ekonomi pertanian indonesia

23
7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 1/23  2-1 Bab 2 Ekonomi Pertanian Indonesia 2.1 Pendahuluan Bab 2 ini adalah penjelasan lebih rinci tentang ekonomi pertanian Indonesia, dari konteks ekonomi makro dan konteks ekonomi mikro. Secara makro, sektor pertanian telah berjasa menjadi salah satu basis ekonomi yang cukup tangguh sepanjang sejarah Indonesia modern. Pada masa lalu, sektor pertanian bahkan menjadi penyumbang pertumbuhan sampai satu persen pada kinerja pertumbuhan ekonomi yang pernah mencapai 7 persen per tahun. Produksi pertanian penting dan penerimaan devisa dari sektor pertanian pernah dimanfaatkan untuk memperkuat neraca pembayaran dan neraca perdagangan. Seluruh bangsa Indonesia tidak akan lupa bagaimana pada tahun 1985 Presiden Soeharto sampai naik ke atas mimbar untuk menerima penghargaan medali emas dari Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia (FAO) karena telah berhasil mengubah status negara importir beras terbesar di dunia menjadi negara yang mencapai swasembada beras. Ekonomi pertanian Indonesia tentu bukan hanya fokus pada komoditas beras sebagai pangan pokok, karena sangat banyak produk pertanian dalam arti luas: tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan yang menentukan kinerja perekonoman Indonesia. Secara mikro, ekonomi pertanian Indonesia juga membahas kinerja skala usaha ekonomi petani, beserta konsekuensi dan tingkah laku yang menyertainya. Petani dan pelaku ekonomi lain di bidang apa pun pasti bekerja berdasarkan ekspektasi – untuk memperoleh tambahan pendapatan yang lebih tinggi. Apabila ekspektasi positif ini tidak dapat terpenuhi, maka agak sulit bagi siapa pun untuk berharap bahwa petani akan termotivasi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian. Dari aspek mikro seperti ini, proses pengambilan keputusan ekonomi akan menentukan kinerja makro seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat, perbaikan tingkat pendapat rumah tangga, peningkatan produktivitas tenaga kerja, sampai pada pengurangan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Pembangunan pertanian dikatakan berhasil apabila telah mampu menjadi pengganda pendapatan (income multiplier ) dan pengganda lapangan kerja ( employment multiplier ) bagi perekonomian keseluruhan. Setelah mempelajari Bab 2 ini, Anda diharapkan mampu menjelaskan kondisi dan masa depan ekonomi pertanian Indonesia. Secara khusus, setelah mempelajari Bab 2 ini, Anda diharapkan mampu: (1) Menjelaskan kondisi dan masa depan ekonomi pertanian Indonesia. (2) Menjelaskan kinerja komoditas pertanian strategis di Indonesia. (3) Menjelaskan faktor skala ekonomi usahatani pada dimensi kesejahteraan

Upload: aisyah

Post on 19-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 1/23

  2-1

Bab 2

Ekonomi Pertanian Indonesia

2.1 Pendahuluan

Bab 2 ini adalah penjelasan lebih rinci tentang ekonomi pertanianIndonesia, dari konteks ekonomi makro dan konteks ekonomi mikro. Secaramakro, sektor pertanian telah berjasa menjadi salah satu basis ekonomi yangcukup tangguh sepanjang sejarah Indonesia modern. Pada masa lalu, sektorpertanian bahkan menjadi penyumbang pertumbuhan sampai satu persen padakinerja pertumbuhan ekonomi yang pernah mencapai 7 persen per tahun.Produksi pertanian penting dan penerimaan devisa dari sektor pertanian pernahdimanfaatkan untuk memperkuat neraca pembayaran dan neraca perdagangan.Seluruh bangsa Indonesia tidak akan lupa bagaimana pada tahun 1985 PresidenSoeharto sampai naik ke atas mimbar untuk menerima penghargaan medaliemas dari Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia (FAO) karena telah berhasilmengubah status negara importir beras terbesar di dunia menjadi negara yangmencapai swasembada beras. Ekonomi pertanian Indonesia tentu bukan hanyafokus pada komoditas beras sebagai pangan pokok, karena sangat banyakproduk pertanian dalam arti luas: tanaman pangan, perkebunan, peternakan,kehutanan dan perikanan yang menentukan kinerja perekonoman Indonesia.

Secara mikro, ekonomi pertanian Indonesia juga membahas kinerja skalausaha ekonomi petani, beserta konsekuensi dan tingkah laku yang

menyertainya. Petani dan pelaku ekonomi lain di bidang apa pun pasti bekerjaberdasarkan ekspektasi – untuk memperoleh tambahan pendapatan yang lebihtinggi. Apabila ekspektasi positif ini tidak dapat terpenuhi, maka agak sulit bagisiapa pun untuk berharap bahwa petani akan termotivasi untuk meningkatkanproduksi dan produktivitas pertanian. Dari aspek mikro seperti ini, prosespengambilan keputusan ekonomi akan menentukan kinerja makro sepertipeningkatan kesejahteraan masyarakat, perbaikan tingkat pendapat rumahtangga, peningkatan produktivitas tenaga kerja, sampai pada penguranganangka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Pembangunan pertaniandikatakan berhasil apabila telah mampu menjadi pengganda pendapatan(income multiplier ) dan pengganda lapangan kerja (employment multiplier ) bagi

perekonomian keseluruhan.Setelah mempelajari Bab 2 ini, Anda diharapkan mampu menjelaskan

kondisi dan masa depan ekonomi pertanian Indonesia. Secara khusus, setelahmempelajari Bab 2 ini, Anda diharapkan mampu:

(1) Menjelaskan kondisi dan masa depan ekonomi pertanian Indonesia.

(2) Menjelaskan kinerja komoditas pertanian strategis di Indonesia.

(3) Menjelaskan faktor skala ekonomi usahatani pada dimensi kesejahteraan

Page 2: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 2/23

  2-2

2.2 Peran Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Persepsi umum selama ini adalah bahwa Indonesia adalah negara

agraris, karena lebih dari 40 persen penduduknya sangat tergantung pada sektorpertanian. Persepsi seperti ini tidak selamaya salah karena sejak masa PresidenSoeharto pembangunan pertanian (dalam arti luas) hampir selalu menjadiprioritas pembangunan nasional. Di dalam ekonomi pembangunan, sektorpertanian itu meliputi lima sub-sektor yang sampai saat ini digunakan dalamnomenklatur dan statistik resmi negara, yaitu: tanaman pangan, perkebunan,peternakan, kehutanan dan perikanan. Sektor pertaian yang tangguh digunakansebagai landasan utama menuju industrialisasi dan modernisasi pada sektorindustri pengolahan, plus sektor jasa dan keuangan yang menjadi ciri-ciri negaramodern. Pentahapan pembangunan cukup jelas dilaksanakan secara gradualdalam periode lima tahunan, sehingga istilah Rencana Pembangunan Lima

Tahun (Repelita) cukup melegenda sebagai acuan perencanaan pembangunan.Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sektor pertanian

 juga kembali memperoleh perhatian dalam proses perumusan kebijakanpembangunan ekonomi. Strategi revitalisasi pertanian pernah dicanangkan padatahun 2005 untuk menghidupkan kembali pembangunan pertanian, yang pernahmewarnai kisah keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia. Indonesia jugasaat ini memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yangdisusun setiap lima tahun, mirip dengan Repelita pada masa lalu. Secara makrodan jangka panjang, Indonesia juga memiliki Rencana Pembangunan JangkaPanjang (RPJP) untuk periode 2005-2024 sebagai panduan perumusan RPJM didalam periode pemerintahan yang berbeda, kemungkinan dengan prioritas

pembangunan yang berbeda pula.

Sektor pertanian berperan sangat penting bagi pembangunan ekonomiIndonesia setidaknya dalam dalam lima hal berikut ini: (1) penyedia bahanpangan, (2) sumber devisa negara, (3) penyedia tenaga kerja bagi sektor lain, (4)pembentukan modal dan investasi, dan (5) stimulus terjadinya industrialisasi.Secara singkat pembahasan peran sektor pertanian dalam pembangunanekonomi itu akan diuraikan sebagai berikut:

(1) Penyedia bahan pangan. Pangan utama bagi umat manusia (danpakan bagi binatang) dihasilkan dari sektor pertanian. Pertanian menghasilkanproduk biji-bijian seperti: beras, jagung, kedelai, gula, gandum, sorgum, barley,

dan lain-lain. Pertanian menghasilkan minyak nabati, seperti minyak sawit,minyak kelapa, minyak matahari, minyak kanola, dan lain-lain. Pertanianmenghasilkan minuman dan rempah seperti kopi, kakao, teh, cincau, cengkeh,lada, kayu manis, kemiri, dan sebagainya. Pertanian menghasilkan daging dansumber protein nabati lain dari sapi, kerbau, ayam, unggas, babi, telur dansebagainya. Pertanian juga menghasilkan sandang dan bahan baku industriyang berasal dari serat seperti: kapas, rami, abasa, dan lain. Sampai saat inibelum banyak industri yang mampu memproduksi pangan tiruan menggunakan

Page 3: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 3/23

  2-3

zat kimia, sebagaimana yang dipergunakan oleh pekerja luar angkasa. Namundemikian, sudah cukup banyak industri yang mampu menghasilkan produksandang tiruan yang terbuat dari polyester dan bahan sintesis yang diolah dariminyak bumi. Oleh karena itu, sampai sekian tahun ke depan, peran pentingbagi sektor pertanian sebagai penyedia bahan pangan masih tidak akan

tergoyahkan. Hal ini juga berimplikasi jika sektor pertanian terganggu, suplaipangan juga akan terganggu.

