review perda pertambangan samarinda

Upload: yanuar-akbar-anindita

Post on 10-Oct-2015

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pertambangan samarinda

TRANSCRIPT

  • ABSTRAK

    Melihat kondisi Kota Samarinda yang sudah tidak lagi mampu menopang

    ekologis kawasan kota, sehingga bencana banjir dan kekeringan silih berganti

    terjadi di kota ini, menjadikan Kota Samarinda harus sesegera mungkin mengubah

    model pembangunannya. Penguasaan lahan yang begitu luas untuk perijinan

    pertambangan batubara, harus segera dialihkan dengan aktivitas yang lebih

    berpihak secara sosial dan lingkungan hidup bagi warga kota. Pengaturan harus

    dibuat untuk menghentikan operasi pertambangan yang merusak, disertai dengan

    langkah dan tindakan perbaikan kondisi lingkungan hidup, serta dengan

    membiarkan batubara berada di dalam tanah. Kota Samarinda akan jauh lebih

    layak bagi warganya tanpa melakukan pengerukan batubara, karena PDRB Kota

    Samarinda ditopang oleh sektor jasa dan perdagangan. Maka disusunlah Peraturan

    Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pertambangan

    Mineral dan Batubara dalam wilayah Kota Samarinda yang juga menggantikan

    Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2000 dan Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun

    2003 tentang Ketentuan Pengusahaan Pertambangan Umum Dalam Wilayah Kota

    Samarinda. Hal ini dikarenakan jumlah pajak dan retribusi pembagiaan hasil

    pengelolaan pajak tidak relevan dengan kondisi saat ini, perlunya regulasi

    tambahan terkait dengan mekanisme izin pertambangan dan kondisi lingkungan

    Kota Samarinda yang semakin memprihatinkan. Karena Tujuan pembangunan kota

    adalah untuk mensejahterakan warga, termasuk di dalamnya untuk meningkatkan

    kualitas hidup warganya. Dengan mengurangi ancaman terhadap warga dari

    dampak merusak industri batubara, diharapkan kualitas hidup warga kota

    Samarinda akan jauh lebih baik dan mampu memberikan kontribusi yang lebih

    banyak bagi kota ini.

    Kata kunci: lingkungan, Pertambangan, izin usaha pertambangan, masyarakat

  • 1. Judul: Nama, Jenis, Nomor, Tahun

    eraturan perundang-undangan ini termasuk jenis peraturan daerah yang

    dikeluarkan pada tahun 2013 dengan judul Peraturan Daerah Kota

    Samarinda Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu

    Bara dalam Wilayah Kota Samarinda.

    2. Pembukaan 2.1 Kalimat Pembuka

    alimat pembuka yang

    terdapat pada Peraturan

    Derah Kota Samarinda No. 12

    Tahun 2013 tentang Pertambangan

    Mineral dan Batu Bara dapat terlihat

    pada gambar dibawah. Frase Dengan

    Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

    merupakan kalimat pembuka yang

    terdapat pada setiap peraturan yang

    menandakan bahwa penyusunan

    peraturan tersebut telah sesuai

    dengan sila pertama, yakni Ketuhanan

    Yang Maha Esa. Penerapan sila pada

    penyusunan peraturan daerah

    dianggap telah sesuai dengan hierarki

    peraturan perundangan dimana

    peraturan yang berada dibawah harus

    menyesuaikan dengan peraturan

    diatasnya.

    P

    K

  • 2.2 Jabatan Pembentuk Perda

    Pada gambar diatas terlihat

    bahwa jabatan pembentuk Perda Kota

    Samarinda No. 12 Tahun 2013 tentang

    Pertambangan Mineral dan Batu Bara

    adalah Walikota Samarinda. Walikota

    berperan sebagai pembentuk perda

    karena lingkup peraturan tersebut

    adalah kota administratif dan

    walikota merupakan jabatan tertinggi

    dari lingkup tersebut. Persetujuan

    peraturan oleh pimpinan wilayah

    merupakan salah satu syarat dari

    ditetapkannya suatu peraturan daerah

    supaya memiliki kekuatan hukum.

    2.3 Konsiderans

    Konsiderans adalah pertimbangan-pertimbangan yang berpengaruh dalam

    pembuatan suatu PERDA. Berikut ini merupakan pertimbangan yang ada dalam

    Perda No.12 tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Dalam

    Wilayah Kota Samarinda:

    Menurut pertimbangan huruf a daerah

    berwenang mengelola sumber daya

    alam bidang pertambangan umum

    yang tersedia di wilayahnya karena

    memang sudah di tetapkan pada

    peraturan perundang-undangan yang

    berlaku (UU. No 22 tahun 1999, pasal

    10), selain itu karena sumber daya

  • alam yang ada di wilayah tersebut

    merupakan potensi bagi daerah untuk

    menaikkan taraf perekonomian

    daerah dan kesejahteraan masyarakat

    yang ada disana.

    Pertimbangan huruf b

    dibutuhkan pengaturan kembali di

    bidang pertambangan yang dapat

    mengelola dan mengusahakan potensi

    bahan tambang secara mandiri, andal,

    transparan, berdaya saing, efisien,

    dan berwawasan lingkungan, guna

    menjamin pembangunan daerah

    berkelanjutan karena peraturan

    daerah Kota Samarinda Nomor 20

    Tahun 2000 dan perubahan peraturan

    daerah Nomor 20 tahun 2003 tentang

    Pengusaha Pertambangan umum

    dalam Wilayah Kota Samarinda sudah

    tidak sesuai lagi setelah

    ditetapkannya Undang-Undang Nomor

    4 tahun 2009. Pertimbangan huruf c

    dalam mewujudkan visi dan misi

    pembangunan Kota Samarinda dan

    untuk pengembangan dan

    pemanfaatan sumber daya mineral

    dan batubara, perlu menetapkan

    Peraturan Daerah tentang

    Pertambangan Mineral dan Batubara

    Dalam Wilayah Kota Samarinda karena

    peraturan yang sudah ada sebelumnya

    dianggap sudah tak lagi sesuai.

