review perda pertambangan samarinda
DESCRIPTION
pertambangan samarindaTRANSCRIPT
-
ABSTRAK
Melihat kondisi Kota Samarinda yang sudah tidak lagi mampu menopang
ekologis kawasan kota, sehingga bencana banjir dan kekeringan silih berganti
terjadi di kota ini, menjadikan Kota Samarinda harus sesegera mungkin mengubah
model pembangunannya. Penguasaan lahan yang begitu luas untuk perijinan
pertambangan batubara, harus segera dialihkan dengan aktivitas yang lebih
berpihak secara sosial dan lingkungan hidup bagi warga kota. Pengaturan harus
dibuat untuk menghentikan operasi pertambangan yang merusak, disertai dengan
langkah dan tindakan perbaikan kondisi lingkungan hidup, serta dengan
membiarkan batubara berada di dalam tanah. Kota Samarinda akan jauh lebih
layak bagi warganya tanpa melakukan pengerukan batubara, karena PDRB Kota
Samarinda ditopang oleh sektor jasa dan perdagangan. Maka disusunlah Peraturan
Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara dalam wilayah Kota Samarinda yang juga menggantikan
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2000 dan Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun
2003 tentang Ketentuan Pengusahaan Pertambangan Umum Dalam Wilayah Kota
Samarinda. Hal ini dikarenakan jumlah pajak dan retribusi pembagiaan hasil
pengelolaan pajak tidak relevan dengan kondisi saat ini, perlunya regulasi
tambahan terkait dengan mekanisme izin pertambangan dan kondisi lingkungan
Kota Samarinda yang semakin memprihatinkan. Karena Tujuan pembangunan kota
adalah untuk mensejahterakan warga, termasuk di dalamnya untuk meningkatkan
kualitas hidup warganya. Dengan mengurangi ancaman terhadap warga dari
dampak merusak industri batubara, diharapkan kualitas hidup warga kota
Samarinda akan jauh lebih baik dan mampu memberikan kontribusi yang lebih
banyak bagi kota ini.
Kata kunci: lingkungan, Pertambangan, izin usaha pertambangan, masyarakat
-
1. Judul: Nama, Jenis, Nomor, Tahun
eraturan perundang-undangan ini termasuk jenis peraturan daerah yang
dikeluarkan pada tahun 2013 dengan judul Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu
Bara dalam Wilayah Kota Samarinda.
2. Pembukaan 2.1 Kalimat Pembuka
alimat pembuka yang
terdapat pada Peraturan
Derah Kota Samarinda No. 12
Tahun 2013 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara dapat terlihat
pada gambar dibawah. Frase Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
merupakan kalimat pembuka yang
terdapat pada setiap peraturan yang
menandakan bahwa penyusunan
peraturan tersebut telah sesuai
dengan sila pertama, yakni Ketuhanan
Yang Maha Esa. Penerapan sila pada
penyusunan peraturan daerah
dianggap telah sesuai dengan hierarki
peraturan perundangan dimana
peraturan yang berada dibawah harus
menyesuaikan dengan peraturan
diatasnya.
P
K
-
2.2 Jabatan Pembentuk Perda
Pada gambar diatas terlihat
bahwa jabatan pembentuk Perda Kota
Samarinda No. 12 Tahun 2013 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara
adalah Walikota Samarinda. Walikota
berperan sebagai pembentuk perda
karena lingkup peraturan tersebut
adalah kota administratif dan
walikota merupakan jabatan tertinggi
dari lingkup tersebut. Persetujuan
peraturan oleh pimpinan wilayah
merupakan salah satu syarat dari
ditetapkannya suatu peraturan daerah
supaya memiliki kekuatan hukum.
2.3 Konsiderans
Konsiderans adalah pertimbangan-pertimbangan yang berpengaruh dalam
pembuatan suatu PERDA. Berikut ini merupakan pertimbangan yang ada dalam
Perda No.12 tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Dalam
Wilayah Kota Samarinda:
Menurut pertimbangan huruf a daerah
berwenang mengelola sumber daya
alam bidang pertambangan umum
yang tersedia di wilayahnya karena
memang sudah di tetapkan pada
peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU. No 22 tahun 1999, pasal
10), selain itu karena sumber daya
-
alam yang ada di wilayah tersebut
merupakan potensi bagi daerah untuk
menaikkan taraf perekonomian
daerah dan kesejahteraan masyarakat
yang ada disana.
Pertimbangan huruf b
dibutuhkan pengaturan kembali di
bidang pertambangan yang dapat
mengelola dan mengusahakan potensi
bahan tambang secara mandiri, andal,
transparan, berdaya saing, efisien,
dan berwawasan lingkungan, guna
menjamin pembangunan daerah
berkelanjutan karena peraturan
daerah Kota Samarinda Nomor 20
Tahun 2000 dan perubahan peraturan
daerah Nomor 20 tahun 2003 tentang
Pengusaha Pertambangan umum
dalam Wilayah Kota Samarinda sudah
tidak sesuai lagi setelah
ditetapkannya Undang-Undang Nomor
4 tahun 2009. Pertimbangan huruf c
dalam mewujudkan visi dan misi
pembangunan Kota Samarinda dan
untuk pengembangan dan
pemanfaatan sumber daya mineral
dan batubara, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
Dalam Wilayah Kota Samarinda karena
peraturan yang sudah ada sebelumnya
dianggap sudah tak lagi sesuai.
