draft disertasi gea bab ii fin

Upload: fadlali

Post on 24-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    1/197

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan Hakim

    Suatu peraturan perundang-undangan memiliki karakteristik: Pertama, umum

    dan komprehensif. Kedua, universal, artinya diciptakan untuk menghadapi peristiwa-

    peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Dengan kata lain, tidak

    dirumuskan untuk mengatasi peristiwa tertentu saja. Ketiga, memiliki kekuatan untuk

    memperbaiki diri sendiridengan mencantum-kan ketentuan yang memungkinkan untuk

    dilakukannya perubahan. Di sisi lain, ada pengadilan sebagai lembaga yang berfungsi

    menyelenggarakan proses peradilan dalam menerima, memeriksa dan mengadili

    sengketa masyarakat, yang tugas-tugasnya diwakili oleh hakim. arena itu kepercayaanmasyarakat terhadap hukum serta institusi peradilan ditentukan oleh kredibilitas dan

    profesionalitas hakim dalam menyelesaikan sengketa serta menegakkan keadilan.!

    "erdapat beberapa asas yang tujuannya agar undang-undang mempunyai

    dampak positif. #rtinya agar undang-undang mencapai tujuannya, sehingga efektif. #sas-

    asas tersebut antara lain: Pertama, undang-undang tidak berlaku surut, artinya undang-

    undang hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang di-sebut di dalam undang-undang

    itu, serta terjadi setelah undang-undang dinyatakan berlaku. Kedua, undang-undang yang

    dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, ber-kedudukan lebih tinggi pula.

    Ketiga, undang-undang yang bersifat khusus melumpuhkan undang-undang

    yang bersifat umum, jika pembuatnya sama. #rtinya, terhadap peristiwa khusus wajib

    diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walau dapat pula

    diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas atau umum,

    yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tadi. Keempat, undang-undang yang berlaku

    belakangan, membatalkan undang-undang yang ber-laku terdahulu. #rtinya, undang-

    undang yang lebih dahulu berlaku di mana diatur mengenai suatu hal tertentu, tidak

    berlaku lagi jika ada undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur pula

    hal yang sama, meski makna atau tujuan-nya berlainan atau berlawanan dengan undang-

    undang lama.

    Kelima, undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Keenam, undang-undang

    merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraaan spiritual dan materiel bagi

    masyarakat maupun pribadi, melalui pelestarian ataupun inovasi.$Dengan demikian dapat

    ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa gangguan ter-hadap penegakan hukum yang

    berasal dari undang-undang mungkin disebabkan: pertama, tidak diikutinya asas-asas

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    2/197

    berlakunya undang-undang+ kedua, belum adanya peraturan pelaksana yang sangat

    dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang+ danatau ketiga, ketidakjelasan arti kata-

    kata dalam undang-undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran interpretasi serta

    implementasi.

    #dil& tidak termasuk pengertian hakiki suatu tata hukum, tidak berarti suatu tata

    hukum dapat dibentuk begitu saja. 'emang jelas bahwa suatu tata hukum harus dibentuk

    dengan tujuan keadilan. /leh sebab itu diterima juga bahwa pembentukan suatu tata

    hukum berpedoman pada prinsip-prinsip umum tertentu, yakni prinsip-prinsip yang

    digunakan untuk mencapai tujuan tersebut di-ambil dari keyakinan-keyakinan yang hidup

    dalam masyarakat tentang suatu ke-hidupan yang adil dan baik.) 'engapa sifat adil

    dianggap bagian konstitutif hukum0 #lasannya, bahwa hukum dipandang sebagai bagian

    tugas etis manusia. #rtinya, manusia wajib membentuk suatu hidup bersama yang baikdengan mengaturnya secara adil. 'aka, menurut kesadaran keadilan yang timbul secara

    spontan dalam hati manusia bahwa hukum merupakan pernyataan keadilan. 1ukum yang

    tidak adil, bukan hukum.2 1akikat hukum adalah membawa aturan yang adil dalam

    masyarakat. Semua arti lain menunjuk ke arah ini sebagai arti dasar segala hukum.3

    Roeslan Saleh sebagaimana dikutip Satjipto Rahadjo menyatakan bahwa

    hakim diharapkan senantiasa menempatkan diri dalam hukum, sehingga hukum baginya

    merupakan hakikat dari hidupnya. 1akim tidak boleh menganggap hukum sebagai

    rangkaian larangan dan perintah yang akan mengurangi ke-merdekaannya, melainkan

    sebaliknya, hukum harus menjadi sesuatu yang mengisi kemerdekaannya. 1ukum bukan

    semata-mata undang-undang, tetapi juga hukum yang muncul dalam putusan hakim dan

    kebiasaan dalam masyarakat. (ndang-undang memang penting dalam negara hukum,

    akan tetapi bukan segalanya dan proses memberi keadilan kepada masyarakat tidak

    begitu saja berakhir melalui kelahiran pasal-pasal undang-undang.4Di 5ndonesia seorang

    $ Soerjono Soekanto, $**$, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PenegakanHukum, %ajawali 6ers, 7akarta, hlm. 4-8.

    Ibid., hlm. !$.

    )"heo 1uijbers, !882, Filsafat Hukum, 6ustaka 9ilsafat, ogyakarta, hlm. 38.

    2Ibid., hlm. 4).

    3%oscoe 6ound, !8;$, Pengantar Filsafat Hukum, ttp., 7akarta, hlm. $!.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    3/197

    hakim harus meng-indahkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.;Di lain pihak hakim

    dituntut untuk mengindahkan undang-undang yang berlaku, karena itu tidaklah cukup se-

    orang hakim hanya memupuk rasa keadilan sosial yang tinggi. 1akim harus menjatuhkan

    putusan dengan mempertimbangkan dan menaati peraturan per-undangan yang berlaku.

    =amun kiranya kemungkinan mencari keadilan dalam rangka undang-undang yang

    berlaku, masih cukup besar juga.81akim dapat menempuh macam-macam jalan, antara

    lain:

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    4/197

    semata, sedangkan memahami undang-undang merupakan proses berpikir

    reflektif yang menunjukkan upaya untuk tidak sekadar ber-henti pada hal-hal

    yang bersifat harfiah semata, namun berusaha menemu-kan upaya untuk tidak

    sekadar berhenti pada hal-hal yang bersifat harfiah semata, namun berusaha

    menemukan makna yang tersirat yang justru tidak tampak dari bunyi pasal

    tersebut. Cara berpikir reflektif yang selalu mengaitkan antara konsep dan

    operasionalisasi yang akan menghasilkan penilaian yang objektif itu merupakan

    tugas yang memakan waktu dan pikiran yang barangkali kurang sesuai bagi

    mereka yang terbiasa dengan budaya instan.

    6emikir reaktif melihat suatu peristiwa hukum dan menghubungkannya dengan

    pasal-pasal dalam peraturan perundangan dengan lebih menitik-beratkan pada

    penemuan jawaban terhadap apa& hukumnya dan bagai-mana& menerapkannyadalam peristiwa konkrit tersebut dengan mengapa&, yakni konsepasas yang

    mendasarinya. emudian, berupaya bagaimana& menerapkannya dalam

    peristiwa konkrit, sesuai dengan pesan yang termuat dalam konsepasas yang

    mendasarinya, yang secara umum bertujuan untuk memberikan jaminan keadilan

    bagi setiap orang. "ampaknya pertanyaan mengapa& ini cenderung dihindari.

    6adahal, wacana moral dan etika justru kaitannya dengan pemahaman tentang

    konsepasas yang tersembunyi di balik suatu pasal.!)

    7ika bunyi suatu pasal diinterpretasikan secara objektif dan tidak melulu dari segi

    gramatikal saja, maka titik temu antara yang formal dan substansial akan tercapai. 7ustru

    dalam hal-hal yang bersifat substansial inilah dikandung pesan keadilan, itikad baik, dan

    sebagainya. 6ilihan antara cara berpikir reaktif dan reflektif kadang tidak mudah. Balau

    seorang cenderung berpikir reflektif, belum tentu konsekuen dalam tindakan selanjutnya,

    karena suatu pengambilan keputusan kadang pertimbangan non-yuridis menjadi lebih

    dominan. 5nilah yang kemudian menimbulkan reaksi dalam masyarakat. 'ewujudkan

    kreativitas berpikir dan ber-tindak konsekuen dengan memadukan nalar dan nurani

    memerlukan sikap mental tertentu. Setidaknya, menurut aria S!"!Sumardjono, dapat

    disederhanakan dengan terpenuhinya empat persyaratan yang disingkat )C&, yakni:

    pertama, comprehension, yang berarti pemahaman tentang peraturan perundangan, baik

    ter-surat maupun tersirat+ kedua, competence, yang berarti mempunyai kewenangan

    bertindak+ ketiga, courage, yakni keberanian bertindak konsekuen dengan pemahaman

    dan sesuai kewenangan+ dan keempat, compassion, artinya tindakan itu dilandasi empati,

    yakni kepedulian terhadap nasib orang lain. Dari keempat syarat itu tampaknya courage

    atau keberanian yang paling sulit dipenuhi. %isiko disebut sebagai orang kontroversial,

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    5/197

    kadang tidak menyenangkan. "etapi jika di-maksudkan untuk menegakkan keadilan dan

    kebenaran, hal ini berarti bahwa pendapat yang salah kaprah itulah yang harus

    diluruskan.!2

    A! Hakim dan Keadilan

    R#$S%AN SA%$H sebagaimana dikutip SATJIPT# RAHA&J# menyatakan bahwa

    hakim diharapkan senantiasa menempatkan diri dalam hukum, sehingga hukum baginya

    merupakan hakikat dari hidupnya. 1akim tidak boleh menganggap hukum sebagai

    rangkaian larangan dan perintah yang akan mengurangi kemerdekaannya, melainkan

    sebaliknya, hukum harus menjadi sesuatu yang mengisi kemerdekaannya. 1ukum bukan

    semata-mata undang-undang, tetapi juga hukum yang muncul dalam putusan hakim dan

    kebiasaan dalam masyarakat. (ndang-undang memang penting dalam negara hukum,akan tetapi bukan segalanya dan proses memberi keadilan kepada masyarakat tidak

    begitu saja berakhir melalui kelahiran pasal-pasal undang-undang.!3Di 5ndonesia seorang

    hakim harus mengindahkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.!4Di lain pihak hakim

    dituntut untuk mengindahkan undang-undang yang berlaku, karena itu tidaklah cukup

    seorang hakim hanya memupuk rasa keadilan sosial yang tinggi. 1akim harus

    menjatuhkan putusan dengan mempertimbangkan dan menaati peraturan perundangan

    yang berlaku. =amun kiranya kemungkinan mencari keadilan dalam rangka undang-

    undang yang berlaku, masih cukup besar juga.!;

    agasan ini pantas

    ditumbuhkembangkan karena saat ini sudah mendesak perlunya upaya mendudukkan

    !2Ibid., hlm. !8$-!8.

    !3Satjipto %ahardjo, 5ndonesia

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    6/197

    citra hukum dalam posisinya yang sejati.$*Sebagian besar sarjana hukum menerima&

    bunyi suatu pasal undang-undang apa adanya. Dengan kata lain, hanya membaca&,

    bukan memahami, meminjam istilah SATJIPT# RAHAR&J#, bertindak bagai mesin

    belaka&.$!