    2.4 Dasar Hukum

    Ada beberapa dasar hukum yang digunakan dalam Perda No.12 tahun 2013

    tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Dalam Wilayah Kota Samarinda,

    berikut merupakan rinciannya:

    Tabel I Dasar Hukum

    No Dasar Hukum Review Dasar Hukum

    1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

    Karena UUD'45 merupakan landasan hukum Negara RI dan semua Perda harus sesuai dengan UUD'45 yang sudah ada sebelumnya

    2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959

    Karena didalamnya memuat tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 1953 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 352) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820)

  • No Dasar Hukum Review Dasar Hukum

    3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

    Karena didalamnya memuat tentang pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

    4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004

    Karena didalamnya memuat tetang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4249);

    5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

    Karena didalamnya memuat tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 125, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 2008 nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4844)

    6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

    Karena didalamnya memuat tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)

    7 Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009

    Karena didalamnya memuat tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4959)

    8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

    Karena didalamnya memuat tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Perda yang akan dibuat berhubungan dengan sumber daya alam yakni tambang mineral dan batu bara

    9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

    Karena didalamnya memuat tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234)

    10 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980

    Karena didalamnya memuat tentang Bahan-Bahan Galian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3174). Karena batubara dan mineral masuk kedalam bahan galian

  • No Dasar Hukum Review Dasar Hukum

    11 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999

    Karena didalamnya memuat tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838). Analisis dampak lingkungan atau AMDAL dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan apabila terjadi pertambangan

    12 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000

    Karena didalamnya memuat tentang Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Rapublik Indonesia Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)

    13 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001

    Karena didalamnya memuat tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4138)

    14 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001

    Karena didalamnya memuat tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan

    15 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007

    Karena didalamnya memuat tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737)

    16 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

    Karena didalamnya memuat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nnomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833)

    17 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010

    Karena didalamnya memuat tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral Batu Bara yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatan Perda No.12 tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara pada tahap pelaksaannya

    18 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010

    Karena didalamnya memuat tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara

    19 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010

    Karena didalamnya memuat tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. Didalamnya berhubungan dengan peraturan jika terjadinya reklamasi pasca tambang

  • No Dasar Hukum Review Dasar Hukum

    20 Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1995

    Karena didalamnya memuat tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara

    21 Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008

    Karena didalamnya memuat tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, jika kerusakan lingkungan yang diakibatkan tambang terlalu parah dan membahayakan jiwa para penambang

    22 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011

    Karena didalamnya memuat tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694)

    23 Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003

    Karena didalamnya memuat tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum

    Sumber : Analisis Pribadi, 2014.

    2.5 Diktum

    Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral dan

    Batu Bara dalam Wilayah Kota Samarinda sudah ditetapkan dengan persetujuan

    dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda bersama dengan Walikota

    Samarinda.

    3. Batang Tubuh 3.1 Ketentuan Umum

    etentuan umum menjelaskan

    tentang kegiatan

    pertambangan dan segala

    sesuatu yang berkaitan dengan

    pertambangan yang terdapat di Kota

    Samarinda. Adapun pihak-pihak yang

    berperan dalam kegiatan

    pertambangan yang terdapat di Kota

    K

  • Samarinda yaitu Pemerintah Kota

    Samarinda yang terdiri dari DPRD Kota

    Samarinda, Dinas Pertambangan dan

    Energi Kota Samarinda, dan badan

    Lingkungan Hidup Kota Samarinda dan

    badan hokum atau perorangan seperti

    Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha

    Milik Negara (BUMN), Firma dan lain-

    lain.

    Sesuai dengan Perda Kota

    Samarinda No. 12 Tahun 2013 tentang

    Pertambangan Mineral dan Batu Bara

    dalam Wilayah Kota Samarinda

    menjelaskan bahwa usaha

    pertambangan adalah kegiatan dalam

    rangka pengusahaan mineral atau

    batubara yang meliputi tahap

    kegiatan penyelidikan umum,

    eskplorasi, studi kelayakan,

    konstruksi, penambangan,

    pengolahan, dan pemurnian,

    pengangkutan dan penjualan, serta

    pasca tambang. Adapun dalam proses

    pertambangan yang ditentukan

    terlebih dahulu adalah Kuasa

    Pertambangan kepada badan hokum

    atau perorangan yang diberikan oleh

    Pemerintah Kota Samarinda.

    Selanjutnya penentuan Wilayah

    Pertambangan (WP) dilanjutkan

    penentuan Wilayah Usaha

    Pertambangan (WUP). Wilayah Izin

    Usaha Pertambangan (WIUP) diberikan

    kepada pemegang Izin Usaha

    Pertambangan (IUP). Selain wilayah

    yang disebutkan di atas juga terdapat

    Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)

    yang mana dalam melakukan proses

    pertambangan di wilayah tersebut

    harus mendapatkan IPR atau Izin

    Pertambangan Rakyat.

    Apabila terjadi keadaan kahar

    keadaan seperti perang, kerusuhan

    sipil, pemberontakan, epidemi gempa

    bumi, banjir, kebakaran dan bencana

    alam diluar kemampuan mereka

    maupun blokade, pemogokan,

    perselisihan perburuan diluar

    kesalahan pemegang IUP/IUPK dan IPR

    serta peraturan perundang undangan

    yang ditertibkan untuk Pemerintah

    yang menghambat kegiatan usaha

    pertambangan yang sedang berjalan,

    maka penyelesaian harus melalui

    Pengadilan Negeri Samarinda.