2.4 Dasar Hukum
Ada beberapa dasar hukum yang digunakan dalam Perda No.12 tahun 2013
tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Dalam Wilayah Kota Samarinda,
berikut merupakan rinciannya:
Tabel I Dasar Hukum
No Dasar Hukum Review Dasar Hukum
1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Karena UUD'45 merupakan landasan hukum Negara RI dan semua Perda harus sesuai dengan UUD'45 yang sudah ada sebelumnya
2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959
Karena didalamnya memuat tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 1953 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 352) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820)
-
No Dasar Hukum Review Dasar Hukum
3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
Karena didalamnya memuat tentang pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)
4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
Karena didalamnya memuat tetang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4249);
5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Karena didalamnya memuat tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 125, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 2008 nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4844)
6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Karena didalamnya memuat tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)
7 Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009
Karena didalamnya memuat tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4959)
8 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Karena didalamnya memuat tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Perda yang akan dibuat berhubungan dengan sumber daya alam yakni tambang mineral dan batu bara
9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Karena didalamnya memuat tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234)
10 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980
Karena didalamnya memuat tentang Bahan-Bahan Galian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3174). Karena batubara dan mineral masuk kedalam bahan galian
-
No Dasar Hukum Review Dasar Hukum
11 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
Karena didalamnya memuat tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838). Analisis dampak lingkungan atau AMDAL dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan apabila terjadi pertambangan
12 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
Karena didalamnya memuat tentang Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Rapublik Indonesia Nomor 54 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
13 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001
Karena didalamnya memuat tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4138)
14 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001
Karena didalamnya memuat tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
15 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007
Karena didalamnya memuat tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737)
16 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
Karena didalamnya memuat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nnomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833)
17 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
Karena didalamnya memuat tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral Batu Bara yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatan Perda No.12 tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara pada tahap pelaksaannya
18 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010
Karena didalamnya memuat tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara
19 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
Karena didalamnya memuat tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. Didalamnya berhubungan dengan peraturan jika terjadinya reklamasi pasca tambang
-
No Dasar Hukum Review Dasar Hukum
20 Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1995
Karena didalamnya memuat tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
21 Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008
Karena didalamnya memuat tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, jika kerusakan lingkungan yang diakibatkan tambang terlalu parah dan membahayakan jiwa para penambang
22 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011
Karena didalamnya memuat tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694)
23 Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003
Karena didalamnya memuat tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum
Sumber : Analisis Pribadi, 2014.
2.5 Diktum
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara dalam Wilayah Kota Samarinda sudah ditetapkan dengan persetujuan
dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda bersama dengan Walikota
Samarinda.
3. Batang Tubuh 3.1 Ketentuan Umum
etentuan umum menjelaskan
tentang kegiatan
pertambangan dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan
pertambangan yang terdapat di Kota
Samarinda. Adapun pihak-pihak yang
berperan dalam kegiatan
pertambangan yang terdapat di Kota
K
-
Samarinda yaitu Pemerintah Kota
Samarinda yang terdiri dari DPRD Kota
Samarinda, Dinas Pertambangan dan
Energi Kota Samarinda, dan badan
Lingkungan Hidup Kota Samarinda dan
badan hokum atau perorangan seperti
Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Firma dan lain-
lain.
Sesuai dengan Perda Kota
Samarinda No. 12 Tahun 2013 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara
dalam Wilayah Kota Samarinda
menjelaskan bahwa usaha
pertambangan adalah kegiatan dalam
rangka pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi tahap
kegiatan penyelidikan umum,
eskplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan,
pengolahan, dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta
pasca tambang. Adapun dalam proses
pertambangan yang ditentukan
terlebih dahulu adalah Kuasa
Pertambangan kepada badan hokum
atau perorangan yang diberikan oleh
Pemerintah Kota Samarinda.
Selanjutnya penentuan Wilayah
Pertambangan (WP) dilanjutkan
penentuan Wilayah Usaha
Pertambangan (WUP). Wilayah Izin
Usaha Pertambangan (WIUP) diberikan
kepada pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP). Selain wilayah
yang disebutkan di atas juga terdapat
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
yang mana dalam melakukan proses
pertambangan di wilayah tersebut
harus mendapatkan IPR atau Izin
Pertambangan Rakyat.
Apabila terjadi keadaan kahar
keadaan seperti perang, kerusuhan
sipil, pemberontakan, epidemi gempa
bumi, banjir, kebakaran dan bencana
alam diluar kemampuan mereka
maupun blokade, pemogokan,
perselisihan perburuan diluar
kesalahan pemegang IUP/IUPK dan IPR
serta peraturan perundang undangan
yang ditertibkan untuk Pemerintah
yang menghambat kegiatan usaha
pertambangan yang sedang berjalan,
maka penyelesaian harus melalui
Pengadilan Negeri Samarinda.
