gender uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

19
7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 1/19 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Metakognisi Metakognisi (metacognition) secara etimologi (Kuntjojo, 2009) berasal dari dua kata yaitu meta dan kognisi (cognition). Istilah meta berasal dari  bahasa Yunani diterjemahkan dengan after , beyond , with, adjacent  adalah suatu yang digunakan dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan pada suatu abstraksi dari suatu konsep. Sedangkan cognition berarti mengetahui (to know) dan mengenal (to recognize). Flavell (dalam Mokos and Kafoussi, 2013:244) mendefinisikan metakognisi sebagai berikut.  In any kind of cognitive transaction with the human or nonhuman environment, a variety of information processing activities may go on. Metacognition refers, among other things, to the active monitoring and consequent regulation and orchestration of these  processes in relation to the cognitive objects or data on which they bear, usually in service of some concrete goal or objective . Definisi di atas diartikan bahwa metakognisi mengacu pada  pemantauan aktif, kontrol yang tepat, dan pengaturan terhadap kegiatan  pengolahan informasi pada proses kognitif dengan lingkungan manusia atau non manusia yang berlangsung terus-menerus. Proses pengolahan informasi  berkaitan dengan objek kognitif seperti pencapaian suatu tujuan yang jelas dan objektif. Menurut Schraw (dalam Riany, 2012:152) metakognisi didefinisikan sebagai kesadaran dan pemantauan pikiran seseorang dan kinerja dalam tugas atau dengan kata lain, metakognisi adalah berpikir tentang pemikiran sendiri. Hal ini berkaitan dengan kapasitas mental, yang terlibat dalam proses  pembelajaran, seperti membuat rencana untuk belajar, menggunakan keterampilan dan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah dalam

Upload: henry-putra-imam-w

Post on 18-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 1/19

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Kajian Teori

1.  Metakognisi

Metakognisi (metacognition) secara etimologi (Kuntjojo, 2009) berasal

dari dua kata yaitu meta dan kognisi (cognition). Istilah meta berasal dari

 bahasa Yunani diterjemahkan dengan after , beyond , with, adjacent   adalah

suatu yang digunakan dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan pada suatu

abstraksi dari suatu konsep. Sedangkan cognition berarti mengetahui (to know)

dan mengenal (to recognize).

Flavell (dalam Mokos and Kafoussi, 2013:244) mendefinisikan

metakognisi sebagai berikut.

 In any kind of cognitive transaction with the human or nonhuman

environment, a variety of information processing activities may go

on. Metacognition refers, among other things, to the active

monitoring and consequent regulation and orchestration of these processes in relation to the cognitive objects or data on which they

bear, usually in service of some concrete goal or objective.

Definisi di atas diartikan bahwa metakognisi  mengacu pada

 pemantauan aktif, kontrol yang tepat, dan pengaturan terhadap kegiatan

 pengolahan informasi pada proses kognitif dengan lingkungan manusia atau

non manusia yang berlangsung terus-menerus. Proses pengolahan informasi

 berkaitan dengan objek kognitif seperti pencapaian suatu tujuan yang jelas

dan objektif. 

Menurut Schraw (dalam Riany, 2012:152) metakognisi didefinisikan

sebagai kesadaran dan pemantauan pikiran seseorang dan kinerja dalam tugas

atau dengan kata lain, metakognisi adalah berpikir tentang pemikiran sendiri.

Hal ini berkaitan dengan kapasitas mental, yang terlibat dalam proses

 pembelajaran, seperti membuat rencana untuk belajar, menggunakan

keterampilan dan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah dalam

Page 2: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 2/19

 proses pembelajaran, memperkirakan kinerja dalam belajar, dan tingkat

kesulitan belajar.

Menurut Meichenbaum (dalam Curtis et al., 2012) metakognisi

mengacu pada kesadaran terhadap pengetahuan sendiri dan kemampuan

untuk memahami, mengendalikan, dan memanipulasi proses kognitif

seseorang. Curtis et al.  (2012) juga menyebutkan metakognisi adalah

kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang didapat sebelumnya

untuk merencanakan strategi dalam mengerjakan tugas belajar, mengambil

langkah-langkah yang diperlukan untuk memecahkan masalah, merefleksikan,

dan mengevaluasi hasil serta memodifikasi suatu pendekatan sesuai dengan

kebutuhan. Lebih lanjut Hacker et al.  (dalam Wilson and Clarke : 2004)

mendefinisikan metakognisi sebagai  pikiran sadar dan disengaja tentang

 pemikiran sendiri pada seseorang, sehingga pemikiran metakognitif

 berpotensi terkendali dan dapat dilaporkan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan metakognisi

adalah kemampuan mengendalikan, mempertimbangkan, dan mengontrol

kegiatan kognitif secara sadar dalam proses belajar.

