pendekatan pembelajaran yuli 1

21
Pendekatan Pembelajaran (Konstruktivisme, Kontekstual,Pr oblem Solving,PMRI) 1. A. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME  1. Pengertian Pendekatan Konstruktivisme  Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana  pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh  pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini bermakna  bahwa pembelajaran merupakan hasil dari usaha pelajar itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru kepada pelajar. Hal tersebut be rarti siswa tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama, dimana guru hanya menuangkan atau mentransfer ilmu kepada siswa tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari siswa itu sendiri. Di dalam kelas konstruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya,  berpikir secara kritis tentang cara terbaik menyelesaikan setiap masalah. Dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anaknya bagaimana menyelesaikan  persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong (encourage) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam men yelesaikan permasalahan. Pada saat siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa (dalam Suherman, 2003) Merrill mengemukakan asumsi-asumsi konstruktivisme adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman; 2. Pembelajaran adalah sebuah interpretasi personal terhadap dunia; 3. Pembelajaran adalah sebuah proses aktif yang di dalamnya makna dikembangkan atas dasar pengalaman; 4. Pertumbuhan konseptual datang dari negosiasi makna, pembagian perspektif ganda, dan  perubahan bagi representasi internal kita melalui pembelajaran kolaboratif; 5. Pembelajaran harus disituasikan dalam seting yang realistis; pengujian harus diintegrasikan dengan tugas dan bukan sebuah aktivitas yang terpisah. Steffe dan Kieren (1995) mengungkapkan beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan menden gar aktivitas serta pembicaraan

Upload: fahmi-al-faris

Post on 12-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pendekatan Pembelajaran (Konstruktivisme,Kontekstual,Problem Solving,PMRI) 1. A. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME1. Pengertian Pendekatan KonstruktivismePendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran merupakan hasil dari usaha pelajar itu sendiri dan bukan hanya ditransfer dari guru kepada pelajar. Hal tersebut berarti siswa tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama, dimana guru hanya menuangkan atau mentransfer ilmu kepada siswa tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari siswa itu sendiri.Di dalam kelas konstruktivisme, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya, berpikir secara kritis tentang cara terbaik menyelesaikan setiap masalah. Dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anaknya bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong (encourage) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Pada saat siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa (dalam Suherman, 2003)Merrill mengemukakan asumsi-asumsi konstruktivisme adalah sebagai berikut:1. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman;2. Pembelajaran adalah sebuah interpretasi personal terhadap dunia;3. Pembelajaran adalah sebuah proses aktif yang di dalamnya makna dikembangkan atas dasar pengalaman;4. Pertumbuhan konseptual datang dari negosiasi makna, pembagian perspektif ganda, dan perubahan bagi representasi internal kita melalui pembelajaran kolaboratif;5. Pembelajaran harus disituasikan dalam seting yang realistis; pengujian harus diintegrasikan dengan tugas dan bukan sebuah aktivitas yang terpisah.Steffe dan Kieren (1995) mengungkapkan beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktivitas serta pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, dan untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.2. Ciri Ciri dan Karakteristik Pendekatan KonstruktivismeDalam konstruktivisme proses pembelajaran senantiasa problem centered approach dimana guru dan siswa terikat dalam pembicaraan yang mempunyai makna matematika. Ciri-ciri tersebutlah yang akan mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. (dalam Suherman, 2003).Menurut Hudojo (dalam Hermayani, 2008), ada tiga ciri yang harus dimunculkan dalam proses pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivisme yaitu sebagai berikut:1. Pembelajar harus terlibat secara aktif dalam belajarnya.2. Pembelajar belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir;3. Informasi baru harus diikutsertakan dengan informasi lama sehingga menyatu dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh pembelajar;4. Orientasi pembelajarannya berdasarkan pemecahan masalah.3. Prinsip Pendekatan Konstruktivisme Prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pembelajaran. Menurut Mohammad (2004:4) prinsip utama dalam pembelajaran konstrutivisme adalah:1) Penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran, yaitu peserta didik belajar melalui interaksi dengan guru atau teman,2) Zona perkembangan terdekat, yaitu belajar konsep yang baik adalah jika konsep itu berada dekat dengan peserta didik,3) Pemagangan kognitif, yaitu peserta didik memperoleh ilmu secara bertahap dalam berinteraksi dengan pakar, dan4) Mediated learning, yaitu diberikan tugas komplek, sulit, dan realita kemudian baru diberi bantuan.Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pendekatan konstruktivisme lebih menekankan keaktifan dan peran serta peserta didik dalam pembelajaran, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator sebagaimana yang dituntut oleh kurikulum.4.Pembelajaran Matematika Dalam Paradigma Konstruktivisme Menurut Hudojo (1998:6) pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivisme adalah membantu siswa membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi dan transformasi dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip itu sehingga terbangun kembali menjadi konsep/prinsip baru. Oleh karena itu, pembelajaran matematika merupakan suatu proses aktif dalam upaya membantu siswa membangun pemahaman.Alexander & Murphy (dalam Kauchack, 1998:9) mengajukan 5 pertanyaan umum tentang belajar dan mengajar yang sejalan dengan pendapat Good & Grophy, yaitu:- Pengetahuan awal siswa mempengaruhi belajarnya- Siswa perlu memikirkan strategi belajarnya- Motivasi berpengaruh kuat pada belajar- Perkembangan dan perbedaan individual mempengaruhi belajar- Kontek sosial di dalam kelas mempengaruhi belajarBerdasarkan karakteristik konstruktivisme dan pernyataan umum tentang belajar mengajar yang disebutkan itu, terdapat kesesuaian yang khas dalam belajar matematika untuk mengorganisasikan dan menstrukturkan pengetahuan. Pertama, adalah karakteristik yang mengatakan bahwa belajar yang baru bergantung pada pemahaman sebelumnya. Hal ini berkenan dengan pengetahuan prasyarat untuk belajar yang terlepas dari sifat struktur matematika itu sendiri.Di dalam belajar matematika, seseorang yang mempelajari konsep B sebelum memahami konsep A atau suatu konsep yang lebih tinggi tingkatannya (higher-order concept) hanya dapat dipahami melalui konsep yang lebih rendah tingkatannya (lower-order concept) (Hudojo, 1990:4). Kedua, adalah pernyataan tentang perkembangan dan perbedaan individual. Siswa pada tahap berpikir konkrit akan kesulitan apabila matematika disajikan dalam bentuk abstrak. Karena itu, memerlukan penyesuaian pembelajaran yang menyajikan sebagai bentuk representasi konsep matematika untuk membantu siswa agar dapat memudahkan belajarnya. Sebagai contoh, konsep tentang perkalian bilangan cacah akan sulit atau mungkin tidak dapat dipahami oleh siswa yang belum memahami penjumlahan, fakta dasar bilangan, fakta dasar penjumlahan, fakta dasar perkalian dan yang lainnya. Sebaliknya, konsep perkalian dapat direprestasikan dari bentuk abstrak-simbolik ke bentuk konkret sebagai penjumlahan berulang untuk memudahkan siswa memahaminya.Kauchack & Eggen (1998:192-193) mengemukakan bahwa pembelajaran untuk memfasilitasi konstruksi pengetahuan memuat 4 aspek penting sebagai berikut.- Pembelajaran berfokus pada penjelasan dan jawaban siswa atas masalah atau pertanyaan.- Penjelasan dan jawaban datang dari siswa- Penjelasan dan jawaban bersumber dari representasi konsep- Guru membantu siswa mengkonstruk pengetahuan dengan mengarahkan interaksi sosial dan menyediakan representasi konsep.Karakteristik lingkungan belajar yang sesuai dengan pandangan konstruktivisme,dikemukakan oleh Indrawati (1999), sebagai berikut:- Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan serta dapat merespon situasi pembelajaran dengan membawa konsepsi awal sebelumnya.- Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin melibatkan proses aktif siswa dalarnmengkonstruksi pengetahuan yang sering kali melibatkan negosiasi interpersonal.- Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal dan sosial.- Seperti siswa, guru juga membawa konsepsi awal ke dalam situasi pembelajaran, baik mengenai materi pelajaran, dan pandangan mereka tentang pembelajaran.- Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas serta tatanan pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpikir secara ilmiah.