mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

Upload: muhammad-firdauz-kamil

Post on 27-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    1/8

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008 207

    Yutu Solihat, Akhyar H. Nasution, Henry Panjaitan

    Departemen Anestesiologi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/

    RSUP Haji Adam Malik, Medan

    Abstrak:Paska-operasi atrial fibrilasi (POAF) merupakan komplikasi yang paling sering dijumpaisetelah tindakan bedah jantung. Penelitian sebelumnya mengungkapkan kejadian POAF antara20-50%. Kejadian POAF meningkat dalam beberapa dekade belakangan ini, hal ini berhubungandengan umur penderita yang menjalani tindakan bedah jantung. Patofisiologi POAF setelahoperasi jantung belum diketahui secara pasti, namun dikatakan bahwa mekanismenya merupakanmultifaktorial.1,2. Tujuan dari tulisan ini adalah menerangkan mengenai faktor resiko,mekanisme, pencegahan serta pengobatannya POAF.Kata kunci:POAF, cardiac surgery

    Abstract: Post operative atrial fibrilation was most common complication after cardiac surgery.From previous research the incidence of POAF is approximately 2050%. The incidence of POAFincrease in this past decade, this related to the patient age who performing cardiac surgery. Thepathophysiology of POAF is still unknown for sure, but it is said that the mechanism ismultifactorial.1-2Keywords: pascaoperasi atrial fibrilasi, operasi jantung

    INSIDENSI DAN DAMPAK KLINISKejadian POAF 30% setelah operasiCABG (coronary artery bypass grafting), 40%setelah operasi pergantian atau perbaikankatub, dan meningkat menjadi 50% bilatindakan kombinasi. Kejadian ini diperkirakanakan meningkat di kemudian hari, oleh karenapopulasi pasien yang menjalani prosedurbedah jantung berusia tua dan kejadian AFberkorelasi kuat dengan umur.1-4

    POAF cenderung muncul dalam 2-4 harisetelah tindakan, dan mencapai puncaknya

    pada hari ke-2 pascaoperasi. Tujuh puluhpersen terjadi sebelum hari keempat dan 94%sebelum akhir hari ke 6 paskah operasi.

    1,2

    Meskipun biasanya dapat ditoleransidengan baik, POAF dapat mengancam jiwa,khususnya bila terjadi pada pasien usia lanjutdan adanya disfungsi ventrikel kiri. POAFtelah dilaporkan sebagai kejadian morbiditasutama, bersamaan dengan peningkatan resikotromboemboli dan stroke, gangguanhemodinamik, disritmia ventrikel, dankomplikasi iatrogenik. Resiko strokeperioperatif 3 kali lebih sering pada POAF.Almassi dkk, menemukan bahwa pada 3855pasien bedah jantung, angka kematian (6% vs

    3%) dan angka kematian dalam 6 bulan (9%vs 4%) pada penderita POAF.1

    Dampak POAF pada lamanya rawat inappenderita memanjang 4.9 hari, denganpengeluaran ekstra U$ 10.000-11.500 diAmerika Serikat. Menurut American HeartAssociation (AHA), pada tahun 2004, dari640.000 pasien bedah jantung, insiden POAFmencapai 30% dan biaya ekstra yang harusdikeluarkan mencapai U$ 2 jutamilyar/tahun.1-3

    FAKTOR RESIKO

    Prediktor utama munculnya POAFadalah pertambahan umur. Mathwe dkkmelaporkan setiap dekade tedapatpeningkatan 75% peluang terjadinya POAF,dan penderita umur 70 tahun ke atasmerupakan resiko tinggi terjadinya AF. Hal inioleh karena pada usia lanjut terjadi prosesdegenerasi dan inflamasi sehingga terjadiperubahan anatomi atrium (dilatasi, fibrosis),yang menyebabkan gangguan elektrofisiologiatrium (pemendekan masa refraktori efektif,dispersi refraktori dan konduksi, abnormalautomatisasi, anisotropik konduksi). Proses

