penilaian kesehatan bank, metode camel & basel ii

Upload: nila-jumiharni

Post on 19-Oct-2015

356 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat kesehatan Bank adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

TRANSCRIPT

30

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKesehatan merupakan hal yang penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya.

Dengan pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia yang antara lain ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermunculan, maka sangat diperlukan suatu pengawasan terhadap bank-bank tersebut. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai banksentral memerlukan suatu kontrol terhadap bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan usaha masing-masing bank.Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanankan oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank dan pihak lainnya.

Kondisi bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi bank. Perubahan eksposur risiko bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi bank secara keseluruhan.

Perkembangan metodologi penilaian kondisi bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.

Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. Sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank. Agar pada waktu yang ditetapkan bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, maka perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam menerapkan sistem tersebut.

Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank oleh Bank Indonesia :

Dasar Hukum I UU No. 10 Thn 1998, Undang-Undang Perbankan.

Dasar Hukum II UU No. 3 Thn 2004, Undang-Undang Bank Sentral.

1.2 Rumusan MasalahMelihat begitu pentingnya suatu kesehatan bank, maka dalam makalah ini penulis akan membahas tentang Analisis Kesehatan Bank dengan Metode CAMELS. Untuk membatasi pembicaraan, maka penulis hanya membahas tentang:1. Apa itu pengertian dan tujuan kesehatan bank ?2. Bagaimanakah Penilaian Tingkat Kesehatan Bank?3. Bagaimana penilaian kesehatan bank dengan metode CAMEL dan Basel II1.3 Tujuan Penulisana. Untuk Mengetahui Definisi Tingkat Kesehatan Bank.b. Untuk Mengetahui Penilaian Tingkat Kesehatan Bank.c. Untuk mengetahui penilaian tingkat kesehatan bank dengan metode CAMEL.d. Untuk mengetahui apa itu Basel II dan pilar-pilarnya.1.4 Manfaat Penulisana. Menambah pengetahuan mengenai penilaian tingkat kesehatan bank. b. Menambah pengetahuan tentang penilaian kesehatan bank dengan metode CAMEL.

c. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Basel II dan pilar-pilarnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tingkat Kesehatan Bank

Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat kesehatan Bank adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Dalam pengertian lain, tingkat kesehatan bank merupakan hasil penelitian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kualitatif setelah mempertimbangkan unsurjudgementyang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan bank dan saat ini Bank Indonesia juga memiliki metode penilaian kesehatan secara keseluruhan baik dari segi kualitatif dan kuantitatif.Budisantoso dan Triandaru (2005:51) mengartikan kesehatan bank sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank di atas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Kegiatan tersebut meliputi :a. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri.b. Kemampuan mengelola dana.c. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain.e. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.Dengan kata lain, tingkat kesehatan bank juga erat kaitannya dengan pemenuhan peraturan perbankan (kepatuhan pada Bank Indonesia).Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan aspek likuiditasnya. Pengertian Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai denganUndangundang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bankdikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usahabank.Dengan semakin meningkatnya kompleksitas dan profil risiko, bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional bank. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha diwaktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank oleh Bank Indonesia.Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.Penilaian tujuan kesehatan Bank adalah untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat.Bagi bank yang sehat agar tetap mempertahankan kesehatannya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati penyakitnya. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan kalau perlu dihentikan kegiatan operasinya.2.2 Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kesehatan bankKesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, karena kegagalan perbankan akan berakibat buruk terhadap perekonomian. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan terdiri dari pihak eksternal dan pihak internal. Pihak internal terdiri dari:a. Pihak manajemen, berkepentingan langsung dan sangat membutuhkan informasi keuangan untuk tujuan pengendalian(controlling), pengorganisasian (coordinating) dan perencanaan(planning)suatu perusahaan.b. Pemilik perusahaan, dengan menganalisis laporan keuangannya pemilik dapat menilai berhasil atau tidaknya manajemen dalam memimpin perusahaan.Pihak eksternal terdiri dari:a. Investor, memerlukan analisis laporan keuangan dalam rangka penentuan kebijakan penanaman modalnya. Bagi investor yang penting adalah tingkat imbalan hasil(return)dari modal yang telah atau akan ditanam dalam suatu perusahaan tersebut.b. Kreditur, merasa berkepentingan terhadap pengembalian/pembayaran kredit yang telah diberikan kepada perusahaan, mereka perlu mengetahui kinerja keuangan jangka pendek (likuiditas) dan profitabilitas dari perusahaan.c. Pemerintah, informasi ini sangat berguna untuk tujuan pajak dan jugaoleh lembaga yang lain seperti Statistik.d. Karyawan, berkepentingan dengan laporan keuangan dari perusahaan tempat mereka bekerja karena sumber penghasilan mereka bergantung pada perusahaan yang bersangkutan.1.3 Penilaian Kesehatan Bank dengan Metode CAMEL

