paper analisa geokimia

46
GEOLOGI MINYAK BUMI ANALISA GEOKIMIA Disusun oleh : Subhan Arif Hector Chaves Wattimena Deni Riano Dedi Indra Darmawan Ari Ardiani Abilio Asimoes Eka Primadewi Fabiola Dos M Neves De Camoes Yohanes Arifin De Sausa Mariana Soares De Deus Emiliano Maria Gusmao De Oliviera Orlando De Carmo Araujo Deodoro Antonio Alexio Da Silva Anibal Antero Soares Fajri Santoso Fahriah Sanusi Rahaningmas Faizal Wahyudinsyah

Upload: subhan-arif

Post on 05-Aug-2015

940 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Analisa Geokimia

GEOLOGI MINYAK BUMI

ANALISA GEOKIMIA

Disusun oleh :

Subhan Arif

Hector Chaves Wattimena

Deni Riano

Dedi Indra Darmawan

Ari Ardiani

Abilio Asimoes

Eka Primadewi

Fabiola Dos M Neves De Camoes

Yohanes Arifin De Sausa

Mariana Soares De Deus

Emiliano Maria Gusmao De Oliviera

Orlando De Carmo Araujo

Deodoro Antonio Alexio Da Silva

Anibal Antero Soares

Fajri

Santoso

Fahriah Sanusi Rahaningmas

Faizal Wahyudinsyah

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Paper Analisa Geokimia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan

makalah yang berjudul “ANALISA GEOKIMIA ” dengan baik. Karena makalah

adalah merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah

‘‘Geologi Minyak Bumi” dalam jurusan teknik geologi. Sehingga tugas ini dapat

menunjang nilai penyusun dalam menyelesaikan study semester IV ini.

Dalam kajian makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan-

kekurangan baik pada teknis kajian maupun materi, mengingat akan kemampuan

yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat

penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam kajian

makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga

kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, yang tidak

dapat penyusun sebutkan namanya satu per satu.

Akhirnya penyusun berharap semoga Tuhan dapat memberikan imbalan

yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat

menjadikan semua bantuan ini sebagai pembelajaran bagi penyusun. Akhir kata,

semoga makaalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Trima kasih.

ii

Page 3: Paper Analisa Geokimia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Petolium Sistem................................................................................ 1

Gambar 2 Profil Geokimia Sumur X Dan Y................................................... 18

Gambar 3. Penentuan tipe kerogen........................................................................ 19

Gambar 4. Plot diagram van Kravelen sampel................................................ 19

Gambar 5. Nilai vitrinite reflectance berbagai kerogen.................................. 21

iii

Page 4: Paper Analisa Geokimia

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Warna Spora......................................................................... 14

Tabel 2. Potensi Batuan Induk Berdasarkan HI (Waples 1985)...................... 17

iv

Page 5: Paper Analisa Geokimia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DARTAR GAMBAR...................................................................................... iii

DAFTAR TABEL........................................................................................... iv

DAFTAR ISI................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

I.2 Rumusan Masalah......................................................................... 3

I.3 Tujuan dan Manfaat....................................................................... 3

I.4 Metode........................................................................................... 4

I.5 Sistematika Kajian......................................................................... 4

BAB II ANALISA GEOKIMIA

II.1 Analisa Jumlah Material Organic Dalam Batuan Induk................ 5

II.2 Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Metode Bissada)................. 10

II.3 Analisa Pantulan Vitrinit............................................................... 12

II.4 Analisa Indeks Warna Spora......................................................... 13

II.5 Identifikasi Kematangan (Metode Pyrolisys)................................ 15

II.6 Metode Evaluasi Type Material Organik...................................... 20

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan .................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 24

v

Page 6: Paper Analisa Geokimia

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Keterdapatan hidrokarbon di suatu lokasi atau wilayah, tergan-tung kepada

beberapa parameter, yang merupakan suatu kesatuan utuh yang dikenal sebagai

petroleum system. Petroleum System merupakan sebuah sistem geologi

terintegrasi yang menghasilkan suatu hidrokarbon baik berupa minyak bumi

maupun gas bumi dan merupakan suatu sistem geologi terintegrasi mengenai

jebakan hidrokarbon dan konsentrasi hidrokarbon itu sendiri.

Gambar 1. Petolium Sistem

Parameter tersebut yaitu :

1. Batuan Induk (Source Rock)

Adalah suatu batuan sedimen yang sedang, akan atau telah menghasilkan

hidrokarbon. Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih

berwarna gelap, kaya akan zat organik dan biasanya diendapkan pada

lingkungan marin. Pembentukannya tergantung pada tiga faktor:

Keberadaan akan bahan organik untuk menghasilkan hidrokarbon

Temperatur yang sesuai

Waktu yang cukup untuk pendewasaan batuan induk

Tekanan dan kandungan bakteria dan katalis

Sedangkan untuk pengindentifikasi dari batuan induk mempunyai kriteria

standar, yaitu:

1

Page 7: Paper Analisa Geokimia

2

a. TOC (Total Organic Carbon)

b. EOM (Extractable Organic Matter)

c. CPI (Carbon Preference Index)

d. CIR (Carbon Isotope Ratio)

e. LOM (Level of thermal Maturity)

2. Batuan Reservoar

Yaitu suatu wadah yang berisii dan jenuh oleh minyak dan gas bumi yang

pada umumnya berupa lapisan batuan yang mempunyai sifat phorus dan

permeable yang tinggii yang terdapat diantara butiran mineral datau dapat

pula di dalam suatu rekahan batuan yang mempunyai porosits rendah.

