bab i halusinasi oke

Upload: achmad-fauzi

Post on 15-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

halusinasi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangData yang diambil dari WHO (World Health Organization), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) mengatakan paling tidak ada satu dari empat di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara, menurut Dr. Uton Muctar Rafei, Direktur WHO di wilayah Asia Tenggara, hampir sepertiga dari penduduk wilayah ini pernah mengalami gangguan Neuropsikiatri, data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), di Indonesia diperkirakan sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa (Winddyasih, 2008). Di DKI sendiri, jumlah penderita sakit jiwa hingga triwulan kedua tahun 2010 tercatat sebanyak 150.029 orang. Jika dibandingkan dengan kasus yang sama tahun 2011 telah mencapai angka 306.621 orang, ini berarti terjadi peningkatan penderita sakit jiwa hingga 100 % (DepKes, 2011).Gangguan kejiwaan atau skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas seperti kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negatif seperti penarikan diri, apatis, dan perawatan diri yang buruk (Forum Sains Indonesia, 2010).Salah satu tanda dan gejala dari klien yang mengalami skizofrenia ialah kemunduran sosial. Kemunduran sosial tersebut terjadi apabila seseorang mengalami ketidakmampuan ataupun kegagalan dalam menyesuaikan diri (maladaptif) terhadap lingkungannya. Seseorang tersebut tidak mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, sehingga menimbulkan gangguan kejiwaan yang mengakibatkan timbulnya perilaku maladaptif terhadap lingkungan di sekitarnya.Jumlah penderita skizofrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya stres yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey di rumah sakit di Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009). Pada penderita skizofrenia 70% diantaranya adalah penderita halusinasi (Marlindawany dkk., 2008). Thomas (1991) menulis bahwa halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizofrenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Pada pasien gangguan jiwa dengan kasus Skizofrenia selalu diikuti dengan gangguan persepsi sensori; halusinasi (Nasution 2003).Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009).Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kesehatan kejiwaan seseorang dapat dilakukan melalui pendekatan secara promotif, preventif, dan rehabilitatif. Upaya rehabilitatif untuk mengurangi tanda dan gejala pada pasien yang mengalami halusinasi dapat dilakukan dengan melakukan terapi modalitas yang terdiri dari terapi individu maupun terapi kelompok. Untuk melihat apakah ada perubahan dalam tanda dan gejala halusinasi dapat menggunakan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang merupakan salah satu terapi modalitas dalam bentuk terapi kelompok yang ditujukan untuk mengatasi klien dengan masalah yang sama. TAK dibagi ke dalam empat jenis, yaitu TAK Sosialisasi, TAK Stimulasi Persepsi, TAK Stimulasi Sensoris, dan TAK Orientasi Realitas. Salah satu terapi yang digunakan untuk klien dengan gangguan halusinasi adalah TAK Stimulasi Sensori, yaitu upaya menstimulasi semua pancaindra (sensori) agar memberi respon yang adekuat (Kelliat& Akemat,2004). Terapi ini diberikan karena klien tidak mampu berespon dengan lingkungan sosialnya. Perawat atau terapis dapat mengobervasi reaksi sensori klien berupa ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan ucapan.RS. Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan yang terletak di Grogol Jakarta Selatan dibangun sebagai rumah sakit rujukan kasus gangguan jiwa dengan cakupan wilayah pelayanan DKI Jakarta, mendapatkan pasien yang halusinasi lebih besar, yaitu sekitar 70% dibandingkan dengan diagnosa lainnya. Pasien halusinasi yang didata mulai dari bulan Januari 2013 sampai April 2013 berjumlah 1.851 orang. Dari 11 ruangan, yang dipilih peneliti untuk melakukan TAK Stimulasi Sensori adalah Ruang Kenanga dengan populasi halusinasi yang terhitung sejak bulan Januari hingga April 2013 berjumlah 218 orang. Dari 10 pasien yang diambil untuk studi penelitian, didapat pula 95%-nya mengalami halusinasi. Jadi, bisa dipastikan jumlah pasien yang menderita gangguan tersebut sangat banyak.Penelitian yang dilakukan oleh Aroh, Agustina, dan Sugiharto pada tahun 2011 tentang pengaruh TAK Stimulasi Sensori pada klien dengan gangguan harga diri rendah di RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, didapatkan hasil bahwa ada peningkatan dalam kemampuan mengekspresikan perasaan pada klien dengan harga diri rendah setelah diberikan TAK Stimulasi Sensori. Penelitian yang Mahrudin (2012) lakukan di RS. Jiwa Islam Klender dengan memberikan terapi musik terhadap klien perilaku kekerasan yang mengalami gangguan kecemasan, menunjukan frekuensi tingkat kecemasan mengalami penurunan, yaitu sebesar 11,63 dengan standar deviasi 0,744.Dari salah dua orang perawat yang telah peneliti wawancara di Ruang Kenanga RS. Dr. Soeharto Heerdjan serta observasi oleh peneliti, didapatkan data bahwa rutinitas yang dilakukan oleh perawat di di sana untuk pasien halusinasi hanyalah memberikan Strategi Pelaksaan (SP) pada pasien, Terapi Kejang Listrik (Elektro Compulcive Therapy), serta terapi religi yang biasa dilaksanakan setiap hari selasa dan kamis. Oleh karena itu, peneliti tergugah untuk melakukan suatu terapi modalitas lain yang jarang dilakukan di rumah sakit tersebut pada klien dengan gangguan halusinasi, yaitu TAK Stimulasi Sensori. Tujuan dari TAK itu sendiri adalah untuk mengetahui apakah halusinasi dapat dikontrol setelah diberikan stimulasi-stimulasi sensori lewat TAK.B. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh TAK: Stimulasi Sensori terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di RS. Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumTujuan umum dari penelitian ini diharapkan klien dengan gangguan halusinasi dapat mengontrol halusinasinya setelah diberikan TAK: Stimulasi Sensori.2. Tujuan Khusus1) Untuk mengetahui sejauh mana klien dengan halusinasi dapat berespon terhadap sesuatu yang didengar2) Untuk mengetahui sejauh mana klien dengan halusinasi dapat berespon terhadap gambar yang dilihat3) Untuk mengetahui sejauh mana klien halusinasi mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar4) Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien halusinasi yang ada di Ruang Kenanga RS. Dr. Soeharto Heerdjan

D. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:1. Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit JiwaInformasi tambahan bagi perawat untuk terus menerapkan TAK di rumah sakit jiwa kepada klien yang tepat untuk mempercepat proses kesembuhan klien.2. InstitusiInformasi bagi para dosen maupun mahasiswa agar hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai usaha pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa tentang pengaruh TAK bagi klien dengan halusinasi.3. PenelitiPenambahwan wawasan ilmu pengetahuan dan semoga dapat diamalkan ke masyarakat.4.Peneliti SelanjutnyaAwal pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian TAK stimulasi sensori kepada klien dengan gangguan yang lain seperti isolasi sosial maupun jenis-jenis skizofrenia lainnya.1