimensi tipikaltangki aerasi yang digunakan untuk mechanical surface aerator.

Tabel 5. 3 Typical Aeration Tank Dimensions For Mechanical Surface Aerators

Tank Dimensions

Aerator Size U.S customary SI Units

Hp kW Depth, ft Width, ft Depth, m Width, m

10 7,5 10 –  12 30 –  40 3 –  3,5 9 –  12

20 15 12 –  14 35 –  50 3,5 –  4 10 –  15

30 22,5 13 –  15 40 –  60 4 –  4,5 12 –  18

40 30 12 –  17 45 –  65 3,5 –  5 14 –  20

50 37,5 15 –  18 45 –  75 4,5 –  5,5 14 –  23

75 55 15 –  20 50 –  85 4,5 –  6 15 –  26

100 75 15 –  20 60 –  90 4,5 –  6 18 –  27

Sumber: Tchobanoglous & Burton, 2004

Page 80: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 80/106

78

Direncanakan 2 buah tangki, masing-masing dengan dimensi :

Kedalaman tangki = 5 m

Panjang x Lebar tangki = 21 m x 15 m

Menurut Tchobanoglous dan Burton untuk dimensi lebar 15 m dan kedalaman 5

m maka digunakan aerator dengan daya 40 Hp. Area kerja aerator adalah 21m x

15 m maka jumlah aerator yang dibutuhkan adalah 21/15 = 1,4≈  2 sehingga

dibutuhkan 2 aerator dalam 1 bak. Untuk 4 tangki aerator ditambah 1 unit tangki

yang stand by dibutuhkan 10 unit aerator dengan daya 40 Hp.

11.  Konstruksi Inlet

Konstruksi inlet terdiri dari saluran segi empat sepanjang lebar tangki

aerasi. Aliran inflow memasuki saluran pada bagian tengah dengan

menggunakan pipa cast iron. Dalam saluran terdapat orifice untuk

mendistribusikan aliran influen sepanjang lebar bak aerasi.

Qinf = Q= 47.520 m3/hari

Qres=R x Qinf = 0, 78 x 47.520 m3/hari = 37.065,6 m3/hari

Qtot=Qinf + Qres = (47.520 + 37.065,6) m3/hari = 84.585,6 m3/hari

   

   

Lebar saluran inlet = 50 cm

Panjang saluran = lebar bak = 15 m

Tinggi muka air dalam saluran = 0,8 m

Banyaknya orifice = 20 buah, dengan dimensi 36,9 cm x 36,9 cm (0,136m2)

 

   

CD=0,6

*   √ + 

Page 81: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 81/106

79

 

 

 

Maka di dapat kehilangan tekanan sebesar 1,8 m.

12.  Konstruksi Outlet

Konstruksi outlet menggunakan rectangular weir , dengan panjang weir sama

dengan lebar bak, yaitu 15 m. Lebar saluran outlet = 1,078 m.

13.  Dari perhitungan di atas, maka di dapat desain bak activated sludge ialah :

Terdiri dari 5 bak. Dengan masing-masing dimensi bak :

a.  Panjang = 21 m

 b. Lebar = 15 m

c.  Kedalaman = 5 m

d.  Lumpur yang harus dibuang  e.  Debit pembuangan sludge  f.   

g.  h.  kebutuhan oksigen berdasarkan BODL = 2.286,7 kg O2/hari

i.   

 j.   k.   

l.  Aerator yang digunakan adalah yang berukuran 40 hp untuk 1 unit tangki aerasi

dibutuhkan 2 aerator, karena ada 5 unit tangki yang digunakan maka dibutuhkan 10

aerator untuk men- supply udara ke dalam tangki. Satu aerator memiliki wilayah kerja

1dengan panjang 10,5 m dan lebar 15 m.

