polimorfosme mtdna

Upload: soni-andriawan

Post on 25-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    1/11

    TUGAS TERSTRUKTUR

    BREEDING AND EMBRYO MANIPULATION

    Polimorfisme Mt DNA (DNA Mitokondria)

    Oleh :

    SONI ANDRIAWAN

    NIM. 126080112011002

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2015

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    2/11

    I. PENDAHULUAN

    Masalah genetik akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dalam

    hubungannya dengan masalah konservasi. Tolak ukur keberhasilan kegiatankonservasi dapat dilihat dari keanekaragaman genetik yang tinggi, sehingga

    keberadaan organisme secara alami dapat dipertahankan dalam kurun waktu yang

    panjang sehingga kepunahannya dapat dihindari. Dengan demikian factor

    keragaman genetik menjadi indikator kunci yang utama (Soule 1983 ).

    Menurut Frankham et al. (2002) genetika konservasi merupakan salah satu

    dari aplikasi ilmu genetika yang bertujuan mempertahankan spesies sebagai

    identitas dinamis yang memiliki kemampuan untuk mengatasi perubahan

    lingkungan, dengan ruang lingkupnya mencakup manajemen genetika populasi

    berukuran kecil, pemecahan masalah ketidakpastian taksonomi, penentuan unit

    manejemen intraspesifik, dan penggunaan analisis genetik dalam kegiatan

    forensik maupun dalam kajian biologi spesifik.

    Salah satu jenis ikan yang hidup di ekosistem perairan rawa adalah ikan

    betok (A. Testudineus Blok 1792). Ikan betok merupakan jenis ikan yang mampu

    hidup dihampir semua tipe ekosistem perairan, bahkan ia hidup pada perairan

    payau dengan salinitas mencapai 15 ppt (Slamat dan Hanafie, 2007). Ikan betok

    mampu hidup dalam lumpur selama berbulan bulan tanpa mendapatkan

    makanan dengan cara berhibernasi atau tidur sepanjang harinya. Di Kalimantan

    Selatan pada khususnya, ikan betok merupakan jenis ikan yang sangat digemari

    oleh masyarakat, selain rasa dagingnya yang gurih juga harganya tergolong mahal

    yaitu mencapai Rp 50.000 80.000 yang berukuran 5 10 ekor/kg. Karena

    harganya yang tergolong tinggi tersebut, maka jenis ikan ini di buru oleh para

    nelayan sampai mengalami over fishing dan illegal fishing yang dapat

    menyebabkan kerusakan habitat perairan rawa sehingga diperlukan suatu

    konservasi genetik untuk melindungi ikan betok tersebut dari kelangkaan.

    Keragaman genetik merupakan bagian dari keragaman hayati

    (biodiversity) yang memiliki pengertian lebih luas, yakni keragaman structural

    maupun fungsional dari kehidupan pada tingkat komunitas dan ekosistem,

    populasi, spesies dan genetik (Soewardi, 2007). Keragaman genetik juga

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    3/11

    merupakan kunci penting dalam memelihara keberlanjutan dan meningkatkan

    produktivitas dari suatu spesies (Garg et al, 2009).

    Keragaman genetik ikan dapat diidentifikasi dengan melihat karakter

    fenotipe meristiknya yaitu dengan cara menghitung jumlah jari jari sirip yang

    terdapat pada tubuh ikan tersebut. Upaya melihat keragaman polimorfisme

    menggunakan DNA inti atau DNA mitokondria dengan metode PCR (Polymerase

    Chain Reaction) dan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dapat

    dilakukan terhadap populasi ikan betok yang hidup di ekosistem perairan rawa.

    Menurut Shui et al (2008) Tiga karakteristik penting mt-DNA untuk studi

    keragaman genetik diantaranya yaitu : 1) Tingkat evolusinya cepat, berevolusi 5

    10 kali lebih cepat dari DNA inti sel, 2) Menurun secara maternal dan terdapat

    pada sel sitoplasma, 3) Tidak ada segregasi atau rekombinasi. Tipe mutasi

    sederhana yaitu subtitusi basa atau mutasi panjang basa, mutasi terjadi terutama di

    small non coding region, Jadi polimorfisme merupakan penanda genetic netral

    (Wang et al, 2008). Mt-DNA D Loop (Displacement loop) merupakan daerah

    yang mempunyai tingkat polimorfisme tertinggi (Li et al, 2009).