(2) Sumber devisa negara. Komoditas perkebunan lebih banyak yangdigunakan untuk memenuhi tujuan pasar ekspor dan menghasilkan devisa bagipembangunan ekonomi makro Indonesia. Indonesia adalah produsen daneksportir terbesar untuk minyak kelapa sawit mentah (CPO=crude palm oil ), dantelah melampaui produksi dan ekspor minyak kelapa sawit Malaysia sejak tahun2006. Ekspor CPO Indonesia pada tahun 2011 mencapai hampir 17 juta tondengan devisa senilai US$ 16 juta, suatu jumah yang sangat besar dan mungkinbelum terbayangkan 30 tahun yang lalu, ketika pertama kali kelapa sawitdikembangkan. Indonesia adalah eksportir karet nomor dua terbesar setelah

Thailand, dengan total ekspor sekitar 2 juta ton dan devisa di atas US$ 3,2 jutakarena harga karet dunia yang fluktuatif. Indonesia adalah eksportir kakaonomor tiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Tanzania, dengan totalekspor sekitar 440 ribu ton dan devisa di atas US$ 1 juta. Indonesia adalaheksportir kopi nomor empat terbesar di dunia setelah Brazil, Kolombia danVietnam, dengan total ekspor sekitar 510 ribu ton dan devisa sekitar US$ 1 juta.Indonesia juga dikenal sebagai eksportir komoditas perkebunan dan tanamarempah lain yang sangat khas tropis, seperti lada kayu manis, minyak atsiri, danlain-lain yang nyaris tidak ada tandingannya. Hal yang perlu dicatat adalahbahwa menggantungkan sepenuhnya pada pasar ekspor juga tidak baik, apalagidalam produk mentah atau setengah jadi, karena risiko ekonomi dunia yang

semakin tidak menentu. Indonesia telah saatnya berusaha meningkatkan nilaitambah dari ekspor komoditas pertanian seperti disebutkan di atas.

(3) Penyedia tenaga kerja bagi sektor lain. Sektor pertanian, yangsebenarnya juga berhubungan dengan sektor perdesaan, juga telah lama dikenalsebagai penyedia tenaga kerja bagi sektor lain. Sumber tenaga kerja sektorpertanian bagi sektor lain dapat berupa faktor pendorong ( push-factor ) dandapat berupa faktor penarik ( pull-factor ). Push-factor  berkonotasi negatif, karenamenunjukkan adanya kemiskinan di sektor pertanian dan pedesaan, sehinggamereka yang bekerja di sektor industri dan jasa merasa terdorong atau terlempardari desanya sendiri. Hal ini juga berimplikasi bahwa sektor pertanian didesanya tidak mampu menghasilkan produk yang mampu mencukupi

kebutuhannya sendiri. Dalam istilah ekonomi, elastisitas suplai tenaga kerjasektor pertanian di sini hampir mencapai elastis sempurna, bahwa berapa pun

 jumlah tenaga kerja yang ditambah, produksi dan produktivitas tidak banyakbertambah. Sebaliknya, pull-factor  berkonotasi positif karena sektor non-pertanian lebih atraktif bagi tenaga kerja pertanian dan perdesaan pertanianyang memiliki ketrampilan tertentu. Mereka bekerja di sektor industri dan jasakarena memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang lebih tinggi, sehinggaberkontribusi bagi peningkatan produksi dan produktivitas perekonomian. Di

Page 4: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 4/23

  2-4

sinilah proses pembangunan yang bervisi peningkatan nilai tambah danproduktivitas itu mulai terjadi.

(4) Sumber pembentukan modal dan investasi . Produksi pertanian danhasil samping lain dari penjualan produk pertanian (setelah dikurangi konsumsisendiri) dapat dipergunakan untuk pembentukan modal baru dan investasi pada

sektor pertanian dan sektor lain yang relevan. Pada tahap awal prosespembangunan, laju pembentukan modal baru ini sebenarnya tergantung pada

 jenis lapangan kerja yang dapat diisi oleh limpahan tenaga kerja sektorpertanian. Apabila orientasi produksi pertanian masih subsisten atau untukmemenuhi kebutuhan sendiri dan keluarganya, maka laju pembentukan modalitu akan rendah. Akan tetapi, apabila orientasi produksi pertanian telah semakinmodern, komersial dan bervisi pasar dengan berbagai macam tantangan yangdihadapinya, maka laju pembentukan modal akan lebih besar, karena di sanaterdapat perbedaan produktivitas tenaga kerja yang terlibat. Kata kunci yangutama di sini adalah peningkatan produktivitas di sektor pertanian, yang mampuberkontribusi pada pembentukan modal untuk pembangunan infrastruktur dan

pembangunan industri manufaktur. Peningkatan produktivitas ini dapat jugaberimplikasi penggunaan input yang lebih kecil, harga produk yang semakinterjangkau, dan penerimaan petani yang semakin besar. Dari sinilahpembentukan modal atau investasi baru di bidang pertanian dan non-pertanianseperti industri dan jasa dapat bergulir.

(5) Stimulus terjadinya industrialisasi . Dengan semakin banyaknya uangyang beredar di sektor pertanian dan perdesaan, maka kondisi tersebut menjadisalah satu stimulus terjadinya industrialisasi atau peningkatan nilai tambahsektor pertanian. Benar bahwa keputusan investasi untuk peningkatan nilaitambah itu tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan modal di pedesaan, tapi

 juga oleh kondisi permintaan dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh daripeningkatan kapasitas produksi. Sebaliknya, dengan semakin banyaknya uangyang beredar di sektor pertanian dan perdesaan, maka sektor ini akan menjadisalah satu pasar potensial bagi produk-produk sektor industri dan jasa.Peningkatan daya beli petani dan penduduk pedesaan menjadi salah satu kuncipenting dalam proses pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang,tidak terkecuali di Indonesia. Pembahasan lebih lanjut tentang stimulusterjadinya industrialisasi ini sebenarnya masih tergantung pada ukuran pasar,yang akan mementukan keputusan investasi untuk industrialisasi. Dengan katalain, kontribusi pembentukan modal dan industrialisasi dalam sektor pertanian inimenjadi salah satu faktor penting dalam proses transformasi strukturalpereknomian suatu negara. Semakin mulus proses transformasi struktural

tersebut, maka perjalanan pembangunan ekonomi akan memberikan manfaattambahan efisiensi dan dampak kesejahteraan bagi segenap pelaku yang terlibatdan warga negara secara umum.

Proses transformasi struktural yang dimaksudkan adalah bahwa pangsa(share) sektor pertanian dalam perekonomian negara atau Produk DomestikBruto (PDB) pasti semakin menurun, seiring dengan majunya suatu bangsa atauseiring dengan pertambahan pendapatan warga negara. Di negara-negara

Page 5: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 5/23

  2-5

miskin, data Bank Dunia menunjukkan bahwa pangsa sektor pertanian terhadapPDB menurun dari sekitar 60 persen pada tahun 1965 menjadi sekitar 20 persenpada tahun 2010. Demikian pula di kelompok negara middle-income, persentasedi atas menurun dari 22 persen menjadi 13 persen. Sementara di negara-negaramaju, angka penurunannya tercatat dari 5 persen menjadi 2 persen untuk

periode yang 1965-2010.Di Indonesia, penurunan itu juga terekam dalam data Badan Pusat

Statistik (BPS) yang menujukkan bahwa kontribusi sektor pertanian jugamengalami penurunan, dari sekitar 50 persen pada tahun 1960-an, 20.2 persenpada tahun 1988, turun menjadi 17.2 persen pada tahun 1996. Pangsa sektorpertanian tersebut terus menurun menjadi hanya 15.6 persen pada tahun 2000dan hanya 14,7 persen pada tahun 2011 (sebagian termuat pada Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Pangsa Sektoral dalam PDB Indonesia (dalam persen)

2004  2005  2006  2007  2008  2009  2010  2011 

Pertanian  14,3  13,1  13,0  13,7  14,4  15,3  15,3  14,7 Tanaman Pangan  7,2  6,5  6,4  6,7  7,0  7,5  7,5  7,1 Perkebunan  2,2  2,0  1,9  2,1  2,1  2,0  2,1  2,1 Peternakan  1,8  1,6  1,5  1,6  1,7  1,9  1,9  1,7 Kehutanan  0,9  0,8  0,9  0,9  0,8  0,8  0,8  0,7 Perikanan  2,3  2,1  2,2  2,5  2,8  3,2  3,1  3,1 

Pertambangan-Penggalian  8,9  11,1  11,0  11,2  11,0  10,6  11,2  11,9 Industri Pengolahan 28,1  27,4  27,5  27,1  27,9  26,4  24,8  24,3 

Listrik, Gas, dan Air   1,0  1,0  0,9  0,9  0,8  0,8  0,8  0,7 Konstruksi  6,6  7,0  7,5  7,7  8,5  9,9  10,3  10,2 Perdaga, Hotel-Restoran  16,1  15,6  15,0  14,9  14,0  13,3  13,7  13,8 Transportasi Komunikasi  6,2  6,5  6,9  6,7  6,3  6,3  6,6  6,6 Keuangan, Jasa & Bisnis  8,5  8,3  8,1  7,7  7,4  7,2  7,2  7,2 Jasa-Jasa Lainnya  10,3  10,0  10,1  10,1  9,8  10,2  10,2  10,5 Total PDB  100,0  100,0  100,0  100,0  100,0  100,0  100,0  100,0 

Sumber: Badan Pusat Statistik (berbagai tahun terbitan)

Sebenarnya, fakta penurunan pangsa itu merupakan fenomena alamiah

biasa. Makin berkembang suatu negara, maka akan makin kecil kontribusi sektorpertanian atau sektor tradisional dalam PDB. Penjelasan tentang prosespenurunan kontribusi ini dapat dirunut balik jauh pada Hukum Engle, yangmengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, maka proporsi pengeluaranterhadap bahan-bahan makanan – yang nota bene diproduksi sektor pertanian – akan makin menurun. Dalam istilah ekonomi, elastisitas permintaan terhadapmakanan lebih kecil dari satu atau tidak anjal (inelastic), sehingga peningkatanpermintaan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan terhadap

Page 6: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 6/23

  2-6

barang-barang hasil sektor industri dan jasa. Dengan sendirinya kontribusi sektorpertanian terhadap PDB akan makin kecil dengan semakin besarnya tingkatpendapatan. Siapa pun yang belajar ekonomi pertanian pasti tidak akanmembuat kesimpulan bahwa karena penurunan pangsa di atas, maka sektorpertanian menjadi semakin tidak penting. Justeru seballiknya yang terjadi,

bahwa sektor pertanian menjadi landasan pembangunan ekonomi yang palingpenting, yang akan mementukan perjalanan dan keberhasilan sektor industri dan jasa, apalagi untuk negara agararis dan berbasis maritim seluas Indonesia.

