jurnal pmipa

Upload: eka-kurniati

Post on 16-Feb-2018

282 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    1/95

    Volume 13, Nomor 1, April 2012 ISSN 1411 - 2531

    JURNAL

    PENDIDIKAN MIPAWahana informasi hasil penelitian pendidikan dan pembelajaran

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Penerbit

    Jurusan Pendidikan MIPA

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    JPMIPA Vol.13 No.1 Hal.1-88 Bandar Lampung, April 2012 ISSN 1411-2531

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    2/95

    Volume 13, Nomor 1, April 2012. ISSN 1411-2531

    Jurnal Pendidikan MIPA

    SUSUNAN DEWAN REDAKSI

    Penangung JawabCaswita

    Ketua PenyuntingSugeng Sutiarso

    Penyunting PelaksanaNoor FadiawatiNurhanurawati

    ViyantiRini Rita M.

    Tata UsahaMuhtariLianto

    Alamat Redaksi:

    Jurusan Pendidikan MIPA, Gedung G FKIP Universitas Lampung

    Jalan Prof. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

    HP: 081369542055, E-mail:[email protected]

    http://jurnalpmipa.wordpress.com

    Jurnal pendidikan MIPA diterbitkan oleh Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung. Penerbitan duakali dalam setahun, pada Bulan April dan Oktober. Dewan redaksi hanya menerima naskah hasil penelitian

    bidang Pendidikan MIPA (Pendidikan: Matematika, Fisika, Biologi, dan Kimia).

    mailto:[email protected]://jurnalpmipa.blogspot.com/http://jurnalpmipa.blogspot.com/mailto:[email protected]
  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    3/95

    Volume 13, Nomor 1, April 2012 ISSN 1411-2531

    Jurnal Pendidikan MIPA

    DAFTAR ISI

    Implementasi Model Pembelajaran FIsika Berbasis Portofolio untuk

    Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif

    Muh. Tawil, Kemala Suryansari

    (Universitas Negeri Makasar) ........................................ ..................................... 17

    Praktikum Ekologi Berbasis Proyek:

    Media Pembekalan Keterampilan Esensial LaboratoriumDjohar Maknun, R.R. Hertien K. Surtikanti, Ahmad Munandar

    (Universitas Pendidikan Indonesia) ............................................. ................................... 817

    Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis pada Konsep Senyawa

    HidroKarbon untuk Siswa SMA di Kabupaten Kuningan

    Kartimi, Liliasari, Anna Permanasari

    (Universitas Pendidikan Indonesia) .....................................................................1825

    Implementasi Pembelajaran Fisika Sekolah Melalui

    Model Pembangkit Argumen untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep

    Calon Guru FisikaMuslim, Andi Suhandi, Ida Kaniawati

    (Universitas Pendidikan Indonesia) .................................................................................2633

    Meningkatkan Self Esteem Siswa SMP dalam Matematika

    Melalui Pembelajaran dengan PendekatanOpen EndedSyarifah Fadillah

    (STKIP PGRI Pontianak) .................... ............................................................................3441

    Pengembangan Model Praktikum Berbasis Fenomena Alam

    untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Sains

    Mahasiswa Calon Guru dalam Perkuliahan Fisika DasarKistiono, Andi Suhandi

    (Universitas Sriwijaya) ......................................................................................... 4252

    Penerapan Program Pelatihan Kemampuan Inkuiri dan

    Mengajar Sains Secara Inkuiri untuk Meningkatkan Persiapan dan

    Mengajar Sains Secara Inkuiri

    Chandra Ertikanto, Ari Widodo, Andi Suhandi, Bayong Tjasyono HK

    (Universitas Lampung) .................................. ..................................................................5363

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    4/95

    Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Pembelajaran Ekosistem

    Berbasis Konstruktivisme Menggunakan Media MaketNeni Hasnunidah

    (Universitas Lampung) ................................................................. ...................................6474

    Analisis Tingkat Keyakinan Guru (Teachers Belief) dalam

    Pembelajaran MatematikaSugeng Sutiarso, Nurhanurwati, Gimin Suyadi, dan Widyastuti

    (Universitas Lampung) .............. ...................................................................................... 7579

    Profil Keterampilan Guru IPA SMP Kota Bandar Lampung

    Dalam Membuka dan Menutup PelajaranTri Jalmo

    (Universitas Lampung) .............. ...................................................................................... 8088

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    5/95

    1

    IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN FISIKA

    BERBASISPORTOFOLIO UNTUK MENINGKATKAN

    KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF

    Muh. Tawil, Kemala Suryansari

    Universitas Negeri Makasar, Jl. A. P. Pettarani,Makasar 90222E-mail : [email protected]

    Abstract: This Implementation of physics-based learning model portfolios to enhancecreative thinking skills of students. The purpose of this study is the fatherly discoverwhether the implementation of physics-based learning model portfolio can enhancestudents' thinking skills and discover how creative teacher and student responses to the

    implementation of physics-based learning model portfolio. The method used is mixedwith the method of experimental research design embedded. The results showed thatall the syntax of physics-based learning model portfolio performing well.Implementation of the model was found that N-gain gain creative thinking skills

    higher than conventional learning. There are significant differences in creativethinking skills of students who follow of physics-based learning model portfolio withstudents taking conventional learning. Responses of teachers and students towards thelearning and implementation of physics-based learning model portfolio very positive.

    Keywords:Learning physics-based portfolio, critical thinking skills

    Selama dekade terakhir terdapattuntutan akuntabilitas atau tanggungjawab

    yang lebih dari sekolah dan guru dan untuk

    standar akademik yang lebih tinggi.Terdapat

    suatu keyakinan umum bahwa praktek

    asesmen yang mengacu pada kompetensi

    minimal dan diukur dengan tes standar, tipe

    obyektif telah gagal untuk mengembangkan

    dan mengukur keterampilan berpikir tingkat

    tinggi yang dibutuhkan dunia pada saat

    sekarang.Banyak pendidik, warganegara,

    dan ahli pengukuran percaya bahwa situasiini dapat dikoreksi dengan memperkenalkan

    model pembelajaran disebut model

    pembelajaran berbasis portofolio.

    Permasalahan yang muncul adalah

    bagaimna efek implementasi model pem-

    belajaran berbasis portofolio yang disertai

    dengan sistem asesmen yang dapat

    meningktakan keterampilan berpikir tingkat

    tinggi? Untuk memperoleh pemecahan dari

    permasalahan tersebut, maka penelitian ini

    diarahkan untuk mengimplementasikan

    model pembelajaran fisika berbasis

    portofolio dan perangkat pembelajaranyang berorientasi keterampilan berpikir

    kreatif.

    Sintaks pembelajaran fisika berbasis

    portofolio terdiri: Fase-I. Guru menyam-

    paikan Tujuan & Memotivasi siswa; Fase-II.

    Guru mengidentifikasi masalah;Fase-III.

    Guru mengajukan masalah untuk kajian

    kelas dan mengarahkan siswa untuk

    memilih masalah; Fase-IV. Guru mem-

    bimbing kelompok-kelompok belajar dan

    melatih keterampilan berpikir kreatif; Fase-V. Guru mengarahkan kepada seksi

    portofolio penayangan dan seksi portofolio

    dokumentasi untuk mendokumentasikan

    portofolionya; Fase-VI. Guru mengarahkan

    siswa untuk menayangkan portofolionya

    untuk didiskusikan; Fase-VII. Guru

    mengevaluasi hasil portofolio siswa; dan

    Fase-VIII. Guru memberikan penghargaan

    upaya-upaya hasil portofolio baik secara

    individu/kelompok

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    6/95

    2Jurnal Pendidikan M IPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    Pengerti an Asesmen dan Portofol io

    Pengertian asesmen di dalam KTSP

    Fisika SMA/MA disebutkan bahwa asesmen

    bukan hanya mencakup proses menilai,tetapi juga bermakna: (1) membantu siswa

    belajar; (2) bersifat individual dan

    kelompok; (3) multi konteks; (4) anti bias;

    dan (5) menekankan pada keunggulan siswa.

    Webb (1993) mendefinisikan asesmen

    sebagai assessment is a tool that can be used

    by a teacher to help student attain the goals

    of a curriculum (Webb,1993:68). Menurut

    Blaustein (1999), asesmen adalah proses

    mengumpulkan informasi dan membuat

    keputusan berdasarkan informasi itu (dalamIbrahim, 2005: 3).Dengan demikian dapat

    dikatakan bahwa asesmen adalah suatu

    sistem penilaian yang dilakukan oleh guru di

    sepanjang proses pembelajaran yang dijalani

    oleh siswa dan untuk membantu siswa

    mencapai tujuan pembelajaran.

    Sedangkan pengertian portofolio

    menurut Johnson and Johnson (2003) ,a

    portfolio is an organized collection of

    evidence accumulated over time on a

    students or groups academic progress,achiement, skills, and attitudes (Johnson and

    Johnson, 2002:103). Lim (1977), a

    portfolio is collection of work over time

    that reflects processed,products, achieve-

    ment, and progress. It is valuable to the

    teacher, and to the student, and to the

    students family (Lim ,1997 : 79). Ibrahim

    (2005), mendefinisikan portofolio sebagai

    kumpulan pekerjaan siswa yang

    representatif menunjukkan perkembangan

    kemampuan siswa dari waktu ke waktu

    (Ibrahim,2005:24). Paulson (1991),

    portofolio sebagai contoh pekerjaan siswa

    yang menunjukkan usaha, perkembangan

    dan kecakapan mereka dalam satu bidang

    atau lebih (Paulson,1991:21). Gronlund

    (1998), mendefinisikan portofolio sebagai

    kumpulan contoh pekerjaan siswa

    bergantung pada keluasan tujuan

    (Gronlund,1998:12). Contoh pekerjaan

    siswa ini memberikan dasar bagipertimbangan kemajuan belajarnya dan

    dapat dikomunikasikan kepada siswa, orang

    tua serta pihak lain yang berkepentingan.

    Berdasarkan definisi-definisi portofolio

    yang telah dikemukakan, maka dapat

    disimpulkan bahwa portofolio adalah

    kumpulan karya siswa yang mempunyaitujuan dasar untuk mengumpulkan

    serangkaian informasi kinerja (performance)

    atau karya siswa, bukti prestasi,

    keterampilan, dan sikap siswa. Kumpulan

    informasi tersebut merepresentasikan

    pencapaian atau perbaikan yang dialami

    siswa dari waktu ke waktu untuk mencapai

    tujuan kurikulum tertentu.Fokus portopolio

    adalah pemecahan masalah, berpikir, dan

    pemahaman, komunikasi tertulis, hubungan

    sains, dan pandangan siswa sendiri terhadapdirinya sendiri sebagai orang yang belajar

    sains.

    Implementasi Portofol io dalam Pembela-

    jaran

    Menurut OMalley & Pierce (1966),

    portofolio sangat terpusat pada siswa, yang

    berarti bahwa siswa memiliki masukan tidak

    hanya pada apa yang dimasukkan ke dalam

    portofolio tersebut tetapi juga bagaimana isitersebut dievaluasi (dalam Nur, 2005 : 19 ).

    Guru didorong untuk memadukan peran

    baru untuk guru dan siswa ke dalam kelas

    sehingga portofolio lebih dapat menjadi

    suatu program kolaboratif yang berpusat

    pada siswa daripada program yang berpusat

    pada guru. Berdasarkan dari penjelasan ini,

    maka dapat dikatakan bahwa fitur berpusat

    pada siswa dari portofolio tersebut

    merupakan spirit portofolio, dimana

    kedudukan guru sebagai fasilitator dalam

    pelaksanaannya.

