winda-pbl 1 ulkus peptikum

45
LAPORAN PBL I BLOK DIGESTIVE Tutor: dr. Alfi Muntafiah Disusun Oleh: KELOMPOK XIII 1. Sarah maulina Oktavia G1A009015 2. Gita Ika Irsatika G1A009030 3. Dias Isnanti G1A009034 4. Prabawa Yogaswara G1A009048 5. Yanuari Tejo Buntolo G1A009062 6. Herlinda Yudi Saputri G1A009080 7. Fitri Yulianti G1A009093 8. Setyo Adi Kusumo B G1A009094 9. Arfin Heri Indarto G1A009117 10. Winda Tryani G1A009128 11. Triyani Desi P G1A007114 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: fitri-yulianti

Post on 13-Aug-2015

137 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

LAPORAN PBL I BLOK DIGESTIVE

Tutor:

dr. Alfi Muntafiah

Disusun Oleh:

KELOMPOK XIII

1. Sarah maulina Oktavia G1A009015

2. Gita Ika Irsatika G1A009030

3. Dias Isnanti G1A009034

4. Prabawa Yogaswara G1A009048

5. Yanuari Tejo Buntolo G1A009062

6. Herlinda Yudi Saputri G1A009080

7. Fitri Yulianti G1A009093

8. Setyo Adi Kusumo B G1A009094

9. Arfin Heri Indarto G1A009117

10. Winda Tryani G1A009128

11. Triyani Desi P G1A007114

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FKIK JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2010

Page 2: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan kesehatan, kekuatan, kesempatan dan kelancaran dalam pembuatan

laporan Problem Based Learing Blok Digestive ini. Tidak lupa kami ucapkan

terimakasih pada dr. Alfi Muntafiah yang telah membimbing kelompok delapan

dalam melaksanakan PBL 1 dan seluruh anggota kelompok delapan yang telah

meluangkan waktunya dan bekerjasama dengan baik dalam penyusunan laporan

ini.

Laporan diskusi ini disusun berdasarkan tugas dari pengelola blok

digestive dengan tujuan agar mahasiswa lebih mengetahui dan mendalami

kelainan atau berbagai masalah dengan penyakit saluran cerna yang berhubungan

dengan Blok Digestive. Dalam laporan PBL yang pertama ini dengan kasus Ulkus

Peptikum.

Dalam laporan ini kami menyadari masih banyak kekurangan, salah

satunya yaitu baik berupa salah ketik, kesalahan dalam bahasa, maupun

pembahasan masalah yang masih jauh dari sempurna. Akhir kata kelompok

delapan sangat berterimakasih atas partipasi seluruh pihak yang terlibat dalam

pembuatan laporan PBL pertama ini, semoga materi yang dibahas dalam laporan

ini dapat bermanfaat.

Purwokerto , Juni 2011

Kelo

mpok VIII

DAFTAR ISI

Page 3: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

BAB I(MB.DESI)

Page 4: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Berisi :

A. Keseluruhan kasus dan informasinya.

B. Penulisan semua informasi pada point a disusun secara sistematis

(misalnya untuk kasus mengenai pasien dengan penyakitnya,maka

informasi yang ditulis berurutan dari anamnesis,pemeriksaan fisik

hingga terapi dan edukasi)

BAB II

Page 5: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

A. Klarifikasi istilah

B. Batasan masalah

C. Analisis masalah

1. Anatomi digest

2. Histologi digest

3. Fisiologi digest

4. Patofisiologi muntah darah

5. Patofisiologi kembung

6. Patofisiologi nyeri kepala

7. Mekanisme kerja antasida

8. Mekanisme kerja asam mefenamat

9. Efek stress

10. Efek merokok

11. Helicobacter pylori

D. Pemecahan masalah

1. Anatomi digest

a. Saluran cerna (Sherwood, 2006) :

1) Mulut

2) Faring

3) Esofagus

4) Gaster

5) Duodenum

6) Jejunum

7) Illeum

8) Colon

9) Rectum

10) Anus

b. Organ pencernaan (Sherwood, 2006) :

1) Kelenjar ludah

Page 6: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

2) Pankreas

3) Hepar

2. Histologi digest (SARAH)

a. Cavum Oris : epitel squamous complex non keratin

b. Lidah : epitel squamous complex non keratin dan

berkerratin

Papila Foliata

Papila Fungiformis

Papila Filiformis

Papila Circumvalata

c. Faring : epitel squamous complex non keratin

d. Esophagus : epitel squamous simplex non keratin

e. Gaster : epitel columnar simplex

Sel yang terdapat disini : Surface lining cell,

mucous neck cell, parietal cell, chief cell

f. Duodenum : Plicae circularis of Kerckring dengan vili

epitel columnar simplex + sel goblet

Kripte Lieberkhun

kelenjar Brunner

g. Jejunum : Vili + epitel columnar simplex + sel goblet

h. Illeum : Vili + epitel columnar simplex + sel goblet

Plaque Payer

i. Colon : Tidak punya vili

Epitel columnar simplex + sel goblet

Noduli Limfatisi

3. Fisiologi digest

Pencernaan makanan merupakan suatu proses biokimia yang

bertujuan mengolah makanan yang dimakan menjadi zat-zat yang mudah

diserap oleh selaput-selaput lendir usus, bilamana zat-zat tersebut

dibutuhkan oleh tubuh (Hadi, 2002)