-Kurikulum bukanlah sesuatu yang sekedar dipelajari melainkan seperangkat program pembelajaran, materi, sumber, serta pembahasan yang merupakan titik tolak siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan.5. Keuntungan Dan Kelemahan Pembelajaran Dengan Pendekatan KonstruktivismePembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme ini akan memberikan keuntungan kepada siswa, yaitu dapat membiasakan siswa belajar mandiri dalam memecahkan masalah, menciptakan kreativitas untuk belajar sehingga tercipta suasana kelas yang lebih nyaman dan kreatif, terjalinnya kerja sama sesama siswa, dan siswa terlibat langsung dalam melakukan kegiatan, dan dapat menciptakan pembelajaran menjadi lebih bermakna karena timbulnya kebanggaan siswa menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari dan siswa akan bangga dengan hasil temuannya, serta melatih siswa berpikir kritis dan kreatif. Sedangkan kelemahannya adalah siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ahli matematika, hal ini dapat mengakibatkan salah pengertian (miskonsepsi). 1. B. PENDEKATAN KONTEKSTUAL 1. 1. Pengertian Pendekatan KontekstualPembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi, 2003:13).Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan ide atau gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi sebagai penentu kemajuan siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Menurut Zahorik (dalam Mulyasa 2006:219) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu:1. Pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik;2. Pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik;3. Pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik;4. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan menuju bagian-bagiannya secara khusus;5. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, merevisi dan mengembangkan konsep;6. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari;7. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.Pembelajaran kontekstual ini memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan untuk belajar. Kondisi ini akan terwujud, ketika siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara untuk menggapainya.2. Komponen Pendekatan Kontekstual Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni:1. a. Kontruktivisme (Constuctivism)Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.1. b. Bertanya (Questioning)Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai keterampilan berpikir siswa.1. c. Menemukan (Inquiri)Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat sepesrangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam inkuiri terdiri atas siklus yang mempunyai langkah-langkah antara lain:1. Merumuskan masalah,2. Mengumpulkan data melalui observasi, 1. Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya,2. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.3. d. Masyarakat belajar (Learning Community)Masyarakat belajar (learning community), hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antarmereka yang tahu ke mereka yang sebelum tahu. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.1. e. Permodelan (Modeling)Pemodelan (modeling) yaitu dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaiman guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.1. f. Refleksi (Reflection)Refleksi (reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.1. g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)Penilaian yang sebenarnya (authentic assessement), merupakan prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswanya. Assessement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.1. 3. Elemen-elemen dalam pengajaran kontekstualDalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).1. 1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.2. 2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.3. 3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.4. 4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.5. 5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.1. 4. Penyusunan Rencana Pembelajaran Berbasis KontekstualDalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.Pertama, nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar. Kedua, nyatakan tujuan umum pembelajarannya. Ketiga, rincilah media untuk mendukung kegiatan itu. Keempat, buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa. Kelima, nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.1. 5. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.Pertama, kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Kedua, laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic. Ketiga, kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. Keempat, ciptakan masyarakat belajar. Kelima, hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Kelima, lakukan refleksi di akhir pertemuan. Keenam, lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.1. C. PROBLEM SOLVING 1. 1. Pengertian Problem SolvingProblem solvingadalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data daninformasiyang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151).Menurut Hunsaker Pemecahan masalah (problem solving) didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidak sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil hasil yang diinginkan. Sementara menurut MuQodin mengatakan bahwaproblem solvingmerupakan suatu keterampilan yang meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang dicapai dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.. Berdasarkan dari beberapa definisiproblem solvingyang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwaproblem solvingmerupakan suatu keterampilan yang meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi dan mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu tindakan keputusan untuk mencapai sasaran. Terkait dengan pengertian problem solving tadi bila dikaitkan dengan pembelajaran maka mempunyai pengertian sebagai proses pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, dimana problem yang harus diselesaikan tersebut bisa dibuat-buat sendiri oleh pendidik dan ada kalanya fakta nyata yang ada dilingkungan kemudian dipecahkan dalam pembelajaran dikelas dengan berbagai cara dan teknik.IstilahProblemSolvingsering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda pula. TetapiProblemSolvingdalam matematika memiliki kekhasan tersendiri. Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi. Istilah ProblemSolvingdalam pembelajaran matematika, yaitu:(1) ProblemSolvingsebagai tujuan (as a goal),(2) ProblemSolvingsebagai proses (as a process), dan(3) ProblemSolvingsebagai keterampilan dasar (as a basic skill).1. a. ProblemSolvingsebagai tujuanPara pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian pada pendidikan matematika seringkali menetapkanProblemSolvingsebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika. BilaProblemSolvingditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solveProblems) merupakan alasan utama (primary reason) belajar matematika.1. b. ProblemSolvingsebagai prosesPengertian lain tentangProblemSolvingadalah sebagai sebuah proses yang dinamis. Dalam aspek ini,ProblemSolvingdapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika. Sebenarnya, bagaimana seseorang melakukan prosesProblemSolvingdan bagaimana seseorang mengajarkannya tidak sepenuhnya dapat dimengerti. Tetapi usaha untuk membuat dan menguji beberapa teori tentang pemrosesan informasi atau prosesProblemSolvingtelah banyak dilakukan. Dan semua ini memberikan beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam belajarProblemSolving dan aplikasi dalam pengajaran.1. c. ProblemSolvingsebagai keterampilan dasarProblemSolvingsebagai keterampilan dasar (basic skill). Pengertian ProblemSolvingsebagai keterampilan dasar lebih dari sekedar menjawab tentang pertanyaan: apa ituProblemSolving? Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika. Beberapa yang dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, keterampilan aritmetika, keterampilan logika, keterampilan matematika, dan lainnya. Satu lagi yang baik secara implisit maupun eksplisit sering diungkapkan adalah keterampilan ProblemSolving. Beberapa prinsip penting dalamProblemSolvingberkenaan dengan keterampilan ini haruslah dipelajari oleh semua siswa, seperti yang dikemukakan oleh George Polya tahun 1945.1. 2. Karakteristik Problem SolvingKarakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah menurut Taplin adalah sebagai berikut:1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi antara guru dan siswa.2. Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.3. Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaiannya.4. Guru menerima jawaban ya atau tidak dan bukan untuk mengevaluasi.5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.6. Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.7. Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatanproblem solvingdapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah proses sentral dalam matematika.1. 