    Penelitian-penelitian mengenai stra-

    tegi portofolio telah menemukan bahwa

    dengan menerapkan strategi portopolio

    dalam pembelajaran sains, sangat efektif

    dalam meningkatkan pemahaman

    konseptual, sikap belajar siswa, dan proses

    kognitif dalam pelajaran sains (Leonard,W,

    1996: 20).Mengenai pengaruh penerapan

    portopolio dalam pembelajaran terhadaphasil belajar, Budimansyah(2002)

    menjelaskan bahwa siswa akan mampu

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    7/95

    Tawil, Implementasi Model Pembelajaran Fisika Berbasis Portofolio3

    melakukan asesmen diri terhadap hasil

    kinerjanya, sehingga mampu mengetahui

    kelemahan dan kelebihannya dalam

    menyelesaikan suatu tugas kinerja.

    Selanjutnya siswa akan memiliki sifatkejujuran, dan interpersonal yang tinggi.

    Kemampuan semacam ini pada saat

    sekarang dan yang akan datang sangat

    dibutuhkan dalam menghadapi era

    globalisasi. Sejalan dengan itu, Nur(2002)

    juga mengemukakan bahwa dalam

    pembelajaran berdasarkan portofolio dapat

    membawa ke arah peningkatan hasil belajar

    mereka secara nyata.

    Uraian-uraian di atas menunjukkan

    bahwa penerapan portofolio dalampembelajaran dapat berimplikasi pada

    peningkatan hasil belajar.

    Keterampil an Berpiki r Kreatif

    Kemampuan berpikir kreatif meru-

    pakan salah satu hal penting agar seseorang

    dapat memiliki kreativitas. Torrance (Carin

    & Sund, 1995), dan Lawson (1979)., &

    Taeffinger., et al (1982), bahwa berpikir

    kreatif ... the process of 1) sensingdifficulties problems, gapsor information,

    missing elements, something asked; 2)

    making guesses and formulating ideas or

    hypotheses about these deficiencies; 3)

    evaluating and testing these guesses and

    hypotheses; 4) possibily revising retesting

    them, and finally; 5) communicating the

    results.

    Bertolak dari definisi tersebut

    menunjukkan bahwa berpikir kreatif sebagai

    sesuatu proses kreatif, yaitu merasakan

    adanya kesulitan, masalah kesenjangan

    informasi, adanya unsur yang hilang dan

    ketidakharmonisan, mendefinisikan masalah

    secara jelas, membuat hipotesis, pengujian

    hipotesis kembali atau bahkan mende-

    finisikan ulang masalah dan akhirnya

    mengkomunikasikan hasilnya.

    Berpikir kreatif akan mudah di-

    wujudkan dalam lingkungan belajar yang

    secara langsung memberikan peluang bagisiswa untuk berpikir terbuka dan fleksibel

    tanpa adanya rasa takut atau malu. Sebagai

    contoh, situasi belajar yang dibentuk harus

    memfasiltasi terjadinya diskusi, mendorong

    seseorang untuk mengungkapkan ide atau

    gagasan. Menurut Carin & Sund (1995)

    untuk menimbulkan kreativitas dalampembelajaran perlu memperhatikan aspek-

    aspek (1) mengembangkan kepercayaan

    yang tinggi dan meminimalisir ketakutan;

    (2) mendorong terjadinya komunikasi secara

    bebas; (3) mengadakan pembatasan tujuan

    dan penilaian secara individu oleh siswa;

    dan (4) pengendalian tidak terlalu ketat.

    Berpikir kreatif dapat terjadi secara

    sengaja dan tidak sengaja (tiba-tiba).

    Berpikir kreatif secara tidak sengaja dapat

    berlangsung walaupun tidak menggunakanteknik khusus, seperti suatu kesempatan

    yang menyebabkan Anda berpikir tentang

    sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda

    dan selanjutnya Anda menemukan suatu

    perubahan yang menguntungkan. Perubahan

    yang lainnya dapat terjadi perlahan karena

    semata-mata menggunakan perkembangan

    kecerdasan dan logika. Jika mengunakan

    pemikiran kreatif secara tidak sengaja atau

    perkembangan logika akan memerlukan

    waktu lama untuk menghasilkan kemajuandan peningkatan. Mengingat pesatnya

    persaingan dunia maka hal tersebut sangat

    tidak menguntungkan. Lain halnya dengan

    berpikir kreatif secara sengaja. Berpikir

    kreatif secara sengaja dapat dikembangkan

    dengan menggunakan teknik-teknik tertentu

    untuk mengembangkan ide baru. Teknik-

    teknik tersebut menyebabkan penggabungan

    dari ide-ide untuk me-munculkan gagasan-

    gagasan dan proses-proses baru. Pem-

    belajaran berbasis portofolio merupakan

    salah satu teknik khusus yang dapat

    mengembangkan keterampilan berpikir

    kreatif.

    Berpikir kreatif dapat berkembang

    pesat dengan menggunakan pembelajaran

    berbasis portofolio karena model pem-

    belajaran ini mampu memfasilitasi hampir

    keseluruhan kemampuan siswa, yakni

    keterampilan mengembangkan pengetahuan

    yang sudah dimiliki oleh siswa,keterampilan memprediksi dari informasi

    terbatas, keterampilan menemukan masalah,

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    8/95

    4Jurnal Pendidikan M IPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    keterampilan menyusun hipotesis, kete-

    rampilan menguji hipotesis, dan kete-

    rampilan memandang informasi dari sudut

    pandang yang berbeda.

    METODE

    Metode penelitian yang digunakan

    adalah mixed methods dengan desain

    penelitiannya Model Experimental

    Embedded (Creswell., & Plano Clark, V.L,

    2007) seperti yang ditunjukkan pada

    Gambar 1.

    Gambar 1.Model Experimental Embedded

    Desain Model Experimental

    Embedded ini kotak menyatakan kumpulan

    data dan hasil, sedangkan QUAN

    menyatakan data kuantitatif yakni data yang

    berwujud angka-angka. Dalam penelitian ini

    yang termasuk data-data kuantitatif adalah

    data-data dari hasil analisis validasi dananalisis hasil ujicoba lapangan pada kelas

    terbatas dan qual menyatakan data

    kualitatif yaitu data yang berhubungan

    dengan kategori. Dalam penelitian ini yang

    termasuk data-data kualitatif adalah: analisis

    silabus, analisis kebutuhan calon guru,

    analisis lingkungan, analisis angket.

    Subjek dalam penelitian ini semua

    siswa kelas satu SMA Negeri tahun

    akademik 2010/2011.

    Instrumen penelitian terdiri dari: (1)

    tes keterampilan berpikir kreatif; (2)

    angket;dan (3) lembar observasi aktivitas

    guru dan siswa.

    Data keterampilan berpikir kreatif

    dengan menggunakan tes keterampilan

    kreatif. Data tanggapan guru dan siswadengan menggunakan angket dan aktivitas

    guru dan siswa dengan menggunakan

    lembar observasi. Teknik pengolahan data

    dengan menggunakan analisis deskriptif dan

    analisis inferensial. Peningkatan yang terjadi

    sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung

    dengan rumus gain ternormalisasi (N-gain)

    (Meltzer,2002).

    premaks

    prepost

    SS

    SSg

    Dalam hal ini menyatakan skor tes

    akhir; menyatakan skor tes awal, dan

    menyatakan skor maksimum.Kriteria tingkat

    N-gain pada Tabel 1 (Meltzer, 2002).Tabel 1. Kategori Tingkat N-Gain

    Batasan Kategori

    g > 0,7 Tinggi

    0,3 g 0,7 Sedang

    g< 0,3 Rendah

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Rata-rata N-gain keterampilan

    berpikir kreatif siswa pada materi suhu dan

    kalor kelas eksperimen sebesar 0,95

    termasuk dalam kategori tinggi dan pada

    kelas kontrol sebesar -0,12 termasuk dalam

    kategori rendah.

    Rata-rata N-gain keterampilan

    berpikir kreatif siswa pada setiap topik suhudan kalor seperti yang ditunjukkan Tabel 2.

    Tabel 2. Rata-rata N-gain Keterampilan Berpikir Kreatif Setiap Topik Suhu danKalorNo Topik Rata-rata N-gain Keterampilan Berpikir Kreatif Pada Topik

    Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

    T S R T S R

    1. Pemuaian zat cair 0,97 - - - - -0,71

    2. Kalor jenis zat 0,99 - - - - -0,27

    3. Kalor lebur es 1,00 - - - - -0,05

    Keterangan T=tinggi, S= sedang, R=rendah

    Berdasarkan dari Tabel 2 tersebut

    menunjukkan bahwa keterampilan berpikir

    kreatifsiswa pada topik suhu dan kalor

    semuanya mengalami peningkatan dan

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    9/95

    Tawil, Implementasi Model Pembelajaran Fisika Berbasis Portofolio5

    termasuk dalam kategori tinggi berturut-

    turut adalah topik kalor lebur, kalor jenis

    zat, dan pemuaian zat cair. Pada kelas

    kontrol didapatkan bahwa keterampilan

    berpikir kreatif siswa pada semua topiktermasuk dalam kategori rendah. Hasil ini

    menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti

    pembelajaran fisika berbasis portofolio

    keterampilan berpikir kreatifnya mengalami

    peningkatan yang efektif untuk semua topik

    suhu dan kalor dibandingkan dengan

    mahasiswa yang mengikuti pembelajaran

    konvensional, namun demikian siswa di

    kelas kontrol telah memiliki keterampilan

    berpikir kreatif pada setiap topoik suhu dankalor walaupun keterampilan tersebut

    masih rendah.

    Rata-rata N-gain pada setiap

    indikator keterampilan berpikir kreatif siswa

    seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3.

    Tabel 3. Rata-rata N-gain Pada Setiap Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif

    Indikator Keterampilan

    Berpikir kreatif

    Rata-rata N-gain Indikator Keterampilan Berpikir

    Kreatif

    Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

    T S R T S R

    1. Mengembangkan pengetahuanyang telah dimiliki oleh siswa

    0,97 - - - - -0,32

    2. Memprediksi dari informasi

    terbatas

    - 0,79 - - - -0,47

    3. Merumuskan masalah 0,99 - - - - -0,42

    4. Merumuskan hipotesis 0,94 - - - - -0,17

    5. Menguji hipotesis 0,97 - - - - 0,15

    6. Membangkitkan

    keingintahuan dan hasrat ingin

    tahu

    0,94 - - - - 0,17

    7. Memandang informasi dari

    sudut pandang yang berbeda

    - 0,73 - - - 0,01

    Keterangan : T= tinggi; S = sedang; dan R=rendah

    Berdasarkan dari Tabel 3 tersebut

    menunjukkan bahwa semua indikator

    keterampilan berpikir kreatif semuanya

    mengalami peningkatan. Terdapat 6 (enam)

    indikator yang mengalami peningkatan

    termasuk dalam kategori tinggi berturut-

    turut adalah indikator mengembangkan

    pengetahuan yang telah dimiliki oleh

    mahasiswa, merumuskan masalah,

    merumuskan hipotesis, menguji hipotesis,memandang informasi dari sudut pandang

    yang berbeda, membangkitkan keingin-

    tahuan dan hasrat ingin tahu, dan hanya

    indikator memprediksi dari informasi

    terbatas termasuk dalam kategori sedang.

