tesis kebijakan formulasi hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan.pdf

Upload: astan-w

Post on 28-Feb-2018

299 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    1/212

    KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA

    DALAMPENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN

    TESIS

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister

    Ilmu Hukum Program Pascasarjana

    Universitas Mataram

    ASTAN WIRYANIM. I2B 013 009

    PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

    PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM

    TAHUN 2015

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    2/212

    Halaman Pengesahan

    TESIS INI TELAH DI UJI

    Pada tanggal, 01 Juni 2015

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. Amiruddin, SH., M.Hum. Dr. Lalu Parman, SH., MH.

    NIP.19670710 198503 1 001 NIP.19580408 198602 1 001

    Mataram, 01 Juni 2015

    Mengetahui ;

    Program Studi Magister Ilmu HukumUniersitas Mataram

    Ketua,

    Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU.NIP. 19550815 198103 1 035

    Program Studi PascasarjanaUniersitas Mataram

    Direktur,

    I Gde Ekaputra G., M.Agr, Ph.DNIP. 19550815 198103 1 035

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    3/212

    TESIS INI TELAH DI UJI

    PADA TANGGAL, 01 JUNI TAHUN 2015

    MAJELIS PENGUJI TESIS BERDASARKAN SURAT KEPUTUSANDIREKTUR PRGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MATARAM

    NOMOR : /H18.4/HK/2015

    Ketua : Dr. H. Muhammad Natsir, SH., M.Hum : ..............................

    Anggota : Dr. Amiruddin, SH., MH. : ..............................

    Anggota : Dr. Lalu Parman, SH., M.Hum : ..............................

    Anggota : Prof. Dr. Hj. Rodliyah, SH., MH. : ..............................

    Anggota : Dr. Muhammad Sood, SH., MH. : ..............................

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    4/212

    CURRICULUM VITAE

    Nama :ASTAN WIRYA

    Tempat/tanggal lahir : Sukarara/LOTIM, 10 Februari 1983

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama Islam : Islam

    Pekerjaan : Polisi Kehutanan

    Data Keluarga :

    Istri : Dewi Karmila, ST.

    Anak : -

    Riwayat Pendidikan :

    Perguruan Tinggi : 1. Strata Satu (S-1) Konsentarasi Sistem

    Peradilan dan Penegakan Hukum Fakultas

    Hukum UniversitanMataram

    2. Strata Dua (S-2) Konsentrasi Hukum

    Pidana Program Pasca Sarjana Magister

    Ilmu Hukum Unversitas Mataram.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    5/212

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang Maha Agung, yang

    Maha Suci, Yang Maha Menguasai Samudera Ilmu yang telah melimpahkan berkah,

    rahmat serta ridho-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan

    tesis ini dengan lancar. Shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW.,

    beserta keluarga dan sahabat-Nya yang senantiasa menjadi teladan bagi umat

    manusia. Adapun kajian penelitian tesis ini adalah Kebijakan Formulasi Hukum

    Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan. Penyelesaian tesis ini,

    tidak akan rampung tanpa bantuan, saran, arahan dan petunjuk yang diberikan

    kepada penulis oleh pembimbing maupun penguji baik pada saat pengajuan judul

    sampai penyusunan tesis.

    Perjalanan panjang dalam studi di Program Pascasarjana Universitas Mataram

    Program Studi Magister Ilmu Hukum, hingga penulisan tesis ini tidak lepas dari

    bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

    yang sebesar-besarnya kepada :

    1.

    Bapak Prof. Dr. H. Lalu Husni, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas HukumUniversitas Mataram dan sebagai dosen pengajar.

    2. Bapak Prof. Dr. H. Galang Asmara, SH., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing

    Akademik yang telah memberikan ilmu pengetahuannya dan dalam setiap

    kesempatan berdiskusi.

    3. Bapak Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU. Selaku Ketua Program Magister Ilmu

    Hukum dan sebagai dosen pengajar.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    6/212

    4. Bapak I Gde Ekaputra G., M.Agr, Ph.D., selaku Ketua Studi Program Pascasarjana

    Hukum Universitas Mataram.

    6. Bapak Dr. Lalu Parman, SH, M.Hum., yang telah meluangkan waktu di tengah-

    tengah kesibukan beliau selalu meluangkan waktu dalam membimbing,

    mentransfer ilmu penegetahuan kepada penulis khususnya dalam menyelesaikan

    penulisan tesis ini.

    7. Bapak Dr. Amiruddin, SH., MH., yang telah meluangkan waktu di tengah-tengah

    kesibukan beliau selalu meluangkan dalam membimbing penulis menyelesaikan

    penulisan tesis ini dan telah memberikan ilmu dalam penulisan tesis ini.

    8. Bapak Dr. H. Muhammad Natsir, SH., MH., selaku Dosen pengajar dan Ketua

    Dewan Penguji tesis ini.

    9. Ibu Prof. Dr. Hj. Rodliyah, SH., MH., dan Dr. Muhammad Sood, SH., M.Hum.,

    selaku Dewan Penguji dan sebagai dosen pengajar.

    10. Semua Guru Besar, Dosen dan seluruh civitas akademik pada Program

    Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram yang semoga

    dengan tulus dan ikhlas telah memberikan ilmu pengetahuan, membuka

    wawasan dan mempasilitasi penulis untuk mengenal luasnya samudera ilmupengetahuan yang indah untuk diselami.

    Pada kesempatan ini juga penulis mengucapakan terima kasih, khususnya

    kepada Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB, Keluaga Besar Korps Polisi

    Kehutanan dan seluruh Rimbawan dimanapun berada yang telah memberikan

    dukungan dan motivasi untuk mengikuti studi. Ucapan terima kasih dan doa penulis

    untuk kedua orang tuaku Menggep dan Rahmin, mertua H. Abdul Karim dan Hj.

    Maoizah dan istri tercinta Dewi Karmila, ST., semoga Allah SWT., membalas semua

    kebaikan-kebaikanya. Doa-doanya selalu mengiringi penulis, sehingga mampu

    menghadapi cobaan hidup dan menjadi berkah yang memberikan semangat dari

    segala rintangan. Kepada seluruh saudara, sahabat dan kerabat yang tidak dapat

    penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dan mendoakan, penulis

    ucapkan terima kasih atas segala bantuan dan perhatiannya.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    7/212

    Akhir kata tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa dalam

    penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik

    dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan ini. Penulis

    mengkharapkan semoga penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

    dan semua pihak yang telah membacanya.

    Mataram, Juni 2015

    Hormat Penulis,

    Astan Wirya

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    8/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    9/212

    BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGELOLAAN HUTAN DIINDONESIA DAN KEBIJAKAN FORMULASI HUKUMPIDANA DALAM PENAGGULANGAN TINDAK PIDANA

    KEHUTANAN

    A.TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA ...

    1. Pengertian Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan ...........................

    2. Jenis-jenis hutan ..................................................................................

    2.1. Status Hutan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI ..................

    2.2. Fungsi Hutan ....................................................................................

    2.3. Kawasan Hutan Berdasarkan Tujuan Khusus (KHDTK)........................

    2.4. Hutan berdasarkan Kepentingan Pengaturan Iklim Mikro dan ResapanAir ..................................................................................................

    3.Perlindungan Hutan .............................................................................

    4. Legalitas Hasil Hutan ...........................................................................

    5. Modus Operandi dan Tipologi Pembalakan Liar ..................................

    6. Perbuatan Perusakan Hutan ................................................................

    B. KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA ...............................................

    1. Kebijakan Formulasi Tindak Pidana ....................................................

    a. Ketentuan Pidana umum dalam KUHP yang terkait dengan

    Tindak Pidana Kehutanan .................................................................

    1.Pengerusakan(Pasal 406 sampai dengan Pasal 412 KUHP) ..................

    2.Pencurian (Pasal 362-363 KUHP) ........................................................

    3. Penyelundupan (Pasal 121 KUHP)......................................................

    4. Pemalsuan (Pasal 261-276 KUHP) ......................................................

    5. Penggelapan(Pasal 372-377 KUHP) ...................................................

    6.Penadahan (Pasal 480 KUHP) ............................................................

    54

    54

    57

    58

    61

    63

    64

    64

    66

    73

    79

    80

    85

    86

    87

    88

    89

    89

    91

    92

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    10/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    11/212

    (LP3H) ...................................................................................................

    b. Kerjasama antar lembaga penegak hukum ................................................

    2. Struktur Kelembagaan Lembaga Pencegahan dan PemberantasanPerusakan Hutan (LP3H) ........................................................................

    a. Struktur dan Kelembagaan Lembaga P3H .................................................

    b. Unsur-unsur dalam Lembaga P3H ........................................................

    3. Kewenangan, Tugas dan Fungsi Lembaga Pencegahan danPemberantasan Perusakan Hutan (LP3H) ............................................