Pembangunan pertanian modern dapat ditelusuri dari meningkatnyapenggunaan input produksi pertanian, terutama penggunaan pupuk kimia (an-organik) dan benih unggul, sejak Revolusi Hijau. Pada saat ini Indonesia jugamengembangkan kebijakan dan program bimbingan massal (Bimas) danintensifikasi massal (Inmas), sejak akhir dekade 1960an. Kemudian pada dekade1970an, masyarakat tani telah banyak mengenal prinsip-prinsip budidayatanaman yang baik, yang dikenal dengan Panca Usaha: (1) benih unggul, (2)pupuk dan pemupukan, (3) sistem irigasi dan pengelolaan air, (4), pengaturan

 jarak tanam, dan (5) penanggulangan hama dan penyakit tumbuhan. MetodePanca Usaha kemudian disempurnakan menjadi tujuh aspek atau Sapta Usaha,dengan memasukkan komponen (6) panen dan panca usaha, sepertipemasaran, pembiayaan, serta (7) penyuluhan pertanian.

Saat ini Indonesia menggunakan instrumen strategis dalam pembangunanekonomi pertanian: subsidi harga output melalui harga pembelian pemerintah(HPP) dan subsidi input melalui subsidi pupuk, benih, modal kerja, seperti kreditketahanan pangan dan energi (KKPE), kredit koperasi primer kepadaanggotanya (KKPA), bantuan langsung kepada masyarakart (BLM) sepertipengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP), lembaga usaha ekonomipedesaan (LUEP) dan lain-lain. Secara ideologi, subsidi digunakan adalahmelindungi petani dan mengurangi risiko panen dan risiko fluktuasi harga, plusuntuk mengamankan rezim atau suatu administrasi pemerintahan. Logikanya,harga output yang tinggi diharapkan mampu menjadi insentif bagi peningkatanproduksi dan produktivitas; sedangkan ketersediaan input diharapkanmengurangi beban petani karena fluktuasi harga dan gejolak eksternal. Secaraumum dapat dikatakan bahwa subsidi pertanian, baik input maupun subsidioutput, telah cukup efektif walaupun belum dapat dievaluasi secara menyeluruh(Arifin, 2009).

Pada RAPBN 2012, total subsidi pertanian sekitar Rp 32,8 triliun yangterdiri dari subsidi pupuk Rp 16,9 triliun, subsidi pangan Rp 15,6 triliun dan

subsidi benih Rp 0.3 triliun. Jika ditambahkan dengan subsidi kredit program Rp1,2 triliun, yang juga banyak dialokasikan untuk sektor pertanian, maka totalsubsidi perrtanian telah mencapai Rp 34 triliun, suatu jumlah yang tidak kecil.Lonjakan angka subsidi pupuk dari Rp 6,3 triliun pada tahun 2007 menjadi Rp15,2 triliun pada tahun 2008, lalu melonjak sampai Rp 18,8 triliun pada 2011tentu menimbulkan pertanyaan lebih strategis tentang efisiensi dan efektivitassubsidi tersebut. Demikian pula tentang angka subsidi pupuk pada RAPBN 2012sampai mendekati Rp 17 triliun tersebut tentu menjadi pusat perhatian karena

Page 7: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 7/23

  2-7

masih sering terdengar berita kelangkaan pupuk pada saat musim tanam.Subsidi pupuk yang selama ini diberikan kepada pabrik pupuk yang kebanyakandimiliki oleh negara (BUMN), karena harus menanggung lonjakan kenaikanharga gas di pasar internasional, walaupun bahan baku utama industri pupuktersebut diproduksi oleh BUMN. Angka subsidi benih menjadi Rp 0,3 triliun pada

tahun 2012 (yang sebenarnya menurun drastis dibandingkan dengan Rp 1,3triliun pada saat Pemilihan Umum 2009 ) sebagai upaya untuk meningkatkanpenggunaan benih bersertifikat oleh petani tanaman pangan.

2.3 Pertumbuhan Sektor Pertanian

Perjalanan pertanian Indonesia selama empat dasa terakhir, proses jatuh-bangun sektor utama perekonomian juga berhubungan dengan unsur-unsur

yang disebutkan di atas. Pertanian Indonesia pernah tumbuh tinggi sejak dekade1970 dan 1980an, lalu melambat dan stagnan pada awal 1990an, kemudianterakumulasi krisis ekonomi Asia, dan mencoba bangkit pada era desentralisasi,walaupun kembali harus ”menabrak tembok” krisis ekonomi dan krisis keuanganglobal. Faktor sukses dari pertumbuhan pertanian Indonesia adalah interaksiantara sains, teknologi, budaya, sumberdaya, infrastruktur, kewirausahaan,bisnis, pasar, kelembagaan, dukungan kebijakan, dan sebagainya. Faktorkegagalan juga dapat dilihat dari sisi lain faktor sukses di atas, ditambah dengankelalaian pemihakan, pengabaian hak-hak dasar petani serta ketidaktepatanstrategi kebijakan ekonomi makro umumnya.

Pada era 1980an, kinerja pertumbuhan pertanian Indonesia 5,8 persen

per tahun tidak dapat dilepaskan dari kematangan inovasi dan perubahanteknologi pertanian, terutama di Jawa dan sentra produksi pangan lainnya.Tidak secara kebetulan pula, apabila sentra produksi padi dan palawija di Jawa,Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan lain-lain padawaktu itu sangat identik tingkat kemakmuran masyarakat. Perlambatanpertanian sejak awal 1990an dapat dijelaskan dengan kegagalan Indonesiamelakukan pelembagaan (institusionalisasi) inovasi dan perubahan teknologibaru. Sektor pertanian tumbuh cukup lambat setelah era krisis ekonomi tahun1998 dan era otonomi daerah saat ini. Banyak kaum awam mengira bahwa erareformasi dan desentralisasi akan menjadi pintu masuk untuk melakukanreformasi dan pembenahan kelembagaan perubahan teknologi pertanian.

Nampaknya, ekspektasi tersebut masih harus tertunda karena pembenahangovernansi dan kualitas kebijakan pembangunan pertanian memerlukan waktuyang tidak sebentar.

Page 8: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 8/23

  2-8

Tabel 2.2 Kinerja Pertumbuhan Sektor Pertanian, 2004-2011 (persen)

Uraian 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

PDB Pertanian 2,82 2,72 3,36 3,43 4,77 3,96 2,99 2,95

Tan. Pangan 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 4,97 1,64 1,26

Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 1,73 3,41 3,94

Peternakan 3,35 2,13 3,35 2,36 3,89 3,45 4,27 4,49

Kehutanan 1,28 -1,47 -2,85 -1,10 -0,39 1,82 2,41 0,65

Perikanan 5,56 5,87 6,90 5,39 4,81 4,16 6,04 6,72

PDB Total 5,03 5,69 5,50 6,35 6,01 4,63 6,20 6,46

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), berbagai tahun

Selama dua tahun terakhir, sektor pertanian tumbuh di bawah 3 persenper tahun, setelah tumbuh cukup tinggi pada tahun 2006-2009 (Tabel 2.2).Kecuali sektor kehutanan, keempat sektor pertanian sebenarnya menunjukkankinerja yang cukup baik, walaupun masih banyak kendala di lapangan. Angkapertumbuhan sempat mencatat angka pertumbuan 4.8 persen per tahun tahun2008 karena kinerja produksi padi yang membaik serta lonjakan harga produkperkebunan pada saat krisis finansial global, seperti kelapa sawti, kelapa, kopi,kakao, karet dan lain-lain. Setelah harga di tingkat global kembali pada tingkat“normal” pada tahun 2010, kinerja pertumbuhan sektor pertanian kembali stabilpada angka rendah, di bawah 3 persen per tahun.

