polimorfosme mtdna
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
1/11
TUGAS TERSTRUKTUR
BREEDING AND EMBRYO MANIPULATION
Polimorfisme Mt DNA (DNA Mitokondria)
Oleh :
SONI ANDRIAWAN
NIM. 126080112011002
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
2/11
I. PENDAHULUAN
Masalah genetik akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian dalam
hubungannya dengan masalah konservasi. Tolak ukur keberhasilan kegiatankonservasi dapat dilihat dari keanekaragaman genetik yang tinggi, sehingga
keberadaan organisme secara alami dapat dipertahankan dalam kurun waktu yang
panjang sehingga kepunahannya dapat dihindari. Dengan demikian factor
keragaman genetik menjadi indikator kunci yang utama (Soule 1983 ).
Menurut Frankham et al. (2002) genetika konservasi merupakan salah satu
dari aplikasi ilmu genetika yang bertujuan mempertahankan spesies sebagai
identitas dinamis yang memiliki kemampuan untuk mengatasi perubahan
lingkungan, dengan ruang lingkupnya mencakup manajemen genetika populasi
berukuran kecil, pemecahan masalah ketidakpastian taksonomi, penentuan unit
manejemen intraspesifik, dan penggunaan analisis genetik dalam kegiatan
forensik maupun dalam kajian biologi spesifik.
Salah satu jenis ikan yang hidup di ekosistem perairan rawa adalah ikan
betok (A. Testudineus Blok 1792). Ikan betok merupakan jenis ikan yang mampu
hidup dihampir semua tipe ekosistem perairan, bahkan ia hidup pada perairan
payau dengan salinitas mencapai 15 ppt (Slamat dan Hanafie, 2007). Ikan betok
mampu hidup dalam lumpur selama berbulan bulan tanpa mendapatkan
makanan dengan cara berhibernasi atau tidur sepanjang harinya. Di Kalimantan
Selatan pada khususnya, ikan betok merupakan jenis ikan yang sangat digemari
oleh masyarakat, selain rasa dagingnya yang gurih juga harganya tergolong mahal
yaitu mencapai Rp 50.000 80.000 yang berukuran 5 10 ekor/kg. Karena
harganya yang tergolong tinggi tersebut, maka jenis ikan ini di buru oleh para
nelayan sampai mengalami over fishing dan illegal fishing yang dapat
menyebabkan kerusakan habitat perairan rawa sehingga diperlukan suatu
konservasi genetik untuk melindungi ikan betok tersebut dari kelangkaan.
Keragaman genetik merupakan bagian dari keragaman hayati
(biodiversity) yang memiliki pengertian lebih luas, yakni keragaman structural
maupun fungsional dari kehidupan pada tingkat komunitas dan ekosistem,
populasi, spesies dan genetik (Soewardi, 2007). Keragaman genetik juga
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
3/11
merupakan kunci penting dalam memelihara keberlanjutan dan meningkatkan
produktivitas dari suatu spesies (Garg et al, 2009).
Keragaman genetik ikan dapat diidentifikasi dengan melihat karakter
fenotipe meristiknya yaitu dengan cara menghitung jumlah jari jari sirip yang
terdapat pada tubuh ikan tersebut. Upaya melihat keragaman polimorfisme
menggunakan DNA inti atau DNA mitokondria dengan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction) dan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dapat
dilakukan terhadap populasi ikan betok yang hidup di ekosistem perairan rawa.
Menurut Shui et al (2008) Tiga karakteristik penting mt-DNA untuk studi
keragaman genetik diantaranya yaitu : 1) Tingkat evolusinya cepat, berevolusi 5
10 kali lebih cepat dari DNA inti sel, 2) Menurun secara maternal dan terdapat
pada sel sitoplasma, 3) Tidak ada segregasi atau rekombinasi. Tipe mutasi
sederhana yaitu subtitusi basa atau mutasi panjang basa, mutasi terjadi terutama di
small non coding region, Jadi polimorfisme merupakan penanda genetic netral
(Wang et al, 2008). Mt-DNA D Loop (Displacement loop) merupakan daerah
yang mempunyai tingkat polimorfisme tertinggi (Li et al, 2009).