    1. Ruang Lingkup Tugas dan Fungsi ......................................................

    1.1. Pencegahan ....................................................................................

    1.2 Penindakan atau Penegakan Hukum ..................................................

    2. Penyelidikan dan Penyidikan ..............................................................

    2.1. Penyelidikan ....................................................................................

    2.2. Penyidikan ......................................................................................

    3. Penuntutan ..........................................................................................

    4. Persidangan di sidang pengadilan.....................................................

    $4. Peran serta Masyarakat dan Kerjasama Internasional ...........................

    BAB IV. PENUTUP

    A. KESIMPULAN ................................................................................

    B. S A R A N .......................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

    LAMPIRAN-LAMPIRAN .........................................................................

    155

    157

    159

    159

    161

    162

    164

    164

    166

    167

    167

    168

    172

    176

    183

    186

    187

    189

    200

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    12/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    13/212

    THE CRIMINAL POLICY FORMULATION AT LAW ENFORCEMENT

    PENAL FORESTRY

    ABSTRACT

    The criminal policy formulation at law enforcement penal forestry on this

    thesis is about problem and what criminal formulation policy in tackling a forestry

    criminal act and what competence and effort to eliminate forestry destruction

    institution (LP3H) based on ordinance number 18 years 2013, regarding prevention,

    and elimination of forestry impairment, this research is about normative and doctrinal

    law and supporting by law element such premier, secondary and tarsier law.

    Approach system in this thesis using statue approach, conceptual approach,

    historical approach, meanwhile an analyze research basic law interpretation with

    deductive and inductive concept as the explanation, logic interpretation and

    systematic.

    The criminal policy formulation at law enforcement penal forestry has been

    direction through criminal law regulation (KUHP), an ordinance number 5 years 1990

    regarding ecosystem resource and conservation, an ordinance number 41 years 1999

    regarding forestry and ordinance number 18 years 2013, regarding prevention and

    elimination of forestry impairment, an criminal law enforcement policy on the

    ordinance number 18 year 2013 has been divide a type of criminal case, criminal

    responsibilities and criminality system with minimum particularly up to maximum

    which criminal responsibilities distinguish into personal, person to person around

    forestry, corporate, and government authorities

    An ordinance number 18 years 2013 regarding the P3H, dedicate and declare

    tackling a forestry criminal act and what authority and effort to eliminate forestry

    destruction istitution (LP3H), those institution under president supervise, institution

    element including Forest Ministry, Indonesian Police, Public Persecutor and others,

    institution structure lead by a chairman helping by some deputy such as preventiondeputy broad, measures, law, and cooperation, internal supervise and community

    complain deputy, P3H institution has right and function for forest destruction

    prevention, by input the local community participate, fill up a basic resource,

    campaign of forest destruction. a right of law measures, investigation, pursuit, up to

    court interrogation. Institution P3H also has right and function to coordinate

    supervise a criminal forest lawsuit act.

    Key word : Criminal policy, formulation law and penal forestry.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    14/212

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang lahir

    dari proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan tonggak sejarah

    kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Negara

    Republik Indonesia 17 Agustus 1945, termaktub di dalam batang tubuhnya bahwa

    Negara Indonesia adalah negara hukum1.Tujuan politik hukum negara Indonesia

    juga dinyatakan jelas dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang Undang Dasar Tahun

    1945 terdapat cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu :

    1. Untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;

    2. Untuk memajukan kesejahteraan umum;

    3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

    4. Ikut memelihara ketertiban dunia.

    Berlandaskan pada hal itu, negara kesatuan Republik Indonesia

    membentuk pemerintahan dengan menyelenggarakan pembangunan.

    Pembangunan pada dasarnya merupakan perubahan positif, perubahan ini

    direncanakan dan digerakkan oleh suatu pandangan yang optimis berorientasi ke

    masa depan yang mempunyai tujuan ke arah kemajuan serta meningkatkan taraf

    kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain hakikat

    1 Lihat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I tentangKedaulatan Negara, hasil amandemen ke-3 pada Pasal 1 ayat 3 bahwa Negara Indonesia adalahnegara hukum.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    15/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    16/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    17/212

    Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

    Kehutanan sebagai instrumen hukum untuk penanggulangan tindak pidana

    kehutanan.

    Kebijakan baru atau reformulasi dari suatu kebijakan tidak hanya

    berangkat dari fakta-fakta kerusakan hutan (degradation)5 dan menurunnya

    fungsi-fungsi hutan (deforestration),6 sebagai akibat dari kebebasan individu-

    individu atau korporasi, bahkan potensi keikutsertaan dari komponen personal

    pemangku kebijakan dari pemerintah atau negara ikut serta dalam pelanggaran

    hukum khususnya perbuatan perusakan hutan. Bagaimana bisa berharap jika dari

    pemangku kebijakan sampai pelaksana kebijakan dari suatu peraturan perudang-

    undangan sebelumnya tidak menimbulkan efek jera akibat dari kurang efektifnya

    sumber hukum matriel. Dalam pengkualifikasian dari delik-delik pidana yang

    terdapat dalam peraturan perundangan-undangan sebelumnya bagi seseorang,

    sehingga mereformulasikan kebijakan hukum pidana tidak hanya melihat

    peraturan sebelumnya saja, akan tetapi lebih dari itu seperti bagaimana kebijakan

    politik dari orang-orang yang berkepentingan terhadap sumber daya hutan,

    apakah kepentingan pribadi atau orang lain bahkan keuntungan bagi korporasi.

    Dengan kata lain kebijakan hukum pidana sebelumnya tidak mampu menampung

    atau mengakomodir tindakan-tindakan kebaruan tindak pidana perusakan hutan,

    dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang

    5 Degradation adalah penyusustan luas produktivitas dan fungsi hutan atau daya dukunglahan merosot akibat kegiatan yang tidak sesuai denngan ketentuan jenis pengelolaan hutan yangditetapkan, lihat Alam Setia Zein, ibid.,hlm. 40

    6Deforestation adalah setiap perubahan yang terjadi di dalam ekosistem hutan sehingga

    menyebabkan mundurnya nilai dan fungsi hutan. Lihat Alam Setia Zein, Op.cit, hlm. 91.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    18/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    19/212

    Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakanpenegakan hukum di Indonesia. 8

    Satjipto Raharjo sebagaimana pendapatnya yang dikutip oleh Nyoman

    Sarikat Putra Jaya9 mengatakan bahwa; proses penegakan hukum itu

    menjangkau pula sampai pada tahapan pembuatan hukum atau perundang-

    undangan. Perumusan pikiran pembuat Undang-undang yang dituangkan dalam

    peraturan perundang-undangan akan turut menentukan bagaimana penegakan

    hukum itu nanti dijalankan.

    Hukum pidana materiil, dilihat dari sudut dogmatis-normatif, menurut Barda

    Nawawi Arief bersubstansikan pada 3 (tiga) masalah pokok dari hukum pidana,

    maksudnya hukum pidana materiel terletak pada masalah mengenai yang saling

    berkait yaitu10:

    1. Perbuatan apa yang sepatutnya dipidana

    2. Syarat apa yang seharusnya dipenuhi untukmempersalahkan/mempertanggung-jawabkan seseorang melakukanperbuatan itu; dan

    3. Sanksi/pidana apa yang sepatutnya dikenakan pada orang tersebut.

    Kebijakan hukum pidana pada hakekatnya mengandung politik hukum

    negara dalam mengatur dan membatasi kekuasaan, baik kewenangan masyarakat

    pada umumnya untuk bertindak dan bertingkah laku maupun kekuasaan atau

    kewenangan penguasa atau aparat penegak hukum dalam menjalankan

    tugasnya, memastikan bahwa masyarakat taat dan patuh pada aturan hukum

    8 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 2002, hlm. 28.

    9 Nyoman Sarikat Putra Jaya, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit Undip,Semarang, 2000, hlm. 23.

    10Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan HukumPidana Edisi Revisi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 136.

    http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/http://mabuk-hukum.blogspot.com/
  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    20/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    21/212

    1. Criminal policy is the science of response (kebijakan hukum pidanasebagai ilmu pertanggungjawaban)

    2. Criminal policy is the science of prevention (kebijakan hukum pidanasebagai sebagai ilmu pencegahan)

    3. Criminal policy is a policy of designating human behavior as crime(kebijakan hukum pidana adalah sebagai kebijakan yang mempelajariperilaku kejahatan manusia).

    4. Criminal policy is a rational total of response to crime (Kebijakan hukumpidana sebagai keseluruhan pertanggungjawaban pidana).12

    Sebagaimana diutarakan oleh Barda Nawawi Arief13 bahwa kebijakan

    atau upaya penanggulangan kejahatan (criminal policy) pada hakekatnya

    merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence)

    dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare).Seiring dengan

    perkembangan kehidupan masyarakat modern, dalam menghadapi globalisasi

    serta adanya proses industrialisasi dan modernisasi akan menumbuhkan

    perubahan proses sosial dalam tata kehidupan masyarakat. Proses industrialisasi

    dan modernisasi, terutama industrialisasi kehutanan telah berdampak besar pada

    kelangsungan hutan sebagai penyangga hidup dan kehidupan mahluk di dunia.

    Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting dan strategis tidak hanya

    sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu komponen lingkungan

    hidup14.

    Pembangunan hutan berkelanjutan (sustainable forest) memerlukan

    upaya yang sungguh-sungguh dalam penanggulangan dan pencegahan

    kerusakan hutan, sebagai akibat dari tindak pidana kehutanan atau perusakan

    12 Ibid. hlm. 4213 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

    Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, Cet. Ke-2, hlm. 73.14 Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian

    Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hlm. 6.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    22/212

    hutan tersebut, telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial

    budaya dan lingkungan hidup yang sangat besar, serta telah meningkatkan

    pemanasan global (global warming),perubahan iklim (anomali iklim)yang telah

    menjadi permasalahan dan isu, baik nasional, regional, dan internasional.

    Dewasa ini tindakan perusakan hutan atau tindak pidana dibidang

    kehutanan semakin meluas dan mengalami permasalahan yang kompleks.

    Perbuatan perusakan hutan terjadi tidak hanya pada hutan dengan fungsi

    produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung ataupun hutan konservasi.

    Perusakan hutan demikian, telah berkembang menjadi suatu perbuatan

    kejahatan yang berdampak luar biasa (exstra ordinary crimes) dan sebagai

    kejahatan yang terorganisir (orgenaized crimes), melibatkan multi pihak, baik

    nasional, regional maupun internasional.

    Dalam melakukan pencegahan perusakan hutan, sunggu telah lama

    dilakukan, namun terdapat kendala yang disebabkan antara lain, oleh peraturan

    perundang-undangan yang ada belum secara tegas mengatur tindak pidana

    perusakan hutan yang dilakukan secara terorganisasi dan kompleksitas kehidupan

    sosial ekonomi, budaya dan politik. Oleh karena itu diperlukan landasan hukum

    yang konprehensif dan tegas dalam bentuk Undang-undang agar perusakan

    hutan terorganisasi dapat ditangani secara efektif dan efisien, serta memberikan

    efek jera bagi pelaku perusakan hutan. Kerusakan yang ditimbulkan tersebut,

    telah mencapai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan bagi

    keberlangsungan kehidupan berbangsa dan negara. Oleh karena itu, upaya

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    23/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    24/212

    pihak-pihak terkait melalui lembaga pencegahan dan pemberantasanperusakan hutan dalam upaya pemberantasan perusakan hutan.

    c. Meningkatkan peran masyarakat dalam menjaga kelestarian hutanterutama sebagai bentuk kontrol sosial pelaksanaan pemberantasan

    perusakan hutand. Mengembangkan kerja sama internasional dalam rangka

    pemberantasan perusakan hutan secara bilateral, regional, ataupunmultilateral

    e. Menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetapmenjaga kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistemsekitarnya guna mewujudkan masyarakat sejahtera.

    Penanganan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang

    optimal harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa (exstra ordinary), salah

    satunya dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

    Pemberantasan Perusakan Hutan, didalamnya mengamanatkan pembentukan

    Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LP3H), lembaga

    khusus ini memiliki kewenangan tugas dan fungsi dalam melakukan pencegahan

    dan pemberantasan perusakan hutan. Lembaga khusus anti perusakan hutan ini,

    selain melakukan upaya pencegahan, memiliki kewenangan juga dalam

    melakukan pemberantasan atau penindakan terhadap tindak pidana perusakan

    hutan yang bersifat umum maupun terorganisir, baik dari perbuatan langsung,

    tidak langsung, maupun perbuatan yang terkait lainnya dengan perusakan hutan.

    Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LP3H) dengan

    kewenangan tugas dan fungsi pemberantasan dengan penegakan hukum yang

    konprehensif melalui penyelidikan dan penyidikan, penuntutan dan proses

    peradilan yang cepat dan terintegrasi, kewenangan LP3H ini juga adalah

    memiliki fungsi koordinasi dan supervisi terhadap lembaga lain yang menangani

    tindak pidana dibidang kehutanan atau perusakan hutan.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    25/212

    Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, penelitian ini

    menitikberatkan kajian permasalahan berkaitan dengan kebijakan formulasi

    hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan dan

    permasalahan mengenai Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan

    Perusakan Hutan (LP3H) berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013

    tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, hal ini dimaksudkan

    untuk dapat memberikan pemikiran dan pemahaman mengenai kebijakan hukum

    yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    26/212

    B. Rumusan Permasalahan

    Dalam rangka untuk penanggulangan pencegahan dan pemberantasan

    perusakan hutan atau tindak pidana kehutanan menjadi sangat penting, agar

    lebih memahami perkembangan atau kebaruan mengenai permasalahan hukum

    khususnya dibidang kehutananyang terjadi dewasa ini. Berdasarkan pada latar

    belakang di atas, dirumuskan kajian permasalahan berkaitan dengan penelitian

    tesis sebagai berikut :

    1. Bagaimanakah Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam

    penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan berdasarkan Undang-

    undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

    Pemberantasan Perusakan Hutan.?

    2. Bagaimanakah Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan

    Perusakan Hutan (LP3H) berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun

    2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk secara kritis menelaah dan

    mengkaji dengan memaparkan landasan konseptual dan teoritis sehingga

    dapat memperoleh jawaban dengan permasalahan tindak pidana kehutanan

    atau perusakan hutan di Indonesia. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari

    penelitian ini adalah :

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    27/212

    a. Menganalisis berkaitan Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Tindak

    Pidana Kehutanan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun

    2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

    b. Mengkaji Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan

    Perusakan Hutan (LP3H) dalam penanggulangan tindak pidana

    kehutanan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013

    tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

    D. Manfaat Penelitian

    Bertitik tolak dari tujuan penelitian atau penulisan tesis ini, penelitian

    ini diharapkan dapat memberikan manfaat, berguna dan memberikan

    kontribusi positif bagi banyak pihak yang berkepentingan, baik secara teoritis

    maupun praktis antara lain manfaat tesebut adalah :

    1. Secara teoritis

    Manfaat penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan

    sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum pidana dan

    hukum lainya khususnya mengenai ikhwal kebijakan hukum pidana

    dalam penanggulangan tindak pidana kehutanan, pemberantasan

    perusakan hutan atau penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana

    indonesia, selain itu berguna untuk membangun pengembangan ilmu

    pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pidana

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    28/212

    pada khususnya, terutama berkaitan dengan penanggulangan tindak

    pidana kehutanan.

    2. Secara praktis

    Penelitian ini secara praktis dapat memberikan manfaat sebagai

    bahan masukan bagi lembaga atau instansi, atau pihak-pihak yang

    berkepentingan, aparat penegak hukum khususnya (Penyidik, Jaksa dan

    Hakim) dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), dalam

    upaya penanganan, mengambil atau menerapkan hukum dalam

    penanggulangan tindak pidana kehutanan, atau perbutan perusakan

    hutan. Bagi aparat penegak hukum dan seluruh elemen terkait (stake

    holders) dapat menjadi masukan, baik secara langsung maupun tidak

    langsung.

    E. Ruang Lingkup Penelitian

    Pembatasan ruang lingkup dalam penelitian ini untuk menjaga agar

    penelitian ini tidak membias dari isu hukum normatif, atau pokok

    permasalahan yang diangkat, yaitu berkaitan dengan kebijakan hukum dalam

    penanggulangan tindak pidana kehutanan berdasarkan Undang-undang

    Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan

    Hutan.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    29/212

    Permasalahan hukum dalam penanggulahan tindak pidana kehutanan

    atau perusakan hutan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang

    Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, terdapat 2 (dua) pokok

    pemasalahan yaitu :

    1. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak

    Pidana Kehutanan dan,

    2. Kewenangan Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan

    Hutan (LP3H) dalam penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan.

    Berdasarkan dari fokus permasalahan dan tujuan dari penelitian ini,

    tampak secara jelas bahwa penelitian ini bergerak pada upaya penggalian

    serta pemahaman akan arti tujuan hukum yakni :

    1. Keadilan

    Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secaramoralmengenai

    sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian

    besarteori,keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar.John Rawls,

    menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari

    institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" .

    Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai : "Kita

    tidak hidup di dunia yang adil"16 Kebanyakan orang percaya bahwa

    ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan

    16 http://id.wikepedia.org/wiki/ keadilan, John Rawls,A Theory of Justice(revised edn,Oxford: OUP), 1999, diposting pada 20 Nopember 2014.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/John_Rawlshttp://id.wikepedia.org/wiki/http://id.wikepedia.org/wiki/http://id.wikipedia.org/wiki/John_Rawlshttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/Moral
  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    30/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    31/212

    tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma

    ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma,

    reduksi norma atau distorsi norma.

    Kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia,

    baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam

    koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, pandangan

    seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh

    Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya

    (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk yang beringas yang

    merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman

    untuk menghindari jatuhnya korban. Konsekuensi dari pandangan ini

    adalah bahwa perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari

    perilaku yang dibayangkan dalam pikiran pembuat aturanAdalah Scerkeit

    des Recht Selbst (kepastian tetang hukum itu sendiri)19

    F. KERANGKA TEORITIK

    Teori hukum normatif yang merupakan orientasi dalam studi ini

    menggunakan beberapa pemikiran atau konstruksi, kritik dan sistematik

    sebagai kerangka teori dalam mengembangkan permasalahan penelitian dan

    menjawab setiap permasalahan hukum yang menjadi pokok bahasan dalam

    kajian penelitian tesis ini, adapun teori-teori yang digunakan adalah sebagai

    berikut :

    19 Ibid., hlm. 292.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    32/212

    1. Teori Perlindungan Hukum

    Kehadiran hukum dalam suatu kekuasaan negara diorientasikan

    untuk menjaga tertib kehidupan masyarakat dan melindungi berbagai hak

    dan kewajiban yang tumbuh dan berlaku disuatu negara. Dalam

    pandangan Jhon Locke bahwa kekuasaan tersebut justru untuk

    melindungi hak-hak kodrat, dari bahaya yang mengancam, baik yang

    datang dari dalam maupun dari luar.20

    Sebagai pemegang kedaulatan, maka negara harus mampu

    memberikan perlindungan bagi kehidupan warga negaranya, baik dalam

    hukum publik maupun hukum privat. Bukan sebaliknya, negara bardaulat

    dapat bertindak sewenang-wenang atas warga negaranya. Sehingga

    kedaulatan negara dengan hukumnya dapat mewujudkan keadilan

    (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutilitiet) dan kepastian hukum

    (rechtszekerheid).

    Menurut muchsin21, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

    melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-

    kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan untuk menciptakan

    adanya ketertiban dalam pergaulan hidup manusia. Atas dasar itu, maka

    perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek

    20 Satjipto Rahardjo, Teori Hukum Strtegi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 72.

    21Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia,Magister IlmuHukum Program Pascasarjana Uniersitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hlm. 14.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    33/212

    hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

    dipaksakan pelaksanaanya melalui sanksi.

    Konsep teori perlindungan hukum sangat terkait dengan pemerintah

    atau negara, karena pemerintah atau negara sebagai titik sentralnya. Oleh

    karena itu, terbentuklah 2 (dua)bentuk perlindungan hukum, yaitu :

    a. Perlindungan hukum preventifperlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuanuntuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal initerdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud

    untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

    b. Perlindungan hukum reresifperlindungan hukum refresif merupakan perlindungan hukumakhir yang berupa sanksi, seperti denda penjara dan hukumantambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atautelah dilakukan suatu pelanggaran.22

    Berdasarkan itu, perlindungan hukum preventif bertujuan untuk

    mencegah terjadinya sengketa atau permasalahan. Sementara

    perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

    Seperti halnya perlindungan hukum dalam peradilan umum dan peradilan

    administrasi ke dalam perlindungan hukum represif.

    Konsep perlindungan hukum pun sangat terkait erat dengan fungsi

    hukum sendiri. Mochtar Kusuma Atmaja menguraikan fungsi hukum

    sebagai berikut :

    Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalammasyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasanya adalahkonservatif, artinya hukum bersifat memelihara danmemepertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukandalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang yang

    22 Ibid, hlm. 20.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    34/212

    membangaun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yangsedang berubah cepat, hukum tidak memiliki fungsi demikian saja. Ia

    juga harus membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandanganyang konservatif tentang hukum yang menitikberatkan pada fungsi

    pemeliharaan ketertibaan dalam arti statis, dan sifat konservatifhukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatuperanan yang berarti dalam proses pembaruan.23

    Pandangan atau konsepsi yang lebih luas di atas menunjukkan

    kekuatan hukum yang dinamis dalam mengatur tertib hukum bagi suatu

    masyarakat. Hukum tidak saja mengedepankan aspek-aspek represif

    dalam penegakannya, tetapi peka dan sensitif atas perkembangan yang

    sedang berlaku dalam masyarakat sehingga tindakan preventifnya dapat

    dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, sehingga pada

    akhirnya, hukum dapat menjadi penyangga kehidupan manusia.

    2. Teori Keadilan

    Keadilan menurut Plato, seperti dikutif Herman Bakir24,

    mengemban fungsi menyelaraskan dan menyeimbangkan hal itu

    berbunyi sebagai berikut :

    Keadilan merupakan besaran-besaran atau aset-aset (virtues)tertentu yang akan membuat kondisi kemasyarakatan menjadi

    selaras (mengharmonikan) dan seimbang. Keadilan yangdimaksudkan adalah besaran yang bersumber dari dalam jiwa tiap-tiap masyarakat manusia itu sendiri, yang pada dirinya tidak dapatdi pahami, dikreteriakan atau tidak dapat diekspesitkan(dijabarkan)melalui argumentasi-argumentasi (dirasionalkan).Kitatidak dapat berkharap banyak dengan tercapainya keadilan bilahanya mengandalkan kebijaksanaan dari para pilsuf dan doktrin-doktrin mereka, sebab dalam memahami keadilan mereka kerapkali

    23Hasan Basri, Op.cit.,hlm. 8324 Herman Bakir, Filsafat Hukum Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Refika Aditama, Cet.

    Pertama, Bandung, 2007, hlm. 177.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    35/212

    terjebak dalam keadaan dimana mereka memandang hukumhanyalah sekedar materi bertempramen spritual (mistik).

    Bahwa untuk dapat memahami lebih jauh tentang bekerjanya

    keadilan dalam jiwa tiap-tiap individu manusia, Plato menelaah sifat

    manusia dalam konteks yang sangat luas, yakni dalam kaitannya dengan

    sebuah Negara Kota25disebutkan :

    1. Di dalam suatu masyarakat yang adil, tiap warganya harus dapat

    memainkan perannya (fungsi kemasyarakatannya) yang palingsesuai dengan dirinya demikian juga halnya, dalam aset-asetekonomi perorangan.

    2. Keadilan hanya akan menjadi pemenang ketika akal (naluri) jugamenang dan selera serta nafsu binatang semestinya diletakkan(dikendalikan) sedemikian rupa pada tempat sesuai tatananmasyarakat yang berkeadilan hanya akan dapat tercapaisepanjang akal manusia beserta keseluruhan prinsip-prinsiprasional lainnya dapat memandu penyelenggaraan dari elemen-elemen masyarakat, selain itu yang tidak kalah penting.

    Masih dalam kaitanya dengan keadilan, dalam teori keadilan

    yang dikemukakan oleh Aristoteles26.

    Keadilan akan terjadi apabila kepada seseorang diberikan apayang menjadi miliknya. Seseorang dikatakan berlaku tidak adilapabila orang yang mengambil lebih dari bagian semestinya.Orang yang tidak menghiraukan hukum juga adalah orang yang

    tidak adil, karena semua hal yang didasarkan pada hukum dapatdianggap adil. Jadi keadilan adalah penilaian denganmemberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadihaknya, yakni dengan bertindak proporsional dan tidakmelanggar hukum.

    25Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana FilsafatHukum Indonesia, Cet. Kelima, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 167.

    26 Ibid, hlm 178.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    36/212

    Dari orientasi ide keadilan tersebut, justru mengimplikasikan pada

    setiap permasalahan apapun yang timbul harus diselesaikan dengan

    berorientasi pada ide keadilan bukan paksaan. Permasalahan tindak pidana

    kehutanan atau tindak pidana perusakan hutan merupakan permasalahan

    keadilan yang harus diselesaikan berdasarkan ide keadilan yang bertumpu

    kepada tujuan hukum yaitu; keadilan hukum, kepastian hukum dan

    kemanfaatan yang akan mencapai tujuan pada perlindungan masyarakat

    (soscial deffence)dan kesejahteraan masyarakat (social welfare).

    Kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada

    hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan.

    Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian integral

    dari politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian

    "kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana".

    3. Teori Kebijakan Kriminal (Criminal Policy Theory)

    Kebijakan yang merupakan terjemahan dari kata policy atau beleid

    adalah merupakan sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti

    government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan

    governance yang menyentuh pengelolaan sumberdaya publik. Kebijakan

    pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan- pilihan tindakan

    yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian

    sumberdaya alam, keuangan dan sumberdaya manusia untuk kepentingan

    publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    37/212

    Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi bahkan kompetisi

    antara berbagai gagasan, teori, idiologi dan kepentingan-kepentingan yang

    mewakili sistem politik suatu Negara27.

    Kata kebijakan seringkali digunakan dalam istilah kebijakan publik dan

    kebijakan sosial. Kedua istilah tersebut sering diartikan sama, namun

    sebenarnya kebijakan publik dan kebijakan sosial secara kontekstual adalah

    berbeda. Kebijakan publik berorientasi pada penyusunan kebijakan,

    sedangkan kebijakan sosial berorientasi pada bidang telaah kebijakan. Secara

    maknawi kebijakan sosial dapat merupakan bagian dari kebijakan publik dan

    sebaliknya kebijakan publik merupakan bagian dari kebijakan sosial.