2.  Aktivitas Metakognisi

Terdapat pengetahuan mengenai metakognitif yang dibutuhkan atau

 perlu diketahui pada aktivitas metakognisi dalam belajar dan pemecahan

masalah. Pengetahuan metakognitif menurut Anderson and Krathwohl (2001)

adalah pengetahuan tentang kognisi  secara umum serta kesadaran dan

 pengetahuan tentang kognisi seseorang. Terdapat tiga kategori pengetahuan

metakognitif yang melekat pada setiap rangkaian aktivitas metakognisi

menurut Anderson and Krathwohl (2001 : 56 - 60) sebagai berikut.

a)  Pengetahuan Strategi

Pengetahuan strategi adalah pengetahuan tentang strategi umum

untuk belajar, berpikir, dan pemecahan masalah. Pengetahuan strategi

termasuk pengetahuan terhadap berbagai strategi yang mungkin digunakan

siswa dalam mengingat materi, mengekstrak makna dari teks, atau

Page 3: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 3/19

memahami apa yang didengar atau dibaca. Strategi-strategi tersebut

dikelompokkan menjadi tiga yaitu : rehearsal , elaboration, dan

organizational . Rehearsal  termasuk mengulang kata-kata atau istilah yang

diucapkan pada diri sendiri.  Elaboration  meliputi penggunaan berbagai

cara mengingat seperti merangkum, memparafrase, dan memilih ide pokok

dari teks. Organizational   termasuk berbagai bentuk dari menguraikan,

menggambarkan, membuat peta konsep dan catatan. Siswa mengubah

suatu bentuk ke bentuk lain.

Selain tiga jenis strategi ini, siswa mempunyai pengetahuan tentang

 berbagai strategi metakognitif yang berguna dalam merencanakan,

memonitor, dan mengontrol kegiatan kognitif. Strategi tersebut yaitu :

menentukan tujuan untuk merencanakan kegiatan kognisi; bertanya pada

diri sendiri, membaca sebagian dari teks, dan memeriksa jawaban sebagai

memonitor kegiatan kognitif; mengontrol kegiatan kognisi dengan

membaca kembali bagian-bagian yang siswa tidak mengerti, memeriksa

kembali, dan memperbaiki kesalahan. Pengetahuan tentang strategi lainnya

adalah strategi dalam memahami teks, soal, atau masalah seperti strategi

membaca dan menulis. Hal ini diperlukan sebagai cara menguatkan

 pemahaman siswa terhadap suatu teks, soal, atau masalah.

 b)  Pengetahuan tentang Tugas-Tugas Kognitif

Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif adalah pengetahuan

tentang kapan menggunakan strategi belajar, berpikir, dan pemecahan

masalah pada kondisi dan konteks yang tepat. Pengetahuan bahwa tugas-

tugas kognitif yang berbeda dapat lebih sulit atau mudah, mungkin

membuat tuntutan pada sistem kognitif, dan mungkin memerlukan strategi

kognitif yang berbeda.

Sebagai siswa yang mengembangkan pengetahuan tentang berbagai

strategi belajar dan berpikir, pengetahuan ini mencerminkan apa strategi

yang digunakan dan bagaimana menggunakannya. Terdapat dua

 pengetahuan perlu digunakan sebagai pengenalan tugas-tugas kognitif

yaitu pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional. Pengetahuan

Page 4: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 4/19

10 

 prosedural mengacu pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu.

Pengetahuan prosedural antara lain yaitu pengetahuan keterampilan,

algoritma, teknik-teknik, dan metode - metode yang secara keseluruhan

dikenal sebagai prosedur atau dapat digambarkan sebagai rangkaian

langkah-langkah. Selain pengetahuan prosedural, siswa juga perlu untuk

mengembangkan pengetahuan kondisional pada berbagai strategi kognitif

umum. Dengan kata lain, siswa perlu mengembangkan pengetahuan

tentang kapan dan mengapa menggunakan strategi-strategi tersebut.

Pengetahuan kondisional mengacu pada pengetahuan tentang situasi-

situasi. Misalnya apabila seseorang menghadapi masalah baru yang tidak

 jelas maka pemecahan masalah heuristik mungkin berguna sedangkan jika

menghadapi masalah tentang hukum termodinamika, maka pengetahuan

 prosedural akan lebih berguna dan adaptif. Aspek penting dari belajar

tentang strategi adalah pengetahuan bersyarat kapan dan mengapa

menggunakan strategi tersebut secara tepat. Strategi pembelajaran dan

 berpikir tertentu lebih cocok untuk tugas yang berbeda.

c) 

Pengetahuan Diri

Pengetahuan diri adalah komponen penting dari metakognisi.

Pengetahuan diri meliputi pengetahuan tentang kelebihan dan kelemahan

seseorang dalam kegiatan kognisi dan pembelajaran. Salah satu ciri khas

 pengetahuan diri adalah pengetahuan tentang kemampuan sendiri untuk

menyelesaikan tugas tertentu. Siswa tahu dan sadar kapan siswa tidak tahu

sesuatu kemudian siswa memiliki beberapa strategi umum untuk

menemukan informasi yang dibutuhkan dan sesuai. Kesadaran terhadap

kedalaman pengetahuan pada diri sendiri merupakan aspek penting

 pengetahuan diri. Siswa harus menyadari dari berbagai jenis strategi umum

yang cenderung dapat diandalkan dalam situasi yang berbeda. Kesadaran

tersebut dapat menyebabkan perubahan dalam penggunaan strategi

sehingga mendapatkan cara yang lebih adaptif dan tepat dalam

menyelesaikannya.