Dalam ilmu ekonomi, faktor produksi benih dianggap satu kesatuandengan faktor produksi pupuk, pengelolaan air, pengendalian hama-penyakit,teknik budidaya dan lain-lain. Perubahan teknologi itu adalah faktor endogendalam proses produksi, bukan semata faktor eksogen, apalagi yang berbaumistik. Inovasi dan teknologi baru tidak akan muncul pada masyarakat dengankualitas sumberdaya manusia ala kadarnya, kualifikasi pemulia tanaman tidaktangguh, kelembagaan riset dan pengembangan (R&D) primitif, dan sistemadministrasi serampangan, apalagi dengan budaya instan. Dengan aransemenkelembagaan yang beradab, dukungan organisasi sosial-kemasyarakatan yangmenjunjung tata-pamong (governance) yang memadai, serta “proses industrial”

dengan falsafah kesetaraan stakeholders politik, maka benih unggul akan benar-benar menjadi produk perubahan teknologi yang membawa kemaslahatan umatmanusia.

Para Founding Fathers bangsa ini sebenarnya telah meletakkan dasar-dasar pembangunan ekonomi pertanian untuk menjawab tantangan ke depan.Pada waktu meletakkan batu pertama pembangunan kampus Institut PertanianBogor (IPB) di Baranangsiang tahun 1952, Presiden Soekarno mengatakanbahwa “pangan adalah urusan hidup atau mati suatu bangsa”. Ungakapan itu

Page 9: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 9/23

  2-9

sekaligus berfungsi sebagai fondasi semangat kemandirian dan kedaulatanbangsa Indonesia. Pada waktu menerima penghargaan swasembada beras dariOrganisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) di Roma tahun 1985, PresidenSoeharto menyebutkan ketangguhan petani dan kelembagaan masyarakatsebagai salah satu kunci keberhasilan Indonesia. Peningkatan produktivitas padi

tidak akan banyak berarti jika tidak ada kelembagaan masyarakat yang mampuberadaptasi dengan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Indonesia telah lama memiliki banyak daerah lumbung pangan pokok,khususnya beras, mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok dansebagian Nusa Tenggara Timur. Daerah lain sebenarnya juga menghasilkanpangan pokok, walau tidak cukup besar untuk disebut sebagai lumbung pangan.Tidak secara kebetulan apabila daerah lumbung pangan juga mejadi simbolkemakmuran. Tingkat pendikan dan kesejehteraan masyarakat sentra produksiberas relatif lebih tinggi, dibandingkan daerah lain non-sentra beras. Pada akhirmasa administrasinya, Presiden Soekarno menggulirkan program BimbinganMassal (Bimas) dan Intensifikasi Massal (Inmas) yang dianggap sebagai inovasi

kelembagaan tiada tandingan, di belahan bumi mana pun. Perubahan besarteknologi pertanian yang terjadi di tingkat global diterjemahkan secara sederhanatapi brilian, dengan bantuan para mahasiswa tingkat akhir di IPB dan perguruantinggi lain, menjadi langkah-langkah pendampingan dan pemberdayaanmasyarakat untuk meningkatkan produktivitas padi sebagai pangan pokok.

Presiden Soeharto menyempurnakannya dengan program IntensifikasiKhusus (Insus) dan turunannya dengan secara disiplin melalui birokrasipemerintah, untuk melaksanakan pengolahan lahan, penggunaan benih unggul,pengelolaan air irigasi, pupuk dan pemupukan, dan pengendalian hama-penyakit(Panca Usahatani). Program ini kemudian dilengkapi penanganan panen-pascapanen dan pemasaran hasil (Sapta Usahatani). Kelembagaan petani, kelompoktani dan organisasi masyarakat di pedesaan juga dibentuk dan didampingisecara spartan oleh para penyuluh pertanian lapangan (PPL) dengan kualifikasiakademik dan integritas pengabdian yang mengagumkan. Para PPL ini bersamaakademisi berbagai universitas telah menjadi jembatan penghubung yangmumpuni antara dunia teori dan dunia praktis di tingkat lapangan.

Petani dibuat lebih nyaman menerapkan teknik-teknik budidaya pertaniansesuai anjuran karena negara cukup konsisten menyediakan prasyaratnya.Negara membangun bendungan besar dan kecil, yang tidak hanya berfungsimengatur air untuk keperluan irigasi persawahan, tetapi juga berfungsi sebagaipembangkit listrik. Siapa yang tidak kenal Bendungan Asahan, Singkarak, Way

Seputih, Jatiluhur, Kedong Ombo, Jeratunseluna dan sebagainya. Negara jugamencetak sawah-sawah baru beririgasi teknis, untuk menjawab tantanganpeningkatan permintaan pangan. Kelembagaan perkumpulan petani pemakai air(P3A) juga dikembangkan dan dihidupkan, sehingga pengelolaan air irigasimampu lebih operasional di lapangan. Menariknya, kelembagaan tradisionalyang telah lama ada seperti sistem irigasi subak pada masyarakat Bali tetapdilestarikan sehingga mekanisme governansi pelaksanaan program seakanmemperoleh check and balances yang efektif dan tidak terlalu riuh.

Page 10: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 10/23

  2-10

Dalam ekonomi pertanian, proses perubahan teknologi biologi-kimiawiserta teknologi mekanis yang begitu progresif tersebut sebagai teori inovasi yangdirangsang atau induced innovation. Perubahan teknologi ini juga merangsanginovasi kelembagaan, perubahan sistem nilai, tingkat efisiensi dan tambahanpendapatan serta kesejehteraan petani yang sangat signifikan. Misalnya,

produktivitas padi Indonesia rata-rata saat ini baru tercatat 4,7 ton per hektar,cukup jauh dari produktivitas ideal di tingkat percobaan yang dapat mencapai 8,3ton per hektar. Dalam beberapa kasus percobaann benih baru, produktivitasvarietas unggul bahkan mencapai dua digit. Kesenjangan (gap) antara hasil-hasil riset di laboratorium/ stasiun percobaan dan di tingkat lapangan/kehidupanpetani terasa semakin tinggi karena institusi yang ada tidak mampumenjembataninya dengan memadai. Pada skala percobaan, tentu sajaketersediaan air, kebutuhan input dan teknologi baru dapat tersedia denga cepat,serta kombinasi faktor produksi tersebut sangat sesuai dengan tingkat anjuranatau kaidah-kaidah buku teks. Sedangkan pada tingkat lapangan, petaniIndonesia justru sering menghadapi kelangkaan pupuk, ketidaktersediaan benih

unggul, dan rusaknya infrastruktur irigasi, jalan produksi, jalan desa dan lain-lain,sehingga produksi pertanian di lapangan tidak mampu menyamai produksi ditingkat kebun percobaan.

Selama dua dekade terakhir, bioteknologi seakan menjadi harapan barudalam upaya meningkatkan kapasitas produksi pertanian, produksi danproduktivitas pangan dan pertanian secara umum. Para ilmuwan dan penelititelah bekerja keras untuk menghasilkan temuan-temuan yang spektakuler dibidang teknologi produksi pangan. Mereka sedang mengembangkan RevolusiHijau Generasi Kedua dengan bioteknologi pertanian dan perubahan aransemenkelembagaan yang diperlukan untuk menjawab tantangan zaman yang berubahdemikian cepat. Esensinya adalah bahwa para perumus kebijakan dan dunia

usaha perlu lebih pro-aktif dan berlapang dada untuk memanfaatkan hasil-hasilpenelitian dan inovasi teknologi yang dihasilkan. Petani sebagai pelaku utamamemiliki keterbatasan dalam mengelola dan memodifikasi lingkungan biofisikdan sosial ekonomi sistem produksi pertanian. Petani sulit sekali untuk mampumempengaruhi lingkungan kebijakan, apalagi untuk mengubah landasanekonomi makro, yang menentukan tingkat kesejahteraannya.

Logika teori ekonomi dalam konteks peningkatan kapasitas produksipangan itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada level kapasitas yang sama,pengaturan teknik budidaya, penanggulangan hama dan penyakit, danpengelolaan air irigasi hanya mampu meningkatkan produksi pertaniansekadarnya. Berbeda halnya jika kapasitas produksinya ditingkatkan, apalagi

 jika dikombinasikan dengan langkah intensifikasi, maka produksi pertanian akanmelompat berlipat-lipat. Kisah lonjakan produktivitas jagung tidak dapatdilepaskan dari penggunaan dan adopsi benih jagung hibrida. Para ilmuwan danpeneliti telah mampu mengembangkan inovasi dan perubahan teknologi,termasuk pengembangan dan pemanfaatan bioteknologi pertanian, yangsebenarnya mampu meningkatkan kapasitas produksi dan produktivitaspertanian.

Page 11: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 11/23

  2-11

Dalam hal ini, bioteknologi pertanian meliputi juga produk hibrida danproduk rekayasa genetika (PRG), memang diharapkan memberikan lonjakanproduksi pangan yang signifikan. Dalam bahasa ekonomi, bioteknologi ituadalah perubahan teknologi yang ”mampu menggeser kurva produksi ke atas”sehingga kapasitas produksinya meningkat. Pada suatu proses yang normal,

masyarakat dapat melakukan langkah penyesuaian dan keseimbangan baru,sehingga menghasilkan budaya dan kelembagaan baru untuk memanfaatkanatau berinteraksi dengan produk bioteknologi. Fenomena ini mirip denganfenomena Revolusi Hijau empat dasa warsa lalu atau perubahan teknologibiologi-kimiawi yang mampu melonjakkan produktivitas pangan berlipat-lipat.Pada waktu itu, hanya sedikit yang mampu menduga bahwa umat manusiadapat terlepas dari Jebakan Malthus (Malthusian Trap) dan minimal mampubertahan hingga sekarang.