    Terkait dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik

    secara generik pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau sektor

    pembangunan yang mencakup aspek manusia dalam kontek masyarakat atau

    kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang

    pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian. Dalam arti

    spesifik atau sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan sosial

    sebagai suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau

    kesejahteraan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan

    manusia, terutama mereka yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak

    beruntung (disad pantaged group) dan kelompok rentan (fuel merable

    group).

    27Edi Suharto, Kebijakan sosial Sebagai Kebijakan Publik, Alfa Beta, Bandung, 2007,hlm. 3

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    38/212

    Beberapa ahli seperti Magil, Marshal, Rein, Huttma, Specker dan Hill

    yang dikutif dari desertasi Lalu Parman mengartikan kebijakan sosial dalam

    kaitannya dengan kesejahteraan sosial yakni 28:

    1. Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (publicpolicy). Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal daripemerintah seperti kebijakan ekonomi, transportasi,komunikasi, dan pertahanan keamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (magil1986).

    2. Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitandengan tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap

    kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosialatau bantuan keuangan (Marshal, 1965)

    3. Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biaya-biayasosial, peningkatan pemerataan dan pendistribusian pelayanan danbantuan sosial (Rein, 1970)

    4. Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan atau,5. Kebijakan sosial adalah kebijakan yang berkaitan dengan

    kesejahteraan (welfare) baik dalam arti luas yang menyangkutkualitas hidup manusia, maupun dalam dalam arti sempit yangmenunjuk pada beberapa jenias pemberian pelayanan kolektif

    tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat (specker, 1995)6. Kebijakan sosial adalah studi mengenai peranan negara dalam

    kaitannya dengan kesejahteraan warganya (Hill, 1996)

    Berkenaan dengan upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan

    masalah sosial dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial, maka istilah

    kebijakan digunakan sebagai suatu istilah yang bermakna dan berorientasi

    secara khusus dalam mengatasi salah satu masalah sosial yaitu kejahatan.

    Kejahatan sebagai problem sosial dapat merintangi kemajuan untuk

    mencapai kualitas hidup yang pantas bagi semua orang, untuk itu

    28Lalu Parman, Op.cit,hlm. 71

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    39/212

    pencegahan kejahatan harus didasarkan pada sebab-sebab dan kondisi-

    kondisi yang menimbulkan kejahatan.

    Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy)atau dikenal

    dengan istilah politik kriminal pada hakekatnya merupakan bagian integral

    dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya untuk

    mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu,

    dapat dikatakan tujuan akhir dari atau tujuan utama politik kriminal ialah

    perlindungan masyarakat untuk mencapai kebahagiaan masyarakat

    (happines of the citizen), kehidupankultural yang sehat dan menyegarkan

    (a whole some and cultural living), kesejahteraan masyarakat (social

    welfare) atau untuk mencapai keseimbangan (equality).29

    Pembaharuan hukum pidana menurut Barda Nawawi Arief30

    adalah menuntut adanya penelitian dan pemikiran terhadap masalah

    sentral yang sangat fundamental dan strategis, termasuk dalam klasifikasi

    masalah yang demikian antara lain masalah kebijakan dalam menetapkan

    atau merumuskan suatu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana dan

    sanksi yang dapat dikenakan.

    Kebijakan kriminal menurut Marc Ancel31 adalah sebagai The

    rational organization of the control of crime by society, sedangkan G.

    Peter Hoefnagels mengemukakan bahwa, Criminal policy is the rational

    29Ibid,hlm. 8130Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan

    Pidana Penjara,Balai Penerbitan Undip, Semarang, 1996, hlm. 3.31 Barda Nawawi Arief., Op.cit,. hlm. 27

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    40/212

    organization of the social reactions to crime .terdapat tiga arti kebijakan

    kriminal dengan mengatakan bahwa Politik kriminalini dapat diberi arti

    sempit, lebih luas dan paling luas. Dalam arti sempit, politik kriminal itu

    digamabarkan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar

    dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana, dalam artian

    yang lebih luas, ia merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak

    hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan, jaksa dan

    penyidik, dalam artian yang paling luas ia merupakan keseluruhan

    kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan

    resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari

    masyarakat. Kebijakan kriminal merupakan usaha yang rasional dari

    masyarakat untuk mencegah kejahatan dan mengadakan reaksi terhadap

    kejahatan. Usaha yang rasional itu merupakan konsekuwensi logis, sebagai

    masalah yang termasuk masalah kebijakan, maka penggunaan hukum

    pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. Tidak ada

    kemutlakan dalam bidang kebijakan karena pada hakekatnya dalam

    masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian

    dan pemilihan dari berbagai macam alternatif.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    41/212

    Kebijakan kriminal pada hakekatnya juga merupakan bagian

    integral dari politik sosial. Usaha penanggulangan kejahatan, dapat

    dijabarkan 32:

    1. Pencegahan penanggulangan kejahatan, harus menunjangtujuan (goal), social welfare, dan social defence. Dimanaaspek social welfare dan social defence yang sangatpenting adalah aspek kesejahteraan dan perlindunganmasyarakat yang bersifat immaterial, terutama nilaikepercayaan, kebenaran, kejujuran/keadilan.

    2. Pencegahan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan

    pendekatan integral ada keseimbangan sarana penaldan non penal.

    3. Pencegahan penanggulangan kejahatan dengan saranapenal atau penal law enforcement policy yangfungsionalisasi/operasionalisasinya melalui beberapa tahap: (1) Formulasi (kebijakan legislatif). (2) Aplikasi (kebijakanyudikatif). (3) Eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif).

    Melaksanakan politik kriminal antara lain berarti membuat

    perencanaan untuk masa yang akan datang dalam menghadapi atau

    menanggulangi masalah yang berhubungan dengan kejahatan. Termasuk

    dalam perencanaan itu ialah di samping merumuskan perbuatan-perbuatan

    apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, juga menetapkan sanksi-

    sanksi apa yang diterapkan terhadap si pelanggar atau pelaku yang

    melekukan perbuatan pidana.

    Kebijakan integral penanggulangan kejahatan terlihat bahwa untuk

    mencapai tujuan akhir tersebut ditempuh dengan dua kebijakan yaitu;

    kebijakan sosial (social policy) dan kebijakan kriminal (criminal policy)

    32 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Kebijakan PenanggulanganKejahatan, Undip, Semarang, 2000.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    42/212

    yang merupakan bagian dari kebijakan sosial itu sendiri. Dalam hal

    penaggulangan kejahatan atau politik kriminal digunakan pula dua

    kebijakan, yaitu dengan menggunakan kebijakan penal, dengan

    menggunakan sanksi pidana dan kebijakan non penal 33. Apabila berbagai

    cara tidak mampu mengendalikan perbuatan negatif masyarakat, baru

    sarana penal difungsikan menjadi ultimum remidium untuk

    menanggulangi kejahatan, melalui kriminalisasi dan dekriminalisasi.

    4. Teori Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy Theory)

    Istilah kebijakan hukum pidana disebut juga dengan istilah politik

    hukum pidana. Dalam kepustakaan asing juga digunakan istilah penal

    policy, criminal law policy atau strafrechtpolitiek. Untuk mengartikan

    istilah kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana dapat

    dilihat dari sudut pandang politik hukum atau dari sudut pandang politik

    kriminal.

    Menurut Satjipto Rahardjo politik hukum adalah aktifitas memilih dan

    cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum

    tertentu dalam masyarakat. Dalam studi politik hukum ada beberapa

    pertanyaan mendasar yaitu :

    1. Tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada;

    33 Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, Citra Aditya Bakti,Bandung, 1996, hlm. 8.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    43/212

    2. Cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam

    mencapai tujuan tersebut;

    3. Kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu

    diubah; dan

    4. Dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk

    membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara

    untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik34.

    Mahfud M.D., mengartikan politik hukum sebagai arahan atau

    garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan

    melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara.

    Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan

    hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara. Selain itu politik

    hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan

    hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan

    negara. Dalam pengertian ini, pijakan utama politik hukum nasional adalah

    tujuan negara yang kemudian melahirkan sistem hukum nasional yang

    harus dibangun dengan pilihan isi dan cara-cara tertentu.35 Lebih lanjut

    Mahfud MD., menjelaskan bahwa politik hukum mengandung dua sisi yang

    tak terpisahkan yakni sebagai arahan pembuatan hukum atau legal policy

    lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum dan sekaligus

    34Satjipto Rahardjo, Op Cit, hlm. 352.35 Mahfud M. D., Membangun Politk Hukum Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers,

    Jakarta, 2010, hlm. 15-16.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    44/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    45/212

    c. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulagi harusmerupakan perbuatan yang tidak dikehendaki karena perbuatantersebut mendatangkan kerugian bagi masyarakat;

    d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya

    dan hasil (cost and benefid principale).36

    Kebijakan formulasi perbuatan yang hendak dilarang dapat

    dirumuskan dalam rumusan undang-undang pidana dengan

    menjadikannya suatu perbuatan pidana. Konsep perbuatan pidana

    atau tindak pidana yang diparalelkan dengan pengertian criminal act,

    mengalami pergeseran baik secara substansi maupun prosedur

    penetapannya. Kebijakan hukum pidana merupakan usaha untuk

    mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai

    dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa yang

    akan datang. Kata sesuai dalam pengertian tersebut mengandung

    makna baikdalam memenuhi syarat keadilan dan dayaguna37.