Page 5: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 5/19

11 

Selain kesadaran tentang pengetahuan dalam menyelesaikan tugas,

siswa harus memiliki keyakinan tentang motivasi. Motivasi adalah

kekuatan dalam diri seseorang sehingga menyebabkan individu berbuat

atau bertindak. Model kognitif sosial dalam Anderson and Krathwohl

(2001:59) mengusulkan tiga jenis motivasi. Pertama, keyakinan

keberhasilan diri yaitu penilaian siswa terhadap kemampuan dalam

menyelesaikan tugas tertentu. Kedua, keyakinan tentang tujuan atau alasan

yang dimiliki siswa dalam mengerjakan tugas. Ketiga, nilai dan keyakinan

yaitu persepsi siswa terhadap ketertarikan pribadi terhadap tugas serta

 penilaian tentang seberapa penting dan berguna tugas tersebut.

Siswa tidak hanya perlu mengembangkan pengetahuan dan

kesadaran diri tentang pengetahuan dan kegiatan kognitif, tetapi juga perlu

mengembangkan mengembangkan pengetahuan dan kesadaran diri

terhadap motivasi. Dengan demikian, kesadaran terhadap keyakinan

motivasi dapat memungkinkan siswa memonitor dan mengatur perilaku

mereka dalam situasi belajar dengan cara yang lebih sesuai.

Berdasarkan uraian di atas aktivitas metakognisi dalam penelitian ini

adalah kegiatan mengendalikan, mempertimbangkan, dan mengontrol

kegiatan kognitif  yang meliputi tiga aspek pengetahuan metakognitif yaitu :

 pengetahuan strategi, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, dan

 pengetahuan diri.

3.  Masalah Matematika

Setiap aktivitas sehari-hari manusia selalu dihadapkan dengan masalah.

Pada umumnya masalah dikatakan sebagai kesenjangan antara kenyataan dan

harapan. Bruner dalam Hoosain (2004) menyatakan bahwa masalah adalah

suatu keadaan atau situasi yang menjadi suatu teka-teki dimana seseorang

merasa tidak nyaman. Hal ini senada dengan Moleong (2012 : 93) bahwa

masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan dua faktor atau

lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda tanya dan

Page 6: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 6/19

12 

memerlukan upaya untuk mencari jawabannya. Dengan demikian pertanyaan

 juga merupakan masalah yang harus dijawab atau direspon.

Setiap pertanyaan belum tentu merupakan suatu masalah. Suatu

 pertanyaan disebut masalah bagi seseorang tergantung kepada pengetahuan

yang dimiliki. Dengan demikian suatu pertanyaan dapat menjadi masalah

 bagi seseorang tetapi bisa hanya menjadi pertanyaan biasa bagi orang lain.

Hal ini terjadi apabila pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan

suatu prosedur rutin tetapi bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan

tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki

secara tidak rutin. Hal ini dikatakan Cooney dalam Shadiq (2004 : 10) bahwa

suatu pertanyaan dapat dikatakan sebagai suatu masalah apabila pertanyaan

itu menunjukkan suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu

 prosedur rutin yang sudah diketahui sebelumnya. Schoenfeld (1992) juga

menyatakan masalah adalah sebuah pertanyaan yang tidak mempunyai solusi

langsung terlihat atau algoritma yang dapat diaplikasikan untuk mendapatkan

 jawaban. Berdasarkan definisi-definisi di atas disimpulkan bahwa masalah

merupakan pertanyaan yang tidak dapat dipecahkan menggunakan prosedur

rutin yang diketahui sebelumnya sehingga membutuhkan pengetahuan,

 prosedur, dan strategi yang sesuai dalam penyelesaiannya.

Gallagher, et al.  (2000) mengelompokkan masalah dalam matematika

menjadi dua yaitu konvensional dan non konvensional. Masalah konvensional

adalah masalah rutin pada buku teks yang dapat dijawab menggunakan

algoritma tertentu atau metode dengan solusi yang jelas. Sedangkan masalah

non konvensional yaitu masalah yang jarang disajikan dalam buku teks dan

memerlukan suatu penggunaan yang tidak biasa dari suatu algoritma atau

dapat dipecahkan menggunakan logika, pemahaman dan suatu strategi

 pengetahuan tertentu .

Holmes (Wardhani, et al., 2010) mengkategorikan masalah dalam

 pembelajaran matematika menjadi dua kelompok sebagai berikut.

Page 7: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 7/19

13 

1. 

Masalah Rutin

Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada.

Masalah rutin sering disebut sebagai masalah penerjemahan karena

deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol.

Masalah rutin dapat membutuhkan satu, dua atau lebih langkah pemecahan.

Pada intinya masalah rutin memiliki aspek penting dalam matematika,

karena hidup ini penuh dengan masalah rutin. Oleh karena itu, dalam

tujuan pembelajaran matematika diprioritaskan terlebih dahulu siswa dapat

memecahkan masalah rutin.

2. 

Masalah non rutin

Masalah non rutin mengarah kepada masalah proses. Masalah non

rutin membutuhkan lebih dari sekadar penerjemahan masalah menjadi

kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah diketahui.