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    2/8

    Tinjauan Pustaka

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008208

    terakhir ini berperan sebagai substratepotensial terjadinya POAF.1-3

    Selain faktor umur, banyak faktor yangtelah diidentifikasikan termasuk: riwayat AF

    sebelumnya, berjenis kelamin pria, penurunanfraksi ejeksi ventrikel kiri, pembesaran atriumkiri, operasi katup jantung, penyakit paruobstruktif kronis, gagal ginjal kronik, diabetesmellitus, dan penyakit jantung rematik.Penelitian terbaru mengatakan, obesitasmerupakan prediktor bebas terjadinya AFonset baru pada populasi umum dan padapenderita yang menjalani operasi jantung.Obesitas merupakan faktor resiko yang kuattimbulnya POAF setelah operasi CABGterutama pada usia di atas 50 tahun, namun

    pada umur lebih muda belum adapenelitiannya. Sindroma metabolikmerupakan faktor independen metabolik satu-satunya terjadinya POAF pada usia muda.1-3

    PATOFISIOLOGI DAN MEKANISME

    Mekanisme yang mendasari terjadinyaPOAF melibatkan banyak faktor, namun tidaksemua faktor dapat diterangkan secara jelas.

    Beberapa mekanisme penyebab antara lainadalah inflamasi perikardial, produksikatekolamin yang berlebihan, ketidak-seimbangan autonomik selama periodepascaoperasi, dan perubahan cairan interstisialyang mengakibatkan perubahan volume,tekanan dan rangsangan neurohumoral.Faktor-faktor ini dapat mengganggu refraktoriatrium dan memperlambat konduksi atrium .Multiple re-entry waveletsakibat dari dispersi(penyebaran) refraktori atrium merupakanmekanisme elektrofisiologis terjadinya POAF. 1-7

    Tetapi, ada satu yang masih menjadipertanyaan, mengapa ada responsupseptibilitas interindivu timbulnya POAF.

    Gambar 1. Pathogeneses POAF

    Pre-disposing factors:-Advanced age

    -Hypertension

    -Obesity

    -Metabolic syndrome

    -Left atrial enlargement

    -Diastolic dysfunction

    -Left vent.hypertrophy

    -Genetic predisposition

    Intraoperative factors:-Surgical atrial injury

    -Atrial ischemia

    -Pulmonary vein vent

    -Venous cannulation

    -Acute volume changes

    -Inflammation

    -Oxidative stress

    Dispersion of atrial refractoriness

    Atrial electrophysiological substrate

    Atrial structural substrate

    Triggers:

    -Atrial premature contractions-Imbalance of autonomic nervous

    system

    -Electrolyte imbalance

    (hypomagnesemia, hypokalemia)

    Multiple re-entry wavelets

    POAF

    Post-operative factors:-Volume overload

    -Increased afterload

    -Hypotension

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    3/8

    Yutu Solihat dkk Atrial Fibrilasi Pascatindakan

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008 209

    Salah satu jawabannya adalah pasien yangmemiliki substrate struktural sebelum operasilebih cenderung terjadi re-entri elektrikalatrium dan lebih mudah terkena gangguan

    fisiologi yang dijumpai pascaoperasi.Penjelasan lain adalah struktural substrate inimerupakan hasil dari prosedur operasi itusendiri. Sangat mungkin gangguan strukturjantung ini akibat insisi atrium atau iskemiaperioperatif yang meningkatkankansuseptibilitas gangguan irama.1,2,5-7

    Aktifasi neurohormonal telah diketahuidapat meningkatkan suseptibilitas terjadinyaPOAF. Peningkatan aktifasi simpatis danaktifasi mengganggu refraktori atrium

    (pemendekan periode refrakter efektifatrium), kemungkinan dapat memberikankonstribusi terjadinya substrat aritmia. Hoquedkk telah melaporkan, pasien POAF denganvariasi RR interval tinggi atau rendah,peningkatan rangsang simpatis atau tonusvagal muncul sebelum onset aritmia.Penemuan ini menduga intervensi yangmengatur baik simpatis dan parasimpatisdapat memberikan keuntungan dalammenekan terjadinya aritmia pascaoperasi.1,2