    Dalam berjalannya usaha

    pertambangan, nantinya Badan Usaha

    yang memegang Izin Usaha

    Pertambangan wajib memenuhi

    jaminan reklamasi dan melakukan

    reklamasi untuk menata,

    memulihkan, dan memperbaiki

    kualitas lingkungan dan ekosistem

    agar dapat berfungsi kembali sesuai

    peruntukannya akibat kegiatan usaha

    pertambangan. Disamping itu juga

  • dilakukannya pengelolaan sumber

    daya alam yang menjamin

    pemanfaatannya secara bijaksana dan

    bagi sumber daya yang tidak dapat

    diperbaharui (unrenewable)

    menjamin kesinambungan

    persediaannya dengan tetap

    memelihara dan meningkatkan

    kualitas, nilai dan

    keanekaragamannya. Pendidikan dan

    pelatihan teknis juga diselenggarakan

    untuk memberikan keterampilan atau

    penguasaan pengetahuan dibidang

    teknis tertentu kepada Pegawai

    Negeri Sipil sehingga mampu

    melaksanakan tanggung jawab yang

    diberikan dengan sebaik-baiknya.

    3.2 Materi Pokok (Ruang Lingkup) yang Diatur 3.2.1 Pencadangan dan Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan

    Wilayah pertambangan merupakan bagian dari tata ruang nasional yang

    menjadi landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan. Pemerintah daerah

    wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka

    penyiapan Wilayah Pertambangan. Wilayah Pertambangan Rakyat ditetapkan oleh

    Walikota, yang sebelumnya telah berkonsultasi dahulu dengan DPRD. Wilayah

    Pertambangan Rakyat ditetapkan dalam wilayah pertambangan dan berada dalam

    Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN).

    Adapun kriteria untuk menetapkan suatu Wilayah Pertambangan Rakyat adalah:

    1. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat disungai dan/atau

    diantara tepi dan tepi sungai;

    2. Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal

    25 (dua puluh lima) meter;

    3. Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;

    4. Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima)

    hektar;

    5. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan

    6. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah

    dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.

    Berdasarkan kriteria diatas, jika dilihat di Kota Samarinda, sebagai wilayah

    yang memiliki kekayaan alam pertambangan yaitu batubara, sebagian wilayahnya

    sudah dikuasai oleh beberapa perusahaan batubara. Berikut merupakan peta

    wilayah kuasa pertambangan batu bara di kota Samarinda:

  • 3.2.2 Pemberian Izin Usha Pertambangan (IUP)

    Pendirian usaha pertambangan

    batu bara dan mineral yang terdapat

    di Kota Samarinda harus mendapat

    izin dari walikota dalam bentuk Izin

    Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin

    Pertambangan Rakyat (IPR). Kedua

    izin tersebut sebelumnya harus

    mendapatkan Wilayah IUP (WIUP)

    atau Wilayah IPR (WIPR). Jika

    pengusaha tidak memenuhi peraturan

    yang telah diberlakukan, maka izin

    dapat dicabut dan usaha yang

    dilakukannya menjadi illegal. Lebih

    jelasnya, dapat dilihat padabagan IUP

    dibawah

  • IUP tidak dapat

    dipindahtangankan atau dialihkan ke

    pihak lain tanpa persetujuan dari

    Walikota. Kegiatan pertambangan

    paling lambat dilakukan 3 bulan

    setelah tanggal terbit IUP. Pada satu

    WIUP dapat terdiri dari beberapa IUP

    dengan jenis galian yang berbeda.

    Pemegang IUP mempunyai hak

    mendapat prioritas untuk

    mengusahakan bahan galian lain

    dalam wilayah kerjanya dengan

    memenuhi ketentuan yang berlaku.

    IUP terdiri dari dua yaitu IUP

    Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi

    yang pada dasarnya komponen IUP

    Eksplorasi terdapat di IUP Operasi

    Produksi namun sebagai ketetapan

    lanjutan, yang rinciannya dapat

    dilihat pada tabel dibawah:

    IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi

    Lokasi dan luas wilayah IUP Eksplorasi

    Rencana umum tata ruang Dana jaminan termasuk reklamasi dan pasca tambang

    Jaminan kesungguhan Perpanjangan IUP

    Modal investasi Penerimaan Negara bukan pajak (iuran tetap dan iuran produksi)

    Perpanjangan waktu tahap kegiatan Keselamatan dan kesehatan kerja

    Hak dan kewajiban pemegang IUP Konservasi mineral atau batubara

    Jangka waktu berlakuknya tahap kegiatan

    Pemanfaatan barang, jasa, teknologi dalam negeri

    Jenis usaha yang diberikan Penerapan kaidah ekonomi dan teknik pertambangan yang baik

    Rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan

    Penguasaan, pertambangan, dan penerapan teknologi pertambgan mineral atau batubara

    Perpajakan Pengelolaan data mineral atau batubara

    Penyelesaiaan perselisihan Pengembangan tenaga kerja Indonesia

    Iuran tetap dan iuran eksplorasi

    Amdal

    3.2.3 Pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Berdasarkan definisi yang

    terdapat di Ketentuan Umum, Izin

    Pertambangan Rakyat, yang

    selanjutnya disebut IPR, adalah izin

    untuk melaksanakan usaha

    pertambangan dalam wilayah

    pertambangan rakyat dengan luas

    wilayah dan investasi terbatas. IPR

    dapat diberikan kepada perseorangan,

    kelompok masyarakat, dan/atau

    koperasi seperti yang tercantum

    dalam Perda Kota Samarinda Nomor

    12 Tahun 2013 tentang Pertambangan

    Mineral dan Batubara dalam Wilayah

    Kota Samarinda. Setiap orang atau

    badan yang akan melakukan usaha

    pertambangan di Kota Samarinda

    harus mendapat izin dari Walikota,

  • termasuk juga Izin Pertambangan

    Rakyat (IPR). Izin tersebut diperoleh

    dengan pemohon menyampaikan surat

    permohonan kepada Walikota.