Masalah non rutin mengharuskan pemecah masalah untuk membuat

sendiri metode pemecahannya. Si pemecah masalah harus merencanakan

dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut. Strategi-

strategi seperti menggambar, menebak dan melakukan cek, membuat tabel

atau urutan, kadang perlu dilakukan.

Berdasarkan definisi dan pengelompokkan masalah di atas disimpulkan

 bahwa masalah dalam penelitian ini adalah masalah non konvensional

 berbentuk non rutin dimana si pemecah masalah harus merencanakan dengan

seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut.

Salah satu materi belajar pada matematika adalah bilangan.

Berdasarkan NCTM (2000) bahwa pembelajaran bilangan menjadi penting

untuk pembelajaran topik lainnya. Pembelajaran bilangan cenderung untuk

membentuk pemahaman tentang notasi, simbol, dan bentuk lainnya yang

mewakili sehingga dapat mendukung pemikiran dan pemahaman siswa untuk

menyelesaikan masalah mereka. Karena itu, pembelajaran bilangan menjadi

salah satu pengetahuan prasyarat untuk pembelajaran topik lainnya dalam

 pembelajaran matematika. Berdasarkan hal tersebut, masalah dalam

Page 8: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 8/19

14 

 penelitian ini yaitu soal non rutin pada materi bilangan yang terkait dengan

operasi hitung bilangan bulat.

4.  Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah adalah dasar dari semua aktivitas matematika.

Schoenfeld (1992) mengatakan proses siswa menghadapi masalah

matematika mengacu pada pemecahan masalahnya. Siswa harus membaca

secara hati-hati, menganalisa apabila ada informasi yang dibutuhkan dan

mempraktekkan pengetahuan matematika mereka untuk melihat apakah

mereka dapat maju dengan suatu strategi yang akan membantu menemukan

solusi. Pemecahan masalah menurut Zhu (2007) adalah aktivitas kognitif

yang kompleks. Pemecahan masalah matematika dapat diartikan sebagai

 beberapa kegiatan terpisah seperti melakukan masalah kata, membuat pola

 bilangan, menafsirkan angka, mengembangkan konstruksi geometris dan

membuktikan teorema.

Pemecah masalah sebagai seseorang yang langsung menggunakan

informasi untuk mencapai tujuan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,

 pemecah masalah matematika harus mengembangkan basis pengetahuan

matematika dan mengaturnya, membuat algoritma dan mengaplikasikannya,

dan menggunakan heuristik (strategi, teknik, jalan pintas) dan mengelolanya.

Selama proses tersebut, siswa dapat menerapkan sejumlah strategi umum

seperti rubrik solusi, penalaran matematis logis, pendekatan trial and error  

dan menebak langsung untuk mendapatkan jawaban atas masalah matematika.

Dalam pemecahan masalah matematika tidak hanya kemampuan kognitif

yang diperlukan untuk memahami dan mewakili situasi masalah, membuat

algoritma, memproses berbagai jenis informasi, dan melaksanakan

 perhitungan, tetapi juga harus dapat mengidentifikasi dan mengelola

serangkaian strategi yang tepat (heuristik, teknik, cara pintas dan lain-lain)

untuk memecahkan masalah (Zhu, 2007).

Montague (2006) mendefinisikan pemecahan masalah matematika

sebagai suatu proses yang melibatkan dua tahap : representasi masalah dan

Page 9: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 9/19

15 

eksekusi masalah. Sementara teori Polya menurut Zhu (2007) mendefinisikan

 pemecahan masalah matematika sebagai proses yang melibatkan beberapa

kegiatan dinamis : memahami masalah, merancang rencana penyelesaian,

melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali. Proses pemecahan masalah

menurut Polya (1973 : xvi) tersebut dijabarkan sebagai berikut.

a)  Memahami Masalah (Understanding the problem)

Pada langkah ini siswa harus mengetahui kondisi soal atau masalah

yang dihadapi. Siswa mulai menentukan bagian utama dari masalah yang

ada, apakah yang diketahui dan ditanyakan. Mencari informasi yang penting

dan inti permasalahan soal.

 b)  Merancang rencana penyelesaian ( Devising a plan)

Pada tahap merancang suatu rencana, siswa harus dapat memikirkan

langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untuk dapat

memecahkan masalah yang dihadapinya. Yang dilakukan siswa dalam tahap

ini adalah mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang

dan menentukan rumus-rumus yang diperlukan dalam menyelesaikan

masalah tersebut. Siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah apa

yang seharusnya dikerjakan.

c) 

Melaksanakan rencana (Carrying Out the plan)

Pada tahap pelaksanaan rencana, siswa telah siap melakukan

 perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep

dan rumus atau persamaan yang sesuai. Aturan-aturan dan pengetahuan

yang diketahui pada langkah sebelumnya digunakan untuk menyelesaikan

masalah. Pada tahap ini siswa membentuk sistematika soal yang baku,

maksudnya dengan apa yang dibutuhkan di soal. Dengan demikian siswa

melaksanakan proses perhitungan sesuai dengan rencana yang telah

disusunnya, dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi yang

diperlukan.

d)  Memeriksa kembali ( Looking back )

Pada tahap ini siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah

kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukan. Siswa

Page 10: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 10/19

16 

menmeriksa kebenaran hasil peritungan yang telah dikerjakannya, serta

mengecek sistematika dan tahap-tahap penyelesainnya.