    Adanya peningkatan proses inflamasimemainkan peranan penting dalampatogenesis POAF. Dua penelitian terbarumenunjukkan inflamasi dapat mengganggukonduksi atrium, memfasilitasi re-entri danmerupakan predisposisi terbentuknya POAF.Extracorporeal circulation yang ditandaidengan adanya respon inflamasi sistemik, jugabertanggungjawab terhadap timbulnya POAF.Juga telah dilaporkan leukositosis, yangbiasanya didapati beberapa hari setelah

    cardiopulmonary bypass, merupakanprediktor bebas terjadinya POAF.1,2,4

    Obesitas berhubungan dengan kebutuhanyang lebih besar atas curah jantung, masaventrikel kiri , ukuran atrium kiri. Semua inijuga merupakan predisposisi timbulnyaPOAF.1

    Selain hal-hal yang telah disebut tadi,mekanisme lain yang juga berhubungandengan terjadinya POAF, antara lain adalah:kelebihan volume, predisposisi genetik yangdiukur dengan adanya variant gene promotorinterleukin-6, gangguan stress oxidatif atrium,dan peningkatan ekspresi dari gap-junctionalprotein connexin 40.

    1

    PENCEGAHAN

    Banyak penelitian mengenai pencegahantimbulnya POAF secara efektif, baik secarafarmakologi maupun nonfarmakologi.Padatahun 2006, telah dipublikasikan guidelinespencegahan dan pengobatan POAF menurutACC/AHA dan ESC.1-7

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    4/8

    Tinjauan Pustaka

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008210

    Tabel 1.

    Adapted from ACC/AHA/ESC 2006 guidelines for the management of AF after cardiac surgeryIndication Class I -Unless contraindicated, treatment with an oral beta-blocker drug to prevent

    POAF is recommended for patients undergiong cardiac surgery

    -Administration of AV nodal blocking agents is recommended to achieve rate

    control in patients who develop POAF

    A

    B

    Indication Class II -Pre-operative administration of amiodarone reduces the incidence of AF in

    patients undergoing cardiac surgery and represents appropiate prophylactic

    therapy for patients at high risk for POAF

    -It is reasonable to restore sinud rhythm by pharmacologic cardioversion with

    ibutilide or direct-current cardioversion in patients develop POAF, as advised

    for nonsurgical patients

    -It is reasonable to administer antiarrhythmic medications in attemp to maintain

    sinus rhythm in patients with recurrent or refractory POAF, as recommended

    for other patients who develop AF

    -It is reasonable to administer antithrombotic medication in patients who

    develop POAF, as recommended for nonsurgical patients

    A

    B

    B

    B

    Indication Class III - Prophylactic administration of sotalol might be considered for patients at risk

    of developing AF after cardiac surgery

    B

    Penyekat beta. Merupakan obat yang palingbanyak diteliti sampai sat ini. Peningkatanaktivitas simpatis yang meningkat padapenderita pascaoperasi jantungmemungkinkan untuk terjadinya POAF.Hampir semua penelitian menunjukkanpenurunan kejadian POAF denganpenggunaan penyekat beta. Suatu metaanalisisyang dilakukan Crystal dkk, menunjukkanpada 28 penelitian dengan penyekat beta(4074 sampel) menunjukkan penurunan

    kejadian POAF. (OR 0.35). Para penelitimenganjurkan untuk tidak menghentikanpemberian penyekat beta sebelum operasijantung.1-7

    Sotalol. Merupakan golongan penghambatbeta yang juga mempunyai efek antiaritmiagolongan III. Banyak studi yang telahmengevaluasi pemberian sotalol sebagaiprofilaksis dalam pencegahan POAF. Bahkandalam penelitian Burgess dkk, ditemukanbahwa sotolol lebih efektif dari penyekat betayang lain, namun efek bradikardi danhipotensinya juga lebih tinggi.1-7

    Amiodarone. Merupakan antiaritmiagolongan III, yang juga memiliki efekmenghambat alpha dan beta adrenergiksehingga menekan stimulasi yang berlebihanpada sistem simpatis. Pemberian amiodaronesekurangnya 1 minggu pre-operatif secarasignifikan mengurangi kejadian POAFdibandingkan dengan plasebo (25% vs 53%).Pada penelitian ARCH (AmiodaroneReduction in Coronary Heart), pemberian

    amiodarone intravena pascaoperasimengurangi kejadian POAF dibandingkanplasebo (35% vs 47%).1-7

    Atrial Pacing. Manfaat atrial pacing untukmencegah POAF didasarkan pada pacing akanmempengaruhi konduksi intra-arterial danarterial refraktori. Ada beberapa mekanismebagaimana pacing atrial dapat mencegahPOAF1-7:1.