    II. PUSTAKA

    2.1 DNA Mitokondria

    DNA mitokondria merupakan salah satu bentuk DNA yang terdapat di

    dalam sitoplasma. Mitokondria merupakan pusat dari sintesis energi di dalam sel.

    Semua reaksi metabolisme sangat tergantung pada ketersediaan energi. Di dalam

    mitokondria banyak sekali terjadi reaksi metabolisme, sehingga di dalamnya jugabanyak terdapat enzim-enzim yang mempengaruhi proses metabolisme dan

    sebagian enzim itu dikodekan oleh DNA mitokondria (Sutarno, 1999). DNA

    mitokondria banyak dijadikan penanda untuk mengetahui adanya variasi genetik,

    karena selain mudah diekstraksi, DNA mitokondria mempunyai ukuran yang

    relatif kecil sehingga mudah dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh (Shadel

    dan Clayton, 1997). Selain itu DNA mitokondria mempunyai kecepatan mutasi

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    4/11

    sepuluh kali lebih cepat dari DNA inti (Hecht, 1990; Rahman et al., 1993; Brown

    et al., 1979 dalamIshida et al., 1994).

    Polimorfisme pada DNA mitokondria diketahui mempunyai pengaruh

    terhadap fenotipe, seperti keterlibatannya dalam berbagai penyakit degeneratif

    (Wallace et al., 1995; Rahman et al., 1993), proses penuaan (Miquel, 1991;

    Wallace et al., 1995; Linnane et al.,1992) dan sifat-sifat produksi (Lindberg,

    1989; Sutarno et al., 2002; Ron et al., 1993; Schutz et al., 1994; Mannen et

    al.,1998). Penelitian tentang variasi genetik DNA mitokondria sudah banyak

    dilaporkan, tetapi penelitian tentang variasi genetik DNA mitokondria khususnya

    pada fragmen D-loop sapi pedaging di Indonesia masih jarang dilakukan (Sutarno,

    1999).

    Analisis DNA mitokondria telah digunakan secara luas dalam mempelajari

    evolusi, struktur populasi, aliran gen, hibridisasi, biogeografi dan filogeni suatu

    spesies hewan (Moritz et al., 1987). Di samping itu, hal yang mendukung

    penggunaan mtDNA sebagai penanda genetik salah satunya adalah karena

    mtDNA terdapat dalam copyyang tinggi, sehingga memudahkan dalam

    pengisolasian dan purifikasi untuk berbagai keperluan analisa genomnya (Duryadi

    1994). Selain itu, laju evolusinya tinggi (yaitu 10x lebih cepat dibandingkan pada

    DNA inti), diturunkan secara maternal (maternal inheritance) dan mempunyai

    jumlah copytinggi. Basa-basa dari gen mitokondria ini dapat di buat copynya

    dalam jumlah besar dengan mengamplifikasinya melalui Polymerase Chain

    Reaction (PCR).

    2.2 Struktur DNA Mitokondria

    Sekitar 99% dari material genetik organisme eukariot terdapat dalam inti

    dan sisanya 1% terdapat di dalam mitokondria. Mitokondria adalah organel di

    sitoplasma tempat berlangsungnya respirasi. DNA mitokondria mengandung

    sejumlah gen penting untuk respirasi dan fungsi lainnya. Secara fisik mtDNA ini

    terpisah dari DNA lainnya, sehingga relatif lebih mudah untuk mengisolasinya

    (berukuran relatif kecil yaitu hanya 16.000-20.000 pasang basa) dibandingkan jika

    harus mengisolasi milyaran nukleotida dari genom inti (Wallace 1982).