Batuan reservoar biasanya berupa batuan sedimen, sebagai contoh batupasir,

batupasir kuarsa, batupasir greywacke.

3. Jebakan

Yaitu suatu unsur pembentuk reservoir yang bentuknya sedemikian rupa

sehingga lapisan beserta penutupnya berbentuk konkav ke bawah dan

menyebabkan minyak dan gas bumi berada di bagian teratas reservoir.

Terdapat 3 tipe jebakan minyak bumi, antara lain:

a. Jebakan Struktural

b. Jebakan Startigrafi

c. Jebakan Hidrodinamik

4. Seal Penyekat

Adalah suatu lapisan batuan yang berfungsi untuk menahan pergerakan

hidrokarbon agar tidak masuk ke lapisan lain. Karakteristik utama dari seal

yaitu impermeable, plastic, dan memiliki porositas yang rendah. Batuan seal

biasanya serpih, batugamping atau lapisan garam.

5. Migration

Migrasi primer : Pergerakan hidrokarbon dari batuan induknya menuju

batuan reservoar. Pergerakan dari hidrokarbon yang baru terbentuk keluar dari

batuan induk.

Migrasi Sekunder : pergerakan hidrokarbon menuju batuan reservoar dalam

jebakannya atau daerah akumulasi lainnya.

Page 8: Paper Analisa Geokimia

3

Kelima parameter tersebut saling tergantung satu dengan yang lain agar

suatu daerah atau wilayah terdapat potensi minyak dan atau gas bumi.

Batuan Induk atau source rock adalah batuan sedimen yang sedang, akan

atau telah menghasilkan hidrokarbon.

Batuan reservoir adalah batuan yang porus dan permeabel, berisi minyak,

gas dan atau air formasi.

Trap atau jebakan adalah kondisi geologi tertentu yang memung-kinkan

hidrokarbon dapat terakumulasi secara alami.

Seal atau cap rock atau batuan penyekat adalah batuan yang ber-fungsi

menghalangi minyak dan gas bumi yang sudah terperangkap tidak

bermigrasi ke tempat lain.

Proper time of migration adalah proses perpindahan minyak dan gas bumi

secara alami dari batuan induk ke batuan reservoir.

I.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

Analisa Jumlah Material Organic Dalam Batuan Induk

Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Metode Bissada)

Analisa Pantulan Vitrinit

Analisa Indeks Warna Spora

Identifikasi Kematangan (Metode Pyrolisys)

Metode Evaluasi Type Material Organik

I.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas

geologi minyak bumi pada semester genap ini.

Adapun manfaat pembuatan makalah ini adalah dapat lebih memahami

tentang analisis geokimia pada minyak bumi.

Page 9: Paper Analisa Geokimia

4

I.4 Metode

Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode

studi kepustakaan. Karna data-data yang diambil tidak berdasarkan penelitian.

I.5 Sistematika Kajian

Sistematika dalam kajian makalah ini terbagi dalam tiga bab. Pembagian

kajian dalam makalah ini untuk memudahkan penyusun dalam menyusun hasil

penelaahan terhadap permasalahan yang ada.

Dan sistematika Kajian makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini secara garis besar memuat pendahuluan, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika Kajian.

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

Dalam bab ini akan di bahas mengenai pembahasan dari rumusan

masalah tersebut.

BAB III KESIMPULAN

Dalam bab ini memuat tentang pokok-pokok hasil pembahasan dari bab

II dan III. Uraian kesimpulan akan menjadi jawaban atas masalah yang

sudah dirumuskan.

Page 10: Paper Analisa Geokimia

BAB II

ANALISA GEOKOMIA

Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia

yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi

(John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya jug diartikan minyak dan gas bumi

yang memiliki komposisi kimia berupa Carbon dan Hidrogen. Komposisi

kimia ini dihasilkan dari proses pembusukan (dekomposisi) serta kematangan

termal material organik.

Material organik tersebut berasal dari tumbuh2an dan algae. Material

organik ini ketika mati segera diendapkan. Akibat adanya suhu, tekanan serta

waktu yang cukup, komponen tumbuhan dan algae teralterasi menjadi

minyak, gas dan kerogen. Kerogen dapat dianggap sebagai material padat sisa

tumbuhan. Shale dan Limestone yang mengandung material organik disebut

sebagai source rock karena batuan tersebut merupakan batuan sumber

untukmenghasilkan minyak & gas bumi. Analisis Geokimia dalam dunia

perminyakan tersebut bertujuan untuk :

a. Untuk mengidentifikasi source rock dan menentukan jumlah, tipe, dan

tingkat kematangan material organik

b. Mengevaluasi perkiraan kapan migrasi minyak & gas bumi dari source rock

c. Memprediksi jalur migrasi

d. Korelasi komposisi minyak & gas bumi yang berada di dalam reservoar,

rembesan (seeps) untuk mengetahui keberadaannya.