    Pada kelas kontrol didapatkan bahwa semua

    indikator keterampilan berpikir kreatif

    termasuk dalam kategori rendah. Hasil ini

    menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti

    pembelajaran fisika berbasis portofolio

    keterampilan berpikir kreatifnya mengalamipeningkatan yang efektif untuk semua

    indikator keterampilan berpikir kreatif

    dibandingkan dengan siswa yang mengikuti

    pembelajaran konvensional, namun

    demikian siswa di kelas kontrol telah

    memiliki keterampilan berpikir kreatif pada

    setiap indikator walaupun keterampilan

    tersebut masih rendah. Dengan demikian

    dapat dikatakan bahwa setiap siswa baik

    yang mengikuti pembelajaran fisika berbasis

    portofolio maupun yang mengikuti

    pembelajaran konvensional pada dasarnyatelah memiliki keterampilan berpikir kreatif,

    yang membedakan keduanya adalah karena

    siswa yang mengikuti pembelajaran fisika

    berbasis portofolio telah mendapatkan

    kesempatan berlatih secara bertahap dan

    berkelanjutan sehingga keterampilan

    berpikir kreatif mereka mengalami

    perkembangan dibandingkan dengan siswa

    yang tidak mendapatkan kesempatan

    berlatih secara intensif mengembangkan

    keterampilan berpikri kreatifnya.belajar Respon siswa terhadap

    komponen pembelajaran dan pelaksanaan

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    10/95

    6Jurnal Pendidikan M IPA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    pembelajaran fisika berbasis portofolio

    menunjukkan sangat positif (79%) dalam

    aspek ketertarikan, positif (73%) dalam

    aspek kebaharuan, positif (67%) dalam

    aspek kemudahan memahami, positif (75%)dalam aspek penerapan dan sangat positif

    (80%) dalam aspek kejelasan penyampaian

    guru.

    Hasil respon guru fisika terhadap

    model pembelajaran fisika berbasis

    portofolio sangat positif (100%) baik dalam

    aspek peranan maupun kualitasnya dan guru

    tidak mengalami hambatan-hambatan

    dalam melaksanakan pembelajaran fisika

    berbasis portofolio baik dalam peng-

    organisasian pelaksanaan pembelajaranfisika berbasis portofolio, mempersiapkan

    waktu untuk melaksanakan pembelajaran

    fisika berbasis portofolio dan menyam-

    paikan tugas-tugas yang harus dikerjakan

    oleh siswa pada LKM.

    Menurut guru keuntungan yang

    dapat diperoleh melalui pembelajaran fisika

    berbasis portofolio yakni siswa cepat

    memahami konsep-konsep yang telah

    diajarkan dan cepat mengalami perkem-

    bangan keterampilan berpikir kreatif.Komentar dari guru pengampu suhu

    dan kalor menyatakan bahwa pembelajaran

    fisika berbasis portofolio merupakan salah

    satu bentuk pembelajaran yang sarat dengan

    inovasi-inovasi pembelajaran yang sangat

    baru.

    Hal ini menunjukkan bahwa semua

    sintak model pembelajaran fisika berbasis

    portofolio terlaksana dengan baik.

    Dengan by desian semacam ini akan

    meningkatkan aktivitas siswa dalam

    menemukan konsep, prinsip dan teori fisika

    yang dipelajarinya. Demikian pula dengan

    guru akan lebih kreatif menyajikan materi

    pelajaran dan melakukan bimbingan dalam

    pembelajaran. Hal ini disebabkan karena

    dalam model pembelajaran fisika berbasis

    portofolio ini siswa dilatihkan berpikir

    kreatif terutama dalam hal mengajukan

    masalah, dan menyelidiki masalah melalui

    percobaan. Siswa dapat mengetahui tingkatketerampilan berpikir kreatifnya melalui

    asesmen portofolio, informasi ini akan lebih

    memotivasi siswa belajar fisika dan pada

    akhirnya akan meningkatkan keterampilan

    berpikir kreatif mereka. Hal ini sesuai

    dengan teori pembelajaran siswa aktif yang

    menenkan pada aspek siswa mengkonstruksendiri keterampilan dan pengetahuannya

    Pembelajaran konvensional siswa

    tidak mendapat kesempatan dalam

    mengembangkan keterampilan kreatif

    sehingga pada saat mengerjakan masalah-

    masalah tidak mampu mereka menye-

    lesaikan secara benar.

    Tanggapan guru dan siswa terhadap

    perangkat pembelajaran dan pelaksanaan

    pembelajaran fisika berbasis portofolio

    sangat positif.Hal ini menunjukkan bahwapembelajaran fisika berbasis portofolio yang

    disertai dengan pendukungnya dapat

    membangkitkan minat dan motivasi siswa

    dalam memperlajari fisika, sehingga pada

    akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar

    siswa. Guru memiliki semangat yang tinggi

    dalam melaksanakan pembelajaran, karena

    guru dalam hal ini sangat berperan sebagai

    fasilitator dalam pembelajaran dan

    perangkat pembelajaran sangat membantu

    dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Perangkat pembelajaran yang di-

    terapkan dalam pembelajaran ini memu-

    dahkan siswa dan guru melaksanakan

    seluruh fase-fase pembelajaran.Hal ini

    sesuai dengan teori model pembelajaran

    Joyce, Weil, &Showers (1992: 14)yang

    menekankan pada aspek pendukung

    keterlaksaan suatu model pembelajaran.

    Model pembelajaran fisika berbasis

    portofolio terdiri dari: a) sintaks pem-

    belajaran (pendahuluan: inti pembelajaran:

    latihan membuat percobaan, pemantapan

    konsep yang berkaitan dengan percobaan

    dan penutup: pemberian tugas dan evaluasi);

    b) sistem sosial (terjadinya kerjasama antar

    siswa dan siswa dengan guru; c) prinsip

    pengelolaan: (guru berperan sebagai

    fasilitator); d) sistem pendukung ( perangkat

    pembelajaran, alat praktikum); e) dampak

    instruksional (keterampilan berpikir kreatif)

    dan dampak pengiring (kemampuanmembuat percobaan). Penerapan pem-

    belajaran fisika berbasis portofolio dalam

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    11/95

    Tawil, Implementasi Model Pembelajaran Fisika Berbasis Portofolio7

    pembelajaran sudu dan kalor dapat lebih

    meningkatkan keterampilan berpikir kreatif

    siswa dibanding dengan penerapan

    pembelajaran konvensional.

    Guru dan siswa memberikantanggapan sangat positif terhadap

    pembelajaran fisika berbasis portofolio dan

    pelaksanaannya dalam peembelajaran suhu

    dan kalor.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Dengan dimuatnya artikel ini peneliti

    mengucapkan banyak terima kasih kepada

    Direktorat Penelitian dan Pengabdian

    kepada Masyarakat selaku pemberi danapenelitian Hibah Bersaing selama tiga tahun.

    DAFTAR PUSTAKA

    Budimansyah,D.(2002). Model

    Pembelajaran dan Penilaian

    Portopolio. Bandung : PT.

    Genesindo.

    Carin, A., & Sun,R.B. (1995). Teching

    Scinece Through Discovery.Columbus. Charles,E. Merril

    Publishing company. Abell &

    Howell Company.

    Creswell. J. W & Plano Clark,V.L. (2007).

    Designing and Conducting. Mixed

    Methods Research.London & New

    Delhi: Sage Publications.

    Grounlund, Norman E. (1998). Assessment

    of Student Achievement Sixth

    Edition. Boston : Allyn and Bacon.

    Ibrahim, M. (2005).Asesmen Berkelanjutan.

    Surabaya : UnesaUniversity Press.

    Johnson, David W., Johnson, Roger T.

    (2002). Meaningfull Assesment.

    USA. : Allyn & Bacon.

    Joyce, Bruce., Weil, Marsha; & Showers, B.(1992). Models of Teaching. Fourth

    Edition. Boston: Allyn & Bacon.

    Lim, Lida. (1997). Assesmen Student Work.

    New Jersey : Prentice Hall, Inc.

    Leonard, W. (2005) The Effectiveness of

    Portfolio Assessment in Science.Journal of College Scinece

    Teaching-appeared 2005 (1-18). Tim

    Slaters Pre-print Publications.

    Lawson, A.E. (1979). 1980 AETS Yearbook

    The Psychology of Teaching for

    Thinking and Creativity.

    Clearinghouse for Science,

    Mathematics, and Environmental

    Education : The Ohio State

    University College of Education.

    Meltzer, D.E. (2002). The Relantionship

    Between Mathematics Preparation

    and Conceptual Learning Gains in

    Physics.American Journal of

    Physics. 70(7).

    Nur,M. (2002).Assesmen Komprehensif dan

    Berkelanjutan. Surabaya : Pusat

    Pembinaan dan Pengembangan

    Pendidikan UNESA.

    Paulson,F L., Pasrl R & Meyer., Carol A.

    (1991). What Makes a Portfolio?

    Eight thoughtful

    Webb,L., Norman. (1992). Handbook of

    Research on Mathematics Teaching

    and Learning: Assessment of

    Students Knowledge of Mathematics

    : Steps Toward a Theory. New York

    : Macmillan Publishing Company.

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    12/95

    8

    PRAKTIKUM EKOLOGI BERBASIS PROYEK: MEDIA

    PEMBEKALAN KETERAMPILAN ESENSIAL LABORATORIUM

    Djohar Maknun, R.R. Haerien K. Surtikanti, Ahmad Munandar

    Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154, Jawa BaratE-mail: [email protected]

    Abstract: Up to now in learning ecology, especially its practical work, many peoplestill use the guidebook of the practical work, such as recipe which is not optimal indeveloping the essential skill of laboratory. As a result, the students [the candidate ofthe biology teacher]mastery of the laboratory essential skill is still low. Actually, the

    practical work of ecology is very interesting because it be carried out in the open airnature. However, this nature laboratory has not yet exploited very well in the activityof ecology practical work. In addition, the conduct of this practical work has not yetbeen the science project basis in the condition of eco-biological local area.Ecology hasthe activity aspects of exploration, experiment, and observation. Based on the threeaspects, the ecology practical work should be project basis where practical workstudents themselves make the design outline of the practical work which they willconduct. In addition, They also solve the problem and produce the products. Thestudents can conduct the research by collecting, organizing, analyzing data and writing

    the report of their research. The project evaluation should be carried out forpreparation, implementation, and result. Therefore, through the practical work ofecology, the indicators of the laboratory essential skills should be well-formulated on

    every practical work topic which is conducted. These skills are the basic ones as thepre-requirement of the further skill development, such as some procedures, processes

    and method which scientist uses when s/he constructs the knowledge and solveproblem in scientific work.

    Keyword: practice, ecology, project, laboratory essential skills

    Implementasi kegiatan praktikum di

    lapangan ternyata masih menghadapi

    banyak kendala. Permasalahan yang

    dihadapi dan dialami guru dalam

    menyelenggarakan kegiatan praktikum

    antara lain kurangnya peralatan praktikum,

    kurangnya pengetahuan dan keterampilan

    guru dalam mengelola kegiatan lab,

    kegiatan praktikum atau ke-giatan

    laboratorium secara praktis jarang

    dilaksanakan, praktikum banyak menyita

    waktu dan tenaga (Anggraeni, 2001,

    Rustaman, 2003) dan guru juga kurang

    mampu merencanakan percobaan, meru-

    muskan tujuan, membuat lembar kerjasiswa, mengelola dan menilai praktikum

    (Wulan, 2003), serta praktikum yang

    dilaksanakan kurang menggugah proses

    berpikir siswa (Corebima, 1999). Hasil

    penelitian Balitbang Depdiknas (Rustad et

    al., 2004; Wiyanto, 2005) mengemukakan

    bahwa kemampuan guru dalam merancang

    praktikum masih rendah. Sekitar 51% guru

    IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika

    SMA di Indonesia tidak dapat meng-

    gunakan alat-alat lab yang tersedia di

    sekolahnya. Dengan demikian kurangnya

    pelaksanaan kegiatan lab di sekolah-

    sekolahmerupakan gejala yang cukup

    memprihatinkan dalam pengembangan

    keterampilan proses siswa. Hal ini berarti

    bahwa penguasaan keterampilan-keteram-pilan esensial laboratorium siswa masih

    cukup rendah, sehingga mengganggu

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    13/95

    Djohar, Praktikum Ekologi Berbasis Proyek9

    pengembangan keterampilan proses sains

    siswa itu sendiri.