Dalam kasus pengembangan bioteknologi dengan modifikasi organismeatau rekayasa genetika, langkah seperti itu sering juga disebut transgenik karenaprosedurnya melibatkan perubahan struktur gen benih dan/atau bagian lain dari

tanaman untuk tujuan tertentu, seperti peningkatan produksi dan produktivitas,ketahanan terhadap hama dan penyakit tanaman, perbaikan kandungan protein,modifikasi kandungan lemak, kolesterol dan kualitas nutrisi lainnya. Parailmuwan Indonesia sebenarnya telah banyak menghasilkan temuan-temuan baruvarietas pangan unggul, walaupun masih pada skala laboratorium dan kebunpercobaan, sehingga belum mampu disebarluaskan kepada masyarakat luas.Hampir semua perguruan tinggi besar dan lembaga riset milik negara telahmengembangkan bioteknologi pertanian, walau pun hasil penelitiannya belumdapat dinikmati langsung oleh petani dan masyarakat luas. Risiko bisnis dankonsekuensi sosial-ekonomi-politik yang perlu diantisipasi dalam pengembanganbiotenologi untuk meningkatkan produksi pangan tentu harus mampu

dikuantifikasi secara baik. Kegagalan mengidentifikasi risiko ini dapat berdampaklebih buruk karena menyangkut sekian macam pemangku kepentingan, bahkanstrategi pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.

2.4 Perkembangan Produksi Pangan

Perkembangan produksi pangan Indonesia kembali memperolehtantangan yang cukup berat setelah sekian macam faktor eksternal sepertiperubahan iklim, eskalasi harga pangan strategis, dan lain-lain semakin nyata

mengancam kinerja produksi dan ketersediaan pangan di dalam negeri.Tantangan itu menjadi semakin berat setelah perkembangan ekonomi pangan ditingkat global juga bergerak ke arah yang semakin tidak menentu. Strukturperdagangan komoditas pangan pokok, terutama beras, semakin sulit dipercayasetelah negara-negara produsen beras lebih banyak terfokus untuk mengatasipersoalan-persoalan di dalam negerinya sendiri. Mereka tidak jarang melakukankejutan-kejutan perdagangan (trade shock ) seperti restriksi ekspor dan proteksiberlebihan, sehingga Indonesia tidak pantas menggantungkan urusan ketahanan

Page 12: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 12/23

  2-12

pangannya hanya kepada beras impor. Sementara itu, di dalam negeri, dampakperubahan iklim dan inkonsistensi kebijakan pangan telah mulai terlihat nyatapada kinerja produksi pangan strategis seperti beras, jagung, dan kedelai tahun2011. Produksi pangan akan menjadi cerah atau suram sebenarnya banyakditentukan oleh kesungguhan pemerintah sebagai pemilik kewenangan eksekusi,

beserta seluruh pengampu kepentingan sektor pertanian dalam membangun danmelaksanakan rencana pembangunan pertanian yang telah dirumuskan.

Perlu disampaikan di sini bahwa pada krisis pangan global tahun 2008,Indonesia mampu meredam dampak kenaikan harga pangan di tingkat globalkarena iklim dan cuaca agak bersahabat. Pada waktu itu kinerja produksi panganpokok, terutama beras, dan manajemen stok pangan cukup baik, sehinggakenaikan harga pangan di dalam negeri tidak sedahsyat yang diperkirakan.Tidak berlebihan untuk disamapikan bahwa kini dunia kembali dikhawatirkandengan persoalan ketahanan pangan, terutama dari dimensi ketersediaan,aksesibilitas, dan stabilitas harga pangan, mengingat fenomena perubahan iklimtidak mampu sepenuhnya diantisipasi dengan baik. Beberapa analisis

memperikirakan, jika pun terjadapat persoalan ketahanan pangan, maka skaladan besaran (magnitude), serta tingkat kedalamannya tidak seburuk seperti padawaktu krisis pangan global 2008. Namun, beberapa analisis lain justru lebihpesimis dan memprediksi bahwa saat ini dan beberapa tahun ke depan dapatsaja terjadi krisis pangan yang lebih buruk dari pada krisis pangan pada tahun2008. Lembaga-lembaga publik di tingkat internasional seperti OrganisasiPangan Dunia (FAO), Organisasi ekonomi negara-negara naju (OECD), BankDunia, dan lain-lain tampak sangat hati-hati memaknai fenomena ekonomipangan akhir-akhir ini.

Secara makro, neraca keseimbangan pangan juga ditentukan olehpermintaan dan kinerja produksi atau suplai pangan. Berdasarkan hasil SensusPenduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia tercatat 237,6 juta jiwadengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun. Laju pertumbuhansebesar itu tentu merupakan lonjakan yang signifikan dari laju pertumbuhanpenduduk satu dekade sebelumnya yang tercatat 1,29 persen per tahun. Dalamekonomi pertanian, terdapat suatu persamaan permintaan pangan ( food demandequation) yang digunakan sebagai acuan berapa besar laju suplai atau produksipangan yang harus dicapai. Menurut persamaan tersebut, laju permintaanpangan (D) dapat dihitung dengan cara menjumlahkan laju pertumbuhanpenduduk (p) dengan hasil perkalian pertumbuhan pendapatan (g) danelastisitas pendapatan terhadap pangan (η). Untuk tahun 2011, laju permintaanpangan adalah 4,87 persen per tahun; karena pertumbuhan penduduk 1,5 per

tahun, pertumbuhan pendapatan 6,5 persen per tahun dan elastisitaspendapatan terhadap pangan 0,52. Dengan demikian, laju suplai pangansetidaknya harus mencapai 5 persen per tahun. Jika tidak mampu mencapaisuplai pangan sebesar 5 persen, maka Indonesia pasti akan kembali bergantungpada impor. Jika impor pangan “sulit” dilakukan, misalnya karena negara-negaraprodusen pangan lebih mementingkan kebutuhan di dalam negerinya masing-masing, maka Indonesia mungkin akan jatuh pada Jebakan Malthus (Malthusiantrap) yang lebih buruk. Istilah jebakan ini mengacu pada fenomena klasik yang

Page 13: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 13/23

  2-13

disampaikan oleh Thomas Robert Malthus sekitar dua abad lalu, bahwapenduduk akan bertambah dengan deret ukur, sedangkan pangan hanya akanbertambah dengan deret hitung. Pada kuliah ekonomi pertanian tingkat lanjutan,pembahasan terhadap fenomena ini dibahas lebih mendalam.

Tabel 2.3 Sentra Produksi Beberapa Pangan Penting di Indonesia

No. Komoditas Wilayah Sentra Produksi

1. Padi Jabar+Banten (20,7%), Jatim (17,8%), Jateng(16,3%), Sulsel (7,1%), Sumut (6,7%), dan Sumbar,Sulsel, Lampung (masing-masing >3%).

2. Jagung Jatim (36,0%), Jateng (17,7%), Lampung (11,6%),Sumut (6,9%), Sulsel (6,5%); Jabar, NTT (masing-masing >4%)

3. Kedalai Jatim (37,9%), Jateng (20,1%), NAD (7,0%), Jabar(5,4%), Sulsel (4,2%), dan Lampung (2,2%)

4. Kacang Tanah Jatim (24,4%), Jateng (21,7%), Jabar (14,8%),Sulsel (6,5%), dan Sumut, NTB (masing-masing>3%)

5. Sayuran Jabar (36,6%), Sumut (19,6%), Jateng (15,1%),Jatim (9,6%), Sumbar, Bengkulu, Bali, Sulsel(masing-masing >3%)

6. Buah-buahan Jabar (26,9%), Jatim (21,1%), Jateng (12,6%),Sumut (5,9%), Sulsel (5,5%), dan Sumsel+ Babel,Lampung, NTT (masing-masing >3%)

7. Minyak sawit Sumut (39,9%), Riau (21%), Kalbar (6,1%), NAD(6,1%) dan Sumbar (5,4%)

8. Gula tebu Jatim (44,1%), Lampung (33,3%), Jateng (7,5%),Jabar (4,2%), dan Sumut (3,9%)

9. Daging Jabar (21,1%), Jatim (15,6%), Jateng (12,0%), Bali(8,1%), Jakarta (7,7%), Sumut (6,3%)

10. Telur Jabar (20,8%), Jatim (15,3%), Jateng (14,2%),Sumut (15,0%), Sumbar, Sumsel, Lampung, Sulsel(masing-masing >4%)

11. Hasil Perikanan Sumatera (27%), Jawa (25%), Sulawesi (18%)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Data produksi pangan pada tahun 2011 yang dikeluarkan Badan PusatStatistik (BPS) tidak terlalu memuaskan, walau pun pada saat tulisan ini dibuat(tahun 2012), tanda-tanda perbaikan itu mulai tampak. Pada tahun 2011produksi padi menurun sampai 65,8 juta ton gabah kering giling (GKG) atau

Page 14: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 14/23

  2-14

sekitar 37,3 juta ton beras dengan laju konversi 0,57. Jika tingkat konsumsiberas sebesar 139,15 kg per kapita, maka total konsumsi beras 237,6 jutapenduduk Indonesia seharusnya 33 juta ton. Dengan data resmi seperti tersebut,maka Indonesia seharusnya menglamai surplus beras lebih 4 juta ton.Masyarakat tentu semakin kritis terhadap akurasi data tersebut karena pada

tahun 2011, Indonesia melakukan impor beras sekitar 2 juta ton. Oleh karenaitu, metode estimasi produksi beras di Indonesia perlu disempurnakan untukmemberikan kepastian usaha dan kredibilitas perumusan kebijakan ekonominasional. Masalah akurasi estimasi produksi beras di Indonesia terletak padakonversi dari data luas tanam padi, yang diambil dari areal baku sawahberdasarkan data citra satelit, menjadi luas panen padi, yang dihitungberdasarkan angka indeks pertanaman (IP) yang mempertimbangkan data curahhujan, tingkat intensifikasi budidaya, penggunaan pupuk, pestisida dan lain-lain.