    DNA mitokondria hewan mengandung gen-gen yang mengkodekan 13

    polipeptida yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidasi bersama-sama dengan

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    5/11

    12S dan 16S RNA ribosom dan 22 transfer RNA yang diperlukan untuk ekspresi

    mRNA (Hecht, 1990; Rahman et al., 1993; Eledath dan Hines, 1996; Shadel dan

    Clayton, 1997; Sutarno et al., 2002). Di dalam DNA mitokondria juga terdapat

    fragmen yang tidak mengkodekan protein yang disebut fragmen Displacement-

    loop (D-loop). Menurut Andersson et al. (1982), fragmen D-loop mempunyai

    panjang 1142 bp. Fragmen D-loop ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses

    transkripsi dan replikasi (Ron et al., 1993; Lindberg, 1989). Fragmen D-loop

    berpengaruh terhadap fertilitas pada ternak (Sutarno et al., 2002), produksi susu

    dan prosentase lemak pada susu (Ron et al., 1993; Schutz et al.,1994), dan

    berpengaruh juga pada kesehatan ternak (Schutz et al., 1994).

    Membran luar mengandung sejumlah

    protein transpor (yang disebut porin) dan

    enzim-enzim yang terlibat dalam biosintesis

    lipid dan metabolism mitokondria. Porin ini

    membentuk saluran berukuran relative besar

    pada lapisan bilayer membran luar yang

    memungkinkan lolosnya ion atau molekul

    kecil berukuran 5 kDa atau kurang. Ion atau

    molekul tersebut bebas memasuki ruang

    antar membran namun sebagian besar tidak

    dapat melewati membran dalam yang bersifat impermeabel (Lodish et al.,2000;

    Artika, 2003).

    Keunikan lain dari mtDNA yaitu memiliki laju mutasi yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan DNA inti yaitu laju mutasi menetap gen gen mtDNA 10 -

    17 kali lebih cepat daripada yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif yang dikodeoleh DNA inti (Wallace, 1997).

    2.3 Peranan Konservasi Genetik

    Keanekaragaman yang dimiliki dalam suatu populasi inilah yang

    berpengaruh pada kemampuan adaptasidalam menghadapi perubahan lingkungan

    secara terus menerus. Selain itu berkurangnya populasi suatu spesies juga

    dipengaruhi oleh terfragmentasinya suatu habitat yang akan mendorong terjadinya

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    6/11

    penurunan genetika dalam populasi. Hal ini disebabkan oleh faktor gen flow

    (putusnya aliran gen), inbreedingdan meningkatnya genetic drift antar populasi

    (Frankham et al. 2002).

    Perkembangan teknik molekuler seperti penemuan teknik Polymerase

    Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi untai DNA hingga

    mencapai konsentrasi tertentu, penggunaan untai DNA sebagai marker dalam

    proses PCR, penemuan lokus mikrosatelit dan penemuan metode sekuensing

    DNA telah menyebabkan ilmu genetik molekuler mempunyai pengaruh yang

    sangat besar dalam studi biologi suatu populasi.

    Memahami dan mempertahankan keragaman genetik suatu populasi sangat

    penting dalam konservasi karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat

    membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi

    di lingkungan sekitarnya, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakit

    penyakit yang ada di alam. Sebagai contoh, suatu populasi dengan keragaman

    genetik yang rendah dapat kita umpamakan sebagai suatu kelompok ndividu yang

    saling bersaudara satu sama lain. Sehingga dalam jangka panjang, perkawinan

    yang terjadi di dalam kelompok tersebutakan merupakan perkawinan antar

    saudara (inbreeding). Kejadian inbreeding ini akan menyebabkan penurunan

    kualitas reproduksi dan menyebabkan suatu individu menjadi sensitif terhadap

    patogen. Dengan mengetahui status genetiksuatu populasi, kita dapat merancang

    program konservasi untuk menghindari kepunahan suatu spesies.