    Hal-hal apa saja yang tercakup

    dalam pembelajaran biologi? Menurut

    Haigh (1996) menuliskan bahwa seorangguru ha-rus mampu melibatkan konsep-

    konsep sis-wa, mengembangkan

    keterampilan esensial (observasi, kla-

    sifikasi, mengukur, komunikasi, manipu-

    lasi, menyimpulkan, prediksi dan

    kemampuan kerjasama), seperangkat pro-

    ses ilmiah, dan identifikasi, relevansi dan

    penerapan konsep-konsep. Selain itu juga

    perlu melibatkan ranah afektif yang perlu

    dikembangkan, mencakup minat, keterli-

    batan, dan aplikasi. Pentingnya kete-rampilan laboratorium ditekankan oleh

    Watson, Prieto, dan Dillon (1995) bahwa

    pendekatan keterampilan laboratorium

    memberikan pengalaman langsung,

    pengalaman pertama kepada siswa,

    sehingga mampu mengubah persepsi siswa

    tentang hal-hal penting. Oleh karena itu

    selama proses pembelajaran perlu

    dilatihkan keterampilan esensial laborato-

    rium.

    Materi ekologi yang diajarkanpada saat ini terlalu padat, banyak dan

    bersifat teoritis. Hal ini mengakibatkan

    hasil pembelajaran yang diharapkan tidak

    dapat dicapai dengan maksimal. Reformasi

    pem-belajaran ekologi sangat diperlukan,

    karena masih mengandalkan strategi

    pembelajaran tradisional. Sebuah survei

    terbaru dari masyarakat Amerika di

    Fakultas Ekologi menunjukkan bahwa

    kebanyakan pembela-jaran biologi dan

    ekologi tidak didasarkan pada pemikiran

    terkini tentang bagaimana siswa belajar

    secara baik dan bermakna. Sebagian besar

    kelas (90%) sangat ter-gantung pada kuliah

    pasif, kegiatan praktikum di

    laboratorium/alam terbuka jarang

    dilakukan (10%), dan banyak mahasiswa

    yang tidak pernah pergi ke luar untuk studi

    ekologi dalam perkuliahan (34% ekologi,

    17% biologi) (Brewer 1998 dalam

    DAvanzo, 2003).

    Praktikum ekologi lebih nyata dapat

    diobservasi oleh indra, dari mulai populasi,

    komunitas, ekosistem dan biosfer, maka

    seharusnya praktikum ekologi dapat

    menjadi media dalam memotivasi

    semangat melakukan kegiatan praktikum,

    khususnya dalam meningkatkan pe-nguasaan keterampilan esensial lab sebagai

    calon guru biologi. Keterampilan esensial

    lab merupakan fondasi bagi terbentuknya

    landasan berpikir logis dan sangat penting

    dimiliki dan dilatihkan kepada mahasiswa

    calon guru biologi sebelum melanjutkan ke

    keterampilan proses yang lebih rumit dan

    kompleks.

    Alasan lain dipilihnya praktikum

    ekologi tersebut antara lain karena

    materinya representatif untuk mening-katkan keterampilan esensial lab di alam

    terbuka. Panduan praktikum ekologi masih

    berupa resep sehingga perlu dilengkapi

    lembar perencanaan-pelaksanaan pelaporan

    praktikum sebagai lembar kerja untuk

    meningkatkan keteram-pilan esensial

    laboratorium, materi praktikumnya dapat

    dieksperimenkan, memiliki banyak

    variabel dan variabelnya dapat

    dimanipulasi.

    Bertolak dari latar belakangmasalah di atas, penulis mencoba

    memberikan ulasan mengenai peningkatan

    penguasaan keteram-pilan esensial lab

    mahasiswa calon guru biologi melalui

    praktikum ekologi berbasis proyek sains.

    Proyek sains sebagai penerapan dari

    pengajaran berbasis proyek (Project-Based

    Learning) merupakan salah satu strategi

    pembelajaran untuk mengembangkan

    aspek produk, proses dan sikap sains.

    Proyek sains didesain secara efisien, efektif

    dan mudah dilaksanakan.

    METODE

    Konstruktivisme adalah salah satu

    filsafat pengetahuan yang menekankan

    bahwa pengetahuan adalah bentukan

    (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld

    dalam Suparno, 1997). Pengetahuan bukan

    tiruan dari realitas, bukan juga gambarandari dunia kenyataan yang ada.

    Pengetahuan merupakan hasil dari

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    14/95

    10Jurnal Pendidikan MI PA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    konstruksi kognitif melalui kegiatan

    seseorang dengan membuat struktur,

    kategori, konsep, dan skema yang

    diperlukan untuk membentuk pengetahuan

    tersebut, dalam hal ini di bentuk olehstruktur konsepsi seseorang sewaktu siswa

    berinteraksi dengan lingkungannya.

    Prinsip kontekstualisasi yang

    menja-di karakteristik penting dalam

    Pembelajaran Berbasis Proyek, diturunkan

    dari ide dasar teori belajar konstruktivistik.

    Para kons-truktivis mengatakan bahwa

    belajar adalah proses aktif membangun

    realitas dari pe-ngalaman belajar.

    Bagaimana pun, belajar tidak dapat

    terlempas dari apa yang sudah diketahuipebelajar dan konteks di mana hal itu

    dipelajari (Bednar, Cunningham, Duffy, &

    Perry, dalam Dunn, 1994). Para kons-

    truktivis itu tidak menyangkal eksistensi

    (objektivitas) dunia nyata, akan tetapi dika-

    takannya bahwa makna apa yang kita

    bangun dari dunia nyata adalah indio-

    syncratic.

    Pembelajaran Berbasis Proyek ada-

    lah salah satu model pembelajaran yang

    berlatar dunia otentik. Melalui kegiatanpraktikum ekologi berbasis proyek, diha-

    rapkan mahasiwa calon guru biologi mem-

    peroleh pengalaman belajar dalam

    perolehan konsep-konsep dan prinsip-

    prinsip, serta me-ningkatnya penguasaan

    keterampilan esensial laboratoriumnya.

    Pola dasar pemikiran mengenai

    gagasan ini dituangkan pada Gambar 1.

    Pembekalan keterampilan-keterampilan

    esensial lab disusun berdasarkan analisis

    kebutuhan. Hasil analisis ini akan dijadikan

    sebagai topik materi kuliah ekologi, yang

    selanjutnya akan dibuat sebagai silabi mata

    kuliah dan SAP ekologi. Melalui materi

    ekologi ini dianalisis pula dalam bentuk

    struktur makro materi ekologi, sehingga

    diperoleh konsep-konsep esensialnya. Ber-

    dasarkan SAP dan konsep-konsep esensial

    tersebut dirumuskan topik-topik praktikum

    ekologi berbasis proyek sains dengan

    memperhatikan kondisi ekobiologis lokal.Pembekalan keterampilan-

    keterampi-lan esensial lab dilaksanakan

    menurut topik-topik praktikum ekologi

    yang telah dirumuskan (dipilih)

    sebelumnya dengan mempertimbangkan

    keterampilan awal prak-tikum yang

    dimiliki mahasiswa. Setiap topik praktikumyang dieksperimenkan dianalisis berupa

    keterampilan-keterampilan esensial lab apa

    saja yang tampak dan tidak tampak dalam

    kegiatan praktikum tersebut. Kegiatan

    praktikum ekologi ini dilakukan dalam dua

    perlakuan yaitu praktikum ekologi yang

    ber-basis proyek sains dan praktikum

    ekologi seperti biasanya/regular.

    Selanjutnya dikaji hasil belajar dari kedua

    perlakuan praktikum yang berbeda tadi.

    Hasil akhir dari program pembekalan iniakan diperoleh topik-topik praktikum

    ekologi yang mampu mem-berikan

    pembekalan dalam meningkatkan

    keterampilan-keterampilan esensial lab un-

    tuk mahasiswa calon guru biologi.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kegiatan Laboratorium

    Ottander dan Grelsson (2006)menyatakan bahwa kegiatan lab

    merupakan bagian yang sangat penting

    dalam pem-belajaran biologi dan sains.

    Kegiatan lab berfungsi menghubungkan

    teori/ konsep dan praktek, meningkatkan

    daya tarik atau minat siswa, dapat

    memperbaiki miskonsepsi, dan

    mengembangkan sikap analisis dan kritis

    pada siswa. Oleh karenanya untuk men-

    dukung fungsi kegiatan lab tersebut, maka

    metode penilaiannya perlu diperbaiki agarkegiatan lab berlangsung lebih efektif.

    Hasil penelitian dari Moore (2007)

    menunjukkan bahwa kegiatan lab dapat

    meningkatkan nilai perkuliahan

    mahasiswa.

    Kegiatan laboratorium merupakan

    kegiatan yang melibatkan seluruh aktivitas,

    kreativitas dan intelektualitas siswa. Salah

    satu keterampilan dan kreativitas yang

    diperlukan dan harus dikuasai siswa adalah

    keterampilan merencanakan suatu perco-baan, meliputi keterampilan menentukan

    alat dan bahan, menentukan variabel,

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    15/95

    Djohar, Praktikum Ekologi Berbasis Proyek11

    menentukan hal-hal yang perlu diamati dan

    dicatat, menentukan langkah kerja, serta

    cara pengolahan data untuk menarik

    kesimpulan sementara

    (Ottander&Grelsson, 2006).Perlengkapan kerja berbasis labora-

    torium merupakan bagian dari kerja

    praktek sains yang meliputi jugafield study

    (Henry, 1975), sering disinonimkan

    dengan doing science. Telah dilaporkan

    oleh beberapa employer (Asosiasi Industri

    Farmasi Inggris, 2005; Federasi Biosains,

    2005a, 2005b) adanya lulusan yang kurang

    terampil dalam beberapa bidang biosains,

    terutama sekali yang terkait dengan

    keterampilan-keteram-pilan laboratoriumdan kecerdasan. Salah satu faktor penting

    penyebab hal tersebut berhubungan dengan

    pengetahuan dan keterampilan-

    keterampilan esensial mahasiswa pada

    tahun ke-1 dan ke-2 di labora-torium.

    Terdapatkecenderungan meningkat bahwa

    para mahasiswa mengambil proyek-proyek

    riset pada tahun terakhir di luar konteks

    riset tradisional laboratorium, sehingga

    dapat mengurangi atau meng-hambat

    pengembangan keterampilan-keterampilanlaboratorium dan kecerdasan mahasiswa

    (Collis et al.,2008).

    Menurut Woolnough (Rustaman et

    al., 2003) bentuk praktikum terdiri atas

    praktikum yang bersifat latihan, praktikum

    yang bersifat memberi pengalaman, dan

    praktikum yang bersifat investigasi atau

    penyelidikan. Ketiga bentuk praktikum ini

    penting dibekalkan kepada mahasiswa

    calon guru.

    Praktikum Ekologi Berbasis ProyekPada tahun 1999, Dewan Riset

    Nasional menerbitkan buku yang sangat

    dinantikan orang Bagaimana orang

    belajar: otak, pikiran, pengalaman, dan

    sekolah (Bransford et al., 1999), yang

    menunjukkan bagaimana penelitian tentang

    pembelajaran yang didasarkan pada teori

    dan eksperimen dapat mengubah praktik

    mengajar. Jadi, proses pembelajaran harusmenyentuh pula aspek keterampilan-

    keterampilan laboratorium sebagai pen-

    dukung melakukan eksperimen atau

    penelitian (Kattmann et al., 2006). Hal ini

    seperti yang dinyatakan oleh Horgen (1984

    dalam Surya, 2003), bahwa suatu hal yang

    muncul dari definisinya adalah bahwaperilaku sebagai akibat belajar itu

    disebabkan karena latihan atau

    pengalaman, sedangan Mc Geoch (1956)

    dalam Surya (2003) memberikan definisi

    belajar learning is a change

    perforfermance as a result of practice. Ini

    berarti bahwa belajar membawa perubahan

    dalam kinerja yang disebabkan oleh proses

    latihan. Dalam hal ini jelaslah bahwa

    penguasaan keterampilan-keterampilan

    esensial lab pun dapat terkuasai denganbaik jika melakukan latihan dan

    pengalaman belajar.