Bank Indonesia menilai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Metode atau cara penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS yaituCapital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity,danSensitivity to Market Risk.Kriteria sensitivity to market riskmerupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL. CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter.Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan faktor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai berikut:Tabel Bobot CAMELNo.Faktor CAMELBobotBank UmumBPR

12345PermodalanKualitas Aktiva ProduktifKualitas ManajemenRentabilitasLikuiditas25%30%25%10%10%30%30%20%10%10%

Perbedaan penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesahatan suatu bank.Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan diatas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:1. Permodalan (Capital)Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.

Pada saat ini, persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp 3 trilyun. Namun, bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri, jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.

Tabel criteria peringkat komponen Permodalan:

RasioPeringkat

CAR 12%1

9% CAR < 12%2

8% CAR < 9%3

6% < CAR < 8%4

CAR 6%5

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku.b. Komposisi permodalan.c. Trend ke depan / proyeksi KPMM.d. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank.e. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan).f. Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha.g. Akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank.2. Kualitas Aset (Assets Quality)Dalam kondisi normal, sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.Dalam menganalisis suatu bank, pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar. Apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk, bisa saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:a. Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap AktivaProduktif (KAP 1) :

Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0. Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.Tabel Kriteria Peringkat Komponen KAP 1RasioPeringkat

KAP1 21

2 < KAP1 3%2

3% < KAP1 6%3

6 < KAP1 9%4

KAP1> 9%5

b. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva

Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :

Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : Untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0. Untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.Tabel Kriteria Peringkat Komponen KAP 2

RasioPeringkat

KAP 110%1

105% KAP2< 110%2

100% KAP2< 105%3

95% KAP2< 100%4

KAP2< 95%5

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:a. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif.b. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.c. Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif.d. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)e. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif.f. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif.g. Dokumentasi aktiva produktif dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.3. Manajemen (Management)Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasioNet Profit Margin(NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba.Net Profit Margindihitung dengan membagiNet Incomeatau laba bersih denganOperating Incomeatau laba usaha.Tabel Kriteria Peringkat Komponen NPMRasioPeringkat

NPM 100%1

81% NPM < 100%2

66% NPM < 81%3

51% NPM < 66%4

NPM < 51%5

Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:a. Manajemen umum.b. Penerapan sistem manajemen risiko.c. Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.4. Rentabilitas (Earning)Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya, maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.

Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :a. Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1).

Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut : Untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0.

Untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.b. Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2).

Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut :

Untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0.

Untuk setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponenReturn on Assets(ROA),Return on Equity(ROE),Net Interest Margin(NIM) atauNet Operating Margin(NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki (Dendawijaya, 2009:118).

Tabel Kriteria Peringkat Komponen ROA

RasioPeringkat

ROA > 1,5%1

1,25% < ROA 1,5%2

0,5% < ROA 1,25%3

0 < ROA 0,5%4

ROA 0%5

ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)

Tabel Kriteria Peringkat Komponen ROE

RasioPeringkat

ROE > 15%1

12,5% < ROE 15%2

5% < ROE 12,5%3

0 < ROE 5%4

ROE 0%5

Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasioNet Operating Margin(NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif.