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    7/197

    tertentu. Setidaknya, menurut ARIAS!"! SUAR&J#N#, dapat disederhanakan dengan

    terpenuhinya empat persyaratan yang disingkat )C&, yakni: pertama, comprehension,

    yang berarti pemahaman tentang peraturan perundangan, baik tersurat maupun tersirat+

    kedua, competence, yang berarti mempunyai kewenangan bertindak+ ketiga, courage,

    yakni keberanian bertindak konsekuen dengan pemahaman dan sesuai kewenangan+ dan

    keempat, compassion, artinya tindakan itu dilandasi empati, yakni kepedulian terhadap

    nasib orang lain.Dari keempat syarat itu, tampaknya keberanianE ?courage@ yang paling

    sulit dipenuhi. %isiko disebut sebagai orang kontroversial, kadang tidak menyenangkan.

    "etapi jika dimaksudkan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, hal ini berarti bahwa

    pendapat yang salah kaprah itulah yang harus diluruskan.$

    PRINSIP &ASAR K$KUASAAN K$HAKIAN(ndang-(ndang Dasar =egara %epublik 5ndonesia "ahun !8)2 menegaskan bahwa

    5ndonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu

    prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan

    kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk

    menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

    ekuasaan kehakiman yang merdeka dapat dikatakan sebagai suatu refleksi

    dari '(ni)ersal *eclaration of Human &ights+, dan 'International #o)enant on #i)il and

    Political &ights+,F!)Gyang di dalamnya diatur mengenai ,independent and impartial

    judiciary,. Di dalam (ni)ersal *eclaration of Human &ights, dinyatakan dalam%rticle

    .,/)ery one is entitled in full e0uality to a fair and public hearing by in independent and

    impartial tribunal in the determination of his rights and obligations and of any criminal

    charge against him1. Setiap orang berhak dalam persamaan sepenuhnya didengarkan

    suaranya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak

    memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajibannya dan dalam setiap tuntutan

    pidana yang ditujukan kepadanya.F!2GDi dalam International #o)enant on #i)il and Political

    &ights, dalam%rticle 2dinyatakan, , in the determination of any criminal charge against

    him or of his rights and obligations in a suit at law e)eryone shall be entitled to a fair and

    public hearing by a competent independent and impartial tribunal established by law1.

    (nsur-unsur yang dapat ditarik dari rumusan di atas yakni menghendaki: ?i@

    adanya suatu peradilan 3tribunal4yang ditetapkan oleh suatu perundang-undangan+ ?ii@

    peradilan itu harus independent, tidak memihak 3impartial4dan competent+ dan ?iii@

    peradilan diselenggarakan secara jujur 3fair trial4dan pemeriksaan secara terbuka 3public

    hearing4. Semua unsur-unsur tersebut tercantum dalam penjelasan 6asal $) dan $2 ((D

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    8/197

    !8)2 sebelum perubahan dan diimplementasikan dalam(ndang-undang =omor !) "ahun

    !84* jo. (ndang-undang =omor 2 "ahun !888, seperti telah dicabut dan digantikan

    dengan (ndang-undang =omor ) "ahun $**), tentang ekuasaan ehakiman.

    Dari konsep negara hukum seperti digariskan dalam konstitusi 6asal ! ayat ?@

    ((D !8)2, maka dalam rangka melaksanakan 6asal $) ((D !8)2, harus secara tegas

    melarang kekuasaan pemerintahan negara atau eksekutif untuk membatasi dan

    mengurangi wewenang kekuasaan kehakiman yang merdeka atau hakim yang bebas

    dalam proses peradilan yang telah dijamin oleh konstitusi tersebut.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    9/197

    wewenang yudisial bersifat tidak mutlak, karena tugas hakim adalah untuk menegakkan

    hukum dan keadilan berdasarkan 6ancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa

    keadilan rakyat 5ndonesia.

    ekuasaan kehakiman yang merdeka bukan berarti bahwa kekuasaan kehakiman

    dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya tanpa rambu-rambu pengawasan, oleh karena

    dalam aspek beracara di pengadilan dikenal adanya asas umum untuk berperkara yang

    baik 3general principles of proper justice4F$*Gdan peraturan-peraturan yang bersifat

    prosedural atau hukum acara yang membuka kemungkinan diajukannya berbagai upaya

    hukum. Dengan demikian dalam hal fungsi kehakiman adalah keseluruhan rangkaian

    kegiatan berupa mengadili suatu perkara sengketa yang individual konkret dan dalam

    kaitannya dengan konsep kekuasaan kehakiman yang merdeka, yang dalam konteks

    hukum meliputi wewenang, otoritas, hak dan kewajiban, maka kekuasaan kehakimandapat diartikan sebagai kekuasaan, hak dan kewajiban untuk menentukan apa dan

    bagaimana norma hukum terhadap kasus konflik-individual-konkret yang diajukan

    kepadanya, maka kekuasaan kehakiman terikat pada peraturan-peraturan yang bersifat

    prosedural yang disebut 1ukum #cara. ekuasaan kehakiman yang merdeka yaitu

    terwujud dalam kebebasan hakim dalam proses peradilan, dan kebebasan hakim dalam

    menjalankan kewenangannya ini, ada rambu-rambu aturan hukum formal dan hukum

    material, serta norma-norma tidak tertulis yang disebut asas umum penyelenggaraan

    peradilan yang baik 3general principles of proper justice4!F$!GDengan kata lain, kekuasaan

    peradilan terikat pada aturan hukum material dan peraturan-peraturan yang bersifat

    prosedural yakni hukum acara. Dengan demikian aturan hukum material dan peraturan-

    peraturan yang bersifat prosedural, dapat dikatakan sebagai batas normatif terhadap

    kebebasan kekuasaan peradilan atau kebebasan hakim dalam proses peradilan.

    ekuasaan kehakiman merupakan suatu mandat kekuasaan negara yang

    dilimpahkan kepada kekuasaan kehakiman. 'andat kekuasaan negara untuk sepenuhnya

    mewujudkan hukum dasar yang terdapat dalam rechtsideeuntuk diwujudkan dalam suatu

    keputusan hukum yang individual dan konkret, untuk diterapkan pada suatu perkara

    hukum yang juga individual konkret.F$$GDengan perkataan lain, kekuasaan kehakiman

    dapat diartikan sebagai kewenangan dan kewajiban untuk menentukan apa dan

    bagaimana norma hukum terhadap kasus konflik-individual-konkret yang diajukan

    kepadanya dengan memperhatikan hukum dasar negara.F$GDengan demikian dalam

    sistem hukum nasional yang berlaku, penyelesaian hukum dalam perkara yang individual

    konkret hanya ada pada satu tangan yaitu pada kekuasaan kehakiman. 1al demikian

    berlaku tidak saja untuk perkara-perkara konkret yang berkaitan dengan persengketaan

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    10/197

    Dari uraian di atas, dapat diambil simpulan pengertian bahwa dalam kekuasaan

    kehakiman yang merdeka terkandung tujuan atau konsep dasar, yaitu:

    ?!@Sebagai bagian dari sistem pemisahan kekuasaan 3separation of power4atau

    pembagian kekuasaan3distribution of power4di antara badan-badan penyelenggara

    negara.

    ?$@ Sebagai bagian dari upaya untuk menjamin dan melindungi kebebasan rakyat.

    ?@ (ntuk mencegah kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari pemerintah.

    ?)@Sebagai suatu 'conditio sine 0uanon+bagi terwujudnya negara hukumdan

    pengendalian atas jalannya pemerintahan negara.

    P#TR$T PR#'$SI#NA%IS$ HAKI &A%A PUTUSAN

    hakim dan peradilan merupakan dua unsur yang begitu penting bagiperkembangan bangsa dan negara serta masyarakat kita ke depan.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    11/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    12/197

    sebagaimana yang ) 'ustafa #bdullah, 6engembangan 5ntegritas dan 6rofesionalisme

    1akim. 6rofesionalisme hakim dapat dilihat dari, antara lain, aspek-aspek penguasaan

    ilmu hukum, kemampuan berpikir yuridis, kemahiran yuridis, kesadaran serta komitmen

    profesional. 3 1al ini sejalan dengan

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    13/197

    cara menggunakan rujukan tersebut dalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya.

    husus dalam putusan pidana, kemahiran yuridis dalam membuat putusan juga dapat

    dilihat dari penetapan hakim dalam menentukan vonis bagi terdakwa dibandingkan

    dengan tuntutan yang diajukan 76(. eempat, kesadaran serta komitmen profesional

    yang mencakup upaya penumbuhan sikap, kepekaan dan kesadaran etik profesional,

    khususnya berkenaan dengan pembebanan profesi hukum sebagai profesi yang

    berorientasi pada upaya mewujudkan keadilan dalam masyarakat serta profesi hukum

    sebagai profesi yang terhormat ?officium nobile@. riteria ini akan dilihat dari indikator

    berupa ada tidaknya pendampingan penasihat hukum ?advokat@, khususnya dalam

    perkara pidana. indikator kepekaan hakim terhadap penumbuhan dan pengembangan

    sikap serta kesadaran etik profesionalnya, dengan orientasi pada upaya mewujudkan

    keadilan dalam masyarakat. (ntuk mengetahui kedudukan putusan hakimyang olehSudikno 'ertokusumo diartikan sebagai Msuatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai

    pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan

    untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak&8

    dalam sistem hukum 5ndonesia, teori %eine %echtslehre ?the pure theory of law, teori

    hukum murni@ 1ans elsen bisa dijadikan sebagai landasan. "eori murni tentang hukum

    ini memandang hukum sebagai kaidah yang dijadikan objek ilmu hukum. 'eskipun diakui

    bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor politis, sosiologis, filosofis dan sebagainya,

    tercermin dalam ideologi =egara %epublik 5ndonesia, 6ancasila, khususnya sila kelima:

    eadilan sosial bagi seluruh rakyat 5ndonesia&. Sila ini mengandung pengertian bahwa

    keadilan meliputi pemenuhan tuntutan-tuntutan hakiki bagi kehidupan material dan

    spiritual manusia, yaitu bagi seluruh rakyat 5ndonesia secara merata berdasarkan asas

    kekeluargaan. Sila tersebut menjabarkan keadilan dalam pengertian tata sosial

    masyarakat, sehingga yang lebih ditekankan adalah pengertian kesejahteraan rakyat.

    IN&$P$N&$NSI K$KUASAAN K$HAKIAN

    5ndependensi kekuasan kehakiman tercantum dalam pasal $) ayat ?!@

    (ndang(ndang Dasar !8)2 #mandemen etiga ?tahun !888@ yang berbunyi: ekuasaan

    kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan

    guna menegakkan hukum dan keadilan&. 5ndependensi kekuasaan kehakiman di

    5ndonesia adalah kebebasan atau kemerdekaan hakim untuk menjalankan tugasnya

    menyelenggarakan peradilan secara tidak memihak, semata-mata berdasarkan fakta dan

    hukum, tanpa pembatasan, pengaruh, bujukan, tekanan atau intervensi langsung maupun

    tidak langsung, dari pihak mana pun danatau untuk alasan apa pun, demi tujuan keadilan

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    14/197

    terhadap pengaruh sesama hakim atau koleganya+ b. 5ndependensi substantif, yaitu

    independensi hakim terhadap kekuasaan mana pun, baik ketika memutuskan suatu

    perkara maupun ketika menjalankan tugas dan kedudukannya sebagai hakim.