3. Perangkat Pembelajaran Problem SolvingUntuk menerapkan pembelajaran problem solving diperlukan beberapa perangkat terutama1. a. Software (Metode)Setiap pembelajaan seorang guru tidak dilepaskan dari peranan metode, akan tetapi tak semua metode yang guru pakai dapat menghasilkan output yang baik, Dan guru mengajar dengan metode dapat menemukan dan membimbing anak ke arah pemecahan masalah tapi tak semua metode bisa digunakan sebagi prosesproblem solvingpaling tidak metode tersebut mempunyai nilai-nilai sebagai berikut: Keaktifan terhadap peserta didikKarena keaktifan siswa dalam pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengexplorasi pengetahuannya untuk memecahkan masalah serta membangun konsep-konsep yang akan dipelajarinya. Keseluruhan pengalaman belajar ini akan memberikan ketrampilan kepada siswa bagaimana sesungguhnya belajar yang dapat menjadi bekal untuk menjadi pembelajar seumur hidup dan memecahkan masalah dalam proses pembelajaran. KreativitasDengan kekreatisan seorang siswa baik individual maupun kelompok, dituntut untuk menghasilkan penemuan-penemuan sebagai manifestasi dari pemecahan masalah, penting bagi siswa untuk semenjak dini menghasilkan kreasi-kreasi atau belajar mengkreasi sesuatu.Berkreativitasnya siswa dapat menghantarkan daya pikir kritis dalam memecahkan masalah dan tentunya setiap metode harus didukung oleh fasilitas tertentu yang dapat mengarah kepada tercapainya tujuan.Diantara yang paling bermasalah ialah Metode ceramah meruapakan metode klasik yang hanya menggunakan lisan dalam menyampaikan materi, yang dampaknya murid menjadi pasif, tidak gairah dan daya pikir siswa statis. Maka dari itu metode ceramah sangat tidak relevan untuk digunanakan dalam pembelajaranproblem solving, memang setiap metode pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari metode ceramah akan tetapi metode ceramah hanya sebagai fasilitas daya dukung aja dari pada metode yang diterapkan guru dalam pembelajaran.1. b. Hardware Untuk perangkat yang kedua ialah hardware yang terkait dengan teknik pembelajaran, teknik pembelajaran ialah jalan, alat, atau media yang diguanakan oleh guru dalam rangka mendidik muridnya guna mencapai tujuan pembelajaran ( Garlach dan Ely, 1980 ). Aplikasi atau penerapan teknologi pendidikan dalam upaya pemecahan masalah pendidikan dan pembelajaran mempersyaratkan minimal tersedianya hal-hal berikut:a) dukungan teknologi atau infrastruktur,b) penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan content,c) kesiapan Siswa pengguna atau user.Sementara itu pemecahan masalah belajar secara empirik dapat dilakukan dengan berbagai cara, strategi, dan prosedur (Purwanto, 2005:1718). Aplikasi atau penerapan teknologi pendidikan dalam upaya pemecahan masalah pendidikan dan pembelajaran dengan cara:1) Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang ekonomi, manajemen, psikologi, rekayasa, dan lain-lain secara bersistem;2) Memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serempak, dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di antaranya;3) Menggunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar;4) Timbulnya daya lipat atau efek sinergi, di mana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur mempunyai nilai lebih dari sekedar penjumlahan.Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah (Miarso, 2007:78).1. 4. BentukProblem SolvingAda beberapa bentuk dalam problem solving menurut Chang, DZurilla dan Sanna (2004), yaitu a) Rational Problem SolvingSebuah bentuk pembelajaran problem solving yang konstruktif yang didefinisikan seperti rasional, berunding dan aplikasi yang sistematik dalam kemampuan menyelesaikan masalah. Model ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu :1) Identifikasi MasalahProblem solver mencoba mengelompokkan dan mengerti masalah yang dihadapi dengan mengumpulkan banyak spesifikasi dan fakta konkrit tentang kemungkinan masalah, mengidentifikasi permintaan, rintangan dan tujuan yang realistik dalam menyelesaikan masalah.2) Mencari Solusi AlternatifFokus pada tujuan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan mencoba untuk mengidentifikasi banyak solusi yang memungkinkan termasuk yang konvensional.3) Mengambil keputusan Problem solving mengantisipasi terhadap keputusannya dalam solusi yang berbeda, mempertimbangkan, membandingkan dan kemudian memilih yang terbaik atau solusi yang efektif yang paling berpotensial.4) Mengimplementasi Solusi dan PengertianSeseorang harus berhati-hati dalam menerima dan mengevaluasi solusi yang menjadi pilihan setelah mencoba untuk melaksanakan solusi tersebut kedalam situasi masalah dalam kehidupan nyata1. 