Tabel 5. 4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Activated Sludge 

 No Parameter Satuan Nilai

A. Lumpur Aktif (Activated Sludge)

Page 82: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 82/106

80

 No Parameter Satuan Nilai

1 Volume Reaktor m 6.300

2 Jumlah Bak Buah 4 operasi 1 standby

3 Volume Satu Reaktor m /bak 1.5234 Panjang Reaktor M 21

5 Lebar Reaktor M 15

6 Yobs Mg VSS/mg BOD 0,48

7 Px Kg/hari 1.391,4

8 Px(ss) Kg/hari 1.739,23

9 SS terbuang di effluent Kg/hari 950,4

10 P yang dibuang Kg/hari 788,83

11 Umur Lumpur

c  Hari 15

12 Qw m3/hari 140,79

13 R - 0,78

14 ϴ  Jam 3,18

15 Massa BODL yang digunakan Kg/hari 4.262,5

16 Kebutuhan O2 berdasarkan BODL Kg/hari 2.286,7

17 F/M kgBOD/kgVSS.hari 0,35

18 Vl kgBOD5 /m3.hari 1,21

19 Kebutuhan udara teoritis m /hari 8.213,75

20 Kebutuhan udara sebenarnya m /menit 71,30

21 Kebutuhan desain udara m /menit 142,6

22 Kebutuhan udara per unit volume m /m 2,16

23 Kebutuhan udara per kg BOD yg

disisihkan

m /kg BOD5  yg

disisihkan

35,4

24 Ukuran Aerator HP 40

25 Jumlah Aerator Buah/bak

Buah

10 untuk 5 unit bak

aerasi

2 buah per bak

26 Qtot m /hari 84.585,6

27 Lebar saluran inlet Cm 50

28 Panjang saluran M 15

29 Tinggi muka air dalam saluran M 0,8

30 Banyak orifice Buah 20

31 Ukuran orifice cm2 36,9 x 36,9

32 Debit setiap orifice m3/detik 0,049

Page 83: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 83/106

81

 No Parameter Satuan Nilai

33 Lebar saluran outlet M 1,078

Sumber: Hasil Perhitungan, 2015

5. 2 Perencanaan Bak Pengendap II

Sebelum menghitung dimensi bak pengendap yang akan digunakan di

 perencanaan IPAL harus menginventarisasi desain kriteria yang akan digunakan

 bedasarkan berbagai literatur. Kriteria desain bak pengendap II dapat dilihat pada tabel

5.5 berikut:

Tabel 5. 5 Kriteria Desain Bak Pengendap II

Data Perencanaan

o  Q rata-rata= 0,55 m3/dtk = 47.520 m3/hari = 1.980 m3/jam

o  Qw produksi lumpur =140,79 m3/hari

o  TSSin = 242 mg/L

Pengeruk lumpur tipe travelling flight  

o  Banyak bak pengendap = 4 buah dan 1 cadangan

o  Kedalaman, H = 5 meter

o  R = 0,78

o  v saluran effluen = 0,8 m/detik

 perhitungan

1.  Qin

Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber

Overflow rate OR/Vo 16-40

8-16

m /m .hari

m3/m

2.hari

Tchobanoglous, 2004

Qasim, 1985

Solid loading SL 0,5-5 Kg/m2.jam Tchobanoglous, 2004

Weir loading WL 125-500 m /m .hari Tchobanoglous, 2004

Kedalaman

 bak

H 3,5-5 M Qasim, 1985

Diameter bak D 3-60 M Tchobanoglous, 2004

Slope dasar

 bak

S 1/16 –  1/6 Tchobanoglous, 2004

Waktu detensi Td 2-6 Jam Qasim, 1985

Page 84: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 84/106

82

Q tiap bak  =

 = 11.880 m3/hari

Qin = (1+R)Q-Qw = ((1+0,75) x 11.880 m3/hari) - 140,79 m

3/hari

= 20.649,21 m3/hari

Maka debit yang masuk ke bak pengendap II adalah 20.649,21 m3/hari

2.  Luas bak pengendap A, diameter bak pengendap D dan luas bak sebenarnya

Aact 

A =    

= 737,47 m2 

D =

 

 =

 

 = 30,65 m ≈ 30,7 m 

Aact =   x30,72 m = 739,85 m2

3.  Overflow rate, OR

OR =  = 27,9 m

3/m

2 hari

4.  Waktu detensi, td

td =

 =

   

= 4,3 jam 

waktu detensi di Bak pengendap II yang direncanakan adalah sebesar 4,3 jam

nilai ini masih masuk kedalam desain kriteria yaitu 2-6 jam.

5.  Bilangan reynold, Nre

 Nre =  =

   

Bilangan reynold dalam bak pengendap II yang direncanakan sesuai dedsain

kriteria yaitu alirannya harus laminer dimana aliran laminer ditunjukkan

dengan bilangan reynold yang < 2000.

6.  Kontrol overflow bak pengendap bila satu bak tidak beroperasi

Q’ =  =

 = 11.880 m3/hari

Page 85: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 85/106

83

       12,04 m3/m2 hari 

7.  Kontrol solid loading

Solid loading =  = 

     = 6,8 kg /m2

hari

= 6,8 kg /m2

hari x  = 0,28 kg/m

2 jam

Maka diperoleh nilai solid loading pada bak pengendap II yang telah

direncanakan adalah sebesar 0,28 kg/m2  jam, nilai tersebut tidak memenuhi

desain kriteria yaitu (0,5 –  5 kg/m2

 jam).

8.  Kedalaman akhir bak pengendap

Kedalaman akhir bak pengendap = kedalaman zona sedimentasi (z0) +

 freeboard   = 5 m + (20% x 5 m) = 6 m

Kedalaman pada pusat bak akan bertambah dari tepi sebesar:

t = x tan 10

o =

  x tan 10o = 2,7 m

9.  Debit resirkulasi

Qres =R x Qin = 0,78 x 20.649,21 m3/hari = 16.106,38m3/ hari

10. Banyaknya lumpur yang harus dialirkan ke prengolahan lumpur oleh masing-

masing bak pengendap.