    Berdasarkan Permen Diknas No.16

    tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi

    Akademik dan Kompetensi Guru Mata

    Pelajaran Biologi di antaranya me-

    nyebutkan guru harus :

    (1)Memahami proses berpikir dalam

    mempelajari proses dan gejala

    alam.

    (2)

    Menjelaskan penerapan hukum-hukum biologi dalam teknologi

    yang terkait dengan biologi

    terutama yang dapat ditemukan

    dalam kehidupan sehari-hari.

    (3)

    Menguasai prinsip-prinsip dan teori

    pengelolaan dan keselamatan

    kerja/belajar di laboratorium

    biologi sekolah.

    (4)Menggunakan alat-alat ukur, alat

    peraga, alat hitung, dan piranti

    lunak komputer untuk mening-

    katkan pembelajaran biologi di

    kelas, laboratorium dan lapangan.

    (5)

    Merancang eksperimen biologi

    untuk keperluan pembelajaran atau

    penelitian.

    (6)Melaksanakan eksperimen biologi

    dengan cara yang benar.

    Menganalisis standar kualifikasi

    dan kompetensi tersebut di atas, dapat

    dipahami bahwa pembelajaran ekologi dankegiatan laboratorium adalah kualifikasi

    dan kompetensi akademik yang sangat

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    16/95

    12Jurnal Pendidikan MI PA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    penting dan harus dikuasai oleh guru,

    sehingga perlu adanya peningkatan kete-

    rampilan esensial lab yang maksimal

    kepada calon guru biologi.

    Hal ini diperkuat pula oleh NRC(2003) dalam merekomendasikan kom-

    petensi yang harus dikuasai oleh seorang

    guru biologi. Dalam rekomendasi tersebut

    dikatakan pentingnya penguasaan materi-

    materi biologi yang terkait dengan :

    (1)Sistem kehidupan, mencakup

    organisasi materi dan energi.

    (2)Sistem ekologi, mencakup hubu-

    ngan dan ketergantungan or-

    ganisme dengan faktor biotik dan

    abiotik lingkungan.(3)Dinamika populasi dan dampaknya

    terhadap lingkungan.

    (4)Aplikasi biologi dalam menjaga

    kualitas lingkungan, personal dan

    kesehatan masyarakat.

    (5)Mendesain, melaksanakan dan

    mem-buat laporan penelitian.

    (6)Keterampilan-keterampilan

    laborato-rium.

    (7)Perhitungan dan analisis statistik.

    Merujuk pada penjelasan di atasdapat disimpulkan bahwa ekologi (bagian

    dari biologi) adalah ilmu yang sangat

    dinamis, berkaitan dengan interaksi

    kehidupan, baik secara mikro maupun

    makro antar-berbagai faktor ekosistem di

    alam ini. Ekologi adalah pengejawantahan

    ilmiah dari kecenderungan manusia yang

    merasa mempunyai hubungan dan tertarik

    pada semua bentuk kehidupan. Ekologi

    membawa kita, sendiri maupun melalui

    orang lain, memasuki hutan, gurun, lautan

    dan lingkungan yang lain, di mana

    berbagai bentuk kehidupan beserta

    lingkungan fisiknya berpadu membentuk

    jaringan-jaringan kompleks yang disebut

    ekosistem. Konsep-konsep dalam ekologi

    dimung-kinkan pula untuk dijelaskan

    dengan menggunakan paradigm yang lebih

    bersifat religious. Umpamanya menyikapi

    panda-ngan manusia tentang asal-usul

    kehidupan, kondisi ekologis dan kerusakanlingkungan, serta eksploitasi/ eksplorasi

    sumber daya alam secara berlebihan.

    Menurut Ford (2000) pembelajaran

    ekologi dapat dikaji dari tiga aspek melalui

    jenis-jenis penelitian ekologi sebagai

    berikut:

    a)

    Eksplorasi, bertujuan untukmemun-culkan jenis baru,

    misalnya komposisi.

    b) Eksperimen, meliputi: penelitian

    komparatif, membandingkan

    tempat satu dengan yang lain,

    dan membuat perlakuan

    c)

    Observasional: mempelajari

    secara silmultan, memper-

    gunakan lebih banyak variabel.

    Komponen di atas menguatkan

    bahwa pembelajaran dan praktikumekologi sebaiknya dilakukan berbasis

    proyek. Aspek eksplorasi, eksperimen, dan

    observasi yang dilakukan oleh peserta

    didik dapat dijadikan sebagai media

    pengembangan atau peningkatan

    keterampilan lab mahasiswa, khususnya

    keterampilan lab yang esensial. Project

    based Learning/ Pembelajaran Berbasis

    Proyek (PJBL) merupakan metoda belajar

    yang menggunakan masalah sebagai

    langkah awal dalam mengumpulkan danmengintegrasikan pengetahuan baru ber-

    dasarkan pengalamannya dalam

    beraktifitas secara nyata. PJBL dirancang

    untuk di-gunakan pada permasalahan

    komplek yang diperlukan pelajar dalam

    melakukan in-vestigasi dan memahaminya.

    Belajar berbasis proyek (project-

    based learning) adalah sebuah model atau

    pendekatan pembelajaran yang inovatif,

    yang menekankan belajar kontekstual

    melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks

    (CORD, 2001; Thomas, Mergendoller, &

    Michaelson, 1999; Moss & Van-Duzer,

    1998). Fokus pembelajaran terletak pada

    konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari

    suatu disiplin studi, melibatkan pebelajar

    dalam investigasi pemecahan masalah dan

    kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain,

    memberi kesempatan pebelajar bekerja

    secara otonom mengkonstruk pengetahuan

    mereka sendiri, dan mencapai puncaknyamenghasilkan produk nyata (Thomas,

    2000).

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    17/95

    Djohar, Praktikum Ekologi Berbasis Proyek13

    Kerja proyek dapat dilihat sebagai

    bentuk open-ended contextual activity-

    based learning, dan merupakan bagian dari

    proses pembelajaran yang memberikan

    penekanan kuat pada pemecahan masalahsebagai suatu usaha kolaboratif (Richmond

    & Striley, 1996), yang dilakukan dalam

    proses pembelajaran dalam periode

    tertentu (Hung & Wong, 2000).

    Blumenfeld et al., (1991) mendiskripsikan

    model belajar berbasis proyek (project-

    based learning) berpusat pada proses

    relatif berjangka waktu, berfokus pada

    masalah, unit pembelajaran bermakna

    dengan mengitegrasikan konsep-konsep

    dari sejumlah komponen penge-tahuan,atau disiplin, atau lapangan studi.

    Buck Institute fo Education(1999),

    bahwa belajar berbasis proyek memiliki

    karakteristik: (a) pebelajar membuat ke-

    putusan, dan membuat kerangka kerja, (b)

    terdapat masalah yang pemecahannya tidak

    ditentukan sebelumnya, (c) pebelajar me-

    rancang proses untuk mencapai hasil, (d)

    pebelajar bertanggungjawab untuk men-

    dapatkan dan mengelola informasi yang

    dikumpulkan, (e) melakukan evaluasisecara kontinu, (f) pebelajar secara teratur

    melihat kembali apa yang mereka

    kerjakan, (g) hasil akhir berupa produk dan

    dievaluasi ku-alitasnya, dan (i) kelas

    memiliki atmosfer yang memberi toleransi

    kesalahan dan perubahan.

    Keterampilan Esensial LaboratoriumKeterampilan laboratorium

    merupa-kan bagian terpenting ketika

    melakukan penilaiandalam keterampilan

    psikomotorik. Beasley (1987) menyatakan

    bahwa ragam keterampilan laboratorium

    yang harus dimiliki peserta

    didik/mahasiswa adalah :

    (1) Memilih, memasang, mengoperasikan,

    membuka, membersihkan dan me-

    ngembalikan peralatan;

    (2)

    Mencocokkan peralatan;

    (3) Membaca alat ukur dengan teliti;

    (4)

    Menangani, menyiapkan danmenyadari bahaya bahan kimia;

    (5) Mendeteksi, mengkalibrasi dan mem-

    perbaiki kesalahan dalam mengatur

    peralatan;

    (6) Menggambar peralatan dengan akurat.

    Keterampilan esensial dikenal puladengan sebutan keterampilan kunci,

    keterampilan inti (core skill), keterampilan

    generik, dan keterampilan dasar. Kete-

    rampilan esensial ada yang secara spesifik

    berhubungan dengan pekerjaan, ada yang

    relevan dengan aspek sosial. Keterampilan

    esensial antara lain meliputi keterampilan:

    komunikasi, kerja tim, pemecahan

    masalah, inisiatif dan usaha (initiative and

    enterprise), merencanakan dan meng-

    organisasi, menajemen diri, keterampilanbelajar, dan keterampilan teknologi. Hal

    yang berkaitan dengan atribut personal

    meliputi: loyalitas, komitmen, jujur,

    integritas, antusias, dapat dipercaya, sikap

    simbang terhadap pekerjaan dan kehidupan

    rumah, motivasi, presentasi personal, akal

    sehat, penghargaan positif, rasa humor,

    kemampuan mengatasi tekanan, dan

    kemampuan adaptasi (Gibb, 2002).

    Jenis-jenis utama dari keterampilan

    esensial adalah keterampilan berpikir(seperti teknik memecahkan masalah),

    strategi pembelajaran (seperti membuat

    mnemonik untuk membantu mengingat

    sesuatu), dan keterampilan metakognitif

    (seperti memonitor dan merevisi teknik

    memecahkan masalah atau teknik

    membuat mnemonik) (Gibb, 2002).

    Sedikitnya ada tiga bagian utama

    keterampilan esensial. Komponen yang

    paling lazim adalah prosedur, prinsip, dan

    memorasi atau mengingat. Prosedur yaitu

    seperangkat langkah yang digunakan untuk

    melakukan keterampilan. Prinsip yaitu

    berkenaan dengan kemampuan memahami

    dan menerapkan konsep-konsep tertentu

    untuk menuntun kapan dan bagaimana

    suatu langkah atau prosedur (pendekatan)

    dilakukan. Memorasi yaitu mengingat

    urutan langkah-langkah.

    Rezba (1999) dan Wetzel (2008)

    mengidentifikasi 11 keterampilan prosessains yang dibagi menjadi dua kelompok

    besar, yaitu keterampilan dasar (basic skill)

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    18/95

    14Jurnal Pendidikan MI PA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    dan keterampilan terintegrasi (integrated

    skill). Keterampilan dasar meliputi:

    observasi, mengukur, klasifikasi, komuni-

    kasi, membuat inferensi, dan membuat

    prediksi; keterampilan terintegrasi(terpadu) meliputi: menafsirkan data,

    mengendalikan variabel, membuat definisi

    operasional, dan merumuskan hipotesis,

    dan melaksanakan eksperimen.

    Careers Advisory Board The

    University of Western Australia tahun

    1996 (Gibb, 2002), mengemukakan bahwa

    perkuliahan-perkuliahan pada umumnya

    tidak mengembangkan kemampuan-

    kemam-puan esensial secara maksimal.

    Keterampilan esensial yang dimaksudmeliputi kemampuan: komunikasi oral,

    komunikasi melalui tulisan, belajar

    keteram-pilan dan prosedur baru, bekerja

    dalam kelompok, membuat keputusan,

    memecah-kan masalah, mengadaptasikan

    pengetahuan pada situasi baru, bekerja

    dengan pengawa-san minimum,

    memahami implikasi-implikasi etika dan

    sosial/budaya keputusan, pertanyaan yang

    menerima kebijakan, membuka ide-ide dan

    kemungkinan-kemungki-nan baru, berpikirdan beralasan logis, berpikir kreatif,

    analisis, dan membuat keputusan yang

    matang dan bertanggung jawab secara

    moral, sosial dan praktis.