5. Kelebihan dan Kekurangan Problem Solving Salah satu tujuan pembelajaran ialah untuk menciptakan prodak siswa yang tidak hanya memiliki keahlian koknitif dan afektif saja melainkan seorang siswa juga dituntut untuk cakap dalam mengembangkan psikomotorik, tujuan tersebut tidak dari proses untuk memecahkan masalah, dan didalam memecahkan masalah tersebut haruslah menghadirkan metode. Dan metode yang tepat ialah metodeproblem solving, salah satu metode metode yang menekankan untuk berpikir krisis dan kreatif guna mencapai tujuan, tapi metode tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan.a. Kelebihan Pembelajaran Problem Solving1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.2. Berpikir dan bertindak kreatif.3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. 7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.b. Kelemahan pembelajaran problem solving1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan Pembelajaran ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain3. Pengembangan program membutuhkan biaya tinggi dan waktu yang lama.4. Pengadaan dan pemeliharaan alat mahal .1. D. PENDEKATAN PMRI 1. 1. Sejarah PMRIPendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME), teori pembelajaran yang dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970-an oleh Hans Freudenthal. Sejarahnya PMRI dimulai dari usaha mereformasi pendidikan matematika yang dilakukan oleh Tim PMRI (dimotori oleh Prof. RK Sembiring dkk) sudah dilaksanakan secara resmi mulai tahun 1998, pada saat tim memutuskan untuk mengirim sejumlah dosen pendidikan matematika dari beberapa LPTK di Indonesia untuk mengambil program S3 dalam bidang pendidikan matematika di Belanda.Selanjutnya ujicoba awal PMRI sudah dimulai sejak akhir 2001 di delapan sekolah dasar dan empat madrasah ibtidaiyah. Kemudian, PMRI mulai diterapkan secara serentak mulai kelas satu di Surabaya, Bandung dan Yogyakarta. Setelah berjalan delapan tahun, pada tahun 2009 terdapat 18 LPTK yang terlibat, yaitu 4 LPTK pertama ditambah UNJ (Jakarta), FKIP Unlam Banjarmasin, FKIP Unsri Palembang, FKIP Unsyiah (Banda Aceh), UNP (Padang), Unimed (Medan), UM (Malang), dan UNNES (Semarang), UM (Universitas Negeri Malang), dan Undiksa Singaraja, Bali, UNM Makassar, UIN Jakarta,Patimura Ambon, Unri Pekan Baru, dan Unima Manado. Selain itu juga ada Unismuh, Uiversitas Muhamadiyah Purwokerto dan STKIP PGRI Jombang. Jumlah sekolah yang terlibat, dalam hal ini disebut sekolah mitra LPTK tidak kurang dari 1000 sekolah.Sejarah PMRI bisa dibaca pada buku 10 tahun PMRI di Indonesia ( A decade of PMRI in Indonesia, diterbitkan di Belanda) yang sudah beredar diseluruh dunia.1. 2. Standar Guru PMRI (Standards for a PMRI teacher) 1. Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang matematika dan PMRI serta dapat menerapkannya dalam pembelajaran matematika untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. (A teacher has a repertoire of mathematics and PMRI didactics to develop a rich learning environment).2. Guru memfasilitasi siswa dalam berpikir, berdiskusi, danbernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan kreativitas siswa.(A teacher coaches students to think, discuss, and negotiate to stimulate initiative and creativity).3. Guru mendampingi dan mendorong siswa agar berani mengungkapkan gagasan dan menemukan strategi pemecahan masalah menurut mereka sendiri. (A teacher guides and encourages students to express their ideas and find own Strategies).4. Guru mengelola kelas sedemikian sehingga mendorong siswa bekerja sama dan berdiskusi dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan siswa. (A teacher manages class activities in such a way to support students cooperation and discussion for the purpose of knowledge construction).5. Guru bersama siswa menyarikan (summarize) fakta, konsep, dan prinsip matematika melalui proses refleksi dan konfirmasi. (Teacher together with students summarize mathematics facts, concepts, principlesthrough a process of reflection and confirmation).1. 3. Standar Pembelajaran Menurut PMRI (Standards for a PMRI Lesson) 1. Pembelajaran dapat memenuhi tuntutan ketercapaian standar kompetensi dalam kurikulum. (PMRI lesson fulfill the accomplishment of competences as mentioned in the curriculum).2. Pembelajaran diawali dengan masalah realistik sehingga siswa termotivasi dan terbantu belajar matematika. (PMRI lesson starts with realistic problem to motivate and help students learn mathematics).3. Pembelajaran memberi kesempatan pada siswa mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan berdiskusi sehingga siswa dapat saling belajar dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan. (PMRI lesson giv students opportunities to explore and discuss given problems so that they can learn from each other and to promote mathematics concept construction).4. Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk pengetahuan yang utuh. (PMRI lesson interconnects mathematics concepts to make a meaningful lesson and intertwining of knowledge).5. Pembelajaran diakhiri dengan refleksi dan konfirmasi untuk menyarikan fakta, konsep, dan prinsip matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat pemahaman. (PMRI lesson ends with a confirmation and reflection to summarize learned mathematical facts, concepts, and principles and is followed by exercises to strengthen students understanding). Standar Bahan Ajar PMRI ( Standards for PMRI Teaching Materials)1. Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku. (Teaching materials are in line with curriculum).2. Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika. (Teaching materials use realistic problems to motivate students and to help students learn mathematics).3. Bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang saling terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika yang bermakna dan utuh. (Teaching material intertwine mathematics concepts from different domains to give opportunities for students to learn a meaningful and integrated mathematics).4. Bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa.(Teaching materials contain enrichment materials to accommodate different way and levels of students thinking).5. Bahan ajar dirumuskan/ disajikan sedemikian sehingga mendorong/ memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif serta berinteraksi dalam belajar. (Teaching materials are presented in such a way to encourage students to think critically, creative, innovative and stimulate students interaction and cooperation). Standar Lokakarya PMRI (Standards for a PMRI Workshop)1. Kegiatan lokakarya berorientasi pada proses yang memudahkan peserta memahami konsep PMRI, dan pada produk yang dapat digunakan dalam pembelajaran. (Activities in a workshop are process-oriented that can support the participants to understand PMRI ideas and product-oriented that can be used in school).2. Lokakarya memfasilitasi peserta berpartisipasi aktif dalam membangun pengetahuan dan keterampilan mereka, terkait dengan prinsip PMRI. (A workshop facilitates participants to experience the PMRI characteristic themselves to build their knowledge and skills).3. Materi lokakarya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum, kondisi internal dan eksternal sekolah, dengan tetap memperhatikan prinsip PMRI, untuk meningkatkan adaptabilitas PMRI di sekolah. (Contents of a workshop are in line with curriculum demand, internal and externalcondition of school, and envision an ideal situation in order to enhanceadaptability of PMRI in schoo)l.1. Selama lokakarya peserta melakukan refleksi tentang kaitan antara aktivitas yang dilakukan, konsep matematikanya dan landasan teoritik PMRI. (During a workshop participants reflect on the relation between the activities,mathematical concepts and PMRI theories).2. Lokakarya memberdayakan dan menumbuhkan kepercayaan diri peserta tentang PMRI sehingga dapat menerapkannya secara konsisten di sekolah. (A workshop empowers and builds confidence of the participants to sustain implementation of PMRI in schools). Model pembelajaran PMRIUntuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model tersebut harus mempresentasikan karakteristik PMRI baik pada tujuan, materi, metode, dan evaluasi (Zulkardi dalam Shahnaz, 2002; 2004).1. 1. TujuanDalam mendesain, tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME : lover level, middle level, and high level. Jika pada level awal lebih difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan terakhir menekankan pada ranah afektif dan psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi, justifikasi, dan pembentukan sikap kristis siswa.1. 2. MateriDesain guru open material atau materi terbuka yang didiskusikan dalam realitas, berangkat dari konteks yang berarti; yang membutuhkan; keterkaitan garis pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real secara original seperti pecahan dan persentase; dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan situasi atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa ke penemuan konsep matematika suatu topik.1. 