Kinerja produksi jagung pada 2011 mencapai 17,8 juta ton jagung pipilankering atau mengalami penurunan 3,7 persen per tahun dibandingkan produksi

 jagung pada tahun 2010. Produksi jagung di Indonesia banyak dihasilkan di

Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawes Selatan dan sebagainya karenadi sana banyak terdapat industri pakan ternak yang menjadi konsumen utamaproduksi jagung di Indonesia. Mirip dengan beras, data produksi jagung mungkin

 juga mengalami persoalan akurasi karena banyak industri pakan ternakmengalami kesulitan memperoleh pasokan jagung sebagai buhan baku industri.Konsekuensi ketergantungan impor jagung ini, apalagi pada saat krisis ekonomiglobal, pasti berpengaruh pada industri pakan dan sektor peternakan secaraumum, termasuk tingkat pemenuhan protein hewani juga terganggu. Apalagi,sepanjang 2011, banyak pelaku industri pakan ternak justru mengimpor jagungdari Thailand yang mencapai sekitar 2 juta ton. Akurasi estimasi ini berhubungandengan beberapa variabel telah berubah, seperti pola tanam jagung,

penggunaan benih hibrida, sistem tumpangsari, tingkat konsumsi jagung olehindustri pakan ternak, konsumsi langsung oleh manusia dan lain-lain. Indonesiaharus kembali fokus pada penggunaan bioteknologi: benih hibrida yang secarahistoris telah mengangkat laju komoditas jagung sepanjang satu dekade terakhir.Indonesia seharusnya tidak alergi terhadap pembahasan dan teknologi modfikasigenetika (GMO=genetically modified organism), sebagai salah satu alterntifpeningkatan produksi dan produktivitas jagung di masa yang akan datang,sepanjang tidak merugikan dan meminggirkan petani kecil.

Page 15: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 15/23

  2-15

Tabel 2.4 Produksi Pangan Strategis Indonesia, 2007-2011

Komoditas 2007 2008 2009 2010 2011

Beras

Luas Panen (ha) 12.147.637 12.327.425 12.883.576 13.244.184 13.203.643Produktivitas (ton/ha) 4,71 4,89 5,00 5,01 4,98

Produksi (ton GKG) 57.157.435 60.325.925 64.389.890 66.411.469 65.756.904

Jagung

Luas Panen (ha) 3.630.324 4.001.724 4.160.659 4.131.676 3.864.692

Produktivitas (ton/ha) 3,66 4,08 4,23 4,43 4,56

Produksi (ton pipil kering) 13,287,527 16,317,252 17,629,748 18,327,636 17.643.250

Kedelai

Luas Panen (ha) 459.116 590.956 722.791 660.823 622.254

Produktivitas (ton/ha) 1,29 1,31 1,25 1,24 1,39

Produksi (ton biji kering) 592.534 775.710 974.512 907.031 851.286

GulaLuas Panen (ha) 427.799 436.505 441.040 435.000 440.000

Produktivitas (ton/ha) 6,13 6,11 5,70 5,11 5,16

Produksi (ton hablur) 2.623.786 2.668.428 2.517.374 2.300.000 2.270.000

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), berbabagi tahun

Kinerja produksi kedelai masih sulit untuk ditingkatkan karena hanyamencapai 850 ribu ton dan jauh dari target swasembada kedelai 2014, yangseharusnya mencapai 2,5 - 3 juta ton kedelai kering. Kinerja produksi beberapatahun terakhir adalah penurunan permanen dari angka produksi di atas 1,8 juta

ton pada awal 1990an. Pengurangan luas panen dan penurunan produksikedelai yang terjadi selama 20 tahun terakhir ini sering disebut sebagai”fenomena dekadelaisasi” karena sumber utama pangan rakyat seperti tahu,tempe dan kecap sering tidak memperoleh perhatian memadai. Saat ini agaksulit meyakinkan petani Indonesia untuk kembali menanam kedelai ketika tingkatpermintaan terhadap kebutuhan pokok seperti beras dan komoditas bernilaitimbah tinggi lain semain meningkat. Hal ini terlihat dari penurunan areal panenkedelai yang cukup signifikan, yaitu 20 persen. Pada dekade 1980an, Indonesiamelaksanakan suatu program sistematis untuk meningkatkan produksi danproduktivitas palawija, tidak hanya sebagai sumber tambahan pendapatanpetani, tapi juga untuk meningkatkan kualitas dan kesuburan tanah. Secara

agronomis, tanaman dari kelompok legum (kacang-kacangan) mampu mengikatNitrogen dari udara, sehingga mengurangi biaya penggunaan pupuk kimiabuatan. Namun demikian, peluang tersebut tidak dapat dimanfaatkan secarabaik di Indonesia. Produktivitas kedelai di Indonesia hanya 1,3 ton/ha atausetengah dari produktivitas kedelai di luar negeri, seperti di Brazil, Argentina dan

 Amerika Serikat. Brazil secara mengagumkan telah menjalankan programstrategi tropkilisasi kedelai, maksudnya mengembangkan varietas kedelai yangcocok ditamam di daerah tropis, bukan sub-tropis, tahan kering dan tahan banjir,

Page 16: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 16/23

  2-16

sehingga mudah diadopsi oleh petani kedelai. Indonesia seharusnya mampumelaksanakan program yang lebih baik dari Brazil dalam produksi kedelai.

Kinerja produksi gula tahun 2011 mencapai 2,27 juta ton, belum cukupuntuk memenuhi target pemenuhan konsumsi gula di dalam negeri yang terusmenerus naik. Saat ini konsumsi gula rata-rata di Indonesia mencapai lebih dari

12 kg per kapita per tahun, terutama karena pertambahan jumlah penduduk danperkembangan pendapatan masyarakat (baca: pertumbuhan ekonomi)Indonesia. Konsumsi gula industri diperkirakan sekitar 2,15 juta ton, terdiri dari1,1 juta industri besar dan 1,05 juta ton industri kecil dan usaha kecil menengah(UKM), sehingga total konsumsi gula di Indonesia diperkirakan 4,85 juta ton ataulebih. Nampaknya, akurasi prediksi dan statistik produksi dan konsumsi gulamengalami persoalan yang sama peliknya dengan statistik beras dan beberapapangan strategis lain. Aplikasi teknologi produksi, teknik budidaya, sertasensitivitas usahatani tebu (lahan basah) terhadap fenomena perubahan iklim

 juga dapat menjelaskan fluktuasi produksi tebu di Indonesia. Pada skala teburakyat, persoalan teknik keprasan yang berulang sampai belasan kali juga

menjadi masalah tersendiri karena insentif pendanaan pembongkaran ratooncukup pelik untuk dapat dicerna petani tebu. Disamping itu, basis usahatani tebusemakin tergeser oleh komoditas lain, terutama padi, palawija dan hortikulturayang menghasilkan pendapatan ekonomi tinggi berlipat.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat ditarik suatu benang merahbahwa bahwa proses peningkatan produksi yang tidak bertumpu padaperubahan teknologi tidak akan dapat diandalkan untuk menjawab tantanganpenyediaan pangan yang semakin kompleks. Beberapa faktor kunci (driver )dalam peningkatan produksi beras justru tampak tidak saling mendukung.Misalnya, perbaikan jaringan irigasi sangat lambat, gangguan banjir di sentraproduksi, atau berita kelangkaan pupuk makin sering dijumpai. Dalam teoriekonomi pertanian, tingkat produksi pertanian ditentukan dari interaksi yangcukup kompleks antara faktor luas lahan, curahan tenaga kerja, manajemen air,alokasi pupuk, pestisida, dan teknologi pertanian lainnya. Kemudian titik optimaldari alokasi faktor-faktor produksi di atas masih ditentukan oleh kombinasi hargaoutput dan harga input. Petani masih harus memperhitungkan sistem insentif(dan disinentif) yang tersedia di pasar (atau disediakan oleh pemerintah),misalnya pada kasus meningkatnya harga jual produk pangan (dan kesulitanmemperoleh air karena peluang kekeringan yang semakin nyata).

Bagi Indonesia, sistem dan jaringan irigasi mengalami kendala seriuskarena kapasitas simpan air yang dimiliki tanah-tanah di Indonesia menurun

drastis dan sangat mengkhawatirkan. Praktik kebiasaan pasca panen denganmembakar jerami dan sisa tanaman, penggunaan bahan kimia yang berlebihan juga turut mempengaruhi kandungan bahan organik tanah, sehingga kekeringansedikit saja telah membuat tanah mudah pecah dan kerontang. Ditambahdengan kualitas wilayah hulu sungai atau daerah tangkapan air yang semakinburuk karena deforestasi, maka lengkaplah sudah fenomena perubahan iklimyang menimpa Indonesia. Pada masa lalu, Indonesia pernah menjadi role model  negara-negara berkembang lain, karena mampu mengembangkan padi gogo

Page 17: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 17/23

  2-17

rancah, atau tanaman padi di lahan kering yang mengandalkan tadah hujan.Dengan teknologi dan pengembangan varietas baru yang lebih tahan musimkering dan tahan gangguan hama-penyakit tanaman, memang tidak mustahilbahwa suatu waktu, padi gogo akan menjadi alternatif. Langkah untukmelaksanakan strategi adaptasi perubahan iklim untuk komoditas pangan

strategis saat ini pasti murah dari pada melakukan rehabilitasi danmenanggulangi bencana karena perubahan iklim tersebut.