Berdasarkan uraian di atas, pemecahan masalah matematika dalam

 penelitian ini adalah serangkaian proses mengidentifikasi dan menganalisa

informasi serta perhitungan yang meliputi kegiatan memahami masalah,

merancang rencana penyelesaian, melaksanakan rencana dan memeriksa

kembali.

5.  Gender dalam Pemecahan Masalah Matematika

Gender   dalam Kamus Bahasa Inggris (Echols and Sadhily, 1996)

diartikan sebagai jenis kelamin. Namun, istilah  gender   ini tidak secara jelas

membedakan antara kata  sex  dan  gender . Santrock dalam Fajari (2013)

mengatakan bahwa secara umum perbedaan jenis kelamin ( sex) berdasarkan

 pada perbedaan yang tampak secara biologis antara laki-laki dan perempuan.

Sedangkan  gender   adalah konsep kultural yang membuat perbedaan dalam

hal bagaimana perempuan dan laki-laki bertindak, berpikir, berperilaku, dan

emosionalnya dalam masyarakat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (Sunarya, 2013) mendefinisikan  gender   sebagai peran,

atribut, sikap, dan tindakan, atau perilaku yang tumbuh dan berkembang

dalam diri masyarakat perempuan dan laki-laki.

Jenis kelamin seseorang bersifat jelas dan abadi, sedangkan peran

 gender   bersifat dinamis dan dapat berubah antar waktu. Hal ini disebabkan

oleh perlakuan berbeda yang diterima oleh anak laki-laki maupun perempuan

sejak lahir sampai perkembangan mereka selanjutnya. Kondisi sosial dan

lingkungan setempat turut mempengaruhi aspek non biologis seperti tindakan,

 berpikir, perilaku, dan emosi pada diri anak laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa gender  adalah suatu aspek

non biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Menurut

Bruynde et al.  (dalam Fauzain, 2014)  gender  bisa diartikan sebagai ide dan

harapan dalam arti yang luas yang bisa ditukarkan antara laki-laki dan

 perempuan, ide tentang karakter femini dan makulin, kemampuan dan

Page 11: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 11/19

17 

harapan tentang bagaimana seharusya laki-laki dan perempuan berperilaku

dalam berbagai situasi. Ide-ide ini disosialisasikan lewat perantara keluarga,

teman, agama dan media. Lewat perantara-perantara ini, gender terefleksikan

ke dalam peran-peran, status sosial, kekuasaan politik dan ekonomi antara

laki-laki dan perempuan.

Dalam aktivitas pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari

hasil pemikiran antara siswa perempuan dan laki-laki. Dalam membuat

rencana, memutuskan dan memikirkan langkah yang diambil selanjutnya,

siswa laki-laki dan perempuan mempunyai jalan yang berbeda-beda.

Gallagher, et al.  (2000) menjelaskan bahwa perbedaan nyata dari  gender  

terdapat pada pola keberhasilan dan strategi yang digunakan. Siswa

 perempuan lebih mungkin mengerjakan dengan benar dalam memecahkan

masalah konvensional menggunakan strategi algoritmik. Sedangkan siswa

laki-laki lebih mungkin mengerjakan dengan benar dalam memecahkan

masalah non konvensional menggunaan estimasi logis atau logika dan

 pemahaman.

Perbedaan mendasar juga terlihat dari hasil observasi Elliott, et al. 

(1999) yaitu pada kemampuan matematika dan kemampuan spasial, siswa

laki-laki mulai dapat mendemonstrasikan hasilnya pada saat memasuki

sekolah menengah daripada perempuan. Kemudian pada kemampuan verbal,

siswa perempuan lebih akurat dan mendetail, namun siswa laki-laki juga

kritis dalam dalam berbagai penafsiran. Dewanti (2008) mengatakan hal yang

sama yaitu perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pria

 pada kemampuan verbal. Sedangkan laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi

dibandingkan wanita pada kecakapan penalaran matematika dan visual-

 spasial . Kecakapan visual spasial   diperlukan untuk tugas seperti

mengkonseptualisasikan bagaimana suatu benda di dalam ruang terlihat dari

sudut pandang yang berbeda dan membaca peta. Berdasarkan hal itu, anak

laki-laki dinilai berprestasi lebih baik daripada anak perempuan dalam hal

matematika. Keyakinan tersebut dikatakan oleh Summers (Pierce, 2012)

 bahwa siswa laki-laki memiliki kemampuan bawaan untuk berhasil dalam

Page 12: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 12/19

18 

matematika. Lebih lanjut Orhun (Pierce, 2012) menemukan bahwa laki-laki

lebih percaya diri tentang kemampuan matematika mereka dan juga

menemukan bahwa perempuan sering meragukan pekerjaan dan pengalaman

serta memiliki kecemasan terhadap matematika lebih banyak daripada laki-

laki. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan antara perempuan dan laki-laki

(Kartono, 1989) dimana perempuan tertuju pada hal-hal yang bersifat konkrit,

 praktis, emotional, dan personal, sedangkan laki-laki lebih mengarah pada

hal-hal yang bersifat abstrak, objektif dan intelektual.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan gender  dalam pemecahan

masalah matematika adalah ide dan harapan yang bisa ditukarkan antara laki-

laki dan perempuan berdasarkan aspek kondisi sosial, mental, sikap, tindakan,

 perilaku, karakteristik kemampuan berpikir dan aspek non biologis lain yang

dimiliki dalam mencari penyelesaian masalah matematika.