    5ndependensi individual meletakkan hakim sebagai titik sentral dari seluruh pengertian

    independensi, yaitu kebebasan dari segala pengaruh dari luar dalam bentuk apa pun.

    ewenangan hakim yang sangat besar itu menuntut tanggung jawab yang tinggi,

    sehingga putusan pengadilan yang dibuka dengan kalimat Demi eadilan berdasarkan

    etuhanan ang 'aha Nsa& mengandung arti bahwa kewajiban menegakkan kebenaran

    dan keadilan itu wajib dipertanggungjawabkan secara horiJontal kepada semua manusia,

    dan secara vertikal dipertanggungjawabkan kepada "uhan ang 'aha Nsa.!3

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    15/197

    pembebanan profesi hukum sebagai profesi yang berorientasi pada upaya mewujudkan

    keadilan dalam masyarakat serta profesi hukum sebagai profesi yang terhormat ?officium

    nobile@. esadaran serta komitmen profesional hakim ini dapat dilihat, antara lain, dari ?a@

    pendampingan penasihat hukum ?advokat@ dan ?b@ adanya kesalahan pengetikan.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    16/197

    demikian tata kelakuan adalah nilai-nilai moral?moral )alues@ yang menyetujui perilaku

    atau tindakan tertentu dan melarang perilakutindakan yang lain karena adanya keyakinan

    bahwa dengan demikian maka kesejahteraan bersama akan terlindungi. Dengan demikian

    terkandung juga nilai-nilai keman(aatan?utilitas@. =ilai-nilai moral inilah yang menjadi

    muatan dari keadilan sebagai moral justice. Dalam pengertian yang lain, nilai-nilai moral

    dan nilai-nilai kemanfaatan ini terkandung dalam sebuah term: moral justice.

    Sementara itu ada kecenderungan kuat beberapa tata kelakuan diformulasikan

    dalam hukum-hukum masyarakat, sebagai kaidah-kaidah hukum yang mengatur apa yang

    boleh dan tidak boleh dilakukan ataupun prosedur apa yang harus dilalui, di mana sanksi-

    sanksi yang dijatuhkan masyarakat bagi individu yang tidak bisa menyesuaikan diri adalah

    tegas. 9ormulasi atas nilai-nilai hukum ini bertujuan untuk menimbulkankepastian

    hukum, yang menjadikan sebagai muatan keadilan dari sisi legal justice.Dengan demikian, sebagaimana ditegaskan 6rofesor %adin, bagaimanapun juga

    hukum itu berkaitan dengan kemanusiaan. 5a mengakui bahwa hukum ada hubungannya

    dengan keadilan atau setidak-tidaknya dengan humanitas dan pengampunan ?clemency@.

    F4G

    1ukum sebagai kaidah pembatas dalam bertindak dan bertingkah laku

    sosial merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. 'asyarakat menciptakan hukum

    untuk menghindari dan menyelesaikan pertentangan yang timbul antar anggota

    masyarakat. Dengan demikian 1ukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. "iada

    hukum tanpa masyarakat.

    6engadilan melalui putusan-putusan 1akim berperan menstransformasikan

    gagasan-gagasan yang bersumber pada nilai-nilai moral yang bersifat abstrak ke dalam

    peristiwa konkret, sehingga putusan hakim mentransformasikan asas-asas yang abstrak

    menjadi kaidah hukum yang kongkret.

    'entransformasikan gagasan-gagasan keadilan ke dalam suatu peristiwa

    kongkret sesungguhnya bukan perbuatan yang mudah. 7ika sekedar memasukkan atau

    memsubsumsikan suatu peristiwa ke dalam peraturan perundang-undangan secara

    sillogisme formil maka keadilan ?output@ yang dicapai adalah keadilan hukum ?legal

    justice@. Sesuai ajaran hukum positivisme, keadaan demikian dipandang telah memenuhi

    rasa keadilan.

    . (ndang-undang adalah hasil dari lembaga legislatif, sehingga undang-undang

    dipandang sudah adil, dengan demikian putusan 1akim yang telah sejalan dengan bunyi

    undang-undang dipandang telah memenuhi rasa keadilan karena telah sesuai

    dengan kepastian hukum.

    http://pn-sleman.go.id/index.php/artikel-topmenu-91/34-hukum-umum#_ftn7http://pn-sleman.go.id/index.php/artikel-topmenu-91/34-hukum-umum#_ftn7
  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    17/197

    diupayakan, yakni suatu keadilan )ang su*stanti(?subtantial justice@. Keadilan

    moral?moral justice@ lebih ideal daripada sekedar legal justice. onkretisasi subtantial

    justicehanya mungkin tercapai bilamana 1akim memahami kenyataan sosial yang terjadi

    di masyarakat.

    Dalam hal ini, yang perlu diperdalam adalah kemampuan profesional dalam

    menggali dan menjabarkan proses penegakan hukum atas suatu peristiwa atau kasus

    yang konkret. Setidaknya aspek-aspek penegakan hukum oleh 1akim sebagai berikut:

    a. Penerapan hukum?rechts fassing@, yakni memasukkan atau mensubsumsikan

    fakta ?premis minor@ ke dalam peraturan (ndang-undang ?premis mayor@ secara

    silogisme formil untuk selanjutnya ditarik konklusi mana yang benar mana yang salah

    sebagaimana dianut oleh aliran positivisme+ atau

    b. merupakan penerapan hukum tetapi dengan dasar anggapan bahwa (( itu tidakselalu lengkap sempurna, akan tetapi (( tersebut memiliki kekuatan ekspansi logis

    atau jangkauan menurut logika, dalam hal demikian 1akim mempergunakan metode

    interpretasi (uturistik, yakni memproyeksikan pada (( yang akan datang+ atau

    c. dengan pem*entukan hukum?recht)orming@. Dalam hal ini (( diposisikan

    sekunder sebagai arah dan jiwa aspirasi masyarakat. 1ukum kebiasaan digunakan

    sebagai sumber hukum yang utama+ atau

    d. sebagai pen+iptaan hukum?rechts shepping@. Dalam hal ini 1akim bebas dari

    ikatan (( dan bebas mempertimbangkan kepentingan masyarakat, sehingga dapat

    dijelmakan ketentraman dan harmonis yang dinamis+ atau

    e. Sebagai hakekat penemuan hukum?rechts )inding@ yang merupakan karya logis

    rasionil ?vide: ajaran 6aul Scholten@.

    1akim dituntut untuk tidak semata-mata terkungkung dalam tradisi hukum

    tersebut, tetapi lebih daripada itu dengan selalu menajamkan pertimbangan-pertimbangan

    putusannya dengan menggunakan pendekatan filosofis, sosiologis, dan yuridis dikaitkan

    dengan realitas sosial yang berlaku sesuai dengan konteks ruang dan waktu.

    einginan-keinginan masyarakat akan suatu keadilan mungkin tidak sesuai

    dengan apa yang ada di dalam (( ataupun peraturan. (ntuk itulah 1akim harus benar-

    benar memahami yang tersembunyi& di dalam setiap peristiwa hukum yang konkret.

    Dengan demikian putusan 1akim harus mengacu pada tujuan hukum, yakni

    untuk apa hukum ditegakkan di dalam masyarakat. 'engenai hal ini, ,usta Rad*ru+h

    menyatakan bahwa ada tiga aspek yang menjadi tujuan hukum, yakni:

    !. eadilan+

    $. emanfaatan+

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    18/197

    Dengan demikian tampaklah bahwa sebenarnya prioritas utama yang hendak dituju

    hukum adalah secara material untuk mencapai keadilan, kemudian untuk memenuhi

    kemanfaatan masyarakat ?asas utilitas@, baru secara formilnya adalah untuk memenuhi

    kepastian hukum.

    7adi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan 1akim dalam memutus perkara adalah:

    !. bahwa putusan tersebut sesuai dengan perasaan keadilan yang tumbuh di dalam

    masyarakat+$. prediksi atas dampak sosial yang timbul yang diakibatkan dari putusannya

    tersebut, dalam hal ini yang dituju adalah bahwa putusan tersebut secara makro-

    sosial membawa kemanfaatan pada tata masyarakat secara kontekstual+. bahwa putusan tersebut masih dalam koridor hukum yang berlaku atau sesuai

    dengan kepastian hukum ?recht :ekerheid@.

    Sejalan dengan skala prioritas tujuan hukum tersebut, maka nilai-nilai keadilan

    yang harus dijadikan acuan oleh 1akim dalam memutus perkara seharusnya adalah

    keadilan moral ?moral justice@ atau keadilan substantif ?substanti)e justice@ sebagai bentuk

    keadilan yang paling mendalam dan paling menyentuh substansi tujuan, dan tidak

    sekedar semata-mata mempertimbangkan pada keadilan hukum ?legal justice@ saja.

    Dalam hal terjadi ketidak sesuaian antara legal justicedengan substanti)e

    justice, maka disinilah dituntut peran 1akim untuk memfungsikan hukum sebagai alat

    reka)asa sosial?law as a tools of social engineering@ sebagaimana yang diproposisikan

    %oscoe 6ound, sehingga 1akim dengan kewenangan legal mandatory&-nya harus berani

    mengadakan pembaharuan hukum atas suatu kasus yang sedang dihadapinya. 7adi

    dengan tetap mengacu pada sistem hukum nasional, maka pembaharuan hukum yang

    dilakukan tersebut tetap mengacu pada kewenangan 1akim secara in concreto. Sedang

    secara in abstractoadalah wewenangnya parlemen.

    Hakim dan kesetaraan gender

    6engambilan eputusan eputusan bersifat kompleks, terdapat banyak faktor

    yang mempengaruhinya. 9aktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: a. 9isik

    didasarkan pada rasa yang dialami tubuh seperi rasa sakit, tidak nyaman atau nikmat. #da

    kecenderungan menghindari tingkah laku yang (niversitas Sumatera (tara menimbulkan

    rasa tidak senang atau sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan b.

    Nmosional didasarkan oleh perasaan dan sikap. /rang akan bereaksi pada suatu situasi

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    19/197

    keterampilan individual dan kemampuan melaksanakannya. Seseorang akan menilai

    potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuan dalam bertindak e. 5nterpersonal

    didasarkan pada pengaruh jaringan-jaringan sosial yang ada. 1ubungan antara satu

    orang ke orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual f. Struktur didasarkan

    pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Aingkungan mungkin memberikan hasil yang

    mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu 7enis-jenis pengambilan

    keputusan ?Saraswati dan 1akim, $**$@.

    K$A&I%AN ,$N&$R PR#,R$SI' &IHUBUN,KAN &$N,AN T$#RI

    K$A&I%AN

    Teori Keadilan Aristoteles

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    20/197

    perpetua )oluntas ius suum cui0ue tribuendi

    yang ajeg dan menetap untuk memberikan masing-masingbagiannya.Dengan

    demikian keadilan tidak boleh dipandang sama arti dengan penyamara taan,

    karena keadilan bukan berarti tiap-tiap orang memperoleh bagian yang

    sama. 6endapat #ristoteles juga memunculkan adanya dua macam keadilan

    yaitu keadilan distributief dan keadilan commutatief eadilan distributief ialah

    keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. 5a

    tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama

    banyaknya, bukan persamaan melainkan kesebandingan. eadilan commutatief

    ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan

    tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.$3 'emberikan kepada masing-masing

    bagiannya itu memang pada satu pihak memberikan kepada masing-masinghak-hak yang sama yang apabila tidak diperhitungkan perbedaan-perbedaan

    yang beraneka ragam dalam kenyataan. 'emberikan masing-masing bagl.an

    yang sama harus diartikan memberikan kepada masing-masing yang sama

    dengan kesadaran dan dengan memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang

    ada dalam kenyataan. Dalam kaitannya dengan 7emyataan #ristoteles menurut

    penulis jika dihubungkan dengan lisertasi yang berjudul O6enerapan 6rinsip

    eadilan dalam 6eraturan 6erundang-undangan dan 6utusan 1akim pada 6erkara

    ekerasan terhadap 5stri Ditinjau dari "eori hukum progresif ?Studi kasus di Daerah

    5stimewa ogyakarta, membangun prinsip keadilan gender yang progresif@& ini maka

    keadilan..dalam hal ini keadilan gender progresif, sangat tepat untuk menjawab

    kebutuhan tentang keadilan yang sebenamya. keadilan substansial tidak

    mengenal sama rasa sebagaimana teori keadilan yang disampaikan #ristoteles.

    eadilan substansial dalam hal ini keadilan gender progresif, mengutamakan

    keseimbangan antar para pihak. eseimbangan inilah yang diharapkan dapat

    terbentuk di antara para pihak untuk nengembalikan kondisi sosial sebagaimana

    sebelum terjadinya tindak pidana. Dalam keadilan substansial tidak mengenal

    sama rasa yang ada adalah keseimbangan.

