kedamaian dalam beragama

2
7/23/2019 Kedamaian Dalam Beragama http://slidepdf.com/reader/full/kedamaian-dalam-beragama 1/2 Kedamaian dalam Beragama  Jum'at, 23 Oktober 2015  01:35 WIB KONFLIK dan kekerasan atas nama agama semakin terus terjadi di Indonesia. Tampaknya hidup damai dalam setiap pemeluk agama semakin terusik seiring maraknya aksi pembakaran tempat ibadah, dua bangunan gereja di Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, dibakar oleh sekelompok orang, gereja HKI dan satu gereja Katolik (13/6). Pemerintah, dalam hal ini aparat kepolisian sudah seharusnya memberikan perlindungan dan keamanan terhadap umat beragama lainnya. Di Indonesia yang kita kenal sebagai negara yang demokratis, pluralis, dan multireligius. Sudahnya seharusnya perbedaan aliran kepercayaan yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu ditaati oleh warga Indonesia. Karena itu, kebebasan beragama harus diimplementasikan oleh setiap pemeluk agama dan pemerintah. Prof Tore Lindholm, dalam karyanya Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh? (2010), menyatakan bahwa hak-hak asasi manusia dan kebebasan dalam beragama itu pada hakikatnya ada delapan hal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Pusat. Pertama, kebebasan internal, yakni hak ini mencakup kebebasan untuk setiap orang memilki, menganut, mempertahankan atau pindah agama atau keyakinan. Kedua, kebebasan eksternal, yakni setiap orang berhak untuk menjalankan agama atau kepercayaanya dalam kegiatan pengajaran, pengamalan ibadah. Ketiga, tanpa paksa yakni tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasanya untuk menganut dan menetapkan pilihan agamanya. Keempat, tanpa diskriminasi, negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin hak kebebasan beragama tanpa pembedaan diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama atau keyakinananya. Kelima, hak orang tua dan wali, negara berkewajiban untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak sesuai dengan keyakinan mereka. Keenam, kebebasan korparat dan kedudukan hukum, yakni komunitas keagamaan sendiri mempunyai kebebasan beragama atau berkeyakinan, termasuk hak otonomi dalam urusan mereka sendiri. Ketujuh, pembatasan yang diperbolehkan terhadap kebebasan eksternal: Kebebasan memanifestasikan agama atau keyakinan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum. Kedelapan, tidak dapat dikurangi, negara tidak boleh mengurangi hak kebebasan beragama atau berkeyakinan, bahkan dalam keadaan darurat publik. Kebebasan beragama juga sedikit dijelaskan dalam Deklarasi universal 1948 tentang HAM (Universal Declaration). Dalam Pasal 18, deklarasi ini sangat memengaruhi kovenan 1966 tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya. Kovenan 1966 tentang hak sipil dan politik, perjanjian regional dan deklarasi tentang penghapusan bentuk intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan (Deklarasi 1981). Pasal ini berbunyi, “Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, hak meliputi kebebasan untuk mengubah agama atau kepercayaannya dan kebebasan-baik sendiri atau dalam bersama dengan orang lain, baik secara publik maupu pribadi-untuk memanifestasikan agama atau

Upload: ibeng

Post on 18-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kedamaian Dalam Beragama

7/23/2019 Kedamaian Dalam Beragama

http://slidepdf.com/reader/full/kedamaian-dalam-beragama 1/2

Kedamaian dalam Beragama Jum'at, 23 Oktober 2015  01:35 WIB

KONFLIK dan kekerasan atas nama agama semakin terus terjadi di Indonesia. Tampaknya hidup damai dalam

setiap pemeluk agama semakin terusik seiring maraknya aksi pembakaran tempat ibadah, dua bangunan

gereja di Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, dibakar oleh

sekelompok orang, gereja HKI dan satu gereja Katolik (13/6).

Pemerintah, dalam hal ini aparat kepolisian sudah seharusnya memberikan perlindungan dan keamanan

terhadap umat beragama lainnya. Di Indonesia yang kita kenal sebagai negara yang demokratis, pluralis, dan

multireligius. Sudahnya seharusnya perbedaan aliran kepercayaan yang tertuang dalam Undang-UndangDasar 1945 itu ditaati oleh warga Indonesia. Karena itu, kebebasan beragama harus diimplementasikan oleh

setiap pemeluk agama dan pemerintah.

Prof Tore Lindholm, dalam karyanya Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh? (2010),

menyatakan bahwa hak-hak asasi manusia dan kebebasan dalam beragama itu pada hakikatnya ada delapan

hal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Pusat. Pertama, kebebasan internal, yakni hak ini mencakup

kebebasan untuk setiap orang memilki, menganut, mempertahankan atau pindah agama atau keyakinan.

Kedua, kebebasan eksternal, yakni setiap orang berhak untuk menjalankan agama atau kepercayaanya dalamkegiatan pengajaran, pengamalan ibadah. Ketiga, tanpa paksa yakni tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga

terganggu kebebasanya untuk menganut dan menetapkan pilihan agamanya.