Tabel Kriteria Peringkat Komponen NIM/NOM

RasioPeringkat

NIM > 3%1

2% < NIM 3%2

1,5% < NIM 2%3

1% < NIM 1,5%4

NIM 1%5

BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.

Tabel Kriteria Peringkat Komponen BOPO

RasioPeringkat

BOPO 94%1

94% < BOPO 95%2

95% < BOPO 96%3

96% < BOPO 97%4

BOPO > 97%5

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :a. Return on Assets (ROA).b. Return on Equity (ROE).c. Net Interest Margin (NIM).d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).e. Perkembangan laba operasional.f. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan.g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.5. Likuiditas (Liquidity)Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu Rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan Rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua macam rasio, yaitu :a. Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :

Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut :

Untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0.

Untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

b. Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank.

Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut :

Untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0.

Untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

Tabel Kriteria Peringkat Komponen LDR

RasioPeringkat

LDR 75%1

75% < LDR 85%2

85% < LDR 100%3

100% < LDR 120%4

LDR > 120%5

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan.b. 1-month maturity mismatch ratio.c. Loan to Deposit Ratio (LDR).d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang.e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti.f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA).g. Kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan stabilitas dana pihak ketiga (DPK).6. Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk)Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:a. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga.b. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar.c. Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.2.1 penilaian Kesehatan Bank Dengan Basel IIBasel IIadalahrekomendasihukumdanketentuan perbankankedua, sebagai penyempurnaanBasel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan untuk membuat ketentuan berapa banyakmodalyang harus disisihkanbanksebagai perlindungan terhadaprisiko keuangandanoperasionalyang mungkin dihadapi bank.Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah yang mungkin timbul sewaktu runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank. Dalam praktiknya, Basel II berupaya mencapai hal ini dengan menyiapkan persyaratanmanajemen risikodan modal yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memilikicadangan modalyang cukup untukrisikoyang dihadapinya karena praktik pemberiankreditdaninvestasiyang dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjagalikuiditasbank tersebut serta stabilitas ekonomi pada umumnya.Framework kecukupan permodalan yang baru --- Basel II --- lebih fleksibel dengan memberikan sejumlah pendekatan yang sensitif terhadap risiko dan insentif bagi penerapan manajemen risiko yang lebih baik. Dalam Basel II, bank diminta untuk mengalokasikan modal yang lebih kecil untuk counterparty yang memiliki peringkat lebih tinggi dan modal yang lebih besar untuk yang lebih berisiko. Framework tersebut disusun dalam tiga pilar yaitu:a. Pilar 1 yang terkait dengan persyaratan modal minimum yang harus disediakan oleh masing-masing bank untuk mengcover eksposur kredit, pasar dan operasional.

b. Pilar 2 khusus terkait dengan proses review dalam rangka pengawasan yang bertujuan untuk memastikan bahwa tingkat permodalan bank mencukupi untuk mengcover risiko bank secara keseluruhan.

c. Pilar 3 terkait dengan disiplin pasar dan rincian mengenai batas minimum untuk pengungkapan kepada publik.2.4.1 Pilar 1A. Definisi Modal