QR =Qres + Qw

= 16.106,38m3/ hari + 140,79 m3/hari =16.247,17m3/ hari

11.  Banyaknya lumpur yang harus dialirkan ke tangki stabilisasi sebagai  sludge

return, QRtotal 

QRtotal = 4 x QR  = 4 x 140,79 m3

/hari = 563,16 m3

/hari

12. Inlet

Inlet berupa pipa 16 inch yang menyalurkan pengolahan dari bak aerasi ke

tengah bak pengendap II

13.  Outlet

Digunakan sistem pelimpah

QPelimpah = Qin- Qres - Qw 

Page 86: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 86/106

84

= 20.649,21 m3/hari –  16.106,38 m3/ hari –  140,79 m3/ hari

= 4.402,04 m3/ hari

Sistem pelimpah menggunakan v-notch 90o 

Direncanakan jarak antar pelimpah, l = 15 cm

o  Jumlah pelimpah, n =

n = keliling lingkaran/l = пD  / 0,15  m= (3,14x 30,7)/0,15 = 642,65 ≈ 

643  buah

o  Debit tiap pelimpah

 =

  = 6,85 m3/ hari

Tinggi air diatas pelimpah, h

h = ( Q pelimpah1,4)25 =

 = 1,89 m

maka diperoleh jumlah pelimpah 643 buah, debit tiap pelimpah 6,85 m 3/

hari dengan tinggi air diatas pelimpah = 1,89 m.

Free board = 0,2 m

Jadi tinggi saluran pelimpah adalah 2,09 m

14. Saluran pembawa effluent

o  Debit rata-rata tiap bak

Qrata-ratatiap bak  = Q/jumlah bak =  m3/ hari / (4-1) = 15.840 m3/ hari

o  A =  =

0,29 m2 

o  Kedalaman air pada effluent launder, d

d =  =

   = 0,57 m

Jari-jari hidrolis,R

R = =

  = 0,133 m

o  Slope, (n = kekasaran manning = 0,013)

S =   0,00056

Page 87: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 87/106

85

Tabel 5. 6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Bak Pengendap II

 No Bak Pengendap II (Secondary

ClarifierI

satuan Nilai

1 Qin m3/hari 20.649,21

2 Luas Bak m2  739,85

3 Jumlah Bak Buah 4 operasi 1 standby

4 Diameter Bak m 30,7

5 Overflowrate m /m .hari 27,9

6 Td jam 4,3

7 SL Kg/m .jam 0,28

8 Kedalaman akhir bak pengendap m 6

9 Diameter pipa inlet Inchi 21,510 Jarak antar pelimpah cm 15

11 Jumlah pelimpah buah 643

12 Tinggi saluran pelimpah m 2,09

13 Tinggi Muka air di pelimpah m 1,89

14 Slope - 0,00056

Sumber: hasil perhitungan, 2015

5. 3 Gravity Th ickener

Gravity thickener   direncanakan berbentuk lingkaran dengan pengaduk yang

 berjumlah 4 buah dengan kedalaman, h= 3,5 m.

A.  Kriteria perencanaan

a.  Pemisahan solid = 85%

 b.  Specific gravity lumpur = 1,03

c.  % solid lumpur = 10%

d.  Solid loading perencanaan = 62 kg/m2 hari

e. 

Kedalaman air = 3,5 mB.  Dimensi Bak Thickener

1)  Volume lumpur yang masuk = 16.247,17 m3/ hari

2)  Direncanakan terdiri atas 5 bak. Maka volume lumpur yang masuk

= 16.247,17m3/ hari/5= 3.249,9 m

3/ hari

3)  Berat SS yang masuk (dari bak pengendap II = 8.500 kg/hari)

4)  Luas gravity thickener, A

Page 88: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 88/106

86

  m2

5)  Diameter gravity thickener,D

   

     

6)  A actual

   

   

 

7) 

Volume gravity thickener        

8)  Ruang lumpur

Direncanakan dasar  gravity thickener dibuat miring dengan

membentuk sudut 10o terhadap dasar horizontal.