    Kegiatan pertambangan rakyat dapat

    dikelompokkan sebagai berikut :

    a. Pertambangan mineral logam;

    b. Pertambangan mineral bukan logam;

    c. Pertambangan batuan; dan

    d. Pertambangan batubara.

    Ditinjau dari aspek ekologi

    kawasan Kota Samarinda, sebenarnya

    Kota Samarinda bukan sebuah kota

    yang layak untuk usaha

    pertambangan. Hal ini terlihat dari

    banyaknya bencana lingkungan yang

    terjadi akibat kegiatan pertambangan

    batubara di Kota Samarinda. Terkait

    dengan semakin meningkatnya

    intensitas bencana ekologi yang

    terjadi akibat kegiatan pertambangan

    yang menimbulkan kerugian secara

    materi maupun non-materi bagi warga

    kota, maka diperlukan perizinan

    usaha pertambangan oleh Pemerintah

    Pusat maupun Pemerintah Kota dan

    harus segera dilakukan Audit

    Lingkungan terhadap perizinan yang

    dikeluarkan. Hal-hal yang diatur

    terkait kegiatan pertambangan rakyat

    adalah sebagai berikut:

    Ketentuan pelaksanaan kegiatan pertambangan rakyat (pasal 31 ayat 4) :

    - Kedalaman sumur dan terowongan paling dalam 25 meter;

    - Dapat menggunakan pompa-pompa mekanik, penggelundungan atau

    permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 hp; dan

    - Dilarang menggunakan alat-alat berat dan bahan peledak.

    Ketentuan luas wilayah IPR (pasal 32 ayat 1) :

    - Perorangan paling banyak 1 (satu) hektar;

    - Kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektar; dan/atau

    - Koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektar.

    Jangka waktu IPR (pasal 32 ayat 2)

    IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat

    diperpanjang, jika memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan

    dan finansial.

  • 3.2.4 Pelaksanaan Perjnjian Kerjasama Usaha Pertambangan dalam Bentuk KK (Kontrak Karya) dan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)

    Penciutan Lahan Pertambangan

    Pada BAB VII pasal 33, dijelaskan bahwa perlu adanya penciutan lahan

    pertambangan untuk menjamin keselamatan masyarakat dari berbagai

    dampak yang diakibatkan dari aktivitas pertambangan baik berupa gangguan

    kebisingan suara, partikel debu, banjir lumpur, limbah tambang (B3) dan

    lain-lain. Dampak pertambangan tersebut dapat mengakibatkan kerusakan

    lahan-lahan pertanian, perkebunan, peternakan (tambak) dan hilangnya

    nyawa manusia. Maka diberlakukan kebijakan sebagaimana gambar berikut.

    Gambar 3

    Jarak kegiatan pertambangan masing-masing wilayah izin usaha

    pertambangan dengan pemukiman dan fasilitas umum (fasum) minimal 500

    meter. Hal ini bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi 30% ruang

    terbuka hijau bagi wilayah Kota Samarinda sebagaimana yang dijelaskan

    pada pasal 33 ayat 2.

    Sistem Pertambangan

    Dalam pasal 34 telah jelas menyebutkan bahwa dalam rangka

    memberi jaminan keselamatan dan kelestarian lingkungan serta upaya

    menekan korban nyawa manusia, maka sistem pertambangan dengan

    metode backfilling (sistem buka tutup) wajib dilakukan oleh setiap

    pemegang IUP/ IUPK dan IPR.

    Angkutan Hasil Produksi Batu Bara

    Pasal 35 menyebutkan bahwa pemegang IUP/IUPK dan IPR wajib

    menggunakan jalan tambang sendiri sebagaimana dokumen yang di miliki

  • dalam mengangkut hasil produksi tambangnya dari lokasi penambangan ke

    tempat penimbunan sementara (Run of Mine) sampai ke stock pile akhir

    atau titik serah penjualan dekat bibir sungai (At Sale Point), sebagaimana

    digambarkan pada ilustrasi berikut.

    Gambar 4

    Jalan yang di biayai oleh APBD, kota, provinsi dan APBN dilarang

    digunakan sebagai sarana Haulling (Lalu Lintas Angkutan Batu Bara), kecuali

    hanya untuk melintas (cross) dan telah mendapat persetujuan pemerintah

    sesuai dengan wewenangnya masingmasing.

    Coal Washing and Stock Pile

    Coal washing atau pencucian batu bara dilakukan di dekat bibir

    sungai sebelum proses pengangkutan/pengapalan dengan memperhatikan air

    limbah dari pencucian batu bara tersebut. Untuk mendapatkan jenis atau

    kualitas yang baik harus dialirkan ke dalam kolam penjernihan (settling

    pond) yang memenuhi standar yaitu yang memiliki jarak minimal dari bibir

    sungai sejauh 300 meter sebelum kemudaian dapat dialirkan ke sungai

    setelah dipastikan tidak mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

    yang ditandai dengan rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

    Samarinda.

    Stock pile atau penumpukan akhir batu bara sebelum

    diangkut/dikapalkan. Adapun lokasi penumpukan akhir atau titik serah

    penjualan berada di dekat bibir sungai seminimal mungkin 300 meter.

    Adapun tumpukan batu bara yang belum sempat dicuci dan dikapalkan

    terkendala oleh cuaca buruk seperti musim penghujan, wajib ditutup

    dengan alat penutup atau pengaman yang memadai agar Bahan Berbahaya

    dan Beracun (B3) yang masih terkandung dalam batu bara tersebut tidak

    merembes dan masuk ke badan sungai terdekat.