Dalam berjalannya usaha
pertambangan, nantinya Badan Usaha
yang memegang Izin Usaha
Pertambangan wajib memenuhi
jaminan reklamasi dan melakukan
reklamasi untuk menata,
memulihkan, dan memperbaiki
kualitas lingkungan dan ekosistem
agar dapat berfungsi kembali sesuai
peruntukannya akibat kegiatan usaha
pertambangan. Disamping itu juga
-
dilakukannya pengelolaan sumber
daya alam yang menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan
bagi sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (unrenewable)
menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan
kualitas, nilai dan
keanekaragamannya. Pendidikan dan
pelatihan teknis juga diselenggarakan
untuk memberikan keterampilan atau
penguasaan pengetahuan dibidang
teknis tertentu kepada Pegawai
Negeri Sipil sehingga mampu
melaksanakan tanggung jawab yang
diberikan dengan sebaik-baiknya.
3.2 Materi Pokok (Ruang Lingkup) yang Diatur 3.2.1 Pencadangan dan Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan
Wilayah pertambangan merupakan bagian dari tata ruang nasional yang
menjadi landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan. Pemerintah daerah
wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka
penyiapan Wilayah Pertambangan. Wilayah Pertambangan Rakyat ditetapkan oleh
Walikota, yang sebelumnya telah berkonsultasi dahulu dengan DPRD. Wilayah
Pertambangan Rakyat ditetapkan dalam wilayah pertambangan dan berada dalam
Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
Adapun kriteria untuk menetapkan suatu Wilayah Pertambangan Rakyat adalah:
1. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat disungai dan/atau
diantara tepi dan tepi sungai;
2. Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal
25 (dua puluh lima) meter;
3. Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
4. Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima)
hektar;
5. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan
6. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah
dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
Berdasarkan kriteria diatas, jika dilihat di Kota Samarinda, sebagai wilayah
yang memiliki kekayaan alam pertambangan yaitu batubara, sebagian wilayahnya
sudah dikuasai oleh beberapa perusahaan batubara. Berikut merupakan peta
wilayah kuasa pertambangan batu bara di kota Samarinda:
-
3.2.2 Pemberian Izin Usha Pertambangan (IUP)
Pendirian usaha pertambangan
batu bara dan mineral yang terdapat
di Kota Samarinda harus mendapat
izin dari walikota dalam bentuk Izin
Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin
Pertambangan Rakyat (IPR). Kedua
izin tersebut sebelumnya harus
mendapatkan Wilayah IUP (WIUP)
atau Wilayah IPR (WIPR). Jika
pengusaha tidak memenuhi peraturan
yang telah diberlakukan, maka izin
dapat dicabut dan usaha yang
dilakukannya menjadi illegal. Lebih
jelasnya, dapat dilihat padabagan IUP
dibawah
-
IUP tidak dapat
dipindahtangankan atau dialihkan ke
pihak lain tanpa persetujuan dari
Walikota. Kegiatan pertambangan
paling lambat dilakukan 3 bulan
setelah tanggal terbit IUP. Pada satu
WIUP dapat terdiri dari beberapa IUP
dengan jenis galian yang berbeda.
Pemegang IUP mempunyai hak
mendapat prioritas untuk
mengusahakan bahan galian lain
dalam wilayah kerjanya dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku.
IUP terdiri dari dua yaitu IUP
Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi
yang pada dasarnya komponen IUP
Eksplorasi terdapat di IUP Operasi
Produksi namun sebagai ketetapan
lanjutan, yang rinciannya dapat
dilihat pada tabel dibawah:
IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi
Lokasi dan luas wilayah IUP Eksplorasi
Rencana umum tata ruang Dana jaminan termasuk reklamasi dan pasca tambang
Jaminan kesungguhan Perpanjangan IUP
Modal investasi Penerimaan Negara bukan pajak (iuran tetap dan iuran produksi)
Perpanjangan waktu tahap kegiatan Keselamatan dan kesehatan kerja
Hak dan kewajiban pemegang IUP Konservasi mineral atau batubara
Jangka waktu berlakuknya tahap kegiatan
Pemanfaatan barang, jasa, teknologi dalam negeri
Jenis usaha yang diberikan Penerapan kaidah ekonomi dan teknik pertambangan yang baik
Rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan
Penguasaan, pertambangan, dan penerapan teknologi pertambgan mineral atau batubara
Perpajakan Pengelolaan data mineral atau batubara
Penyelesaiaan perselisihan Pengembangan tenaga kerja Indonesia
Iuran tetap dan iuran eksplorasi
Amdal
3.2.3 Pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Berdasarkan definisi yang
terdapat di Ketentuan Umum, Izin
Pertambangan Rakyat, yang
selanjutnya disebut IPR, adalah izin
untuk melaksanakan usaha
pertambangan dalam wilayah
pertambangan rakyat dengan luas
wilayah dan investasi terbatas. IPR
dapat diberikan kepada perseorangan,
kelompok masyarakat, dan/atau
koperasi seperti yang tercantum
dalam Perda Kota Samarinda Nomor
12 Tahun 2013 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara dalam Wilayah
Kota Samarinda. Setiap orang atau
badan yang akan melakukan usaha
pertambangan di Kota Samarinda
harus mendapat izin dari Walikota,
-
termasuk juga Izin Pertambangan
Rakyat (IPR). Izin tersebut diperoleh
dengan pemohon menyampaikan surat
permohonan kepada Walikota.