 

 

   

Maka diperoleh luas, diameter,volume dan tinggi ruang lumpur

 gravity thickener  sebesar 143,14 m2, 13,5 m2 dan 1,188 m

C.  Sistem Effluent

Digunakan sistem pelimpah menggunakan Vnotch 90o. Direncanakan

 jarak antar pelimpah, l = 1 m

1)  Jumlah pelimpah

( )  

 

Page 89: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 89/106

87

2)  Berat lumpur setelah dikentalkan  

 

 

 3)  Volume lumpur per hari

 

     4)  Volume lumpur jika td pengambilan tiap 3 hari  

   

5)  Volume supernatan

         

= 48.741,51   m3

= 48.531,11 m3 

 

 

6)  Debit pelimpah

 

 

Page 90: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 90/106

88

7)  Tinggi air diatas pelimpah

(

) ⁄

 

⁄  

 

D.  Sistem Outlet  

Setelah dialirkan melalui pelimpah, supernatan ditampung pada saluran

 penampung yang berbentuk segi empat dengan lebar (b) 0,5 m, yang terbuat

dari beton dengan konstanta kekasaran n =m 0,013 dan kecepatan aliran, v =

1m/s. 

1)  Menghitung luas penampang, A

 

 

 2)  Kedalaman air pada saluran

 

 

3) kedalaman saluran pelimpah

Hsalpembawa = y + freeboard

Asumsi freeboard 20% dari 5,4 cm = 1,08 cm

Maka kedalaman saluran pembawa = 5,4 cm + 1,08 cm = 6,48 cm

Maka di dapat luas penampang dan kedalaman air pada saluran adalah

0,027 m2 dan 5,4 cm.

Page 91: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 91/106

89

Tabel 5. 7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Gravity Thickener  

 No Gravity thickener satuan Nilai

1 Qlumpurmssuk   m /hari 3.249,4

2 Luas Bak m 137,096

3 Jumlah Bak Buah 4 operasi 1 standby

4 Diameter Bak m 13,5

5 Tinggi ruang lumpur m 1,188

6 Sistem effluent

Jarak antar pelimpah m 1

Jumlah pelimpah unit 21

Tinggi air diatas pelimpah cm 7,15

7 Sistem outlet

8 Lebar saluran penampung m 0,5

9 Kedalaman air pada saluran cm 5,4

10 Freeboard cm 1,08

11 Kedalaman saluran penampung cm 6,48

Sumber: Hasil Perhitungan2015 

5. 4 Sludge Drying Bed  

Tabel 5. 8 Kriteria Perencanaan Sludge Drying Bed  Parameter Simbol Nilai

Tebal lapisan media HMedia 200-300 mm

Lebar bed   L 6 m

Panjang bed   P 6-30 m

Tabel 5. 9 Data Perencanaan

Parameter Simbol NilaiTebal Lapisan Media HMedia  250 mm

Tebal cake di bed   Hcake  0,5 m

Lebar bed   L 6 m

Waktu pengeringan T 10 hari

Berat air didalam cake sludge  Pi 60% berat solid

Jumlah bed  rencana N 3

Page 92: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 92/106

90

Tabel 5. 10 Kondisi Lumpur Yang Keluar Dari Gravity Thickener  

Parameter Simbol Nilai

Kadar air P 90%

Kadar solid S 10%

Maka berat solid dan volume solid dapat dihitung dengan cara:

  Berat solid :    = 725 

  Volume solid (Vi) : Ql x 10%

=    

= 7,014 

Perhitungan

1.  Dimensi bed :

Kapasitas Bed (V) =  =

   = 23,38 m3 

Luas bed (A) = =46,76 m2 

Sehingga

  Lebar = 6 m

 

Panjang bed = =  = 7,79 m ≈ 7,8 m 

2.  Tebal cake di bed = 0,5 m, terdiri atas

  H lumpur = 0,25 m

  H pasir = 0,15

  H gravel = 0,1 m

  Freeboard rencana (fb)= 0,2 m

Sehingga H total = h lumpur + h pasir + h gravel + fb= 0,7 m

3. 

Dimensi bak

  Tiap bak terdiri dari 1 drainage lateral line 

  Letak pipa memanjang

  Slope pipa = 2%

  Diameter pipa = 100mm

Page 93: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 93/106

91

a)  Letak pipa = lebar bak / jumlah bak

= 6 m/ 3

= 3m

 b) 

Jarak pipa dari dinding (S) :

Lebar tempat pipa =150 mm (rencana)

S=  =

 = 1,95 m

c)  Kedalaman central (h central):

Slope = 2% = 0,02

Slope =  , dimana L=S

Jadi h central = slope x S= 0,02 x1,95m

=0,01 m= 1 cm

Maka kedalaman bak dari central pipeline adalah:

H central = H total + h central

= 0,7 m+ 0,01m = 0,71 m

Tabel 5. 11 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Sludge Drying Bed  

 No Sludge Drying Bed satuan Nilai1 Kapasitas bed m

3  23,38

2 Luas Bed m2  46,76

3 Jumlah Bed Buah 3 operasi 1 standby

4 Lebar bed m 6

5 Panjang bed m 7,8

6 Tebal cake di bed m 0,5

Tinggi lumpur m 0,25

Tinggi pasir m 0,15

Tinggi gravel m 0,1

7 Freeboard rencana m 0,2 m

8 Tinggi total bed m 0,7

9 Diameter pipa drainage mm 100

10 Letak pipa drainage dari dinding bak m 3

11 Kedalaman bak dari central pipeline m 0,71

Sumber: Hasil Perhitungan,2015

Page 94: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 94/106

92

BAB VI

KESIMPULAN

Air limbah domestik atau air buangan memiliki kandungan fisik, kimia dan biologi yang

apabila konsentrasi tiap parameternya melebihi baku mutu Kepmen LH tahun 112 tahun