Page 7: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Didalam tubuh kita terjadi beberapa proses, diantaranya proses

pengunyahan, proses penelanan, proses pencairan dan pencernaan serta

proses penyerapan (Hadi, 2002).

c. Proses pengunyahan

Proses pengunyahan terjadi didalam mulut, dimana makanan

dicampur aduk dengan saliva hingga akhirnya makanan tersebut

menjadi bolus (Hadi, 2002).

d. Proses penelanan

Proses penelanan yang terjadi terdiri dari 3 fase yaitu :

1) Fase I penelanan

Fase I dimulai saat bolus dari mulut masuk ke dalam farinks

yangdibantu oleh gerakan lidah. Fase ini berjalan sangat cepat

yaitu hanya membutuhkan waktu sekitar 0,3 detik oleh karena

pengaruh saraf-saraf otak dan dengan kesadaran (Hadi, 2002).

2) Fase II penelanan

Pada fase ini bolus akan melalui farinkske dalam esophagus

yang terjadi karena rangsangan. Fase II penelanan terjadi juga

sangat cepat yaitu sekitar 0,1 detik (Hadi, 2002).

3) Fase III penelanan

Fase III penelanan terjadi didalam esophagus, namun jalannya

fase ini lebih lambat dari fase-fase sebelumnya. Setelah

makanan didalam esophagus maka akan terjadi gelombang

peristaltik. Makanan padat untuk sampai di bagian bawah dari

esophagus memakan waktu sekitar 5 detik, sedangkan makanan

cair memerlukan waktu sekitar 1 detik dengan atau tanpa

peristaltik (Hadi, 2002).

e. Proses pencairan dan pencernaan

Proses pencairan ini bertujuan agar makanan mudah ditelan

dan memudahkan proses pencernaan serta penyerapan oleh dinding-

dinding usus dimana proses pencairan ini sudah mulai terjadi di dalam

mulut yaitu dengan mengeluarkan getah saliva ± 1.500 cc/hari.

Page 8: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Didalam saliva tersebut terkandung enzim ptialin,lisozime, kallikrein

dan mukoprotein (Hadi, 2002).

f. Proses penyerapan

Proses ini terutama terjadi di usus halus (intestinum). Pada

duodenum dan bagian atas jejenum merupakan intestinum yang paling

aktif untuk melakukan absorpsi KH, lemak dan protein. Agar proses

penyerapan terjadi cepat dan sempurna maka permukaan usus harus

seluas-luasnya, hal ini dikarenakan mukosa usus yang berlipat-lipat

(plica sirkularis) dan adanya villi intestinalis (Hadi, 2002).

Penyerapan makanan dapat terjadi secara absorpsi aktif yang

sampai sekarang belum diketahui dengan jelas serta absorpsi pasif

yang terjadi karena difusi, perbedaan kepekatan bahan dalam lumen

millieu interiur dan sebagainya (Hadi, 2002).

4. Patofisiologi muntah darah (ARFIN,TEJO,GITA,SARAH)

Hematemesis merupakan muntah darah yang berasal dari saluran

cerna bagian atas (esophagus, lambung atau duodenum bagian proksimal)

dengan warna merah terang atau hitam dengan penampakan seperti kopi.

Warna merah terang yang dihasilkan tersebut diatas terjadi karena

tidak ada reaksi dengan HCL atau menandakan perdarahan yang massif.

Sedangkan warna hitam dengan penampakan seperti kopi tersebut

menandakan bahwa masih adanya reaksi dengan HCl yang terdapat di

lambung.

Namun apabila terdapat gangguan pada M. Sphingter esophagus

inferior maka didapatkan kemungkinan asam lambung tersebut akan naik

ke atas sehingga memungkinkan terjadinya Gastro esophageal disease

dan apabila terjadi gangguan pada M. sphingter pylorus maka didapatkan

kemungkinan asam lambung tersebut akan turun ke bawah dan

memungkinkan terjadinya Ulkus peptikum.

NSAID

Page 9: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Merusak mukosa lambung

Mengubah permeabilitas sawar epitel

Difusi balik asam klorida ke sel mukosa

Akibat sifat korosif asam lambung, sel mukosa rusak

Inflamasi

pelepasan histamin

Merangsang sel parietal mengeluarkan asam lambung dan merangsang chief sell

mensekresikan pepsin

Edema,peningkatan permeabilitas kapiler

Mukosa kapiler rusak

Perdarahan dikapiler

Muntah darah

Mukosa lambung yang teriritasi

Merangsang simpatis sebagai aferen

Mengantar impuls ke bilateral pusat muntah di medula oblongata melalui saraf

kranial V, VII, IX, X dan XII ke tract gastrointestinal bagian atas

Dan juga melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen

Diawali inspirasi dalam dan penutupan glotis, diafragma kontraksi menekan

lambung, otot abdomen menekan rongga abdomen

Tekanan intraabdomen meningkat

Isi lambung terdorong ke dalam esofagus Keluar melalui mulut

Page 10: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

(Silbernagl, 2006)

5. Patofisiologi kembung ((ARFIN)

Adanya udara yang tertelanGas yang dihasilkan dari fermentasi bakteri

Proses pelepasan ion hidrogen yang berlebihan

Di dalam rongga abdomen

Kembung

6. Patofisiologi nyeri kepala (SARAH)

Stress/lembur

Peningkatan saraf simpatis

Vasokonstriksi pembuluh darah sistemik

aktivasi Prostatglandin

Vasodilatasi lokal pembuluh darah otak

Menekan saraf-saraf di sekitarnya

Nyeri kepala

7. Mekanisme kerja antasida (TEJO, WINDA)

8. Mekanisme kerja asam mefenamat (FITRI, DIAS)

AINS menyebabkan jejas saluran cerna karena defisiensi prostaglandin

mukosa. Defisiensi tersebut akan menyebabkan gangguan lapisan mucus,

Page 11: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

sekresi menurun dari bikarbonase sebagai pelindung, vasokonstriksi yang

menyebbakan hipoksia local dan efek local akibat AINS terperangkap di

dalam membrane sel yang kana menyebabkan nekrosis epitel superficial.