    Keterampilan esensial adalah

    keterampilan dasar yang digunakan untuk

    menguraikan sejumlah prosedur, proses

    dan metode yang penting yang digunakan

    ilmuwan ketika mengkonstruksi pengeta-

    huan dan memecahkan masalah yang

    berkaitan dengan eksperimennya.

    Keteram-pilan dasar tersebut bukan hanya

    berkaitan dengan keterampilan otomatis

    saja, tetapi juga menyangkut keterampilan

    fisik dan mental. Keterampilan-

    keterampilan ini berproses dalam kerja

    ilmiah, proses digunakan para ahli dalam

    kerjanya. Keterampilan-keterampilan dasar

    tersebut antara lain : mengobservasi,

    menghitung, mengukur, mengklasifikasi,

    mencari hubungan ruang/waktu, membuathipotesis, mefencanakan

    penelitian/eksperimen, men-gendalikan

    variabel, menafsirkan data, menyusun

    inferensi, memprediksi, meng-aplikasikan,

    dan mengkomunikasikan (Nur, 1996;

    Semiawan, 1985).

    Menurut Wetzel (2008),keterampi-lan proses sains merupakan

    dasar dari pemecahan masalah dalam sains

    dan metode ilmiah. Keterampilan proses

    sains dikelompokkan menjadi keterampilan

    proses dasar dan keterampilan proses

    terpadu. Menurut Rezba (1999) dan Wetzel

    (2008), keterampilan proses dasar terdiri

    atas enam komponen tanpa urutan tertentu,

    yaitu:

    1. Observasi atau mengamati,

    menggunakan lima indera untukmencari tahu informasi tentang

    obyek seperti karakteristik obyek,

    sifat, persamaan, dan fitur

    identifikasi lain.

    2. Klasifikasi, proses pengelompokan

    dan penataan objek

    3.

    Mengukur, membandingkan kuan-

    titas yang tidak diketahui dengan

    jumlah yang diketahui, seperti:

    standar dan non-standar satuan

    pengukuran.4. Komunikasi, menggunakan multi-

    media, tulisan, grafik, gambar, atau

    cara lain untuk berbagi temuan.

    5. Menyimpulkan, membentuk ide-ide

    untuk menjelaskan pengamatan.

    6. Prediksi, mengembangkan sebuah

    asumsi tentang hasil yang di-

    harapkan.

    Keterampilan proses sains dapat

    meletakkan dasar logika untuk mening-

    katkan kemampuan berpikir siswa bahkan

    pada siswa di kelas awal tingkat sekolah

    dasar. Di kelas awal, siswa lebih banyak

    menggunakan keterampilan proses sains

    yang mudah seperti pengamatan dan

    komunikasi, namun seiring perkem-

    bangannya mereka dapat menggunakan

    keterampilan proses sains yang kompleks

    seperti inferensi dan prediksi (Rezba,

    1999).

    Perpaduan dua kemampuanketeram-pilan proses dasar atau lebih

    membentuk keterampilan proses terpadu.

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    19/95

    Djohar, Praktikum Ekologi Berbasis Proyek15

    Menurut Weztel (2008), Keterampilan

    proses terpadu meliputi:

    1. Merumuskan hipotesis, membuat

    prediksi (tebakan) berdasarkan bukti

    dari penelitian sebelumnya atau pe-nyelidikan.

    2.

    Mengidentifikasi variabel, penamaan

    dan pengendalian terhadap variabel

    independen, dependen, dan variabel

    kontrol dalam penyelidikan

    3. Membuat defenisi operasional, me-

    ngembangkan istilah spesifik untuk

    menggambarkan apa yang terjadi

    dalam penyelidikan berdasarkan

    karakteristik diamati.

    4.

    Percobaan, melakukan penyelidikandan mengumpulkan data.

    5. Interpretasi data, menganalisis hasil

    penyelidikan.

    Keterampian proses sebagaimana

    disebutkan di atas merupakan keterampilan

    proses sains yang diaplikasikan pada

    proses pembelajaran. Pembentukan

    keterampilan dalam memperoleh

    pengetahuan merupakan salah satu

    penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh

    karena itu, penilaian terhadap keterampilanproses siswa harus dilakukan terhadap

    semua keterampilan proses sains baik

    secara parsial maupun secara utuh.

    KESIMPULANEkologi memperkenalkan

    alam terbuka kepada siswa. Hal ini

    seharusnya memberikan keyakinan akan

    nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

    dalam membantu memahami hakekatsains, metode-metodenya, serta bagaimana

    cara meng-aplikasikan sains. Kegiatan

    praktikum ekologi dapat pula merangsang

    dalam mengembangkan kemampuan

    analisis dan kritis, serta menimbulkan daya

    tarik terhadap sains. Oleh karena itu,

    kegiatan praktikum ekologi berbasis

    proyek diarahkan untuk dapat

    meningkatkan keterampilan-keterampilan

    esensial lab. Pembekalan keterampilan

    esensial lab adalah sangat penting sebagaiprasyarat pengembangan keterampilan

    selanjutnya dalam kerja ilmiah. Lebih jauh,

    penguasaan keterampilan esensial akan

    membentuk pola perilaku (aspek

    psikomotorik) dalam kom-petensi profesi

    ke depannya, sebagai calon guru biologi

    yang profesional dan ber-karakter dalammengaplikasikan nilai-nilai sains,

    khususnya pelestarian lingkungan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anggraeni, S. (2001). Analisis

    Pembelajaran Biologi Molekuler di

    SMU Kodya Bandung. Makalah

    Penelitian. Bandung: FMIPA UPI.

    DAvanzo C. (2003). Research onLearning: Potential for Improving

    College Ecology Teaching. Front

    Ecol Environment. 1(10):533-540.

    Ford, E. D. (2000). Scientific Method for

    Ecological Research. New York:

    Cambridge University Press.

    Gibb, J. (2002). The Collection of

    Research Reading on Generic Skill

    in VET [online]. Tersedia:http://www.ncvr.edu.au.hotm. [ 17

    Nopember 2008].

    Haigh, M., (1996). Investigating

    Investigatorrs: Implications for

    Teachesrs of theIntroduction of Open

    Investigations Into Form 6 (Year 12)

    Biology Practical Work. Paper

    accompanying presentation to 27th

    annual conference of TheAustralian

    Science Education Research

    Association, Canberra.

    Henry, N. W. (1975). Objectives of

    Laboratory Work. In: The Structure

    of Science Education, Australia:

    Longman.

    Moore, R. (2007). What Do Students

    Behaviors and Performances in Lab

    Tell Us About Their Behaviors and

    Performances in Lecture Portions

    of Introductory Biology

    Courses?Bioscene: Journal of

    http://www.ncvr.edu.au.hotm/http://www.ncvr.edu.au.hotm/http://www.ncvr.edu.au.hotm/
  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    20/95

    16Jurnal Pendidikan MI PA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    College Biology Teaching. 33(1), 19-

    24.

    Nur, M. (1996). Teori Pembelajaran IPA

    dan Hakekat Pendekatan Keteram-pilan Proses.Jakarta : Dikmenum.

    Ottander, C, & Grelsson, G. (2006).

    Laboratory work: the teachers

    perspective. Journal of Biological

    Education. 40(3), 113-118.

    Rustaman, N et al. (2003). Strategi Belajar

    Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan

    Pendidikan Biologi UPI.

    Rustaman N & Riyanto, A. (2003).

    Perencanaan dan Penilaian Prak-

    tikum di Perguruan Tinggi. Handout

    Program applied approach bagi

    Dosen baru Universitas Pendidikan

    Indonesia, Bandung, 13-25 Januari

    2003.

    Semiawan, C. (1985). Pendekatan Ke-

    terampilan Proses. Jakarta : PT.

    Gramedia.

    Surya, M. (2003). Psikologi Pembelajarandan Pengajaran. Bandumg: Pustaka

    Bani Buraisy.

    Watson, R., Prieto, T., Dillon, S.J., (1995).

    The Effect of Practical Work on

    Students Understanding of Com-

    bustion. J. Research in Science

    Teaching. Vol 32, No. 5.

    Wulan, A.R. (2003). Permasalahan yang

    Dihadapi dalam Pemberdayaan

    Praktikum Biologi di SMU dan

    Upaya Penanggulangannya. Tesis.

    Bandung: SPs UPI (tidak

    dipublikasika).

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    21/95

    Djohar, Praktikum Ekologi Berbasis Proyek17

    Gambar 1. Pemikiran

    KETERAMPILAN

    PENGELOLAAN

    PRAKTIKUM EKOLOGI

    MATERI KULIAH

    EKOLOGI

    SILABI KULIAH

    EKOLOGI

    KETERAMPILAN AWAL

    PRAKTIKUM

    MAHASISWA CALON

    GURU BIOLOGI

    SATUAN ACARAPERKULIAHAN

    EKOLOGI

    TOPIK-TOPIK

    PRAKTIKUM

    berbasis KONDISI

    EKOBIOLOGISLOKAL

    STRUKTUR MAKROMATERI EKOLOGI

    PRAKTIKUM

    BERBASIS

    PROYEK SAINS

    PRAKTIKUM

    BIASA/REGULER

    KETERAMPILAN

    PENGELOLAANPRAKTIKUM

    EKOLOGI

    KONSEP ESENSIAL

    MATERI EKOLOGI

    Eksperimen

    1, 2, 3, 4

    DRAF PROGRAM PEMBEKALANKETERAMPILAN ESENSIAL LABORATORIUM

    YANG DIBERIKAN

    Eksperimen

    5, 6, dst

    Keterampilan-keterampilanesensial 5, 6 , dst

    Keterampilan-keterampilanesensial 1, 2, 3, 4

    HASIL

    KONDISI EKOBILOGIS

    ANALISIS

    KEBUTUHAN

    DRAF PROGRAM PEMBEKALAN

    KETEREMAPILAN ESENSIAL LAB HASIL

    UJI COBA DAN REVISI

    PROGRAM PEMBEKALAN

    KETERAMPILAN ESENSIAL LAB

    HIPOTETIS

    HASIL

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    22/95

    18

    PENGEMBANGAN ALAT UKUR BERPIKIR KRITIS

    PADA KONSEP SENYAWA HIDROKARBON UNTUK SISWA SMA DI

    KABUPATEN KUNINGAN

    Kartimi, Liliasari, Anna Permanasari

    Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154, Jawa BaratE-mail: [email protected]

    Abstract: Efforts to improve the quality of human resources such as Indonesia can be

    done through science education. Science is full of activities thought to be a vehicle forimproving the quality of human resources in Indonesia, especially in developingthinking skills. The formation of these skills is crucial in the development of

    personalities and patterns of action in the life of every human being Indonesia,because it is the learning of science need to be empowered to achieve that purpose.Science education had done much to develop higher level thinking that one of them iscritical thinking. To determine the level of success in developing students' criticalthinking, required an assessment tool that can measure these abilities. Basic test ofcritical thinking skills should be developed in all subjects. Chemical subjects whichhave applications in everyday life can be a good start in answering these challenges.Critical thinking skills can be developed through the concept of carbon compoundswhich have the characteristics of a concept that involves drawing symbols.Formulation of the problem in this study is how the measuring tool that needs to bedeveloped that can accurately measure the critical thinking skills of high schoolstudents as a result of learning the concept of hydrocarbons? The purpose of this

    research is to develop measurement tools of critical thinking on the concept ofhydrocarbon compounds for high school students and know the description of criticalthinking skills of high school students in the District of Brass on the concept ofhydrocarbon compounds. Design used in this study is "Research and Development (R& D)" of the model Borg (1989). Research sites in the high school in the district ofBrass. The subjects in this study were high school science class II is determined atrandom 107 students from schools in the District Brass. The instruments used in thisstudy form beads tiered multiple-choice test questions. Technique of data collection isdone through a written test. Quantitative data in the form of data acquisition score ofcritical thinking skills students are treated statistically. Differences in critical thinking

    skills of high school students based on the ranking of schools in the District Brassdone statistical tests by using ANOVA test of the two pathways. The results showed

    that there are differences in the average critical thinking skills among high schoolstudents in the region which is an average Brass thinking skills critical top-rankedschools = 38.70, the average skill of critical thinking high school rank = 32.98, and

    average skills critical thinking ranked schools under = 33.50. This indicates that thetest developed to distinguish critical thinking skills among high school in the district

    of Brass.