3. AktivitasAtur aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator.1. EvaluasiMateri evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended question yang memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam jawaban atau free productions. Evaluasi harus mencakup formatif atau saat pembelajaran berlangsung dan sumatif, akhir unit atau topik.Pembelajaran matematika menggunakan PMRI di Indonesia mulai diujicobakan pada tahun 2001 di 12 SD termasuk 4 Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) atas permintaan Departemen Agama, bekerjasama dengan 4 LPTK: Universitas Pendidikan Indonesia I(UPI) Bandung, Universitas Sanata Darma (USD) Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).Beberapa penelitian tentang PMRI telah dilaksanakan di Indonesia, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Fauzan (2002) tentang implementasi materi pembelajaran realistik untuk topik luas dan keliling di kelas 4 sekolah dasar (SD) di Surabaya menunjukkan bahwa para guru dan siswa menyukai materi pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI, proses belajar mengajar menjadi lebih baik, dimana siswa lebih aktif dan kreatif, guru tidak lagi menggunakan metode chalk and talk, dan peran guru berubah dari pusat proses belajar mengajar menjadi pembimbing dan narasumber.Disamping itu, Penelitian Armanto (2002) tentang pengembangan alur pembelajaran lokal topik perkalian dan pembagian dengan pendekatan realistik di SD di dua kota yaitu Yogyakarta dan Medan menunjukkan bahwa siswa dapat membangun pemahaman tentang perkalian dan pembagian dengan menggunakan strategi penjumlahan dan pembagian berulang, siswa belajar perkalian dan pembagian secara aktif, dan mendapatkan hasil (menyelesaikan soal) baik secara individu maupun kelompok.Temuan yang sama juga dilaporkan dalam penelitian di Bandung, yaitu siswa-siswa SLTP di sekolah percobaan menunjukkan perubahan sikap yang positif terhadap matematika, hal itu dipandang sebagai permulaan yang baik dalam pengembangan pendidikan matematika di Indonesia (Zulkardi dalam Shahnaz, 2002).Dari beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang sangat membantu untuk pengembangan pemahaman konsep matematika siswa, siswa mampu menemukan sendiri konsep matematika, siswa menjadi lebih aktif dan mampu berinteraksi dengan teman-temannya maupun dengan gurunya, dan guru tidak lagi menjadi pusat belajar mengajar melainkan guru sebagai fasilitator, motivator, moderator dan evaluator. Pembelajaran PMRI diharapkan bisa dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia mengingat dengan pendekatan ini proses pembelajaran semakin bermakna, konteks pembelajarannya tergantung dari sumber daya daerah masing-masing dan siswa tidak lagi terbebani dalam belajar matematika. Karakteristik PMRIPMRI mempunyai lima karakteristik yaitu :1. 1. Menggunakan masalah kontekstualMasalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang diinginkan dapat muncul.1. 2. Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikalPerhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.1. 3. Menggunakan kontribusi siswaKontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode unformal mereka ke arah yang lebih formal atau standar.1. 4. InteraktivitasNegosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.1. 5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnyaPendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah. Prinsip PMRIPrinsip-prinsip PMRI adalah sebagai berikut :1. Guided reinvention and didactical phenomenologyKarena matematika dalam belajar RME adalah sebagai aktivitas manusia maka guided reinvention dapat diartikan bahwa siswa hendaknya dalam belajar matematika harus diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan. Prinsip ini dapat diinspirasikan dengan menggunakan prosedur secara informal. Upaya ini akan tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang berupa fenomena-fenomena yang mengandung konsep matematika dan nyata terhadap kehidupan siswa.1. Progressive mathematizationSituasi yang beriisikan fenomena yang dijadikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkat matematika secara formal. Dalam hal ini dua macam matematisasi haruslah dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara formal. Share this: Twitter Facebook Google Memuat...Bookmark the permalink.Tinggalkan komentar

Post navigation Previous Next Tinggalkan Balasan Top of Form

Bottom of FormPos-pos Terakhir PISA Pendekatan Pembelajaran (Konstruktivisme,Kontekstual,Problem Solving,PMRI) Siswa dan KesulitanBelajar Tes Objektif Manajemen Kepemimpinan Komentar TerakhirArsip November 2013 Oktober 2013 September 2013Kategori Uncategorized Meta Mendaftar Masuk log RSS Entri RSS Komentar WordPress.comBuat website atau blog gratis di WordPress,com. | The Dusk To Dawn Theme. Ikuti Follow Julifa TrianaTop of FormGet every new post delivered to your Inbox.Bottom of FormDitenagai oleh WordPress.com