(Scheiman, 2009)

Efek samping dari asam mefenamat sebenarnya didasari oleh

mekanisme kerjanya yakni menghambat biosintesis prostaglandin yang

merupakan salah satu mediator inflamasi. Selain itu, obat ini bersifat

asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam

misalnya lambung, ignjal dan jaringan inflamasi. Sehingga efek obat

maupun efek sampingnya akan lebih nyata pada daerah yang tingkat

keasamannya tinggi (Wilmana, 2007).

Pada lambung, obat ini dapat menyebabkan iritasi lambung

melalui dua mekanisme :

a. Iritasi lokal

Iritasi yang bersifat lokal menimbulkan difusi kembali asam

lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan

(Wilmana, 2007).

b. Iritasi sistemik

Iritasi sistemik terjadi melalui hambatan biosintesis progtaglandin.

Progtaglandin banyak ditemukan di mukosa lambung dengan

fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi

mukus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Apabila biosistesis

progtaglandin terhambat, maka sekresi asam lambung menjadi

kurang terkontrol. Selain itu, sekresi mukus yang melindungi

menjadi dihambat sehingga tidak ada pelindung bagi dinding

terhadap asam lambung (Wilmana, 2007).

9. Efek stress (DIAS)

10. Efek merokok (SARAH)

Merokok akan menyebakan peningkatan sekresi asam lambung dan

gangguan sekresi bikarbonat oleh duodenum dan pancreas sehingga

beban asam lambung pada duodenum meningkat. Peningkatan asam

Page 12: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

lambung akan menyebabkan perlukaan pada dinding mukosa lambung

sehingga dapat menimbulkan perdarahan dan reflek muntah darah

11. Helicobacter pylori (DIAS)

E. APA YA?

F. Sasaran belajar

1. Hubungan muntah dan pusing

2. Patofisiologi nyeri ulu hati

3. Patofisiologi muntah

4. Perbedaan muntah darah dan batuk darah

5. Interpretasi perkusi (terutama perbedaan redup dan pekak)

6. Indikasi, kontraindikasi serta komplikasi dari pemeriksaan penunjang

berupa :

a. Endoskopi

b. Kuljar

c. Histo PA

d. USG

e. UREASE

f. Biopsi

7. Diagnosis banding

a. Gastritis kronik

b. Varises esofagus

c. Ulkus peptikum

G. Pemecahan sasaran belajar

1. Hubungan muntah dan nyeri kepala (SARAH)

Gerakan dirasakan oleh otak melalui 3 jalur pada sistem saraf, yang akan

mengirim signal dari telinga bagian dalam (perasaan terhadap gerakan,

percepatan, gravitasi), dari mata (penglihatan), dan jaringan lebih dalam

pada permukaan tubuh manusia (yang disebut proprioceptors). Ketika

tubuh digerakkan dengan sengaja, misalnya kita jalan, input dari ketiga

jalur tadi akan dikoordinasikan oleh otak. Ketika terjadi gerakan yang

tidak disengaja, seperti ketika mengendarai mobil, kadang otak tidak bisa

Page 13: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

mengkordinasikan ketiga input tadi dengan baik. Adanya konflik dalam

koordinasi 3 input tadi diduga menyebabkan orang merasa mabuk jalan

atau motion sickness, dengan gejala mual, pusing, sampai muntah.

Konflik input dalam otak ini diduga melibatkan level neurotransmiter

yaitu histamin, asetilkolin, dam norepinefrin. Karena itu, obat yang

bekerja melawan motion sickness adalah obat yang mempengaruhi atau

menormalkan lagi level neurotransmiter ini di otak.

2. Patofisiologi nyeri ulu hati (DIAS)

Produksi HCl dan pepsin yang tinggi, konsumsi NSID dan alkohol,

infeksi H. pilory defek barier mukosa difusi balik ion H+

histamin meningkat inflamasi nyeri ulu hati

(EMM, 2008 )

3. Patofisiologi muntah (AWA)

4. Perbedaan muntah darah dan batuk darah (TEJO)

5. Interpretasi perkusi

Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketukan yang terdengar pada

pemeriksaan fisik saat perkusi dapat bermacam-macam, diantaranya

(Rumende, 2009).:

a. Sonor (resonant)

Bunyi ini ditemukan bila pada media berisi udara.

b. Hipersonor (hiperrsonant)

Bunyi ini ditemukan bila pada media berisi udara yang jauh lebih

banyak dari sonor.

c. Redup (dull)

Bunyi ini ditemukan bila pada media yang bagian padat lebih banyak

daripada udara.

d. Pekak (flat/stony dull)

Bunyi ini ditemukan bila pada media yang tidak mengandung udara.

e. Timpani

Bunyi ini ditemukan akibat getaran udara

Page 14: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

6. Indikasi, kontraindikasi serta komplikasi dari pemeriksaan penunjang

berupa :

a. Endoskopi

1) Definisi

Pemeriksaan endoskopi : pemeriksaan penunjang dengan

memakai alat endoskop (alat yg digunakan untuk memeriksa

organ di dalam tubuh manusia visual dgn cara mengintip dgn

alat tsb atau lgsung melihat pada layar monitor), untuk

mendiagnosis kelainan organ didalam tubuh antara lain saluran

cerna, kemih, rongga mulut, rongga abdomen, dll (Sudoyo,

2009).