    III. METODE

    3.2 Polymerase Chain reaction (PCR)

    Langkah awal untuk menganalisis DNA adalah memecah genom DNA

    menjadi fragmen-fragmen spesifik yang berukuran lebih kecil. Secara alami DNA

    dan protein merupakan suatu molekul polimer yang keberadaannya selalu terkait

    dengan RNA. Sedangkan dalam menganalisis DNA kualitasnya (kemurniannya)

    sangat menentukan untuk proses analisis selanjutnya. DNA murni dengan jumlah

    memadai dapat diperoleh dengan cara mengisolasi DNA memakai prosedur

    tertentu yang telah dijamin hasilnya baik, kemudian mengamplifikasinya memakai

    mesin Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi DNA adalah proses pemisahan

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    7/11

    fragmen DNA target dari material sel yang diekstraksi, sedangkan amplifikasi

    DNA adalah proses perbanyakan atau sintesis sekuen DNA target dari total genom

    DNA. Metode PCR adalah pengganti dari penggunaan clonning untuk

    memperoleh jumlah purifikasi yang lebih tinggi dari bagian spesifik pada DNA

    genom.

    3.2 Ekstraksi dan Pemurnian DNA

    Ekstraksi dan pemurnian DNA genom dilakukan berdasarkan prosedur

    AmershamPharmacial dengan menggunakan kit Genomic PrepTM Celldan Tissue

    Isolation, yaitu melalui tahap penghancuran sel, eliminasi RNA, pengendapan

    protein, pengendapan DNA dan hidrasi DNA. Kualitas dan kuantitas DNA diukur

    dengan elektroforesis agarose 0,8% dengan pewarnaan etidium bromida dan

    mesin kuantifikasi DNA.

    3.3 Karakterisasi Genetik mt-DNA

    Sampel dipilih secara representatif yang dapat mewakili populasi pada

    habitat dengan persyaratan sampel; kondisi badan normal (sirip, sisik, utuh)

    panjang dan beratnya seragam. Metode kerja analisis RFLP (Restriction Fragmen

    Length Polymorphism), dilakukan beberapa tahap untuk mendapatkan data

    polimorfisme fragmen dan situs restriksi yang meliputi ekstraksi mt-DNA,

    amplifikasi (teknik PCR), restriksi serta elektroforesis dan visualisasi (Slamat,

    Thohari dan Soelistyowati, 2011).

    3.4 Ekstraksi mt-DNA

    Ekstraksi mt-DNA terdiri beberapa tahap, yaitu tahap penghancuran sel,

    tahap eliminasi RNA, tahap pengendapan DNA dan tahap hidrasi mt-DNA.

    3.4.1 Amplifikasi mt-DNA Dengan Teknik PCR

    Polymerase Chain Reaction (PCR), secara garis besar terdiri dari tiga

    tahap utama yaitu : 1) tahap denaturasi untuk memisahkan DNA menjadi utas

    tunggal (single strain), 2) tahap annealing merupakan proses penempelan primer

    DNA baru pada utas tunggal yang telah terpisah dan 3) tahap ekstensi yang

    merupakan proses pemanjangan utas DNA baru (Baker dan Birt 2000).

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    8/11

    Amplifikasi sekuens mitokondria Dloop dilakukan dengan metode PCR

    menggunakan primer forward LHI 509 (5- CAT ATT AAA CCC GAA TGA

    TAT TT3) dan reverse FH 1202 (5 - ATA ATA GGG TAT CTA ATC CTA

    GTT T3) (Martin et al., 1992) dengan tahapan sebagai berikut: pre-denaturasi

    pada suhu 94oC selama 2 menit, 33 siklus amplifikasi dengan dengan denaturasi

    pada suhu 94oC selama 1 menit, annealing pada suhu 50oC selama 1 menit, dan

    elongasi 72oC selama 2 menit; serta elongasi akhir pada 72oC selama 7 menit.

    Pemotongan produk PCR dilakukan dengan menggunakan 7 jenis enzim restriksi,

    yaitu Rsa I, Sac I, Msp I, Hae III, Nde II, Alu I dan Hinf I.