6.  Aktivitas Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Matematika

Kesuksesan seseorang dalam memecahkan masalah bergantung pada

kesadarannya tentang apa yang mereka ketahui dan bagaimana dia

melakukannya. Hal tersebut dinamakan metakognisi. Metakognisi menurut

Flavell (Suryana, et al., 2006) adalah kesadaran seseorang tentang bagaimana

ia belajar, menilai kesukaran sesuatu masalah, mengamati tingkat pemahaman

dirinya, menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan

menilai kemajuan belajar diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa

metakognisi memiliki peran penting dalam pemecahan masalah. Dengan

demikian perlu kesadaran tentang pengetahuan metakognitif untuk

mengaturnya. Anderson & Krathwohl (2001) mengatakan bahwa

 pengetahuan metakognitif sejajar dengan pengetahuan faktual, pengetahuan

konseptual dan pengetahuan prosedural. Hal ini dapat diartikan bahwa selama

 proses aplikasi tiga unsur pengetahuan yang lain, pengetahuan metakognitif

selalu muncul sebagai pengontrol. Pengetahuan metakognitif meliputi

 pengetahuan strategi, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif dan

 pengetahuan diri.

Page 13: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 13/19

19 

Menurut Risnanosanti (2008) kemampuan metakognisi dalam proses

 belajar pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol

 proses belajarnya, mulai dari tahap perencanaan, memilih strategi yang tepat

sesuai masalah yang dihadapi, kemudian memonitor kemajuan dalam belajar

dan secara bersamaan mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama

memahami konsep, menganalisis keefektifan dari strategi yang dipilih.

Selanjutnya melakukan refleksi berupa mengubah kebiasaan belajar dan

strateginya jika diperlukan, apabila hal itu dipandang tidak cocok lagi dengan

kebutuhan lingkungannya. Hal ini berarti mengetahui dan menyadari

 bagaimana belajar dan mengetahui strategi kerja mana yang sesuai

merupakan suatu kemampuan yang sangat berharga.

Berdasarkan Goos et al.  (2000), ketika setiap tahapan pemecahan

masalah dilalui, siswa merumuskan dan menjawab sekumpulan pertanyaan

metakognitif untuk diri sendiri. Pertanyaan dirancang untuk membantu siswa

agar menyadari proses pemecahan masalah yang ditempuhnya dan dapat

mengatur sendiri kemajuan dalam proses pemecahan masalah tersebut.

Selanjutnya siswa mengemukakan pernyataan tentang kesadaran

memecahkan masalah. Pernyataan dikemukakan untuk mengungkapkan

 pengaturan kegiatan berpikir dan keyakinan terhadap proses pemecahan

masalah. Sehubungan dengan hal tersebut, Blakey and Spence (dalam Toit,

2009) mengatakan bahwa merumuskan pertanyaan dan mengemukakan

 pernyataan saat proses pemecahan masalah membantu mengidentifikasi

seberapa baik kemampuan berpikir siswa.

Salah satu contoh proses pemecahan masalah dalam matematika adalah

tahapan pemecahan masalah menurut Polya (1973 : xvi) yaitu: (1) memahami

masalah (understanding the problem), (2) merancang rencana penyelesaian

(devising a plan), (3) melaksanakan rencana (carrying out the plan), dan (4)

melihat kembali (looking back ). Langkah-langkah pemecahan masalah oleh

Polya tersebut menurut Anggo (2011) memberikan dampak yang cukup

 penting terhadap pengaturan kegiatan kognitif dalam pemecahan masalah.

Kramarski and Mevarech (2003) juga mengatakan bahwa kemampuan

Page 14: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 14/19

20 

metakognisi dapat dikembangkan melalui pelatihan metakognitif berdasarkan

 pendekatan Polya dalam memecahkan masalah matematika.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas

metakognisi dalam pemecahan masalah matematika adalah kegiatan

mengendalikan, mempertimbangkan, dan mengontrol kegiatan kognitif yang

meliputi tiga aspek pengetahuan metakognitif dalam serangkaian proses

mengidentifikasi masalah, menganalisa informasi, dan melakukan

 perhitungan.

Berkaitan dengan aktivitas metakognisi dalam pemecahan masalah

matematika, terdapat indikator-indikator petunjuk yang dibuat dalam

 penelitian ini. Hal ini berdasarkan pada kategori pengetahuan dalam

metakognisi yang disebutkan oleh Anderson and Krathwohl (2001) dan

karakteristik pemecahan masalah menurut Polya (1973). Pembuatan indikator

dimaksudkan untuk mempermudah pengidentifikasian metakognisi pada

kegiatan pemecahan masalah. Adapun indikator aktivitas metakognisi dalam

 pemecahan masalah matematika sebagai berikut.