2) Teknik Endoskopi

a) Diagnostik dan terapeutik

b) Pemeriksaan saluran cerna bagian atas : Gastro

Duodenoscopi (EGD)

c) Pemeriksaan saluran cerna bagian bawah : kolonoscopi

(Sudoyo, 2009)

3) Jenis Pemeriksaan saluran cerna bagian Atas

a) Diagnostik (Sudoyo, 2009):

(1) Esofagogastrosduodenescopi dan biopsy

(2) Jenunoscopi dan biopsy

(3) Enteroscopi dan biopsy

(4) Kapsul endoscopi

b) Terapeutik (Sudoyo, 2009):

(1) Skleroterapi dan ligasi varises esophagus

(2) Skleroterapi histoacryl varises lambung

(3) Pemasangan stent esophagus

(4) Pemasangan flowcare

(5) Pemasangan percutaneus endoscopic gastrotomy

(6) Pemasangan selang makanan/ NGT

(7) Endoscopic mucosal resection (EMR)

Page 15: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

(8) Terapi laser pd tumor, perdarahan

4) Jenis Pemeriksaan saluran cerna bagian bawah

a) Diagnostik (Sudoyo, 2009):

(1) Enteroskopi dan biopsy

(2) Kapsul endoskopi

(3) Anoskopi

(4) Ilei-konoskopi dan biopsy.

b) Terapeutik (Sudoyo, 2009):

(1) Skleroterapi dan ligasi hemoroid

(2) Polipeptomi polip kolon

(3) Pemasangan stent kolon.

5) Indikasi dan Kontraindikasi Perdarahan SCBA

Indikasi (Sudoyo, 2009):

a) Menentukan dgn lebih pasti kelainan radiologis yg

didapatkan pd esophagus, lambung/ duodenum

b) Despepsia, disfagia, odinofagi, muntah2

c) Memantau penyembuhan tukak yg junak dan pd pasien2

dgn tukak yg dicurigai adanya keganasan

d) Nyeri dada tak khas

e) Kecurigaan obstruksi outlet

f) Pasien pascagastrectomi

g) Polipektomi, pemasangan selang makanan, akalasia.

Kontraindikasi :

a) Absolute (Sudoyo, 2009):

(1) Pasien tdk kooperatif/menolak prosedur

(2) Renjatan ok perdarahan

(3) Oklusi koroner akut

(4) Gagal jantung berat

(5) Koma

(6) Emfisema

Page 16: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

(7) Alergi obat premedikasi

b) Relative (Sudoyo, 2009):

(1) Aneurisma aorta, aritmia jantung berat

(2) Kifoskoliosis berat

(3) Gg kesadaran

(4) Tumor mediastinum

(5) Sesak nafas, infeksi akut.

6) Indikasi dan Kontraindikasi Perdarahan SCBA

Indikasi (Sudoyo, 2009):

a) Radang usus besar (crohn, colitis ulserosa)

b) Keganasan dan polip kolon (ditegakkan dgn histopatologi)

c) Evaluasi diagnosis keganasan rectum

d) Kolonoscopi pasca bedah, evaluasi anastomosis.

Kontra indikasi (Sudoyo, 2009):

a) Divertikulisis akut dgn gejala sistemik (nyeri hebat pd

abdomen, peritonitis)

b) Kehamilan trimester pertama, pnyakit radang panggul

c) Penyakit anal atau perianal akut

d) Aneurisma aorta abdominal

e) Gg kardiopulmoner berat

7) Komplikasi

a) Komplikasi berasal dr anestesi local, sedasi dan atau alat

endoskopi tsb

(1) Anestesi local : dgn cara semprot tenggorokan dgn

lidokain => alergi, efek samping jantung, aspirasi

(2) Obat sedasi n analgesic : (benzodiazepine): pneumonia

aspirasi

Narkotik : hipotensi n bradikardia

(3) Komplikasi langsung endoskopi: perforasi, perdarahan dan

infeksi.