    Pendekatan kebijakan mencakup pengertian yang saling terkait

    antara pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan yang

    rasional, pendekatan ekonomis dan fragmatis, serta pendekatan yang

    berorientasi pada nilai.38

    Kebijakan penegakan hukum pidana merupakan serangkaian

    proses yang terdiri dari tiga tahap kebijakan yaitu :

    36Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Op. cit, hlm. 18.37Aloysius Wisnubroto,Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan

    Komputer, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, 1999, hlm. 11.38 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan

    Pidana Penjara, Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 1994, hlm. 61.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    46/212

    a. Tahap kebijakan legislatif yaitu menetapkan atau merumuskanperbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapatdikenakan oleh badan pembuat undang-undang.

    b. Tahap kebijakan yudikatif yaitu menerapkan hukum pidana oleh

    aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, danpengadilan.

    c. Tahap kebijakan eksekutif yaitu melaksanakan hukum pidana secarakongkrit, oleh aparat pelaksana pidana.39

    Pada tahap kebijakan legislatif ditetapkan sistem pemidanaan,

    maka pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem

    kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Pidana tidak hanya

    dapat dilihat dalam arti sempit atau formal, tetapi juga dapat dilihat dalam

    arti luas atau material. Dalam arti sempit atau formal, penjatuhan pidana

    berarti kewenangan menjatuhkan atau mengenakan sanksi pidana

    menurut Undang-undang oleh pejabat yang berwenang (hakim).

    Sedangkan dalam arti luas atau material, penjatuhan pidana

    merupakan mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat yang

    berwenang, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, sampai pada

    putusan pidana dijatuhkan oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat

    pelaksana pidana. Hal ini merupakan satu kesatuan sistem penegakan

    hukum pidana yang integral. Oleh karena itu keseluruhan

    sistem/proses/kewenangan penegakan hukum pidana itupun harus

    terwujud dalam satu kesatuan kebijakan legislatif yang integral.

    Mengingat pentingnya pemidanaan sebagai sarana untuk

    mencapai tujuan yang lebih besar yaitu perlindungan masyarakat (social

    39Barda Nawawi Arief, Op.,Cit, hlm. 18-19.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    47/212

    defence) dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), perlu diperhatikan

    juga berkaitan denngan teori-teori penjatuhan pidana atau teori

    pemidanaan, yakni :

    1. Teori absolut atau vergeldings theorie adalah teori yang mempunyai

    ajaran bahwa yang dianggap sebagai dasar dari pidana ialah sifat

    pembalasan (vergelding or vergeltung). Diantara penganut teori ini

    adalah Immanuel Kant yang memandang pidana sebagai

    kattegorische imperatief yakni; seseorang harus dipidana oleh hakim

    karena ia telah melakukan kejahatan, sedangkan Hegel berpendapat

    bahwa pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi adanya

    kejahatan.

    Menurut Andeanes bahwa tujuan utama (primair) menurut

    teori ini adalah untuk memuaskan tuntunan keaslian (to satisfy the

    clims of justice) sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang

    menguntungkan adalah sekunder.40 Aliran ini berpendapat bahwa

    pidana adalah pembalasan, pemberian pidana dapat dibenarkan,

    karena telah menjadi suatu kehajahatan yang telah menggoncangkan

    masyarakat. Kejahatan adalah perbuatan yang telah menimbulkan

    penderitaan anggota masyarakat lainnya, sehingga untuk

    mengembalikan keadaan seperti semula, maka penderitaan itu harus

    dibalas dengan penderitaan pula yaitu pidana (nestapa) terhadap

    pelaku.

    40Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op-Cit, hlm. 11.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    48/212

    2. Teori relatif atau teori tujuan (doel theorien)

    Menurut teori ini bahwa pidana dijatuhkan bukan karena orang

    membuat kejahatan melainkan supaya orang jangan melakukan

    kejahatan. Penjatuhan pidana dimaksudkan tidak untuk memuaskan

    tuntutan absolut (pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan itu

    sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat, teori itu

    disebut :

    a. Teori perlindungan masyarakat (the theory of social defence)b. Teori reduktif ( untuk mengurangi frekuensi kejahatan); atauc. Teori tujuan (utilitarian theory), pengimbalan mempunyai

    tujuan tertentu yang bermanfaat.41

    Aliran ini menurut Koeswadji menafsirkan tujuan pokok dari

    pemidanaan, adalah untuk :

    1. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (de handhaving van de

    maatshappelijke orde).

    2. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai

    akibat dari terjadinya kejahatan (het herstel van het door de misdaad

    onstance maatshappelijke nadeed).

    3. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering van de dader).

    4. Untuk membinasakan si penjahat (onschadelijke maken van de

    misdadinger).

    5. Untuk mencegah kejahatan (ter voorkoMing van de misdaad).42

    .

    41Ibid, hlm. 12.42 Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya, Bandung, 1993, hlm. 12.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    49/212

    3. Teori gabunganantara teori absolut dan teori relatif.

    Teori ini menggunakan kedua teori di atas atau gabungan dari

    teori absolut dan relatif sebagai dasar pemidanaan, dengan

    pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan-

    kelemahan :

    1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena

    dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti

    yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus yang segera

    melaksanakan.

    2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan

    karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukuman berat,

    kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki

    masyarakat, dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit

    dilaksanakan43. Dalam teori ini diperhitungkan adanya pembalasan,

    prevensi general, serta perbaikan sebagai tujuan pidana.

    Dalam penelitian ini akan lebih ditekankan mengenai teori relatif

    atau teori utilitarianisme dari Jeremy Bentham. Pokok aliran utilitarian ini

    mangatakan bahwa suatu tindakan mempunyai nilai moral apabila

    tindakan tersebut memberikan konsekuensi yang baik pada orang-orang

    lain sebanyak banyaknya.44

    43 Ibid. hlm. 244 Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum: Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta,

    Gadjah Mada University Press, 2006, hlm. 155.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    50/212

    Jeremy Bentham mengungkapkan esensi dari teori aliran

    utilitarianisme ini dengan semboyan : the greatest happiness for the

    greatest number.45Pemikiran yang mendasari aliran ini adalah bahwa

    pada akhirnya setiap perbuatan manusia itu haruslah dievaluasi guna

    meningkatkan kesejahteraan umum atau taraf sosial (sebagai

    konsekuensi dari kebahagiaan/kemapanan/kepuasan yang telah dicapai

    oleh masyarakat mayoritas). Look to the future and promote human

    welfare(melihat ke masa depan dan meraih kesejahteraan masyarakat),

    merupakan ajaran dari aliran utilitarianisme yang berhubungan dengan

    etika, namun secara formal ajaran ini dapat dilihat dari prinsip utilitas,

    yaitu : of all the possible action open to you, perform that action with

    the greatest tendency to bring about the balance of happiness over

    misery for mankind as a whole(dari segala kemungkinan perbuatan

    yang akan dilakukan, lakukanlah perbuatan tersebut dengan

    mengutamakan keseimbangan dari kebahagiaan dengan

    mengesampingkan penderitaan bagi umat manusia secara

    menyeluruh).46

    Ajaran utilitarianisme terkadang disebut dengan teori kebahagiaan

    terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan

    (kenikmatan) terbesar untuk orang banyak, karena kenikmatan adalah

    satu-satunya kebaikan intrinsik dan penderitaan adalah satu-satunya

    45 Jeffrie G. Murphy dan Coleman Jules L, The phylosophy of law: An Introduction ToJurisprudence, Totowa NJ, Rowman & Allenheld, 1984, hlm. 74.

    46Ibid.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    51/212

    kejahatan intrinsik. Bagi Bentham, moralitas bukanlah persoalan

    menyenangkan Tuhan atau masalah kesetiaan pada aturan-aturan

    abstrak, melainkan adalah upaya untuk mewujudkan sebanyak mungkin

    kebahagiaan di dunia. Oleh karena itu, Bentham memperkenalkan

    prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan asas kegunaan atau

    manfaat (the principle of utility). Salah satu penganut teori ini adalah

    Senecayang terkenal dengan ucapannya ;

    nemo prudens punit quia peccatum est, sed ne pecceter (artinya :no reasonable man punishes because there has been a wrongdoing, but in order that there should be no wrong doing = tidakseorang normal pun dipidana karena telah melakukan suatuperbuatan jahat, tetapi ia dipidana agar tidak ada perbuatan jahat).Johanes Andenaes menyebut teori ini juga sebagai teori pelindungmasyarakat.47

    Aliran ini menurut Koeswadji menafsirkan tujuan pokok dari

    pemidanaan, yaitu :

    1) Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat;

    2) Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai

    akibat dari terjadinya kejahatan;

    3) Untuk memperbaiki si penjahat;

    4) Untuk membinasakan si penjahat;

    5) Untuk mencegah kejahatan.48

    Penerapan sanksi pidana atau pemidanaan terhadap pelaku tindak

    pidana kehutanan atau tindakan perusakan hutan sebagaimana dalam

    47 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.cit, hlm. 1.48 Koeswadji, Hukum Pidana Lingkungan, Citra Aditya, Bandung, 1993, hlm. 12.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    52/212

    Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

    Pemberantasan Perusakan adalah untuk menanggulangi kejahatan

    kehutanan dan mencapai tujuan pemidanaan atau politik kriminal pada

    masa-masa yang akan datang.