  • Hak dan Kewajiban

    Berikut adalah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang

    Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR):

    Tabel II Hak dan Kewajiban

    Hak Kewajiban

    Dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi

    Memenuhi segala sesuatu yang berkaitan dengan pembiayaan (pajak, retribusi, iuran, jaminan reklamasi) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    Dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    Menyampaikan laporan produksi setiap bulan dan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan yang tata cara dan bentuknya ditetapkan lebih lanjut oleh walikota

    Mendapat pembinaan, pengawasan, dibidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan teknik pertambangan dan manajemen dari Pemerintah kota sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku

    Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik dan melakukan pengelolaan / memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang lingkungan hidup

    Mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia

    Menyusun dan melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

    Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara

    Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan

    Melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam negeri

    Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara

    Membantu pengembangan wilayah dan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah daerah di sekitar wilayah usaha pertambangan

    Bertanggung jawab terhadap segala kerusakan yang diakibatkan dari usaha pertambangannya baik dalam lingkup wilayah Kuasa Pertambangannya maupun di luar, baik dilakukan sengaja maupun tidak

    Kerugian yang diakibatkan oleh 2 (dua) atau lebih pemegang IUP/IUPK dan IPR dibebankan kepada pemegang IUP atau IPR

    Pemegang IUP tetap bertanggung jawab terhadap segala tunggakan pembayaran beserta denda yang ada dalam jangka waktu IUP/IUPK dan IPR telah berakhir

    Sumber: Hasil Analisis, 2014.

  • Penghentian Sementara Izin Usaha Pertambangan

    Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat

    dilakukan apabila terjadi tiga kondisi, yakni keadaan kahar (seperti

    kerusuhan, pemogokan, bencana alam, dan keadaan lain yang terjadi di luar

    kemampuan manusia), keadaan yang menimbulkan penghentian sebagian

    atau seluruh kegiatan pertambangan, serta apabila kondisi daya dukung

    lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung bebean kegiatan

    produksi. Adapun penhentian usaha pertambangan ini tidak akan

    mengurangi masa berlaku IUP atau IPR. Penghentian sementara dapat

    dilakukan oleh Inspektur tambang atau walikota berdasarkan permohonan

    masyarakat.

    Jangka waktu penghentian sementara karena keadaan kahar diberikan

    paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang paling bangyak satu kali

    untuk satu tahun. Jika kurun waktu tersebut belum habis namun pemegang

    IUP dan IPR sudah akan melakukan kegiatan operasi, maka kegiatannya

    tersebut wajib dilaporkan kepada walikota. Kewajiban pemegang IUP

    terhadap pemerintah daerah tidak berlaku apabila penghentian izin usaha

    diberikan karena keadaan kahar maupun keadaan lain yang menghalangi

    kegiatan usaha. Sedangkan apabila penghentian sementara diberikan karena

    kondisi daya dukung lingkungan, kewajiban pemegang IUP terhadap

    pemerintah tetap berlaku.

    Berakhirnya Izin Usaha Pertambangan

    Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

    berakhir karena dikembalikan, dicabut, atau berakhir masa berlakunya. IUP

    atau IPR dapat dicabut oleh walikota apabila pemegang IUP atau IPR tidak

    memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IPR serta ketentuan

    peraturan perundang-undangan, melakukan tindak pidana, ataupun

    pemegang IUP atau IPR dinyatakan pailit. Pemegang IUP atau IPR berakhir

    wajib memenuhi dan menyelesaikan kewajiban sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan dan kewajiban tersebut dianggap telah

    dipenuhi setelah mendapat persetujuan dari Walikota.

  • IUP atu IPR yang telah dikembalikan, dicabut, atau habis masa

    berlakunya dikembalikan kepada walikota sesuai dengan kewenangannya.

    Adapun WIUP atau IUP tersebut dapat ditawarkan kepada badan usaha,

    koperasi, atau perseorangan melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan.

    Apabila IUP atau IPR berakhir, pemegang IUP atau IPR wajib menyerahkan

    seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi

    kepada walikota.

    Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Wilayah

    Pertambangan (CSR)

    Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah

    pertambangan dilakukan dengan cara mewajibkan pemegang IUP, IUPK dan

    IPR untuk menyusun program yang berkaitan dengan pengembangan dan

    pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan setiap

    tahunnya. Program tersebut sebelum dilaksanakan harus dikoordinasikan

    dengan masyarakat dan intansi pemerintah. Program tersebut tidak hanya

    dirumuskan oleh pemegang izin usaha akan tetapi juga dapat di ajukan oleh

    masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Program ini di prioritaskan untuk

    masyarakat yang terkena dampak baik langsung dan tidak langsung terkait

    adanya aktivitas pertambangan yakni masyarakat yang berada dekat dengan

    kegiatan operasional penambangan tanpa melihat batas administratif.

    Program ini nantiya dibiayai oleh pemegang izin usaha dengan alokasi

    minimal sesuai dengan dana CSR yang ditetapkan oleh perusahaan.

    Pengelolaan biaya dilakukan oleh pihak pemegang izin usaha.

    Pemegang IUP/IUPK dan IPR wajib menyampaikan rencana dan biaya

    pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

    disekitar wilayah pertambangan (CSR) setiap tahun sebagai bagian dari

    rencana kerja dan anggaran biaya tahunan kepada Walikota Samarinda

    sesuai dengan kewenangannya untuk mendapatkan persetujuan setelah

    mendapatkan persetujuan maka program wajib dilaporkan kepada forum RT,

    LPM, Pejabat Kelurahan dan Kecamatan setempat dan Komisi yang

    membidanginya. Sebagai evaluasi dan pengawasan, setiap pemegang

  • IUP/IUPK dan IPR wajib menyampaikan laporan realisasi program CSR setiap

    6 (enam) bulan kepada Walikota dan Instansi yang terkait.