Kegiatan pertambangan rakyat dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Pertambangan mineral logam;
b. Pertambangan mineral bukan logam;
c. Pertambangan batuan; dan
d. Pertambangan batubara.
Ditinjau dari aspek ekologi
kawasan Kota Samarinda, sebenarnya
Kota Samarinda bukan sebuah kota
yang layak untuk usaha
pertambangan. Hal ini terlihat dari
banyaknya bencana lingkungan yang
terjadi akibat kegiatan pertambangan
batubara di Kota Samarinda. Terkait
dengan semakin meningkatnya
intensitas bencana ekologi yang
terjadi akibat kegiatan pertambangan
yang menimbulkan kerugian secara
materi maupun non-materi bagi warga
kota, maka diperlukan perizinan
usaha pertambangan oleh Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Kota dan
harus segera dilakukan Audit
Lingkungan terhadap perizinan yang
dikeluarkan. Hal-hal yang diatur
terkait kegiatan pertambangan rakyat
adalah sebagai berikut:
Ketentuan pelaksanaan kegiatan pertambangan rakyat (pasal 31 ayat 4) :
- Kedalaman sumur dan terowongan paling dalam 25 meter;
- Dapat menggunakan pompa-pompa mekanik, penggelundungan atau
permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 hp; dan
- Dilarang menggunakan alat-alat berat dan bahan peledak.
Ketentuan luas wilayah IPR (pasal 32 ayat 1) :
- Perorangan paling banyak 1 (satu) hektar;
- Kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektar; dan/atau
- Koperasi paling banyak 10 (sepuluh) hektar.
Jangka waktu IPR (pasal 32 ayat 2)
IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang, jika memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan
dan finansial.
-
3.2.4 Pelaksanaan Perjnjian Kerjasama Usaha Pertambangan dalam Bentuk KK (Kontrak Karya) dan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)
Penciutan Lahan Pertambangan
Pada BAB VII pasal 33, dijelaskan bahwa perlu adanya penciutan lahan
pertambangan untuk menjamin keselamatan masyarakat dari berbagai
dampak yang diakibatkan dari aktivitas pertambangan baik berupa gangguan
kebisingan suara, partikel debu, banjir lumpur, limbah tambang (B3) dan
lain-lain. Dampak pertambangan tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
lahan-lahan pertanian, perkebunan, peternakan (tambak) dan hilangnya
nyawa manusia. Maka diberlakukan kebijakan sebagaimana gambar berikut.
Gambar 3
Jarak kegiatan pertambangan masing-masing wilayah izin usaha
pertambangan dengan pemukiman dan fasilitas umum (fasum) minimal 500
meter. Hal ini bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi 30% ruang
terbuka hijau bagi wilayah Kota Samarinda sebagaimana yang dijelaskan
pada pasal 33 ayat 2.
Sistem Pertambangan
Dalam pasal 34 telah jelas menyebutkan bahwa dalam rangka
memberi jaminan keselamatan dan kelestarian lingkungan serta upaya
menekan korban nyawa manusia, maka sistem pertambangan dengan
metode backfilling (sistem buka tutup) wajib dilakukan oleh setiap
pemegang IUP/ IUPK dan IPR.
Angkutan Hasil Produksi Batu Bara
Pasal 35 menyebutkan bahwa pemegang IUP/IUPK dan IPR wajib
menggunakan jalan tambang sendiri sebagaimana dokumen yang di miliki
-
dalam mengangkut hasil produksi tambangnya dari lokasi penambangan ke
tempat penimbunan sementara (Run of Mine) sampai ke stock pile akhir
atau titik serah penjualan dekat bibir sungai (At Sale Point), sebagaimana
digambarkan pada ilustrasi berikut.
Gambar 4
Jalan yang di biayai oleh APBD, kota, provinsi dan APBN dilarang
digunakan sebagai sarana Haulling (Lalu Lintas Angkutan Batu Bara), kecuali
hanya untuk melintas (cross) dan telah mendapat persetujuan pemerintah
sesuai dengan wewenangnya masingmasing.
Coal Washing and Stock Pile
Coal washing atau pencucian batu bara dilakukan di dekat bibir
sungai sebelum proses pengangkutan/pengapalan dengan memperhatikan air
limbah dari pencucian batu bara tersebut. Untuk mendapatkan jenis atau
kualitas yang baik harus dialirkan ke dalam kolam penjernihan (settling
pond) yang memenuhi standar yaitu yang memiliki jarak minimal dari bibir
sungai sejauh 300 meter sebelum kemudaian dapat dialirkan ke sungai
setelah dipastikan tidak mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
yang ditandai dengan rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Samarinda.
Stock pile atau penumpukan akhir batu bara sebelum
diangkut/dikapalkan. Adapun lokasi penumpukan akhir atau titik serah
penjualan berada di dekat bibir sungai seminimal mungkin 300 meter.
Adapun tumpukan batu bara yang belum sempat dicuci dan dikapalkan
terkendala oleh cuaca buruk seperti musim penghujan, wajib ditutup
dengan alat penutup atau pengaman yang memadai agar Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) yang masih terkandung dalam batu bara tersebut tidak
merembes dan masuk ke badan sungai terdekat.