Page 17: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

3 faktor yg nyebabkan infeksi : penularan infeksi (dr

penderita ke penderita melalui salmonellae, H pillory),

kesalahan prosedur (pembersihan dan sterilisasi), resiko yg

dihubungkan dgn penderita (anomaly jantung, penggunaan

katup buatan n pemakaian imunosupresi) (Block, 2004).

b) SCBA

Pneumonia aspirasi, perforasi, perdarahan, gg kardiopulmoner,

instrumental impaction (Sudoyo, 2009).

c) SCBB

Perforasi kolon, reaksi vasovagal, perdarahan, flebitis, flovulus,

distensi pascakolonoskopi (Sudoyo, 2009).

b. Kuljar

Oleh karena cara untuk memperoleh bakteri adalah dengan

menggunakan endoskopi, maka indiaksi, kontraindikasi maupun

komplikasi merupakan akibat dari penggunaan endoskopi.

c. Histo PA (SURYO)

Pada pemeriksaan histopatologi, biopsy atau sampel diambil melalui

endoskopi. Sampel yang diambil kemudian akan diberi warna

dengan pewarnaan giemsa. Setelah pewarnaan tersebut sudah jadi,

maka segera diamati pada mikroskop. Pada pengamatan secara

mirksokopis, akan didapatkan gambaran histologik yang bervariasi

sesuai aktivitas, kronisitas dan derajat penyembuhan. Pada ulkus

kronis, maka akan didapatkan empat zona atau lapisan. Zona

pertama, dasar dan tepi memiliki sebuah lapisan tipis debris fibrinoid

nekrotik, kemudian zona kedua suatu zona infiltrate peradangan non

spesifik aktif dengan predominasi neutrofil, zona ketiga jaringan

granulasi, zona keempat adalah jaringan parut fibrosa kolagenosa

yang menyebar luas dari tepi ulkus. Pembuluh darah yang

terperangkap dalam zona keempat ini, atau pada jaringan parut ini

biasanya akan mengalami penebalan dinding atau bahkan pelebaran

Page 18: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

pembuluh darah yang akan menyebabkan terjadinya thrombosis

bahkan sampai terjadinya perdarahan. Kemudian, infeksi dari H.

Pylori hamper selalu dapat ditemukan dalam gambaran patologi ini

(Kumar, 2007).

Sumber : suryo

d. USG

USG merupakan imaging diagnostik untuk pemeriksaan alat-alat

tubuh terutama di rongga abdomen. Prinsipnya USG ini

menggunakan gelombang suara yang frekuensinya 20-20.000 Hz.

Prosedur penggunaan USG ini yaitu pemeriksa menekankan sebuah

alat kecil ke dinding perut dan mengarahkan gelombang suara ke

berbagai bagian perut, gambaran dari rongga perut ini dpat terlihat

pada layar monitor. Dalam penggunaan USG sebenarnya tidak

diperlukan persiapan khusus. Walaupun demikian pada penderita

dengan obstipasi,sebaiknya semalam sebelumnya diberikan

laksansia. Untuk pemeriksaan rongga perut bagian atas sebaiknya

dilakukan dalam keadaan puasa dan pagi hari dilarang mkan dan

minumyang dapat menimbulkan gas dalam perut karena akan

mengaburkan gambar. Untuk pemeriksaan empedu dianjurkan puasa

Page 19: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

sekurang-kurangnya 6 jam sebelum pemeriksaan. Tidak ada

kontraindikasi dalama pemakain USG. Indikasi dalama pemakain

klinis yaitu utuk menentukan berbagai kelainan antara lain

menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut. USG

ini tidak digunakan dalam mendiagnosis ulkus peptikum

(Rasad,2005).

e. Urease (WINDA)

UJI C-urease didasarkan pada adanya kuman H. Pilori yang dapat

memproduksi urease. Urease adalah enzim yang dapat memecah

urea menjadi amonia dan karbondioksida . urea dengan label C13

atau C14 dimakan oleh penderita dan menyebar melalui mukosa

menuju pembuluh darah yang mensuplai mukosa dan H.pilori.

Ketika sudah mendekati epitel pembuluh darah yang mensuplai

mukosa beberapa menit kemudian isotop carbondioksida akan

tampak pada pernafasan. Uji C-urease napas merupakan uji

diagnostik yang relibel dan merupakan pilihan pertama dan dapat

digunakan sebagai evaluasi terapi. Kedua cara ini merupakan cara

yang mempunyai nilai sensitivitas sebesar 95 %-98 % dan spesifitas

98%-100% (Sacher, 2004 ).

f. Biopsi (MB. DESI)

7. Diagnosis banding

a. Gastritis kronik

1) Definisi (AWA)

2) Gejala klinis (AWA,SARAH)

3) Perubahan histologi (AWA)

4) Penyebab (SARAH, ,ARFIN)

a) Infeksi kuman Helicobacter pylori.

Gastritis dapat disebabkan oleh infeksi kuman Helicobacter

pylori yang merupakan kausa gastritis yang amat penting,

selain itu gastritis juga dapat disebabkan oleh antibiotik,

Page 20: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

gangguan fungsi imun, virus, jamur, obat anti inflamasi non

steroid dan kafein (Hirlan, 2009).

b) Antibiotika, terutama untuk infeksi paru.

Mempengaruhi penularan kuman karena mampu

mengeradikasi infeksi Helicobacter pylori.

c) Gangguan fungsi imun → gastritis kronik

Pasien gastritis kronik yang mengandung antibody sel

parietal dalam serum dan menderita anemia pernisiosa

(sejenis anemia megaloblastik yang disebabkan gangguan

absorbsi usus terhadap vitamin B12 akibat tidak ada faktor

intrinsik), mempunyai cirri khusus secara histologik

menunjukan gambaran:

(1) Gastritis kronik atopik

(2) Predominasi korpus

(3) Pada pemeriksaan darah menunjukan hipergastrinemia

(kadar gastrin darah yang sangat tinggi).

d) Virus, misalnya:

(1) Enteric rotavirus, calicivirus → menimbulkan

gastroenteritis (peradangan akut lapisan lambung dan

usus, ditandai dengan anoreksia, rasa mual, diare, nyeri

abdomen, dan kelemahan), tapi secara histopatologik

tidak spesifik.