Produksi daging sapi, daging ayam dan produk sektor peternakan atauyang menjadi sumber protein hewani di Indonesia tidaklah terlau besar, sehinggamasih harus menggantunkan pada daging impor, terutama dari Australia,Selandia Baru dan negara-negara lain yang bebas penyakit hewan, sepertipenyakit mulut dan kuku (PMK), antraks, sapi gila, dan lain-lain. Produksidaging sapi pada tahun 2011 tercatat 280 ribu ton, sedangkan konsumsinyamencapai konsumsi 400 ribu ton. Indonesia masih harus melakukan impor sapidari Australia sekitar 300-500 ribu ekor sapi hidup (30-40%) dari total kebutuhan.Hasil Sensus Sapi yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada tahun 2011

menujukkan bahwa jumlah sapi (dan kerbau) mencapai 15,6 juta ekor, yangsebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging didalam negeri. Tingkat konsumsi daging dan susu di Indonesia dan negaraberkembang memang tergolong memang masih 4-5 kali lebih rendahdibandingkan tingkat konsumsi di negara-negara maju.

Penjelasan kinerja produksi daging sapi, daging unggas dan produkpeternakan lainnya berbeda dengan kinerja produksi tanaman pangan danperkebunan. Tingginya angka pertumbuhan produksi peternakan yang jugaterjadi di belahan lain di muka bumi, sering dinamakan Revolusi Peternakan(Livestock Revolution), yang sebenarnya telah dimulai sejak awal 1970-an.Fenomena tersebut dikenal dengan istilah Revolusi Peternakan karena padasaat bersamaan industri pakan ternak skala kecil dan besar pun berkembangcukup besar, yang tentu saja mensyaratkan perbaikan tingkat efisiensi ekonomi.Revolusi Peternakan amat berbeda secara fundamental dengan Revolusi Hijau(Green Revolution) di sektor tanaman biji-bijian yang lebih banyak didorong olehsisi suplai (supply driven) produksi dengan karakter perubahan teknologi barubiologi dan kimiwai seperti varietas unggul, pupuk, pestisida dan sebagainya.Revolusi peternakan didorong oleh sisi permintaan (demand-driven) karenaperubahan konsumsi dari sumber kalori berbasis karbohidrat menjadi berbasiskandungan protein tinggi, dan persyaratan kualitas nutrisi dan kesehatan lainnya.

Untuk itu, perubahan lingkungan eksternal yang demikian cepat tersebut

pastilah menuntut kemampuan ekstra para perumus kebijakan dan para pelakuekonomi untuk mengantisipasi kompleksitas proses transformasi tersebut yangterjadi bersamaan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan permintaan,keterbatasan lahan pertanian dan tuntutan kualitas higienis produk peternakanserta dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Strategi revitalisasi sektorpertanian dan pembangunan pedesaan dapat dilaksanakan dengan baik jikaperhatian segera dicurahkan pada penanggulangan persoalan-peroalan dilapangan, serta perrhatian secara all-out terhadap penyakit menular pada

Page 18: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 18/23

  2-18

peternakan seperti pada kasus wabah flu burung yang amat menghebohkan.Tidak berlebihan untuk disampaikan bahwa sektor peternakan adalah salah satusektor andalan dalam sistem dan usaha agribisnis di Indonesia yang telahmenerapkan strategi demand-driven yang sebenarnya. Sektor stratgis yangmelibatkan usaha rumah tangga dan menyerap jutaan lapangan kerja di

pedesaan dan perkotaan tersebut tidak semata menjalankan sistem produksidengan supply-oriented  yang sangat rentan tehadap anjloknya harga karenakelebihan penawaran.

Sektor peternakan memang sejak awal perkembangannya tumbuh danberkembang karena merespons tingginya permintaan terhadap daging, telur danproduk berkualitas lainnya, suatu pergeseran sangat substansial dari panganberbasis karbohidrat menjadi berbasis protein dan kandungan nutrisi tinggi.Sektor peternakan tercatat sebagai salah satu sektor yang memiliki keterkaitanke belakang (backward linkages) yang tinggi, terutama subsektor unggas denganindustri pakan ternak. Ketergantungan dan tingkat sensitivitas yang demikiantinggi antara keduanya telah mewarnai pasang-surut sektor peternakan

Indonesia. Kinerja cukup baik dengan tingkat pertumbuhan di atas 6 persen pertahaun pada dekade 1980an sampai awal 1990an pasti tidak dapat dilepaskandari kemampuan dan kegigihan para peternak dalam mengantisipasi perubahandan inovasi baru dalam teknologi sektor peternakan. Sesuatu yang perluditekankan di sini adalah bahwa industri pakan ternak ini nyaris identik denganinvestasi dan kapasitas produksi domestik. Maksudnya, apabila terganggusedikit saja, maka strategi untuk memperkuat fondasi pemulihan ekonomi jugapasti terganggu.

2.5 Petani dan Skala Usahatani

Tema sentral lain yang perlu dijadikan acuan dalam pembahasan ekonomipertanian Indonesia adalah petani sebagai pelaku terpenting dalam sektorpertanian beserta skala usahatani yang melingkupinya. Pembahasan ekonomipertanian secara makro pembangunan tanpa mengupas posisi petani, terutamatingkat kesejahteraannya sebagai subyek utama pembangunan ekonomi tentutidaklah lengkap. Apabila petani tidak meningkat tingkat kesejahteraannya,maka sangat mungkin proses pembangunan ekonomi pertanian di Indonesiaberjalan tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, petani harus menjadi subyek

utama dalam pembangunan pertanian, petani harus dientaskan statusnya dari jeratan kemiskinan yang selama ini membelenggunya, dan petani harusditingkatkan kesejahteraannya. Kelalaian melakukan hal tersebut di atas hanyaakan membawa kesengsaraan dalam pembangunan ekonomi.

Pada tahun 2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 30 jutaorang atau sekitar 12,5 persen dari total penduduk Indonesia. Sebanyak 19 jutapenduduk miskin itu tinggal di pedesaan (63 persen) dan 11 juta sisanya tinggaldi perkotaan (37 persen). Sebagian besar (55 persen) dari jumlah penduduk

Page 19: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 19/23

  2-19

miskin di Indonesia adalah petani, dan 75 persen dari petani miskin itu adalahpetani tanaman pangan. Di satu sisi, sektor pertanian berperan penting dalampenyediaan pangan bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan jika produk panganitu diekspor, maka sektor pertanian juga berjasa menyedediakan bahan panganbagi bangsa-bansga lain di dunia. Namun di sisi lain, sebagian besar dari petani

tanaman ini masih terjerat dalam kemiskinan, suatu fakta ironi yang segeramemerlukan penanggulangan yang lebih serius.

Setiap sepuluh tahun sekali, Indonesia melakukan Sensus Pertanian,yang mencacah jumlah petani berikut kepemilikan lahan dan skala usahataninya.Sensus Pertanian terakhir yang dilakukan adalah pada tahun 2003 yangmenghasilkan beberapa fakta kehidupan petani dan skala usahataninya. Padatahun 2013, Badan Pusat Statistik akan melakukan Sensus Pertanian 2013(ST13) yang akan berupaya memutakhirkan fakta kehidupan petani Indonesia.Sampai dengan tahun 2003, jumlah rumah tangga pertanian tercatat sekitar 24,9

 juta atau meningkat sebesar 1,8 persen per tahun dari 20,8 juta pada tahun 1993(Tabel 2.5). Jumlah petani gurem atau petani yang hanya menggarap lahan 0,5

hektar atau kurang juga ikut meningkat dari 10,8 juta rumah tangga (51,3 persen)pada tahun 1993 menjadi menjadi 13,2 juta rumah tangga (53,3 persen) padatahun 2003. Hal yang menarik lagi adalah bahwa jumlah rumah tangga petanipadi dan palawija juga meningkat dari 17,5 juta rumah tangga pada tahun 1993menjadi 18,3 juta rumah tangga pada tahun 2003. Akan tetapi, persentaserumah tangga petani tanaman panga tersebut menurun dari 84,2 persen padatahun 1993 menjadi 73,4 persen pada tahun 2003.

Tabel 2.5 Jumlah Rumah Tangga Pertanian, 1993-2003

Uraian Struktur1993 2003

Delta Δ (% / th)Jumlah

(ha)Pangsa

(%)Jumlah

(ha)Pangsa

(%)

Rumah tangga petanipadi dan palawija

17.548.000 84,24 18.258.858 73,42 0,40

Rumah tangga petanigurem (< 0,5 ha)

10.696.111 51,34 13.253.310 53,29 2,17

Total rumah tanggapertanian Indonesia

20.832.000 100,00 24.868.675 100,00 1,79

Luas tanah dikuasairumah tangga petani

0,80 0,72 -1,05

Sumber: Hasil Sensus Pertanian, 1993 dan 2003

Page 20: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 20/23

  2-20

Sebagaimana dapat diduga, sebagian besar dari petani gurem tersebutberada di Jawa karena 75 persen petani Jawa tergolong gurem atau meningkatdari 70 persen pada satu dekade lalu. Maksudnya, saat ini hanya 25 persen dariseluruh petani di Jawa yang dapat dikatakan berkecukupan dan tidak terjeratkemiskinan. Potret petani sebaliknya terjadi terjadi di Luar Pulau Jawa. Rumah

tangga petani di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan lain-lain umumnyamenguasai lahan rata-rata cukup besar, dan hanya 34 persen dari rumah tanggapetani di sana yang tercatat menguasai lahan di bawah 0,5 hektar. Namundemikian, kecenderungan peningkatan jumlah petani gurem di Luar Jawa ini punperlu diperhatikan dengan seksama mengingat, terutama apabila ancamanpenurunan produksi, produktivitas dan kesejahteraan petani dapat menjadisemakin besar. Proses pemiskinan petani seperti ini dapat berimplikasi sangatluas, baik secara ekonomi, politik dan sosial kemasyarakatan.