Pilar 1 menetapkan persyaratan modal minimum yang terkait dengan risiko kredit, pasar dan operasional. Dalam Basel II, bank harus menjaga sekurang-kurangnya delapan persen dari modalnya terhadap aset tertimbang menurut risiko. Dalam konteks ini, modal dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:1. Modal Tier 1 yang merupakan modal dasar yaitu saham ditambah saham utama nonkumulatif ditambah cadangan-cadangan dikurangi goodwill.2. Modal Tier 2 terdiri dari nilai revaluasi aset dan cadangan umum maupun instrument modal hybrid dan hutang subordinasi.Kategori modal ketiga, Modal Tier 3, ditambahkan dalam Amandemen Capital Accord tahun 1996 tetapi hanya digunakan untuk memenuhi proporsi persyaratan modal bank untuk risiko pasar. Kategori tersebut terdiri dari instrumen hutang subordinasi jangka pendek dengan karakteristik khusus. Modal dasar harus memenuhi sekurang-kurangnya 50 persen dari permodalan bank. Diikuti dengan modal Tier 2 yang tidak boleh melebihi 50 persen dari permodalan.B. Risiko KreditBasel II memungkinkan lembaga keuangan untuk menghitung risiko kredit untuk memenuhi ketentuan permodalan dengan menggunakan salah satu dari dua cara sebagai berikut:1. Berdasarkan Standardised Approach (SA), bank menggunakan daftar pembobotan risiko dalam penrhitungan risiko kredit dari aset-aset bank. Pembobotan risiko dikaitkan dengan peringkat yang diberikan kepada pemerintah, lembaga keuangan dan perusahaan oleh lembaga pemeringkat eksternal.2. Internal Rating-Based Approach (IRB) mengizinkan bank untuk menggunakan peringkat internal mereka terhadap counterparty dan eksposur yang dimiliki yang memungkinkan pembedaan risiko yang lebih rinci dari berbagai eksposur sehingga menghasilkan tingkat permodalan yang lebih sesuai dengan tingkatan risiko yang dihadapi. Terdapat dua pendekatan dalam IRB, dimana kedua pendekatan tersebut mengacu pada standar pengungkapan dan metodologi yang ketat serta persetujuan pengawas:a. Foundation IRB, bank menghitung probability of default yang terkait dengan masing - masing debitur dan pengawas menyediakan input lainnya seperti loss given default dan exposure at default.b. Advanced IRB --- selain dari PD, bank menambahkan input lainnya seperti exposure at default, loss given default dan jangka waktu. Persyaratan untuk pendekatan ini lebih ketat.

Insentif

Penetapan ketentuan permodalan dirancang untuk mendorong bank berpindah dari standardised approach ke IRB approach dan dari Foundation IRB ke Advanced IRB. Dengan berpindah ke pendekatan yang lebih maju, yang berarti keterkaitan yang lebih akurat antara modal dengan risiko, banyak bank akan mendapatkan pengurangan dari modal yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan. Namun demikian, terdapat kemungkinan bahwa portofolio bank, secara rata -rata, lebih tinggi dan IRB approach mempersyaratkan standar yang lebih tinggi dibandingkan standardised approach.

Komponen Pembobotan Risiko1. Probability of Default adalah kecenderungan bahwa suatu debitur akan default terhadap kewajibannya. Seluruh bank harus menyediakan perhitungan internal mengenai PD dari debiturnya untuk masing-masing kelompok debitur.2. Loss Given Default (LGD) adalah persentase kerugian yang diperkirakan oleh pemberi kredit jika suatu debitur default.3. Exposure at Default (EAD) adalah perkiraan nilai eksposur dari debitur tertentu pada saat terjadi default.4. Maturity (M) adalah jangka waktu efektif (dalam tahun) dari eksposur bank. Kelompok Aset

1. Eksposur Perusahaan, kewajiban hutang dari perusahaan, kerjasama atau kepemilikan. Kelompok eksposur perusahaan dibagi menjadi lima kelompok sub-aset: pembiayaan proyek, pembiayaan objek, pembiayaan komoditas, real estate yang menghasilkan pendapatan dan real estate komersial yang memiliki volatilitas tinggi.2. Eksposur Bank, eksposur kepada bank dan perusahaan sekuritas.3. Eksposur Pemerintah, ekpsosur kepada pemerintah, bank sentral, public sector entities dan MDBs.4. Eksposur Retail, eksposur untuk pinjaman retail, termasuk peinjaman kepada perorangan, usaha kecil, kartu kredit, kredit modal kerja, rumah tinggal dan kredit angsuran. Basel II mengidentifikasi 2 sub-kelompok yaitu: eksposur yang dijamin dengan rumah tinggal, retail dengan kualifikasi tertentu dan kredit retail lainnya.5. Eksposur Ekuitas --- kepemilikan dalam perusahaan, kerjasama dan perusahaan bisnis lainnya.