    5. Teori Kewenangan (Authority Theory)

    Wewenang merupakan bagian penting dari aspek hukum, terutama

    segi hukum tata negara dan hukum administrasi negara, karena objek dari

    Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah

    berkaitan erat dengan wewenang atau kewenangan pemerintah dalam

    mengelola dan melaksanakan kekuasaan negara sehingga ruang lingkup

    wewenang pemerintah meliputi wewenang keputusan (beschikking) dan

    juga wewenang dalam rangka melaksanakan tugas serta pengaturan

    (rechtgelling).

    Kewenangan (authority)berbeda dengan wewenang (competence)

    kewenangan merupakan kekuasaan formal, yang berasal dari kekuasaan

    legislatif atau dari kekuasaan eksekutif. Dalam hal kewenangan terdapat

    wewenang untuk melakukan kewenangan publik.

    Prajudi Admosudirjo49 memberikan pengertian wewenang adalah

    kekuasaan terhadap golongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap

    49 Pramuji Admosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994,hlm. 78.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    53/212

    suatu bidang pemerintah dibidang urusan tertentu. Secara teoritik

    kewenangan diperoleh melalui 3 (tiga)cara, yakni sebagai berikut :

    1.Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah olehpembuat Undang-undang kepada organ pemerintah.

    2. Delegasi pelimpahan wewenang pemerintahan dari satupemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

    3. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan dari satupemerintahan mengizinkan kewenangannya di jalankan olehorgan lain atas namanya.

    Kewenangan atributif dalam arti yuridis wewenang kamampuan

    bertindak yang diberikan oleh Undang-undang untuk melakukan

    hubungan-hubungan hukum, yakni hubungan yang dapat menimbulkan

    akibat hukum.

    Kewenangan delegasi adalah wewenang yang merupakan hak dan

    kekuasaan untuk pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan

    dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

    Sedangkan kewenangan mandat (mandate)adalah suatu kekuasaan

    untuk mengambil keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan adanya

    hubungan atasan dan bawahan dalam rangka penyelenggaraan

    pemerintahan.

    G. Kerangka Konseptual

    Kerangka konseptual merupakan landasan konsep yang akan

    menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang di gunakan oleh

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    54/212

    peneliti dalam penulisan ini. Konsep merupakan bagian penting dari

    rumusan teori. Kegunaan konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah

    menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.

    Pengertian konsep sendiri diartikan sebagai kata yang menyatakan

    abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang yang khusus yang

    lazim disebut dengan definisi opersional. Pentingnya definisi operasional

    adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran

    mendua atau ganda dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu juga

    dipergunakan untuk memeberikan arah pada proses penelitian ini. Dalam

    penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel pokok yaitu; Kebijakan Formulasi

    Hukum Pidana dan Penanggulangan Tindak Pidana Kehutanan.

    1. Kebijakan Hukum Pidana

    1.1. Kebijakan

    Dalam bukunya Barda Nawawi Arief istilah kebijakan yang

    dalam bahasa Inggris policy ataupolitiek dalam bahasa

    Belanda sering disebut sebagai politik yang berarti kebijakan.

    Secara umum politik atau kebijakan dapat diartikan sebagai prinsip-

    prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah

    (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum) dalam

    mengelola, mengatur atau menyelesaikan urusan-urusan publik,

    masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang penyusunan

    peraturan perunndang-undangan dan pengaplikasian hukum atau

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    55/212

    peraturan, dengan suatu tujuan umum yang mengarah pada upaya

    mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga

    negara).50

    1.2. Kebijakan Hukum

    Terdapat banyak definisi menegenai kebijakan hukum atau

    politik hukum. Padmo Wahjono mengatakan bahwa politik hukum

    adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi

    hukum yang akan dibentuk51. Sedangkan Teuku Mohammad

    Radhie52 mendefinisikan politik hukum sebagai suatu pernyataan

    kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di

    wilayahnya dan menegenai arah perkembangan hukum yang akan

    dibangun.

    Menurut ahli lain berpendapat Satjipto Raharjo53yang di kutif

    dari tesis Muhammad Aziz Hakim medefinisikan politik hukum

    sebagai aktifitas memilih cara yang hendak dipakai untuk memilih

    dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial

    dengan hukum tertentu yang cakupannya meliputi jawaban atas

    beberapa pertanyaan dasar, yaitu ; 1) tujuan apa yang hendak di

    capai melalui sistem yang ada; 2) cara-cara apa dan yang mana

    50Barda Nawawi Arif, Op-Cit, hlm. 23-24.51Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan atas Hukum, Ghalilia Indonesia, Jakarta,

    1986.52 Teuku Mohammad Radhie, Pembaharuan Politik Hukum dalam Rangka Pembangunan

    Nasional, Jakarta, 1973.53Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1991.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    56/212

    yang dirasa paling baik yang dipakai dalam mencapai tujuan

    tersebut; 3) kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu

    perlu diubah; 4) dapatkah suatu pola yang baku dan mapan

    dirumuskan untuk membantu dalam memutuskan proses pemilihan

    tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

    1.3. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana

    Kebijakan formulasi hukum pidana merupakan istilah yang

    berasal dari politiek dari Belanda dan policy dari Inggris, dari

    istilah asing tersebut, maka istilah politik hukum pidana atau

    sering juga disebut dengan istilah kebijakan hukum pidana dalam

    kepustakaan asing istilah politik hukum pidana sering dikenal

    dengan berbagai istilah, antara lain; penal policy atau criminal

    law policy atau strafrechtspolitiek.54Sedangakan istilah formulasi

    atau formula merupakan pembentukan, penyusunan atau

    perumusan yang berkaitan erat dengan pengaturan atau disebut

    sebagai kebijakan legislatif atau formulatif.

    2. Penanggulangan tindak pidana

    Penanggulangan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan

    menggunakan sarana penal maupun non penal atau dikenal istilah upaya

    54Aloysius Wisnu Subroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penaggulangan PenyalahgunaanKomputer, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1999, hlm. 10

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    57/212

    hukum litigasi dan upaya hukum non litigasi55. Kegiatan non penal dengan

    melakukan pencegahan dan pemberdayaan masyarakat. Penanggulangan

    kejahatan (criminal policy) atau penanggulangan tindak pidana dengan

    penggunaan sarana penal dilakukan dengan menggunakan sarana hukum

    pidana melalui penegakan hukum (law enforcement). istilah penegakan

    hukum dapat dipergunakan terjemahan dari echtshandhaving, yang

    dimaksud disini adalah hukum yang berkuasa dan ditaati melalui sistem

    peradilan pidana yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

    lembaga pemasyarakatan56. Koesnadi Hardjosoemantri mengemukakan

    bahwa ada suatu pendapat yang keliru yang cukup meluas diberbagai

    kalangan, yaitu bahwa penegakan hukum hanya melalui proses

    pengadilan. Adapula pendapat yang keliru, seolah-olah penegakan hukum

    adalah semata-mata tanggung jawab aparat penegak hukum. penegakan

    hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk itu

    pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak.

    Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum ditegakkan akan tetapi

    masyarakat berperan dalam penegakan hukum57. Andi Hamzah

    menyebutkan bahwa istilah penegakan hukum dalan Bahasa Indonesia,

    selalu diasosiasikan dengan force, sehingga ada yang berpendapat bahwa

    55Hermansyah, Buku Panduan Peran Serta Masyarakat Dalam Penegakan Hukum BidangKehutanan, EC-Indonesia Plegt Support Project Forest Law Enforcement, (Goverment Ang Trade) Kementerian Kehutanan RI, Jakarta, 2010, hlm. 9.

    56 Marjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, PusatPelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta,1999, hlm. 78-79.

    57Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan, Konservasi Sumber DayaAlam Hayati dan Ekosistemnya, cet. II, Edisi I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    58/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    59/212

    Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun dalam peraturan

    perundang-undangan lainnya59.

    Hukum pidana atau perbuatan pidana dibidang kehutanan dalam

    peraturan perundang-undangan dan buku-buku literatur ditemukan

    beberapa istilah diantarannya, penebangan liar atau pembalakan liar

    (illegal logging), perusakan hutan adalah perbuatan pidana yang dalam

    peraturan perundangan dibidang kehutanan dan konservasi sumber daya

    alam hayati dan ekosistemnya. Jenis-jenis perbuatan pidana ini ditemukan

    seperti; pembalakan liar atau penebangan tanpa izin (illegal Logging),

    pertambangan tanpa izin (illegal mining), perkebunan dalam kawasan

    hutan tanpa izin, perambahan (ocuvasi) kawasan hutan, pendudukan,

    penguasaan hutan tanpa izin, penggunaan kawasan hutan non prosedural

    dan perbuatan lainnya yang bertentangan dengan peraturan perundang-

    undangan.