II.1 Analisa Jumlah Material Organic Dalam Batuan Induk

Jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen

dinyatakan sebagai Karbon Organik Total (TOC). Anlisis ini cukup murah,

sederhana dan cepat. Biasanya memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample

banyak material organik, jumlah yang lebih kecil dari satu g ram cukup.

Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganilis karbon,

Leco Carbo Anlyzer. Dimana tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan membakar

5

Page 11: Paper Analisa Geokimia

6

sample yang berbentuk bubuk, bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi

dengan bantuan oksigen. Semua karbon organik dirubah menjadi karbon dioksida,

yang kemudian diperangkap dalam alat tersebut dan dilepaskan dalam suatu

detector ketika pembakaran sudah usai jumlah karbon organik didalam batuan

karbonat harus dihilangkan dalam sample dengan asam klorida sebelum

pembakaran, karena mineral karbonat juga terurai selama pembakaran dan

menghasilkan karbon dioksida. Sample dengan kandungan TOC rendah biasanya

dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon yang komersial dan karena itu

sample seprti biasanya tidak dianalisis lebih lanjut.

Titik batas didiskualifikasi biasanya tidak merata, tetapi pada umumnya

antara 0,5 dan 1% TOC. Sample yang terpilih, dianalisis lebih lanjut untuk tipe

material organik yang dikandungnya. Jika penentuan TOC ditentukan terhadap

sample inti bor, maka pengambilan sample tersebut didiasarkan pada litologi yang

menarik. Sebelum melakukan penentuan TOC, teknisi harus membuang

kontaminan dan material jatuhan. Jika terdapat lebih dari satu litologi dalam suatu

sample, maka kita harus melakukan pengambilan material tertentu saja.

Pendekatan lain adalah tanpa memilih materialnya dengan harapan agar kita

mendapatkan harga yang mencerminkan keseluruhan sample.

Kekurangan dari cara ini adalah kita secara tidak sadar mencampur

material kaya yang seringkali jumlahnya relatuif sedikit dengan material yang

tidak mengandung material organik (kosong) yang jumlahnya cukup banyak,

sehingga akhirnya memberikan data yang membuat kita menjadi pesimis. Karena

kedua cara tersebut berbeda, maka jika tidak seseorang kan melakukan interpretasi

haruslah mengetahui metode mana yang telah ditempuh agar dapat menghasilkan

interpretasi dengan akurasi tinggi.

Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu  karbon (C), hidrogen (H)

dan oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu

kerogen tipe I, tipe II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984 dalam Killops dan Killops,

2005), yang kemudian dalam penyelidikan selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV

(Waples, 1985). Masing-masing tipe dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram

van Krevelen.

Page 12: Paper Analisa Geokimia

7

Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)

Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi(≥ l,5), dan O/C

rendah (< 0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik yang kaya akan

lipid (misal akumulasi material alga) khususnya senyawa alifatik rantai panjang.

Kandungan hidrogen yang dimiliki oleh tipe kerogen I sangat tinggi, karena memiliki

sedikit gugus lingkar atau struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih

rendah karena terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini

menunjukkan kecenderungan besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair atau

minyak.

Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi maupun

tidak berstruktur. Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran yang relatif halus, kaya

material organik, lumpur anoksik yang terendapkan dengan perlahan-lahan (tenang),

sedikit oksigen, dan terbentuk pada lingkungan air yang dangkal seperti lagoondan

danau.

Kerogen Tipe II (oil and gas prone)

Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi (1,2 – 1,5),

sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 – 0,2). kerogen tipe ini dapat

menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada tingkat kematangan termalnya.

Kerogen tipe II dapat terbentuk dari beberapa sumber yang berbeda – beda yaitu alga

laut, polen dan spora, lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa berasal

dari lemak tanaman. Hal ini terjadi akibat adanya percampuran antara material

organik autochton berupa phytoplankton (dan kemungkinan juga zooplankton dan

bakteri) bersama-sama dengan material allochton yang didominasi oleh material dari

tumbuh-tumbuhan seperti polen dan spora. Percampuran ini menunjukkan adanya

gabungan karakteristik antara kerogen tipe I dan tipe III.

Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi,

sedangkan kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe ini terbentuk

dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe II tersusun oleh senyawa

alifatik rantai sedang (lebih dari C25) dalam jumlah yang cukup besar dan sebagian

besar naftena (rantai siklik). Pada kerogen tipe ini juga sering ditemukan unsur

belerang dalam jumlah yang besar dalam rantai siklik dan kemungkinan juga dalam

ikatan sulfida. Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang secara lebih lanjut

Page 13: Paper Analisa Geokimia

8

dapat dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe II–S dengan persen berat belerang (S)

organik 8 – 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam Killops dan Killops, 2005).

Kerogen Tipe III (gas prone)

Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif rendah (< 1,0)

dan perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan hidrogen yang dimiliki relatif

rendah, karena terdiri dari sistem aromatik yang intensif, sedangkan kandungan

oksigennya tinggi karena terbentuk dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat.

Kerogen Tipe III terutama berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit

mengandung lemak dan zat lilin. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar

untuk membentuk gas (gas prone).