    3.4.2 Elektroforesis Sekuen mt-DNA Hasil restriksi

    Elektroforesis berlangsung selama + 30 menit pada tegangan 100 volt,

    pada suhu ruang. Selanjutnya pengamatan pita restriksi pada gel agarose diatas

    lampu ultraviolet, dan didokumentasikan lewat kamera polaroid khusus.

    Analisis variasi DNA dilakukan untuk melihat variasi genetik ikan kerapu

    bebek dari populasi dan kelompok (cohort) umur yang berbeda. Keragaman

    haplotipe (h) dalam suatu populasi dihitung menurut persamaan Nei dan Tajima

    (1981):

    h = 2n (1 - xi2) / (2n1)

    i=1

    Keterangan :

    h = diversitas haplotipe

    n = ukuran sampel

    xi = frekwensi haplotipe sample ke-i

    IV. DISKUSI

    4.1 Keragaman Genetik

    Digesti fragmen mt-DNA D Loop teramplifikasi menggunakan enzim

    restriksi Rsa1, Hae111, Hind111 dan HincVI menunjukkan tipe restriksi

    polimorfik, sedangkan digesti menggunakan enzim restriksi Mbo1 menghasilkan

    tipe restriksi monomorfik. Situs restriksi dan ukuran fragmen hasil digesti mt-

    DNA D Loop menghasilkan 11 tipe restriksi (genoti pe), yaitu Rsa1 menghasilkan

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    9/11

    2 pola digesti (A, B), Mbo1 menghasilkan 1 pola digesti (A), Hae111 dengan 2

    pola digesti (A, B), Hind111 dengan 4 pola digesti (A, B, C, D) dan HincVI

    dengan 2 pola digesti (A, B). Jumlah seluruh komposit Haplotipe hasil digesti

    mt-DNA D Loop menggunakan 5 enzim restriksi adalah 22 fragmen restriksi.

    Rekapitulasi identifikasi genotip (site restriction) mt-DNA D Loop hasil digesti

    dengan 5 enzim restriksi (Tabel 3).

    Tabel 1pola restriksi mt -DNA D loop ikan betok

    Komposit Haplotipe Total Mtn Tdh Pst

    AAAAA 3 0,17 0,2

    AAABA 8 0,17 0,4 0,5AAACA 5 0,17 0,4

    BAAAA 2 0,32

    BABDB 1 0,17

    BAACA 3 0,5

    Sample 22 6 10 6

    Haplotype 5 3 2

    Diversity Haplotype 0.9384 0,7111 0,6

    4.2 Perbedaan Genetik Interpopulasi

    Rerata jarak genetik Nei antara ketiga populasi berkisar antara 0,106 -

    0,0684 (Tabel 4). Jarak genetik terkecil adalah antara populasi rawa tadah hujan

    dan pasang surut (0,0684), dan yang terbesar jarak genetik antara rawa tadah

    hujan dengan rawa monoton (0,1060).

    Tabel 2Jarak Genetik Nei Berdasarkan 5 Situs Retriksi

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    10/11

    Di lihat dari sisi keragaman genotipe terhadap lokus yang teridentifikasi,

    maka keragaman genotype populasi ikan betok cukup rendah, ini dapat terlihat

    hanya ada satu jenis lokus yang teridentifikasi pada saat amplifikasi mt -DNA.

    Keragaman Haplotipe populasikan ikan betok di tigatipe ekosistem rawa (Tabel

    3) menggambarkan bahwa terjadinya proses genetic drift atau hibridisasi yang

    diperkirakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan dorongan sexual yang

    menyebabkan ikan betok bermigrasi ke lokasi perairan yang lebih baik.

    Tingginya nilai polymorfisme terhadap nilai monomorfisme, di sebabkan

    karena daerah mt-DNA D Loop merupakan daerah yang tidak berkode sehingga

    tingkat mutasi pada daerah ini sangat tinggi (Tabel 2). Variasi beberapa jenis gen

    tertentu yang dimiliki oleh ikan, merupakan upaya yang dilakukannya untuk

    proses adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang cenderung berfluktuasi sangat

    ekstrim, terutama yang terjadi pada musim kemarau ataupun pada awal musim

    hujan. Semakin tinggi nilai derajad polimorfismenya, maka semakin tinggi mutasi

    yang terjadi di tingkat gen (Tabel 1). Kondisi habitat ekosistem perairan yang

    berbeda beda, jenis makanan yang di dapatkan setiap hari dan tingginya tingkat

    pencemaran lingkungan, di duga merupakan penyebab tingginya polimorfisme

    ikan betok sebagai bagian dari adaptasi untuk environment survival .