    Jumlah Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar

    Wilayah Pertambangan (CSR)

    Total dana yang wajib dikeluarkan oleh IUP/IUPK dan IPR minimal

    sebesar 3% dari total produksi dalam setahun sesuai dengan SKAB yang

    dikeluarkan dinas pertambangan . Dimana untuk mengetahui total produksi

    ini, maka perusahaan wajib melaporkan jumlah produksi batubara per tahun

    kepada walikota melalui instansi terkait yang nantinya juga ditembuskan

    kepada DPRD.

    Penggunaan Tanah untuk Kegiatan Usaha Pertambangan

    Hak atas WIUP dan WPR tidak termasuk tanah dan lahan lainnya.

    Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang

    dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan

    ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan usaha pertambangan

    dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Instansi Pemerintah sesuai

    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pemegang IUP Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya

    setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Pemegang IUP

    sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas

    tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan. Penyelesaian hak tersebut dilakukan secara bertahap sesuai

    dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP. Hak atas IUP/IUPK dan

    IPR merupakan pemilikan hak atas tanah.

    Jaminan Reklamasi dan Pasca Tambang

    Berdasarkan pasal 59 ayat 1, besarnya uang jaminan reklamasi

    berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung meliputi

    penatagunaan lahan, revegatasi, pencegahan dan penanggulangan air asam

    tambang, dan pekerjaan sipil. Sedangkan biaya tidak langsung meliputi

    mobilisasi demobilisasi alat, perencanan kegiatan reklamasi, administrasi

    dan keuangan pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana reklamasi, dan

  • supervisi. Jaminan Reklamasi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus menutup

    seluruh biaya pelaksanaan kegiatan reklamasi.

    Pasal 60 ayat 1 menerangkan bahwa perusahaan wajib menyediakan

    jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang sesuai perhitungan

    rencana biaya reklamasi dan perhitungan biaya penutupan tambang yang

    telah mendapat persetujuan walikota sesuai dengan kewenangannya.

    Berikut ini merupakan bagan jaminan reklamasi dan pasca tambang yang

    diatur pada BAB XVII.

    Pemegang IUP & IUPK

    Jaminan Reklamasi Jaminan Pasca Tambang

    Menyediakan

    Tahap

    Eksplorasi

    Tahap

    Operasi

    Produksi

    Rencana kerja

    dan anggaran

    biaya

    eksplorasi

    Bank

    Pemerintah

    (Deposito

    Berjangka)

    Rencana

    reklamasi

    Rekening bersama pada

    bank pemerintah

    Deposito berjangka

    pada bank pemerintah

    Bank garansi pada

    bank pemerintah atau

    bank swasta nasional

    Cadangan akuntansi

    Rencana Pasca

    tambang

    Bank

    Pemerintah

    (Deposito

    Berjangka)

  • Rencana Reklamasi dan Penutupan Tambang

    Berdasarkan pasal 76, perusahaan wajib menyusun rencana reklamasi

    dan rencana pentupan tambang. Rencana reklamasi dan rencana penutupan

    tambang tersebut disusun berdasarkan AMDAL atau UKL dan UPL yang telah

    disetujui dan sebagai bagian dari studi kelayakan. Rencana reklamasi

    disusun untuk pelaksanaan setiap jangka waktu 5 tahun dengan rincian

    tahunan, meliputi:

    a. tata guna lahan sebelum dan sesudah di tambang.

    b. rencana pembukaan lahan.

    c. program reklamasi dan,

    d. rencana biaya reklamasi.

    Rencana penutupan tambang sebagaimana di maksud pasal 76 ayat (1)

    meliputi:

    a. profil wilayah.

    b. deskripsi kegiatan pertambangan.

    c. gambaran rona akhir tambang.

    d. hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan.

    e. program penutupan tambang.

    f. pemantauan.

    g. organisasi.

    h. rencana biaya penutupan.

    Perusahaan wajib menyampaikan rencana reklamasi dan rencana

    penutupan tambang periode lima tahun pertama atau sesuai dengan umur

    tambangnya kepada walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum

    memulai kegiatan eksploritasi/operasi produksi melalui instansi terkait(

    Distamben dan BLH). Rincian rencana reklamasi dituangkan dalam Rencana

    Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

    bagi usaha/kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL/UPL bagi usaha/kegiatan

    yang tidak wajib AMDAL yang antara lain meliputi:

    a. penggunaan tanah sebelum adanya penambangan;

    b. penggunaan tanah yang diusulkan sesudah reklamasi;

  • c. cara pemeliharaan dan pengamanan lapisan tanah pucuk dan lapisan

    tanah penutup lainnya;

    d. langkah-langkah pemantauan dan penanggulangan lingkungan yang

    akan dilakukan sehingga lahan tersebut dapat berfungsi kembali.

    3.2.5 Pengevaluasian dan Pelaporan Kegiatan Pelaksanaan reklamasi dan

    penutupan tambang wajib dilakukan

    sesuai dengan persetujuan walikota.

    Pelaksanaan reklamasi ini dilakukan

    pada lahan yang rusak akibat usaha

    pertambangan. Lahan rusak yang

    dimaksud meliputi lahan bekas

    tambang dan lahan di luar bekas

    tambang yang tidak digunakan lagi.

    Lahan di luar bekas tambang berupa

    timbunan tanah penutup, timbunan

    bahan, jalan transportasi, pabrik /

    instalasi pengolahan / pemurnian,

    kantor dan perumahan,

    pelabuhan/dermaga, lubang bekas

    dari sedimen pond dan setling pond.

    Sebelum melaksanakan

    reklamasi, pemegang IUP wajib

    menyampaikan kepada Walikota

    tentang rencana, tata cara dan teknik

    reklamasi yang akan diterapkan untuk

    mendapatkan persetujuan.