-
Hak dan Kewajiban
Berikut adalah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang
Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR):
Tabel II Hak dan Kewajiban
Hak Kewajiban
Dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi
Memenuhi segala sesuatu yang berkaitan dengan pembiayaan (pajak, retribusi, iuran, jaminan reklamasi) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Menyampaikan laporan produksi setiap bulan dan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan yang tata cara dan bentuknya ditetapkan lebih lanjut oleh walikota
Mendapat pembinaan, pengawasan, dibidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan teknik pertambangan dan manajemen dari Pemerintah kota sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku
Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik dan melakukan pengelolaan / memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang lingkungan hidup
Mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia
Menyusun dan melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara
Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan
Melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam negeri
Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara
Membantu pengembangan wilayah dan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah daerah di sekitar wilayah usaha pertambangan
Bertanggung jawab terhadap segala kerusakan yang diakibatkan dari usaha pertambangannya baik dalam lingkup wilayah Kuasa Pertambangannya maupun di luar, baik dilakukan sengaja maupun tidak
Kerugian yang diakibatkan oleh 2 (dua) atau lebih pemegang IUP/IUPK dan IPR dibebankan kepada pemegang IUP atau IPR
Pemegang IUP tetap bertanggung jawab terhadap segala tunggakan pembayaran beserta denda yang ada dalam jangka waktu IUP/IUPK dan IPR telah berakhir
Sumber: Hasil Analisis, 2014.
-
Penghentian Sementara Izin Usaha Pertambangan
Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat
dilakukan apabila terjadi tiga kondisi, yakni keadaan kahar (seperti
kerusuhan, pemogokan, bencana alam, dan keadaan lain yang terjadi di luar
kemampuan manusia), keadaan yang menimbulkan penghentian sebagian
atau seluruh kegiatan pertambangan, serta apabila kondisi daya dukung
lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung bebean kegiatan
produksi. Adapun penhentian usaha pertambangan ini tidak akan
mengurangi masa berlaku IUP atau IPR. Penghentian sementara dapat
dilakukan oleh Inspektur tambang atau walikota berdasarkan permohonan
masyarakat.
Jangka waktu penghentian sementara karena keadaan kahar diberikan
paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang paling bangyak satu kali
untuk satu tahun. Jika kurun waktu tersebut belum habis namun pemegang
IUP dan IPR sudah akan melakukan kegiatan operasi, maka kegiatannya
tersebut wajib dilaporkan kepada walikota. Kewajiban pemegang IUP
terhadap pemerintah daerah tidak berlaku apabila penghentian izin usaha
diberikan karena keadaan kahar maupun keadaan lain yang menghalangi
kegiatan usaha. Sedangkan apabila penghentian sementara diberikan karena
kondisi daya dukung lingkungan, kewajiban pemegang IUP terhadap
pemerintah tetap berlaku.
Berakhirnya Izin Usaha Pertambangan
Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
berakhir karena dikembalikan, dicabut, atau berakhir masa berlakunya. IUP
atau IPR dapat dicabut oleh walikota apabila pemegang IUP atau IPR tidak
memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IPR serta ketentuan
peraturan perundang-undangan, melakukan tindak pidana, ataupun
pemegang IUP atau IPR dinyatakan pailit. Pemegang IUP atau IPR berakhir
wajib memenuhi dan menyelesaikan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kewajiban tersebut dianggap telah
dipenuhi setelah mendapat persetujuan dari Walikota.
-
IUP atu IPR yang telah dikembalikan, dicabut, atau habis masa
berlakunya dikembalikan kepada walikota sesuai dengan kewenangannya.
Adapun WIUP atau IUP tersebut dapat ditawarkan kepada badan usaha,
koperasi, atau perseorangan melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan.
Apabila IUP atau IPR berakhir, pemegang IUP atau IPR wajib menyerahkan
seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi
kepada walikota.
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Wilayah
Pertambangan (CSR)
Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah
pertambangan dilakukan dengan cara mewajibkan pemegang IUP, IUPK dan
IPR untuk menyusun program yang berkaitan dengan pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan setiap
tahunnya. Program tersebut sebelum dilaksanakan harus dikoordinasikan
dengan masyarakat dan intansi pemerintah. Program tersebut tidak hanya
dirumuskan oleh pemegang izin usaha akan tetapi juga dapat di ajukan oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Program ini di prioritaskan untuk
masyarakat yang terkena dampak baik langsung dan tidak langsung terkait
adanya aktivitas pertambangan yakni masyarakat yang berada dekat dengan
kegiatan operasional penambangan tanpa melihat batas administratif.
Program ini nantiya dibiayai oleh pemegang izin usaha dengan alokasi
minimal sesuai dengan dana CSR yang ditetapkan oleh perusahaan.
Pengelolaan biaya dilakukan oleh pihak pemegang izin usaha.