    Mereduksi bradikardia-induced dispersionatrial repolarisasi, yang memberikankonstribusi terbentuknya substratelektrofisiologi untuk terjadinya AF

    2. Menekan overdrive atrial, sehingga

    mencegah atrial premature beat dansupraventrikular premature beat, sehinggamencegah terangsangnya AF

    3.

    Pemakaian dual-site arterial pacing akanmerubah bentuk gelombang atrial yangteraktifasi, sehingga mencegahterbentuknys intra-arterial re-entri

    Digoxin. Pemakaian digoxin sebagaipencegahan POAF telah ditinggalkan olehkarena tidak efektif. Metaanalisis terbarumenemukan bahwa pemakaian digoxin pre-operatif tidak efektif menurunkan kejadianPOAF.1-4

    Calcium channel bloker. Pemakaian obat inimengurangi resiko terjadinya supraventriculartakiaritmia. Namun pada beberapa studiditemukan terjadinya peningkatan insidensiAV blok dan sindroma low output, yangberhubungan dengan efek kronotropik daninotropik negatif.1,2,4,7

    Statin. Statin dapat mencegah terjadinyaPOAF pascaoperasi CABG melalui

    mekanisme antiinflamasi. ARMYDA-3(Artovastatin for Reduction of MyocardialDysrhythmia After cardiac surgery)menunjukkan dengan pemberian Artovastatin

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    5/8

    Yutu Solihat dkk Atrial Fibrilasi Pascatindakan

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008 211

    40 mg perhari dimulai pada 7 hari sebelumoperasi jantung elektif dan dilanjutkan setelahpaskah operasi menurunkan nangka kejadianhinga 61%.

    1

    Anti inflamasi. Pada studi yang dilakukanCheruku dkk, pada pasien CABG yangdiberikanya ketorolac 30 mg intravena setiap6 jam sampai kemudian diganti denganibuprofen oral 600 mg setiap 8 jam (bila telahmampu peroral). Hasil penelitianmenunjukkan, AF timbul pada 28.6% padaplasebo berbanding 9.8% pada konvensionalgroup. Mereka menyimpulkan pemberian antiinflamasi nonsteroid efektif dalammenurunkan kejadian AF setelah CABG.Akan tetapi rasio perbandingan antara resiko

    dan keuntungannya untuk pemberianpropilaksis belumlah jelas, karena biladiberikan terutama pada penderita usia lanjutdapat menimbulkan nefrotoksik.1

    Pada penelitian lain pemberianhydrocortisone 100 mg pada pasien apakahoperasi jantung, timbulnya POAF dalam 84jam pertama lebih rendah dibandingkanplasebo (30% vs 48%).1,2

    PENGOBATAN

    Managemen komorbid (misalnyahipoksia) dan koreksi atas ketidakseimbanganelektrolit (khususnya Kalium dan Magnesium)merupakan bagian dari strategi pencegahandan pengobatan POAF. Meskipun POAFdapat bersifat sementara dan umumnya self-limiting, pengobatan diindikasikan padakeadaan

    1-4:

    - Timbulnya simptom- Hemodinamik tidak stabil- Terjadi iskemik atau gagal jantung.

    Penatalaksanaan konvensional meliputi:- Mencegah terjadinya tromboembolik- Mengkontrol respon ventrikel- Mengembalikan dan menjaga agar irama

    sinus.