    Teori Keadilan Sosial

    eadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian

    nikmat dan beban dari suatu kerjasama social khususnya yang disebut negara.

    arena itu, dalam literatur keadilan sosial sering juga disebut keadilan distr butif.

    26#rief =ugroho, Dyah 1apsari 6rananingrum. Ketidak %dilan dalamPerjanjian7ual-8eli =ayur dalam7umal 5lmu 1ukum Qol !* =o $ September $**4

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    21/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    22/197

    mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat

    memberi keuntungan yang bersifat timbal batik 3reciprocal benefitsB bagi setiap

    orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak

    beruntung.$8

    7ohn %awls telah menyempumakan prinsip-prinsip keadilannya menjadi

    sebagai berikut: Pertama setiap orang memiliki klaim yang sama untuk

    memenuhi hak-hak dan kemerdekaankemerdekaan dasarnya yang kompatibel

    dan sama jenisnya untuk semua orang, serta kemerdekaan berpolitik yang

    sama dijamin dengan nilai-nilai yang adil+ Kedua ketidaksamaan sosial dan

    ekonomi dapat dipenuhi atas dasar dua kondisi, yaitu: ?a@ melekat untuk

    jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang dibuka bagi semua orang di bawah

    kondisi adanya persamaan kesempatan yang adil+ dan ?b@kemanfaatansebesar-besarnya bagi anggota-anggota masyarakat yang paling tidak

    diuntungkan.*

    6rinsip keadilan yang dikemukakan oleh %awls di atas tentu

    berbeda dengan pandangan utilitarianisme sebagaimana yang dikemukakan

    oleh 1ume,

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    23/197

    hanya apabila menguntungkan semua pihak.!

    'enurut 'artha =ussbaum, %awls sering dikritik karena asumsinya

    bahwa orang itu mementi..lgkan dirinya sendiri, tidak bcrhubungan dengan yang

    lain, tidak peduli. ritik. tersebut berdasarkan kesalahpahaman bahwa para

    pihak yang dilukiskan dalam posisi awal adalah seluruh orang, sementara bukan

    itu yang sebenamya dimaksudkan itu merupakan bagian moral yang

    diprihatinkan.%awls berpandangan bahwa orang akan mengetahui lebih baik apa

    yang diperlukan untuk bersikap adil jika dibuat model dalam cara ini daripada

    mencoba membayangkan diri sencT.iri untuk membuat penilaian yang adil dan

    simpatik dengan informasi yang lengkap.$

    Dimulai dengan gagasan dasar mengenai rasa adil 3fairness4 %alws

    berpandangan bahwa semua pihak akan minta prioritas yang kuat untukkemerdekaan-kemerdekaan dasar, karena mereka tidak mau menanggung risiko

    untuk hal-hal penting, misalnya kebebasan beragam dalam kedudukannya di

    masyarakat. 7ohn %alws juga menyampaikan argumentasi yang lebih

    kontroversial, yaitu bahwa para pihak akan lebih menyukai distribusi kebajikan

    dasar yang hanya memberikan toleransi terhadap ketidaksamaan 3ine0ualities4

    apabila ketidaksamaan itu dapat menaikkan tingkat dari yang paling tidak mampu

    3*ifference Principle4!CC

    'enyikapi apa yang disampaikan %alws,rnenurut penulis jika

    dihubungkan dengan disertasi yang berjudulO 6enerapan 6rinsip eadilan

    dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim pada perkara

    kekerasan terhadap istri ditinjau dari teori hukum progresif ?studi kasus di

    daerah istimewa yogyakarta, membangun prinsip keadilan gender yang

    progresif@& ini, masih ada kekurangannya karena tidak dicitakan tujuan akhir

    dari keadilan.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    24/197

    untuk menyelesaikan perkara secara adil. Selama ini keadilan menjadi

    monopoli aparat penegak hukurn tanpa memberikan kesernpatan kepada

    masyarakat untuk rnewujudkan keadilan. Di 5ndonesia eadilan sosial menjadi

    salah satu sila dalam 6ancasila yaitu sila elirna. eadilan sosial sangatlah

    luas karena mencakup kesejahteraan dan hak seluruh warga negara.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    25/197

    *! Studi Hukum Kritis .Critical Legal Studies/

    Studi 1ukum ritis ?#ritical @egal =tudiesCAS@ adalah teori yang berisi

    penentangan terhadap norma-norma dan standar-standar di dalam teori dan praktik yang

    selama ini telah diterima.) 'enurut '!0! Adji Samekto, yang dimaksud adalah norma-

    norma dan standar hukum yang didasarkan pada premis-premis doktrin liberal-legal

    justice. 6enganut studi hukum kritis percaya bahwa logika-logika dan struktur hukum

    muncul dari adanya power relationshipdalam masyarakat. eberadaan hukum adalah

    untuk mendukung ?support@ kepentingan-kepentingan atau kelas dalam masyarakat yang

    membentuk hukum tersebut. Dalam kerangka pemikiran ini maka mereka yang kaya dan

    kuat, menggunakan hukum sebagai instrumen untuk melakukan penekanan-penekanan

    ?oppression@ kepada masyarakat sebagai cara untuk mempertahankan kedudukannya.2

    5de dasar CAS ialah pemikiran bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari politik dan

    hukum tidaklah netral dan bebas nilai. Dengan kata lain, dalam perspektif CAS, hukum di

    dalam pembuatannya hingga pemberlakuannya selalu mengandung keberpihakan-

    keberpihakan.3

    CAS memiliki beberapa karakteristik umum sebagai berikut:pertama, mengkritik

    hukum yang berlaku yang nyatanya memihak dan sama sekali tidak netral+ kedua,

    mengkritik hukum yang sarat dan dominan dengan ideologi+ ketiga, mempunyai komitmen

    besar terhadap kebebasan individual dengan batas-batas tertentu, karena CAS banyak

    berhubungan dengan emansipasi kemanusiaan+ keempat, kurang mempercayai bentuk-

    bentuk kebenaran yang abstrak dan pengetahuan yang objektif, hal ini disebabkan CAS

    menolak keras doktrin-doktrin positivisme hukum+ kelima, menolak antara teori dan

    praktik, dan menolak per-bedaan teori dan praktik, serta menolak perbedaan antara fakta

    dan nilai yang me-rupakan karakteristik dari paham liberal, tetapi lebih berorientasi pada

    teori yang memiliki pengaruh terhadap transformasi sosial praktis. 6ada prinsipnya CAS

    menolak anggapan ahli hukum tradisional yang mengatakan bahwa hukum itu objektif dan

    netral. Di samping itu, para penganut CAS mengajukan pandangan sebagai berikut:

    Hukum mencari legitimasi yang salah, yaitu dengan jalan mistifikasi, pro-sedur hukum

    yang berbelit-belit, dan bahasa yang sulit dipahami, yang ke-semuanya itu merupakan alat

    pemikat, sehingga pihak yang lemah percaya bahwa hukum itu netral.

    )9.U. #dji Samekto, $**;, 7ustice ;ot For %ll$ Kritik terhadap Hukum Moderndalam Perspektif =tudi Hukum Kritis, >enta 6ress, ogyakarta, hlm. !*).

    29.U. #dji Samekto, $**2, =tudi Hukum Kritis$ Kritik terhadap Hukum Modern,6". Citra #ditya

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    26/197

    Hukum dibelenggu oleh kontradiksi-kontradiksiCAS percaya bahwa se-tiap kesimpulan

    hukum yang dibuat selalu terdapat sisi sebaliknya, se-hingga kesimpulan tersebut hanya

    merupakan pengakuan terhadap ke-kuasaan. Dalam hal ini, hakim akan memihak kepada

    salah satu pihak ?yang kuat@ yang dengan sendirinya akan menekan pihak yang lemah.

    5idak mengenal prinsip-prinsip dasar dalam hukum#hli hukum tradisional percaya

    bahwa prinsip yang mendasari setiap hukum adalah pemikiran yang rasional&. #kan tetapi

    menurut penganut CAS, pemikiran rasional merupakan ciptaan masyarakat juga, yang

    merupakan pengakuan terhadap kekuasaan. arena itu, tidak ada kesimpulan hukum

    yang valid yang diambil dengan jalan deduktif maupun verifikasi empiris.

    Hukum tidak netral6ara penganut CAS berpendapat bahwa hukum tidak netral, dan

    hakim hanya berpura-pura atau percaya secara naif memutus-kan berdasarkan undang-

    undang, yurisprudensi atau prinsip-prinsip ke-adilan. 6adahal, mereka selalu dapat dandipengaruhi oleh ideologi, legitimasi, dan mistifikasi yang dianutnya untuk memperkuat

    kelas dominan.

    7adi, pada pokoknya tujuan CAS adalah untuk menghilangkan halangan atau kendala-

    kendala yang dialami individu-individu yang berasal dari struktur sosial dan kelas dalam

    masyarakat. Dengan hilangnya kendala-kendala tersebut diharap-kan individu-individu

    dapat memberdayakan diri untuk mengembangkan definisi baru tentang eksistensinya

    serta dapat secara bebas mengekspresikan pendapat.4

    CAS tidak mengemukakan pandangannya tentang keadilan, melainkan hanya

    sebatas mengkritisi kelemahan-kelemahan yang melekat pada setiap konsep dan teori

    keadilan yang ada, termasuk keadilan yang diyakini oleh masyarakat.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    27/197

    dibangun oleh Frankfurt =chool ?maJhab 9ranfrut@ pada awalnya dilatarbelakangi tradisi

    pemikiran kritis yang dibangun ar1,)* yang kemudian dikembangkan lagi oleh

    penganutnya yang disebut kelompok pemikir =eo-'arIian. Dengan demikian, akar dari

    CAS sebenarnya adalah teori-teori ar1yang direinterpretasikan.)!'enurut ar1, faktor

    yang menentukan sejarah di dunia ini bukanlah politik atau ideologi, melainkan ekonomi.