Pemegang IUP/IUPK dan IPR wajib menyampaikan rencana dan biaya
pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
disekitar wilayah pertambangan (CSR) setiap tahun sebagai bagian dari
rencana kerja dan anggaran biaya tahunan kepada Walikota Samarinda
sesuai dengan kewenangannya untuk mendapatkan persetujuan setelah
mendapatkan persetujuan maka program wajib dilaporkan kepada forum RT,
LPM, Pejabat Kelurahan dan Kecamatan setempat dan Komisi yang
membidanginya. Sebagai evaluasi dan pengawasan, setiap pemegang
-
IUP/IUPK dan IPR wajib menyampaikan laporan realisasi program CSR setiap
6 (enam) bulan kepada Walikota dan Instansi yang terkait.
Jumlah Dana Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar
Wilayah Pertambangan (CSR)
Total dana yang wajib dikeluarkan oleh IUP/IUPK dan IPR minimal
sebesar 3% dari total produksi dalam setahun sesuai dengan SKAB yang
dikeluarkan dinas pertambangan . Dimana untuk mengetahui total produksi
ini, maka perusahaan wajib melaporkan jumlah produksi batubara per tahun
kepada walikota melalui instansi terkait yang nantinya juga ditembuskan
kepada DPRD.
Penggunaan Tanah untuk Kegiatan Usaha Pertambangan
Hak atas WIUP dan WPR tidak termasuk tanah dan lahan lainnya.
Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang
dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan usaha pertambangan
dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Instansi Pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemegang IUP Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya
setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Pemegang IUP
sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas
tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penyelesaian hak tersebut dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP. Hak atas IUP/IUPK dan
IPR merupakan pemilikan hak atas tanah.
Jaminan Reklamasi dan Pasca Tambang
Berdasarkan pasal 59 ayat 1, besarnya uang jaminan reklamasi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung meliputi
penatagunaan lahan, revegatasi, pencegahan dan penanggulangan air asam
tambang, dan pekerjaan sipil. Sedangkan biaya tidak langsung meliputi
mobilisasi demobilisasi alat, perencanan kegiatan reklamasi, administrasi
dan keuangan pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana reklamasi, dan
-
supervisi. Jaminan Reklamasi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus menutup
seluruh biaya pelaksanaan kegiatan reklamasi.
Pasal 60 ayat 1 menerangkan bahwa perusahaan wajib menyediakan
jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang sesuai perhitungan
rencana biaya reklamasi dan perhitungan biaya penutupan tambang yang
telah mendapat persetujuan walikota sesuai dengan kewenangannya.
Berikut ini merupakan bagan jaminan reklamasi dan pasca tambang yang
diatur pada BAB XVII.
Pemegang IUP & IUPK
Jaminan Reklamasi Jaminan Pasca Tambang
Menyediakan
Tahap
Eksplorasi
Tahap
Operasi
Produksi
Rencana kerja
dan anggaran
biaya
eksplorasi
Bank
Pemerintah
(Deposito
Berjangka)
Rencana
reklamasi
Rekening bersama pada
bank pemerintah
Deposito berjangka
pada bank pemerintah
Bank garansi pada
bank pemerintah atau
bank swasta nasional
Cadangan akuntansi
Rencana Pasca
tambang
Bank
Pemerintah
(Deposito
Berjangka)
-
Rencana Reklamasi dan Penutupan Tambang
Berdasarkan pasal 76, perusahaan wajib menyusun rencana reklamasi
dan rencana pentupan tambang. Rencana reklamasi dan rencana penutupan
tambang tersebut disusun berdasarkan AMDAL atau UKL dan UPL yang telah
disetujui dan sebagai bagian dari studi kelayakan. Rencana reklamasi
disusun untuk pelaksanaan setiap jangka waktu 5 tahun dengan rincian
tahunan, meliputi:
a. tata guna lahan sebelum dan sesudah di tambang.
b. rencana pembukaan lahan.
c. program reklamasi dan,
d. rencana biaya reklamasi.
Rencana penutupan tambang sebagaimana di maksud pasal 76 ayat (1)
meliputi:
a. profil wilayah.
b. deskripsi kegiatan pertambangan.
c. gambaran rona akhir tambang.
d. hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan.
e. program penutupan tambang.
f. pemantauan.
g. organisasi.
h. rencana biaya penutupan.
Perusahaan wajib menyampaikan rencana reklamasi dan rencana
penutupan tambang periode lima tahun pertama atau sesuai dengan umur
tambangnya kepada walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum
memulai kegiatan eksploritasi/operasi produksi melalui instansi terkait(
Distamben dan BLH). Rincian rencana reklamasi dituangkan dalam Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
bagi usaha/kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL/UPL bagi usaha/kegiatan
yang tidak wajib AMDAL yang antara lain meliputi:
a. penggunaan tanah sebelum adanya penambangan;
b. penggunaan tanah yang diusulkan sesudah reklamasi;
-
c. cara pemeliharaan dan pengamanan lapisan tanah pucuk dan lapisan
tanah penutup lainnya;
d. langkah-langkah pemantauan dan penanggulangan lingkungan yang
akan dilakukan sehingga lahan tersebut dapat berfungsi kembali.
3.2.5 Pengevaluasian dan Pelaporan Kegiatan Pelaksanaan reklamasi dan
penutupan tambang wajib dilakukan
sesuai dengan persetujuan walikota.
Pelaksanaan reklamasi ini dilakukan
pada lahan yang rusak akibat usaha
pertambangan. Lahan rusak yang
dimaksud meliputi lahan bekas
tambang dan lahan di luar bekas
tambang yang tidak digunakan lagi.