    Kata kunci:Pengembangan alat ukur, Berpikir Kritis

    Perkembangan sains dan teknologi

    yang begitu pesat tidak hanya membuahkankemajuan, namun juga menimbulkan ber-

    bagai permasalahan yang pelik, kompleks,

    dan multidimensi. Permasalahan-permasala-

    han di bidang kehidupan di abad ke-21 ini,menuntut individu untuk memiliki ketang-

    guhan dan kemampuan berpikir yang

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    23/95

    Kartimi, Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis19

    berkualitas tinggi dalam menganalisis,

    mengevaluasi, dan mencari alternatif

    penyelesaian atas masalah yang dihadapi.

    Keadaan ini harus disikapi dengan

    meningkatkan kualitas sumber daya manusiaIndonesia agar menghasilkan generasi pe-

    nerus yang siap menghadapi tantangan

    zaman dan memiliki kemampuan berpikir

    yang berkualitas tinggi. Upaya peningkatan

    mutu sumber daya manusia Indonesia ini

    dapat dilakukan diantaranya melalui

    pendidikan sains. Sains yang sarat akan

    kegiatan berpikir dapat menjadi wahana

    untuk meningkatkan kualitas sumber daya

    manusia (SDM) Indonesia, terutama dalam

    membangun keterampilan berpikirnya.Pembentukan keterampilan ini sangat

    menentukan dalam membangun kepribadian

    dan pola tindakan dalam kehidupan setiap

    insan Indonesia, karena itu pembelajaran

    sains perlu diberdayakan untuk mencapai

    maksud tersebut (Liliasari, 2005).

    Pengembangan keterampilan ber-

    pikir manusia Indonesia bukan hanya

    ditujukan untuk menjadi warga negara yang

    baik yang taat hukum saja, namun dalam

    kehidupan berdemokrasi masa kini perlupula pemahaman terhadap tatanan sosial,

    politik, hukum dan ekonomi bangsa, yang

    karenanya perlu kemampuan berpikir kritis

    tentang isu-isu yang melibatkan perbedaan

    pendapat berbagai pihak. Berpikir kritis

    penting untuk menghadapi isu-isu demokrasi

    lokal, nasional, dan internasional yang

    kompleks.Keterampilan berpikir kritis

    sangat diperlukan oleh siswa karena menjadi

    modal dasar untuk memahami berbagai hal,

    diantaranya memahami konsep dalam

    disiplin ilmu (De Bono, 1991). Berpikir

    kritis juga menyebabkan generasi muda

    dapat dengan mudah mengatur strategi

    tantangan dan persaingan global yang

    dihadapi (Liliasari, 1997).

    Kemampuan berpikir kritis dalam

    pengajaran dikembangkan dengan asumsi

    bahwa umumnya anak dapat mencapai

    berpikir kritis dan keterampilan berpikir

    selalu berkembang, dapat diajarkan dandapat dipelajari (Nickerson, 1985). Sebagai

    implikasi dari asumsi tersebut guru harus

    memberikan unsur rangsangan seperti

    membuat sistem evaluasi yang dapat

    membuka pola pikir siswa dari sekedar

    mengingat fakta menuju pola pikir yang

    kritis. Sesuai dengan karakteristiknya,berpikir kritis memerlukan latihan yang

    salah satu caranya dengan kebiasaan

    mengerjakan soal-soal evaluasi yang

    mengembangkan keterampilan berpikir

    kritis.

    Untuk mengetahui tingkat ke-

    berhasilan siswa dalam mengembangkan

    berpikir kritis, diperlukan suatu alat evaluasi

    yang dapat mengukur kemampuan tersebut.

    Pengukuran merupakan faktor penting

    dalam pendidikan karena melalui pe-ngukuran akan diketahui secara persis

    dimana posisi siswa pada suatu saat atau

    pada suatu kegiatan. Pengukuran dalam

    bidang pendidikan dimaksudkan untuk

    mengukur atribut atau karakteristik siswa

    tertentu. Kegiatan pengukuran terhadap

    karakteristik psikologi seseorang termasuk

    kompleks sehingga hanya orang yang

    memiliki keahlian dan latihan tertentu yang

    dapat melakukannya (Zainul dan Nasution,

    2001).Dari pendapat tersebut jelas bahwa

    berpikir kritis termasuk karakteristik

    psikologis seseorang yang dapat diketahui

    kualifikasinya (rendah, sedang, atau tinggi)

    dan hal itu bisa diketahui apabila diadaan

    pengukuran dengan aturan dan formula yang

    jelas. Berdasarkan pra penelitian saat ini

    belum ada alat ukur yang dapat menentukan

    berpikir kritis seorang siswa SMU

    khususnya dalam bidang kimia.

    Berdasarkan pernyataan dan fakta

    tersebut maka perlu dilakukan pengem-

    bangan alat ukur berpikir kritis kimia untuk

    siswa SMA yang dapat menentukan

    kualifikasi berpikir kritis kimia dan

    membandingkan kualifikasi berpikir kritis

    siswa SMU di wilayah yang berbeda

    lingkungan sosialnya. Rumusan masalah

    dalam penelitian ini, yaitu Alatukur yang

    bagaimanakah yang perlu dikembangkan

    untuk mengukur keterampilan berpikir kritispada konsep senyawa hidrokarbon untuk

    siswa SMA ? Tujuan penelitian ini adalah

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    24/95

    20Jurnal Pendidikan MI PA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    mengembangkan alat ukur berpikir kritis

    pada konsep Termokimia untuk siswa SMA

    dan mengetahui gambaran keterampilan

    berpikir kritis siswa SMA di wilayah kota

    Cirebon, Kabupaten Kuningan, dankabupaten Majalengka pada konsep senyawa

    hidrokarbon.

    Sejarah mengenai berpikir kritis

    dimulai dari John Dewey yang menyatakan

    pendapatnya bahwa berpikir kritis

    merupakan proses berpikir secara aktif,

    dimana kita berpikir mengenai segala

    sesuatu untuk diri sendiri, membangkitkan

    pertanyaan untuk diri sendiri, dan mencari

    informasi untuk diri kita sendiri (Fisher

    2001, 2-3). Kemudian Glasser melanjutkanpendapat John Dewey dengan memberikan

    pernyataan bahwa berpikir kritis adalah

    suatu sikap yang cenderung untuk

    mempertimbangkan dan memikirkan suatu

    masalah yang timbul dari pengalaman.

    Glaser juga menyatakan bahwa berpikir

    kritis adalah suatu pengetahuan dari metode

    inkuiri/penemuan. Pendapat Glasser yang

    terakhir mengenai berpikir kritis adalah

    keterampilan yang dapat diimplementasikan

    melalui metode inkuiri. Indikator berpikirkritis menurut Edward Glasser adalah

    pengenalan terhadap masalah, menginter-

    pretasikan data, menyaring data dan

    informasi, menuliskan kesimpulan, serta

    mengenali asumsi dan nilai-nilai (Fisher

    2001, 9).

    Tokoh selanjutnya yang berbicara

    mengenai berpikir kritis adalah Robert Ennis

    (Fisher 2001,4). Berpikir kritis menurut

    Robert Ennis adalah pengambilan ke-

    putusan. Jadi dalam hal ini, Ennis

    menekankan bahwa berpikir kritis lebih

    berhubungan dengan alasan yang dapat

    diterima ketika seseorang mengambil

    keputusan. Ennis (1985) mendefinisikan

    berpikir kritis sebagai cara berpikir reflektif

    yang masuk akal atau berdasarkan penalaran

    yang difokuskan, untuk menentukan apa

    yang harus diyakini dan dilakukan. Berpikir

    kritis menggunakan dasar proses berpikir

    untuk menganalisis argumen danmemunculkan wawasan terhadap tiap-tiap

    makna dan interpretasi, untuk mengem-

    bangkan pola penalaran yang kohesif dan

    logis, memahami asumsi dan bias yang

    mendasari tiap-tiap posisi, memberikan

    model presentasi yang dapat dipercaya,

    ringkas dan meyakinkan. Berpikir kritismenekankan aspek pemahaman, analisis

    (Schlect, 1989), evaluasi (Gerhard,, 1971;

    Schleect, 1989; Ennis 1991).

    Menurut Ennis (1985) dalam Goal

    for A Critical Thinking Curiculum, terdapat

    lima tahap berpikir dengan masing-masing

    indikatornya sebagai berikut :

    1. Memberikan penjelasan sederhana,

    meliputi : (1) memfokuskan perta-

    nyaan, (2) menganalisis pernyataan,

    (3) bertanya dan menjawab per-tanyaan tentang suatu penjelasan

    2. Membangun keterampilan dasar,

    meliputi : (4) mempertimbangkan

    apakah sumber dapat dipercaya/

    tidak, dan (5) mengamati dan

    mempertimbangkan suatu laporan

    hasil observasi

    3. Menyimpulkan, meliputi : (6) men-

    deduksi dan mempertimbangkan

    hasil deduksi, (7) menginduksi danmempertimbangkan hasil induksi,

    (8) membuat dan menentukan nilai

    pertimbangan

    4. Memberikan penjelasan lanjut, me-

    liputi : (9) mendefinisikan istilah

    dan pertimbangan dalam tiga

    dimensi, dan (10) mengidentifikasi

    asumsi

    5. Mengatur strategi dan taktik,

    meliputi : (11) menentukan tinda-

    kan, (12) berinteraksi dengan oranglain.

    Menurut Richard Paul, berpikir kritis

    adalah suatu gaya berpikir mengenai suatu

    masalah dimana si pemikir dapat mening-

    katkan kemampuannya dalam berpikir.

    Richard Paul juga menyatakan bahwa

    seseorang tidak hanya sekedar berpikir,

    tetapi dia juga mampu berpikir mengenai

    apa yang dipikirkannya atauthinking about

    thinking.

    Definisi pertama berpikir kritis

    adalah merefleksikan setiap pemikiran

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    25/95

    Kartimi, Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis21

    dalam memutuskan mengenai apa yang

    dipercayai atau apa yang dilakukan

    (Ronning dkk 2004, 181). Jadi berpikir kritis

    merupakan suatu aktifitas berefleksi.

    Berpikir kritis juga mengarah padapemikiran terhadap sesuatu hal supaya kita

    mempunyai pemahaman yang lebih dalam.

    Definisi yang ke dua dari berpikir kritis akan

    meningkatkan kemampuan dalam mengum-

    pulkan, menginterpretasikan, mengevaluasi,

    dan memilih informasi dengan tujuan untuk

    membuat pilihan-pilihan yang jelas. Definisi

    ketiga dari berpikir kritis adalah mem-

    bedakan antara hasil dengan suatu proses.

    Berpikir kritis lebih dari pengambilan

    keputusan dan meyakini bahwa suatu prosesdari keputusan lebih dari keputusan sendiri.

    Richard paul mengelompokkan berpikir

    kritis ke dalam 22 indikator berpikir kritis,

    beberapa diantaranya adalah kemampuan

    bertanya, kemampuan menjawab per-

    tanyaan, kemampuan memberi kesimpulan,

    kemampuan menganalisis, dll (Paul 2005,

    22).