    Rate control. Periode pascaoperasi biasanyaditandai dengan peningkatan stress adrenergik,sehingga sulit untuk mengkontrol denyutjantung pada POAF. Obat penyekat beta kerjapendek merupakan pilihan utama, khususnyapada penyakit jantung iskemik, namun

    preparat ini relatif kontraindikasi terhadapterhadap pasien dengan asma atau penyakitbrokospasma, gagal jantung, atau AV blok(Tabel 2). Sebagai gantinya dapat diberikannondihydropyridine calcium channel blocker(AV nodal blocking agent). Digoxin kurangefektif diberikan saat tonus adrenergik tinggitetapi dapat digunakan pada gagal jantungkongesti. Amiodarone juga efektif untukmengontrol denyut jantung, pemberian secaraintravena meningkatkan status hemodinamik.1-7

    Rhythm control

    . Pada pasien yangsimptomatik atau respon ventrikel sulitdikontrol, lebih baik menggunakankardioversi. Banyak preparat yang efektifuntuk konversi AF ke irama sinus, termasukamiodarone, procainamide, ibutilide dansotalol.

    1-7

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    6/8

    Tinjauan Pustaka

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008212

    Table 2.Dosage, adventage, and side effects of drugs used for rate control in POAF

    Drugs Adult Dosage Advantage Side Effects

    Digoxin 0.25-1.0 mg IV then 0.125-0.5mg/day IV/PO

    Can be used in HF Nausea, AVB moderateeffect in POAF

    Beta-blocker drugs

    -Esmolol

    - Atenolol

    - Metoprolol

    500 ug/kg over 1min then 0.05-0.2 mg/kg/min1-5 mg IV over 5 min repeat after10 min then 50-100 mg bid PO1-5 mg IV over 2 min then 50-100mg bid PO

    Short acting effect andshort durationRapid onset of ratecontrol(IV)

    Rapid onset of ratecontrol(IV)

    Might worsen CHF; cancause bronchospasm,hypotension; AVB

    Calcium CB- Verapamil

    - Diltiazem

    2.5-10 mg IV over 2 min then 80-120 mg/day bid PO0.25 mg/kg IV over 2 min then 5-15 mg/h IV

    Short acting effect Migh worsen CHF, AVB

    Table 3.Dosage, advantage, and side effects of drugs used for rhythm control in POAF

    Drugs Adult Dosage Advantages Side EffectsAmiodarone 2.5-5 mg/kg IV over 20 min

    then 15 mg/kg or 1.2 g over24 h

    Can be used in patients withsevere LVdysfunction

    Thyroid and hepatic dysfunction,torsades de pointes, pulmonaryfibrosis,photosensitivity,bradycardia

    Procainamide 10-15 mg/kg IV up to 50mg/min

    Therapeutic level quicklyachieved

    Hypotension,fever,accumulates inrenal failure, worsen HF, requires druglevel monitoring

    Ibitulide 1 mg IV over 10 min, canrepeat after 10 min if noefect

    Easy to use Torsades de pointes more frequentthan amiodarone and procainamide

    Electrical cardioversion . Merupakanpenatalaksanaan segera bila dijumpai adanyaketidakstabilan hemodinamik, gagal jantung

    akut, atau iskemik jantung dan digunakansecara elektif setelah timbulnya onset AFyang pertama kali dan telah dilakukan terapidengan obat-obatan namun tidak berhasil

    kembali ke irama sinus. Peletakan paddle dianterior dan posterior lebih baik, dan pasiendiberikan sedasi dengan short-acting

    anesthetic. Digunakan gelombang biphasikdengan energi paling rendah. Yang perludiperhatikan pada POAF adalah timbulnyatromboemboli terutama bila muncul lebih

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    7/8

    Yutu Solihat dkk Atrial Fibrilasi Pascatindakan

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008 213

    dari 48 jam. Untuk kasus nonsurgical,diberikan antikoagulant 3-4 minggu sebelumkardioversi pada AF yang telah berlangsungselama 48 jam. Pada kasus post operatifsebaiknya dilakukan pemeriksaantransoesophageal ekokardiografi untukmengetahui adanya trombus sebelumdilakukan kardioversi. Setelah kardioversi akanterjadi atrial stunning, untuk itudirekomendasikan pemberian antikoagulant 3-4 minggu setelah AF kembali ke irama sinus.1-4,7