Indonesia memerlukan kebijakan pertanahan yang lebih berorientasi padapeningkatan pemerataan akses pada lahan pertanian agar dicapai skalausahatani yang lebih menguntungkan. Indonesia perlu segera menyelesaikan

berbagai pekerjaan rumah tentang reforma agrarian yang terbengkalai, tanpaharus kehilangan esensi utama dari strategi tiga jalur di atas. Setidaknya, skalausahatani yang mampu memberikan penghasilan ekonomi yang layak bagipetani tanaman pangan di Indonesia adalah sekitar 2 hektar per rumah tanggapetani. Akses terhadap lahan usahatani menjadi prioritas pembangunanekonomi pertanian yang memerlukan langkah konkrit di tingkat lapangan.

Pada tahap berikutnya upaya pemberdayaan masyarakat dari lapisanyang bawah yang masih aktif, peningkatan usaha ekonomi produktif danpemberian akses (lahan, pasar, informasi, sumber keuangan dan lain-lain) yanglebih memadai dapat menjadi pendongkrak berharga bagi pengentasankemiskinan, terutama di daerah pedesaan. Oleh karena itu, diperlukanpemilahan program yang tegas antara misi sosial dari pengentasan kemiskinandari misi ekonomi produktif dan pemberdayaan skala komersial menujupeningkatan akses pasar, sistem insentif dan informasi harga yang bermanfaatbagi segenap lapisan masyarakat. Demikian pula sebaliknya, jika pendapatanpetani meningkat (dan kesadarannya pun membaik), maka motivasi untukmendidik anaknya pastilah akan semakin tinggi.

Di sisi lain, strategi pengentasan kemiskinan pun harus dikaitkan denganpeningkatan usaha ekonomi produktif dan perbaikan infrastruktur vital dipedesaan. Tanpa perbaikan infrastruktur ini, maka alokasi dana pendidikanmenjadi tidak efisien karena biaya per unit menjadi sangat mahal. Sumberdaya

sektor pertanian dengan pendidikan yang cukup pastilah amat penting bagipengembangan institusi untuk pembangunan pertanian. Tidak berlebihan jikadisimpulkan bahwa sektor pertanian tidak akan tumbuh baik pada lokasi dengantingkat pendidikan rendah dan kelembagaan yang primitif dan tidak responsifterhadap perubahan.

Page 21: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 21/23

  2-21

2.6 Latihan Pemahaman

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi dalam Bab 2 tentang

Ekonomi Pertanian Indonesia di atas, kerjakanlah latihan berikut! Jawablah soaldengan prinsip-prinsip menulis esai menggunakan Bahasa Indonesia yang benardan baik. Catatan Tertutup.

1. Jelaskan peran penting pertanian dalam pembangunan ekonomi!

2. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan transformasi struturalperekonomian?

3. Apa yang Anda ketahui tentang Persamaan Permintaan Pangan? Jelaskan!

4. Menurut Anda, apakah Indonesia akan mencapai swasembada lima

komoditas strategis yang dicanangkan Pemerintah? Jelaskan jawaban Anda.

5. Apa yang dimaksud dengan reforma agraria? Jelaskan peluangkeberhasilannya di Indonesia

Panduan Jawaban

1. Inilah kesempatan Anda untuk menunjukkan pada diri sendiri, bahwa Andamampu memahami substansi dari Bab 2 ini. Peran pertanian padapembangunan ekonomi setidaknya menjadi: 1) penyedia bahan pangan, (2)sumber devisa negara, (3) penyedia tenaga kerja bagi sektor lain, (4)pembentukan modal dan investasi, dan (5) stimulus terjadinyaindustrialisasi. Apabila penjelasan yang Anda temui dalam buku ini terlaluteknis-ekonomis, silakan saja menguraikan jawaban nomor 1 pada LatihanPemahaman ini menggunakan bahasa Anda sendiri yang mudah dicernaoleh kalangan umum sekalipun.

2. Transformasi struktural perekonomian itu adalah berubahnya komposisistrategi dan prioritas pembangunan suatu bangsa dari ekonomi yangberbasis pertanian menjadi ekonomi berbasis industri dan jasa, tanpa harusmeninggalkan basis utama pembangunan sektor pertanian itu. Indonesia

 juga mengalami transformasi struktural itu, walaupun terkadang berlangsung

tidak seperti yang dimaksudkan. Secara teknis-ekonomis, pangsa sektorpertanian terhadap produk domestik bruto total semua ekonomi pada tahapawal pembangunan cukup besar, kemudian menurun agak drastis seiringmakin majunya suatu bangsa. Demikian pula, pangsa tenaga kerja yangterlibat di sektor pertanian seharusnya menurun seiring dengan penurunanpangsa sektoral tersebut. Jika penurunan ini tidak smooth, biasanya prosespembangunan ekonomi agak terganggu. Demikian dampak kesejahteraanyang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi warga negara.

Page 22: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 22/23

  2-22

3. Persamaan Permintaan Pangan (Food Demand Equation) pertama kali telahdisampaikan oleh John Mellor dan Bruce Johnston pada tahun 1961, danmasih dianggap valid untuk mengestimasi laju permintaan pangan saat ini.

 Anda perlu memahami rumus sederhana: D=p+η.g. Dari sanalah jawaban Anda berkembang.

4. Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda perlu menelusuri dan mempelajaridata atau kinerja lima komoditas strategis: beras, jagung, kedelai, gula dandaging sapi, perhatikan fakta dan penjelasan dalam buku, kemudian buatlahanalisis apakah target-target swasemabda pada tahun 2014 tercapai atautidak. Jawaban Anda dapat saja benar, tapi mungkin saja salah, tergantungpandangan dan pemahaman Anda terhadap kinerja ekonomi pertanianIndonesia.

5. Reforma Agraria adalah keputusan kebijakan (politik) untuk memperluasakses lahan bagi penduduk miskin, yang sebenarnya telah dicanangkanmelalui Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

 Agraria. Di dalam ekonomi pertanian, skala ekonomi usahatani menjadisangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.

2.7 Rangkuman 

Bab 2 tentang Ekonomi Pertanian Indonesia ini telah membahas kondisidan masa depan ekonomi pertanian Indonesia, berikut perkembangan kinerjapangan strategis dan solusi skala usaha ekonomi petani Indonesia.

Beberapa pokok penting Bab 2 Ekonomi Pertanian Indonesia sebagai berikut:

  Negara Indonesia yang berbasis pertanian, sumberdaya alam dan maritimakan terus mengandalkan pembangunan pertanian (dalam arti luas) untukmembangun perekonomiannya. Ekonomi pertanian telah menguraikansecara baik, bahwa dalam konteks negara modern, sektor pertanian memilikperan sangat penting pada pembangunan ekonomi, di antaranya sebagai: 1)penyedia bahan pangan, (2) sumber devisa negara, (3) penyedia tenagakerja bagi sektor lain, (4) pembentukan modal dan investasi, dan (5) stimulusterjadinya industrialisasi.

  Perkembangan pertumbuhan pertanian Indonesia ditentukan oleh interaksiantara sains, teknologi, budaya, sumberdaya, infrastruktur, kewirausahaan,bisnis, pasar, kelembagaan, dukungan kebijakan, dan sebagainya. Demikianpula, faktor kegagalan juga dapat dilihat dari sisi lain faktor sukses di atas,ditambah dengan kelalaian pemihakan, pengabaian hak-hak dasar petaniserta ketidaktepatan strategi kebijakan ekonomi makro umumnya. Akhir-akhirini, para ilmuwan dan perumus kebijakan sedang mengembangkanbioteknologi, mulai dari teknolog kultur jaringan, teknologi hibrida, sampaiteknologi rekayasa genetika untuk meningkatkan produksi dan produktivitaspangan dan pertanian.

Page 23: Ekonomi Pertanian Indonesia

7/23/2019 Ekonomi Pertanian Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/ekonomi-pertanian-indonesia 23/23

  Kinerja lima komoditas strategis: beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapidalam lima tahun terakhir tidak terlalu stabil sehingga mempengaruhi targetpencapaian swasembada yang telah dicanangkan pemerintah. Beberapakomoditas mungkin akan mencapai swasembada, walau pun beberapa lagitidak mampu meningkatkan produksi di dalam negeri untuk memenuhi

tambahan permintaan pangan yang berkmbang pesat, mengikuti lajupertumbuhan penduduk, pertumbuhan pendapatan dan elastisitas permintaanpangan terhadap tambahan pendapatan.

  Ekonomi pertanian sangat peduli terhadap skala ekonomi usahatani diIndonesia karena apabila proses produksi pertanian berlangsung pada skalayang tidak efisien, maka seberapa pun upaya untuk meningkatkan produksidan produktivitas, hal tersebut sangat sulit untuk meningkatkan kesejahteraanpetani, sebagai subyek utama dalam ekonomi pertanian pertanian Indonesia.Kebijakan atau intervensi negara dalam reforma agraria amat diharapkanuntuk mengurangi ketimpangan pemilikan dan penguasaan lahan pertanian diIndonesia.

Daftar Pustaka 

 Arifin, Bustanul. 2004.  Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: PenerbitBuku KOMPAS

 Arifin, Bustanul. 2013. Ekonomi pembangunan Pertanian. Bogor: IPB Press