    Persetujuan akan diberikan dalam

    jangka waktu paling lama 30 (tiga

    puluh) hari kerja sejak diterimanya

    rencana reklamasi. Pemegang IUP

    bertanggung jawab penuh terhadap

    pelaksanaan reklamasi dan

    menanggung segala biaya yang

    diperlukan. Pelaksanaan reklamasi

    dan regevetasi dilakukan paling

    lambat 1 (satu) bulan setelah

    kegiatan pertambangan ditutup.

    Pengusaha pertambangan pemegang

    IUP tetap bertanggung jawab

    terhadap lahan yang telah

    direklamasi selama hasil reklamasi

    belum mendapat persetujuan

    Walikota. Apabila berdasarkan

    penelitian, pengusaha pertambangan

    belum atau tidak dapat

    menyelesaikan reklamasi sesuai

    dengan rencana, Walikota dapat

    mengeluarkan surat peringatan

    kepada pemegang IUP sesuai

    dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    Pelaksanaan reklamasi dan

    regevetasi dianggap sesuai dan

    memenuhi syarat jika mendapat

    persetujuan/rekomendasi dari BLH.

    Perusahaan juga wajib menyampaikan

    laporan pelaksanaan kegiatan

    reklamasi setiap 1 (satu) tahun

    sekali kepada walikota dan setiap

    3 (tiga) bulan untuk laporan

    pelaksanaan kegiatan penutupan

    tambang. Apabila berdasarkan hasil

  • evaluasi pelaksanaan reklamasi

    menunjukkan bahwa pelaksanaan

    reklamasi tidak memenuhi kriteria

    keberhasilan, maka walikota dapat

    menunjukkan pihak ke-3 untuk

    melaksanakan reklamasi sebagian

    atau seluruhnya dengan menggunakan

    jaminan reklamasi yang ditempatkan.

    Sistem penunjukkan pihak ketiga

    diatur dalam peraturan Walikota.

    3.2.6 Pembinaan dan Pengawasan

    Pembinaan dan pengawasan

    terhadap pelaksanaan pertambangan

    mineral dan batubara dilaksanakan

    dalam rangka penertiban dan

    dilakukan oleh tim Pembina dan

    pengawas atau pejabat yang telah

    diatur dalam Peraturan Walikota.

    Pelaksanaan pengawasan tersebut

    dilakukan dilapangan dalam waktu

    sekurang-kurangnya yaitu enam bulan

    sekali.

    3.2.7 Pemberian Rekomendasi/Persetujuan Izin Non Inti

    Pelaksanaan teknis

    pertambangan dilakukan oleh tenaga

    teknis dan non teknis. Sedangkan

    penyelenggara pendidikan dan

    pelatihan teknik pertambangan

    dilaksanakan oleh pemerintah daerah

    maupun luar daerah di bawah

    koordinasi Dinas Pertambangan dan

    Energi. Penelitian dapat meliputi

    penelitian lapangan dan penelitian

    laboratorium. Penelitian lapangan

    meliputi inventarisasi sumberdaya

    mineral dan energi, air bawah tanah

    serta mitigasi bencana geologi

    sedangkan penelitian laboratorium

    merupakan hasil observasi lapangan

    yang dituliskan dalam laporan ilmiah

    sebagai hasil uji pemeriksaan

    laboratorium

    3.3 Ketentuan Penyidikan

    Pasal 91 menjelaskan siapa-

    siapa saja yang berwenang dalam

    penyidikan dan penuntutan atas

    pelanggaran ketentuan pengelolaan

    pertambangan mineral dan batubara.

    Ayat (2) menerangkan bahwa

    kewenangan dimiliki oleh pejabat

    Pegawai Negeri Sipil pada lingkungan

    pemereintah daerah dimana

    pertambangan itu berada dalam hal

    ini yaitu pejabat PNS Kota Samarinda.

    Selain itu, ayat ketiga menjelaskan

  • sejauh mana wewenang penyidik

    dalam penyidikan pelanggaran atas

    ketentuan pengelolaan pertambangan

    mineral dimana wewenangnya yaitu :

    a. Melakukan penggeledahan untuk

    mendapatkan bahan bukti

    pembukuan, pencatatan dan

    dokumen lain serta melakukan

    penyitaan terhadap barang bukti

    tersebut;

    b. Menyuruh berhenti, melarang

    seseorang meninggalkan ruangan

    atau tempat pada saat

    pemeriksaan sedang berlangsung

    dan memeriksa identitas orang

    atau dokumen;

    c. Memanggil orang untuk di dengar

    keterangannya dan diperiksa

    sebagai tersangka atau saksi; dan

    d. Menghentikan penyidikan;

    3.4 Ketentuan Pidana

    BAB 22 pasal 90 mengenai

    ketentuan pidana menjelaskan

    seberapa besar pidana yang dapat

    dijatuhkan kepada pelanggar

    ketentuan izin pengelolaan

    pertambangan mineral dan batubara.

    Dengan hukuman Sebagai mana

    dijelaskan pada pasal (1), (2), (4),

    (5), dan (8). Orang-orang yang dapat

    dijatuhkan pidana atas pelanggaran

    ketentuan adalah mereka yang tidak

    mempunyai izin usaha pada tiap-tiap

    langkah pertambangan mineral dan

    batu bara yang dimulai dari proses

    eksplorasi hingga penjualan. Selain

    kepemilikan izin, orang-orang atau

    badan hukum yang dapat dijatuhkan

    pidana adalah orang yang hanya

    mempunyai Izin Usaha Pertambangan

    Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan

    Produksi, untuk itu setiap usaha

    pertambangan dimulai dari hulu

    hingga hilir harus memiliki izin.