(2) Cytomegalovirus → mempunyai gambaran

histopatologik yang khas, terutama pada

imunocompromized (kelemahan system imun).

e) Jamur, misalnya:

(1) Candida species

(2) Histoplasma capsulatum

(3) Mukonacea

Hanya menginfeksi pada pasien imunocompomized. Pasien

yang system imunnya baik biasanya tidak terinfeksi.

Page 21: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

f) Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) → gastropati

(1) Keluhan nyeri uluhati

(2) Tukak peptik dengan komplikasi perdarahan saluran

cerna bagian atas.

5) Penegakan diagnosis SARAH

a) Anamnesis

(1) Tanpa gejala

(2) Nyeri panas dan pedih di uluhati

(3) Mual dan muntah

(4) Anoreksia

(5) Berserdawa

(6) Perdarahan

(7) Hematimasis

Penderita gastritis kebanyakan tanpa gejala. Keluhannya

biasanya tidak khas, yang sering dihubungkan dengan

gastritis diantaranya adalah nyeri panas dan pedih di ulu

hati disertai mual kadang sampai muntah. Namun keluhan

tersebut tidak berkolerasi baik dengan gastritis dan tidak

dapat digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan

pengobatan (Hirlan, 2009).

b) Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan fisik juga tidak dapat memberikan informasi

untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis gastritis ini

ditegakkan melalui pemeriksaan endoskopi dan

histopatologi. Pada pemeriksaan endoskopi nantinya akan

ditemukan gambaran eritema, eksudatif, flat-erosion, raised

erosion, perdarahan dan edematous rugae. Sedangkan pada

pemeriksaan histopatologi akan ditemukan perubahan-

perubahan degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi

netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi,

intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan

Page 22: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga

menyertakan pemeriksaan kuman Helicobacter pylori.

Walaupun begitu, pada beberapa kasus serign ditemukan

adanya nyeri tekan di daerah epigastric (Hirlan, 2009).

c) Pemeriksaan Penunjang :

(1) Gambaran endoskopi:

(a) Eritema

(b) Eksudatif

(c) Flat- erosion

(d) Raised erosion

(e) Perdarahan

(f) Endematous rugae

(2) Gambaran histopatologi:

Perubahan morfologi:

(a) Degradasi epitel

(b) Hyperplasia foveolar

(c) Infiltrasi netrofil

(d) Inflamasi sel mononuclear

(e) Folikel limfoid

(f) Atropi

(g) Intestinal metaplasia

(h) Hyperplasia sel endokrin

(i) Kerusakan sel parietal

Perubahan yang mendasari:

(a) Otoimun

(b) Respon adaptif mukosa lambung

(3) Pemeriksaan kuman Helicobacter pylori

6) Patofisiologi (WINDA)

Gastritis Kronik memiliki beberapa fase:

a) Fase Gasteritis Superfisialis

Page 23: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

(1) Perubahan terbatas pada lamina propria permukaan

mukosa dengan edema dan infiltrate seluler terpisah

dari kelenjar gaster.

(2) Penurunan mucus dari sel mukosa dan penurunan

mitosis sel kelenjar.

b) Fase Gastritis Atrofi

Infiltrat radang meluas lebih dalam ke mukosa dengan

distrosi dan distruksi kelenjar.

c) Fase Akhir (Atrofi Gaster)

(1) Struktur kelenjar hilang dan terdapat pengurangan

infiltrate radang.

(2) Mukosa lebih tipis.

7) Tipe

d) Gastritis kronis type A

Type A ini disebut juga gastritis atrofik atau fundal karena

mengenai fundus lambung. Gastritis type ini merupakan

suatu penyakit autoimun yang disebabkan karena adanya

autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung dan

berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan sel chief

yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya

kadar gastrin (Price,2005)

e) Gastritis kronis type B

Type B ini disebut juga gastriris antral karena umumnya

mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi

jika di bandingkan dengan type A. type ini sering terjadi

pada penderita yang berusia tua. Penyebab utama gastritis

kronis type B ini adalah infeksi kronis oleh H pylori dan

factor lainnya adalah asupan alcohol yang berlebih,

merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor H

pylori (Price,2005)

8) Kaitannya dengan kasus

Page 24: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Oleh karena ditemukannya ulkus pada dinding gaster

berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, maka diagnosis

gastritis dapat disingkirkan.

b. Varises esofagus

MB. DESI

c. Ulkus peptikum

1) Definisi (TEJO)

2) Gejala klinis (Kumar, 2007)

a) Perdarahan (keluhan utama)

b) Rasa perih, panas dan nyeri tumpul epigastrium

c) Nyeri biasanya pada malam hari atau 1-3 jam setelah makan

d) Nyeri mereda dengan alkali atau makanan

e) Mual dan muntah

f) Bersendawa

g) Penurunan berat badan secara signifikan

3) Patofisiologi (FITRI)

Mekanisme Pertahanan Dinding Lambung (Kumar, 2007)

a) Sekresi mukus oleh sel epitel permukaan

b) Sekresi bikarbonat ke dalam mukus permukaan untuk

menciptakan lingkungan permukaan mikro yang bersifat

penyangga

c) Sekresi cairan cairan yang mengandung asam dan pepsin

dari gastric pits sebagai semburan menembus lapisan

mukus, masuk ke lumen secara langsung tanpa kontak

dengan epitel permukaan

d) Regenerasi epitel lambung yang cepat

e) Aliran darah mukosa yang deras, untuk menyapu ion

hidrogen yang berdifusi balik ke dalam mukosa dari lumen

dan untuk mempertahankan aktivitas metabolik dan

regeneratif sel yang tinggi

Page 25: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

f) Pengeluaran prostaglandin oleh mukosa, yang membantu

mempertahankan aliran darah mukosa.