II. PUSTAKA
2.1 DNA Mitokondria
DNA mitokondria merupakan salah satu bentuk DNA yang terdapat di
dalam sitoplasma. Mitokondria merupakan pusat dari sintesis energi di dalam sel.
Semua reaksi metabolisme sangat tergantung pada ketersediaan energi. Di dalam
mitokondria banyak sekali terjadi reaksi metabolisme, sehingga di dalamnya jugabanyak terdapat enzim-enzim yang mempengaruhi proses metabolisme dan
sebagian enzim itu dikodekan oleh DNA mitokondria (Sutarno, 1999). DNA
mitokondria banyak dijadikan penanda untuk mengetahui adanya variasi genetik,
karena selain mudah diekstraksi, DNA mitokondria mempunyai ukuran yang
relatif kecil sehingga mudah dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh (Shadel
dan Clayton, 1997). Selain itu DNA mitokondria mempunyai kecepatan mutasi
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
4/11
sepuluh kali lebih cepat dari DNA inti (Hecht, 1990; Rahman et al., 1993; Brown
et al., 1979 dalamIshida et al., 1994).
Polimorfisme pada DNA mitokondria diketahui mempunyai pengaruh
terhadap fenotipe, seperti keterlibatannya dalam berbagai penyakit degeneratif
(Wallace et al., 1995; Rahman et al., 1993), proses penuaan (Miquel, 1991;
Wallace et al., 1995; Linnane et al.,1992) dan sifat-sifat produksi (Lindberg,
1989; Sutarno et al., 2002; Ron et al., 1993; Schutz et al., 1994; Mannen et
al.,1998). Penelitian tentang variasi genetik DNA mitokondria sudah banyak
dilaporkan, tetapi penelitian tentang variasi genetik DNA mitokondria khususnya
pada fragmen D-loop sapi pedaging di Indonesia masih jarang dilakukan (Sutarno,
1999).
Analisis DNA mitokondria telah digunakan secara luas dalam mempelajari
evolusi, struktur populasi, aliran gen, hibridisasi, biogeografi dan filogeni suatu
spesies hewan (Moritz et al., 1987). Di samping itu, hal yang mendukung
penggunaan mtDNA sebagai penanda genetik salah satunya adalah karena
mtDNA terdapat dalam copyyang tinggi, sehingga memudahkan dalam
pengisolasian dan purifikasi untuk berbagai keperluan analisa genomnya (Duryadi
1994). Selain itu, laju evolusinya tinggi (yaitu 10x lebih cepat dibandingkan pada
DNA inti), diturunkan secara maternal (maternal inheritance) dan mempunyai
jumlah copytinggi. Basa-basa dari gen mitokondria ini dapat di buat copynya
dalam jumlah besar dengan mengamplifikasinya melalui Polymerase Chain
Reaction (PCR).
2.2 Struktur DNA Mitokondria
Sekitar 99% dari material genetik organisme eukariot terdapat dalam inti
dan sisanya 1% terdapat di dalam mitokondria. Mitokondria adalah organel di
sitoplasma tempat berlangsungnya respirasi. DNA mitokondria mengandung
sejumlah gen penting untuk respirasi dan fungsi lainnya. Secara fisik mtDNA ini
terpisah dari DNA lainnya, sehingga relatif lebih mudah untuk mengisolasinya
(berukuran relatif kecil yaitu hanya 16.000-20.000 pasang basa) dibandingkan jika
harus mengisolasi milyaran nukleotida dari genom inti (Wallace 1982).