Kerogen Tipe IV (inert)

Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna hitam

dan opak. Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok maseral inertinit

dengan sedikit vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan

hidrokarbon sehingga terkadang kerogen tipe ini dianggap bukan kerogen yang

sebenarnya. Kerogen ini kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah

teroksidasi seluruhnya di permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan

pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya tersusun oleh senyawa aromatik.

Tiga (3) Kesalahan Umum Geologist dalam Evaluasi Source Rock

Seorang geologist sering melakukan evaluasi source rock sebagai bagian dari

rangkaian kegiatan eksplorasi migas. Namun sering dari mereka para geologist -

terutama junior geologist - memiliki pemahaman yang kurang tepat dalam

evaluasi dan interpretasi analisa source rock. Tiga kesalahan umum yang sering

dilakukan geologist dalam evaluasi source rock adalah:

1. High Total Organic Carbon (TOC) dianggap selalu mencerminkan “Good

Source Rock”.

2. Rock eval data dianggap sudah mencerminkan tipe/jenis kerogen dalam source

rock.

3. Data vitrinite reflectance selalu dicerminkan sebagai tingkat kematangan

source rock, atau di-interpretasikan telah terjadi pembentukan hidrokarbon.

Page 14: Paper Analisa Geokimia

9

High Total Organic Carbon (TOC) dianggap mencerminkan “Good Source

Rock” Meskipun sebuah sample batuan dianggap sebagai batuan induk yang baik

(good source rock) serta memiliki nilai TOC yang besar (High TOC), tidak semua

material organik yang terkandung memiliki sifat yang sama. Beberapa material

organik mungkin dapat menghasilkan minyak (oil), beberapa membentuk gas, dan

beberapa lainnya bahkan tidak menghasilkan apapun. (Tissot et al., 1974).

Material organik yang menghasilkan hidrokarbon tidak hanya memiliki

unsur karbon saja, namun haruslah berasosiasi/terikat dengan unsur hidrogen.

Banyak geologist beranggapan sebuah sample yang unsur pembentuknya

didominasi oleh karbon akan dianggap selalu sebagai “Good Source Rock”,

mereka lupa dengan unsur hidrogen juga sebagai pembentuk hidrokarbon.

Kenyataannya adalah makin banyak hidrogen yang terikat dengan karbon justru

akan makin banyak menghasilkan hidrokarbon. Untuk itu kita membutuhkan

sebuah indikator untuk mengetahui jumlah hidrogen yang terkandung dalam suatu

material organik. Indikator kandungan hidrogen dapat diperkirakan secara

langsung melalui beberapa metode diantaranya Rock-Eval pyrolysis. Rock-Eval

pyrolysis dapat memperkirakan kandungan hidrogen dalam suatu material

organik, dikenal sebagai nilai S2. Kombinasi plot antara nilai TOC dan nilai S2

saat ini merupakan metode terbaik dalam mengetahui kualitas material organik

yang berasosiasi dengan seberapa banyak kandungan hidrogen dalam material

organik tersebut. Jadi jika kita memiliki nilai S2 tinggi ( high S2 value ) sudah

pasti mencerminkan batuan induk terbaik (better source rock) yang akan

menghasilkan lebih banyak hidrokarbon.

Contoh kasus

Karakteristik Geokimia Batuan SumberHidrokarbon Formasi Batuasih

Kajian geokimia yang dilakukan pada dua belas percontoh

batulempung Formasi Batuasih di daerah Sukabumi meliputi analisis TOC dan

pirolisis Rock-Eval.

Page 15: Paper Analisa Geokimia

10

Kandungan Material Organik

Di daerah Batuasih, Desa Sekarwangi, sebanyak enam percontoh

batulempung Formasi Batuasih telah dianalisis. Dari lokasi MS 1 Batuasih

dianalisis empat percontoh (BS 02, BS 04, BS 05, dan BS 07), sedang dua

percontoh lagi diambil dari bukit di Kampung Batuasih (BA 02 dan BA 04).

Kadar TOC di lokasi MS 1 berkisar antara 0,65 – 0,70 %, sedang di lokasi bukit

berkisar antara 0,82 - 1,06 %. Kandungan TOC sebesar 0,65 – 1,06 %,

menunjukkan potensi sedang hingga baik untuk membentuk hidrokarbon (Waples,

1985). Untuk lokasi Cibatu dianalisis sebanyak lima percontoh batulempung

Formasi Batuasih. Kadar TOC percontoh tersebut berkisar antara 0,49 - 1,06%.

Angka tersebut menunjukkan satu percontoh berpotensi rendah membentuk

hidrokarbon, sedang empat lainnya menunjukkan potensi sedang hingga baik

untuk membentuk hidrokarbon (Waples, 1985). Percontoh batulempung Formasi

Batuasih yang diambil dari Babakan (BBK 01) mempunyai kandungan TOC

sebesar 1,14 %, menunjukkan potensi baik untuk membentuk hidrokarbon

(Waples, 1985).

II.2 Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Metode Bissada)

Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan

waktu. Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang

rendah dalam waktu yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak

bumi. Mengenai jenis minyak bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat

kematangan panas batuan induk, semakin tinggi tingkat kematangan panas batuan

induk maka akan terbentuk minyak bumi jenis berat, minyak bumi jenis ringan,

kondesat dan pada akhirnya gas.

Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan

dalam proses pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya

dengan lamanya proses pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima

batuan induk, sehingga suatu batuan induk yang terletak pada kedalaman yang

dangkal, pada kondisi temperatur yang rendah dapat mencapai suhu pembentukan

minyak bumi dalam suatu skala waktu tertentu.

Page 16: Paper Analisa Geokimia

11

Dari hasil suatu riset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperatur

pembentukan minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang

berusia lebih muda relatif memerlukan temperatur yang lebih tinggi dalam

pembentukan minyak bumi.

Ada 5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) adalah :

Zona 1 dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat bakteri tidak ada minyak

yang dapat dideteksi kecuali minyak bumi tersebut merupakan zat

pengotor atau hasil suatu migrasi.

Zona 2 merupakan awal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang

terbentuk pada zona ini adalah gas kering basah dan sedikit kondesat.

Adanya pertambahan konsentrasi minyak akan menyebabkan minyak

bumi terus mangalami pengenceran, tetapi belum dapat terbebaskan

dari batuan induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan

terlampaui, proses perlepasan minyak bumi sebagai senyawa yang

telah matang dimulai.

Zona 3 merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi

dari batuan induk. Bentuk utama yang dihasilkan berupa gas dan

minyak bumi. Dengan bertambahnya tingkat pematangan maka

minyak yang berjenis ringan akan terbentuk.

Zona 4 merupakan zona peningkatan pembentukan kondesat gas basah.

Zona 5 merupakan zona teraksir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga

zat organik akan terurai menjadi gas kering (metana) sebagai akibat

karbonisasi. Perubahan yang terjadi sebagai akibat penambahan panas

dan lamanya pemanasan pada kerogen atau batu bara dapat bersifat

kimia dan fisika, seperti yang diuraikan oleh Bissada (1980) sebagai

ber ikut :

a. Daya pantul cahaya daari partikel vitrinit akan meningkat secara

eksponensial.

b. Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.

c. Adanya peningkatan mutu batu bara, dengan kandungan volatile

akan berkurang.

Page 17: Paper Analisa Geokimia

12

d. Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan

hidrokarbon akan berkurang sehingga perbandingan dari atom

oksigen / karbon dan hydrogen / karbon akan menurun dan

akhirnya hanya akan membentuk karbon murni (grafit).

II.3 Analisa Pantulan Vitrinit

Perubahan thermal zat organik mungkin akan dimulai pada kondisi

temperatur sebesara 1000 C. perubahan temperatur yang terjadi dapat

menyebabkan terjadinya proses metamorfasa dan ini akan sangat berpengaruh

pada kondisi zat organik yang terkandung dalam sedimen. Sehingga saat ini

berkembang suatu cara pengidentifikasian pematangan berdasarkan data geokimia

organik yaitu dengan cara analisa pantulan vitrinit.

Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit.

Besarnya pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat

kematangan zat organik, terutama humus yang cenderung membentuk gas dan

merupakan petunjuk tidak langsung untuk sapronel kerogen yang cenderung

membentuk minyak (Cooper, 1977). Kemampuan daya pantul ini merupakan

fungsi temperatur artinya dengan perubahan waktu pemanasan dan temperatur

akan menyebabkan warna vitrinit berubah di bawah sinar pantul.

Cara penganalisaan pantulan vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh

batuan dari kedalaman tertentu diletakkan di atas kaca preparat dan direkatkan

dengan epoxyresin. Kemudian digoskkan dengan kertas korondum kasar sampai

halus dan terakhir fengan menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan

tersebut diuji dalam minyak immersi (indeks bias = 1.516) dengan menggunakan

mikroskop dan suatu micro photomultiplier dan digital voltmeter attachment.

Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap vitrinit berdasarkan suatu standart yang

terbuat dari gelas. Tabel di bawah memperlihatkan hubungan antara nilai pantulan

vitrinit dengan tingkat kematangan hidrokarbon. (Tissot and Welte, 1978).

Vitrinite reflectance adalah indicator kematangan batuan induk yang

paling sering digunakan, dilambangkan dengan Ro (Reflectance in oil). Nilai Ro

untuk mengukur partikel-partikel vitrinite yang ada dalam sampel amat bervariasi.

Page 18: Paper Analisa Geokimia

13

Untuk menjamin kebenaran pengukuran, maka penentuan nilai Ro diperlukan

secara berulang pada sampel yang sama. Bila distribusi dari vitrinite reflectance

adalah bimodal, maka ada kemungkinan telah terjadi reworking.

Skala vitrnite relectance yang telah dikalibrasikan oleh berbagai

parameter kematangan yang lain oleh studi minyak dan gas adalah sebagai

berikut:

Ro < 0.55 belum matang (immature)

0.55 < Ro < 0.8 telah menghasilkan minyak dan gas bumi

0.8 < Ro < 1.0 minyak berubah menjadi gas bumi (zona kondensat gas)

1.0 < Ro < 2.5 dry gas

Vitrinite reflectance adalah indikator kematangan termal yang sangat baik

pada Ro antara 0.7 dan 0.8. Salah satu penggunaan vitrinite reflectance yang juga

penting dalam analisis cekungan (basin analysis) adalah kalibrasi sejarah termal

(thermal history) dan sejarah pengendapan (burial history) dengan tingkat

kematangan pada masa sekarang.