Keempat, tanpa diskriminasi, negara berkewajiban untuk menghormati dan menjamin hak kebebasan

beragama tanpa pembedaan diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan agama atau

keyakinananya. Kelima, hak orang tua dan wali, negara berkewajiban untuk menghormati kebebasan orang

tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi

anak-anak sesuai dengan keyakinan mereka.

Keenam, kebebasan korparat dan kedudukan hukum, yakni komunitas keagamaan sendiri mempunyai

kebebasan beragama atau berkeyakinan, termasuk hak otonomi dalam urusan mereka sendiri. Ketujuh,

pembatasan yang diperbolehkan terhadap kebebasan eksternal: Kebebasan memanifestasikan agama atau

keyakinan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan hukum. Kedelapan, tidak dapat dikurangi, negara

tidak boleh mengurangi hak kebebasan beragama atau berkeyakinan, bahkan dalam keadaan darurat publik.

Kebebasan beragama juga sedikit dijelaskan dalam Deklarasi universal 1948 tentang HAM (Universal

Declaration). Dalam Pasal 18, deklarasi ini sangat memengaruhi kovenan 1966 tentang hak ekonomi, sosial,

dan budaya. Kovenan 1966 tentang hak sipil dan politik, perjanjian regional dan deklarasi tentang

penghapusan bentuk intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan (Deklarasi 1981).Pasal ini berbunyi, “Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, hak

meliputi kebebasan untuk mengubah agama atau kepercayaannya dan kebebasan-baik sendiri atau dalam

bersama dengan orang lain, baik secara publik maupu pribadi-untuk memanifestasikan agama atau

Page 2: Kedamaian Dalam Beragama

7/23/2019 Kedamaian Dalam Beragama

http://slidepdf.com/reader/full/kedamaian-dalam-beragama 2/2

kepercayaanya dalam pengajaran, praktek, ibadah, dan ketaatan”.

Karena itu, pemerintah sudah seharusnya memberikan perlindungan keamanan secara ketat terhadap kasus

Ahmadiyah dan umat beragama lainnya agar tidak diserang lagi oleh kelompok tertentu. Setiap umat manusia

di dunia ini memiliki kebebasan beragama dan berkeyakinan yang sudah semestinya dihargai dan ditoleransi.

Agama mana pun tidak pernah mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan kekerasan.

Dengan demikian, pemerintah, terutama aparat kepolisian, lembaga negara yang terkait, sudah seharusnyamampu menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Ahmadiyah dan antarumat beragam, yang bisa saja

terjadi setiap waktu dan bahkan jika bisa aparat pemerintah harus mampu melakukan pencegahan atas

kekerasan yang menimpa umat agama yang lainnya. Maka hal yang perlu dilakukan adalah pemerintah,

lembaga negara terkait, serta aparat kepolisian wajib memberikan perlindungan secara disiplin. Karena ini

terkait dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang mana pemerintah wajib melindunginya sehingga

diharapkannya dengan adanya perlindungan terhadap agama akan mampu menciptakan kerukunan

antarumat beragama dan berkeyakinan.

Kerukunan Beragama

Dengan demikian, kepada seluruh pemuka agama di Indonesia dan masyarakat Indonesia agar selalu

melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama dan menghargai setiap perbedaan keyakinan

agama lainnya. Pada 1972, dilaksanakan dialog antarumat beragama. Dialog itu merupakan suatu forum

dialog antara tokoh-tokoh agama, masyarakat, dan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan sosial-

keagamaan.

H Alamsjah Ratu Perwiranegara sebagai Menteri Agama pada 1978—1984 menetapkan trikerukunan umat

beragama, yaitu tiga prinsip dasar aturan yang bisa dijadikan sebagai landasan toleransi beragama di

Indonesia. Tiga prinsip kerukunan beragama itu adalah Pertama, kerukunan intern umat beragama. Hidup

rukun antarinternal agama sangat dianjurkan. Kedua, kerukunan antarumat beragama. Hidup rukun dan

damai di atas perbedaan keyakinan dan paham keagamaan. Hal ini bagian dari bentuk implementasi dari

pluralisme beragama.

Ketiga, kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah. Hidup rukun dan damai antaragama yang lain

dengan pihak pemerintah untuk mampu saling menghargai dan menyelesaikan persoalan sosial keagamaan

secara damai.

Dengan demikian, pemerintah, instansi negara terkait, harus juga memberikan perlindungan kebebasan

beragama pada setiap pemeluk agama. Dengan tujuan menciptakan toleransi dan kerukunan antarumat

beragama. Hidup rukun dan damai dalam beragama merupakan cita-cita bersama oleh setiap umat beragama

di Indonesia yang harus diwujudkan. Maka dari itu, jiwa-jiwa tolerensi dalam beragama dan berkeyakinan

perlu dikedepankan oleh setiap pemeluk agama agar terhindar dari kekerasan dan konflik sosial keagamaan.

Semoga.

Penulis : Syahrul Kirom, Dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Editor : Ricky Marly

dibaca : 40632 Kali

 

Tweet  

0

 

2Suka Bagikan

Bagikan