Lahan di luar bekas tambang berupa
timbunan tanah penutup, timbunan
bahan, jalan transportasi, pabrik /
instalasi pengolahan / pemurnian,
kantor dan perumahan,
pelabuhan/dermaga, lubang bekas
dari sedimen pond dan setling pond.
Sebelum melaksanakan
reklamasi, pemegang IUP wajib
menyampaikan kepada Walikota
tentang rencana, tata cara dan teknik
reklamasi yang akan diterapkan untuk
mendapatkan persetujuan.
Persetujuan akan diberikan dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak diterimanya
rencana reklamasi. Pemegang IUP
bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan reklamasi dan
menanggung segala biaya yang
diperlukan. Pelaksanaan reklamasi
dan regevetasi dilakukan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah
kegiatan pertambangan ditutup.
Pengusaha pertambangan pemegang
IUP tetap bertanggung jawab
terhadap lahan yang telah
direklamasi selama hasil reklamasi
belum mendapat persetujuan
Walikota. Apabila berdasarkan
penelitian, pengusaha pertambangan
belum atau tidak dapat
menyelesaikan reklamasi sesuai
dengan rencana, Walikota dapat
mengeluarkan surat peringatan
kepada pemegang IUP sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pelaksanaan reklamasi dan
regevetasi dianggap sesuai dan
memenuhi syarat jika mendapat
persetujuan/rekomendasi dari BLH.
Perusahaan juga wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan kegiatan
reklamasi setiap 1 (satu) tahun
sekali kepada walikota dan setiap
3 (tiga) bulan untuk laporan
pelaksanaan kegiatan penutupan
tambang. Apabila berdasarkan hasil
-
evaluasi pelaksanaan reklamasi
menunjukkan bahwa pelaksanaan
reklamasi tidak memenuhi kriteria
keberhasilan, maka walikota dapat
menunjukkan pihak ke-3 untuk
melaksanakan reklamasi sebagian
atau seluruhnya dengan menggunakan
jaminan reklamasi yang ditempatkan.
Sistem penunjukkan pihak ketiga
diatur dalam peraturan Walikota.
3.2.6 Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan pertambangan
mineral dan batubara dilaksanakan
dalam rangka penertiban dan
dilakukan oleh tim Pembina dan
pengawas atau pejabat yang telah
diatur dalam Peraturan Walikota.
Pelaksanaan pengawasan tersebut
dilakukan dilapangan dalam waktu
sekurang-kurangnya yaitu enam bulan
sekali.
3.2.7 Pemberian Rekomendasi/Persetujuan Izin Non Inti
Pelaksanaan teknis
pertambangan dilakukan oleh tenaga
teknis dan non teknis. Sedangkan
penyelenggara pendidikan dan
pelatihan teknik pertambangan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
maupun luar daerah di bawah
koordinasi Dinas Pertambangan dan
Energi. Penelitian dapat meliputi
penelitian lapangan dan penelitian
laboratorium. Penelitian lapangan
meliputi inventarisasi sumberdaya
mineral dan energi, air bawah tanah
serta mitigasi bencana geologi
sedangkan penelitian laboratorium
merupakan hasil observasi lapangan
yang dituliskan dalam laporan ilmiah
sebagai hasil uji pemeriksaan
laboratorium
3.3 Ketentuan Penyidikan
Pasal 91 menjelaskan siapa-
siapa saja yang berwenang dalam
penyidikan dan penuntutan atas
pelanggaran ketentuan pengelolaan
pertambangan mineral dan batubara.
Ayat (2) menerangkan bahwa
kewenangan dimiliki oleh pejabat
Pegawai Negeri Sipil pada lingkungan
pemereintah daerah dimana
pertambangan itu berada dalam hal
ini yaitu pejabat PNS Kota Samarinda.
Selain itu, ayat ketiga menjelaskan
-
sejauh mana wewenang penyidik
dalam penyidikan pelanggaran atas
ketentuan pengelolaan pertambangan
mineral dimana wewenangnya yaitu :
a. Melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan
dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap barang bukti
tersebut;
b. Menyuruh berhenti, melarang
seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang
atau dokumen;
c. Memanggil orang untuk di dengar
keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi; dan
d. Menghentikan penyidikan;
3.4 Ketentuan Pidana
BAB 22 pasal 90 mengenai
ketentuan pidana menjelaskan
seberapa besar pidana yang dapat
dijatuhkan kepada pelanggar
ketentuan izin pengelolaan
pertambangan mineral dan batubara.
Dengan hukuman Sebagai mana
dijelaskan pada pasal (1), (2), (4),
(5), dan (8). Orang-orang yang dapat
dijatuhkan pidana atas pelanggaran
ketentuan adalah mereka yang tidak
mempunyai izin usaha pada tiap-tiap
langkah pertambangan mineral dan
batu bara yang dimulai dari proses
eksplorasi hingga penjualan. Selain
kepemilikan izin, orang-orang atau
badan hukum yang dapat dijatuhkan
pidana adalah orang yang hanya
mempunyai Izin Usaha Pertambangan
Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan
Produksi, untuk itu setiap usaha
pertambangan dimulai dari hulu
hingga hilir harus memiliki izin.