2003 dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Air limbah domestik

 perumahan X memiliki parameter BOD dan TSS yang melebihi baku mutu air limbah

domestik (KepMen LH 112 tahun 2003), konsentrasi BOD air limbah domestik

 perumahan X sebesar 161 mg/l sedangkan konsentrasi maksimum yang diperbolehkandalam baku mutu KepMen LH 112 tahun 2003 hanya sebesar 100 mg/l. Untuk

 parameter TSS pada air limbah perumahan X memiliki konsentrasi sebesar 242 mg/l

sedangkan konsentrasi maksimum yang diperbolehkan hanya 20 mg/l, agar kedua

 parameter tersebut dapat memnuhi standard baku mutu untuk effluent limbah domestik

yang telah ditetapkan maka perlu dilakukan pengolahan untuk menurunkan konsentrasi

 parameter yang melebihi baku mutu tersebut, dalam memilih unit pengolahan maka

harus diketahui efisiensi yang harus dicapai oleh unit pengolahan tersebut, berdasarkan

hasil perhitungan untuk menurunkan konsentrasi BOD menjadi 100 mg/l dibutuhkan

efisiensi unit minimal sebesar 37,89% dan untuk menurunkan konsentrasi TSS menjadi

20 mg/l dibutuhkan unit yang mampu mereduksi TSS sebesar 91,7%.

Unit pengolahan atau reaktor terpilih yang digunakan untuk mengolah air limbah

domestik perumahan X adalah unit activated sludge karena pertimbangan kemudahan

dalam operasi dan pemeliharaan serta mampu mengolah air limbah dengan beban BOD

yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar, karena dalam activated sludge  ini ada lumpur yang diresirkulasi dimana dalam lumpur tersebut terkandung

mikroorganisme yang masih aktif yang mampu mendegradasi zat organik dengan

kinerja yang lebih baik, maka pemeliharaan dan pengkondisian mikroba jauh lebih

mudah dibandingkan dengan unit pengolahan lain seperti trickling filter dan RBC

(rotating biological contactor ). Lumpur yang dihasilkan dari unit/reaktor activated

 sludge memiliki kuantitas yang besar dan masih mengandung kontaminan yang dapat

Page 95: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 95/106

93

membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan apabila langsung dibuang ke

lingkungan atau badan periran, sehingga lumpur ini perlu diolah. Pengolahan lumpur

yang dipilih dalam perencanaan instalasi pengolahan air buangan secara biologi ini

adalah dengan gravity thickener  dan sludge drying bed.

Page 96: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 96/106

94

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., dan Santika, S.S., (1987),  Metoda Penelitian Air , Usaha Nasional,

Surabaya.

Aldeeb, A.A. (1999). Water Treatment Plant Residuals Management . Dissertation.

University of Texas at Arlington. UMI.

APHA, AWWA, WAE, (1998), Standard Methods for The Examination of Water and

Wastewater , 20th Edition, American Public Health Association,   Washington

DC.

Arceivela,soli J. 1998. Wastewater Treatment For pollution Control. McGraw-Hill:New

Delhi

AWWA/ASCE/U.S. EPA. (1996). Technology Transfer Handbook: Management of

Water Treatment Plant Residuals. ASCE, New York.

Babbit, Harold E. 1969. Sewerage of Wastewater. John Willey & Sons, Inc. : New York

Bache, D.H. and M. D. Hossain. (1991). Optimum coagulation conditions for coloured

water in terms of floc properties.  Journal of Water Supply: Research  and

Technology —  Aqua, Oxford, Vol. 40 (3): 170 – 178.

Cornwell, D.A. and G.P. Westerhoff. 1981.  Management of water treatment plant sludge,

 sludges and its ultimate disposal. Ann Arbor Scientific Publication, Ann  Arbor,

Michigan.

Eckenfelder, wesley. 1979. Principles of water quality management. CBI Publishing

Company, Inc:Bostom.Publishing

Effendi, Hefni. 2003. Telaah kualitas air. Kanisius: yogyakarta.

Gotaas, Harold B. 1956. Composting : Sanitary Disposal And Reclamation Of Organic

Wastes. World Health Organization: Geneva.

Page 97: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 97/106

95

Hardjosuprapto, Moh. Masduki (MODUTO). 2000. Penyaluran Air Buangan (PAB)

Volume II. ITB. Bandung.

Hindarko, S. 2003. Mengolah Air Limbah. Jakarta: Penerbit Esha Seri LingkunganHidup.