C. Mitigasi Risiko KreditRisiko kredit dari pemberi pinjaman dimitigasi jika debitur memberikan agunan atau pihak ketiga menjamin kewajiban debitur, ketika ba nk membeli proteksi kredit, sebagai contoh melalui derivatif kredit, dan lain-lain. Basel II memberikan pengakuan yang lebih luas terhadap teknik-teknik mitigasi risiko kredit dibandingkan Accord 1988. Basel II memungkinkan bank untuk mengakui agunan-agunan sebagai berikut:1. Kas2. Surat hutang tertentu yang diterbitkan oleh pemerintah, public sector entities, bank, perusahaan dan perusahaan sekuritas3. Sekuritas ekuitas tertentu yang dapat diperdagangkan4. Reksadana tertentu5. Emas

Sekuritisasi Aset

Sekuritisasi adalah teknik yang digunakan bank untuk antara lain memindahkan risiko dan mendapatkan likuiditas. Dalam bentuk tradisional, aset bank dimasukkan dalam satu kelompok yang selanjutnya dijual dengan menerbitkan sekuritas yang dijamin dengan kelompok aste tersebut. Dalam Basel II, bank harus menerapkan kerangka sekuritisasi dalam menetapkan kebutuhan modal terhadap eksposur yang berasal dari sekutitisasi tradisional dan sintetis atau struktur yang sama yang memuat fitur-fitur tersebut. Bagaimanapun bentuknya, Basel II menekankan bahwa bank harus mengalokasikan modal terhadap berbagai bentuk sekuritisasi.

D. Risiko Pasar

Sejak 1 Januari 1998, perbankan dinegara-negara G 10 dipersyaratkan untuk menyediakan modal untuk mengcover risiko pasar (hal ini mengacu pada amandemen risiko pasar dari Basel Accord). Persyaratan permodalan bank untuk risiko pasar ditetapkan dengan menggunakan dua metode:

a. Standardised approach mengadopsi apa yang disebut pendekatan building bock untuk transaksi yang terkait dengan suku bunga dan instrumenekuitas yang membedakan persyaratan modal (beban modal) untuk risiko spesifik dari riskopasar yang umum.b. Internal model approach yang memungkinkan bank menggunakan metode yang dikembangkannya sendiri yang harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif yang ditetapkan Basel Committee dan mengacu pada persetujuan dari otoritas pengawas. Internal model approach menetapkan beban modal yang lebih tinggi terhadap VaR hari sebelumnya atau rata-rata nilai VaR harian selama 60 hari kerja dikalikan dengan tiga fakto minimum. Bank harus menghitung nilai VaR berdasarkan nilai harian dengan: One-tailed confidence interval sebesar 99% Holding periode minimum selama 10 hari

Periode pengamatan minimum selama satu tahunInternal model yang digunakan bank harus secara akurat mencakup risiko-risiko tertentu yang terkait dengan option dan instrumen seperti option.

E. Risiko Operasional

Risiko operasional didefinisikan oleh Basel Committee sebagai risiko yang baik langsung maupun tidak langsung berasal dari ketidakmampuan atau kegagalan proses internal, orang-orang dan sistem maupun kejadian-kejadian eksternal. Terdapat tiga pendekatan dalam menetapkan beban modal untuk risiko operasional:1. Basic Indicator Apparoach menetapkan beban modal untuk risiko operasional sebesar persentase tertentu (disebut alpha factor) dari gross income yang digunakan sebagai perkiraan terhadap eksposur risiko bank. Dalam pendekatan ini, modal yang harus dialokasikan bank terhadap kerugian yang berasal dari risiko operasional sama dengan persentase tertentu dari rata -rata gross income tahunan selama periode tiga tahun.2. Standardised Approach mempersyaratkan suatu institusi untuk memisahkan kegiatannya menjadi delapan lini bisnis standar, sebagai contoh perbankan retail, pembiayaan korporasi, dan lain-lainnya. Beban modal untuk masing -masing lini bisnis dihitung dengan mengalikan gross income untuk masing-masing lini bisnis tersebut dengan suatu angka (disebut beta) yang ditetapkan untuk masing-masing lini bisnis. Angka beta akan berbeda untuk masing-masing lini bisnis.3. Dalam Advanced Measurement Approach, perhitungan kebutuhan modal akan sama dengan pengukuran risiko yang dihasilkan dari sistem pengukuran risiko operasional yang digunakan secara internal oleh bank. Bank harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif sebagaimana ditetapkan dalam Basel II dan harus disetujui oleh pengawas.