    5nilah yang kemudian menjadi dasar ajarannya. 5tulah sebabnya ar1 memusatkan

    perhatian-nya pada ilmu ekonomi, khususnya ekonomi kapitalistik serta pengaruhnya ter-

    hadap kehidupan sosial masyarakat. "eori besar yang dibangun oleh Karl ar1adalah

    utilitarianisme yang pada garis besarnya menyatakan bahwa setiap perilaku sebenarnya

    diarahkan untuk kepentingan tertentu. 6ermasalahnnya adalah apakah ada keadilan ?atau

    setidaknya keseimbangan@ dalam mewujudkan kepentingan itu, karena di dalam

    masyarakat terdapat ketidaksamaan kelas yang menimbulkan dominasi politik, ekonomi,dan ideologi yang dilakukan oleh kelas masyarakat yang lebih tinggi ?borjuis@ terhadap

    kelas yang rendah ?proletar@.)$

    "eori-teori kritis ?critical theory@ bukan sekadar kontemplasi pasif, me-lainkan

    bersifat emansipatoris. Dikatakan bersifat emansipatis karena bukan sekadar hendak

    mendeskripsikan gejala sosial sebagaimana tampak dalam dunia indrawi, melainkan juga

    bermaksud membangkitkan kesadaran baru untuk melihat realita di balik yang tampak

    secara indrawi. Joe %! Kin+heloedan 6eter %! +%arensebagaimana dikutip '!0! Adji

    Samekto, menyebutkan teori-teori kritis juga bermaksud untuk melakukan transformasi

    bentuk-bentuk apatisme ?ke-masabodohan@ maupun kesalahpahaman yang sejalan

    dengan waktu telah mem-bentuk sesuatu yang fenomena yang dianggap nyata.)Senada

    dengan itu adalah 2i+toria Smith $kstrand et! al. yang mengatakan:

    )*"okoh materilisme historis yang utama Karl ar1lahir di "rier, 7erman tahun

    !;!; dari suatu keluarga ahudi terkemuka. Sesudah studi hukum dan filsafat di

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    28/197

    #ritical @egal =tudies was born of a social mo)ement but ne)er e)ol)ed into or

    directly attached itself to one! From its beginning #@= was subject to a series of

    internal and eDternal pressures which reflected a distinct and real anDiety about

    the role of legal education in eDposing and o)erhauling legal institutions and the

    law itself! #@= was )iewed as an attack on the legal academy!&))

    6ada kesempatan lain, 2i+toria Smith $kstrandet! al. mengemukakan:

    %s #@= scholars ha)e noted the law is embedded with ideology itself and

    cannot be

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    29/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    30/197

    Dalam kaitannya dengan hukum, 9A" memiliki pemikiran utama yang

    memberikan penekanan pada kelompok kontemporer seperti ;ational "rgani:ation for

    9omen, dengan menyatakan bahwa subordinasi perempuan berakar dari serangkaian

    hambatan berdasarkan adat kebiasaan dan hambatan hukum yang membatasi masuknya

    serta keberhasilan perempuan pada apa yang disebut sebagai dunia publik. Sebagai

    akibat dari proses peminggiran yang ber-asumsi perempuan tidak secerdas laki-laki,

    sehingga potensi yang sesungguhnya dari perempuan tidak terpenuhi. 'etode kajian

    hukum feminis menurut Barlettberakar pada epistemologi yang memfokuskan pada tiga

    faktor: Pertama, menanyakan kepada perempuanE tentang apa yang perlu diungkapkan,

    yang biasanya hanya bersikap diamE dan terlarang. 1arus dilihat apakah hukum mem-beri

    implikasi gender dan tidak mengekalkan subordinasi perempuan. Kedua, metode ini

    mengutamakan alasan praktis feminisE yang meliputi beberapa aspek deduktif logis, tetapidimasukan dalam pertimbangan pengalaman-pengalaman unik dan menekan.

    6endekatan ini tidak hanya dalam satu dimensi fenomena, te-tapi menyoroti sebagai

    dilema multiperspektif, kontradiksi dan inkonsistenE. Ketiga, munculnya kesadaran.

    "ujuannya adalah untuk penguatan individu dan kelompok dan tidak untuk dendam

    pribadi. 1al ini diperoleh karena pengalaman konkrit dari tekanan, refleksi diri dan proses

    berteori.2*

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    31/197

    sebagai superordinat dalam kerangka hubungan dengan perempuan yang dijadikan

    sebagai subordinatnya.

    6atriarkhi menurut

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    32/197

    pembangunan tanpa mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang dinilai tidak adil,

    sedangkan feminisme memandang perempuan memiliki aktifitas dan inisiatif sendiri untuk

    memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan.

    Dalam membahas masalah feminisme, terlebih dahulu harus dipahami konsep

    seks dan konsep gender. 9akih ?!884:4-8@ menjelaskan kedua konsep tersebut sebagai

    berikut. 6engertian seks atau jenis kelamin merupakan pensyifatan atau pembagian dua

    jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin

    tertentu. Seks atau jenis kelamin secara permanen tidak berubah dan merupakan

    ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan "uhan atau kodrat.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    33/197

    ketimpangan gender.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    34/197

    penindasan terhadap perempuan terjadi di semua kelas. =amun, berbeda dengan

    feminisme radikal yang menganggap perbedaan biologis sebagai sumber ketidak adilan

    terhadap perempuan tidak semata-mata disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi lebih

    disebabkan oleh penilaian dan anggapan akibat konstruksi sosial terhadap perbedaan

    tersebut.

    Sejalan dengan hal-hal di atas, Sofia dan Sugihastuti ?$**:$3@ menyimpulkan

    bahwa munculnya ide-ide feminis berangkat dari kenyataan bahwa munculnya ide-ide

    feminis berangkat dari kenyataan bahwa konstruksi sosial gender yang ada mendorong

    citra perempuan masih belum dapat memenuhi cita-cita persamaan hak antara laik-laki

    dan perempuan. esadaran akan ketimpangan struktur, sistem dan tradisi dalam

    masyarakat kemudian melahirkan kritik feminis feminis yang termanifestasi dalam

    berbagai bentuk ekspresi, baik melalui sikap, penulisan artikel, novel maupun melaluimedia lain. Semua ini dilakukan dalam rangka mentransformasikan gagasan atau

    pandangan sosial masyarakat.

    ritik feminis dalam kesusastraan dikenal sebagai kritik sastra feminis. oder

    ?Sugiastuti dan Suharto, $**$:2@ menyebutkan bahwa kritik sastra feminis bukan berarti

    bahwa pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, atau kritik tentang

    pengarang perempuan.

    Dalam kritik sastra feminis, yang tidak dapat disingkirkan adalah jiwa analisanya,

    yakni analisa gender. #da lima konsep analisis gender yang digunakan sebagai dasar

    analisi ?Sugihastuti dan Suharto, $**$:$-$)@. 6ertama, perbedaan gender ialah

    perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian,

    harapan , peranan, dan sebagainya yang dirumuskan untuk perseorangan menurut

    ketentuan kelahiran. edua, kesenjangan gender ialah, perbedaan dalam hak berpolitik,

    memberikan suara, dan bersikap antara laki-laki dan perempuan. etiga genderJation

    ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada pusat perhatian

    identitas diri dan pandangan diri terhadap orang lain. e empat, identitas gender ialah

    gambaran tentang jenis kelamin yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang

    bersangkutan. 1al ini menimbulkan perbedaan perilaku sesuai dengan karakteristik

    biologis. elima, gender role, ialah peranan perempuan atau peranan laki-laki yang

    diaplikasikan secara nyata.

    teori (eminis dan kondisi di Indonesia

    9ilsafat hukum feminis menjadi bagian penting dalam mewujudkan keadilan

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    35/197

    sebagaimana dikutip oleh niken savitri, pengetahuan bukan dating dari apa yang kita

    pelajari dari kehidupan kita, akan tetapi, dari sesuatu yang telah ada menurut otoritas-

    otoritas tersebut, maka bahasa kita tidak dapat diterjemahkan dan dimengerti, dan

    kekerasan yang kita alami tidak dapat ditanggapi. onsep gender adalah pembagian

    peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh

    masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut

    norma-norma, adat-istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. 5ndonesia adalah

    negara berdasarkan 6ancasila, namun keadilan sosial belum merupakan asas utama

    dalam pembentukan hukum di 5ndonesia. eadilan sosial masih jauh dari harapan

    sebenarnya, dimana dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan belum dipandang

    sebagai suatu asas hukum.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    36/197

    keilmuanya@ tetapi masih banyak masyarakat yang belum memahami dengan benar istilah

    tersebut. (ntuk itu, tidak ada salahnya jika mengulas sebentar sejarah perbedaan gender

    antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan terjadi melalui proses yang sangat

    panjang dan dibentuk oleh beberapa sebab, seperti kondisi sosial budaya, kondisi

    keagamaan dan kondisi kenegaraan.

    ondisi sosial budaya dan agama menjadi elemen yang sangat mempengaruhi

    adanya pembahasan gender yang sosial budaya masyarakat eropa yang bersifat

    individualisme semakin memperkuat faham ini berkembang pesat disaping teknologi

    informasi sangat mudah dijumpai dan digunakan di daerah ini juga masyarakatnya yang

    mempunyai hasrat yang tinggi dalam membahas sesuatu yang baru, sedangkan

    masyarakat dunia di belahan timur masih kental dengan budaya komunal dengan budaya

    komunal di mana masyarakatnya masih sering berpatokan, taklit secara buta dengan sangtokoh tersebut, mereka belum berani berbeda dengan pandangan sang tokoh.

    etidak sinkronan pemahaman gender dengan sosial budaya, kebudayaan dan

    sistem kenegaraan membuat adanya perbedaan gender sering dianggap menjadi

    ketentuan "uhan yang bersifat kodrati atau seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat

    diubah lagi. 1al inilah yang sebenarnya bisa menyebabkan awal terjadinya ketidak adilan

    gender di tengah-tengah masyarakat.

    .3hurin Tsuro))a!!!/

    1ukum progresif memang masih berupa wacana tapi kehadiranya terasa sangat

    dibutuhkan oleh masyarakat yang sudah mengalami krisis kepercayaan terhadap hukum

    yang berlaku sekarang ini. Dengan pendekatan yang komprehensif dan multidisipliner

    Satjipto %ahardjo menggagas teori ini sebagai bentuk keprihatinan terhadap

    perkembangan teori hukum yang kurang di 5ndonesia .

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    37/197

    sebatas studi tentang peraturan, tapi juga melihat efek dan bekerjanya hukum. e empat,

    hukum alam yang memandang hukum tidak terlepas dari nilai-nilai moral yang bersifat

    transendental. elima, studi hukum kritis, dimana madJhab ini tidak puas dengan hukum

    modern karena hukum modern sarat dengan prosedur dan secara tidak lansung mengenai

    masyarakat. 6engaitan hukum progresif dengan kelima teori hukum ini beralasan karena

    dinamika yang telah mengemuka tentu mengalami perubahan yang signifikan. esadaran

    hukum sebagai sebuah proses untuk terus menjadi melahirkan kesadaran baru bahwa

    hukum terus menerus mencari jati diri.

    7ika dikaitkan dengan judul 7ika 6enerapan 6rinsip eadilan dalam

    peraturan perundang-undangan dan putusan hakim pada perkara kekerasan

    terhadap istri ditinjau dari teori hukum progresif ?studi kasus di daerah istimewa

    yogyakarta, membangun prinsip keadilan gender yang progresif@&, maka konsepteori hukum feminis jika diterapkan secara kaku akan kurang sesuai dengan kondisi

    masyarakat dan sistem hukum yang ada di 5ndonesia, karena teori hukum feminis terlahir

    dari negara barat yang itu sangat berbeda kondisi sosial budaya masyarakat yang ada di

    5ndonesia juga sistem hukum yang berbeda pula.

    4! Teori Keadilan enurut Hukum Islam

    eadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang

    hendak diwujudkan oleh hukum. (paya untuk mewujudkan keadilan dalam

    hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu.