Idaman Said, Nusa 2014. “  Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses

Biologi”. ----.

McCormick,N., Younker, J., Mackie,A., and Walsh, M. 2009. Data Review from Full-

Scale Installations for Water Treatment Plant Residuals Treatment Process.

American Water Works Association and Dr. Margaret Walsh, PrincipalInvestigator, Dalhousie University.

Mogens Henze. Poul harremoes jes la cour jansen, Erik Arvin. 1996. Wastewater

Treatment: biological and chemical processes. Springer.

Monod, Jerome. 1991. Water Treatment Handbook. Dergremont: Prancis

 Nathanson, J. A. 1986.  Basic Environmental Technology : Water Supply, Waste

 Disposal, and Pollution Control . John Willey and Sons. New York. 332  –  336 p

 Nelson, P.O., and Lawrence, A.W.M., 1980. Microbial viability Measurements and

Activated sludge kinetics. Water Research 14.217-225.

 Novak, J.T. 1986. Historical and technical perspective of sludge treatment

disposal.Washington DC.

Peavy, H.S., D.R. Rowe, and G. Tchobanoglous. 1985.  Environmental Engineering .

McGraw-Hill,Inc. New York.

Prasetya, 1992, “Studi Pengaruh N Secara Biologis dan Perbandingan CTKN terhadap

Pengurangan N secara Biologis dengan Proses Nitrifikasi dan denitrifikasi

Lumpur aktif,” Skripsi, FTSP-ITS, Surabaya.

Qasim, Syed R. 1985. Waste Water Treatment Plants: Planning, Design And Operation,

2nd Ed , Vol 1. Mcgraw-Hill International Edition: Singapore.

Page 98: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 98/106

96

Reynolds, T.D. dan Richards, P.A., (1996), Unit Operations and Processes in

 Environmental Engineering , 2nd Edition, PWS Publishing Company, Boston.

Sawyer, C.N., dan McCarty, (1978), Chemistry for Environmental Engineering ,McGraw-Hill, Inc., New York.

Sugiharto, 1987,” Dasar-dasar pengelolaan air limbah”,Universitas Indonesia, Jakarta.

Sumarno. 2000. Degradasi Lingkungan. Hand Out Kuliah. Magister Ilmu Lingkungan,

UNDIP. Semarang.

Sundstrom, D. W. and Klei, H. E. 1979. Wastewater Treatment.. Englewood Cliffs,

 New Jersey : Prentice Hall Inc.

Soemirat, 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Solichin, Mohammad. 2012. Diktat Kuliah Pengelolaan Air Limbah : Proses

Pengolahan Air Limbah Dengan Biakan Tersuspensi. Jurusan Teknik

Lingkungan. Universitas Brawijaya

Tchobanoglous, George dan Burton (1991), Wastewater Engineering: Treatment,

Disposal, and Reuse/Tchobanoglous dan Burton, 1991,Inc.,3rd Edition,

McGraw-Hill, Inc.New York.

Tchobanoglous, George dan Burton (2004), Wastewater Engineering: Treatment,

Disposal, and Reuse/Tchobanoglous dan Burton, 2004,Inc.,4th Edition,

McGraw-Hill, Inc.New York

Turovskiy, I.S., Mathai, P.K. (2006). Wastewater Sludge Processing. New York:

Wiley. 

Water Environment Federation. 2008. Operation Of Municipal Wasteater Treatment

 Plants: MoP no.11, sixth edition. McGraw-hill : new york.

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Pedoman Pengelolaan Air

LimbahPerkotaan . Jakarta.Depertemen Pekerjaan Umum. 1989.

Page 99: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 99/106

97

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Air

Limbah Domestik.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 Tentang PedomanPenetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air

Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan

Pengendalian Pencemaran Air

Hartarto, NugrohoTri. 2012. Laporan Integrasi Praktikum Metode dan Teknik Analisis

 Lingkungan Uji Kualitas Air Berdasarkanparameter Biologi, Fisika dan Kimia.

Universitas airlangga. ( https://www.academia.edu/7307980/Integrasi_FIX ) 

diakses tanggal 9 oktober 2015. 

Ibrahim Muthawali, Dede. 2012. http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article-

28818-5-Dede-USU.pdf.  Diakses tanggal 24 september 2015

Jujubandung. 2012. Https://Jujubandung.Wordpress.Com/2012/06/10/Sistem-

Penyaluran-Air-Buangan-Domestik-2/ Diakses Tanggal 24 September 2015.

Page 100: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 100/106

ii

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya,

saya dapat menyelesaikan tugas besar Mata Kuliah Desain Pengolahan Biologi dengan

 judul Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Buangan. Penulisan tugas besar ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir

Semester 7. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tugas besar ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih kepada:

1)  Ibu Dr. Etih Hartati, Ir., M.T. selaku dosen mata kuliah Desain Pengolahan

Biologi yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengajarkan

saya ilmu yang terkait dengan tugas besar ini.