DNA mitokondria hewan mengandung gen-gen yang mengkodekan 13
polipeptida yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidasi bersama-sama dengan
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
5/11
12S dan 16S RNA ribosom dan 22 transfer RNA yang diperlukan untuk ekspresi
mRNA (Hecht, 1990; Rahman et al., 1993; Eledath dan Hines, 1996; Shadel dan
Clayton, 1997; Sutarno et al., 2002). Di dalam DNA mitokondria juga terdapat
fragmen yang tidak mengkodekan protein yang disebut fragmen Displacement-
loop (D-loop). Menurut Andersson et al. (1982), fragmen D-loop mempunyai
panjang 1142 bp. Fragmen D-loop ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses
transkripsi dan replikasi (Ron et al., 1993; Lindberg, 1989). Fragmen D-loop
berpengaruh terhadap fertilitas pada ternak (Sutarno et al., 2002), produksi susu
dan prosentase lemak pada susu (Ron et al., 1993; Schutz et al.,1994), dan
berpengaruh juga pada kesehatan ternak (Schutz et al., 1994).
Membran luar mengandung sejumlah
protein transpor (yang disebut porin) dan
enzim-enzim yang terlibat dalam biosintesis
lipid dan metabolism mitokondria. Porin ini
membentuk saluran berukuran relative besar
pada lapisan bilayer membran luar yang
memungkinkan lolosnya ion atau molekul
kecil berukuran 5 kDa atau kurang. Ion atau
molekul tersebut bebas memasuki ruang
antar membran namun sebagian besar tidak
dapat melewati membran dalam yang bersifat impermeabel (Lodish et al.,2000;
Artika, 2003).
Keunikan lain dari mtDNA yaitu memiliki laju mutasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan DNA inti yaitu laju mutasi menetap gen gen mtDNA 10 -
17 kali lebih cepat daripada yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif yang dikodeoleh DNA inti (Wallace, 1997).
2.3 Peranan Konservasi Genetik
Keanekaragaman yang dimiliki dalam suatu populasi inilah yang
berpengaruh pada kemampuan adaptasidalam menghadapi perubahan lingkungan
secara terus menerus. Selain itu berkurangnya populasi suatu spesies juga
dipengaruhi oleh terfragmentasinya suatu habitat yang akan mendorong terjadinya
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
6/11
penurunan genetika dalam populasi. Hal ini disebabkan oleh faktor gen flow
(putusnya aliran gen), inbreedingdan meningkatnya genetic drift antar populasi
(Frankham et al. 2002).
Perkembangan teknik molekuler seperti penemuan teknik Polymerase
Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi untai DNA hingga
mencapai konsentrasi tertentu, penggunaan untai DNA sebagai marker dalam
proses PCR, penemuan lokus mikrosatelit dan penemuan metode sekuensing
DNA telah menyebabkan ilmu genetik molekuler mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam studi biologi suatu populasi.
Memahami dan mempertahankan keragaman genetik suatu populasi sangat
penting dalam konservasi karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat
membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
di lingkungan sekitarnya, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakit
penyakit yang ada di alam. Sebagai contoh, suatu populasi dengan keragaman
genetik yang rendah dapat kita umpamakan sebagai suatu kelompok ndividu yang
saling bersaudara satu sama lain. Sehingga dalam jangka panjang, perkawinan
yang terjadi di dalam kelompok tersebutakan merupakan perkawinan antar
saudara (inbreeding). Kejadian inbreeding ini akan menyebabkan penurunan
kualitas reproduksi dan menyebabkan suatu individu menjadi sensitif terhadap
patogen. Dengan mengetahui status genetiksuatu populasi, kita dapat merancang
program konservasi untuk menghindari kepunahan suatu spesies.