    Menurut B.Z. Presseisen (1985)

    bahwa berpikir pada umumnya diasumsikan

    sebagai suatu proses kognitif, suatu tindakanmental dalam usaha memperoleh

    pengetahuan. Meskipun kognitif berkaitan

    dengan beberapa cara bagaimana sesuatu

    bisa dikenal, seperti persepsi, penalaran, dan

    intuisi. Kemampuan berpikir saat ini

    ditekankan pada penalaran sebagai fokus

    kognitif yang utama. Selanjutnya ia

    menyatakan bahwa berpikir kritis meng-

    gunakan proses-proses berpikir dasar,

    menganalisis argumen-argumen, dan meng-

    hasilkan pemahaman makna dan interpretasi

    tertentu. Kemampuan tersebut juga me-

    ngembangkan pola-pola nalar dan kohesif,

    memahami asumsi dan bias yang melandasi

    posisi-posisi tertentu, untuk mendapatkan

    suatu gaya, presentasi yang terpercaya,

    konsisten, dan meyakinkan.

    Berpikir kritis adalah suatu proses

    untuk mencari makna bukan sekedar

    perolehan pengetahuan (Arendt, 1977 dalam

    Costa ed. 1985:35). Liliasari (1997)menyatakan bahwa berpikir kritis mampu

    mempersiapkan siswa berpikir pada ber-

    bagai disiplin ilmu serta dapat digunakan

    untuk memenuhi kebutuhan intelektual dan

    pengembangan potensi dirinya.

    Berpikir kritis merupakan sebuah

    proses yang terarah dan jelas yangdigunakan dalam kegiatan mental seperti

    memecahkan masalah, mengambil kepu-

    tusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan

    melakukan penelitian ilmiah (Alwasilah

    2007, 182-183). Berpikir kritis memung-

    kinkan siswa untuk mempelajari masalah

    secara sistematis, mengahdapi berjuta tan-

    tangan dengan cara yang terorganisasi,

    merumuskan pertanyaan inovatif, dan

    merancang solusi.

    Berdasarkan uraian di atas, dapatdinyatakan bahwa berpikir kritis adalah

    kemampuan untuk mengatakan sesuatu

    dengan penuh percaya diri. Berpikir kritis

    memungkinkan siswa untuk menemukan

    kebenaran di tengah banjir kejadian dan

    informasi yang mengelilingi mereka setiap

    hari. Dengan demikian keterampilan berpikir

    kritis siswa adalah cara berpikir siswa untuk

    menganalisis argumen dan memunculkan

    wawasan terhadap tiap-tiap makna dan

    interpretasi serta untuk mengembangkanpola penalaran yang kohesif dan logis.

    Berpikir kritis sangat diperlukan oleh

    setiap individu untuk menyikapi per-

    masalahan kehidupan yang dihadapi. Dalam

    berpikir kritis, seorang dapat mengatur,

    menyesuaikan, mengubah, atau mem-

    perbaiki pikirannya sehingga dia dapat

    bertindak lebih tepat. Penyesuaian-

    penyesuain ini tidaklah acak atau bersifat

    instink, tapi didasarkan pada standar atau

    rambu-rambu yang oleh Ennis di sebut

    nalar (reason). Seorang yang berpikir

    kritis adalah orang yang terampil

    penalarannya. Dia mempunyai kemampuan

    untuk menggunakan penalarannya dalam

    suatu konteks dimana penalarannya di-

    gunakan sebagai dasar pemikirannya. Orang

    yang berpikir kritis akan memutuskan dan

    berpikir rasional melalui beberapa

    pandangan terhadap suatu konteks yang

    berbeda. Mereka akan bersiap-siap untukmembuat penalaran dan keputusan terhadap

    apa yang dilihat, didengar atau dipikirkan.

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    26/95

    22Jurnal Pendidikan MI PA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    Orang yang berpikir kritis juga tidak akan

    membiarkan orang lain mengambil ke-

    putusan untuknya, mereka akan memu-

    tuskannya sendiri dan konsisten terhadap

    keputusannya (Spliter, 1991).Dalam mengembangkan keteram-

    pilan berpikir kritis, seperti halnya me-

    ngembangkan keterampilan motorik,

    keduanya memerlukan latihan-latihan

    (Penner, 1995). Dalam kaitannya dengan

    pengembangan pemikiran siswa, Dewey

    dalam Soejono (1978) secara lebih khusus

    mengungkapkan : Anak harus dididik ke-

    cerdasannya agar tumbuh hasrat untuk

    menyelidiki secara teratur dan akhirnya

    dapat berpikir secara keilmuan, objektif, danlogis. Yang terpenting adalah jalan atau

    proses berpikirnya dan bukan hal yang

    dipikirkan.

    Peranan pendidik untuk mengem-

    bangkan keterampilan berpikir kritis dalam

    diri pelajar adalah sebagai pendorong,

    fasilitator, dan motivator. Dalam hal berpikir

    kritis, siswa dituntut menggunakan strategi

    kognitif tertentu yang tepat untuk menguji

    keandalan gagasan pemecahan masalah dan

    mengatasi kesalahan atau kekurangan.Kemampuan berpikir kritis akan

    memungkinkan siswa untuk dapat menen-

    tukan informasi apa yang didapat,

    ditransformasi dan dipertahankan. Penga-

    laman bermakna yang melibatkan berpikir

    kritis dapat membantu siswa : (1) membuat

    keputusan yang didasarkan pada evaluasi

    komponen-komponen yang terlibat, (2)

    menentukan validitas kesimpulan. Keya-

    kinan dan opini yang dinyatakan orang lain,

    (3) melihat keyakinan, perasaan, sikap dan

    pemikirannya sendiri yang berkaitan dengan

    situasi yang ada, dan membiarkan siswa

    untuk memperkuat gagasan dan keya-

    kinannya serta menentukan sendiri nilai-

    nilai yang akan dihargainya (Gerhard, 1971).

    Indikator berpikir kritis yang

    digunakan dalam penelitian ini mengacu

    pada kurikulum Ennis (1985). Dalam

    mengembangkan alat ukur berpikir kritis

    terlebih dahulu harus menyeleksi indikator-indikator yang ada, agar sesuai dengan

    konsep yang akan dikembangkan. Alat ukur

    yang dikembangkan bukan saja berdasarkan

    tujuan pembelajaran khusus, tetapi juga

    berdasarkan indikator kemampuan

    berpikirnya. Jadi alat ukur tersebut

    merupakan integrasi antara tujuanpembelajaran khusus dengan indikator

    kemampuan berpikir kritis.

    METODE

    Desain penelitian ini adalah

    Research and Development (R&D) yang

    dimodifikasi dari model Borg (1989).

    Tahap-tahap penelitian terdiri dari tiga

    langkah, yaitu : tahap penelitian, tahap

    pengembangan alat ukur, dan tahap

    pengujian alat ukur.

    Lokasi penelitian di SMU di wilayah

    Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan

    Kabupaten Majalengka. Kriteria pengam-

    bilan sekolah ditentukan secara random

    berdasarkan passing grade Nilai Ujian

    Akhir Nasional (UAN) di Kabupaten

    Kuningankemudian diambil satu sekolah

    kategori peringkat atas, menengah dan

    bawah. Subyek dalam penelitian ini adalah

    siswa SMA kelas II yang ditentukan secara

    random berjumlah : 107 orang siswa SMA

    di Kabupaten Kuningan yaitu terdiri dari 37

    orang siswa SMA peringkat atas, 40 orang

    siswa SMA peringkat menengah, dan 30

    orang siswa SMA peringkat bawah.

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian

    ini terdiri dari : analisis konsep, kisi-kisi alat

    ukur keterampilan berpikir kritis, alat ukur

    keterampilan berpikir kritis : berupa butir-butir soal tes pilihan ganda berjenjang untuk

    memperoleh gambaran keterampilan

    berpikir kritis siswa secara konsep kimia.

    Teknik analisis data untuk data

    kualitatif berupa jenis-jenis konsep, jenis-

    jenis indikator berpikir kritis dianalisis

    secara deskriptif, dan data kuantitatif berupa

    data skor penguasaan keterampilan berpikir

    kritis siswa diolah secara statistik. Untuk

    mengetahui perbedaan kemampuan berpikir

    kritis siswa SMA di masing-masingKabupaten/ Kota dilakukan uji anova dua

    jalur.

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    27/95

    Kartimi, Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis23

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Perbandingan hasil tes keterampilan

    berpikir kritis siswa SMA pada konsep

    senyawa hidrokarbon di Kabupaten

    Kuningan berdasarkan peringkat sekolah

    dengan menggunakan alat ukur yang

    dikembangkan dapat dilihat pada tabel

    berikut:

    Tabel 1.Perbandingan hasil tes keteram-pilan berpikir kritis siswa SMA pada konsep

    senyawa hidrokarbon di Kabupaten Kuningan berdasarkan peringkat sekolah

    SMA peringkat atas SMA peringkat

    menengah

    SMA peringkat bawah

    Minimum 27,00 19,00 23,00

    Maksimum 49,00 50,00 68,00

    Rata-Rata 38,70 32,98 33,50

    Berdasarkan tabel 1 data hasil tes

    keterampilan berpikir kritis menunjukkan

    bahwa rata-rata keterampilan berpikir kritis

    siswa di SMA peringkat atas di Kabupaten

    Kuningan lebih tinggi dibandingkan SMA

    peringkat menengah. Ketermpilan berpikir

    kritis siswa SMA peringkat menengah di

    Kabupaten Kuningan lebih tinggi dari

    SMA di Kabupaten Majalengka.

    Hasil uji beda berdasarkan

    tingkatan sekolah di wilayah Kabupaten

    Kuningan pada tes keterampilan berpikir

    kritis pada konsep senyawa hidrokarbon

    menggunakan uji anova sebagai berikut:

    Tabel 2. Hasil uji anova senyawahidrokarbon

    Sum of Squares df Mean Square F Sig.

    Between Groups 928.983 2 464.491 11.901 .000

    Within Groups 4019.921 103 39.028

    Total 4948.904 105

    Pada tabel 2 di atas berdasarkan uji

    anova untuk tes hidrokarbon diatas diper-

    oleh nilai signifikansi 0.000. Jika diambil

    nilai = 0.5, maka Ho ditolak. Hal ini

    berarti terdapat perbedaan kemampuanberpikir kritis siswaSMA diantara ting-

    katan sekolah di wilayah Kuningan.

    Berdasarkan tabel 3 uji LSD,

    diperoleh informasi sebagai berikut :

    a. Siswa yang berasal dari sekolah

    tinggi berbeda keterampilan

    berpikir kritisnya dengan siswa

    yang berasal dari sekolah sedang,

    dan siswa yang berasal dari sekolah

    tinggi lebih baik keterampilanberpikir kritisnya.

    b. Siswa yang berasal dari sekolah

    tinggi berbeda keterampilan

    berpikir kritisnya dengan siswa

    yang berasal dari sekolah bawah,

    dan siswa dari sekolah tinggi lebihbaik dari siswa sekolah bawah.

    c. Siswa yang berasal dari sekolah

    sedang tidak berbeda keterampilan

    berpikir kritisnya dengan siswa

    yang berasal dari sekolah bawah.

    Hasil uji LSD (Least Square Dif-

    ferent) tersebut adalah sebagai berikut :

  • 7/23/2019 Jurnal PMIPA

    28/95

    24Jurnal Pendidikan MI PA, Volume 13, Nomor 1, April 2012

    Tabel 3. Multiple Comparisons Hidrokarbon LSD

    (I) WilayahKuningan

    (J) WilayahKuningan

    MeanDifference (I-J)

    Std.Error Sig.

    95% Confidence

    Interval

    LowerBound

    UpperBo