    Perbuatan pidana berupa perusakan hutan menimbulkan kerugian

    negara dan kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup yang

    sangat besar serta telah meningkatkan pemanasan global (global

    warming), perubahan iklim (climeted iklim), banjir, tanah longsor dan

    sebagainya, hal ini telah menjadi kekawatiran dan menjadi permasalahan

    ditingkat nasional, regional, dan internasional.

    59 Anonim, Buku Saku Ketentuan Tindak Pidana Kehutanan, Direktorat Penyidikan danPerlindungan Hutan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan,EC-Indonesia FLEGT SP (Forest Law Enforcement, Goverment and Trade), 2008.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    60/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    61/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    62/212

    diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is by the

    judge thorough judicial process ).

    2. Pendekatan Masalah

    Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian hukum ini

    adalah sebagai berikut :

    a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu

    pendekatan ini mengkaji dan meneliti peraturan perundang-

    undangan yang berkaitan dengan masalah hkum kehutanan atau

    tindak pidana kehutanan, serta peraturan perundang-undangan lain

    yang terkait. Dalam hal ini peneliti melihat hukum sebagai sistem

    tertutup yang mempunyai sifat komprehensif, norma-norma hukum

    yang terdapat di dalamnya berkaitan antara satu dengan yang

    lainnya secara logis dan sistematik. Bahwa di samping bertautan

    antara satu dengan lainnya, norma hukum juga tersusun secara

    hirarkis.63

    b. Pendekatan konsep (conseptual approach), yaitu pendekatan ini

    digunakan untuk memahami unsur-unsur abstrak yang terdapat

    dalam pikiran. Menurut Ayn Rand secara pilsafat konsep

    merupakan integrasi mental atas dua unit atau lebih yang

    diisolasikan menurut ciri khas dan yang disatukan dengan definisi

    63 Haryono dalam Jonny Ibrahim, Op.Cit. hlm. 249

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    63/212

    yang khas. Dalam pendekatan konsep (conseptual approach)

    penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji konsep yang berkaitan

    dengan konsep pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan

    atau tindak pidana kehutanan serta konsep yang terkait dengan

    masalah itu.

    c. Pendekatan sejarah (historical approach), yaitu suatu pendekatan

    yang digunakan untuk mengetahui, memahami dan mengkaji

    bagaimana perkembangan hukum dan latar belakang lahirnya suatu

    perundang-undangan.

    3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

    Jenis dan sumber bahan hukum dalam penelitian hukum ini

    adalah bahan hukum sekunder yang diperoleh dari penelitian

    kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer,

    sekunder dan tersier. Bahan hukum dimaksud adalah sesuai dengan

    penelitian hukum, mencakup :

    1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terkait dengan

    peraturan perundang-undangan, yang berkaitan penanggulangan

    tindak pidana kehutanan atau perbuatan perusakan hutan.

    Khususnya yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun

    1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

    Ekosistemnya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    64/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    65/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    66/212

    5.Analisis Bahan Hukum

    Analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah dilakukan

    dengan analisis penelitian hukum normatif, analisis penelitian hukum

    normatif dilakukan dengan cara penafsiran berkaitan dengan asas-asas

    hukum yang terkait dengan kebijakan formulasi hukum pidana dalam

    penanggulangan tindak pidana kehutanan. Dengan tujuan untuk

    memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

    Dalam melakukan analisis bahan hukum sekunder terhadap

    penelitian ini dilakukan dengan pendekatan beberapa penafsiran yakni,

    penafsiran historis, penafsiran ekstensif atau penafsiran memperluas,

    dan penafsiran yang mempertentangkan66. Semua tipe penafsiran di

    atas diuraikan secara sistematis dengan mengunakan kerangka berfikir

    deduktif dan induktif, sebagai suatu penjelasan dan interpretasi secara

    logis dan sistematis. Penjelasan secara logis sintesis menunjukkan cara

    berfikir deduktif-induktif, yaitu cara berfikir deduktif adalah berangkat

    dari umum ke hal-hal yang bersifat khusus, sedangkan cara berfikir

    induktif merupakan cara berfikir yang berangkat dari hal-hal khusus

    kemudian dicari generalisnya yang bersifat umum. Setelah analisis

    bahan hukum selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif

    yaitu dengan cara menuturkan dan menggambarkan sesuai

    permasalahan yang diteliti.

    66Amirudin dan Zainal Asikin, Op.Cit. hlm. 165

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    67/212

    BAB II

    TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA

    DAN KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM

    PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN

    A. Tinjauan Umum Mengenai Pengelolaan Hutan Indonesia

    1. Pengertian Hutan, Kehutanan dan Kawasan Hutan

    Dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai sebutan hutan, misalnya

    hutan belukar, hutan perawan, hutan alam dan lain-lain. Kata hutan dalam

    bahasa Inggris disebut dengan forrest, sedangkan hutan rimba disebut

    dengan jungle. Akan tetapi pada umumnya persepsi umum tentang hutan

    adalah penuh dengan pohon-pohonan yang tumbuh tidak beraturan.67

    Dalam Black Laws Dictionary hutan di definisikanForrest is a tract of

    land, not necessarily wooded, reserved to the king or a grantee, for

    hunting deer and other game68.

    Hutan adalah suatu bidang daratan, berpohon-pohon yang dipesan

    oleh raja untuk berburu rusa dan permainan lain.

    Menurut pendapat dari salah satu ahli kehutanan Herman Haeruman

    J.S.69 menyatakan bahwa :

    Hutan adalah pelindung tanah, tempat berlindung selama bergerilya

    67 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa, Cet. I, Erlangga,Jakarta, 1995, hlm. 11.

    68 Garner, Black Laws Dictionary, Seventh Edition, West Group, Dallas, 1999, hlm. 660.69 Herman Haeruman J.S., Hutan Sebagai Lingkungan, Kantor Menteri Negara Pengawasan

    Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Jakarta, 1980, hlm. 6.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    68/212

    melawan penjajah, tempat nyaman dan sejuk, pencegah banjirmaupun erosi dan sebagainya, serta ekosistem peyangga danpendukung kehidupan bagi banyak makhluk.

    Sementara itu Mochtar Lubis70 mengemukakan pengertian hutan sebagai

    berikut :

    Hutan adalah sebuah ekosistem yang berciri tumbuh-tumbuhanberkayu seperti misalnya pepohonan dan semak. Perkebunan karet,kelapa sawit ataupun kebun buah-buahan tidak dipandang sebagaihutan.

    Adapun pengertian hutan menurut Dangler sebagaimana dikutip oleh

    Sukardi71adalah sebagai berikut :

    Sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas,sehingga suhu, kelembaban, cahaya, angin dan sebagainya tidak lagimenentukan lengkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukupluas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertikal).

    Sedangkan dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1

    Udang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

    Pemberantasan Perusakan Hutan, bahwa Hutan didefinisikan adalah sebagai

    berikut :

    Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisisumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam

    komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antarayang satu dan yang lainnya.

    70 Mochtar Lubis, Menuju Kelestarian Hutan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1988,hlm. 196.

    71 Sukardi, Illegal Logging dalam Perspektif Hukum Pidana (Kasus Papua), Cet. I,Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2005, hlm. 12.

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    69/212

  • 7/25/2019 TESIS KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN.pdf

    70/212

    dilakukan judicial review yang dilakukan kepada Mahkamah Konstitusi dan

    hasil pemeriksaan tersebut telah diputuskan dengan putusan Mahkamah

    Konstitusi Nomor : 45/PUU-IX/2011, dalam putusan mahkamah tersebut

    mengabulkan permohonan pemohon terhadap prase kata ditunjuk tidak

    relevan dan tidak memenuhi rasa keadilan72, sehinga definisi kawasan hutan

    tersebut untuk menjamin kepastian hukum, sebagaimana terdapat dalam

    Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan

    Pemberantasan Perusakan Hutan. Kawasan Hutan sebagaimana terdapat

    dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang

    Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan kawasan hutan adalah

    wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan

    keberadaannya sebagai hutan tetap.

    Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, maka

    penunjukan kawasan hutan masih tetap berlaku, tetapi tidak mempunyai nilai

    kepastian hukum dan tidak dapat dijadikan acuan dalam menentukan kawasan

    hutan. Dapat dikatakan sebagai kawasan hutan apabila telah dilakukan proses

    penetapan kawasan hutan mulai dari penunjukan kawasan hutan, proses tata

    batas kawasan hutan, pemetaan dan dilakukan penetapkan kawasan hutan.

    2.

    Jenis-jenis Hutan

    Berdasarkan jenis-jenis hutan, dilakukan pengelompokan jenis-jenis

    hutan berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

    72 Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 45/PUU-IX/2011, tanggal 21 Februari 2012