    Penstrukturan genetik digambarkan secara jelas berdasarkan distribusi

    haplotipe pemisahan populasi ikan betok dari perairan rawa menjadi dua unit stok

    populasi, yaitu stok populasi ikan betok yang berasal dari rawa monoton dan rawa

    pasang surut, dan stok populasi ikan betok yang berasal dari rawa tadah hujan.

    Fenomena ini semakin memperkuat indikasi bahwa po pulasi ikan betok yang

    dianalisis berasal dari satu unit reproduksi, yang mana tipe habitat ekosistem

    perairan rawanya saja yang berbeda.Di lihat secara giografis, populasi ikan betok yang berada di ekosistem

    perairan rawa monoton masih dihubungkan oleh sungai besar (Sungai Barito),

    walaupun jaraknya sangat jauh dan harus melewati daerah yang bersalinitas

    rendah (daerah pasang surut payau), hal ini menunjukkan adanya keterkaitan

    hubungan haplotype, dengan ikan betok yang berasal dari habitat ekosistem

    perairan rawa pasang surut. Sedangkan ikan betok yang berasal dari ekosistem

    perairan rawa tadah hujan, secara giografis terpisah oleh daratan, sehingga

  • 7/25/2019 Polimorfosme mtDNA

    11/11

    hubungan keragaman haplotype terjadi sangat rendah. Kecendrungan ikan betok

    yang bisa merayap di permukaan tanah basah untuk mencari lokasi yang memiliki

    sumber pakan yang banyak atau untuk mendapatkan sumber air yang lebih

    banyak, memungkinkan spesies ikan ini masih dalam suatu kerabat yang dekat.

    Terbentuknya spesies simpatrik terjadi karena terpisah secara giografis yang luas

    tetapi masih memungkinkan untuk saling berhubungan (Yu et al, 2009).

    Untuk meningkatkan keragaman genetik ikan betok, dapat dilakukan

    dengan cara introduksi individuindividu baru yang memiliki keragaman genetik

    yang lebih tinggi kedalam populasi lokal. Proses introduksi ini dimungkinkan

    untuk ikanikan yang telah berhasil di domestikasi. Apabila proses introduksi ini

    tidak memungkinkan atau jumlahnya relatif sedikit untuk melakukan restocking,

    maka upaya yang ditempuh untuk konservasi genetiknya adalah, membuat suatu

    kawasan reservat yang dilindungi oleh Dinas Perikanan setempat bersama sama

    dengan masyarakat sekitarnya.

    Sumber Pustaka:

    Frankham RJD et al. 2002. Introduction to conservation genetics. Cambridge

    University Press. Cambridge.

    Li LY, Xiao YK, Zi NY, Jie K, Shen M & Li MC. 2009. Genetic diversity

    and historical demography of Chinese shrimp Feneropenaeus chinensis in

    Yellow Sea and Bohai Sea based on mitochondrial DNA analysis. African

    Journal of Biotechnology 8(7), pp. 1193-1202

    Soewardi K. 2007. Pengelolaan Keragaman Genetik Sumber Daya Perikanan

    dan Kelautan. Departemen Manajemen Sumber Daya Perikanan Fakultas

    Perikanan dan Kelautan IPB. P 153.

    Shui NB, Zhi QH, Tian XG & Zhen QM. 2008. Tandemly repeated sequence in

    5end of mtDNA control region of Japanese Spanish mackerel

    Scomberomorus niphonius. African Journal of Biotechnology 7(24), 4415-

    4422.

    Soule ME. 1983. Genetics and conservation. Benjamin/cummings publishing.

    California.