    (paya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung

    dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya.2!

    'embahas mengenai keadilan, harus diketahui terlebih dahulu makna dari

    kata OadilO itu sendiri. #dil merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh

    manusia dalam rangka menegakkan kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali

    walaupun akan merugikan dirinya sendiri.2$Secara etimologis OadilO 3al-Eadl4 berarti

    tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang

    lain, sedangkan secara terminologis adil berarti mempersamakan sesuatu yang

    lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran sehingga sesuatu itu menjadi

    2!!Carl 7oachim 9riedrich, "p!#it! 1lm $8

    2$ Aihat. #bdul #Jis Dahlan.?et al@.!883. /nsiklopedia Hukum Islam!7akarta: 5chtiar

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    38/197

    tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. #dil juga berarti berpihak

    atau berpegang kepada kebenaran.2

    ata Eadl dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak $; kali dalam al-

    Xuran. ata Eadl sendiri disebutkan ! kali, yakni pada Surat al-

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    39/197

    seseorang harus menetapkan putusan dengan adil sesuai dengan apa yang

    diajarkan oleh#llah SB", tidak memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak

    pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya

    walaupun lawannya dan tidak pula memihak kepada temannya.22/leh karenanya

    tugas seorang yang telah diberi amanat untuk memberikan keadilan pada

    nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada #llah SB".

    eadilan dalam 5slam merupakan perbuatan yang paling takwa atau

    keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia. eadilan tidak hanya merupakan dasar

    dari masyarakat muslim yang sejati, sebagaimana di masa lampau dan

    seharusnya di masa mendatang. Dalam 5slam, antara keimanan dan keadilan

    tidak terpisah. /rang yang imannya benar dan berfungsidengan baik akan selalu

    berlaku adil terhadap sesamanya. 1al ini tergambar dengan sangat jelas dalamSurat al-'aidah ayat ; sebagai berikut:

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    40/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    41/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    42/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    43/197

    menyebabkan beberapa perbedaan dan penyimpangan dalam aliran-aliran

    hukum klasik.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    44/197

    melahirkan dua sistem hukum otonom, yakni %nglo-Muhammadan law dan *roit

    musulman %lgerien! 6ada akhimya, penerimaan ide-ide politik

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    45/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    46/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    47/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    48/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    49/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    50/197

    6ara sarjana hukum dengan paradigma legal-positivisme percaya bahwa hukum

    adalah sebuah mekanisme untuk mendistribusikan keadilan dari negara kepada

    masyarakat. 1al yang digolongkan sebagai hukum itu termasuk juga berbagai produk

    hukum, dan kebijakan yang lahir dari lembaga legislatif yang otoritatif. Sayangnya, dalam

    praktik ketatanegaraan 5ndonesia, hal ini bertentangan dengan realita dan akal sehat

    rakyat. 'asyarakat dipaksa untuk percaya bahwa berbagai produk hukum dan kebijakan

    itu adalah demi kepentingan segenap masyarakat, meskipun kenyataannya masyarakat

    justru dirugikan.

    5dealnya, prinsip persamaan di hadapan hukum ?e0uality before the law@, dalam

    praktik, baru efektif bila setiap orang memiliki akses yang sama kepada sumber daya dan

    keadilan.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    51/197

    yang dapat memberikan jawaban pertanyaan di atas. Dengan demikian akan dapat

    dihasilkan identifikasi masalah dan rekomendasi terhadap upaya pembaharuan hukum.

    (jian terhadap kasus pengalaman perempuan akan menunjukkan bahwa ternyata pada

    tataran substansial masih banyak produk hukum nasional yang mengandung pasal-pasal

    yang berimplikasi merugikan perempuan. 6engalaman perempuan sering diabaikan, tidak

    diperhitungkan, dan luput dari pembahasan dan pemikiran dalam perumusan berbagai

    peraturan perundangan dan kebijakan. Dengan demikian, sebenarnya kendala

    perempuan untuk mendapatkan keadilan dapat ditelusuri sejak dari proses perumusan

    hukum sampai praktik pelaksanaannya.

    /bjektivitas dan netralitas hukum kembali dapat dipertanyakan bila kita melihat,

    misalnya, bagaimana perempuan ditempatkan dalam (ndang-(ndang perkawinan kita

    ?(ndang-(ndang =omor ! "ahun !84) tentang 6erkawinan@. Dalam 6asal ayat ?!@(ndang-(ndang 6erkawinan dikatakan bahwa perkawinan 5ndonesia berasas monogami.

    =amun dalam pasal yang sama, ayatnya berbeda, 6asal ayat ?$@, segera dikatakan

    bahwa suami dapat menikah lagi asal disetujui oleh pengadilan dengan sejumlah syarat

    yang seolah-olah berat. #lasan suami untuk dapat menikah lagi, dianggap wajar, dan tidak

    dipertanyakan, bagaimanakah sekiranya alasan yang sama diajukan oleh istri, bisakah dia

    juga menikah lagi0 6ertanyaan ini tidak dimaksudkan sebagai tuntutan agar istri juga

    diperkenankan untuk melakukan poligami, tetapi akan ditunjukkan betapa standar ganda

    telah diterapkan dalam undang-undang tersebut.

    "erkait penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, ada pula

    onvensi 6erserikatan

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    52/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    53/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    54/197

    sosial, budaya dan sipil. onvensi mendorong diberlakukannya 6eraturan 6erundang-

    undangan =asional yang melarang diskriminasi dan mengadopsi tindakan-tindakan

    khusus sementara untuk mempercepat kesetaraan de factoantara laki-laki dan

    perempuan, termasuk merubah praktik kebiasaan dan budaya yang didasarkan

    pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran steritipe untuk laki-

    laki dan perempuan, ujarnya.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    55/197

    bangsa 5ndonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat istiadat,kebudayaan dan nilai-

    nilai religious.43

    Sila eadilan Sosial

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    56/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    57/197

    a. hukum yang dibuat di 5ndonesia haruslah bertujuan mem bangun

    dan menjamin integrasi negara dan bangsa 5ndonesia baik secara teori

    maupun ideologi+b. hukum yang dibuat di 5ndonesia haruslah didasarkan pada demokrasi

    dan nomokrasisekaligus+c. hukum yang dibuat di 5ndonesia harus ditujukan untuk membangun

    keadilan sosial bagi seluruh rakyat 5ndonesia+d. hukum yang dibuat di 5ndonesia haruslah didasarkan pada toleransi

    beragama yang berkeadaban yakni hukum yang tidak

    mengistimewakan atau mendiskriminasi kelompok tertentu berdasar

    besar atau kecilnya pemelukan agama.

    eadilan Sosial adalah sila kelima dalam 6ancasila. Sila kelima ini

    tidak lain merupakan ujung harapan dari semua sila lainnya. Sila pertama

    sampai dengan sila keempat saling berkaitan satu sama lain. etuha..!.an ang 'aha

    Nsa, emanusiaan ang #dil dan

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    58/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    59/197

    Diskurus kesetaraan gender yang selalu digaungkan oleh kaum progresif,

    menurut hemat penulis dilatar-belakangi oleh dua permasalahan utama ?grand problem@.

    6ertama adalah problem historis, yaitu adanya persinggungan dan persentuhan antara

    5slam dan peradaban arab serta agama-agama sebelumnya. Sedangkan yang kedua

    adalah penafsiran teks-teks agama yang bersifat subjektif-tekstualis. problem yang

    pertama adalah problem historis. 5slam, 6roblem yang kedua adalah model tafsir ayat-ayat

    keagamaan yang cenderung subjektif-tekstualis.

    Bacana kesetaraan gender terus menerus digaungkan oleh kalangan yang

    menganggap bahwa telah terjadi kekeliruan terhadap interpretasi ayat gender. etidak

    setaraan gender ?gender ineKuality@ yang selama ini telah melembaga dalam kehidupan

    mereka dan didukung oleh ajaran-ajaran keagamaan yang ditafsirkan oleh kalangan

    secara subjektif oleh kalangan yang terjebak pada pandangan subjektifnya terhadap ayat-ayat gender yang pada akhirnya melahirkan interpretasi-interpretasi yang bias gender,

    yang tentunya produk tafsir tersebut sangat merugikan kaum wanita.

    'enghadapi problem subjektifitas dalam penafsiran teks-teks keagamaan,

    beberapa kalangan progresif menawarkan solusijalan keluar sebagai jembatan untuk

    menuju produk tafsir yang tidak bias gender, tentunya dengan pendekatan metodologi

    penafsiran teks-teks keagamaan secara kontekstual.

    %iffat 1assan, sebagai kaum progresif dan tokoh yang sangat kental dengan

    gaungan& kesetaraan gendernya, mencoba merekonstruksi metodologi penafsiran ayat-

    ayat gender.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    60/197

    isinya saling bertentangan, bahkan pengertian-pengertian itu saling mengukuhkan dan

    membentuk satu system nilai yang utuh. hal ini digunakan %iffat untuk menilai seluruh

    sumber nilai lainnya. Ketiga, prinsip etik dijadikan sebagai verifikasi terhadap hasil

    penafsiran itu, artinya suatu penafsiran dianggap sah dan benar ketika sejalan dengan

    prinsip etik dan nilai-nilai keadilan?)alues of justice@ dan sebaliknya penafsiran itu batal

    dengan sendirinya jika mengabaikan dan bertentangan dengan etika dan nilai-nilai

    keadilan tadi;).

    bagaimana tolok ukur keadilan itu sendiri0 'enurut #bdul 'ustaKim setidaknya

    terdapat empat kriteria keadilan, yaitu !@ tidak ada jenis kelamin yang tersubordinasi oleh

    yang lain, $@ tidak ada marginalisasi terhadap jenis kelamin dengan mengurangi atau

    menutup kesempatan, @ bebas dari stereotype yang sebenarnya hanya mitos, dan )@

    tidak ada yang menanggung beban lebih berat dari yang lain.;2

    esan umum dari rekonstruksi metodoliogi intertretasi yang ditawarkan %iffat

    1assan adalah pandangan bahwa dialektika antara teks dan konteks dimana teks itu

    diturunkan. 'enurut %iffat, adalah tidak mungkin untuk mengartikan kata-kata #rab tanpa

    mempertimbangkan dan mengetahui sejarah dan konteksnya.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    61/197

    bahasa yang sama dan struktur sintaksis yang digunakan dalam al-XurEan, )@ berpegang

    teguh pada prinsip-prinsip dasar al-Xuran, dan 2@ dalam konteks al-XurEan sebagai

    word)iew atau pandangan hidup.;3 6erpaduan kelima teks ini akan meminimalisir

    subjektifitas dan mendekatkan hasil pembacaan kepada maksud teks yang sebenarnya.

    Dalam model penafsiran seperti itu tentu saja diperlukan ilmu-ilmu sosial sebagai

    perangkatnya, seperti sejarah, sosiologi, bahkan ekonomi dan politik.

    kedua metodologi yang ditawarkan oleh %iffat 1assan dan #mina Badud,

    menurut hemat 6enulis memiliki kesamaan dan saling mendukung antara satu dan

    lainnya. 5nti dari kedua tawaran metodologi interpretasi ayat-ayat gender adalah

    historisasi hal-hal )ang partikularsebagaimana dikatakan oleh

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    62/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    63/197

    Demokrasi sebagai sebuah gagasan yang percaya pada prinsip kebebasan, kesetaraan,

    dan kedaulatan manusia untuk mengambil keputusan menyangkut urusan publik, secara

    mendasar bisa dikatakan parallel dengan prinsip H prinsip dasar ajaran 5slam. #rtinya

    pada dataran prinsipil antara 5slam dan demokrasi tidaklah bertentangan.