1. 

Pengetahuan strategi

Unsur yang diidentifikasi Kegiatan

Strategi membacaMemahami dan membaca materi,Membaca soal yang diberikan

Strategi menulis Menulis permulaan

Rehearsal Mengulang kata-kata atau istilah saat berbicara

Elaboration

MerangkumMemparafraseMemilih ide pokok seperti hal yang diketahui atautujuan soal

Organizational

MenguraikanMenggambarkanMembuat peta konsepMengubah suatu bentuk ke bentuk yang lain.Mengubah ide pokok ke dalam suatu perhitungan

Merencanakan kegiatan

kognitif

Menetapkan tujuan

MemonitorBertanya pada diri sendiriMembaca sebagian teksMemeriksa jawaban

MengontrolMembaca kembali bagian yang tidak dimengertiMemeriksa kembali

Memperbaiki kesalahan

Page 15: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 15/19

21 

2.  Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif

Unsur yang diidentifikasi Kegiatan

Pengetahuan KondisionalPengungkapan alasan menggunakan langkah-langkah penyelesaian

Pengetahuan ProseduralPenggunaan algoritma, teknik-teknik dan metode-metode yang digambarkan dalam rangkaian

langkah-langkah

3.  Pengetahuan Diri

Unsur yang diidentifikasi Kegiatan

Kesadaran Pengungkapan kesadaran terhadap kesulitanyang dihadapi

Pengungkapan kesadaran saat tahu dan tidak

tahu sesuatu

Keyakinan Pengungkapan keyakinan akan keberhasilan

tujuan penyelesaian

Pengungkapan keyakinan terhadap tujuan

yang diambil

Keyakinan diri tentang tidak adanya

kesalahan dalam perhitungan

*diadaptasi dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing : A

Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Anderson, L.W.and Krathwohl, D.R. 2001. New York : Addison Wesley Longman, Inc.

B.  Penelitian yang Relevan

Terkait dengan aktivitas metakognisi, terdapat beberapa penelitian

yang serupa dengan penelitian ini. Penelitian Iswahyudi (2012) melihat

aktivitas metakognisi berdasarkan kesadaran tentang kognisi (awareness

about cognition) dan kontrol atau pengaturan proses kognisi (control or

regulation of cognition process). Subyek dari penelitian tersebut adalah

mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret

dengan syarat mahasiswa tersebut telah mengambil mata kuliah Analisis Real

I. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa setiap tahap pemecahan

masalah Polya, mahasiswa berkemampuan tinggi baik laki-laki maupun

 perempuan memiliki keterlaksanaan metakognisi yang sangat lengkap. Begitu

 pula dengan mahasiswa berkemampuan rendah, kelengkapan aktivitas

metakognisinya juga rendah.

Page 16: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 16/19

22 

Penelitian Anggo (2011) melihat metakognisi dalam pemecahan

masalah berdasarkan tiga aspek yaitu  planning , monitoring , dan reflection.

Subyek dari penelitian ini adalah mahasiswa pendidikan Matematika

Universitas Haluoleo Kendari. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

(1) proses metakognisi dalam memecahkan masalah matematika kontekstual

lebih dinamis dan frekuensi pelaksanaan kegiatan metakognitif lebih tinggi

daripada dalam memecahkan masalah matematika formal, (2) perbedaan ini

terlihat lebih tinggi pada subjek dari kelompok mahasiswa berkemampuan

tinggi, dan untuk subjek dari kelompok mahasiswa berkemampuan rendah

hanya ada sedikit perbedaan.

Persamaan dari beberapa penelitian di atas terhadap penelitian yang

dilakukan oleh peneliti adalah mengenai aktivitas metakognisi dalam

 pemecahan masalah matematika. Perbedaan dari penelitian ini adalah

aktivitas metakognisi dalam pemecahan masalah yang dilihat meliputi tiga

 pengetahuan metakognitif menurut Anderson and Krathwohl (2001) yaitu :

 pengetahuan strategi, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, dan

 pengetahuan diri. Subjek yang diambil untuk penelitian ini adalah siswa

 perempuan maupun siswa laki-laki kelas VII SMP dengan masalah

matematika yang digunakan adalah materi bilangan yang terkait dengan

operasi hitung bilangan bulat.

C.  Kerangka Berpikir

Aktivitas metakognisi adalah pengaturan kegiatan kognitif secara

sadar dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Metakognisi

 berfungsi untuk mengatur dan mengotrol secara sadar pengetahuan yang

digunakan untuk menyelesaikan masalah. Apabila siswa memanfaatkan

metakognisinya dalam menyelesaikan masalah, maka siswa dapat

mengendalikan diri dalam memilih sesuatu yang berguna atau menghindari

hal-hal yang tidak diperlukan dalam memecahkan masalah.