III. METODE
3.2 Polymerase Chain reaction (PCR)
Langkah awal untuk menganalisis DNA adalah memecah genom DNA
menjadi fragmen-fragmen spesifik yang berukuran lebih kecil. Secara alami DNA
dan protein merupakan suatu molekul polimer yang keberadaannya selalu terkait
dengan RNA. Sedangkan dalam menganalisis DNA kualitasnya (kemurniannya)
sangat menentukan untuk proses analisis selanjutnya. DNA murni dengan jumlah
memadai dapat diperoleh dengan cara mengisolasi DNA memakai prosedur
tertentu yang telah dijamin hasilnya baik, kemudian mengamplifikasinya memakai
mesin Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi DNA adalah proses pemisahan
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
7/11
fragmen DNA target dari material sel yang diekstraksi, sedangkan amplifikasi
DNA adalah proses perbanyakan atau sintesis sekuen DNA target dari total genom
DNA. Metode PCR adalah pengganti dari penggunaan clonning untuk
memperoleh jumlah purifikasi yang lebih tinggi dari bagian spesifik pada DNA
genom.
3.2 Ekstraksi dan Pemurnian DNA
Ekstraksi dan pemurnian DNA genom dilakukan berdasarkan prosedur
AmershamPharmacial dengan menggunakan kit Genomic PrepTM Celldan Tissue
Isolation, yaitu melalui tahap penghancuran sel, eliminasi RNA, pengendapan
protein, pengendapan DNA dan hidrasi DNA. Kualitas dan kuantitas DNA diukur
dengan elektroforesis agarose 0,8% dengan pewarnaan etidium bromida dan
mesin kuantifikasi DNA.
3.3 Karakterisasi Genetik mt-DNA
Sampel dipilih secara representatif yang dapat mewakili populasi pada
habitat dengan persyaratan sampel; kondisi badan normal (sirip, sisik, utuh)
panjang dan beratnya seragam. Metode kerja analisis RFLP (Restriction Fragmen
Length Polymorphism), dilakukan beberapa tahap untuk mendapatkan data
polimorfisme fragmen dan situs restriksi yang meliputi ekstraksi mt-DNA,
amplifikasi (teknik PCR), restriksi serta elektroforesis dan visualisasi (Slamat,
Thohari dan Soelistyowati, 2011).
3.4 Ekstraksi mt-DNA
Ekstraksi mt-DNA terdiri beberapa tahap, yaitu tahap penghancuran sel,
tahap eliminasi RNA, tahap pengendapan DNA dan tahap hidrasi mt-DNA.
3.4.1 Amplifikasi mt-DNA Dengan Teknik PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR), secara garis besar terdiri dari tiga
tahap utama yaitu : 1) tahap denaturasi untuk memisahkan DNA menjadi utas
tunggal (single strain), 2) tahap annealing merupakan proses penempelan primer
DNA baru pada utas tunggal yang telah terpisah dan 3) tahap ekstensi yang
merupakan proses pemanjangan utas DNA baru (Baker dan Birt 2000).
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
8/11
Amplifikasi sekuens mitokondria Dloop dilakukan dengan metode PCR
menggunakan primer forward LHI 509 (5- CAT ATT AAA CCC GAA TGA
TAT TT3) dan reverse FH 1202 (5 - ATA ATA GGG TAT CTA ATC CTA
GTT T3) (Martin et al., 1992) dengan tahapan sebagai berikut: pre-denaturasi
pada suhu 94oC selama 2 menit, 33 siklus amplifikasi dengan dengan denaturasi
pada suhu 94oC selama 1 menit, annealing pada suhu 50oC selama 1 menit, dan
elongasi 72oC selama 2 menit; serta elongasi akhir pada 72oC selama 7 menit.
Pemotongan produk PCR dilakukan dengan menggunakan 7 jenis enzim restriksi,
yaitu Rsa I, Sac I, Msp I, Hae III, Nde II, Alu I dan Hinf I.
3.4.2 Elektroforesis Sekuen mt-DNA Hasil restriksi
Elektroforesis berlangsung selama + 30 menit pada tegangan 100 volt,
pada suhu ruang. Selanjutnya pengamatan pita restriksi pada gel agarose diatas
lampu ultraviolet, dan didokumentasikan lewat kamera polaroid khusus.