    K$A&I%AN ,$N&$R 7AN, PR#,R$SI' .ditam*ah kriteria!!!/

    ondisi saat ini, putusan pengadilan yang progresif masih bergantung pada

    gerakan publik, argumentasi para pembela bagi orban"erdakwa dan jaksa yang mampu

    memaparkan fakta hukum, memenuhi unsur dalam hukum pidana dan analisa gender.

    =amun, argumentasi ini juga membutuhkan hati nurani hakim. Sehingga sistem haruslah

    disusun guna membentuk nurani hakim progresif berani melakukan terobosan hukum.

    Sehingga gambaran penegakan hukum mengenai pelaksanaan (ndang-(ndang =omor

    $ "ahun $**) tentang 6enghapusan ekerasan dalam %umah "angga, sebagai berikut:

    6utusan 6engadilan belum menunjukkan pertimbangan hukum merujuk pada the

    #on)ention on the /limination of %ll Form of *iscrimination %gainst 9omen?CND#B@ dan

    instrumen hukum internasional lainnya dalam memberikan keadilan dan mencegah

    diskriminasi hukum+

    6erempuan korban belum mendapatkan perlindungan hukum di lingkungan

    peradilan. Balaupun sistem telah terbangun, sebagaimana diatur dalam (ndang-(ndang

    =omor $ "ahun $**) tentang 6enghapusan ekerasan dalam %umah "angga dan S6',

    implementasinya belum melibatkan seluruh #61 secara optimal.

    #nalisa gender belum terintegrasi dalam pemeriksaan prosedural sehingga

    sistem hukum belum mengakomodir perlindungan bagi korban+"idak ada keterkaitan antara peradilan umum dan peradilan agama, terutama

    dalam penanganan kasus perceraian berdimensi kekerasan dalam rumah tangga yang

    dihadapi perempuan muslim. Sehingga dimensi kekerasan dalam rumah tangga yang

    muncul dalam perceraian tidak bisa langsung ditangani oleh peradilan umum.

    6enegakan hukum di 5ndonesia saat ini, dinilai tidak mencerminkan keadilan dan tindak

    berpihak pada masyarakat luas. Sorotan tajam ditujukan kepada aparat penegak hukum,

    yaitu polisi, jaksa, hakim serta advokat, yang dipersalahkan sebagai penyebab

    merosotnya kewibawaan hukum. (ndang-undang sebagai salah satu pedoman hakim

    dalam memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan, kadang kala belum ada, tidak

    lengkap dan tidak jelas, sehingga hakim dituntut untuk menemukan, melengkapinya atau

    i k j l k k t t h k d i li t ik ti

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    64/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    65/197

    ciri tersebut karena konteks sejarahnya munculnya hukum modern dalam #onstitutional

    =tate sebagai reaksi terhadap kekacauan& yang diakibatkan oleh sistem hukum era

    sebelumnya yakni absolutisme. Sehingga pada awalnya memang model hukum modern

    ini cukup efektif dalam upaya penertiban masyarakat. =amun dalam perkembangannya,

    terutama di luar negara-negara Nropa ontinental, model hukum positif sebagai ciri hukum

    modern semakin tidak ampuh& dalam mengatasi perkembangan kasus-kasus yang dipicu

    oleh perubahan sosial akibat pesatnya kemajuan teknologi. /leh sebab itu negara-negara

    maju seperti#merika Serikat mencoba untuk memformulasikan sistem hukumnya dengan

    apa yang disebut anglo-american common law&. Sebab utama kegagalan model hukum

    modern dalam mengantisipasi perubahan sosial akibat pesatnya teknologi di bidang

    transportasi, komunikasi dan informasi adalah sifatnya yang cenderung otonom, sehingga

    tidak fleksibel dan dengan sendirinya sulit untuk menjadi responsif terhadapperkembangan rasa keadilan. enyataan yang sangat tidak menguntungkan adalah

    keberadaan hukum modern di 5ndonesia. #pabila dilihat dari latar belakang sejarahnya,

    hukum modern yang dipaksakan& berlaku dalam politik pembangunan hukum 5ndonesia

    sejak Paman olonialhingga 5ndonesia merdeka, adalah ibarat &benda asing& yang tidak

    tumbuh secara alami seiring dengan perkembangan masyarakat dan budaya 5ndonesia

    ?not de)eloped from within but imposed from outside@.

    Secara spesifik proses pembuatan hukum positif di 5ndonesia belakangan ini

    menunjukkan keadaan yang cenderung tidak semakin baik. 1al tersebut dapat diamati

    dari beberapa indikator sebagai berikut:

    ! 6andangan pada umumnya mengemuka adalah rendahnya kapasitas dan kualitas

    sumber daya manusia yang ada pada lembaga pembuat hukum positif di 5ndonesia

    khususnya anggota Dewan 6erwakilan %akyat+

    $ 6roses penyusunan sebuah produk perundang-undangan yang pada umumnya

    memakan waktu yang sangat panjang dan biaya yang sangat mahal+

    epentingan politik dan ekonomi yang masih sangat menonjol pada setiap proses

    penyusunan produk perundang-undangan+

    ) 'asih kurangnya partisipasi publik pada proses penyusunan produk perundang-

    undangan mulai dari draf rancangan undang-undang hingga pada pembahasan di

    lembaga legislatif.

    eadaan tersebut akan berimplikasi pada produk hukum positif ?peraturan perundang-

    undangan@ di 5ndonesia yang berkualitas rendah, timpang, tidak mampu mewujudkan

    keadilan substansial dan tidak memiliki kemampuan untuk merespon perkembangan

    masyarakat ?termasuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi@. Sementara itu kuatnya

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    66/197

    Kondisi penegakan hukum di Indonesia dari 8aktu ke 8aktu tampak tidak

    semakin *aik! Hal terse*ut dapat dilihat dari *e*erapa indikator se*agai *erikut9

    ! ebijakan yang bersifat partikularistik sehingga menyebabkan kesulitan dalam

    mewujudkan sistem peradilan terpadu+

    $ uatnya pengaruh kekuatan politik dan ekonomi yang membuat lembaga- lembaga

    peradilan tidak independen+

    Sistem rekrutmen dan pembinaan sumber daya manusia ?khususnya aparatur

    penegak hukum@ yang belum ideal+

    ) eterbatasan fasilitas pendukung proses penegakan hukum, termasuk sistem

    kontraprestasi bagi aparatur penegak hukum dan akses peningkatan kapasitas diri+

    2 urang berfungsinya mekanisme ontrol dalam penyelenggaraan peradilan.

    eadaan demikian telah menyebabkan berbagai ketidakberdayaan& dalam prosespenegakan hukum. etidakberdayaan tersebut dapat berupa: ketidakberanian untuk

    mengambil sikap atau pilihan tindakan yang secara formal bertentangan atau tidak ada

    aturannya dalam undang-undang+ ketidakmampuan untuk secara kreatif menafsirkan

    undang-undang dalam penyelesaian perkara baru yang belum ada aturannya+ dan

    ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk membuat terobosan atau inovasi dalam

    pemaknaan sebuah aturan dalam undang-undang untuk mewujudkan keadilan sesuai

    dengan rasa keadilan masyarakat.

    enyataan tentang kesuraman hukum di 5ndonesia, telah mendorong SATJIPT#

    RAHAR&J# untuk menawarkan suatu konsep pemikiran hukum yang disebut hukum

    progresif. 1ukum progresif di mulai dari asumsi dasar bahwa hukum adalah institusi yang

    bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat

    manusia bahagia, atau dengan perkataan lain, hukum progresif merupakan hukum yang

    ingin melakukan pembebasan baik dalam cara berpikir maupun bertindak dalam hukum,

    sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya

    mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. ehadiran gagasan 1ukum 6rogresif

    merupakan harapan baru dalam memperbaiki keterpurukan penegakan hukum di

    5ndonesia. >agasan hukum progresif bisa dipandang sebagai sarana untuk

    mendayagunakan hukum dalam mewujudkan tujuan keadilan sosial dan kesejahteraan

    masyarakat. Sejumlah praktisi mulai banyak yang tertarik pada aliran hukum progresif.

    'ereka mengatakan prinsip-prinsip hukum progresif lebih operasional dari pada aliran

    hukum yang lain ?misalnya aliran hukum kritis@. =amun demikian mereka menghendaki

    terwujudnya kisi-kisi hukum progresif sebagai pedoman baku dalam menjalankan

    profesinya.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    67/197

    Dengan kebijaksanaan hukum progresif mengajak untuk memperhatikan faktor

    perilaku manusia. /leh karena itu, hukum progresif menempatkan perpaduan antara

    faktor peraturan dan perilaku penegak hukum di dalam masyarakat. Di sinilah arti penting

    pemahaman gagasan hukum progresif, bahwa konsep hukum terbaik mesti diletakkan

    dalam konteks keterpaduan yang bersifat utuh ?holistik@ dalam memahami problem-

    problem kemanusiaan. Dengan demikian, gagasan hukum progresif tidak semata-mata

    hanya memahami sistem hukum pada sifat yang dogmatik, selain itu juga aspek perilaku

    sosial pada sifat yang empirik. Sehingga diharapkan melihat problem kemanusiaan secara

    utuh berorientasi keadilan substantif. Salah satu masalah yang dihadapi bangsa ini adalah

    tidak adanya kepastian hukum. agasan hukum progresif dipandang bertentangan dengan prinsip kepastian

    hukum. 6emaknaan secara luas dipandang kaum positivis sebagai ketidaktertiban atau

    kesewenangan.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    68/197

    mungkin dilakukan adalah dengan melakukan gerakan internalisasi spirit hukum progresif

    dalam pengembangan hukum baik dalam tataran keilmuan maupun tataran praktik.

    6enolakan atau pandangan keliru terhadap gagasan hukum progresif pada

    umumnya disebabkan karena pemahaman yang tidak utuh terhadap konsep hukum

    progresif. 6enjelasan yang lengkap dan bernas mengenai apa dan bagaimana hukum

    progresif diharapkan bisa merubah cara pandang dan perilaku dalam berhukum. 5ni

    merupakan tantangan tersendiri sebab tidak mudah menjelaskan konsep hukum progresif

    yang utuh dalam waktu yang singkat. "idak kalah pentingnya adalah mengembangkan

    hukum progresif dalam dunia praktik hukum. 1al ini bisa dilakukan dengan upaya

    mendorong agar sikap, perilaku, cara bernalar serta cara bertindak dalam penerapan

    hukum mengacu spirit dan prinsip-prinsip hukum progresif. "antangan yang harus

    dihadapi tentu saja adalah sistem hukum 5ndonesia yang hingga kini masih didominasidoktrin positivisme. 9akta yang terjadi di 5ndonesia adalah kebanyakan penegak hukum

    termasuk hakim dalam proses penegakan hukum belum dilandasi oleh pemikiran hukum

    progresif melainkan dilandasi oleh pemikiran hukum positivistik-legalistik dengan

    memandang hukum hanyalah berupa undang-undang dan semata-mata untuk mengejar

    kepastian hukum, dengan mengorbankan keadilan sosial masyarakat.

    eadilan merupakan konsep abstrak yang tidak mudah untuk dikonkritkan dalam

    suatu rumusan yang dapat mendeskripsikan esensinya. SATJIPT# RAHAR&J#

    mengidentifikasi definisi keadilan, antara lain:pertama, memberikan kepada setiap orang

    yang seharusnya diterimanya+ kedua, memberikan kepada setiap orang yang menurut

    aturan hukum menjadi haknya+ ketiga, kebajikan untuk memberikan hasil yang telah

    menjadi bagiannya+ keempat, memberikan sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhan

    orang+ kelima, persamaan pribadi+ keenam, pemberian kemerdekaan kepada individu

    untuk mengejar kemakmurannya+ ketujuh, pemberian peluang kepada setiap orang

    mencari kebenaran+ dan kedelapan, memberikan sesuatu selayaknya. SU&IKN#

    $RT#KUSU#mengemukakan keadilan sebagai penilaian terhadap perlakuan seseorang

    terhadap yang lainnya dengan menggunakan norma tertentu sebagai parameternya.