Aktivitas metakognisi dalam pemecahan masalah meliputi tiga

 pengetahuan metakognitif menurut Anderson and Krathwohl (2001) yaitu :

Page 17: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 17/19

23 

 pengetahuan strategi, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, dan

 pengetahuan diri. Pengetahuan strategi adalah pengetahuan tentang strategi

umum. Saat menghadapi masalah matematika siswa menggunakan beberapa

strategi untuk menyelesaikannya. Terdapat berbagai strategi membaca soal

dan menulis sebagai cara siswa dalam memahami masalah. Selanjutnya siswa

menggunakan strategi rehearsal ,  elaboration, dan  organizational   dalam

 proses pemecahan masalah. Selain itu siswa melakukan strategi metakognitif

lain untuk merencanakan, memonitor, dan mengontrol kegiatan kognitif.

Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif adalah pengetahuan tentang

kapan menggunakan strategi pemecahan masalah pada kondisi dan konteks

yang tepat. Siswa menggunakan dua pengetahuan sebagai pengenalan tugas-

tugas kognitif yaitu pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional.

Pengetahuan diri meliputi pengetahuan tentang kelebihan dan kelemahan

seseorang dalam kegiatan kognisi dan pembelajaran. Pengetahuan ini

termasuk kesadaran dan keyakinan siswa terhadap pengetahuan kognitif yang

dimiliki, proses pemecahan masalah yang dikerjakan, dan

kelemahan/kelebihan dalam memecahkan masalah.

Aktivitas metakognisi dalam pemecahan masalah matematika

diidentifikasi berdasarkan tahapan pemecahan masalah menurut Polya (1973)

yaitu: memahami masalah, menentukan rencana, melaksanakan rencana, dan

memeriksa kembali. Tahapan pemecahan masalah yang sistematis tersebut

akan memberikan gambaran yang jelas mengenai tiga tipe pada aktivitas

metakognisi.

Terdapat ide dan harapan yang bisa ditukarkan antara laki-laki dan

 perempuan berdasarkan aspek kondisi sosial, mental, sikap, tindakan,

 perilaku, karakteristik kemampuan berpikir dan aspek non biologis lain yang

dimiliki dalam mencari penyelesaian masalah matematika. Hal ini

dimungkinkan terdapat aktivitas metakognisi yang sama pada siswa laki-laki

maupun perempuan berdasarkan aspek-aspek tersebut namun tidak menutup

kemungkinan adanya perbedaan. Sehubungan dengan hal tersebut, aktivitas

metakognisi pada saat memecahkan masalah matematika antara siswa laki-

Page 18: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 18/19

24 

laki dan perempuan dimungkinkan mempunyai ciri-ciri yang sesuai dengan

karakter masing-masing.

Peneliti melihat aktivitas metakognisi dalam pemecahan masalah

matematika di lapangan menggunakan teori Anderson and Krathwohl (2001).

Teori tersebut ditinjau berdasarkan perbedaan karakteristik, sifat dan

kemampuan pemecahan masalah antara siswa perempuan dan laki-laki.

Penelitian ini diharapkan tidak hanya mengungkap dan mendeskripsikan

aktivitas metakognisi dalam pemecahan masalah matematika, tetapi juga

mampu mengungkap hal-hal baru yang terkait. Pengumpulan data dilakukan

dengan memberikan tes pemecahan masalah pada kegiatan think aloud .

Peneliti memberikan tes pemecahan masalah I dan tes pemecahan masalah II

dalam kurun waktu yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data

yang valid. Tes pemecahan masalah dibuat identik mengenai operasi hitung

 bilangan bulat.

Dalam penelitian ini aktivitas metakognisi dalam proses pemecahan

masalah matematika diidentifikasi melalui kegiatan think aloud . Kegiatan

think aloud  direkam menggunakan alat perekam, kemudian dibuat transkripsi

kegiatan think aloud   yaitu think aloud   protokol berdasarkan rekaman yang

diperoleh. Selanjutnya dibuat catatan lapangan berdasarkan situasi kegiatan

think aloud   berlangsung. Transkripsi tersebut direduksi dengan

mengidentifikasi pertanyaan dan pernyataan siswa dalam proses memecahkan

masalah matematika ke dalam kategori pengetahuan metakognitif yaitu :

 pengetahuan strategi, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, dan

 pengetahuan diri. Namun sebelumnya, transkripsi membedakan tahapan

kegiatan think aloud   ke dalam empat tahapan pemecahan masalah yaitu

memahami masalah, merancang rencana penyelesaian, melaksanakan rencana,

dan memeriksa kembali. Selanjutnya transkripsi yang telah dibedakan ke

dalam kategori dan tahapan pemecahan masalah dianalisis dengan cara

reduksi data, display  data dan penarikan kesimpulan. Analisis data juga

dilakukan dengan melihat catatan lapangan dan hasil pekerjaan siswa untuk

memperkuat atau mendukung data transkipsi.

Page 19: Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

7/23/2019 Gender Uns fsf s fssssssssef s sef s sf sefsef s fsf

http://slidepdf.com/reader/full/gender-uns-fsf-s-fssssssssef-s-sef-s-sf-sefsef-s-fsf 19/19

25 

Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dapat diketahui bagaimana

aktivitas metakognisi siswa dalam pemecahan masalah matematika yang

terkait operasi hitung bilangan bulat ditinjau dari gender. Dengan mengetahui

aktivitas metakognisi siswa maka seorang guru akan mengetahui karakteristik

masing-masing siswa.