Analisis variasi DNA dilakukan untuk melihat variasi genetik ikan kerapu
bebek dari populasi dan kelompok (cohort) umur yang berbeda. Keragaman
haplotipe (h) dalam suatu populasi dihitung menurut persamaan Nei dan Tajima
(1981):
h = 2n (1 - xi2) / (2n1)
i=1
Keterangan :
h = diversitas haplotipe
n = ukuran sampel
xi = frekwensi haplotipe sample ke-i
IV. DISKUSI
4.1 Keragaman Genetik
Digesti fragmen mt-DNA D Loop teramplifikasi menggunakan enzim
restriksi Rsa1, Hae111, Hind111 dan HincVI menunjukkan tipe restriksi
polimorfik, sedangkan digesti menggunakan enzim restriksi Mbo1 menghasilkan
tipe restriksi monomorfik. Situs restriksi dan ukuran fragmen hasil digesti mt-
DNA D Loop menghasilkan 11 tipe restriksi (genoti pe), yaitu Rsa1 menghasilkan
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
9/11
2 pola digesti (A, B), Mbo1 menghasilkan 1 pola digesti (A), Hae111 dengan 2
pola digesti (A, B), Hind111 dengan 4 pola digesti (A, B, C, D) dan HincVI
dengan 2 pola digesti (A, B). Jumlah seluruh komposit Haplotipe hasil digesti
mt-DNA D Loop menggunakan 5 enzim restriksi adalah 22 fragmen restriksi.
Rekapitulasi identifikasi genotip (site restriction) mt-DNA D Loop hasil digesti
dengan 5 enzim restriksi (Tabel 3).
Tabel 1pola restriksi mt -DNA D loop ikan betok
Komposit Haplotipe Total Mtn Tdh Pst
AAAAA 3 0,17 0,2
AAABA 8 0,17 0,4 0,5AAACA 5 0,17 0,4
BAAAA 2 0,32
BABDB 1 0,17
BAACA 3 0,5
Sample 22 6 10 6
Haplotype 5 3 2
Diversity Haplotype 0.9384 0,7111 0,6
4.2 Perbedaan Genetik Interpopulasi
Rerata jarak genetik Nei antara ketiga populasi berkisar antara 0,106 -
0,0684 (Tabel 4). Jarak genetik terkecil adalah antara populasi rawa tadah hujan
dan pasang surut (0,0684), dan yang terbesar jarak genetik antara rawa tadah
hujan dengan rawa monoton (0,1060).
Tabel 2Jarak Genetik Nei Berdasarkan 5 Situs Retriksi
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
10/11
Di lihat dari sisi keragaman genotipe terhadap lokus yang teridentifikasi,
maka keragaman genotype populasi ikan betok cukup rendah, ini dapat terlihat
hanya ada satu jenis lokus yang teridentifikasi pada saat amplifikasi mt -DNA.
Keragaman Haplotipe populasikan ikan betok di tigatipe ekosistem rawa (Tabel
3) menggambarkan bahwa terjadinya proses genetic drift atau hibridisasi yang
diperkirakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan dorongan sexual yang
menyebabkan ikan betok bermigrasi ke lokasi perairan yang lebih baik.
Tingginya nilai polymorfisme terhadap nilai monomorfisme, di sebabkan
karena daerah mt-DNA D Loop merupakan daerah yang tidak berkode sehingga
tingkat mutasi pada daerah ini sangat tinggi (Tabel 2). Variasi beberapa jenis gen
tertentu yang dimiliki oleh ikan, merupakan upaya yang dilakukannya untuk
proses adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang cenderung berfluktuasi sangat
ekstrim, terutama yang terjadi pada musim kemarau ataupun pada awal musim
hujan. Semakin tinggi nilai derajad polimorfismenya, maka semakin tinggi mutasi
yang terjadi di tingkat gen (Tabel 1). Kondisi habitat ekosistem perairan yang
berbeda beda, jenis makanan yang di dapatkan setiap hari dan tingginya tingkat
pencemaran lingkungan, di duga merupakan penyebab tingginya polimorfisme
ikan betok sebagai bagian dari adaptasi untuk environment survival .