II.4 Analisa Indeks Warna Spora

Tipe I, memiliki rasio atom H/C tinggi dan rasio atom O/C rendah, berasal

dari lingkungan lakustrin/danau, menghasilkan jenis hidrokarbon “waxy oil”

Tipe II, memiliki rasio atom H/C menengah dan rasio atom O/C juga

menengah, berasal dari material autokhton yang diendapkan di lingkungan

marine/laut, dalam kondisi reduksi, menghasilkan jenis hidrokarbon

“naphthenic oil”

Tipe III, memiliki rasio atom H/C rendah dan rasio atom O/C juga tinggi,

berasal dari material terestrial dan/atau material aquatik yang diendapkan

dalam lingkungan dalam kondisi oksidasi, menghasilkan jenis hidrokarbon

“gas”. (Tissot et al., 1974).

Tissot dan Welte, 1984 menambahkan lagi satu tipe kerogen, yaitu:

Tipe IV, memiliki rasio atom H/C sangat rendah dan rasio atom O/C yang

bervariasi, berasal dari material organik hasil alterasi dan/atau hasil oksidasi,

kerogen tipe ini tidak menghasilkan jenis hidrokarbon apapun.

Page 19: Paper Analisa Geokimia

14

Grafik rasio H/C dan O/C plot sering kita kenal sebagai Diagram Van

Krevelen. Diagram Van Krevelen sejatinya berasal dari hasil studi coal macerals,

yang menggambarkan perubahan komposisi tipe kerogen dikaitkan dengan

kematangan (maturity).

Pada dasarnya sangat jarang sebuah source rock mengandung hanya satu

tipe kerogen. Sebagian besar sedimen mengandung dua atau lebih campuran tipe

kerogen (mixed kerogen). Plot data biasanya berada atau masuk ke dalam dua

zona tipe kerogen, misal Tipe I atau Tipe II bercampur dengan Tipe III atau Tipe

I, II, III bercampur dengan Tipe IV. Kemunculan campuran tipe kerogen

umumnya selalu ada dalam ploting nilai H/C dan O/C dalam diagram Van

Krevelen, hal ini akan menyulitkan interpretasi data rock eval secara pasti.

Tabel 1. Standar Warna Spora

Dari tabel di atas maka kita dapat mengetahui bagaimana untuk mengetahui

tingkat kematangan minyak bumi dari warna spora. Indeks warna spora atau

pollen pada analisis minyak bumi berfungsi untuk mengetahui tingkat kematangan

minyak bumi.

Page 20: Paper Analisa Geokimia

15

II.5 Identifikasi Kematangan (Metode Pyrolisys)

Rock-Eval Pyrolisis (REP) adalah analisa komponen hidrokarbon pada

batuan induk dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan

induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan

temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik

bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk

(kerogen) (Espitalie et al., 1977).

Analisis Rock-Eval Pyrolisis menghasilkan beberapa parameter-

parameter: 

a.      S1 (free hydrocarbon)

S1 menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui

proses pemecahan kerogen. nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas

yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal

maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated

hydrocarbon).

b.      S2 (pyrolisable hydrocarbon)

S2 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan

kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan

selama proses pematangan secara alamiah. Nilai S2 menyatakan potensi

material organik dalam batuan yang dapat berubah menjadi petroleum. Harga

S1 dan S2 diukur dalam satuan mg hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock). 

c.       S3

S3 menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan. Jumlah

CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen karena

menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.

d.      Tmax

Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat

digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk. Harga Tmax

yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik.  Kerogen Tipe I

akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi

Page 21: Paper Analisa Geokimia

16

temperatur yang sama. Harga Tmax sebagai indikator kematangan juga

memiliki beberapa keterbatasan lain misalnya tidak dapat digunakan untuk

batuan memiliki TOC rendah (<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga dapat

menunjukkan tingkat kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan

sebenarnya pada batuan induk yang mengandung resinit  yang umum terdapat

dalam batuan induk dengan kerogen tipe II (Peters, 1986).

 Kombinasi parameter – parameter yang dihasilkan oleh Rock-Eval

Pyrolisis  dapat dipergunakan sebagai indikator jenis serta kualitas batuan induk,

antara lain :

a.      Potential Yield (S1 + S2)

Potential Yield (PY) menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan baik

yang berupa komponen volatil (bebas) maupun yang berupa kerogen. Satuan

ini dipakai sebagai penunjuk jumlah total hidrokarbon maksimum yang dapat

dilepaskan selama proses pematangan batuan induk dan jumlah ini

mewakili generation potential batuan induk.

b.      Production Index (PI)

Nilai PI menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas relatif (S1) terhadap jumlah

total hidrokarbon yang hadir (S1 + S2). PI dapat digunakan sebagai indikator

tingkat kematangan batuan induk. PI meningkat karena pemecahan kerogen

sehingga S2 berubah menjadi S1. 

c.       Hydrogen Index (HI) dan Oxygen Index (OI)

HI merupakan hasil dari S2 x 100/TOC dan OI adalah S3 x 100/TOC. Kedua

parameter ini harganya akan berkurang dengan naiknya tingkat kematangan.