    Pencegahan thromboemboli. POAFberkaitan dengan adanya kejadian strokeperioperatif. Pemberian antikoagulant diyakinidapat menurunkan angka kejadian. Namunpemberian antikoagulant pascaoperasi dapatmeningkatkan resiko perdarahan atautamponade jantung. Resiko perdarahan dapatmeningkat dibandingkan keuntungannya

    untuk mencegah stroke terutama padapenderita usia lanjut, hipertensi tidakterkontrol dan dengan riwayat perdarahansebelumnya.1-7

    Belum ada penelitian yang khususmengevaluasi efikasi dan keamananpemakaian antikoagulan pada POAF onsetbaru, yang sering hilang spontan setelah 4-6minggu. Umumnya antikoagulan diberikanpada POAF yang berlangsung > 48 jamdan/atau episode POAF yang sering. TheAmerican College of Chest Physiciansmerekomendasikan pemberian atikoagulanpada penderita resiko tinggi emboli, sepertiadanya riwayat stroke atau TIA (TransientIschemic Attack) dimana timbul AF setelahprosedur pembedahan.Pada penderita sepertiini direkomendasikan pemberian antikoagulansampai 30 hari setelah kembali ke irama sinusnormal.1-7

  • 7/25/2019 mkn-sep2008-41 (12) jkgufdhcgdxgfsd

    8/8

    Tinjauan Pustaka

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 3 September 2008214

    KESIMPULANPOAF setelah operasi jantung merupakan

    komplikasi yang sering terjadi yangmenyebabkan meningkatnya resiko mortalitasdan morbiditas. Pasien dengan resiko tinggi

    terkena stroke dan tromboemboli seringmembutuhkan pengobatan tambahan, dengandemikian akan meningkatkan biaya untukperawatan pascaoperasi. Ada beberapa usahauntuk mencegah terjadinya hal ini. Menurutbukti terbaru obat penyekat beta cukupefektif dan aman digunakan untuk kebanyakanpasien. Amiodarone juga dapat digunakanuntuk pasien-pasien dengan resiko tinggiterjadinya AF.

    Jika POAF ini muncul, disertai denganhemodinamik yang tidak stabil, maka dapat

    segera dilakukan tindakan kardioversielektrikal. Jika hemodinamik stabil, gunakanobat penghambat AV-nodal untuk mencapaidenyut jantung terkontrol. Jika AF tidaksecara spontan berubah ke irama sinus dalam24 jam, gunakan obat antiaritmia kelas III atauIc untuk mengkontrol irama dan berikanantikoagulan secara bersamaan.

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Echahidi N, Pibarot P, Pibarot P,OHara

    G, Mathieu P. Mechanisms, Prevention,and Treatment of Atrial Fibrillation AfterCardiac Surgery. JACC 2008; 51 (8):793-801

    2.

    Palin CA, Kailasam R, Houge CW. AtrialFibrillation After Cardiac Surgery:Pathophysiology and treatment. SeminCardiothorac Vasc Anesh 2004;8: 175-83

    3.

    Fuster V, Ryden EL, Cannom SD,CrijnsHJ, Curtis AB, Morais J et alACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for themanagement of patients with atrialfibrillation: full text. Eurospace 2006; 8:651-745

    4.

    Kay NG, Plumb GN. Rhythm andConduction Disorders:Atrial fibrillation,atrial flutter, and atrial tachycardia.Hursts The Heart 2004;11 (2): 825-54

    5.

    King ED, Dickerson ML, Sack J. AcuteManagement of Atrial Fibrillation: Part I.Rate and Rhythm Control. AmericanFamily Physician 2002; 66 (2): 249-56

    6. Khairy P, Nattel S. New insights into themechanisms and management of atrialfibrillation. JAMC 2002;167 (9): 1012-20

    7. Iqbal BM, Taneja KA, Lip YHG, FlatherM. Clinical Review: Recentdevelopments in atrial fibrillation. BMJ

    2005; 330: 238-43