Patogenesis :

a) H. pylori sekresi fosfolipase menguraikan kompleks

glikoprotein-lemak di mukus lambung

b) H. pylori memicu pelepasan sitokin proinflamasi (IL-1,

IL-6, IL-8, TNF) mengundang neutrofil reaksi radang

c) NSAID inhibisi pembentukan prostaglandin sekresi

asam lambung meningkat, mengurangi pembentukan

bikarbonat dan musin.

d) Sindrom Zollinger Ellison sekresi gastrin berlebihan

sekresi asam lambung berlebihan

4) Faktor resiko (Soll A, 2009)

a) Merokok

b) Konsumsi alcohol

c) Faktor Psikologi

5) Kaitannya dengan kasus

Oleh karena hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya

ulkus pada dinding gaster, maka ulkus peptikum bisa dijadikan

diagnosis kerja.

BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

Berdasarkan info-info yang sudah didapatkan, maka diagnosis kerja untuk

kasus ini adalah Ulkus Peptikum et causa penggunaan NSAID. Selanjutnya akan

dibahas mengenai ulkus peptikum secara lebih lengkap.

A. Definisi (TEJO)

B. Gejala klinis (Kumar, 2007) :

Page 26: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

1. Perdarahan (keluhan utama)

2. Rasa perih, panas dan nyeri tumpul epigastrium

3. Nyeri biasanya pada malam hari atau 1-3 jam setelah makan

4. Nyeri mereda dengan alkali atau makanan

5. Mual dan muntah

6. Bersendawa

7. Penurunan berat badan secara signifikan

C. Patofisiologi (FITRI)

Mekanisme Pertahanan Dinding Lambung (Kumar, 2007)

1. Sekresi mukus oleh sel epitel permukaan

2. Sekresi bikarbonat ke dalam mukus permukaan untuk menciptakan

lingkungan permukaan mikro yang bersifat penyangga

3. Sekresi cairan cairan yang mengandung asam dan pepsin dari gastric pits

sebagai semburan menembus lapisan mukus, masuk ke lumen secara

langsung tanpa kontak dengan epitel permukaan

4. Regenerasi epitel lambung yang cepat

5. Aliran darah mukosa yang deras, untuk menyapu ion hidrogen yang

berdifusi balik ke dalam mukosa dari lumen dan untuk mempertahankan

aktivitas metabolik dan regeneratif sel yang tinggi

6. Pengeluaran prostaglandin oleh mukosa, yang membantu

mempertahankan aliran darah mukosa.

Patogenesis (Kumar, 2007):

1. pylori sekresi fosfolipase menguraikan kompleks glikoprotein-

lemak di mukus lambung

2. pylori memicu pelepasan sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8, TNF)

mengundang neutrofil reaksi radang

3. NSAID inhibisi pembentukan prostaglandin sekresi asam lambung

meningkat, mengurangi pembentukan bikarbonat dan musin.

4. Sindrom Zollinger Ellison sekresi gastrin berlebihan sekresi asam

lambung berlebihan

D. Faktor resiko (Soll A, 2009)

Page 27: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

1. Merokok

2. Konsumsi alcohol

3. Faktor Psikologi

E. Klasifikasi (LINDA)

1. Ulkus Duodenal

Insiden: Usia 30-60 tahun

Gambaran klinis:

a. Dapat mengalami penurunan berat badan

b. Nyeri terjadi setelah 2-3 jam makan, sering terbangun dari tidur

antara jam 1 dan 2 pagi.

c. Makan makanan menghilangkan nyeri (Price, 2005).

2. Ulkus Lambung

Insiden: Biasanya lebih dari 50 tahun

Obstruksi: jarang

Gambaran klinis:

a. Penurunan berat badan dapat terjadi

b. Nyeri terjadi 1/2 sampai 1 jam setelah makan

c. Makan makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri

(Price, 2005).

F. Penatalaksanaan

1. Non medikamentosa (ARFIN,TEJO) (Price, 2005)

a. Istirahat fisik dan emosional

b. Diet makanan halus, porsi sedikit namun sering

c. Menghindari alcohol, rokok, kafein

2. Medikamentosa (ARFIN, TEJO,WINDA) (Price, 2005) (Katsung, 2004)

a. Anatasida : untuk menetralkan asam lambungdengan

mempertahankan pH cukup tinggi supaya pepsin tidak diaktifkan.

Contoh :

b. Penghambat H2 : mengurangi sekresi asam

Contoh : simetidin, ranitidine, femotidin

c. Antibiotic

Page 28: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Contoh: amoxisilin

d. antimitetik

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari tukak peptik diantaranya adalah :

1. Perdarahan

Perdarahan ini dapat terjadi sedikit demi sedikit atau sekaligus

banyak. Apabila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit maka tidak

banyak memberi keluhan, dan terlihat anemi, anemia hipokromik.