2)  Ibu Yulianti Pratama, S.T., M.T selaku asisten dosen yang telah mengarahkan

saya selama proses penyusunan tugas besar ini dan selalu memberikan

semangat yang sangat berarti bagi saya untuk menyelesaikan tugas besar ini.

3)  Orang tua dan keluarga saya yang selalu memberikan doa serta dukungan

materil dan moril.

4)  Seluruh rekan-rekan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Nasional Bandung

Angkatan 2012 yang selalu setia memberikan dukungan mental dan semangat

kepada saya untuk menyelesaikan tugas besar ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu. Semoga tugas besar ini membawa manfaat bagi semua pihak.

Bandung, 20 Desember 2015

Penulis

Page 101: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 101/106

iii

DAFTAR ISI

Prakata.......................................................................................................................ii

Daftar Isi....................................................................................................................iiiDaftar Tabel...............................................................................................................v

Daftar Gambar...........................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1. 1 Tujuan Pengolahan Air Limbah Domestik/Air Buangan ............................... 1

1. 2 Faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas Air Buangan .................................... 2

1. 3 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Air Buangan ...................................... 3

1. 4 Data yang Diperlukan Dalam Perencanaan IPAL ......................................... 5

1. 5 Pertimbangan Pemilihan Sistem Pengolahan Air Buangan ........................... 6

BAB II STANDAR DAN KARAKTERISTIK AIR BUANGAN ........................... 9

2. 1 Baku Mutu ................................................................................................... 9

2. 2 Karakteristik Limbah Domestik ................................................................. 10

2. 3 Unsur Pencemar Dalam Air Limbah Domestik, Sumber Dan Arti

Pentingnya ........................................................................................................ 18

BAB III PERENCANAAN UNIT INSTALASI AIR BUANGAN ....................... 22

3. 1 Data-Data Untuk Perencanaan ................................................................... 223. 2 Analisa Kualitas Air Sungai Kelas II .......................................................... 23

3. 3 Efisiensi Minimum Unit Pengolahan Air Limbah Domestik ....................... 26

BAB IV INVENTARISASI UNIT PENGOLAHAN ............................................ 27

4. 1 Umum........................................................................................................ 27

4. 2 Sistem Pengolahan Air Limbah .................................................................. 28

4.2. 1 Unit Pengolahan Tingkat I ( Primary Treatment) .................................. 29

4.2.1. 1 Screening ................................................................................... 304.2.1. 2 Comminutor ............................................................................... 32

4.2.1. 3 Grit Removal /Grit Chamber ...................................................... 33

4.2.1. 4 Tangki Aliran Rata-Rata ( Flow Equalization) ............................ 39

4.2.1. 5 Pra Sedimentasi ......................................................................... 40

4.2. 2 Secondary Treatment (Pengolahan Sekunder) ...................................... 41

4.2.2. 1 Activated Sludge ........................................................................ 43

Page 102: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 102/106

iv

4.2.2. 2 RBC ( Rotating Biological Contactors) ...................................... 51

4.2.2. 3 Trickling filter ........................................................................... 52

4.2. 3 Sludge Treatment ................................................................................. 55

4.2.3. 1 Karakteristik Lumpur ................................................................. 55

4.2.3. 2 Jumlah Lumpur .......................................................................... 58

4.2.3. 3 Jenis Pengolahan Lumpur .......................................................... 59

4. 3 Alternatif Unit Pengolahan......................................................................... 65

BAB V PERHITUNGAN DESAIN PERENCANAAN ........................................ 71

5. 1 Bak Aerasi Lumpur Aktif (Complete Mix) ................................................. 71

5. 2 Perencanaan Bak Pengendap II .................................................................. 81

5. 3 Gravity Thickener ...................................................................................... 85

5. 4 Sludge Drying Bed ..................................................................................... 89

BAB VI KESIMPULAN ...................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................94

LAMPIRAN 

Page 103: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 103/106

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Komposisi Limbah Domestik Di Berbagai Negara ........................................... 15

Tabel 2. 2 Konten Rata-Rata Typical Bahan Organik Dalam Limbah Domestik  ............... 15

Tabel 2. 3 Komposisi Nutrient Dalam Air Limbah Domestik  ........................................... 16

Tabel 2. 4 Komposisi Logam Berat Dalam Air Limbah Domestik  .................................... 16

Tabel 2. 5 Karakteristik Limbah Cair Rumah Tangga ....................................................... 17

Tabel 2. 6 Rasio Parameter Dalam Air Limbah Domestik  ................................................ 20

Tabel 3. 1 Karakteristik Sungai X Kelas II ....................................................................... 22

Tabel 3. 2 Perbandingan Kualitas Air Sungai X Dengan Stream Standard  PP 82 Tahun