    ;8

    #dayang beranggapan, bahwa ukuran keadilan itu subjektif& dan relatif&. Subjektif karena

    ditentukan oleh manusia yang berwenang memutuskannya tidak mungkin memiliki

    ;8 =urhasan 5smail $**4 Perkembangan Hukum Pertanahan Pendekatan

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    69/197

    kesempurnaan absolut. %elatif karena bagi seseorang mungkin dirasakan sudah adil,

    tetapi bagi orang yang lain belum tentu.

    ARIAS!"! SUAR&J#N#menyatakan:

    "idak mudah menentukan pilihan antara memutuskan sesuatu yang secara

    formal memenuhi syarat ?keadilan formal@ namun tidak memenuhi keadilan

    secara substansial atau mengutamakan terpenuhinya keadilan substansial

    namun secara formal tidak memenuhi syarat.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    70/197

    bermaJhab keadilan dalam suatu negara pun, menjadi kewajiban yang mestinya

    dikedepankan. 6ersoalannya, itu tidaklah mudah. 6asalnya, upaya hakim menunjukkan

    eksistensi keadilan mengalami proses di mana keadilan yang sebenarnya dibayang-

    bayangi oleh moral, baik moral internal ?moral hakim@ maupun moral eksternal ?moral

    penguasa atau masyarakat@ yang acapkali mempengaruhi suatu putusan.

    Dalam hal moral internal, dimafhumi bahwa upaya untuk memposisikan fungsi

    dan peran hakim yang bermoral, sering dihadapkan pada keinginan hakim sebagai sosok

    manusia. 'estinya, ketika seseorang sudah menentukan pilihan menjadi hakim, nilai

    moral harus, bahkan wajib melekat dalam diri seorang hakim agar hukum benar benar

    menuju keadilan yang substantif. 'esti disadari, tugas hakim memang berat, karena tidak

    sekadar mempertimbangkan kepentingan hukum an sich dalam memutus perkara,melainkan juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat agar terwujud adanya

    kepastian hukum, sehingga hakim dituntut masyarakat berlaku adil. =amun, sebagai

    manusia, hakim, dalam memutus suatu perkara, tidak mungkin memuaskan semua pihak.

    endati begitu, hakim diharapkan menghasilkan putusan yang seadil-adilnya sesuai fakta

    hukum di persidangan, yang didasari pada aturan dasar hukum yang jelas ?asas legalitas@,

    serta disertai dengan hati nurani hakim.

    7ika dikaitkan dengan judul 6enerapan 6rinsip eadilan dalam peraturan

    perundang-undangan dan putusan hakim pada perkara kekerasan terhadap

    istri ditinjau dari teori hukum progresif ?studi kasus di daerah istimewa

    yogyakarta, membangun prinsip keadilan gender yang progresif@&, maka konsep

    keadilan gender progresif mempunyai gagasan sebagai sarana yang ideal untuk

    mendayagunakan hukum dalam mewujudkan tujuan keadilan sosial dan kesejahteraanmasyarakat

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    71/197

    dari subyektifitas penafsiran agama dan hakim, juga berarti berani bertindak konsekuen

    dengan pemahaman sesuai kewenangan [email protected], 6roporsional, yakni menjamin

    keterbukaan hukum tetapi juga membuka peluang menggunakan mekanisme non legal

    ?alternative dispute resolution@ atau dikenal alternative justice. e empat, berarti

    penghormatan terhadap keberagaman dengan melihat konteks masyarakat 5ndonesia

    yang pluralis di berbagai bidang kehidupan, termasuk budaya, agama, hukum adat dan

    sebagainya, mengandung maksud juga pluralisme termasuk memahami ayat-ayat alKuran

    secara historis bagi hal-hal yang bersifat partikular. elima, humanis dan tekstual, yaitu

    kepedulian terhadap orang lain ?compation@ dan memahami hukum secara kontekstual

    dengan pemaknaan yang sesuai hati nurani manusia serta pemahaman tentang

    perundang-undangan baik secara tertulis maupun tersirat ?comprehention@ dalam arti

    hukum diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia sehingga hukum adalah untuk manusiabukan sebaliknya manusia untuk hukum.

    Kekerasan Terhadap Istri

    ,am*aran situasi kekerasan terhadap istri di &I7

    ekerasan dalam rumah tangga terhadap istri di Daerah 5stimewa ogyakarta

    telah berlangsung sejak lama namun karena tidak ada wadah untuk memberikan

    perlindungan bagi korban maka kekerasan ini dulunya sangat jarang terdengar, namun

    setelah adanya wadah untuk melindungi korban kekerasan terhadap ini seperti dinas

    pemerintahan terkait dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, maka berita kekerasan

    dalam rumah tangga terhadap istri ini baru terangkat ke permukaan.8#ngka kekerasan

    dalam rumah tangga terhadap istri di Daerah 5stimewa ogyakarta dari tahun ke tahun

    mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan perempuan yang sebelumnya mengalamikekerasan, dulunya tidak mengerti bahwa perempuan itu dilindungi oleh payung hukum

    (ndang-(ndang =omor $ "ahun $**) tentang 6enghapusan ekerasan dalam %umah

    "angga, kemudian seiring berjalannya waktu perempuan-perempuan yang menjadi korban

    kekerasan dalam rumah tangga ini telah cerdas sehingga memiliki pengetahuan akan hak-

    haknya tentang jaminan perlindungan hukum yang diatur oleh (ndang-(ndang =omor $

    "ahun $**) tentang 6enghapusan ekerasan dalam %umah "angga, sehingga korban,

    dalam hal ini istri, mengadukan suaminya kepada pihak yang berwajib yang berakibat

    meningkatnya jumlah kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri yang muncul ke

    permukaan.8)

    No! "ila)ah :;6; :;66 :;6: :;6< Januari- Jumlah

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    72/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    73/197

    jenis kekerasan lainnya seperti kekerasan dalam pacaran, dan perkosaan masing-masing

    ! ?tiga puluh satu@ kasus dan $! ?dua puluh satu@ kasus.

    Kategori Kasus(Case Categoty)

    Tahun (Years) Jumlah

    2009 2010 2011 2012 2013 Jan-Sep 2014

    KTI #Wife Abuse$ 203 226 219 226 254 128 1%256

    K&P #Dating Violence$ 28 43 40 28 14 14 167

    P'K()AA* #Rape$ 28 31 43 29 44 17 192

    P'!")'K) #Sexual Harassment$ 17 10 35 9 11 9 91

    K&K #+amil, -iolence$ 6 10 9 11 2 4 42

    Tra..ickin/ 1 1 1 0 1 0 4

    !ain"lain 2 " " " 0 0 2

    TOT! KS"S 285 321 347 303 326 172 1%754

    Ta*el

    Dari data "abel dapat diketahui bahwa setiap tahun terjadi peningkatan

    kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga pada tahun $**8 terdapat $* ?dua ratus

    tiga@ kasus, pada tahun $*!* terdapat $$3 ?dua ratus dua puluh enam@ kasus, pada tahun

    $*!! terdapat $!8 ?dua ratus sembilan belas@ kasus, pada tahun $*!$ terdapat $$3 ?dua

    ratus dua puluh enam@ kasus, pada tahun $*! terdapat $23 ?dua ratus lima puluh enam@

    kasus dan pada bulan 7anuari sampai dengan bulan September $*!) terdapat !$;

    ?seratus dua puluh delapan@ kasus. 7ika ditotal secara keseluruhan dari tahun $**8

    sampai dengan tahun $*!) telah terjadi kasus kekerasan terhadap istri sebanyak !.$23

    ?seribu dua ratus lima puluh enam@ kasus.

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    74/197

    1 6 2!

    S'# Biraswastaawin

    6sikis

    )#9 6 $;

    S' Biraswastaawin

    6sikis

    2'S 6 )

    S! 5%"awin

    6sikis

    9ebruari

    !

    #S A 4

    Diploma Swasta

    awin

    6sikis

    $7# 6 )3

    - 5%"awin

    6sikis

    'aret

    !S 6 )$

    S'N# 5%"awin

    6sikis

    $S' 6 3*

    - Swastaawin

    6sikis

    SB A );

    SA"# Swastaawin

    6sikis

    ) NB 6 $2 - 'ahasiswa awin 6sikis

    2DS 6 $4

    S! 5%"awin

    9isik,6sikis

    #pril

    !== 6 8

    S! 6=Sawin

    6sikis

    $SB 6 )3

    S'# Swastaawin

    6sikis

    %% 6 );

    - aryawatiawin

    6sikis

    'ei!

    B 6 *- -

    awin6sikis

    $=B 6 -

    - -awin

    Nkonomi,6sikis

    D= 6 $)

    - -awin

    6sikis

    7uni

    !>>A 6 $8

    S' Swastaawin

    6sikis

    $ #D 6 $) S'# - awin 6sikis

    / 6 $

    S! 5%"awin

    6sikis

    )DN7 6 $2

    S'# Swastaawin

    9isik,6sikis

    27# 6 $

    S! -awin

    7uli

    != 6 )$

    S'6 Swastaawin

    6sikis

    $S" 6 8

    D Swastaawin

    6sikis

    #gustus

    !1B 6 8

    S$ 6=Sawin

    6sikis

    September

    ! S! S t Nk i

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    75/197

    D# 6 $8

    SA"# Swastaawin

    9isik,6sikis

    Ta*el 4!&ata Kekerasan dalam Rumah Tangga :;64 %BH APIK 7og)akarta

    7umlah data korban yang melakukan konsultasi terkait kekerasan dalam rumah

    tangga pada bulan 7anuari hingga September tahun $*!) sebanyak $4 ?dua puluh tujuh@

    kasus, namun sebenarnya data tersebut bukan merupakan data secara keseluruhan,

    sebab jika ditotal secara keseluruhan maka angka tersebut akan meningkat karena

    laporan atau konsultasi melalui telepon tidak dicatatkan dalam buku laporan untuk

    didokumentasikan. #rtinya, tingkat kekerasan dalam rumah tangga di ogyakarta

    sangatlah tinggi. ekerasan dalam rumah tangga menyita perhatian masyarakat dan

    Aembaga

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    76/197

  • 7/25/2019 Draft Disertasi Gea Bab II Fin

    77/197

    5stimewa ogyakarta@. Secara 6rosedur Standar 6elayanan di lembaga swadaya

    masyarakat sebagai berikut:

    ! korban datang sendiri, dirujuk oleh rumah sakit atau 96, ((66# ataupun out

    reacholeh internal lembaga swadaya masyarakat+

    $ korban diterima oleh konsuler atau pendamping korban+

    konseling awal+

    ) pengklasifikasian kondisi korban: kritis dan non-kritis+

    2 jika korban melakukan penanganan medis, maka korban dirujukan ke rumah sakit+

    3 mendamping