Sebaliknya bila perdarahan sekaligus banyak, maka akan terjadi

hematemesis dan melena hingga penderita akan mengalami syok. Tukak

lambung sering menimbulkan hematemesis sedangkan pada tukak

duodeni sering menimbulkan melena (Hadi, 2002).

2. Perforasi

Perforasi dapat dibagi menjadi 3 tahap, diantaranya (Hadi, 2002):

a. Tahap I

Pada tahap ini penderita mengeluh nyeri hebat dan perut tegang yang

disebabkan karena cairan lambung dan makanan masuk ke dalam

kavum peritonii. Selain itu penderita juga akan mengeluh nausea,

vomitus, kulit menjadi dingin, frekuensi inspirasi biasanya

bertambah dangkal, pernapasan kostal, nadi normal atau bertambah

cepat, tekanan darah biasanya normal dan pada auskultasi abdomen

tidak ditemukan bisisng usus.

b. Tahap II

Tahap ini terjadi sekitar 2-6 jam setelah perforasi. Penderita akan

merasakan nyeri yang bertambah berat, kulit panas, dinding

abdomen keras seperti papan (bourd like abdominal regidity),

disertai pernapasan kostal.

c. Tahap III

Tahap ini terjadi sekitar 6-12 jam setelah perforasi, yaitu timbulnya

peritonotis generalisata. Hal in disebabkan oleh karena invasi bakteri

ke dalam kavum peritonii. Keluhan yang dirasakan penderita

Page 29: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

bertambah berat, perut bertambah tegang dan nyeri, suhu naik,

takikardi, pernapasan bertambah cepat dan dangkal.

3. Obstruksi

Akibat terjadinya obstruksi pilorus maka vomitus akan bertambah hebat,

lama kelamaan dapat terjadi dehidrasi, sehingga serum Cl, Na, dan K

akan menurun. Kemudian dehidrasi ini akan berlanjut menjadi

hemokonsentrasi serta peningkatan kadar urea didalam darah (Hadi,

2002).

4. Stenosis pilorus

Stenosis pilorus ini merupakan komplikasi dari tukak duodeni, namun

tukak lambung yang lokasinya dekat pilorus juga dapat menyebabkan

stenosis pilorus (Hadi, 2002).

H. Prognosis

Apabila penyebab yang mendasari dari tukak peptik ini diatasi maka akan

memberikan prognosa yang bagus.Kebanyakan penderita sembuh dengan

terapi untuk infeksi H.Pylori,menghindari  OAINS dan meminum obat

antisekretorus pada lambung. Ulkus peptikum ini juga berkaitan dengan

meningkatnya factor resiko kanker lambung (Price,2005).

BAB IV

KESIMPULAN

Berisi :

Kesimpulan MB DESI

Page 30: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Daftar Pustaka

Hadi, Sujono. 2002. Faal Gastrointestinal. Dalam : Gastroenterologi. Edisi 2.

Bandung : PT alumni.

Hirlan. 2009. Gastritis. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:

FKUI.

Rumende, Cleopas Martin. 2009. Pemeriksaan Fisis Dada dan Paru. Dalam: Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: FKUI.

Rasad, Sjahriar, 2005. Radiologi diagnosik ultrasonografi.edisi II. Jakarta: FKUI

Page 31: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Vol 1. Ed.6. Jakarta: EGC

Silbernagl, Stefan. 2006. Teks & atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC

Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. 2007. Karsinoma Pankreas

dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.

Scheiman JM .2009. Balancing risks and benefits of cyclooxygenase-2 selective

nonsteroidal anti-inflamatory drugs. Gastroenterol Clin North Am, vol. 38

: 305-14

Soll A, Graham D. 2009.Peptic ulcer disease. In: Yamada T, editor. Textbook of

Gastroenterology.5th ed. Oxford : Blackwell Publishing Ltd, p.936-81

EMM, Keohane J. 2008. Dyspepsia. Diakses dari (http:/www.medscape.com/viewarticle/584173. Pada tanggal 22 Februari 2011Patofisiologi muntah (AWA)

http://zulliesikawati.wordpress.com/tag/motion-sickness/

Doxon MF Genta RM, Yardley JH, Correa P. Classification and grading of

gastritis, the Update Sydney System. International Workshop on the

Histopatology of Gastritis, Houston 1995. Am J Surg Pathol.

1996;20:1131.

Hirlan. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV: Gastritis. Jakarta:

FK UI. 335-337.

Price A Sylvia, Wilson M Lorraine. 2006. Patofisiologi Vol.1 Edisi 6: Gangguan

Lambung dan Duodenum. Jakarta: EGC. 422-423.

Contoh :

1. Siregar, R.S. 2005. Penyakit Virus. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit

Edisi 2. Jakarta: EGC. (84-86)

Page 32: Winda-pbl 1 Ulkus Peptikum

2. Tyring, S K Beutner, KR Tucker, BA Anderson, W C Crooks, R J. Antiviral

Therapy for Herpes Zoster. Arch Fam Med. 2000;9:863-869

3. Lubis, Ramonna Dumasari. 2008. Varicella dan Herpes Zoster. FK USU.

Diakses di

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3425/1/08E00895.pdf. pada

12 November 2010.

[email protected]