    3.5 Ketentuan Penutup Sebagaimana ketentuan

    penutup pada umumnya, ketentuan

    penutup pada perda no 12 tahun 2013

    tentang pertambangan mineral dan

    batubara Kota Samarinda ini juga

    memberikan penjelasan bahwa hal-

    hal yang belum diatur dalam

    peraturan itu akan diatur sesuai

    keputusan walikota. Terdapat juga

    pasal yang menjelaskan bahwa perda

    ini bersifat perda pembaruan karena

    pada pasal 93 dijelaskan bahwa

    dengan berlakunya perda ini maka

    perda serupa sebelumnya yaitu Perda

  • Kota Samarinda No 20 tahun 2000

    tentang izin pengelolaan

    pertambangan dan Perda Nomor 20

    tahun 2003 tentang Penyelenggaraan

    Pengelolaan Usaha Pertambangan

    tidak lagi berlaku.

    4. Penutup 4.1 Rumusan Perintah Pengundangan dan Penempatan Perda dalam

    Lembaran Daerah

    umusan perintah

    pengundangan dan

    penempatan Peraturan

    Perundang-undangan tersebut dalam

    Lembaran Negara Republik Indonesia,

    Berita Negara Republik Indonesia,

    Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran

    Daerah Kabupaten/Kota, Berita

    Daerah Provinsi, Berita Daerah

    Kabupaten/Kota. Sesuai dengan yang

    tercantum dalam pasal 9, bahwa Hal-

    hal yang belum diatur dalam

    peraturan daerah ini sepanjang

    mengenai pelaksanaannya akan diatur

    dengan keputusan Walikota.

    4.2 Penandatanganan Pengesahan dan Penetapan

    Penandatanganan pengesahan atau penetapan perzrturan perundang-

    undangan memuat :

    1. Tempat dan tanggal pengesahan/penctapan;

    2. Nama jabatan;

    3. Tanda tangan pejabat;

    4. Nama lcngkap pcjabat yang mcnandatangani, tanpa gelar,

    5. Pangkat, golongan, dan Nomor Induk Pegawai;

    4.3 Pengundangan

    Sesuai dengan pasal 93 bahwa

    Pada saat Peraturan Daerah ini

    berlaku, Peraturan Daerah Kota

    Samarinda Nomor 20 Tahun 2000

    tentang Izin Pengelolaan

    Pertambangan dan Peraturan Daerah

    Nomor 20 Tahun 2003 tentang

    Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha

    Pertambangan Umum, dinyatakan

    dicabut dan tidak berlaku dan pasal

    94 Peraturan daerah ini mulai berlaku

    pada tanggal diundangkan. Agar

    setiap orang mengetahuinya,

    memerintahkan pengundangan

    R

  • peraturan daerah ini dengan

    menempatkannya dalam lembaran

    daerah kota Samarinda

    4.4 Akhir Bagian Penutup

    Rumusan tanggal dan tempat pengesahan atau penetapan diletakkan di

    sebelah kanan dan nama, jabatan, dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital.

    Pada akhir nama jabatan, diberi tanda baca koma (,).

    5. Kesimpulan dan Lesson Learned 5.1 Kesimpulan

    elihat kondisi Kota

    Samarinda yang sudah tidak

    lagi mampu menopang

    ekologis kawasan kota, sehingga

    bencana banjir dan kekeringan silih

    berganti terjadi di kota ini,

    menjadikan Kota Samarinda harus

    sesegera mungkin merubah model

    pembangunannya. Penguasaan lahan

    yang begitu luas untuk perijinan

    pertambangan batubara, harus segera

    dialihkan dengan aktivitas yang lebih

    berpihak secara sosial dan lingkungan

    hidup bagi warga kota.

    Pengaturan harus dibuat untuk

    menghentikan operasi pertambangan

    yang merusak, disertai dengan

    langkah dan tindakan perbaikan

    kondisi lingkungan hidup, serta

    dengan membiarkan batubara berada

    di dalam tanah. Kota Samarinda akan

    jauh lebih layak bagi warganya tanpa

    melakukan pengerukan batubara,

    karena PDRB Kota Samarinda ditopang

    oleh sektor jasa dan perdagangan.

    Tujuan pembangunan kota adalah

    untuk mensejahterakan warga,

    termasuk di dalamnya untuk

    meningkatkan kualitas hidup

    warganya. Dengan mengurangi

    ancaman terhadap warga dari dampak

    merusak industri batubara,

    diharapkan kualitas hidup warga kota

    Samarinda akan jauh lebih baik dan

    mampu memberikan kontribusi yang

    lebih banyak bagi kota ini.

    Menyelamatkan Samarinda dimulai

    dengan menghentikan industri

    pertambangan di kota ini.

    M

  • 5.2 Lesson Learned

    1. Terhadap perusahaan pertambangan yang tidak melakukan upaya dan kegiatan

    pemulihan lingkungan hidup di wilayah perijinan yang pernah diperolehnya,

    diserahkan pada penegak hukum, untuk ditindaklanjuti sesuai dengan

    peraturan perundangundangan yang berlaku.

    2. Pada wilayah-wilayah sekitar kawasan pertambangan, upaya pemulihan

    lingkungan hidup menjadi tanggung jawab pemerintah kota, dengan dukungan

    dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Kegiatan pemulihan

    lingkungan hidup direncanakan dan dilaksanakan bersama-sama dengan warga

    di dalam dan sekitar lokasi.

    3. Upaya-upaya pemulihan lingkungan hidup dilaksanakan dengan melakukan

    restorasi kawasan bekas lubang tambang dan bekas aktivitas pertambangan

    lainnya (jalan tambang, kolam limbah, tempat penampungan, dan lainnya).

    4. Sanksi diberikan kepada perusahaan pertambangan yang mengabaikan kaidah

    dan aturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk terhadap pengabaian

    pengelolaan lingkungan hidup.