Perhitungan Kebutuhan Modal

Basel II mempersyaratkan bahwa bank harus menyediakan modal sebesar 8% terhadap aset tertimbang menurut risiko.Sebagai contoh, suatu bank memiliki jumlah ATMR sebesar USD10 miliar, beban modal untuk risiko pasar sebesar USD300 juta dan beban modal untuk risiko operasional sebesar USD100 juta. Kebutuhan modal minimum untuk bank tersebut adalah:= (USD 10 miliar + 12,5 x (USD300 juta + USD100 juta) x 8% = USD1,2 miliarHal ini berarti bank tersebut harus menyediakan modal sekurang -kuranganya USD1,2 miliar.2.4.2 Pilar 2A. Proses Review Dalam Rangka Pengawasan

Proses review dalam rangka pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa bank menghitung kecukupan modal mereka dikaitkan dengan keseluruhan risiko yang dihadapi dan pengawas menilai dan mengambil tindakan yang diperlukan guna merespon perhitungan modal yang dilakukan bank. Pengawas dapat meminta bank untuk menyediakan modal melebihi rasio permodalan minimum atau melakukan langkah-langkah perbaikan seperti memperkuat manajemen risiko terkait atau praktek-praktek lainnya. Jika diperlukan rasio yang lebih tinggi, pengawas perlu melakukan intervensi jika modal bank berada dibawah batasan tersebut.Pilar 2 mempersyaratkan bank untuk melakukan stress test guna memperkirakan besarnya kebutuhan modal berdasarkan perhitungan IRB pada kondisi krisis. Hasil dari tes tersebut harus digunakan bank dan pengawas untuk memastikan bahwa bank memiliki permodalan yang mencukupi. Pilar 2 memiliki empat prinsip utama yaitu:1. Bank harus memiliki proses untuk menghitung kecukupan modal secara keseluruhan berdasarkan profil risiko mereka termasuk strategi untuk memelihara tingkat permodalan;2. Pengawas harus mereview dan menevaluasi strategi dan perhitungan kecukupan modal yang dilakukan secara internal oleh bank, dan kemampuan bank untuk memonitor dan memastikan kepatuhan terhadap rasio permodalan yang ditetapkan;3. Pengawas dapat meminta lembaga keuangan untuk beroperasi diatas rasio permodalan yang ditetapkan dan memiliki kemampuan untuk meminta bank menyediakan modal diatas batas minimum;4. Pengawas dapat melakukan intervensi secara dini untuk mencegah menurunnya modal bank dibawah batas minimum dean memastikan bahwa bank melakukan langkah-langkah perbaikan jika tingkat permodalan tidak dijaga atau kembali keposisi semula.2.4.3 Pilar 3A. Pengungkapan Kepada Pasar