Harga HI yang tinggi menunjukkan batuan induk didominasi oleh material

organik yang bersifat oil prone, sedangkan nilai OI tinggi mengindikasikan

dominasi material organik gas prone. Waples (1985) menyatakan nilai HI

dapat digunakan untuk menentukan jenis hidrokarbon utama dan kuantitas

relatif hidrokarbon yang dihasilkan 

Page 22: Paper Analisa Geokimia

17

Tabel 2 Potensi batuan induk berdasarkan HI (Waples 1985)

HI Produk utama Kuantitas relatif

<150 Gas Kecil

150 – 300 Minyak dan gas Kecil

300 – 450 Minyak Sedang

450 – 600 Minyak Banyak

> 600 Minyak Sangat banyak

Penentuan tipe kerogen berdasarkan analisis rock-eval pyrolisis dapat

dilakukan dengan mengeplotkan nilai – nilai HI dan OI pada diagram "pseudo"

van Krevelen, atau dengan menggunakan plot HI – Tmax.

Studi Kasus

Dengan memplot parameter - parameter REP versus kedalaman dengan

dikombinasikan data - data lain (dalam contoh adalah data TOC dan %Ro) dapat

disusun  profil geokimia suatu sumur. Berdasarkan profil tersebut kita dapat

membuat suatu interpretsi mengenai kuantitas, kualitas dan tingkat kematangan

serta perkiraan posisi oil window dan gas window . Berikut adalah contoh profil

geokimia sumur X dan Y di cekungan Sumaetra Tengah. 

Page 23: Paper Analisa Geokimia

18

Gambar 2. Profil Geokimia Sumur X Dan Y Di Cekungan Sumaetra

Tengah.

Contoh Kasus

Penentuan tipe kerogen umumnya menggunakan hasil analisa

pirolisis, analisa elemen atau dengan menggunakan teknik petrografi

organik. Petrografi organik menggunakan sayatan poles yang diamati dibawah

mikroskop binokuler khusus yang memiliki sumber sinar fluoresensi.

Berikut adalah contoh evaluasi tipe kerogen yang Penulis kerjakan pada

sumur - sumur di suatu subcekungan Sumatra Tengah.    Plot HI – OI dalam diagram

"pseudo" van Kravelen menunjukkan bahwa sebagian besar data jatuh pada konjugasi

antara jalur evolusi kerogen Tipe I dan II (pada area tipe kerogen II/III), sebagian

kecil jatuh pada jalur evolusi kerogen tipe III dan 1 data jatuh di dasar grafik yang

menunjukkaninert carbon (kerogen tipe IV). Plot HI – Tmax juga menunjukkan

bahwa secara umum batuan induk memiliki kerogen tipe II sampai III dengan

dominasi kerogen tipe II/III (oil and gas prone), dengan demikian disimpulkan bahwa

batuan induk memiliki kualitas material organik yang mampu menghasilkan minyak

maupun gas. Plot diagram kravelen berdasarkan sampel analisis elemen menunjukkan

batuan induk hal yang senada dengan plot diagram pseudo-kravelen yang berdasarkan

hasil analisa pirolisis. 

Page 24: Paper Analisa Geokimia

19

Gambar 3. Penentuan tipe kerogen Formasi Brown Shale berdasarkan REP (a) plot diagram

"Pseudo" van Kravelen dan (b) Diagram HI – Tmax

Gambar 4. Plot diagram van Kravelen sampel berdasarkan analisis elemen

Page 25: Paper Analisa Geokimia

20

II.6 Metode Evaluasi Type Material Organik

Source Rock, Tipe Kerogen, dan Potensial Hidrokarbon

Source Rock Source rock HC merupakan sedimen berukuran butir halus

(fine grain) yang secara alami sudah menghasilkan, sedang menghasilkan, atau

akan menghasilkan cukup HC membentuk suatu akumulasi minyak dan gas bumi

(Brooks et al. 1987). Shale dan Coal memiliki kandungan organik yang tinggi

dan menjadi hal yang menarik secara ekonomi. Sebaliknya, source rock HC

mengeluarkan hanya sedikit minyak dan gas bumi per unit volume batuan yang

terakumulasi dalam batuan reservoar. Pengawetan material organik tersebut

merupakan suatu fungsi kandungan oksigen, tingkat sedimentasi, dan

intensitas kehidupan bentonik. Menurunnya tingkat oksigenasi dan aktifitas

bentonik menyebabkan meningkatnya tingkat fermentasi metana oleh bakteri.

Akibatnya ada banyak atau sedikit material organik yang tersimpan di dalam

sedimen.

Tipe Kerogen

Ketika terkubur dan dengan bertambahnya temperatur, material

organik mengalami beberapa reaksi geokimia mulai dari biopolymer hingga

geopolymer.

Tingkat sedimentasi yang rendah pada kondisi oksidasi lebih

menghasilkan inertinite, dan sebaliknya pada kondisi anoxic (reduksi) lebih

menghasilkan liptinite yang kaya H. Material organik pada source rock HC

dibagi dalam 2 kelompok :

1. Bitumen : material organik larut yang hanya sedikit menunjukkan total

TOC

2. Kerogen : material organik yang tidak larut yang lebih menjunjukkan total

TOC

Kematangan termal suatu material organik atau kerogen dapat dievaluasi

sehingga informasi kematangan material organik tersebut dapat diinterpretasikan

sebagai ukuran potensial pembentukan minyak dan gas (oil and gas generation).