2001 ................................................................................................................................ 22

Tabel 3. 3Karakteristik Air Limbah Domestik  .................................................................. 23

Tabel 3. 4 Perbandingan Kualitas Air Limbah Domestik Dengan Standard Kulitas Air

Limbah Domestik ............................................................................................................ 24

Tabel 3. 5 Konsentrasi Campuran Tiap Parameter ............................................................ 25

Tabel 3. 6 Efisiensi Unit Removal Minimum .................................................................. 26

Tabel 4. 1 Unit Operasi dan Unit Proses yang Dapat Digunakan untuk Menyisihkan

Konstituen TSS dan BOD dalam Air Limbah Domestik ................................................... 27

Tabel 4. 2 Tingkatan Pengolahan Air Limbah  .................................................................. 28Tabel 4. 3 Jenis Comminutor Serta Ukuran Motornya  ...................................................... 32

Tabel 4. 4 Desain Kriteria Horizontal-Flow Grit Chamber  ............................................... 34

Tabel 4. 5 Desain Kriteria Aerated Grit Chamber  ........................................................... 35

Tabel 4. 6 Macam-Macam Unit Pengolahan Sekunder Secara Biologi .............................. 42

Tabel 4. 7 Nilai Koefisien Kinetik Pada Bioreaktor Lumpur Aktif .................................... 47

Tabel 4. 8 Efisiensi Penyisihan BOD5 Berdasarkan Tipe Unit Activated Sludge yang

digunakan ........................................................................................................................ 48

Tabel 4. 9 Desain kriteria bioreactor activated sludge ....................................................... 50

Tabel 4. 10 Desain Kriteria Trickling Filter ...................................................................... 52

Tabel 4. 11 Karakteristik Lumpur Koagulan Alum/Besi ................................................... 56Tabel 4. 12 perbandingan kelebihan dan kekurangan beberapa metode thickening  ............ 61

Tabel 4. 13 Efisiensi Pengolahan Limbah Domestik  ......................................................... 65

Tabel 5. 1 Desain Kriteria Bak Aerasi Lumpur Aktif (Complete Mix)  .............................. 71

Tabel 5. 2 Data Perencanaan Air Buangan Yang Masuk Ke Dalam Bak Lumpur Aktif  ..... 71

Tabel 5. 3 Typical Aeration Tank Dimensions For Mechanical Surface Aerators ............. 77

Tabel 5. 4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Activated Sludge ..................................... 79

Tabel 5. 5 Kriteria Desain Bak Pengendap II.................................................................... 81

Page 104: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 104/106

vi

Tabel 5. 6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Bak Pengendap II .................................... 85

Tabel 5. 7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Gravity Thickener  ................................... 89

Tabel 5. 8 Kriteria Perencanaan Sludge Drying Bed  ......................................................... 89

Tabel 5. 9 Data Perencanaan ............................................................................................ 89

Tabel 5. 10 Kondisi Lumpur Yang Keluar Dari Gravity Thickener  ................................... 90

Tabel 5. 11 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Unit Sludge Drying Bed  ................................ 91

Page 105: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 105/106

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4. 1 Diagram Alir Pengolahan Air Limbah Pada Tahap Primary ......................... 29

Gambar 4. 2 Typical Instalasi Pengolah Air Dengan Tambahan Tangki Aliran Rata-Rata 30

Gambar 4. 3 A) Screen Dengan Pembersihan Manual; B) Screen Dengan PembersihanMekanik .......................................................................................................................... 31

Gambar 4. 4 Horizontal Grit Chamber  ............................................................................ 35

Gambar 4. 5 Aerated grit chamber (a) potongan membujur (b) pola aliran dalam aerated

grit chamber .................................................................................................................... 36

Gambar 4. 6 Dua Tipe Vortex Grit Chamber .................................................................... 37

Gambar 4. 7 Diagram Rippl (Teori) ................................................................................ 40

Gambar 4. 8 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif

Standar (Konvensional) ................................................................................................... 44

Gambar 4. 9 Proses Oxidation Ditch ................................................................................ 50

Gambar 4. 10 Rotating Biological Contactor .................................................................... 51

Gambar 4. 11 Efek Hidraulik Loading Dan Kedalaman Pada BOD Removal .................... 54

Gambar 4. 12 penentuan koefisien n ................................................................................ 55

Gambar 4. 13 Konsentrasi kandungan padatan pada lumpur dari berbagai pengolahan ..... 59

Gambar 4. 14 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Activated Sludge ............ 66

Gambar 4. 15 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan trickling filter  ................. 67

Gambar 4. 16 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan RBC  ............................... 68

Page 106: Desain Pengolahan Biologi

7/25/2019 Desain Pengolahan Biologi

http://slidepdf.com/reader/full/desain-pengolahan-biologi 106/106