3.5 Ketentuan Penutup Sebagaimana ketentuan
penutup pada umumnya, ketentuan
penutup pada perda no 12 tahun 2013
tentang pertambangan mineral dan
batubara Kota Samarinda ini juga
memberikan penjelasan bahwa hal-
hal yang belum diatur dalam
peraturan itu akan diatur sesuai
keputusan walikota. Terdapat juga
pasal yang menjelaskan bahwa perda
ini bersifat perda pembaruan karena
pada pasal 93 dijelaskan bahwa
dengan berlakunya perda ini maka
perda serupa sebelumnya yaitu Perda
-
Kota Samarinda No 20 tahun 2000
tentang izin pengelolaan
pertambangan dan Perda Nomor 20
tahun 2003 tentang Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan
tidak lagi berlaku.
4. Penutup 4.1 Rumusan Perintah Pengundangan dan Penempatan Perda dalam
Lembaran Daerah
umusan perintah
pengundangan dan
penempatan Peraturan
Perundang-undangan tersebut dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia,
Berita Negara Republik Indonesia,
Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran
Daerah Kabupaten/Kota, Berita
Daerah Provinsi, Berita Daerah
Kabupaten/Kota. Sesuai dengan yang
tercantum dalam pasal 9, bahwa Hal-
hal yang belum diatur dalam
peraturan daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur
dengan keputusan Walikota.
4.2 Penandatanganan Pengesahan dan Penetapan
Penandatanganan pengesahan atau penetapan perzrturan perundang-
undangan memuat :
1. Tempat dan tanggal pengesahan/penctapan;
2. Nama jabatan;
3. Tanda tangan pejabat;
4. Nama lcngkap pcjabat yang mcnandatangani, tanpa gelar,
5. Pangkat, golongan, dan Nomor Induk Pegawai;
4.3 Pengundangan
Sesuai dengan pasal 93 bahwa
Pada saat Peraturan Daerah ini
berlaku, Peraturan Daerah Kota
Samarinda Nomor 20 Tahun 2000
tentang Izin Pengelolaan
Pertambangan dan Peraturan Daerah
Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Umum, dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku dan pasal
94 Peraturan daerah ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan
R
-
peraturan daerah ini dengan
menempatkannya dalam lembaran
daerah kota Samarinda
4.4 Akhir Bagian Penutup
Rumusan tanggal dan tempat pengesahan atau penetapan diletakkan di
sebelah kanan dan nama, jabatan, dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital.
Pada akhir nama jabatan, diberi tanda baca koma (,).
5. Kesimpulan dan Lesson Learned 5.1 Kesimpulan
elihat kondisi Kota
Samarinda yang sudah tidak
lagi mampu menopang
ekologis kawasan kota, sehingga
bencana banjir dan kekeringan silih
berganti terjadi di kota ini,
menjadikan Kota Samarinda harus
sesegera mungkin merubah model
pembangunannya. Penguasaan lahan
yang begitu luas untuk perijinan
pertambangan batubara, harus segera
dialihkan dengan aktivitas yang lebih
berpihak secara sosial dan lingkungan
hidup bagi warga kota.
Pengaturan harus dibuat untuk
menghentikan operasi pertambangan
yang merusak, disertai dengan
langkah dan tindakan perbaikan
kondisi lingkungan hidup, serta
dengan membiarkan batubara berada
di dalam tanah. Kota Samarinda akan
jauh lebih layak bagi warganya tanpa
melakukan pengerukan batubara,
karena PDRB Kota Samarinda ditopang
oleh sektor jasa dan perdagangan.
Tujuan pembangunan kota adalah
untuk mensejahterakan warga,
termasuk di dalamnya untuk
meningkatkan kualitas hidup
warganya. Dengan mengurangi
ancaman terhadap warga dari dampak
merusak industri batubara,
diharapkan kualitas hidup warga kota
Samarinda akan jauh lebih baik dan
mampu memberikan kontribusi yang
lebih banyak bagi kota ini.
Menyelamatkan Samarinda dimulai
dengan menghentikan industri
pertambangan di kota ini.
M
-
5.2 Lesson Learned
1. Terhadap perusahaan pertambangan yang tidak melakukan upaya dan kegiatan
pemulihan lingkungan hidup di wilayah perijinan yang pernah diperolehnya,
diserahkan pada penegak hukum, untuk ditindaklanjuti sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
2. Pada wilayah-wilayah sekitar kawasan pertambangan, upaya pemulihan
lingkungan hidup menjadi tanggung jawab pemerintah kota, dengan dukungan
dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Kegiatan pemulihan
lingkungan hidup direncanakan dan dilaksanakan bersama-sama dengan warga
di dalam dan sekitar lokasi.
3. Upaya-upaya pemulihan lingkungan hidup dilaksanakan dengan melakukan
restorasi kawasan bekas lubang tambang dan bekas aktivitas pertambangan
lainnya (jalan tambang, kolam limbah, tempat penampungan, dan lainnya).
4. Sanksi diberikan kepada perusahaan pertambangan yang mengabaikan kaidah
dan aturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk terhadap pengabaian
pengelolaan lingkungan hidup.