Pilar 3 menetapkan persyaratan pengungkapan yang memungkinkan pelaku pasar untuk menilai informasi-informasi utama mengenai cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses pengukuran risiko dan kecukupan modal bank. Dalam beberapa kasus, pengungkapan merupakan criteria khusus dalam Pilar 1 untuk mendapatkan pembobotan risiko yang lebih rendah dan/atau untuk dapat menerapkan metodologi tertentu. Diharapkan akan adanya sanksi langsung karena tidak memnuhi persyaratan pengungkapan tersebut (seperti tidak diizinkan untuk mendapatkan bobot risiko yang lebih rendah atau menggunakan metodologi tertentu). Pilar 3 juga mendiskusikan peranan dari informasi yang bersifat material, frekuensi pengungkapan dan isu mengenai informasi rahasia tau yang bersifat khusus.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanTingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat kesehatan Bank adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Penilaian tujuan kesehatan Bank adalah untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat.Bagi bank yang sehat agar tetap mempertahankan kesehatannya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati penyakitnya. Kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, karena kegagalan perbankan akan berakibat buruk terhadap perekonomian. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan terdiri dari pihak eksternal dan pihak internal.Bank Indonesia menilai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Metode atau cara penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS yaituCapital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity,danSensitivity to Market Risk.Kriteria sensitivity to market riskmerupakan aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL. Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia.Selain dengan menggunakan metode CAMEL/CAMELS tingkat kesehatan bank juga dapat dinilai dengan menggunakan Basel II. Basel IIadalahrekomendasihukumdanketentuan perbankankedua, sebagai penyempurnaanBasel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan untuk membuat ketentuan berapa banyakmodalyang harus disisihkanbanksebagai perlindungan terhadaprisiko keuangandanoperasionalyang mungkin dihadapi bank. Basel II mengusung konsep "tiga pilar" yaitupersyaratan modalminimum (pilar 1), tinjauan pengawasan (pilar 2), serta pengungkapan informasi (pilar 3).DAFTAR PUSTAKA

Ayu Purnama. Sabtu, 15 Desember 2012. Penilaian Kesehatan Bank dengan Analisis CAMELS. http://ayuupurnama.blogspot.com/2012/12/penilaian-kesehatan-bank-dengan.html / Diakses pada 14 Desember 2013.Rubi yanti. Minggu, 26 Mei 2013. Analisis Kesehatan Bank Dengan Metode Camels. http://yantiruby.blogspot.com/2013/05/analisis-kesehatan-bank-dengan-metode.html / Diakses pada 14 Desember 2013.

Bank Indonesia. 21 Mei 2004. Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. http://www.bi.go.id/biweb/utama/peraturan/se-6-23-dpnp.pdf. Diakses pada 14 Desember 2013.

Wikipedia Indonesia. 05 April 2013. Basel II. http://id.wikipedia.org/wiki/Basel_II. /Diakses pada 14 Desember 2013.

Amelia Suciani. 12 Mei 2012. Camels Dalam Perbankan. http://melzdsnih.blogspot.com/2012/05/camels-dalam-perbankan.html /Diakses pada 14 Desember 2013.

http://downloads.ziddu.com/downloadfile/19633861/MAKALAHPERBANKANTKB1.rar.html /Diakses pada 14 Desember 2013.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah mata kuliah Analisis Laporan Keuangan.Seperti yang diketahui Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank. Tujuan penilaian kesehatan Bank adalah untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat.Penilaian tingkat kesehatan bank dapat dilakukan dengan mengunakan metode CAMEL/CAMEL dan Basel II. Untuk itu dalam makalah kali ini penulis akan membahas tentang Penilaian Kesehatan Bank dengan CAMEL dan Basel II.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh masih dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran dari berbagai pihak manapun yang bersifat membangun.

Banjarmasin, 16 Desember 2013

PenulisDAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISIii

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah21.3 Tujuan Penulisan21.4 Makalah Penulisan2BAB II PEMBAHASAN2.1 Definisi Tingkat Kesehatan Bank32.2 Pihak-pihak yang Berkepentingan Terhadap Kesehatan Bank42.3 Penilaian Kesehatan Bank dengan Metode CAMEL52.4 Penilaian Kesehatan Bank dengan Basel II17

2.4.1 Pilar 118

2.4.2 Pilar 2222.4.3 Pilar 323

BAB III PPENUTUP3.1 Kesimpulan24DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH

PENILAIAN KESEHATAN BANK DENGAN

METODE CAMEL DAN BASEL IIDisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Laporan Keuangan

Dosen Pengasuh:

DR. Fifi Swandari, SE., MM.Disusun Oleh:

Nila JumiharniC1B111027KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

KOTA BANJARMASIN

2013

i

ii