Page 26: Paper Analisa Geokimia

21

Evaluasi kematangan termal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara

sebagaimana dijelaskan dalam tulisan berikut.

1. Vitrinite reflectance

Kematangan kerogen dapat dinilai dari ukuran vitrinite reflectance, yaitu

ukuran kemampuan kerogen memantulkan cahaya. Vitrinite reflectance

merupakan metode yang cukup akurat, cepat dan sederhana. Sebelum kerogen

dianalisis, sampel harus dipreparasi terlebih dahulu dengan cara dibersihkan

kemudian diselubungi dengan resin dan permukaannya dihaluskan. Pantulan

diukur menggunakan cahaya (546 nm) pada permukaan kerogen kemudian

diamati dengan menggunakan mikroskop fotometer. Jika permukaan resin tidak

dibuat halus akan mengakibatkan pembacaan pantulan tidak akurat.

Semakin matang suatu kerogen maka akan memiliki nilai pantulan

(reflectance, Ro) yang besar. Kerogen pada tahapan diagenesis hanya sedikit

memantulkan cahaya sehingga memiliki nilai Ro di bawah 0,5% (immature).

Ketika struktur kerogen semakin memadat dan teratur dalam proses katagenesis

akan semakin memantulkan cahaya. Untuk kerogen pada proses katagenesis, akan

memiliki kisaran nilai vitrinite reflectance sekitar 0,6 – 1,3% dan mencapai

maksimum pada nilai sekitar 0,8 – 1,0% dimana pembentukan minyak bumi

maksimal. Sedangkan untuk proses metagenesis, memiliki nilai Ro di atas 2% .

Page 27: Paper Analisa Geokimia

22

Gambar 5. Nilai vitrinite reflectance berbagai kerogen dengan tingkat kematangan

yang berbeda-beda

Beberapa keuntungan dari analisis vitrinite reflectance ini antara lain: (a)

telah diterima secara global di seluruh dunia sebagai metode standar, (b)

mencakup evaluasi kematangan dalam rentang yang luas, (c) mudah, murah dan

cepat. Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain: (a) sangat subjektif

(tergantung dari pengamatan analis), (b) vitrinite agak jarang ditemui pada

sedimen laut, (d) kerogen dapat rusak dalam proses preparasi sehingga

mempengaruhi pembacaan reflectance.

2. Analisis elementa

Derajat kematangan termal kerogen dapat dilihat melalui analisis karbon,

hidrogen dan oksigen elemental. Pada proses pematangan termal oksigen

dieliminasi dari kerogen dalam bentuk CO2 dan H2O, hidrogen dalam bentuk

hidrokarbon dan H2O serta karbon dalam bentuk hidrokarbon dan CO2. Kerogen

penghasil minyak memiliki rasio H/C sekitar  1 sampai 1,5 dengan kandungan H

sebesar 6% atau lebih dan rasio O/C antara 0,05 sampai 0,13. Sedangkan untuk

kerogen penghasil gas memiliki rasio H/C di bawah 0,8 dan rasio O/C di bawah

0,1. Kerogen yang berasal dari sedimen dangkal memiliki rasio O/C dan H/C yang

tinggi. Perbandingan elemental ini digunakan untuk membuat hubungan

kematangan termal pada diagram van Krevelen.

Page 28: Paper Analisa Geokimia

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Analisis geokimia pada minyakbumi sangatlah berperan besar di dalam

mengetahui kualitas kematangan minyak bumi dengan menggunakan beberapa

metode analisa seperti :

1. Analisa Jumlah Material Organic Dalam Batuan Induk

2. Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Metode Bissada)

3. Analisa Pantulan Vitrinit

4. Analisa Indeks Warna Spora

5. Identifikasi Kematangan (Metode Pyrolisys)

Kesemua metode analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui:

Untuk mengidentifikasi source rock dan menentukan jumlah, tipe, dan

tingkat kematangan material organik

Mengevaluasi perkiraan kapan migrasi minyak & gas bumi dari source rock

Memprediksi jalur migrasi

Korelasi komposisi minyak & gas bumi yang berada di dalam reservoar,

rembesan (seeps) untuk mengetahui keberadaannya.

23

Page 29: Paper Analisa Geokimia

DAFTAR PUSTAKA

Bissada, K.K., 1985, Geochemical Constraints On Petroleum Generation And

Migration – A Review, Houston Research Centre, Texas, 25p + 17 fig.

Koesoemadinata. 1980. Geologi MInyak dan Gas Bumi Jilid Dua. ITB Bandung.

Praptisih, Katmono, dkk., 2009. Karakteristik Batuan Sumber (Source Rock)

Hidrokarbon pada Formasi Batuasih di daerah Sukabumi, Jawa Barat.

Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 3 September 2009: 167-175. Pusat

Penelitian Geoteknologi LIPI, Jln. Sangkuriang Gedung 70, Bandung

Tissot, B. P., Welte, D. H., Petroleum Formation And Occurrence, New York –

Springer Verlag (1984)

24