Penstrukturan genetik digambarkan secara jelas berdasarkan distribusi
haplotipe pemisahan populasi ikan betok dari perairan rawa menjadi dua unit stok
populasi, yaitu stok populasi ikan betok yang berasal dari rawa monoton dan rawa
pasang surut, dan stok populasi ikan betok yang berasal dari rawa tadah hujan.
Fenomena ini semakin memperkuat indikasi bahwa po pulasi ikan betok yang
dianalisis berasal dari satu unit reproduksi, yang mana tipe habitat ekosistem
perairan rawanya saja yang berbeda.Di lihat secara giografis, populasi ikan betok yang berada di ekosistem
perairan rawa monoton masih dihubungkan oleh sungai besar (Sungai Barito),
walaupun jaraknya sangat jauh dan harus melewati daerah yang bersalinitas
rendah (daerah pasang surut payau), hal ini menunjukkan adanya keterkaitan
hubungan haplotype, dengan ikan betok yang berasal dari habitat ekosistem
perairan rawa pasang surut. Sedangkan ikan betok yang berasal dari ekosistem
perairan rawa tadah hujan, secara giografis terpisah oleh daratan, sehingga
-
7/25/2019 Polimorfosme mtDNA
11/11
hubungan keragaman haplotype terjadi sangat rendah. Kecendrungan ikan betok
yang bisa merayap di permukaan tanah basah untuk mencari lokasi yang memiliki
sumber pakan yang banyak atau untuk mendapatkan sumber air yang lebih
banyak, memungkinkan spesies ikan ini masih dalam suatu kerabat yang dekat.
Terbentuknya spesies simpatrik terjadi karena terpisah secara giografis yang luas
tetapi masih memungkinkan untuk saling berhubungan (Yu et al, 2009).
Untuk meningkatkan keragaman genetik ikan betok, dapat dilakukan
dengan cara introduksi individuindividu baru yang memiliki keragaman genetik
yang lebih tinggi kedalam populasi lokal. Proses introduksi ini dimungkinkan
untuk ikanikan yang telah berhasil di domestikasi. Apabila proses introduksi ini
tidak memungkinkan atau jumlahnya relatif sedikit untuk melakukan restocking,
maka upaya yang ditempuh untuk konservasi genetiknya adalah, membuat suatu
kawasan reservat yang dilindungi oleh Dinas Perikanan setempat bersama sama
dengan masyarakat sekitarnya.
Sumber Pustaka:
Frankham RJD et al. 2002. Introduction to conservation genetics. Cambridge
University Press. Cambridge.
Li LY, Xiao YK, Zi NY, Jie K, Shen M & Li MC. 2009. Genetic diversity
and historical demography of Chinese shrimp Feneropenaeus chinensis in
Yellow Sea and Bohai Sea based on mitochondrial DNA analysis. African
Journal of Biotechnology 8(7), pp. 1193-1202
Soewardi K. 2007. Pengelolaan Keragaman Genetik Sumber Daya Perikanan
dan Kelautan. Departemen Manajemen Sumber Daya Perikanan Fakultas
Perikanan dan Kelautan IPB. P 153.
Shui NB, Zhi QH, Tian XG & Zhen QM. 2008. Tandemly repeated sequence in
5end of mtDNA control region of Japanese Spanish mackerel
Scomberomorus niphonius. African Journal of Biotechnology 7(24), 4415-
4422.
Soule ME. 1983. Genetics and conservation. Benjamin/cummings publishing.
California.